RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK
BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN
COPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
ANISSA KHAIRINA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis
Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative
Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Anissa Khairina
NIM H3410013
ABSTRAK
ANISSA KHAIRINA. Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi
Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh
LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tanaman
yang memiliki khasiat obat dan berpontensi untuk dikembangkan di Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini ialah untuk merancang rencana bisnis pengolahan rimpang
temulawak melalui pendekatan Cooperative Entrepreneurship dengan lokasi
usaha di Bogor. Pengolahan yang dilakukan ialah mengubah temulawak segar
menjadi temulawak bubuk dengan teknologi modern dan dikemas menggunakan
kemasan vakum. Target pasar dari produk ini ialah industri obat herbal dan
fitofarmaka di negara Amerika. Produk ini dijual dengan harga Rp244 000 per kg
atau USD21.4. Analisis finansial usaha menunjukkan usaha ini memiliki prospek
yang sangat bagus. Keuntungan bersih yang diperoleh di tahun pertama sebesar
Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar Rp535 503 000, dan tahun
keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000. Melalui pendekatan wirakoperasi
petani dapat memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan petani.
Kata Kunci : rencana bisnis, temulawak, wirakoperasi.
ABSTRACT
ANISSA KHAIRINA. Business Plan of Export Oriented Grain Temulawak
Product through Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor. Supervised by
LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) is one of biopharmaceutical plant
that has a potency to be developed in West Java. This research aims to design the
business plan of the processing fresh java turmeric through Cooperative
Entrepreneur approach. The business will be located in Bogor. The production
processing is converting fresh java turmeric into granule using modern
technology, and packed using vacuum packing. The market target of this product
is herbal medicine industries and phyto-pharmacy in America. The product is
sold at the price of Rp 244 000 per kg or USD 21.4. Financial analysis shows that
the business is highly prospective and can be implemented. Net profit in the first
year is Rp556 501 000, second until third year is Rp535 503 000, and the next
year is Rp562 785 000. Through cooperative entrepreneur approach, farmers can
obtain the higher price so it can increase the wealthiness of the farmers.
Keywords : business plans, cooperative entrepreneur, java turmeric.
RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK
BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN
COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
ANISSA KHAIRINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’alla atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2003 ini ialah
rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk
Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc
selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf
Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, staf Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, serta para petani dan pihak-pihak yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama, papa,
Mas Ryan, Mas Adit, teman-teman sebimbingan skripsi (Rosalin Nur Ajani,
Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan
Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis 47, Inestha Naldi, Yuliana Mafiroh,
dan Angga Cahyo Utomo atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Anissa Khairina
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup 6
TINJAUAN PUSTAKA 7
Temulawak 7
Penelitian Terdahulu 8
KERANGKA PEMIKIRAN 9
Kerangka Pemikiran Teoritis 9
Kerangka Pemikiran Operasional 18
METODE PENELITIAN 20
Waktu dan Lokasi Penelitian 20
Jenis dan Sumber Data 20
Metode Pengumpulan Data 20
Metode Analisis Data 20
GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA 24
RENCANA BISNIS 25
Rencana Produk 25
Strategi dan Rencana Pemasaran 26
Rencana Produksi (Operasional) 28
Rencana Manajemen 39
Rencana Keuangan 48
Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor 55
SIMPULAN DAN SARAN 55
vii
Simpulan 55
Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 56
RIWAYAT HIDUP 69
viii
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan produksi tanaman obat di indonesia periode 2010-2012 2
2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011 3
3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di indonesia tahun 2012 4
4 Kebutuhan bahan baku per bulan 33
5 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja 37
6 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak bubuk 38
7 Rincian upah karyawan per bulan 43
9 Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak 46
10 Biaya investasi awal usaha 50
11 Rincian biaya operasional tahun pertama 51
12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya 52
13 Modal awal usaha 52
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman temulawak 7
2 Rimpang temulawak 7
3 Kerangka pemikiran operasional penelitian 19
4 Temulawak bubuk 26
5 Mesin perajang 28
6 Mesin vacuum cabinet dryer 30
7 Mesin diskmill 30
8 Mesin vacuum packager 31
9 Kemasan plastik vakum 31
10 Mesin conveyor pendeteksi logam 32
11 Diagram manajemen pengumpulan bahan baku 34
12 Tata letak bangun 35
13 Diagram alir pengolahan temulawak bubuk 37
14 Diagram skema pembentukan usaha 39
15 Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak 40
16 Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri 45
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur proses produksi temulawak bubuk bulan pertama 59
ix
2 Asumsi komponen biaya investasi 61
3 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi 61
4 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran 62
5 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur 62
6 Rincian biaya penyusutan 63
7 Asumsi komponen biaya tetap 64
8 Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja 64
9 Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas 64
10 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran 65
11 Asumsi komponen biaya variabel 65
12 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 65
13 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun selanjutnya 65
14 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin 66
15 Penjualan perusahaan 66
16 Harga rimpang temulawak segar yang diterima petani 66
17 Arus kas proyeksi lima tahun (dalam Rp000) 67
18 Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (dalam Rp000) 68
19 Laporan arus kas per bulan tahun pertama (dalam Rp000) 68
20 Laporan laba rugi per bulan tahun pertama (dalam Rp000) 69
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar
dalam industri tanaman obat atau biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman
herbal yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal
terstandar, atau fitofarmaka. Perbedaan ketiga golongan obat dari bahan alami
tersebut terletak pada proses pembuatan serta tingkat pembuktian khasiat
produknya.
Jamu merupakan obat berbahan alami yang terdiri dari campuran lima
hingga sepuluh jenis bahan dan diolah secara sederhana. Khasiat dan
keamanannya terbukti berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan
proses pengolahan yang telah disetujui serta telah memenuhi syarat mutu. Obat
herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan
bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini
harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis,
farmakodinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar. Obat jenis
ini harus melewati dua jenis pengujian yaitu uji praklinis dan uji klinis. Klaim
khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia1.
Adanya kecenderungan gaya hidup back to nature dengan keyakinan
bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat
kimiawi berdampak terhadap meningkatnya pertumbuhan industri obat herbal
baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2006 pasar obat
herbal di Indonesia mencapai lima triliun rupiah dan meningkat menjadi enam
triliun rupaiah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali
menjadi Rp7.2 triliun dan pada tahun 2012 mencapai tiga belas triliun rupiah2.
Penggunaan obat herbal secara global diprediksi mencapai 107 miliar dollar AS
pada tahun 20173. Hal ini menunjukkan suatu peluang pasar yang sangat besar
pada industri obat herbal.
Tanaman temulawak merupakan salah satu biofarmaka yang banyak
dibutuhkan oleh industri obat herbal dikarenakan khasiat yang dimiliki.
Temulawak dapat bermanfaat untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki
fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, pereda nyeri sendi dan
tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan membantu menghambat
pembekuan darah. Kandungan minyak atsiri pada temulawak atau xanthorrizol
dapat bermanfaat sebagai anti kanker, terutama kanker payudara4. Dibeberapa
negara Asia rimpang temulawak tidak hanya digunakan sebagai obat tetapi juga
1 http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html
(Diacu 13 Mei 2014) 2http://health.kompas.com/read/2013/08/20/2026487/Pasar.Obat.Herbal.Diharapkan.Terus.Mening
kat (Diacu 14 Mei 2014) 3 http://www.prweb.com/releases/herbal_supplements/herbal_remedies/prweb9260421.htm (Diacu
14 Mei 2014) 4 http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0605.pdf (Diacu 11 Oktober 2013)
2
digunakan sebagai rempah, merangsang air susu (laktagoga), tonik bagi ibu yang
melahirkan (Melayu), perawatan kulit (India), bahan dasar jamu (Indonesia),
senyawa anti oksidan, dan anti hepatotoksik (Suksamrarn et al. 1994). Air rebusan
temulawak yang dicampur dengan biji moste dapat digunakan untuk mengurangi
kegemukan. Di Philipina, temulawak digunakan untuk mewarnai makanan dan
beberapa jenis kain, sedangkan di Sudan digunakan untuk campuran kosmetika
(Kristianti 1981).
Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat dan diklaim dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebagai upaya menuju pola hidup
alami yang lebih aman, pemerintah melalui Badan POM mensosialisasikan
khasiat temulawak kepada masyarakat melalui ”Gerakan Nasional Minum
Temulawak” pada tahun 2007. Program ini telah berhasil membawa pemanfatan
temulawak mendunia baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Eropa,
Amerika, dan Asia5. Mendunianya khasiat temulawak mengakibatkan
pertumbuhan produksi temulawak berkembang dengan sangat cepat.
Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010 sampai 2012
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010-2012a
aSumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2013)
b Angka Prognosa
Tabel 1 menunjukkan temulawak memiliki nilai pertumbuhan
pertumbuhan produksi yang paling besar dibandingkan tanaman rimpang lainnya
yaitu 79.33%. Tingginya nilai pertumbuhan produksi ini mengindikasikan bahwa
permintaan atau kebutuhan akan temulawak semakin meningkat. Oleh sebab itu,
tanaman temulawak memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat jumlah
produksinya yang cukup tinggi.
Tanaman temulawak dibutuhkan oleh banyak industri obat herbal berskala
besar ataupun menengah, seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air Mancur,
PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya
Meneer, Herba Agronusa, dan Jamu Jenggot. Rata-rata kebutuhan perusahaan
5 http://abaherbal.com/gerakan-nasional-minum-temulawak/ (Diacu 25 Juni 2014)
No Komoditas Produksi (Kg) Pertumbuhan
2011-2012 2010 2011 2012b
1. Jahe 107 734 608 94 743 139 109 448 310 15.52%
2. Lengkuas 58 961 844 57 701 484 48 959 625 -15.15%
3. Kencur 29 638 827 34 016 850 39 687 597 16.67%
4. Kunyit 107 375 347 84 803 466 89 580 450 5.63%
5. Lempuyang 8 520 161 8 717 497 7 645 828 -12.29%
6. Temulawak 26 671 149 24 105 870 43 229 709 79.33%
7. Temuireng 7 140 926 7 920 573 8 123 842 2.57%
8. Temukunci 4 358 236 3 951 932 4 456 541 12.77%
9. Dringo 754 551 611 608 1 045 790 70.99%
Rimpang 351 154 949 316 572 419 352 177 692 11.25%
3
tersebut dapat mencapai 3000 ton per tahun6. Selain pasar dalam negeri tanaman
ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri seperti yang tertera pada tabel volume
ekspor tanaman temulawak (Kemendag 2011). Volume ekspor temulawak
berdasarkan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011c
Negara Tujuan Volume (Kg) Harga (USD)
India 1 269 517 2 463 976
Other Asia 294 802 216 351
Amerika 253 753 412 294
Thailand 219 687 75 200
Malaysia 171 213 132 916
Vietnam 84 465 125 080
Argentina 66 979 140 537
United Arab Emirates 62 380 50 847
Belanda 54 116 151 971
Singapura 43 401 386 880 cSumber : Kementrian Perdagangan (2011)
Tabel 2 menunjukkan bahwa negara India merupakan negara tujuan
ekspor temulawak dengan volume terbesar yaitu 1 269 517 Kg dengan total nilai
ekspor sebesar USD2 463 976 pada tahun 2011. Selanjutnya, diikuti oleh negara
asia lain sebesar 294 802 Kg dan Amerika sebesar 253 753. Tingginya nilai
ekspor ini menunjukkan besarnya permintaan dari luar negeri untuk produk
temulawak.
Berdasarkan klaim khasiat yang dimiliki, jumlah serapan industri obat
herbal baik di dalam maupun luar negeri, serta perkembangan produksi
temulawak yang cukup besar, temulawak merupakan salah satu tanaman potensial
dalam pengembangan agribisnis tanaman obat unggulan. Tanaman temulawak
dapat dijual dalam bentuk segar atau olahan berupa produk setengah jadi
(simplisia, pati, minyak atsiri, ekstrak) dan produk jadi (sirup, jamu instan, tablet,
dan kapsul), namun petani temulawak di Indonesia umumnya menjual dalam
bentuk segar. Penjualan temulawak dalam bentuk segar tidak memberikan
pendapatan yang cukup besar hanya sebesar Rp87 638 per bulan per 1 000 m2
luas
panen dengan harga jual sebesar Rp1 500 per Kg (Ermiati 2011). Hal ini belum
mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pengolahan produk menjadi bentuk
setengah jadi (simplisia atau bubuk) dapat memberikan nilai tambah sebesar 7
sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007). Diversifikasi produk menjadi
sirup dan temulawak instan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C rasio
sebesar 1.6 sampai 1.65 (Yuhono 2007).
Sentra budidaya tanaman temulawak di Indonesia tersebar di beberapa
propinsi di Pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Propinsi Jawa Barat menempati posisi keempat
6 http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUK-
TANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29 (Diacu 15 Oktober 2013)
4
setelah Propinsi Jawa Tengah yang diikuti oleh Propinsi Jawa Timur dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Data produksi temulawak di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di Indonesia tahun
2012d
Propinsi Luas Panen (m2) Produksi (Kg)
Produktivitas
(Kg/m2)
Jawa Tengah 8 671 783 28 707 216 3.28
Jawa Timur 6 203 118 8 316 896 1.32
DI Yogyakarta 1 582 606 3 441 605 2.17
Jawa Barat 471 346 831 112 1.75
Banten 143 057 49 337 2.21
DKI Jakarta 2 280 8 418 2.16 dSumber : Kementerian Pertanian (2013)
Tabel 3 menunjukkan bahwa Jawa Barat menduduki posisi keempat luas
panen terbesar setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Hal ini
menunjukkan Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk
pengembangan tanaman biofarmaka dikarenakan untuk propinsi Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan DI Yogyakarta mayoritas petani sudah melakukan kerjasama
dengan industri jamu nasional. Pada saat ini, 97% Industri Obat Tradisional (IOT)
berada di Pulau Jawa dan mayoritas industri tersebut berada di Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan DI Yogyakarta. Industri Obat Tradisional (IOT) tersebut rata-rata
sudah melakukan kerjasama dengan petani temulawak (Badan Litbang Pertanian
2007). Oleh karena itu, Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan
temulawak dikarenakan masih banyaknya petani yang bekerja secara individual.
Terbukanya pasar serta potensi besar yang dimiliki Indonesia menciptakan
suatu peluang usaha pengembangan industri pengolahan tanaman temulawak di
Indonesia. Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneurship) sangat cocok
untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada pada agribisnis temulawak. Hal ini
dikarenakan pendekatan wirakoperasi lebih mementingkan kepentingan bersama
dibandingkan kepentingan pribadi, sehingga kesuksesan yang diperoleh
merupakan kesuksesan bersama. Sama seperti usaha lainnya, untuk memulai
usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) membutuhkan
modal dan rencana bisnis yang baik. Rencana bisnis dapat berguna sebagai
pedoman dalam menjalankan bisnis ataupun sebagai alat untuk keperluan
investasi.
Rumusan Masalah
Temulawak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang banyak
dibutuhkan oleh industri obat herbal atau fitofarmaka. Peluang pasar serta potensi
besar yang dimiliki Indonesia tidak menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka
khususnya temulawak berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan antara petani
5
dan pelaku usaha tidak terbentuk suatu integrasi vertikal yang baik. Selain itu,
skala usaha petani temulawak yang kecil serta tidak adanya pengolahan yang
dilakukan petani mengakibatkan petani tidak memiliki posisi tawar yang baik
terhadap para pelaku usaha.
Pemasaran temulawak oleh petani umumnya dilakukan melalui kegiatan
kemitraan kepada perusahaan obat herbal ataupun melalui tengkulak. Namun,
kedua hal ini tidak memberikan keuntungan yang besar kepada petani. Harga
temulawak segar di tingkat petani umumnya berada pada kisaran Rp1 500 sampai
Rp2 000 per Kg. Harga ini belum terlalu menguntungkan bagi petani yang
umumnya berskala kecil (Ermiati 2011). Selain itu, sistem kemitraan yang terjalin
antara perusahaan dan petani juga tidak memberikan keuntungan yang besar
dikarenakan harga yang dipatok perusahaan sangat rendah hanya sebesar Rp600
per Kg untuk temulawak segar dan Rp5 500 untuk simplisia7.
Petani sebagai pelaku usaha budidaya yang memiliki lahan tidak memiliki
posisi tawar yang baik sehingga harga yang diterima petani rendah. Hal ini
dikarenakan petani memiliki keterbatasan dalam hal teknologi serta informasi.
Rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan rendahnya motivasi petani
untuk membudidayakan temulawak dan agribisnis temulawak menjadi tidak
berkembang.
Wirakoperasi ialah seorang pelaku usaha yang memiliki sebuah inovasi, ide
kreatif, dan teknologi namun tidak memiliki lahan yang cukup untuk melakukan
budidaya. Wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi
tidak hanya berorientasi kepada keuntungan tetapi juga berorientasi kepada
manfaat atau kesejahteraan anggotanya. Berdasarkan keterbatasan serta kelebihan
yang dimiliki oleh petani dan wirakoperasi, diperlukan pengembangan usaha
melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) agar tingkat
kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis temulawak menjadi berkembang.
Jawa Barat sebagai daerah sentra penghasil temulawak terbesar keempat di
Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat daerah Jawa Barat
masih sedikit petani yang melakukan kemitraan. Rendahnya harga yang diterima
petani di pasar lokal mengharuskan adanya pengalihan pasar dari pasar lokal ke
pasar luar negeri agar petani dapat memperoleh harga yang lebih baik. Pengolahan
temulawak segar menjadi produk setengah jadi dalam hal ini simplisia dapat
menjadi pilihan karena dapat memberikan keuntungan sebesar 7 sampai 15 kali
(Badan Litbang Pertanian 2007).
Pengembangan usaha komoditas temulawak ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri. Selain itu, peranan seorang
wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan petani di
Indonesia. Pengembangan usaha sosial melaui peranan wirakoperasi belum
banyak digunakan dalam dunia bisnis sehingga menarik untuk dikaji mengenai :
1. Bagaimana rencana bisnis yang harus dirumuskan agar bisnis pengolahan
temulawak dapat memberikan keuntungan secara finansial dan sosial?
7 http://sains.kompas.com/read/2011/05/21/14453617/Berempat.Kompak.demi.Temulawak (Diacu
28 Juni 2014)
6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui
pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur)
Manfaat Penelitian
Peneletian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan
informasi dalam hal wirakoperasi (cooperative entrepreneur) dan potensi bisnis
pengolahan rimpang temulawak dalam bentuk rencana bisnis. Manfaat bagi
mahasiswa dan perguruan tinggi yaitu dapat dijadikan sebagai acuan dalam
mengembangkan usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak melalui
pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) juga sebagai bahan acuan
dalam hal perencanaan bisnis.
Bagi pemerintah terutama Kementrian Koperasi dan UKM, hasil penelitian
ini dapat digunakan dalam mengembangkan model bisnis dengan pendekatan
wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Bagi petani dan pelaku bisnis penelitian
ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dana untuk usaha
pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak dari investor atau lembaga
keuangan serta acuan dalam menjalankan usaha. Bagi investor atau lembaga
keuangan penelitian ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai
prospek tanaman biofarmaka sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan
investasi dan alokasi modal yang akan digunakan.
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis produk berupa
temulawak bubuk melalui pendekatan wirakoperasi. Aspek perencanaan bisnis
yang dianalisis terdiri dari aspek non finansial dan aspek finansial. Pada aspek
non finansial akan dibahas mengenai rencana produk, strategi dan rencana
pemasaran, rencana operasional, dan rencana manajemen. Pada aspek finansial
akan dibahas mengenai rencana keuangan yang terdiri dari proyeksi laporan arus
kas, proyeksi laporan laba rugi, dan kriteria investasi. Perencanaan bisnis yang
dilakukan ialah mengolah barang mentah menjadi produk setengah jadi
(intermediate product) berupa temulaswak bubuk.Informasi mengenai harga dan
jumlah produksi ditentukan berdasarkan data sekunder berupa permintaan pasar
tanaman temulawak di negara tujuan ekspor. Mekanisme ekspor dibatasi kepada
sistem FOB (Free On Board). Hal lainnya, seperti analisa perilaku konsumen di
negara tujuan, kondisi persaingan industri di negara tujuan, regulasi di negara
tujuan ekspor merupakan hal-hal diluar batasan dan ruang lingkup penelitian
sehingga hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk keluarga
Zingiberaceae bersama dengan jahe. Di daerah Jawa Barat, temulawak sering
disebut sebagai „Koneng Gede‟ sedangkan di Madura disebut „Temu Lobak‟.
Bagian tanaman temulawak yang umumnya digunakan ialah bagian rimpang.
Rimpang ini dapat digunakan dalam bentuk segar, rimpang kering, atau rimpang
yang telah diserbukkan (BPOM 2005). Tanaman temulawak dan rimpang
temulawak dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2
Temulawak dipercaya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.
Penelitian Fitriani (2013) menunjukkan bahwa temulawak terbukti dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, Sidik (2006) membuktikan
bahwa kandungan kurkuminoid secara klini berkhasiat mencegah penyakit
jantung koroner, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah penggumpalan
darah. Penelitian Kurnia (2006) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada
temulawak dapat bermanfaat sebagai acnevulgaris, anti inflamasi (anti radang),
antioksidan, anti hepopotoksik (anti keracunan empedu). Banyaknya khasiat yang
dimiliki menjadikan temulawak digunakan dalam hampir semua produk obat
tradisional (Badan Litbang Pertanian 2007).
Sentra produksi budidaya temulawak tersebar di beberapa provinsi di
Pulau Jawa, terutama provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Peningkatan produktivitas untuk tanaman temulawak mencapai 11% per tahun,
sedangkan serapan yang terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri
Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan farmasi mencapai rata-rata 63%, ekspor 14%,
serta untuk konsumsi rumah tangga 23%. Dalam kurun waktu 6 tahun
diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas
temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Hal ini disebabkan oleh rendahnya
motivasi petani untuk membudidayakan tanaman temulawak.
Penelitian Purnaningsih (2008) menunjukkan bahwa para petani umumnya
menjual hasil panennya dalam bentuk segar tanpa pengolahan. Sistem pemasaran
umumnya disalurkan kepada pedagang pengumpul yang kemudian dari pedagang
pengumpul dilanjutkan kepada Industri Obat Tradisional (IOT). Harga yang
Gambar 1 Tanaman temulawak
Gambar 2 Rimpang temulawak
8
diberikan oleh pedagang pengumpul cukup rendah yaitu Rp1 200 hingga Rp1 500
per kg. Berdasarkan penelitian Ermiati (2011) harga ini memberikan nilai
pendapatan yang tidak terlalu besar. Hal ini yang mengakibatkan rendahnya
motivasi petani dalam melakukan budidaya temulawak.
Penelitian Terdahulu
Keberhasilan peranan wirakoperasi dibuktikan melalui penelitian Baga
dan Firdaus (2009) pada kasus belimbing dewa di Kota Depok serta penelitian
Fajrian (2013) pada CV. Bunga Indah Farm di Kabupaten Sukabumi. Kedua
penelitian ini menunjukkan penerapan sistem kewirausahaan sosial mampu
memajukan usaha tidak hanya secara keuntungan pribadi tetapi juga usaha
anggotanya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pendapatan petani setelah
melakukan kemitraan serta meningkatnya skala usaha petani. Keberhasilan usaha
ini tidak lepas dari adanya peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa
wirakoperasi. Penelitian Baga (2011) Profil dan Peran Wirakoperasi dalam
Pengembangan Agribisnis menunjukkan bahwa karakter seorang wirakoperasi
digambarkan dengan locus of control yang sangat internal, mempunyai need for
achievment yang tinggi, sikap altruisme yang tinggi, serta perilaku kepemimpinan
yang efektif dengan orientasi tugas dan manusia secara seimbang. Hal ini sesuai
dengan penelitian Effendi (2005) pada Koperasi Simpan Pinjam Etam Mandiri
Sejahtera menunjukkan untuk meningkatkan dinamika organisasi maka
diperlukan keefektifan gaya kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi kepada
tugas tetapi dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada
hubungan baik anggota. Selain itu penelitian Nurlina (2009) menunjukkan
kepemimpinan orientasi prestasi secara simultan signifikan berpengaruh terhadap
keberlanjutan usaha anggota koperasi.
Penelitian Effendi (2005) dan Nurlina (2009) menunjukkan peran seorang
pemimpin berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Oleh sebab itu
peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi akan berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha. Sesuai dengan Selain peranan seorang wirakoperasi
agar usaha dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah perencanaan
bisnis. Perencanaan bisnis yang sistematis diperlukan untuk mengurangi
kegagalan pada pendirian suatu proyek bisnis. Menurut Pinson (2003) ada tiga
tujuan menulis rencana bisnis, yaitu sebagai panduan yang dapat diikuti sepanjang
usia bisnis, sebagai dokumentasi pendanaan, dan sebagai alat standart untuk
mengevaluasi potensi bisnis keluar negeri.
Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis
Industri Manisas Stroberi menyusun sebuah rencana bisnis yang menganalisis
aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar,
analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen dan organisasi, dan analisis
lingkungan. Pada analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran
yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product menggambarkan
jenis produk yang akan dijual. Price menjelaskan tentang tingkat harga yang akan
diberlakukan. Promotion menjelaskan tentang strategi promosi yang akan
digunakan. Place menjelaskan tentang lokasi tempat usaha yang akan didirikan.
9
Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan
peralatan, aspek teknologi, dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang
pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Analisis bahan
baku yang dilakukan terdiri dari perencanaan bahan baku dn perencanaan mesin
dan peralatan.
Aspek selanjutnya yang dianalisis adalah aspek teknologi dan proses
produksi. Aspek ini berisi penjelasan tentang jenis teknologi yag akan digunakan
serta tahapan-tahapan proses produksi yang akan dilakukan. Setelah menganalisis
aspek teknologi dan proses produksi, aspek selanjutnya adalah penentuan tata
letak dan ruang pabrik. Penentuan tata letak dan ruang pabrik sangat penting
dilakukan untuk meningkatkan tingkat efisiensi dari kegiatan produksi. Usaha
yang didirikan lebih baik dilakukan pada lokasi yang dekat dengan bahan baku
dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya
yang cukup, infrastruktur yang mendukung, serta dekat dengan target pasar.
Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan
tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Pada aspek legalitas
akan ditentukan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Kebutuhan tenaga
kerja menjelaskan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan digunakan pada
kegiatan usahanya. Struktur organisasi menggambarkan hierarki manajemen dari
organisasi bisnisnya dan bagaimana hubungan antar setiap karyawan dalam
organisasi tersebut. Deskripsi pekerjaan menjelaskan tugas-tugas serta tanggung
jawab setiap personil yang ada dalam organisasi bisnis.
Aspek lingkungan mengaji apakah usaha yang akan didirikan dapat
dilaksanakan dengan layak dilihat dari kondisi lingkungan. Hal ini mencakup
pengolahan limbah yang dihasilkan usaha yang didirikan sehingga perlu dilakuan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Analisis ini dilakukan agar
kualitas lingkungan tidak terganggu akibat kegiatan usaha.
Berdasarkan penelitian Wibowo (2011), maka penelitian ini akan
menggunakan konsep rencana bisnis dengan mengkaji beberapa aspek yaitu,
rencana produk, strategi dan rencana pemasaran, rencana operasional, rencana
manajemen. Selain itu, pendekatan wirakoperasi yang digunakan sangat sesuai
untuk mengatasi masalah sosial yang ada pada agribisnis temulawak, sehingga
pada rencana manajemen akan dipaparkan sistem manajemen melalui pendekatan
cooperative entrepreneur. Berdasarkan keseluruhan penelitian maka akan
dirancang sebuah rencana bisnis untuk produk simplisia temulawak melalui
pendekatan cooperative entrepreneur.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada permasalahan
yang dihadapi. Dasar kerangka pemikiran teoritis ini adalah potensi dari sebuah
bisnis pengeringan dan pengemasan tanaman biofarmaka khususnya tanaman
temulawak dengan menggunakan peran dan fungsi seorang wirakoperasi
(cooperative entrepreneur) didalamnya. Penelitian ini menggunakan sebuah
10
rencana bisnis untuk melihat potensi usaha pengeringan dan pengemasan rimpang
temulawak.
Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur)
Menurut Hendar dan Kusnadi (2009) dalam Fajrian (2013) wirakoperasi
atau cooperative entrepreneur adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha
secara kooperatif dengan mengambil sikap inovatif serta keberanian mengambil
risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam memenuhi
kebutuhan serta peningkatan kesejahteraan bersama. Menurut Baga (2009)
wirakoperasi adalah orang-orang yang mampu membawa atau menemukan
peluang koperasi yaitu berupa efek koperasi kemudian melakukan upaya
persusasif meyakinkan para petani untuk bersama-sama mengembangkan
koperasi. Efek koperasi merupakan hal apapun yang menjadikan sesuatu lebih
mudah, lebih murah, dan lebih menguntungkan jika dilakukan bersama-sama
dibandingkan dilakukan secara sendiri-sendiri.
Peran seorang wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan
mewujudkannya dalam bentuk usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya
(Baga 2011). Wirakoperasi menggabungkan antara jiwa kewirausahaan dengan
sikap kooperatif pada diri seorang pemimpin. Seorang wirakoperasi tidak hanya
mementingkan keberhasilan usahanya tetapi juga bertanggung jawab dalam
meningkatkan kesejahteraan para anggota dan para petani.
Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat
memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi
sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut.
Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi
memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi, serta kebebasan dalam
bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013).
Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila dia mampu untuk
mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau
anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil
apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala
usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani.
Konsep cooperative entrepreneur dapat diterapkan pada suatu rancangan
bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku
yang akan digunakan. Penerapan konsep ini akan menciptakan suatu multiplier
effect bagi usaha yang dijalankan juga meningkatnya tingkat efisiensi rantai
pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari on-farm hingga off-farm.
Rencana Bisnis
Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana
perusahaan atau pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business
opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal perusahaan, menjelaskan
keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai
langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi
suatu bentuk usaha yang nyata (Solihin 2007).
11
Perencanaan bisnis mencakup uraian tentang gambaran umum rencana,
kondisi perusahaan, produk/jasa yang akan diberikan oleh perusahaan, kondisi
pasar, kondisi manajemen, kondisi keuangan, kondisi operasional, strategi untuk
pengembangan di masa yang akan datang, informasi keuangan yang dibutuhkan
dan lampiran-lampiran. Perencanaan bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk
mencari pinjaman dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga
keuangan, dan sebagainya (Rangkuti 2005).
Rencana Produk
Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk
tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan
pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh
product, intermediate product, atau final product.
Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan
terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi
bagi pelakunya, karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah
produk yang telah diproses namum memerlukan proses selanjutnya untuk
kemudian dijual kepada konsumen akhir. Intermediate product umumnya
dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk
yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir.
Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate
product yaitu berupa simplisia temulawak dan temulawak bubuk. Produk
dihasilkan dengan mengolah rimpang temulawak segar menjadi simplisia kering
yang dapat meningkatkan umur simpan produk. Nilai tambah pada produk ini
diharapkan dapa memberikan keuntungan lebih bagi pelaku usaha.
Strategi dan Rencana Pemasaran
Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut para pelaku usaha untuk
mempunyai suatu strategi dan perencanaan pemasaran yang matang agar dapat
bertahan dalam suatu idustri. Keinginan pengusaha besar adalah mampu
menerobos pasar dunia dan tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri di
dalam negeri.
Pasar yang berubah dengan sangat cepat, selera konsumen yang mudah
berubah, dan keinginan konsumen untuk mencoba produk baru menjadikan
loyalitas konsumen sangat labil. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi tantangan
bagi kegiatan pemasaran, mencari, memelihara konsumen yang sudah ada.
Strategi pemasaran harus menjawab tantangan ini dengan berbagai taktik. Setelah
mengetahui keseluruhan kondisi pasar dari industri tersebut, hal yang harus
dilakukan selanjutnya ialah menentukan usaha-usaha atau strategi pemasarannya.
Menurut Kotler dan Keller (2009) semua strategi pemasaran dibuat berdasarkan
STP (Segmentation, Targetting, Positioning) dan kemudian disesuaikan dengan
bauran pemasaran (Product,Price, Place, Promotion)
1. Segmenting
Segmenting adalah proses mengelompokkan pasar yang luas dan heterogen
menjadi kelompok yang homogen dan memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan,
12
keiginan, prilaku, dan respon terhadap program-program pemasaran spesifik.
Program-program pemasaran yang sesuai dengan segmentasi pasar akan
meningkatkan jumlah penjualan pada perusahaan.
Segmentasi pasar harus dapat diidentifikasi dan diukur terlebih dahulu
sehingga akan memudah untuk menentukan strategi yang efektif pada segmen
tersebut. Segmen pasar harus dapat terukur dengan baik tidak hanya berdasarkan
besar pasar potensial tetapi juga prilaku membeli konsumen (Zehle 2004).
2. Targetting
Targetting adalah proses memilih target pasar produk yang dituju dari
setiap segmen-segmen pasar yang telah ditentukan. Segmen pasar yang
memberikan keuntungan menjadi target potensial bisnis. Sebuah bisnis dapat
berkonsentrasi pada satu, beberapa, atau seluruh target. Salah satu hal penting
dalam target pasar adalah komunikasi pasar, yaitu menempatkan produk sesuai
dengan posisi produk tersebut (Zehle 2004).
3. Positioning
Positioning adalah proses menempatkan produk pada suatu posisi khusus
sehingga konsumen dapat dengan mudah membedakan produk kita dengan
produk perusahaan pesaing. Positioning penting dilakukan untuk menciptakan
suatu citra produk pada konsumen.
Bauran pemasaran ialah suatu kombinasi yang memberikan hasil maksimal
dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan
process keempat P pertama disebut 4 P tradisional dan 3 P terakhir dikatakan
unsur bauran pemasaran untuk pemasaran produk jasa (Alma 2010). Bauran
pemasaran digunakan sebagai suatu strategi agar proses pemasaran dapat
memberikan hasil yang maksimal.
1. Product (Produk)
Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang ditawarkan oleh perusahaan,
seperti bentuk produk, merek produk, kemasan, serta hal lain terkait produk yang
akan dijual. Selain itu, pengembangan jenis-jenis atau variasi produk juga dapat
dianalisis pada aspek ini.
2. Price (Harga)
Aspek ini menjelaskan tentang harga yang diberlakukan kepada konsumen
untuk setiap jenis produk yang ditawarkan.
3. Place (Tempat)
Aspek ini mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan lokasi penjualan produk
maupun pendistribusian produk, serta ketersediaan fasilitas yang dapat
memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat.
4. Promotion (Promosi)
Aspek ini mencakup strategi-strategi promosi yang dilakukan perusahaan
untuk memasarkan produknya. Dalam aspek ini akan dikaji mengenai pemilihan
media promosi serta pemilihan cara penjualan.
Rencana Operasional (Produksi)
Teknis dan produksi merupakan kegiatan utama dalam suatu usaha yang
terdiri dari proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiaan maupun
kegiatan produksi yang dilakukan. Pemilihan lokasi dan tata ruang menjadi
langkah awal dalam analisis teknis dan produksi. Pemilihan lokasi dan tata ruang
13
yang tepat akan meningkatkan tingkat efisiensi dari perusahaan tersebut. Pada
perencanaan operasional atau produksi juga dirancang suatu SOP (Standart
Operational Procedure) dari kegiatan bisnis pengeringan dan pengemasan
rimpang temulawak. Selain itu, perencanaan jumlah produksi dan pemilihan
teknologi yang tepat guna juga harus dilakukan sebelum melakukan bisnis. Hal ini
berguna untuk menghitung modal yang akan dibutuhkan.
a. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Perencanaan lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus
dipertimbangkan, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan
efisiensi kegiatan usaha. Pemilihan lokasi usaha dapat ditentukan berdasarkan
kedekatannya dengan bahan baku atau pasar potensial, tenaga kerja, serta
ketersediaan infrastruktur yang baik yang dapat menunjang kegiatan usaha.
Perancangan tata letak bangunan usaha terdiri dari ruang produksi, ruang
penyimpanan atau gudang, ruang administrasi, serta ruangan lain yang dibutuhkan
dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat
meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dibutuhkan.
b. Teknologi Teknologi pengeringan rimpang temulawak dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara tradisional dengan menggunakan panas matahari dan
menggunakan oven. Namun, pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu
yang lebih lama dan memiliki risiko yang cukup tinggi terkontaminasi oleh
bakteri ataupun jamur.
Proses pengeringan lebih baik dilakukan menggunakan oven dengan suhu
±60oC. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan dan memberikan hasil yang
lebih baik ditinjau dari segi tampilan fisik (Cahyono, dkk 2011). Lebih jauh lagi,
penelitian Cahyono, dkk (2011) juga menunjukkan bahwa proses pengeringan ini
berpengaruh terhadap kandungan kurkuminoid temulawak. Kadar total
kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak
daripada temulawak segar.
Selain proses pengeringan, penggunaan teknologi juga dilakukan pada
proses pengemasan. Pengemasan simplisia kering ataupun rimpang segara
temulawak dilakukan dengan menggunakan alat Vacuum Packaging. Alat ini
memiliki prinsip kerja dengan cara menyedot udara yang ada dalam kemasan dan
kemudian dlakukan penyegelan kemasan. Pengemasan dengan teknologi ini
dipilih karena memiliki keunggulan tidak merusak kandungan gizi, bentuk,
tekstur, dan dapat menekan pertumbuhan mikroba karena terbentuknya hampa
udara pada sisi dalam kemasan tersebut sehingga dapat memperpanjang umur
penyimpanan produk juga memperkecil ruang simpan.
c. Perencanaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan input atau bahan dasar pada kegiatan produksi
untuk menghasilkan suatu produk yang akan ditawarkan oleh perusahaan. Untuk
menghasilkan suatu produk yang memiliki standar mutu tertentu maka bahan baku
yang digunakan juga harus memiliki standar mutu yang telah ditetapkan.
Pemilihan bahan baku harus diperhatikan dengan baik. Beberapa hal yang
termasuk kedalam perencanaan bahan baku, yaitu: (1) Jenis bahan baku, (2)
14
Kuantitas bahan baku, (3) Kualitas bahan baku, (4) Persediaan bahan baku, dan
(5) Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain.
Rencana Manajemen
Aspek manajemen dalam perencanaan bisnis berisi gambaran tentang
bisnis/proyek dalam masa pembangunan dan bisnis/proyek sudah berjalan.
Bisnis/proyek dalam masa pembangunan, berisi kajian lama waktu yang
dibutuhkan unrtuk penyiapan proyek sampai proyek siap beroperasi dan biaya
yang dibutuhkan untuk bisnis tersebut. Sedangkan bisnis/proyek sudah berjalan
berisi kajian bentuk badan hukum organisasi, struktur organisasi, jumlah
karyawan yang dibutuhkan, persyaratan karyawan, proses rekruitment, sistem
upah, dan sebagainya (Supriyanto 2011).
a. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Koperasi
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseoragan atau
badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama
di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi
(UU No. 17 tahun 2012). Koperasi terdiri atas dua jenis, yaitu koperasi primer dan
koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh orang
perseorangan, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan badan hukum koperasi. Koperasi primer didrikan oleh paling
sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian
kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder
didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) koperasi primer.
Koperasi dalam pelaksanaannya harus menerapkan tujuh prinsip dasar
koperasi. UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan tujuh
prinsip dasar koperasi adalah sebagai berikut:
1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
2. Pengawasan oleh anggota dilaksanakan secara demokratis
3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi
4. Koperasi merupakan badan usaha yang swadaya dan otonom
5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota,
pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi
kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi
6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan
koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat
lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan
masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.
b. Persyaratan Perusahaan untuk Mengekspor
Perusahaan yang ingin meluaskan pasarnya ke luar negeri atau ekspor,
harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya (Kemendag 2013):
1. Memiliki badan hukum dalam bentuk:
a. CV (Commanditaire Vennotschap)
b. Firma
15
c. PT (Perseroan Terbatas)
d. Persero (Perusahaan Perseroan)
e. Perum (Perusahaan Umum)
f. Perjan (Perusahaan Jawatan)
g. Koperasi
2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti:
a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan
b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian
c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA
(Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan
Koordinasi Penanaman Modal)
4. Memiliki Angka Pegenal Ekspor (APE)
Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan untuk koperasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi
2. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab koperasi
3. Fotokopi NPWP Koperasi
4. Neraca terakhir koperasi bermaterai Rp 6 000,-
5. Susunan Pengurus
6. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan atau kantor desa, diketahui
kecamatan
7. Pasfoto warna ukuran 4x6 dua lembar.
Ijin usaha perdagangan ini masuk kedalam ijin usaha perdagangan dan
berlaku selama lima tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang.
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi menggambarkan tentang hierarki kepengurusan dari
organisasi bisnis. Struktur organisasi terdiri dari susunan bagian-bagian yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi bisnis
tersebut. Pada struktur organisasi akan digambarkan hubungan kerja antara orang
yang satu dengan yang lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan
hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
d. Deskripsi Kerja
Bagian-bagian yang dicantumkan pada struktur organisasi akan
mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Penggambaran tugas dan
tanggung jawab masing-masing tenaga kerja atau pegurus dipaparkan dalam
bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan
berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan bagiannya.
e. Upah dan Gaji
Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh
seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji merupakan imbalan yang
diberikan dengan jumlah yang tetap setiap bulannya, sedangkan upah merupakan
imblan yang diberikan per jam kerja sehingga besaran upah tergantung kepada
banyaknya jam kerja. Besarnya pemberian gaji dan upah berbeda-beda sesuai
dengan besar tanggung jawab yang dibebankan. Pemberian upah dipengaruhi oleh
masalah persaingan di pasar tenaga kerja, pendidikan, keterampilan, perilaku
16
karyawan, dan pengalamannya. Penetapan upah tidak dapat ditentukan oleh satu
formula, karena penetapan besarnya upah juga melihat kepada tingkat
produktivitas, biaya hidup, dan laba yang diperoleh pengusaha.
Berdasarkan ketetapan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1636-
bangsos/2013 upah minimum regional (UMR) untuk Kabupaten Bogor untuk
industri ini adalah sebesar Rp2 578 576. Upah ini termasuk dengan gaji pokok
serta tunjangan.
f. Manajemen Risiko
Jalannya sebuah bisnis tidak akan terlepas dari sebuah risiko. Menurut
Siahaan (2007) risiko adalah kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan
konsekuensi atau akibatnya. Darmawi (2007) mendefinisikan risiko adalah
penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Menurut Muslich (2007)
risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian. Secara umum risiko
dapat didefinisikan sebagai penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan
yang dapat menimbulkan suatu kerugian.
Risiko dapat dikategorikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko,
akibat yang dilakukan, dan aktivitas yang dilakukan. (Kountur 2008).
- Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Timbulnya Risiko
Sofyan (2004) menyebutkan penyebab timbulnya risiko pada umumnya
berasal dari dua sumber, yakni sumber intern dan sumber ekstern. Sumber intern
umumnya memiliki risiko yang lebih kebih kecil dikarenakan masalah intern
umumnya lebih mudah dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber ekstern berasal
dari luar organisasi dan umumnya jauh diluar kendali si pembuat keputusan,
antara lain muncul dari pasar, ekonomi dan politik, perkembangan teknologi,
perubahan sosial budaya, kondisi suplai atau pemasok, kondisi geografi dan
kependudukan, serta perubahan lingkungan dimana perusahaan itu didirikan.
- Risiko dari Sudut Pandang Akibat
Risiko dari sudut pandang akibat dibagi menjadi risiko murni dan risiko
spekulatif. Risiko murni terjadi apabila suatu ketidakpastian yang terjadi
menghasilkan kerugian. Tidak ada kemungkinan menghasilkan keuntungan.
Contoh dari risiko ini yaitu adanya barang yang hilang karena kemalingan,
kehancuran gedung, dan kebakaran gedung. Sebaliknya, risiko spekulatif yaitu
risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan
(Hanafi 2006). Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan individu
tertentu, tetapi akan menguntungkan individu lainnya. Contohnya adalah usaha
bisnis.
- Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas
Jenis risiko pada kategori ini timbul dari aktivitas yang dilakukan.
Aktivitas yang dapat menimbulkan risiko ada berbagai macam, misalnya risiko
kredit timbul akibat adanya aktivitas pemberian kredit dan risiko produksi timbul
akibat adanya aktivitas produksi. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas
ini sebanyak jumlah aktivitas yang ada.
Rencana Keuangan
17
Aspek finansial dapat digambarkan melalui proyeksi arus kas pada saat
bisnis tersebut dijalankan. Proyeksi arus kas dibutuhkan agar para investor dapat
melihat tingkat keuntungan yang akan didapatkan. Arus kas (cash flow) adalah
suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi,
kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta
kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode.
Laporan arus kas memiliki dua macam arus, yaitu cash inflow dan cash
outflow. Cash Inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas), terdiri dari: (1) Hasil penjualan
produk atau jasa, (2) Penagihan piutang dari penjualan kredit, (3) Penjualan aktiva
tetap yang ada, (4) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan
terbatas, (5) Pinjaman/hutang dari pihak lain, dan (6) Penerimaan sewa dan
pendapatan lain.
Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan
baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya
administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4)
Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari
pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan
pengeluaran lain-lain
Ada beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut untuk menyusun suatu
perencanaan bisnis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR),
Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009).
Selain itu, tingkat Break Even Point (BEP) juga harus dianalisis untuk melihat
titik impas dari kegiatan penjualan.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total Present value
penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah
Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis
dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0
(NPV>0).
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk
menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan
dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan
layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR)
atau tingkat suku bunga yang berlaku.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat
bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis
dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1).
Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada
kerugian yang dialami.
4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis
finansial. Merode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat
tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat
18
pengembalian modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi
pada bisnis tersebut.
5. Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik
impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun
keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan
keuntungan sama denga nol.
Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional digunakan sebagai landasan yang
berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian.
Kerangka pemikiran operasional penelitian dimulai dari menganalisis potensi
tanaman temulawak. Tanaman temulawak memiliki banyak khasiat untuk
kesehatan dan permintaan tanaman temulawak sangat tinggi baik pada pasar
domestik maupun luar negeri. Namun, pada kenyataan di lapang para petani
memiliki keterbatasan dalm hal informasi pasar, sehingga petani tidak mengetahui
kebutuhan industri yang membutuhkan dalam bentuk olahan kering atau bubuk.
Petani umumnya menjual produk dalam bentuk segar sehingga harga yang
diberikan kepada petani sangat rendah. Harga di tingkat petani yang rendah
mengakibatkan rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak.
Selain itu, skala usaha petani temulawak umumnya berukuran kecil dan lokasi
budidayanya tersebar sehingga jumlah produksi yang dihasilkan umumnya
sedikit. Hal ini menyebabkan kebutuhan atau permintaan pasar untuk produk
temulawak ini menjadi tidak terpenuhi dan agribisnis temulawak menjadi tidak
berkembang.
Ditinjau dari potensi serta kondisi atau kenyataan di lapang maka untuk
mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu usaha komersialisasi tanaman
temulawak. Komersialisasi ini dilakukan dengan memberikan nilai tambah pada
tanaman temulawak melalui kegiatan pengolahan dan pengemasan. Agar usaha
dapat berkembang dengan baik, maka diperlukan suatu kegiatan usaha bersama
dengan menggabungkan sumber daya yang kecil menjadi suatu usaha yang besar.
Pada kegiatan usaha bersama ini diperlukan peranan seorang wirakoperasi yang
berfungsi sebagai penggerak agar usaha dapat berjalan sesuai dengan prinsip-
prinsip koperasi. Agar usaha komersialisasi tanaman temulawak dapat
direalisasikan, maka diperlukan suatu perencanaan bisnis. Rencana bisnis ini
dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan usaha atau sebagai alat
untuk memperoleh pendanaan. Alur pemikiran kerangka operasional secara
ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
19
Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian
- Temulawak memiliki banyak
khasiat untuk kesehatan
-Permintaan industri untuk produk
temulawak baik dalam maupun luar
negeri sangat tinggi
- Pulau Jawa merupakan sentra
penghasil temulawak
- Kurangnya pengetahuan petani
akan kebutuhan pasar temulawak
- Harga ditingkat petani yang rendah
karena tidak adanya nilai tambah
sehingga rendahnya motivasi petani
untuk membudidayakan temulawak
- Skala usaha yang kecil dan lokasi
usaha yang tersebar
Wirakoperasi
sebagai penggerak
Tidak terpenuhinya permintaan pasar sehingga
agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang
Komersialisasi
tanaman
temulawak
Memberikan nilai
tambah pada produk
Membuat kerjasama
melakukan usaha
kolektif dengan petani
skala kecil
Rencana
Produk
Rencana
Keuangan
Rencana
Manajemen
Rencana
Operasional
Strategi dan
Rencana
Pemasaran
Rencana Bisnis Produk Simplisia Temulawak Berorientasi Ekspor
Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor
20
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pada analisis produksi penelitian dilakukan pada salah satu industri obat
tradisional dan beberapa petani yang ada di Kecamatan Cipaku, Tegal Waru,
Cimanggu, Gunung Leutik, dan Kecamatan Rancabungur. Untuk analisis pasar
penelitian dilakukan pada beberapa industri obat tradisional. Pemilihan lokasi
industri dilakukan dengan metode Purpossive sampling dengan pertimbangan
tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangan dan lokasi yang
strategis untuk kelancaran penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Oktober 2013-Februari 2014.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh petani terutama mengenai jumlah produksi atau potensi jumlah
produksi. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dari industri obat tradisional
mengenai keadaan serta kondisi pasar. Data kuantitatif diperoleh dari hasil
produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan
penelitian.
Data yang digunakan pada penelitian ini, merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi
penelitian serta wawancara dengan petani ataupun pihak pelaku industri.
Sedangkan data sekunder, diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS),
Kementerian Pertanian, perpustakaan, penelitian atau riset yang telah dilakukan,
serta penelusuran dari literatur yang relevan dengan penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
observasi serta wawancara di lapang. Metode wawancara digunakan untuk
memperoleh informasi terkait harga di tingkat petani, harga di tingkat pengusaha,
proses pengolahan, serta Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
cara studi literatur melalui buku ataupun melalui penelusuran internet.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah menggunakan dua jenis
analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial.
A. Analisis Non Finansial
1. Rencana Produk
21
Produk yang akan dijual pada bisnis pengolahan rimpang
temulawak ialah produk setengah jadi (Intermediate product). Produk
yang dihasilkan berupa simplisia temulawak yang kemudian digiling
menjadi bentuk bubuk. Produk ini kemudian akan dikemas menggunakan
vacuum packaging untuk memperpanjang umur simpan serta memperkecil
ruang simpan produk.
2. Strategi dan Rencana Pemasaran
Analisis strategi dan rencana pemasaran menggambarkan mengenai
bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan agar dapat bersaing dalam
pasar. Penentuan strategi dan rencana pemasaran didasarkan pada kondisi
persaingan pasar yang dihadapi. Pada analisis strategi dan rencana
pemasaran menggunakan analisis STP (Segmenting, Targetting, dan
Positioning) serta bauran pemasaran 4 P (Product, Price, Place, dan
Promotion).
a. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat
heterogen kedalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam
prosesnya aspek utama yang menjadi variabel dalam pengelompokan pasar
adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.
b. Target Pasar
Setelah menganalisis segmentasi pasar, hal selanjutnya yang dilakukan
adalah pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan target pasar. Pada
penentuan target pasar, kriteria yang harus diperhatikan adalah target pasar
yang dituju harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang
dilakukan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang
cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan pasar yang baik, serta pasar dapat
dijangkau oleh media pemasaran.
c. Posisi Pasar
Penentuan posisi pasar merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan
pada analisis strategi pemasaran. Penentuan posisi pasar dilakukan agar
konsumen dapat membedakan antara produk yang ditawarkan perusahaan
dengan produk pesaing. Penentuan posisi pasar dilakukan dengan cara
mengidentifikasi keunggulan kompetitif produk dibandingkan dengan
perusahaan pesaing.
3. Rencana Operasional (Produksi)
Rencana operasional merupakan keseluruhan kegiatan operasional
yang akan dilakukan pada bisnis yang akan mempengaruhi kebutuhan
biaya. Rencana operasional mencakup penentuan lokasi usaha, skala
operasi, kriteria pemilihan mesin atau equipment, proses produksi,
perumusan standar mutu input dan output, serta layout perusahaan.
4. Tim Manajemen
Perencanaan tim manajemen mencakup mengenai bagaimana
bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur
organisasi, deskripsi masing-masing jabatan, jumlah tenaga kerja yang
digunakan, penentuan anggota dan tenaga kerja inti, serta sistem gaji dan
upah.
22
B. Analisis Finansial
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total Present value
penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah
Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis
dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0
(NPV>0).
Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa
tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya
i = Discount rate (%)
2. Internal Rate Return (IRR)
Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk
menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan
dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan
layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR)
atau tingkat suku bunga yang berlaku.
Keterangan :
i1 = Nilai percobaan pertama untuk discount rate positif
i2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate negatif
NPV1 = Nilai percobaan pertama untuk NPV
NPV2 = Nilai percobaan kedua untuk NPV
3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat
bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis
dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1).
Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada
kerugian yang dialami.
23
Keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa
tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya
i = Discount rate (%)
4. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial.
Merode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat
pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat pengembalian
modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis
tersebut.
Keterangan :
I = besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
5. Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas
yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun
keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan
keuntungan sama denga nol.
6. Cash Flow
Laporan arus kas memiliki dua macam arus, yaitu cash inflow dan cash
outflow. Cash Inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas), terdiri dari: (1) Hasil penjualan
produk atau jasa, (2) Penagihan piutang dari penjualan kredit, (3) Penjualan aktiva
tetap yang ada, (4) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan
terbatas, (5) Pinjaman/hutang dari pihak lain, dan (6) Penerimaan sewa dan
pendapatan lain.
24
Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan
baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya
administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4)
Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari
pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan
pengeluaran lain-lain. Contoh tabel proyeksi arus kas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Contoh tabel proyeksi arus kas
No Uraian Komponen 1 2 ... n
I Inflow
1. Nilai Produksi
1. Pinjaman
2. Nilai Sewa
3. Grants
4. Salvage Value
Total Inflow
II Outflow
1. Biaya Investasi
2. Biaya Operasional
2.1 Biaya Variabel
2.2 Biaya Tetap
3. Pembayaran Bunga Pinjaman
4. Pajak
5. Biaya Lainnya
Total Outflow
III Net Benefit
IV Dengan i=DR (%)
V PV Net Benefit (NPV)=(III)(IV)
GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA
Bogor terletak di bagian barat Pulau Jawa. Bogor dibagi menjadi dua
wilayah administratif, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Secara geografis
Kota Bogor terletak diantara 106048
0 BT dan 6
026
0 LS. Kedudukan geografis
Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dekat dengan
ibukota negara sehingga memiliki potensi yang strategis bagi perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi dan jasa. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian
minimum 190 m dan 330 m dari permukaan laut. Kota Bogor memiliki suhu rata-
rata tiap bulan 26 0C dengan suhu terendah 21.8
0C dan suhu tertinggi 30.4
0C.
Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500 sampai 4 000 mm dengan curah
hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan ibukota dan secara geografis terletak pada posisi 6019
0 sampai 6
047
0 LS
25
dan 10601
0 sampai 107
0103
0 BT. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor sebagai
berikut:
- Sebelah Utara : Kota Depok
- Sebelah Barat : Kabupaten Lebak
- Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang
- Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta
- Sebelah Timur Laut : Kabupaten Sukabumi
- Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
- Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur
Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata antara 20 0C sampai 30
0C.
Curah hujan tahunan antara 2 500 mm sampai dengan 5 000 mm/tahun, kecuali di
wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang, dan Bekasi
curah hujannya kurang dari 2 500 mm per tahun. Ketinggian rata-rata Kabupaten
Bogor berkisar antara 15 sampai 2 500 m diatas permukaan laut. Penyebaran
ketinggian yaitu daratan bergelombang (100 sampai 500 m) di bagian tengah,
pegunungan (500 sampai 1000 m), pegunungan tinggi dan daerah puncak (2 000
sampai 2 500 m).
Kondisi topografi yang dimiliki Kota Bogor dan Kabupaten Bogor sesuai
dengan kondisi dan syarat tumbuh tanaman temulawak. Tanaman temulawak
secara alami tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari
teriknya sinar matahari. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara
19 sampai 30 0C. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1 000
sampai 4 000 mm/tahun. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5
sampai 1 000 m diatas permukaan laut dengan ketinggian tempat optimum adalah
750 m diatas permukaan laut. Kandungan pati tertinggi didalam rimpang
diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m diatas permukaan
laut. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
Pertumbuhan yang baik pada komoditas temulawak didukung oleh
karakteristik topografi dan iklim wilayah Bogor yang sesuai dengan kondisi dan
syarat tumbuh bagi tanaman itu sendiri. Karakteristik topografi dan iklim yang
sesuai menjadikan wilayah Bogor berpotensi untuk pengembangan budidaya
temulawak.
RENCANA BISNIS
Rencana Produk
Produk yang akan dihasilkan dalam rencana bisnis ini ialah intermediate
product dalam bentuk temulawak bubuk. Perencanaan produk ditentukan
berdasarkan permintaan pasar. Industri obat herbal atau fitofarmaka lebih banyak
membutuhkan bahan baku berupa olahan bubuk kering dibandingkan bentuk
segar. Hal ini dikarenakan bahan kering lebih tahan lama dibandingkan bahan
segar. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air maksimum 10
persen dan murni tanpa campuran bahan lainnya. Selain kandungan zat
didalamnya hal yang harus diperhatikan adalah penampilan produk. Produk yang
dihasilkan berwarna kuning-jingga hingga coklat kuning-jingga. Produk yang
26
sudah digiling kemudian akan dikemas dalam kemasan plastik vakum dengan
berat 10 kg dan kemasan sekunder berupa kardus berukuran netto 50 kg atau isi
lima kemasan plastik. Pengemasan dengan cara vakum dipilih untuk
memperpanjang umur produk dan juga mengecilkan ruang simpan.
Gambar 4 Temulawak bubuk
Perumusan Standar Mutu Input dan Output
Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk meghasilkan
produk, sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Mutu input
berupa spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan dalam proses
produksi. Mutu output berupa spesifikasi dari produk yang akan dijual. Mutu
input dan output yang digunakan disesuaikan dengan permintaan pasar atau dalam
hal ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh standar ekspor dari
Kementerian Pertanian (Kementan 2012). Namun, mutu output ini juga dapat
disesuaikan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembeli.
- Standar mutu input
Input yang digunakan adalah rimpang temulawak segar yang diperoleh dari
petani mitra. Standar mutu bahan baku yang ditetapkan adalah rimpang
temulawak berumur 9 sampai 10 bulan dengan warna kuning-jingga. Selain
itu rimpang yang digunakan merupakan rimpang dengan kondisi yang baik,
tidak rusak, berjamur, ataupun cacat
- Standar mutu output
Output yang dihasilkan berupa temulawak bubuk. Standar mutu output untuk
produk temulawak bubuk ialah temulawak yang sudah digiling berwarna
coklat kuning-jingga dengan kehalusan 40 sampai 60 mesh dan kadar air 10
persen.
Strategi dan Rencana Pemasaran
Strategi Pemasaran
1. Segmenting
Pengelompokan segmen pasar untuk produk simplisia dan bubuk
temulawak ini didasarkan pada aspek tingkat penggunaan dan juga
geografis. Berdasarkan aspek tingkat penggunaan segmen pasar untuk
produk ini mencakup industri fitofarmaka, industri jamu atau obat herbal,
industri makanan dan minuman, dan perusahaan distributor bahan baku
herbal atau rempah. Berdasarkan aspek geografis segmen pasar produk ini
27
mencakup Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Thailand, Singapura,
Piliphina, Malaysia, Vietnam, Arab Saudi, India, Jordania, Arab Syria, Uni
Emirat Arab, Algeria, Australia, Amerika, Suriname, Argentina, Belanda,
Jerman, dan Ukraina.
2. Targetting
Target pasar yang dipilih dari segmen pasar yang telah ditentukan
adalah industri fitofarmaka yang membutuhkan simplisia ataupun bubuk
kering temulawak sebagai bahan baku produknya di negara Amerika.
Negara ini dipilih karena Amerika termasuk ke dalam tiga besar importir
terbesar untuk tanaman temulawak di Indonesia dan bukan negara
penghasil temulawak.
3. Positioning
Usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan menawarkan
sebuah produk yang diolah dari tanaman eksotis Indonesia dengan kualitas
premium. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air 8 persen.
Selain itu, produk temulawak bubuk ini juga diolah dari bahan baku yang
berkualitas dengan proses yang higienis. Produk ini akan dikemas
menggunakan teknologi pengemasan vakum sehingga dapat meningkatkan
daya simpan dan mempertahankan kualitas didalamnya.
Bauran Pemasaran
1. Product (Produk)
Produk yang akan dihasilkan oleh usaha ini ialah berupa
intermediate product dalam temulawak bubuk.. Temulawak bubuk yang
dihasilkan memiliki kadar air 10 persen. Produk yang sudah dikeringkan
ataupun digiling menjadi bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan
kemasan plastik vakum dengan berat 10 kg per kemasan lalu Pada
kemasan produk akan dicantumkan produk asal Indonesia, nama atau kode
perusahaan eksportir, nama barang, negara tujuan, berat kotor, berat
bersih, dan nama pembeli. Produk yang dijual tidak menggunakan merek
ataupun label produk hanya mencantumkan label perusahaan.
2. Price (Harga)
Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar Rp244 000
per Kg atau setara dengan USD21.4 per kg. Harga ini ditetapkan
berdasarkan data dari International Trade Centre (2013) untuk produk
temulawak bubuk. (1 USD = Rp11 400)
3. Place (Tempat)
Lokasi penjualan produk temulawak bubuk ini adalah negara
Amerika. Saluran distributor dari produk ini adalah dengan melakukan
kerjasama dengan perusahaan lain yang mengekspor produk dengan tujuan
yang sama yaitu Amerika. Cara ini dilakukan karena skala usaha
pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Pendistribusian produk
dilakukan melalui portal ekspor terdekat, dalam hal ini adalah pelabuhan
Tanjung Priok. Tempat usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan
didirikan di Jalan KH Sholeh Iskandar atau Jalan Baru, Bogor. Lokasi ini
dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan pintu tol sentul atau
Jagorawi, dan akses kendaraan yang mudah.
4. Promotion (Promosi)
28
Strategi promosi dari produk yang dihasilkan dilakukan dengan
cara langsung (direct selling) kepada negara-negara importir rimpang
temulawak dalam bentuk simplisia ataupun bubuk. Strategi promosi
produk dilakukan menggunakan media internet dengan cara mengikuti
bursa penjualan ekspor impor yang ada di internet atau melakukan
penawaran kerjasama secara langsung kepada industri yang membutuhkan
produk ini. Selain itu, strategi promosi juga dapat menggunakan kerjasama
antara pengusaha dengan dinas terkait, dalam hal ini Kementerian
Perdagangan sebagai mediator antara eksportir dan importir.
Rencana Produksi (Operasional)
Rencana Jumlah Produksi
Kegiatan usaha pengolahan rimpang temulawak ini terdiri dari proses
pengeringan dan penggilingan produk kering serta pengemasan. Produk yang
dihasilkan ditujukan kepada industri manufaktur fitofarmaka ataupun biofarmaka
luar negeri yang menggunakan temulawak bubuk sebagai bahan baku produknya.
Rencana jumlah produksi ini adalah sebesar 1.7 ton per bulan pada tahun pertama
dan 2 ton per bulan pada tahun selanjutnya. Penentuan ini didasarkan kepada hasil
wawancara lapang disesuaikan dengan kemampuan petani.
Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam usaha pengolahan rimpang temulawak
ini adalah dengan menggunakan mesin untuk pengeringan, penggilingan, serta
pengemasan rimpang temulawak. Mesin yang digunakan dalam kegiatan
pengeringan rimpang temulawak adalah mesin perajang, Vacuum Cabinet Dryer
dengan output yang dihasilkan berupa simplisia temulawak serta mesin penggiling
Diskmill dengan output yang dihasilkan berupa temulawak bubuk. Pengemasan
dilakukan dengan menggunakan Vacuum Packaging untuk mengemas produk
berupa simplisia ataupun bubuk temulawak.
1. Mesin Perajang
Gambar 5 Mesin perajang
Sumber: http://www.kiosmesin.blogspot.com
29
Temulawak yang sudah lolos tahap penyortiran dan pencucian dan
penirisan kemudian akan dirajang menggunakan mesin perajang. Prinsip kerja
mesin ini ialah memotong rimpang sesuai dengan ketebalan tertentu. Tingkat
ketebalan dapat disesuaikan dalam hal ini tingkat ketebalan yang digunakan
adalah 3-5 mm. Teknologi ini dipilih untuk menghasilkan irisan rimpang dengan
tingkat ketebalan yang seragam dan meningkatkan efisiensi waktu produksi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penjual mesin, kapasitas mesin
perajang adalah 150 kg per jam, maka untuk merajang 1 000 kg rimpang basah
dibutuhkan dua unit mesin perajang yang masing-masing beroperasi selama 3.5
jam.
Spesifikasi mesin:
a. Tipe : Vertikal Blade
b. Dimensi : Tergantung Tipe
c. Material rangka : Siku Besi atau UNP
d. Material badan mesin : Stainless Steel
e. Material pisau : Baja
f. Penggerak : Diesel atau Motor Bensin
g. Kapasitas : 150 kg/jam
2. Vacuum Cabinet Dryer
Teknologi pengeringan dengan menggunakan Vacuum Cabinet Dryer
dipilih karena mesin ini dapat mengeringkan rimpang temulawak lebih cepat
dibandingkan dengan oven biasa. Proses kerja mesin ini tidak hanya
mengeringkan produk, tetapi juga menyedot sisa air yang terbentuk pada saat
pengeringan sehingga produk yang dihasilkan menjadi kering sempurna dan
memiliki penampilan yang lebih bagus dibandingkan dengan pengeringan secara
tradisional. Sumber panas yang digunakan berasal dari listrik. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak penjual mesin, mesin pengeringan ini memiliki
kapasitas 40 rak atau setara dengan 150 kg rimpang basah, sehingga untuk
mengeringkan 1 000 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan alat
pengering sebanyak tujuh unit. Waktu yang dibutuhan untuk mengeringkan
rimpang temulawak basah menggunakan vacuum cabinet dryer adalah delapan
jam dengan suhu 50 hingga 60 oC
8.
8 Ofosi Harefa “TPL-IKM 2008” PTKI MEDAN (Desember 2010). (Diacu 26 Maret 2014)
30
Gambar 6 Mesin vacuum cabinet dryer
Sumber: www.mesinpertanian.com
Spesifikasi mesin:
a. Tipe : OVG-40
b. Kapasitas : 40 rak / loyang atau setara dengan 150 Kg temulawak basah
c. Dimensi : 240x55x165 cm
d. Bahan : stainless stell
e. Listrik blower: 300 watt
f. Sumber panas : Gas LPG
3. Mesin Diskmill
Temulawak yang sudah dikeringkan kemudian digiling menggunakan
mesin diskmill untuk menghasilkan temulawak bubuk. Prinsip kerja mesin ini
ialah dengan menggiling bahan baku kasar menjadi bentuk yang lebih halus atau
bubuk dengan tingkat kehalusan yang dapat disesuaikan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak penjual mesin pengolahan, mesin penggiling kering
diskmill memiliki kapasitas 300 kg per jam, sehingga untuk menggiling 100 kg
Gambar 7 Mesin diskmill
Sumber : www.mesinpertanian.com
31
temulawak kering maka dibutuhkan mesin penggiling sebanyak satu unit. Waktu
kerja mesin selama 0.3 jam.
Spesifikasi mesin:
a. Tipe : AGC 23
b. Kapasitas : 300 kg/jam
c. Kecepatan rotasi : 5800 rpm
d. Kekuatan motor : 3 kw
e. Dimensi : 800x500x1000 mm
f. Bahan : Stainless steel
g. Berat (tidak termasuk motor) :75 kg
4. Mesin Vacuum Packager
Temulawak yang sudah diolah dalam bentuk bubuk kemudian
dikemasmenggunakan kemasan vakum dengan mesin Vacuum Packager. Prinsip
kerja mesin ini ialah dengan mengeluarkan udara dalam kemasan sehingga
menciptakan ruang hampa kemudian dilakukan penyegelan. Teknologi
pengemasan ini dipilih karena dapat meningkatkan umur simpan produk serta
meminimalisir ruang penyimpanan produk. Plastik kemas vakum yang digunakan
memiliki kapasitas sebesar 10 Kg, maka dalam satu bulan produksi akan
dihasilkan 200 kemasan. Mesin akan beroperasi selama ±2 jam. Berdasarkan
syarat ketentuan ekspor yang berlaku untuk bahan makanan, jenis plastik kemasan
yang digunakan merupakan plastik kemasan vakum yang merupakan campuran
dari bahan plastik LDPE (Low Density Polyethylene), PET (Poly Ethylene
Terephthalate) dan Nylon. Plastik kemasan tersebut memiliki ketebalan dan
Gambar 8 Mesin vacuum packager
Sumber: www.tokomesin .com
Gambar 9 Kemasan plastik vakum
Sumber: www.kaskus.co.id
32
kerapatan pori yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik kemasan biasa
(Kemendag 2013).
Spesifikasi mesin:
a. Tipe : DZ600 W
b. Listrik : 380 V, 50 Hz
c. Tenaga Sealing : 800 watt
d. Tenaga vakum : 750 watt
e. Lebar seal : 600 mm x 10 mm
f. Ukuran meja kerja : 600x400 mm
g. Kecepatan pengemasan : 1-3 kali / menit
h. Dimensi Mesin : 670x500x1000 mm
i. Berat : 80 kg
5. Mesin Conveyor Pendeteksi Logam
Temulawak bubuk yang sudah dikemas kemudian akan melewati tahap
pengujian kandungan logam melalui mesin conveyor pendeteksi logam. Mesin ini
digunakan untuk mendeteksi kandungan logam pada makanan dengan sensitivitas
deteksi yang tinggi. Mesin ini dapat mendeteksi logam besi dan stainless steel,
seperti kawat atau timah, tembaga, alumunium, timah, dan logam lainnya.
Pengujian kandungan logam ini perlu dilakukan untuk menjaga mutu atau kualitas
produk.
a. Spesifikasi mesin:
b. Tipe : F500
c. Metode mendeteksi : Magnetic induksi
d. Lebar pendeteksian : 600 mm
e. Tinggi pendeteksian : 160 mm
f. Kemampuan mendeteksi : Ф1.0 bola besi
g. Metode alarm : Buzzer
Gambar 10 Mesin conveyor pendeteksi
logam
Sumber: www.indotrading.com
33
h. Kecepatan belt : 40 m/min
i. Tegangan listrik : 230 V, 50-60 Hz
j. Ukuran dimensi : 1 620 x 1 000 x 1 100 mm
Bahan Baku
Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang temulawak ini berupa rimpang
temulawak segar yang diperoleh dari petani yang berada di wilayah Bogor dan
sekitarnya. Petani-petani yang memasok bahan baku merupakan petani yang
bermitra dengan usaha ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Bahan
baku dipasok setiap hari dengan jumlah pasokan per hari sebesar 1 053 kg.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pihak pelaku usaha dalam hal ini
Taman Sringganis, tingkat penyusutan bahan baku pada tahap penyortiran awal
yaitu sebesar 5%. Kebutuhan bahan baku per bulan dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan hasil wawancara dan turun lapang kepada para petani, rata-
rata kepemilikan lahan oleh petani sebesar 1 000 m2 dengan jumlah produksi 1
750 Kg per panen. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku per
bulan diperlukan ±11 orang petani mitra dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000
m2. Agar produksi dapat berjalan lancar selama setahun maka diperlukan ±100
petani mitra dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000 m2.
Tabel 5 Kebutuhan bahan baku per bulan
Satuan Jumlah pada
Tahun 1
Jumlah pada Tahun
Selanjutnya
Input
Rimpang temulawak segar
Penyusutan bahan baku
(sortasi) 5%
Kg
Kg
21 053
1 053
21 053
1 053
Plastik kemasan
Kemasan sekunder (kardus)
Lembar
Lembar
170
34
200
40
Output
Temulawak bubuk Kg 1 700 2 000
Manajemen Pengumpulan Bahan Baku
Kegiatan usaha ini menggunakan pendekatan wirakoperasi dimana para
petani dan koperasi bekerja secara bersama-sama. Petani akan menjual produknya
berupa temulawak segar melalui koperasi. Koperai sebagai badan usaha yang
melakukan pengolahan akan mengolah temulawak segar menjadi temulawak
bubuk. Agar usaha pengolahan ini dapat berlangsung secara lancar maka,
diperlukan manajemen pengumpulan bahan baku yang baik. Manajemen
pengumpulan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 11
34
Keterangan :
Aliran Produk (Temulawak segar)
Aliran Informasi
Aliran Uang
Temulawak segar dari petani akan dikumpulkan oleh Gapoktan atau
kelompok tani yang kemudian akan disalurkan ke koperasi. Agar bahan baku yang
dipasok dapat memenuhi kebutuhan usaha setiap bulannya harus ada minimal 11
orang petani dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000 m2. Wirakoperasi akan
memberikan arahan atau informasi kepada Gapoktan mengenai pengaturan masa
tanam, teknik budidaya yang baik dan benar ataupun informasi lainnya yang
dibutuhkan oleh petani. Sistem pembayaran akan dilakukan pada saat bahan baku
diterima oleh koperasi.
Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Bangunan usaha berdiri di atas lahan seluas 3 000 m2 yang terdiri dari tiga
ruang utama yaitu ruang kantor, ruang produksi, dan ruang gudang penyimpanan.
Lokasi bangunan usaha yang akan didirikan adalah di sekitar Jl KH Sholeh
Iskandar atau biasa disebut Jalan Baru Bogor. Alasan pemilihan lokasi Lokasi ini
dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan pintu tol sentul atau Jagorawi
sehingga memudahkan akses menuju pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu
infrastruktur yang memadai seperti jalan dan jembatan. Tata letak dan layout
bangunan usaha dapat dilihat pada Gambar 12.
Petani
Petani
Petani
GAPOKTAN Koperasi
Wirakoperasi
Gambar 11 Diagram manajemen pengumpulan bahan baku
35
Gambar 12 Tata letak bangun
Keterangan :
1 = Mesin Perajang
2 = Mesin vacuum dryer
3 = Mesin Penggilingan
4 = Mesin vacuum packager
5 = Mesin conveyor pendeteksi logam
Proses Produksi
Proses produksi pada pengolahan rimpang temulawak melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Penyortiran dan pencucian temulawak
Rimpang temulawak yang datang dari petani akan disortir. Tujuan
penyortiran ini ialah untuk memisahkan rimpang temulawak yang bagus
dengan rimpang temulawak yang busuk atau rusak atau dari cemaran
bahan asing lainnya. Rimpang yang baik adalah rimpang yang tidak
berjamur dan tidak busuk. Pencucian sebaiknya menggunakan air bersih
dan bertekanan tinggi dan disikat secara berhati-hati. Setelah rimpang
temulawak dicuci, kemudian ditiriskan.
2. Penimbangan bahan
Rimpang yang terseleksi kemudian ditimbang. Penimbangan
dilakukan untuk mengetahui bobot bersih yang akan diproses.
3. Perajangan rimpang
Rimpang temulawak yang telah bersih kemudian dirajang dengan
ketebalan 3 sampai 5 mm. Proses perajangan dilakukan dengan
menggunakan mesin perajang
4. Pengeringan
Rimpang temulawak yang sudah dirajang kemudian dikeringkan
dengan menggunakan mesin vacuum cabinet dryer dengan suhu 50 sampai
600C selama 8 jam.
5. Penggilingan kering
Toilet
Mushalla
Gudang
Penyimpanan
1
1
2 2 2
2 2 2
2
3 4 5
Ruang Produksi
Ruang Kantor
Koperasi
Area Bongkar
Muat
Sortasi dan
Grading
Area
Penirisan
Area
Penyucian
36
Rimpang temulawak yang sudah dikeringkan kemudian digiling
menggunakan alat diskmill untuk menghasilkan produk berupa temulawak
bubuk.
6. Penyortiran Akhir
Pada tahap penyortiran akhir, temulawak kering yang sudah
digiling menjadi bubuk disortir kembali. Hal ini dilakukan untuk
memisahkan temulawak bubuk dari cemaran bahan asing lainnya. Setelah
produk disortir, kemudian ditimbang kembali untuk menghitung rendemen
hasil dari pemrosesan.
7. Pengemasan
Rimpang temulawak yang sudah melalui tahap pengolahan
menjadi temulawak bubuk kemudian dikemas menggunakan kemasan
vakum. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum
packager untuk menghasilkan kemasan yang kedap udara.
8. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan di ruang atau gudang usaha yang bersih
dan sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab. Suhu ruangan tidak
melebihi 30 oC dan jauh dari bahan lain penyebab kontaminasi. Gudang
harus bebas dari hama atau penyakit. Diagram alir pengolahan temulawak
bubuk dapat dilihat pada Gambar 13.
Proses produksi dilakukan selama 3 hari dengan proses produksi bergulir.
Satu bulan produksi terdiri dari 20 hari kerja. Alur proses produksi dapat dilihat
pada Lampiran 1.
37
Tenaga Teknis Produksi
Tenaga teknis produksi terdiri dari staf atau supervisor bagian produksi
dan tenaga kerja lepas harian untuk proses produksi langsung, mulai dari
penyortiran, pencucian, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan. Staf atau
supervisor bagian produksi bertugas untuk membagi tugas kepada setiap tenaga
kerja. Berikut ini adalah rincian tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha
pengolahan rimpang temulawak:
Tabel 6 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja
Jenis Pekerjaan Jumlah
Staf atau supervisor bagian produksi 1 orang
Staf ahli 1 orang
Tenaga kerja produksi 11 orang
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 13 orang dengan 1 orang
sebagai supervisor bagian produksi, 1 orang sebagai staf ahli dan 11 orang
sebagai tenaga kerja produksi. Staf atau supervisor bagian produksi bertugas
Gambar 13 Diagram alir pengolahan temulawak bubuk
Penyortiran Awal
(Temulawak Segar)
Pencucian,
penirisan, dan
penimbangan
selama 1 hari
Pengeringan
menggunakan mesin
vacuum cabinet dryer
selama 8 jam
Penggilingan simplisia
menggunakan mesin
diskmill selama 0.3
jam
Perajangan
menggunakan mesin
perajang selama 3.5
jam
Penyortiran
Akhir Temulawak
Bubuk
Pengemasan
menggunakan
mesin vacuum
packager selama 2
jam
Temulawak
bubuk kemasan
10 kg
Deteksi kandungan logam
menggunakan mesin
conveyor pendeteksi logam
38
untuk mengontrol dan mengatur pembagian tugas pada tenaga kerja bagian
produksi.
Perumusan Standard Operating Procedure (SOP)
Perumusan Standard Operating Procedure (SOP) sangat diperlukan untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Penyusunan Standar Operating Procedure
(SOP) pada rencana bisnis produk temulawak bubuk disesuaikan dengan
penelitian (Fahma, dkk 2012) yang dilakukan pada klaster biofarmaka di
Karanganyar. Standard Operating Procedure (SOP) produk temulawak bubuk
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak
bubuk
Tahapan
Pembuatan
Temulawak
Bubuk
Prosedur Pembuatan Temulawak Bubuk
Pengumpulan
bahan baku
Rimpang temulawak dikumpulkan dari hasil panen lahan milik petani, apabila
ada petani yang ingin menjual keluar koperasi harus lapor terlebih dahulu.
Tahap
penyortiran
awal
1. Memilih rimpang yang cukup umur panennya, tidak rusak atau berjamur.
2. Membersihkan rimpang dari tanah, daun, dan akar
3. Kulit rimpang tidak dikupas
Tahap
pencucian
rimpan
1. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah
yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air.
2. Rimpang kemudian ditiriskan pada rak penirisan. Hindari kontaminasi
langsung dengan tanah.
3. Menimbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah.
Tahap
pengirisan
rimpang
1. Rimpang diiris dengan ketebalan 3 sampai 5 mm dengan menggunakan
mesin perajang.
2. Menampung irisan ke dalam tempat yang telah disediakan
Tahap
pengeringan
rimpang
1. Rimpang yang telah diiris disusun pada rak-rak oven pengeringan.
2. Penyusunan rimpang tidak boleh bertumpuk
3. Rimpang dikeringkan dengan menggunakan mesin vacuum cabinet dryer
selama 8 jam.
Tahap
penggilingan
1. Rimpang yang telah dikeringkan kemudian digiling menggunakan mesin
diskmill
2. Temulawak bubuk kemudian ditampung kedalam tempat yang telah
disediakan.
Tahap
penyortiran
akhir
Memisahkan temulawak bubuk dengan benda asing selain temulawak bubuk,
seperti kerikil atau benda asing lainnya.
Tahap
pengemasan
dan pelabelan
1. Menyiapkan bahan pengemas berupa plastik kedap udara
2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan
3. Memberi label produk dan menutup kemasan dengan menggunakan mesin
vacuum packager.
4. Memasukkan kemasan plastk kedalam kardus dan diberikan silica gel
Tahap
penyimpanan
Produk temulawak bubuk disimpang kedalam gudang yang bersih, tidak
lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain.
39
Rencana Manajemen
Skema Pembentukan Usaha
Skema pembentukan usaha berisikan urutan langkah yang dilakukan untuk
mendirikan usaha pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan social
entrepreneurship. Urutan langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Perumusan ide usaha
Pembentukan usaha ini harus diawali dengan perumusan ide usaha.
Perumusan ide usaha ini dimulai oleh seorang wirakoperasi. Seorang
wirakoperasi dituntut untuk membuat suatu ide usaha yang kreatif yang dapat
memberikan keuntungan finansial bagi badan usaha dan keuntungan sosial
bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah petani
temulawak.
2. Sosialisasi ide usaha kepada petani dan BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah)
Sosialisasi kepada petani ditujukan untuk membuka wawasan petani terkait
potensi pasar dari tanaman temulawak. Selain itu, proses sosialisasi ini juga
bertujuan menarik minat para petani untuk bergabung kedalam usaha sebagai
mitra usaha. Sosialisasi kepada BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) ditujukan untuk memperoleh dana yang nantinya akan
digunakan sebagai modal usaha.
3. Pembentukan badan usaha
Setelah tahap sosialisasi dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pembentukan badan usaha yang sah secara hukum. Badan usaha yang
digunakan pada perencanaan bisnis ini ialah koperasi.
Skema pembentukan usaha produk temulawak bubuk dapat dilihat pada
Gambar 14.
Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha
Bentuk badan usaha yang dipilih pada kegiatan usaha ini ialah koperasi.
Koperasi dipilih sebagai bentuk usaha karena proses pendiriannya tidak rumit dan
tidak memerlukan biaya yang besar. Selain itu, bentuk usaha koperasi ini akan
menciptakan suatu ikatan kekeluargaan yang kuat antar setiap anggota dan
menimbulkan rasa saling memiliki antar tiap anggotanya, hal ini dikarenakan
Ide Usaha
(Wirakoperasi)
Sosialisasi
BAPPEDA Sosialisasi Petani
Pembentukan
Koperasi
Gambar 14 Diagram skema pembentukan usaha
40
pelaksanaannya yang berdasarkan asas kekeluargaan. UU No 17 tahun 2012
menyebutkan bahwa tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan
berkeadilan. Oleh sebab itu, bentuk usaha ini sangat cocok digunakan oleh
seorang wirakoperasi dalam menjalankan usahanya.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi kepengurusan usaha pengolahan rimpang temulawak
ini, terdiri dari rapat umum anggota (RUA), pengurus (ketua, sekretaris,
bendahara), pengawas, manajer usaha, staf administrasi, staf keuangan, dan
supervisor produksi. Pengurus koperasi berasal dari anggota koperasi yang terdiri
dari para petani mitra, sedangkan manajer usaha serta para staf dan supervisor
dapat berasal dari dalam maupun luar anggota. Struktur organisasi usaha
pengolahan rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 15.
Ket :
= Koordinasi langsung
= Koordinasi tidak langsung
Jumlah pengurus koperasi yang direncanakan terdiri dari empat orang
yang terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan pengawas. Karyawan yang
direncanakan terdiri dari lima belas orang terdiri dari manajer usaha, staf
keuangan, supervisor produksi, staf tata usaha, staf ahli, dan sebelas orang
karyawan produksi.
Gambar 15 Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak
RUA
(Rapat Umum Anggota)
Pengurus Pengawas
Supervisor
Produksi
Staff
Keuangan
Staff
Tata Usaha
Manajer
Usaha
Karyawan
Produksi
Staf Ahli
41
Deskripsi, Wewenang dan Batasan Kerja
1. Rapat Umum Anggota
- Deskripsi : pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dalam
pengambilan keputusan
2. Pengurus (Ketua, Sekertaris, dan Bendahara)
- Deskripsi Kerja : memimpin dan mengontrol jalannya organisasi dan
perusahaan koperasi
- Wewenang dan Batasan Kerja Ketua Koperasi:
a. Memimpin, mengkoordinir dan mengontrol jalannya aktivitas
koperasi.
b. Memimpin Rapat Umum Anggota tahunan dan menyampaikan
pertanggungjawaban kepada anggota.
c. Mengambil keputusan atas hal-hal yang dianggap penting bagi
kelancaran kegiatan koperasi.
- Wewenang dan Batasan Kerja Sekretaris Koperasi:
a. Melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat) dan
ketatausahaan koperasi.
b. Melakukan pencatatan tentang kemajuan yang terjadi pada koperasi.
c. Membuat pendataan koperasi.
- Wewenang dan Batasan Kerja Bendahara Koperasi:
a. Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan koperasi.
b. Memelihara semua harta kekayaan koperasi.
c. Melakukan pembukuan transaksi koperasi.
3. Pengawas Koperasi
- Deskripsi Kerja: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
dan pengelolaan koperasi.
- Wewenang dan Batasan Kerja:
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
pengurus menyangkut pengelolaan koperasi, baik yang menyangkut
aspek organisasi idiil maupun aspek usaha.
b. Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
c. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan.
4. Manajer Usaha
- Deskripsi Kerja: melakukan pengawasan terhadap kegiatan bidang usaha
- Wewenang dan Batasan Kerja:
a. Melakukan perencanaan produksi, keuangan, penetapan organisasi
usaha serta melaksanakan pengawasan terhadap seluruh aktivitas
usaha.
b. Melakukan kegiatan penjualan dan promosi produk
c. Melaksanakan kegiatan perekrutan karyawan.
5. Staf Tata Usaha
- Deskripsi Kerja: bertanggungjawab atas kegiatan administrasi perusahaan.
- Wewenang dan Batasan Kerja:
a. Merancang SOP (Standard Operating Procedure) rangkaian
kegiatan produksi.
b. Mencatat segala biaya yang timbul akibat proses produksi
c. Membuat kontrak kemitraan dengan petani pemasok
42
d. Menyusun kontrak kerjasama dengan industri.
e. Menyusun dan mengurus perijinan usaha.
f. Menyusun kebutuhan perlengkapan perusahaan.
6. Staf Keuangan
- Deskripsi Kerja: bertanggungjawab terhadap fungsi keuangan perusahaan.
- Spesifikasi Kerja:
a. Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi
keuangan perusahaan.
b. Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan dan
pembayaran kewajiban pajak perusahaan.
c. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol arus kas
perusahaan terutama pengelolaan piutang dan hutang.
d. Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusun anggaran
perusahaan.
e. Menyusun penetapan gaji dan upah bagi seluruh karyawan
perusahaan.
7. Staff atau Supervisor Produksi
- Deskripsi Kerja: bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan produksi
- Wewenang dan Batasan Kerja:
a. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku.
b. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan, mulai dari
pencucian hingga pengemasan.
c. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyimpanan produk.
d. Melakukan kegiatan pendistribusian produk
e. Melakukan pembagian tugas kepada tenaga kerja produksi
8. Staf Ahli
- Deskripsi kerja: melakukan pengawasan mutu pada produk jadi berupa
temulawak bubuk.
- Wewenang dan batasan kerja:
a. Melakukan pengontrolan mutu pada produk jadi berupa temulawak
bubuk
b. Mengoperasikan mesin atau alat uji mutu
c. Melakukan perawatan pada mesin uji mutu.
9. Tenaga Kerja Produksi
- Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku mulai dari penyortiran
hingga pengemasan
- Wewenang dan Batasan Kerja:
a. Melakukan penyortiran dan grading bahan baku.
b. Melakukan pencucian dan penirisan bahan baku yang telah lulus
tahap penyortiran dan grading.
c. Melakukan perajangan dan pengiringan bahan baku
d. Melakukan penggilingan temulawak kering
e. Melakukan pengemasan temulawak bubuk
f. Melakukan kegiatan penyimpanan
43
Upah dan Gaji
Berdasarkan tingkat upah minimum regional (UMR) yang berlaku untuk
daerah Jawa Barat, maka rincian upah yang diberikan kepada masing karyawan
adalah sebagai berikut:
Tabel 8 Rincian upah karyawan per bulan
Uraian Gaji per Bulan (Rp) Total Upah (Rp)
Manajer Usaha
- Gaji Pokok
- Uang Makan (@Rp30
000x20 hari)
- Uang Transport (@Rp30
000x20 hari)
2 500 000
600 000
600 000 3 700 000
Staf Keuangan
- Gaji Pokok
- Uang Makan (@Rp30
000x20 hari)
- Uang Transport (@Rp20
000x20 hari)
1 700 000
500 000
400.000 2 700 000
Staf Tata Usaha
- Gaji Pokok
- Uang Makan (@Rp30
000x20 hari)
- Uang Transport (@Rp20
000x20 hari)
1 700 000
600 000
400 000 2 700 000
Staf Produksi
- Gaji Pokok
- Uang Makan (@Rp30
000x20 hari)
- Uang Transport (@Rp20
000x20 hari)
1 850 000
600 000
400.000 2 850 000
Staf Ahli
- Gaji Pokok
-Uang Makan (@Rp30 000x20
hari)
-Uang Transport (@Rp20
000x20 hari)
2 000 000
600 000
400 000
3 000 000
Tenaga Kerja Produksi
- Upah per hari @Rp50 000 1 000 000 1 000 000
Manajemen Kemitraan
Usaha yang akan dijalankan atau didirikan akan menjalin kerjasama
dengan petani temulawak yang berada di wilayah Bogor dan sekitarnya sebagai
petani pemasok. Bentuk kerjasama yang akan dilakukan merupakan kerjasama
vertikal kebelakang dalam hal penyediaan bahan baku. Petani akan memasok
bahan baku berupa temulawak segar yang kemudian akan diolah dengan
menggunakan teknologi pengeringan, penggilingan, serta pengemasan.
44
Kerjasama dilakukan untuk menjamin kontinuitas bahan baku berupa
temulawak segar juga mempertahankan kualitas dari bahan baku yang akan
dipasok. Selain itu, tujuan dari kerjasama ini ialah meningkatkan kesejahteraan
petani temulawak melalui peningkatan pendapatan. Konsep kerjasama yang akan
dilakukan berupa penentuan ketetapan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
perusahaan koperasi atas penjualan produk. Ketetapan bagi hasil keuntungan
diperoleh berdasarkan kesepakatan antara petani dengan perusahaan koperasi.
Selain itu, untuk menjaga kualitas bahan baku temulawak segar, koperasi akan
memberikan pelatihan terkait budidaya yang baik dan benar agar petani dapat
menghasilkan temulawak dengan jumlah produksi optimal dan berkualitas. Usaha
yang akan didirikan ini tidak hanya berorientasi kepada keuntungan koperasi
tetapi juga kepada kesejahteraan para petani.
Bentuk kerjasama yang dijalin antara koperasi dan petani merupakan
kerjasama kooperatif yang diikat atas dasar keanggotaan koperasi. Agar kerjasama
ini dapat berjalan dengan baik dalam pelaksanaannya baik anggota ataupun
manajemen koperasi harus menjunjung nilai etis koperasi. Adapun nilai etis
koperasi yaitu sebagai berikut:
1. Kejujuran (Honesty)
Kejujuran manajemen koperasi kepada anggotanya akan menumbuhkan
kepercayaan anggota kepada koperasi. Kepercayaan anggota kepada
koperasi akan menningkatkan rasa ikut memiliki sehingga pasrtisipasi
anggota dalam mengembangkan koperasi juga akan meningkat. Pada
penerapannya, tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan
antara apa yang dijanjikan dengan kenyataan yang terjadi.
2. Keterbukaan (Openess)
Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua
orang tanpa pandang bulu, yang bersedia menggunakan jasa-jasa koperasi
dan bersedia menerima tanggung jawab sebagai anggota. Anggota sebagai
koperasi berhak untuk mengetahui keadaan koperasi setiap saat. Di sisi
lain, pengurus juga memiliki kewajiban untuk memberi tahu secara
transparan keadaan koperasi kepada anggota.
3. Tanggung jawab sosial (Social responsibility)
Nilai ini berkaitan dengan watak sosial koperasi sebagai organisasi yang
bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Semangat peningkatan
kesejahteraan perlu diupayakan koperasi agar dapat meperbaiki kehidupan
anggota dan masyarakat lingkungannya. Hal ini dicerminkan melalui
pembinaan atau pelatihan yang dilakukan kepada anggota serta adanya
sebagian surplus koperasi yang dialokasikan untuk pembangunan sosial
dan hak-hak sosial.
4. Kepedulian terhadap orang lain (Care for others)
Pada pelaksanaannya, koperasi harus menggunakan pandangan dasar kerja
altruisme. Altruisme adalah pandangan dasar kerja dimana koperasi tidak
hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi koperasi juga memiliki
kepedulian terhadap orang lain. Altruisme berkaitan dengan semangat
yang kuat dari orang-orang tertentu untuk membantu meningkatkan
standar hidup. Altruisme akan menghasilkan loyalitas dan dedikasi yang
besar pada setiap anggota koperasi.
45
Sistem kerjasama yang dilakukan menggunakan sistem kerjasama
kooperatif. Pelaku usaha dalam hal ini koperasi, akan memberikan pelatihan
kepada petani mitranya terkait budidaya yang baik dan benar. Pelatihan dilakukan
sebanyak dua kali dalam sebulan dengan sistem bergiliran pada tiap desa. Topik
yang akan dibahas disesuaikan dengan hasil diskusi dari anggota kelompok tan
berdasarkan kebutuhan para petani. Agar pelatihan dapat dilakukan dengan
mudah, maka diperlukan pembentukan kelompok tani atau Gapoktan pada desa.
Berdasarkan hasil observasi lapang, daerah yang dapat dikembangkan untuk
pembentukan kelompok tani temulawak bersada di daerah Rancabungur dan
Tegal Waru. Hal ini dikarenakan daerah tersebut masih banyak warga yang
menanam tanaman temulawak namun belum dimanfaatkan dengan baik.
Kerjasama yang terjalin pada usaha atau bisnis akan membentuk suatu
hubungan antar tiap individu dan institusi yang terlibat dalam hal ini, petani,
koperasi wirakoperasi, dan industri. Matriks hubungan antara petani, koperasi,
wirakoperasi, dan industri dapat dilihat pada Gambar 16.
Keterangan :
1 = Wirakoperasi sebagai mitra kerja petani perlu untuk membentuk kepercayaan
2 = Wirakoperasi sebagai mediator antara petani dan industri
3 = Wirakoperasi sebagai pembuka pasar dari petani ke industri luar negeri
4 = Koperasi sebagai penyedia sarana bagi wirakoperasi dan menciptakan
lapangan pekerjaan
5 = Industri sebagai klien bisnis
6 = Petani sebagai pemasok bahan baku berupa temulawak segar.
7 = Koperasi sebagai badan yang menyuplai bahan baku setengah jadi berupa
temulawak bubuk ke industri
8 = Industri Sebagai mitra usaha (hasil penjualan produk)
6
11
12
10 9
8
7
4 3
2
5
1
Petani
Wirakoperasi
Koperasi Industri
Desa
Gambar 16 Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri
46
9 = Koperasi sebagai sumber dana pembangunan desa dan unit usaha yang
dimiliki desa.
10 = Desa sebagai penyedia sarana dan prasarana berdirinya koperasi
11 = Koperasi sebagai badan yang melakukan pengolahan bahan baku berupa
temulawak segar menjadi temulawak bubuk
12 = Desa sebagai pendukung sarana dan prasarana program yang akan
dijalankan
Wirakoperasi diibaratkan sebagai sebuah motor penggerak dalam sebuah
usaha. Usaha yang dilakukan merupakan sebuah usaha bersama yang menerapkan
prinsip-prinsip koperasi. Adanya peranan wirakoperasi tidak hanya berefek
terhadap keberhasilan usaha, tetapi juga terhadap keberhasilan anggota.
Perbandingan hasil pendekatan wirakoperasi dan non-wirakoperasi dalam usaha
pengolahan rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang
temulawak
Uraian Tanpa Wirakoperasi Dengan Wirakoperasi
Sistem Jual
Petani menjual kepada
tengkulak
Petani menjual melalui
koperasi ke Industri
fitofarmaka diluar negeri
Sistem budidaya
Umumnya dilakukan
dengan caara berburu hanya
sedikit yang melakukan
budidaya.
Penerapan sistem budidaya
sesuai dengan Standard
Operational Procedure yang
sudah dirancang.
Kualitas bahan baku
Bervariasi, tidak ada standar
tertentu.
Seragam, sesuai dengan
standar kualitas yang telah
ditentukan.
Pelatihan dan pengawasan
Tidak ada pelatihan dan
pengawasan yang dilakukan
kepada petani
Ada pelatihan dan
pengawasan terhadap sistem
budidaya petani
Pasar
Tidak ada kepasatian pasar,
karen tidak ada kontrak
antar petani dan pengusaha
Ada kepastian pasar melalui
kerjasama kooperatif antar
petani dan koperasi.
Harga temulawak segar di
tingkat petani
Harga yang diterima petani
rendah
Harga yang diterima petani
meningkat hingga dua hingga
tiga kali lipat
Dana pengembangan desa
Tidak ada dana yang
dialokasikan guna
pengembangan desa
Ada dana yang dialokasikan
guna pembangunan desa.
Manajemen Risiko
Risiko Produksi
Risiko produksi terjadi akibat adanya aktivitas pada proses produksi.
Beberapa hal yang termasuk kedalam risiko produksi diantaranya adalah:
a. Biaya produksi yang tinggi (inefisien)
47
Pada aktivitas produksi ada kemungkinan terjadinya inefisiensi sehingga
biaya produksi menjadi tinggi. Hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
risiko tersebut yaitu dengan cara menggunakan teknologi tepat guna. Cara ini
dapat meningkatkan efisiensi perusahaan sehinnga biaya produksi dapat
diminimalisir.
b. Pasokan bahan baku terhambat
Usaha pengolahan rimpang temulawak menggunakan bahan baku yang
berasal dari petani mitra sehingga ada kemungkinan terjadinya keterlambatan
pada saat pemasokan bahan baku disebabkan oleh hambatan yang terjadi pada saat
pengambilan bahan baku. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi risiko tersebut yaitu dengan cara memperluas cakupan penyediaan
bahan baku atau menambah jumlah petani mitra di daerah lainnya. Selain itu,
penanggulangan juga dapat dilakukan melalui penambahan armada untuk
pengangkutan bahan baku.
c. Terjadinya pencurian
Pada aktivitas produksi ada ketidakpastian terjadinya pencurian. Kejadian
pencurian merupakan risiko yang tidak dapat dihitung probabilitasnya namun
memiliki kemungkinan untuk terjadi. Hal yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya pencurian dengan cara memperketat sistem pengamanan
pabrik dan bekerjasama dengan aparat desa untuk menjaga keamanan pabrik.
d. Terjadinya kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi
pada aktivitas produksi. Kebakaran termasuk kedalam risiko murni, apabila terjadi
akan menimbulkan kerugian. Untuk mengantisipasi atau meminimalisir kerugian
yang ditimbulkan dapat dilakukan dengan menggunakan asuransi dan membeli
tabung pemadam kebakaran.
e. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas input
Usaha ini menggunakan pendekatan wirakoperasi dalam pelaksanaannya
sehingga adanya ketidakseragaman kualitas mungkin untuk terjadi. Untuk
meminimalisir ketidakseragaman kualitas maka dapat dilakukan pelatihan atau
pembinaan kepada petani mengenai cara budidaya yang baik dan benar. Selain itu,
waktu tanam yang berbeda-beda akan memunculkan risiko pada keberlangsungan
pasokan bahan baku. Sebab itu, untuk menanggulanginya dilakukan pengontrolan
masa tanam.
f. Produk ditolak
Produk yang sudah diproduksi dan siap untuk dipasarkan memiliki
kemungkinan untuk ditolak atau dikembalikan kembali saat dipasarkan
dikarenakan ketidaksesuaian kualitas. Untuk mengantsipasi hal tersebut maka
dapat dilakukan pengontrolan pada kualitas produk atau produk dialihkan ke
industri dalam negeri yang memberikan harga yang bersahabat.
Risiko Pasar
Risiko pasar terjadi akibat adanya aktivitas pemasaran. Sumber risiko dari
risiko pasar umumnya berasal dari faktor eksternal perusahaan. Beberapa hal yang
mungkin terjadi dan termasuk kedalam risiko pasar adalah sebagai berikut:
a. Menurunnya permintaan luar negeri
Pada aktivitas pemasaran akan terjadi kemungkinan menurunnya
permintaan akibat adanya inflasi di negara tujuan ekspor. Inflasi ini menyebabkan
48
menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk impor sehingga produk tidak
terlalu diminati dan penjualan menurun. Sebab itu, untuk mengantisipasi risiko
tersebut, perlu adanya alternatif pasar di berbagai negara sehingga apabila di salah
satu negara terjadi penurunan maka dapat dialihkan ke negara lain.
b. Pemutusan kontrak pembelian
Pemutusan kontrak pembelian merupakan salah satu ketidakpastian yang
mungkin terjadi dalam memasarkan produk. Untuk mengantisipasi hal tersebut
dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dan
menjaga kepercayaan pelanggan. Namun untuk menanggulangi risiko tersebut
dapat dilakukan dengan cara membuat tujuan pasar lebih dari satu.
Risiko harga
Risiko harga merupakan salah satu risiko yang bersumber dari faktor
eksternal. Risiko ini terjadi akibat adanya fluktuasi harga pada harga jual produk.
Untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat adanya fluktuasi harga dapat
dilakukan dengan cara membuat kontrak harga dengan industri sehingga naik
turunnya harga di pasar tidak akan mempengaruhi harga jual produk.
Risiko nilai tukar mata uang (valas)
Risiko nilai tukar mata uang (valas) merupakan jenis risiko yang
bersumber dari faktor eksternal. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar
mata uang domestik dengan nilai tukar mata uang negara lainnya. Usaha ini
merupakan usaha yang berorientasi ekspor sehingga apa bila nilai mata uang
domestik menguat akan menimbulkan kerugian. Hal yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya kerugian akibat nilai tukar mata uang yaitu melakukan
tindakan hedging. Hedging merupakan kegiatan lindung nilai, apabila diprediksi
dimasa yang akan datang akan terjadi penguatan nilai mata uang maka perusahaan
harus menjual produk dengan harga diatas harga yang diprediksi.
Risiko keuangan atau permodalan
Risiko keuangan muncul dari aktivitas pendanaan. Hal yang termasuk
kedalam risiko pendanaan yaitu tidak ada dana hibah yang diberikan. Untuk
menanggulangi hal tersebut maka langkah yang dapat dilakukan dengan cara
mencari sumber pendanaan lain melalui modal ventura atau pinjaman kredit
syariah.
Rencana Keuangan
Asumsi Rencana Keuangan
Berdasarkan produk yang dihasilkan yaitu berupa temulawak bubuk, maka
produk ini tidak dikenakan bea keluar sesuai ketetapan Menteri Keuangan No
2369/KM.4/2013 tentang penetapan harga ekspor untuk perhitungan bea keluar
bahwa bea keluar hanya dikenakan pada CPO dan produk turunannya, karet, serta
kulit. Selain itu, mekanisme ekspor dibatasi pada sistem penjualan FOB (Free On
Board) sehingga biaya yang dikeluarkan hanya terbatas hingga biaya angkut ke
pelabuhan. Pajak yang diberlakukan adalah 25% sesuai dengan UU Nomor 36
Tahun 2008 pasal 17 ayat 2a tentang perpajakan. Asumsi ini digunakan karena
49
omset yang dihasilkan diatas 4.8 miliar. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas
ekspor barang kena pajak adalah 0%. Tingkat Discount Factor yang digunakan
adalah 7.5% mengacu kepada tingkat suku bunga Bank Indonesia. Asumsi ini
digunakan karena sumber pendanaan tidak berasal dari kredit dan pelaku usaha
diasumsikan tidak melakukan deposito.
Rencana Investasi
Biaya investasi awal yang diperlukan bisnis ini adalah Rp2 874 870 000.
Barang-barang yang menjadi investasi awal pada bisnis ini merupakan barang-
barang yang diperlukan untuk memulai suatu kegiatan usaha. Sumber pembiayaan
berasal dari dana investor dengan sistem pengembalian berupa bagi hasil sesuai
dengan persetujuan kedua belah pihak. Sistem bagi hasil yang dilakukan sama
dengan sistem pembiayaan syariah dengan akad mudharrabah. Jenis pembiayaan
ini dipilih dikarenakan sistem pembiayaan dengan akad ini tidak terlalu
memberatkan bagi pelaku usaha dibandingkan pembiayaan melalui kredit bank
konvensional. Namun, sistem pembiayaan ini harus disertai oleh sikap kejujuran
dari pengelola modal (mudharrib) dan kepercayaan dari pemberi modal (shahibul
mal) (Tsabita 2013). Rincian biaya investasi awal usaha pengolahan dan
pengemasan rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 10.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha akan
mengalami penyusutan setiap tahunnya. Besarnya biaya penyusutan dipengaruhi
oleh berapa lama umur ekonomis dari barang tersebut. Penghitungan nilai
penyusutan setiap tahunnya menggunakan metode garis lurus. Metode garis lurus
dihitung dengan cara harga beli aset dikurangi dengan nilai sisa hasil
pengurangan kedua nilai tersebut lalu dibagi dengan umur teknis, nilai sisa
ditentukan dengan proporsi lima persen dari nilai awal pembelian barang. Nilai
sisa adalah nilai yang timbul akibat belum habisnya nilai ekonomis suatu aset
diakhir masa proyeksi arus kas. Nilai sisa merupakan salah satu komponen dari
perhitungan laba rugi dan nilai sisa merupakan salah satu komponen penerimaan
kegiatan proyek.
Total nilai atau biaya penyusutan dari investasi awal usaha pengolahan
rimpang temulawak di akhir tahun proyeksi adalah Rp146 865 000 dan nilai sisa
sebesar Rp1 123 540 000. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat pada Lampiran
2.
50
Tabel 10 Biaya investasi awal usaha
No Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Jumlah
1 Alat Produksi unit 470 510
2 Alat dan Furnitur
Perkantoran
unit 31 760
3 Bangunan dan
infrastruktur
unit 2 116 000
4 Kendaraan (mobil pick
up)
unit 2 105
000
210 000
5 Biaya Promosi
(pengadaan petani)
10 000 10 000
6 Biaya sertifikasi 30 000 30 000
7 Biaya pembentukan
koperasi
6 600 6 600
Total Investasi 2 874 870
Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan atau dikeluarkan untuk
kegiatan produksi. Biaya operasional mencakup biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung kepada jumlah produksi,
sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berubah tergantung kepada jumlah
produksi yang dihasilkan. Pada rencana bisnis produk temulawak bubuk terdapat
perbedaan jumlah produksi. Pada tahun pertama jumlah produksi sebanyak 20 400
Kg temulawak bubuk. Rincian biaya operasional pada tahun pertama dapat dilihat
pada Tabel 11. Pada tahun kedua dan selanjutnya terjadi peningkatan produksi
menjadi 24 000 Kg. Rincian biaya operasional tahun kedua dan selanjutnya dapat
dilihat pada Tabel 12.
51
Tabel 11 Rincian biaya operasional tahun pertama
No Komponen Biaya Satuan Jumlah
Biaya (Rp 000)
Satuan Per
Bulan
Per
Tahun
BIAYA VARIABEL
1 Biaya tenaga supir dan kuli
angkut
orang 2 50 2 000 24 000
2 Biaya pengemasan - - 1 598 19 176
4 Biaya gas tabung 35 130 4 550 54 600
5 Biaya transportasi (@Rp 200
000/hari)
- 200 4 000 48 000
6 Biaya solar mesin liter 580 11 6 380 76 560
7 Biaya rupa-rupa - - 200 2 400
8 Tenaga kerja produksi orang 11 50 11 000 132 000
Total Biaya Variabel 29 728 356 736
BIAYA TETAP
1 Tenaga kerja orang
- - 14 950 179 400
2 Online (sewa host) - - 8 100
3 Biaya utilitas - - 5 800 69 600
4 Biaya pemasaran 1 1 050 3 000 36 000
5 Biaya pemeliharaan dan perawatan - 350 4 200
6 Administrasi perkantoran unit - - 265 3 180
7 Jasa profesional - 1 000 12 000
8 Transportasi (sewa angkutan) unit 1 900 900 10 800
9 Biaya pelatihan karyawan - - - 500 6 000
10 Uang keamanan dan kebersihan - -
- 100 1 200
Total Biaya Tetap 28 873 346 480
Total Biaya Operasional 58 601 703 216
52
Tabel 12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya
No Komponen Biaya Satuan Jumlah
Biaya (Rp 000)
Satuan Per
Bulan
Per
Tahun
BIAYA VARIABEL
1 Biaya tenaga supir dan kuli
angkut
orang 2 50 2 000 24 000
2 Biaya pengemasan - - 1 880 22 560
4 Biaya gas tabung 35 130 4 550 54 600
5 Biaya transportasi (@Rp 200
000/hari)
- 200 4 000 48 000
6 Biaya solar mesin liter 580 11 6 380 76 560
7 Biaya rupa-rupa - - 200 2 400
8 Tenaga kerja produksi orang 11 50 11 000 132 000
Total Biaya Variabel 30 010 360 120
BIAYA TETAP
1 Tenaga kerja orang
- - 14 950 179 400
2 Online (sewa host) - - 8 100
3 Biaya utilitas - - 5 800 69 600
4 Biaya pemasaran 1 1 050 1 050 12 600
5 Biaya pemeliharaan dan perawatan - 350 4 200
6 Administrasi perkantoran unit - - 265 3 180
7 Jasa profesional - 1 000 12 000
8 Transportasi (sewa angkutan) unit 1 900 900 10 800
9 Biaya pelatihan karyawan - - - 500 6 000
10 Uang keamanan dan kebersihan - -
- 100 1 200
11 Insentif tempat pengumpulan - - 100 2 000 24 000
Total Biaya Tetap 28 873 346 480
Total Biaya Operasional 58 883 706 600
Modal Awal
Modal awal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha pengolahan
rimpang temulawak ini terdiri dari biaya investasi awal, biaya tetap, dan biaya
variabel pada bulan pertama persiapan usaha. Modal awal yang diperlukan untuk
menjalankan usaha pengolahan rimpang temulawak ini sebesar Rp717 048 000.
Tabel 13 Modal awal usaha
Uraian Jumlah (Rp 000)
Biaya Investasi 2 874 870
Biaya Variabel 29 728
Biaya Tetap 28 873
Biaya bagi hasil petani bulan pertama 128 820
Total 3 062 291
53
Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi dari produk yang akan dijual diperoleh dengan cara
membagi biaya total dengan jumlah produksi.
1. Harga Pokok Produksi Tahun Pertama
2. Harga Pokok Produksi Tahun Selanjutnya
Harga pokok produksi temulawak bubuk ini adalah sebesar Rp110 247 per Kg
pada tahun pertama dan Rp128 609 per Kg pada tahun selanjutnya.
Penerimaan dan Hasil Produksi
Manfaat merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh dari usaha
pengolahan rimpang temulawak ini tiap periodenya. Manfaat yang diperoleh dari
hasil penjualan pada tahun pertama sebesar Rp4 977 600 000. Jumlah ini terdiri
dari penerimaan dengan jumlah penjualan 1.7 ton per bulan. Hal ini diasumsikan
karena usaha pengolahan rimpang temulawak ini masih dalam proses pengenalan
sehingga tingkat penyusutan bahan baku lebih besar. Penerimaan yang diperoleh
usaha ini tahun-tahun berikutnya adalah sebesar Rp5 856 000 000 yang terdiri dari
penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah penjualan sesuai target yaitu dua
ton per bulan. Komposisi hasil penerimaan usaha pengolahan rimpang kunyit ini
dapat dilihat pada lampiran 14.
Break Even Point
Break Even Point temulawak bubuk tahun ke-1:
54
Break Even Point temulawak bubuk tahun selanjutnya:
Pada tahun pertama, BEP unit dari produk temulawak bubuk bernilai 2 280
dengan BEP Harga sebesar Rp1 188 826 447. Dari angka tersebut memiliki arti
bahwa usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan mencapai titik impas pada
tahun pertama bila terjual sebayak 2 280 Kg temulawak bubuk atau memperoleh
penerimaan sebesar Rp1 188 826 447 Pada tahun selanjutnya BEP unit dari
produk temulawak bubuk bernilai 2 643 unit dengan BEP harga sebesar Rp1 750
225 038. Angka tersebut memiliki arti usaha pengolahan rimpang temulawak ini
akan mencapai titik impas per tahun bila terjual sebanyak 2 643 Kg temulawak
bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar Rp1 750 225 038.
Proyeksi Kriteria Investasi
Proyeksi kriteria investasi dilakukan untuk melihat seberapa besar
keuntungan yang dapat diperoleh dari sejumlah investasi yang dilakukan. Modal
yang dikeluarkan untuk usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan kembali
dalam jangka waktu 1.29 tahun dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia yaitu
sebesar 7.5%. Penentuan tingkat suku bunga ini dikarenakan sumber pembiayaan
pada bisnis ini tidak berasal dari kredit bank dan tidak menggunakan deposito.
Pada proyeksi cash flow diperoleh NPV sebesar Rp2 229 875 000, IRR sebesar
30%, nilai Net B/C sebesar 1.78 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 kerugian
yang diterima maka akan mendapatkan manfaat bersih yang menguntungkan
sebesar Rp1.78. Berdasarkan hasil proyeksi kriteria investasi tersebut maka usaha
pengolahan temulawak melalui pendekatan cooperative entrepreneur ini layak
untuk dijalankan. Perhitungan laporan arus kas (cash flow) dapat dilihat pada
Lampiran 15.
Proyeksi Laporan Laba Rugi
Pada proyeksi laba rugi, usaha ini sudah mengalami keuntungan bersih di
tahun pertama yaitu sebesar Rp556 501 000. Pada tahun kedua dan ketiga
keuntungan bersih yang diperoleh adalah sebesar Rp 535 503 000. Pada tahun
55
keempat dan selanjutnya keuntungan meningkat kembali menjadi Rp562 785 000.
Keuntungan ini merupakan keuntungan bersih setelah bagi hasil kepada petani
mitra, wirakoperasi, desa, dan investor serta pembayaran pajak. Persentase bagi
hasil petani sebesar 50% pada tahun pertama, 60% pada tahun kedua dan ketiga,
serta 70% pada tahun keempat dan selanjutnya. Sedangkan wirakoperasi sebesar
5% pada tahun pertama hingga ketiga dan meningkat menjadi 10% pada tahun
keempat dan selanjutnya.. Persentase bagi hasil desa sebesar 5%. Sisa persentase
merupakan keuntungan yang diterima koperasi yang akan dikurangin oleh pajak
sebesar 25%. Penetapan persentase pajak sebesar 25% berdasarkan UU PPh Pajak
Pasal 17. Perhitungan laporan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 16.
Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor
Bisnis produk temulawak bubuk ini merupakan bisnis yang sangat
prospektif dan potensial untuk dijalankan. Berdasarkan analisis kriteria investasi
menunjukkan bahwa bisnis ini sangat layak untuk dijalankan. Waktu
pengembalian investasi yang cukup cepat dan tingkat pengembalian modal yang
tinggi menjadi potensi pada pengembangan usaha komoditas temulawak.
Pendekatan wirakoperasi dapat menjadi motor penggerak pada kegiatan
ekonomi pedesaan. Pendekatan ini tidak hanya menguntungkan pelaku usaha
tetapi juga petani dan desa. Melalui pendekatan ini petani dapat memperoleh
harga yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan motivasi petani untuk
melakukan budidaya temulawak sesuai dengan proses budidaya yang baik. Hal ini
akan meningkatkan kualitas serta kuantitas temulawak yang dihasilkan oleh
petani.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Temulawak memiliki potensi serta peluang yang sangat besar untuk
dikembangkan dilihat dari tingginya permintaan pasar luar negeri terhadap
produk ini. Produk temulawak bubuk merupakan produk dengan nilai
ekonomis tinggi dan dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Hal ini dapat dilihat
dari harga jual produk temulawak bubuk yang sangat tinggi di pasar luar
negeri yaitu sebesar USD21.4 atau setara dengan Rp244 000 per kg.
2. Bisnis pengolahan rimpang temulawak merupakan bisnis yang prospektif.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengembalian modal yang cepat yaitu selama
1.29 tahun. Selain itu, pada tahun pertama bisnis ini sudah memperoleh
keuntungan bersih sebesar Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar
Rp535 503 000, dan tahun keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000.
Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) yang digunakan dapat
meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan harga jual di tingkat
petani. Harga temulawak segar melalui bisnis konvensional adalah Rp1 800
sampai Rp2 000 per Kg. Namun, melalui pendekatan wirakoperasi petani
56
mampu memperoleh harga pada tahun pertama sebesar Rp6 100 dan pada
tahun kedua dan ketiga sebesar Rp9 400 per kg, serta tahun keempat dan
selanjutnya sebesar Rp14 000. Tingginya harga yang diberikan akan
meningkatkan motivasi petani atau masyarakat untuk membudidayakan
tanaman temulawak dengan baik dan benar. Hal ini akan mendorong
berkembangnya agribisnis tanaman biofarmaka khususnya tanaman
temulawak di Indonesia.
Saran
Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan penelitian rencana bisnis
pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan social entrepreneurship di
Jawa Barat adalah:
1. Agar rencana bisnis ini dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan
seorang pelaku usaha yang memiliki jiwa sosial yang baik dan sikap
altruisme.
2. Untuk penelitian dengan topik yang sama dapat dilakukan dengan
melakukan penelitian pada komoditas serta produk yang berbeda. Selain
itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilengkapi dengan analisis
persaingan serta kekuatan dan kelemahan produk yang diusulkan.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Laporan Expor-Import Indonesia [Internet].
[Diunduh 10 Okt 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id
[ITC] International Trade Centre. 2013. Market News Service Report: Natural
Ingredients and Finished Products Focus on 30 Countries and Regions
Prioritized by The Government Malaysia [Internet]. {Diunduh 6 Maret
2014]. Tersedia di:
http://s3.amazonaws.com/zanran_storage/www.globinmed.com/ContentPag
es/2465374194.pdf
[KEMENDAG] Kementerian Perdagangan. 2011. Laporan Ekspor Indonesia
Tahun 2011. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Basis Data Statistik Pertanian
[Internet]. [Diunduh 15 Okt 2013]. Tersedia pada:
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp.
Alma, B. 2008. Pengantar Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta
Baga LM dan M. Firdaus. 2009. Peran Co-operative Entrepreneur Dalam
Pengembangan Program OVOP dan Pembiayaan Pertanian Berbasis
Tanaman, Kasus Belimbing di Kota Depok, di dalam Baga LM, Fariyanti A,
Jahri S. Kewirausahaan dan Daya Saing Agribisnis. Bogor (ID): Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Baga LM. 2011. Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis
[Laporan Akhir]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor
57
Cahyono, Bambang, dkk. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Terhadap Kandungan dan
Komposisi Kurkuminoid. Jurnal Reaktor. 13(3): 167-171
Darmawi, H. 2007. Manajemen risiko. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.
Departemen Hortikultura Kementrian Pertanian. 2013. Produksi Tanaman Obat
Tahun 2008-2012 [Internet]. [Diunduh 20 Sept 2013]. Tersedia pada:
http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=320:tanobat-th2008-1012&catid=63:perkembangan&Itemid=454
Effendi, M. 2005. Analisis Dinamika Organisasi dan Kepemimpinan Koperasi
Simpan Pinjam Etam Mandiri Sejahtera [Internet]. EPP. 2(2):14-23
Ermiati. 2011. Analisa Kelayakan, Kendala Penegembangan Usahatani dan Solusi
Diversifikasi Produk Akhir Temulawak di Kabupaten Bogor (Studi Kasus
Kecamatan Cileungsi). Bogor (ID): Buletin Littro. 22(1):97-114
Fahma, Fakhrina, Wahid A. Jauhari, dan Pungky Nor Kusumawardhani. 2012.
Perancangan Standard Operating Procedures (SOP) Pengolahan Pasca
Panen Rimpang Tanaman Obat dan Identifikasi Good Manufacturing
Practice (GMP) di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Prosiding SNST ke-3
Tahun 2012. Semarang (ID): Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim
Semarang.
Fitriani, Dwi Tias. 2013. Efektifitas Temulawak dalam Menurunkan Tekanan
Darah pada Lansia di UPT Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma
Kabupaten Kubu Raya [Skripsi]. Pontianak (ID): Proram Studi
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Fajrian H. 2013. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman
Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Hanafi, MM. 2006. Manajemen Risiko. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN.
Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta
(ID): PPM.
Kristianti. 1981. Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan
Pengusahaan Jamu. PT. Air Mancur. Wonogiri Surakarta. Dep. Agronomi
IPB. Bogor. hlm. 10-11.
Muslich, M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara
Nurlina L. 2009. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Orientasi Prestasi terhadap
Keberlanjuta Usaha Anggota Koperasi [Skripsi]. Bandung (ID): Fakultas
Peternakan, Universitas Padjajaran.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi, A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID):
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Pinson, L. 2003. Anatomy Of A Business Plan. Jakarta (ID): Canary Prana, MS. 1985. Beberapa Aspek Biologi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Prosiding Simposium Nasional Temulawak [Internet]. Bandung 17-
18 September 1985, hlm. 42-48
Rangkuti F. 2005. Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan
Analisis Kasus. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama
Santosa, S.P. 2007. Peran socio entreprenurship dalam pembangunan. Makalah
dipaparkan dalam acara dialog “ Membangun Sinergisitas Bangsa Menuju
Indonesia yang Inovatif, Inventif dan Kompetitif” diselenggarakan oleh
Himpunan IESPFE-Universitas Brawijaya Malang, 14 Mei 2007.
58
Siahaan, H. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta (ID): PT Elex Media Computindo
Sofyan, I. 2004. Manajemen Risiko. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Solihin, I. 2007. Memahami Business Plan. Jakarta (ID): Salemba Empat
Suksamrarn, A., S. Eiamong, P. Piyachaturawat dan J. Charoenpiboonsin. 1994.
Phenolic Diarylheptanoids from Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry
[Internet]. 36 : 1505-1508.
Supriyanto. 2009. Bussiness Plan sebagai Langkah Awal Memulai Usaha. Jurnal
Ekonomi dan Pendidikan Vol. 6, No.1, April 2009: 78-79
Tsabita, Khonsa. 2013. Analisis Risiko Pembiayaan Syariah pada Sektor
Pertanian Kasus: BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor [Skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Wibowo, MIA. 2011. Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Yuhono, J T. 2007. Potensi Ekonomi Budidaya Temu-temuam di Lahan Pasang
Surut Sumtera Selatan. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran
Pengembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor 6
September 2007, hlm. 681-690
Zehle, Stefan dan Graham Friend. 2004. Guide to Business Planning Second
Edition. London: Profile Books Ltd.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur proses produksi temulawak bubuk bulan pertama
Hari Waktu Proses Produksi
1 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
2 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
siang -sore perajang bahan baku hari 1
3 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 1
siang - sore perajangan bahan baku hari 2
4 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 2
siang - sore perajangan bahan baku hari 3
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 1
5 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 3
siang - sore perajangan bahan baku hari 4
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 2
6 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 4
siang - sore perajangan bahan baku hari 5
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 3
7 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 5
siang - sore perajangan bahan baku hari 6
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 4
8 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 6
siang - sore perajangan bahan baku hari 7
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 5
9 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 7
siang - sore perajangan bahan baku hari 8
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 6
10 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 8
siang - sore perajangan bahan baku hari 9
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 7
11 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 9
siang - sore perajangan bahan baku hari 10
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 8
12 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 10
60
Hari Waktu Proses Produksi
siang - sore perajangan bahan baku hari 11
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 9
13 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 11
siang - sore perajangan bahan baku hari 12
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 10
14 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 12
siang - sore perajangan bahan baku hari 13
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 11
15 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 13
siang - sore perajangan bahan baku hari 14
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 12
16 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 14
siang - sore perajangan bahan baku hari 15
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 13
17 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 15
siang - sore perajangan bahan baku hari 16
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 14
18 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 16
siang - sore perajangan bahan baku hari 17
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 15
19 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 17
siang - sore perajangan bahan baku hari 18
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 16
20 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan
pengeringan bahan baku hari 18
siang - sore perajangan bahan baku hari 19
penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 17
61
Lampiran 2 Asumsi komponen biaya investasi
Asumsi
1. Mesin pengeringan kapasitas 150 kg terdiri dari 40 rak/tray, tipe cabinet
dengan blower bertenaga utama listrik dan sumber panas LPG, lama
pengeringan 8 jam
2. Kapasitas mesin penggilingan 300kg/jam, dengan tenaga utama solar
3. Kapasitas mesin perajang 150kg/jam, dengan tenaga utama solar
4. Kapasitas timbangan digital 50 Kg
5. Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 Kg
6. Pembelian tabung gas LPG ukuran 12 Kg
7. Kapasitas tampah 20 Kg
8. Kapasitas baskom 100 Kg
9. Pembelian bak sampah ukuran 1 100 liter bahan PVC
10. Kapasitas mobil pick up 2 Ton
11. Kapasitas timbangan digital 15 Kg
12. Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 Kg
13. Pembelian sofa kantor satu set dengan meja
14. Pembelian jenis besi arsip dengan pintu kaca geser
15. Pembelian lampu neon panjang 40 watt beserta rumah lampu
16. Pembelian AC ukuran 1 PK
17. Pembelian kursi lipat merk Chitose
18. Biaya sertifikasi terdiri dari sertifikasi ISO 22000
Lampiran 3 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Biaya (Rp 000)
Harga Per
satuan
Jumlah
Biaya
a. mesin pengering unit 7 45 000 315 000
b. mesin pengemas vakum unit 1 34 000 34 000
c. mesin penggilingan unit 1 14 500 14 500
d. mesin perajang unit 2 5 000 10 000
e. pompa steam unit 1 1 800 1 800
f. timbangan duduk digital unit 1 2 000 2 000
g. Timbangan mekanik gantung unit 1 5 000 5 000
h. Tabung gas unit 7 500 3 500
i. Selang dan regulator unit 7 200 1 400
j. Tampah unit 100 25 2 500
k. Sikat unit 7 10 70
l. Baskom unit 20 35 700
m. Tempat sampah unit 1 1 500 1 500
n. Sepatu boots unit 11 70 770
o. Sarung tangan kain unit 11 30 330
p. Mesin pendeteksi logam unit 1 74 800 74 800
q. Kipas blower (untuk ruang produksi) unit 2 1 300 2 600
Total 470 470
62
Lampiran 4 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Biaya (Rp 000)
Harga Per
Satuan
Jumlah
Biaya
a. Meja Komputer unit 1 1 200 1 200
b. Kursi Kantor unit 1 1 000 1 000
c. Sofa kantor set 1 8 300 8 300
d. Papan tulis (90x120 cm) unit 1 300 300
e. Komputer PC unit 1 5 000 5 000
f. Printer (Print, Scan, Copy) unit 1 1 400 1 400
g. Lemari besi arsip unit 1 2 800 2 800
h. Laci besi arsip (4 laci) unit 2 2 000 4 000
i. Faximile unit 1 1 800 1 800
j. Telepon unit 1 310 310
k. Lampu unit 4 100 400
l. Air Conditioner unit 1 4 000 4 000
m. Kursi Tamu unit 5 250 1 250
Total 31 760
Lampiran 5 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Biaya (Rp 000)
Harga
Per
Satuan
Jumlah
Biaya
a. Layout manufaktur 1 1 000 1 000
b. Rak Besi Pengeringan set 1 5 000 5 000
c. Kanopi set 1 10 000 10 000
d. Tanah m2
3 000 200 600 000
e. Bangunan Pabrik 1 500 000 1 500 000
Total 2 116 000
63
Lampiran 6 Rincian biaya penyusutan
No Komponen Biaya Satuan Jumlah
Fisik
Umur
Ekonomis (Tahun)
Jumlah
Biaya (Rp000)
Nilai sisa
(Rp000)
Biaya
Penyusutan (Rp000)
1 Alat Produksi
a. mesin pengering unit 7 10 315 000 157 500 15 750
b. mesin pengemas vakum
unit 1 5 34 000 - 6 800
c. mesin penggilingan unit 1 10 14 500 7 250 725
d. mesin perajang unit 2 5 10 000 - 2 000
e. pompa steam unit 1 5 1 800 - 360
f. timbangan duduk
digital
unit 1 5 2 000 - 400
g. Timbangan mekanik
gantung
unit 1 10 5 000 2 500 250
h. Selang dan regulator unit 7 5 1 400 - 280
i. Tampah unit 100 1 2 500 - 2 500
j. Sikat unit 7 1 70 - 70
k. Baskom unit 20 5 700 - 140
l. Tempat sampah unit 1 5 1 500 - 300
m. Sepatu boots unit 11 2 770 385 193
n. Sarung tangan kain unit 11 1 330 - 330
o. Mesin pendeteksi
logam
unit 1 10 74 800 37 400 3 740
p. Kipas blower unit 2 5 2 600 - 520
2 Alat dan Furnitur
Perkantoran
a. Meja Komputer unit 1 10 1 200 600 60
b. Kursi Kantor unit 1 10 1 000 500 50
c. Sofa kantor set 1 10 8 300 4 150 415
d. Papan tulis (90x120 cm)
unit 1 5 300 - 60
e. Komputer PC unit 1 5 5 000 - 1 000
f. Printer (Print, Scan, Copy)
unit 1 5 1 400 - 280
h. Lemari besi arsip unit 1 10 2 800 1 400 140
i. Laci besi arsip (4 laci) unit 2 10 4 000 2 000 200
j. Faximile unit 1 5 1 800 - 360
k. Telepon unit 1 10 310 155 16
l. Lampu unit 4 10 400 200 20
m. Air Conditioner unit 1 10 4 000 2 000 200
n. Kursi Tamu unit 5 5 1 250 - 250
3 Bangunan dan
infrastruktur
a. Rak besi pengeringan set 1 10 5 000 2 500 250
b. Kanopi set 1 5 10 000 - 2 000
c. Tanah m2 3 000 10 600 000 300 000 30 000
d. Bangunan pabrik 15 1 500 000 500 000 66 667
Kendaraan (mobil pick
up)
unit 2 10 210 000 105 000 10 500
Total 1 123 540 146 865
64
Lampiran 7 Asumsi komponen biaya tetap
Asumsi
1. Tarif listrik prabayar untuk pemakaian diatas 3 500 VA dikenakan biaya
Rp 1 145/Kwh.
2. Kebutuhan listrik mesin blower pengering: 300 watt x 7 unit x 8 jam x 18
hari kerja = 302.4 Kwh
3. Kebutuhan listrik mesin pengemas: 400 watt x 1 unit x 10 jam x 17 hari
kerja = 68 Kwh
4. Kebutuhan listrik lampu: 50 watt x 10 buah x 10 jam x 20 hari kerja = 100
Kwh
5. Kebutuhan listrik kipas blower: 140 watt x 2 unit x 20 hari kerja = 96 Kwh
6. Biaya pemasaran ekspor ke negara tujuan, asumsi produksi 2 ton/bulan
dengan harga Rp12 600 000
7. Bangunan terdiri dari ruang produksi, gudang penyimpanan, dan ruang
kantor dengan luas bangunan 3.000 m2
8. Biaya jasa profesional terdiri dari jasa penyuluh pertanian, notaris, analis
atau laboran penngujian produk
9. Biaya transportasi terdiri dari biaya sewa mobil box untuk keperluan
pengangkutan produk dari tempat produksi menuju pelabuhan peti kemas
Tanjung Priok
Lampiran 8 Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja
Komponen Biaya Satuan Jumlah Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Manager usaha orang 1 3 700 3 700 44 400
b. Staf Keuangan orang 1 2 700 2 700 32 400
c. Staf Administrasi orang 1 2 700 2 700 32 400
d. Supervisor Produksi orang 1 2 850 2 850 34 200
e. Staf Ahli (operator mesin
metal detector) orang 1 3 000 3 000 36 000
Total 14 950 14 950 179 400
Lampiran 9 Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas
Komponen Biaya Satuan Jumlah Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Manager usaha orang 1 3 700 3 700 44 400
b. Staf Keuangan orang 1 2 700 2 700 32 400
c. Staf Administrasi orang 1 2 700 2 700 32 400
d. Supervisor Produksi orang 1 2 850 2 850 34 200
e. Staf Ahli (operator mesin
metal detector) orang 1 2 850 2 850 34 200
Total 14 800 14 800 177 600
65
Lampiran 10 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran
Komponen Biaya Satuan Jumlah Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per Bulan Per Tahun
a. Kertas rim 3 30 90 1 080
b. Tinta printer (infus) unit 2 37.5 75 900
c. Alat tulis set 1 100 1 200
Total 265 3 180
Lampiran 11 Asumsi komponen biaya variabel
Asumsi
1. Biaya tenaga supir dan kuli angkut terdiri dari biaya tenaga kerja untuk
mengambil dan mengangkut bahan baku dari petani ke tempat produksi
2. Biaya kemasan primer (plastik vakum) kapasitas 10 Kg dgn harga Rp4 000
per lembar [sumber: kaskus]
3. Biaya kemasan sekunder (kardus) kapasitas 50 Kg dgn harga Rp15 000 per
lembar [sumber: toko]
4. Mesin perajang 5,5 PK membutuhkan 0,7 liter solar per jam, diasumsikan
penggunaan 2 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 280 liter (harga
solar per liter Rp11 000)
5. Mesin penggiling 12 pk membutukan 1,5 liter per jam, diasumsikan
penggunaan 1 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 300 liter (harga
solar per liter Rp11 000)
6. Asumsi tiap mesin pengering membutuhkan 3 Kg gas per hari, sehingga
kebutuhkan tiap mesin per bulan adalah 5 tabung ukuran 12kg
7. Biaya transportasi meliputi: bensin, tol, pak ogah, pungli, parkir
8. Biaya rupa-rupa terdiri dari biaya cadangan yang digunaka jika terdapat
kekurangan biaya variabel tiap bulan
9. Tenaga kerja produksi terdiri dari tenaga kerja langsung untuk melakukan
proses produksi selama dua hari yang terdiri dari pencucian, perajangan,
pengeringan, penggilingan, dan pengemasan per volume produksi
Lampiran 12 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per
Bulan
Per
Tahun
a. Kemasan primer (plastik 10 Kg) lembar 170 4 680 8 160
b. Kemasan sekunder (kardus 50 Kg) lembar 34 15 510 6 120
c. Label lembar 204 2 408 4 896
Total 1 598 19 176
Lampiran 13 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun
selanjutnya
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per
Bulan
Per
Tahun
a. Kemasan primer (plastik 10 Kg) lembar 200 4 800 9 600
b. Kemasan sekunder (kardus 50 Kg) lembar 40 15 600 7 200
c. Label lembar 240 2 480 5 760
Total 1 880 22 560
66
Lampiran 14 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin
Komponen Biaya Satuan Jumlah
Jumlah Biaya (Rp 000)
Satuan Per
Bulan
Per
Tahun
a. Mesin perajang (2 unit) liter 280 11 3 080 36 960
b. Mesin penggiling (1 unit) liter 300 11 3 300 39 600
Total 6 380 76 560
Lampiran 15 Penjualan perusahaan
Harga Jual per Kg
(Rp 000)
Jumlah per
bulan (Kg)
Pendapatan (Rp 000) Keterangan
Per Bulan Pe Tahun
244
1 7 00 414 800 4 977 600
Asumsi penjualan tahun
pertama sebesar 1.7 Ton
per Bulan
2 000 488 000 5 856 000
Asumsi penjualan tahun
berikutnya sebesar 2 Ton
per Bulan
Lampiran 16 Harga rimpang temulawak segar yang diterima petani
Tahun Uraian Jumlah (Rp000) Jumlah Bahan
baku (Kg)
Tahun Pertama Biaya bahan baku 1 545 837
252 636
Harga bahan baku
per Kg 6.1
Tahun Kedua dan
Ketiga
Biaya bahan baku 2 380 014
Harga bahan baku
per Kg 9.4
Tahun
Selanjutnya
Biaya bahan baku 3 501 775
Harga bahan baku
per Kg 14
67
Lampiran 17 Arus kas proyeksi lima tahun (dalam Rp000)
No Uraian
Komponen
Tahun
- 1 2 3 4 5
I Inflow
1. Penjualan - 4 977 600 5 856 000 5 856 000 5 856 000 5 856 000
2. Nilai sisa - - - - - 1 123 540
Total Inflow - 4 977 600 5 856 000 5 856 000 5 856 000 6 979 540
II Outflow
1. Biaya Investasi
2 874 870 2 940 3 710 2 940 3 710 76 690
Total Biaya
Investasi
2 874 870 2 940 3 710 2 940 3 710 76 690
2. Biaya
Operasional
Biaya Tetap - 346 480 346 480 346 480 346 480 346 480
Biaya variabel - 356 736 360 120 360 120 360 120 360 120
Total Biaya
Operasional
- 703 216 706 600 706 600 706 600 706 600
3. Biaya Non Operasional
Cicilan
Pinjaman
- 1 035 845 1 035 845 1 035 845 - -
Total Biaya Non
Operasional
- 1 035 845 1 035 845 1 035 845
-
-
Biaya Bagi Hasil
Petani - 1 545 837 2 380 014 2 380 014 3 501 775 3 501 775
Wirakoperasi - 154 584 198 335 198 335 198 335 198 335
Desa - 154 584 198 335 198 335 198 335 198 335
Investor - 371 001 357 002 357 002 - -
Total Bagi Hasil - 2 226 006 3 133 685 3 133 685 3 3 898 444
Total Outflow 2 874 870 3 968 007 4 879 840 4 879 070 4 608 754 4 681 734
III Saldo Koperasi (2 874 870) 1 009 593 976 160 976 930 1 247 246 2 297 806
Akumulasi
Saldo Koperasi
1 009 593 1 985 753 2 962 683 4 209 929 6 507 735
Discount Factor
7.5%
1 0.930 0.865 0.805 0.749 0.697
PV Net Benefit (2 874 870) 939 157 844 703 786 390 933 939 1 600 557
PV Benefit untuk Gross B/C
- 4 630 326 5 067 388 4 713 849 4 384 976 4 861 659
PV Biaya untuk
Gross B/C
2 874 870 3 691 169 4 222 685 3 927 459 3 451 037 3 261 102
PV (+) 5 104 745
PV (-) (2 874 870)
IV NPV 2 229 875
V Gross B/C 1.10
VI Net B/C 1.78
VII IRR 30%
VIII Payback Period 1.29
68
Lampiran 18 Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (dalam Rp000)
No Uraian Komponen 1 2 3 4 5
I Penerimaan
Temulawak Bubuk 4 977 600 5 856 000 5 856 000 5 856 000 5 856 000
Total Penerimaan 4 977 600 5 856 000 5 856 000 5 856 000 5 856 000
II Biaya Operasional
1. Biaya tetap 493 345 493 345 493 345 493 345 493 345
2. Biaya variabel 356 736 360 120 360 120 360 120 360 120
Total Biaya Operasional 850 081 853 465 853 465 853 465 853 465
III Biaya Non Operasional
1. Cicilan Pinjaman 1 035 845 1 035 845 1 035 845
-
-
Total Biaya Non
Operasional
1 035 845 1 035 845 1 035 845 -
-
III Laba sebelum bagi hasil 3 091 674 3 966 690 3 966 690 5 002 535 5 002 535
IV Bagi hasil
Petani (50%,60%,70) 1 545 837 2 380 014 2 380 014 3 3 501 775
Wirakoperasi (5%,10%) 154 584 198 335 198 335 500 254 500 254
Desa (5%) 154 584 198 335 198 335 250 127 250 127
Total bagi hasil 1 855 005 2 776 683 2 776 683 4 252 155 4 252 155
V laba sebelum pajak (EBT) 1 236 670 1 190 007 1 190 007 750 380 750 380
VI Pajak 25% 309 167 297 502 297 502 187 595 187 595
pajak 0% (PPn) 0 0 0 0 0
VII laba bersih (EAT) 927 502 892 505 892 505 562 785 562 785
VIII Bagi hasil investor (40%) 371 001 357 002 357 002 - -
IX Laba bersih setelah bagi
hasil
556 501 535 503 535 503 562 785 562 785
Lampiran 19 Laporan arus kas per bulan tahun pertama (dalam Rp000)
No Uraian
Komponen
Bulan
- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I Inflow
1. Penjualan - 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800
3. Nilai sisa - - - - - - - - - - - - -
Total Inflow - 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800
II Outflow
1. Biaya
Investasi
2 874 870 - - -
-
-
-
-
-
-
-
-
2 940
Total Biaya
Investasi
2 874 870 - - -
-
-
-
-
-
-
-
-
2 940
2. Biaya Operasional
Biaya Tetap - 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873 28 873
Biaya Variabel - 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728
Total Biaya
Operasional
- 58 601 58 601 58.601 58 601 58 601 58 601 58 601 58 601 58 601 58 601
58 601
58 601
3. Biaya Non
Operasional
Cicilan Pinjaman
- 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320
Total Biaya
Non Operasional
- 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86
320
3. Biaya Bagi
Hasil
Petani (50%) - 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820
Wirakoperasi
(5%)
- 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882
Desa (5%) - 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882
Investor - 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917
Total Bagi Hasil - 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501 185 501
Total Outflow 2 874 870 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 330 422 333 362
III Saldo Koperasi (2 874 870) 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 84 378 81 438
IV Akumulasi
Saldo Koperasi
84 378 168 756 253 134 337 512 421 890 506 267 590 645 675 023 759 401 843 779 928 157 1 009 595
69
Lampiran 20 Laporan laba rugi per bulan tahun pertama (dalam Rp000)
No Uraian Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I Penerimaan
1. Temulawak bubuk 414 800 414 800 414 800 414 800
414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800
Total Penerimaan 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414 800 414
800
414 800 414 800 414 800 414 800
II Biaya Operasional
1. Biaya Tetap 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112 41 112
2. Biaya variabel 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728 29 728
Total biaya operasional 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840 70 840
III Biaya Non Operasional
1. Cicilan Pinjaman 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320
Total Biaya Non
Operasional
86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320 86 320
III Laba sebelum bagi hasil 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640 257 640
IV Bagi hasil
Petani (50%) 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820 128 820
Wirakoperasi (5%) 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882
Desa (5%) 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882 12 882
V Laba Sebelum Pajak (EBT) 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056 103 056
VI Pajak 25% 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764 25.764
pajak 0% (PPn) - - - - - - - - - - - -
VI
I
Laba Bersih (EAT) 77b292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292 77 292
VI
II
Bagi hasil investor (40%) 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917 30 917
IX Laba bersih setelah bagi
hasil
46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375 46 375
70
71
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, 6 Desember 1992. Penulis adalah putri dari
drh. Seno Adji Nugroho dan Ema Amalia, dan merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara. Kakak pertama bernama Aditya Irawan Wibisono dan kakak kedua
bernama Ryan Satria Nugroho.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1999 di SD IKAL Medan
sampai tahun 2004. Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan ke SMP Ar-Rahman Full Day School. Tahun 2007
sampai 2010, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 3 Medan. Pada tahun 2010,
penulis diterima dan melanjutkan studi sebagai mahasiswi di Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis
berpartisipasi dalam organisasi kegiatan kampus IPB. Pada tahun 2011, penulis
menjadi pengurus organisasi mahasiswa daerah asal Medan dan menjadi anggota
Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) periode 2011-2012
dan 2012-2013. Selain aktif pada organisasi kegiatan kampus, penulis juga aktif
pada berbagai kepanitian acara intra kampus.
67
Top Related