Download - Refrat Translate

Transcript
  • Refrat

    MALASSEZIA FOLLICULITIS DIBANDINGKAN DENGAN AKNE

    VULGARIS TRUNKAL

    (PENELITIAN KLINIS DAN HISTOPATOLOGI)

    Oleh :

  • DAFTAR ISI

    Judul ........................................................................................................................ 1

    Daftar Isi ................................................................................................................. 2

    Abstrak .................................................................................................................... 3

    Pendahuluan ............................................................................................................ 5

    Subjek dan Metode ................................................................................................. 6

    Hasil ........................................................................................................................ 7

    Diskusi .................................................................................................................. 11

    Daftar Pustaka ....................................................................................................... 15

  • ABSTRAK

    Latar Belakang: Malassezia folikulitis merupakan infeksi folikel rambut yang

    umum terjadi pada pasien dewasa muda dan sering disalahdiagnosiskan sebagai

    akne trunkal.

    Tujuan: untuk memberikan titik terang perbedaan aspek klinis, histopatologis,

    dan mikrobiologi Malassezia folikulitis dan membandingkannya dengan akne

    trunkal.

    Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif

    cross sectional studi berbasis pasien yang dilakukan di bagian dermatologi,

    Rumah Sakit Pendidikan Basrah pada Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2009.

    Sejumlah 113 pasien dengan lesi kulit folikel papular dan/atau pustular dilibatkan

    dalam penelitian ini. Pasien-pasien tersebut dibagi berdasarkan penampakan klinis,

    pemeriksaan lampu Wood, pemeriksaan mikroskopis langsung, biopsi kulit

    dengan pengecatan PAS, dan respon terapi terhadap obat anti-jamur. Pasien juga

    dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok 1 yaitu pasien dengan

    Malassezia folikulitis dan kelompok 2 yaitu pasien dengan akne vulgaris pada

    badan.

    Hasil Penelitian: Pada kelompok 1, pasien berjumlah 53 orang (46,9%) dari total

    113 pasien dengan 33 laki-laki (62,3%) dan 20 perempuan (37,7%) dengan

    rentang umur 19-40 tahun. Pada kelompok 2, pasien berjumlah 60 orang (53,1%)

    dengan 25 laki-laki (41,6%) dan 35 perempuan (58,4%) dengan rentang umur

    14-29 tahun. Umur kelompok akne lebih muda dibandingkan dengan kelompok

    MF (p < 0,0001). Malassezia folikulitis lebih sering terjadi pada laki-laki

    dibandingkan perempuan. Pada akne badan, perempuan lebih mendominasi

    dibandingkan dengan laki-laki. Punggung bagian tengah merupakan lokasi yang

    dominan pada kelompok MF (90,6%) yang sangat kontras berbeda dengan akne

    badan yang mana bagian tepi punggung meliputi 91,7% dan di wajah 75% (p <

    0.0001). Pemeriksaan lampu Wood, kerokan kulit, dan biopsi kulit dengan

  • pengecatan PAS menunjukkan hasil positif pada semua pasien MF yang kontras

    dengan kelompok akne yang menunjukan semua hasil negatif. Semua pasien MF

    memberikan respon positif terhadap dua minggu pemberian anti-jamur,

    berkebalikan pada pasien akne. Antibiotik merupakan faktor pengganggu kedua

    yang paling sering yaitu pada 20 kasus MF (37,7%) yang secara signifikan

    berbeda dengan kelompok akne (p < 0,0001).

    Kesimpulan: Malassezia folikulitis perlu dipertimbangkan pada pasien dewasa

    muda dengan erupsi folikuler papulopustuler gatal pada badan dan harus

    dibedakan dengan akne trunkal melalui tanda klinis, penampakan histopatologi,

    dan respon terhadap terapi anti-jamur.

    Kata Kunci:

    Malassezia Folikulitis, Basrah, Iraq

  • PENDAHULUAN

    Malassezia Folikulitis (MF) adalah infeksi folikel rambut yang umumnya

    diduga disebabkan oleh jamur lipofilik kutan seperti Malassezia furfur

    (Pityrosporum ovale) dan jenis Malassezia yang lainnya. MF adalah kondisi klinis

    yang sering tampak pada remaja atau pria dewasa muda. Diagnosis MF tergantung

    pada ciri khas gambaran morfologi berupa ruam dimorfik dengan papula folikuler,

    pruritus eritematosa dan pustula. Penyakit ini dapat menyerang punggung atas dan

    daerah di sekitarnya. Pemeriksaan lampu Wood dapat membantu penegakan

    diagnosis MF, di mana lesi MF menampakkan warna kuning-hijau terang, biru

    terang atau putih ketika diberikan floresensi. Pemerikasaan mikroskopis dengan

    KOH 10% dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis MF. di mana ditemukan

    spora bulat berlimpah dengan sel tunas jamur. Hasil biopsi kulit yang diwarnai

    dengan Periodic Acid Schiff (PAS) menunjukkan kelompok jamur di dalam folikel

    yang membesar dikelilingi dengan sel-sel radang. Keberadaan MF sebagai

    patogen masih kontroversial, namun respon cepat terhadap obat anti-jamur

    menunjukkan bahwa jamur MF memang patogen dan responnya terhadap obat

    anti-jamur baik topikal atau sistemik akan semakin mendukung diagnosis. MF

    harus dibedakan dari akne vulgaris karena terapi jerawat terutama antibiotik justru

    akan memperburuk MF. Akne vulgaris dapat dibedakan dengan MF dengan

    adanya komedo, kista dan bekas luka, yang mana hal itu tidak didapatkan pada

    MF, demikian juga adanya lesi akne di tempat lain (misalnya di wajah) dan tidak

    adanya gatal. Jadi poin-poin tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara

    akne vulgaris dengan MF.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan perbedaan aspek

    klinis, histopatologi, dan mikrobiologi MF pada pasien Irak dan untuk mendeteksi

    persamaan dan perbedaan MF dengan akne vulgaris.

  • SUBJEK DAN METODE

    Penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif cross-sectional yang

    dilakukan pada pasien bagian Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Basrah pada bulan

    Oktober 2008 sampai Oktober 2009. Sejumlah 113 pasien dengan papular trunkal

    dan/atau lesi kulit folikel berjerawat terdaftar dalam penelitian ini. Semua pasien

    dianamnesis di mana riwayat penyakit yang lengkap diambil dari masing-masing

    pasien dilanjutkan pemeriksaan klinis lengkap. Semua pasien dilakukan

    pemeriksaan lampu Wood, tes kerokan kulit untuk pemeriksaan mikroskopis, dan

    biopsi lesi kulit yang diambil dan diwarnai dengan pengecatan PAS. Uji coba

    anti-jamur sistemik dan topikal diberikan untuk semua pasien selama 2 minggu

    dengan dosis dua kapsul flukonazol 150 mg (ABBOTT, Prancis) setiap

    minggunya dan lotion Selenium sulfida 1% (CIPIA LTD, India) yang digunakan

    pada daerah yang terkena setiap hari dan dibiarkan selama satu malam pada waktu

    tidur selama 2 minggu. Hasil terapi diperiksa setelah 2 minggu pengobatan.

    Pasien dianggap merespon terapi dengan baik apabila menunjukkan perbaikan

    kondisi klinis mereka, pemeriksaan lampu Wood negatif dan pemeriksaan KOH

    negatif. Informed Consent dilakukan dengan menjelaskan kepada pasien ditambah

    persetujuan formal yang diperoleh dari mereka atau orang tua mereka. Penelitian

    ini juga disetujui oleh dewan komite etik dermatologi, Irak. Pasien kemudian

    dibagi sesuai dengan gambaran klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan

    responnya terhadap obat antijamur masing-masing pada dua kelompok yaitu

    kelompok pasien dengan Malassezia folikulitis dan kelompok pasien dengan akne

    vulgaris. Kriteria eksklusi penelitian ialah pasien yang memiliki riwayat alergi

    atau kontraindikasi lain untuk obat anti-jamur; riwayat penggunaan steroid topikal

    atau sistemik dalam 2 bulan terakhir; wanita hamil dan menyusui; dan pasien yang

    menolak pemeriksaan, kerok kulit, biopsi dan percobaan terapi.

    Penelitian ini menggunakan uji statistik deskriptif yaitu mean dan SD

    (standar deviasi) bersamaan dengan uji statistik analitik seperti chi squared test,

    t-test atau Fischer test yang dilakukan secara tepat.

  • HASIL

    Grup 1 (MF): yang berjumlah 53/113 (46,9%) pasien, 33 (62,3%) adalah

    laki-laki dan 20 (37,7%) adalah perempuan, dengan usia berkisar antara 19

    sampai 40 tahun dengan rerata usia SD adalah 28,88 5,3 tahun. Group 2 (akne

    Trunkal): yang berjumlah 60/113(53,1%) pasien, 25 (41,6%) adalah laki-laki dan

    35(58,4%) adalah perempuan, dengan usia berkisar antara 14 sampai 29 tahun

    dengan rerata usia SD adalah 20,73 3,4 tahun.

    Kejadian MF memiliki onset pada usia 18 sampai 39 tahun dengan rerata

    SD, 27,8 5,2 tahun, sedangkan untuk akne trunkal onset terjadinya pada usia 11

    sampai 27 tahun dengan rerata SD 15,85 3,7 tahun.

    Terdapat perbedaan yang signifikan antara MF dan akne trunkal

    berdasarkan usia dan onset terjadinya (nilai p < 0,0001), dimana akne trunkal

    terjadi pada usia yang lebih muda dan awal dibandingkan dengan MF.

    Malassezia folikulitis lebih sering terjadi pada laki-laki (laki-laki :

    perempuan = 1,65 : 1) sedangkan pada akne trunkal perempuan lebih sering

    mengalami dibandingkan dengan laki-laki (perempuan : laki-laki = 1,4 : 1),

    dengan perbedaan yang signifikan antara kedua grup dilihat dari perbedaan jenis

    kelamin (nilai p = 0,029).

    Area tengah pada punggung merupakan tempat yang didominasi MF,

    sebanyak 48 (90,6%) kasus dari grup MF, sedangkan bagian tepi punggung

    didominasi oleh kasus akne trunkal sebanyak 55 (91,7%), hasil ini signifikan

    secara statistik (nilai p < 0.0001) (Tabel 1). Sebagai tambahan, sebanyak 45 kasus

    (75%) pada wajah didominasi oleh grup akne trunkal. Faktor-fakor mengganggu

    yang diketahui pada kedua kasus yang terdapat pada pasien dapat dilihat pada

    (Tabel 2).

  • Tabel 1. Predominasi letak lesi di tubuh pada kedua kelompok penyakit

    Regio Lesi Pada Tubuh Grup

    Total MF Akne

    Bagian Tengah Punggung 48(90.6%) - 48(42.5%)

    Bagian Tepi Punggung - 55(91.7%) 55(48.7%)

    Bagian Tengan dan Tepi

    Punggung 5(9.4%) 5(8.3%) 10(8.8%)

    Total 53(100%) 60(100%) 113(100%)

    Nilai p

  • dikelilingi oleh sel inflamasi. (Gambar 1), secara kontras pada biopsi kulit pasien

    akne trunkal tidak didapatkan karakteristik yang serupa. (Gambar 2). Semua

    pasien MF menunjukkan respon yang cepat pada 2 minggu pengobatan dengan

    obat antijamur sistemik dan topikal (Gambar 3), sedangkan pada pasien akne

    trunkal tidak menunjukkan respon apapun. (Gambar 4).

    Gambar 1. Malassezia folliculitis (biopsi kulit dengan pengecatan PAS)

    A. Menampilkan dilatasi folikel berisi material keratin (100);

    B. Preparat yang sama, menunjukkan dilatasi folikel berisi material keratin dan

    infiltrasi sel inflamasi perifollicular (250);

    C. Preparat yang sama, menampilkan tunas jamur (400);

    D. Preparat yang sama, menunjukkan tunas jamur ( 1000).

    Gambar 2. Akne Trunkal (biopsi kulit dengan pengecatan PAS)

    A. Menampilkan dilatasi folikel berisikan material keratin (100);

    B. Preparat yang sama, menunjukkan dilatasi folikel berisikan material keratin

    (250);

    C. Preparat yang sama, menunjukkan infiltrasi sel inflamasi perifollicular dan

    tidak didapatkan adanya tunas jamur (400);

    D. Preparat yang sama, menunjukkan infiltrasi sel inflamasi perifollicular

    (1000).

  • A B

    Gambar 3. Pasien dengan Malassezia Folliculitis

    A. Sebelum diberi terapi anti jamur;

    B. Sesudah diberi terapi anti jamur

    A B

    Gambar 4. Pasien dengan Akne Trunkal

    A. Sebelum diberikan terapi anti jamur

    B. Sesudah diberikan terapi anti jamur

  • DISKUSI

    MF sering disalahdiagnosiskan sebagai gangguan inflamasi kulit. Pertama

    kali dijelaskan pada tahun 1969 oleh Weary et al , ditandai dengan lesi kulit folikel

    papulopustular yang gatal dan sering menyerang dewasa muda. Penyebabnya

    adalah Malassezia furfur yang merupakan jenis jamur lipofilik.

    Studi ini menunjukkan bahwa MF lebih sering menyerang orang dewasa

    muda dengan rerata usia 28,88 5,3 tahun dan ini sesuai dengan

    penelitian-penelitian lain yang telah dipublikasikan, sementara akne

    mempengaruhi kelompok usia yang lebih muda dengan usia rerata 20,73 3,4

    tahun (p < 0,0001) dan hal ini menyerupai studi sebelumnya di Irak tentang akne.

    Onset usia pasien dengan MF berkisar antara 18 - 39 tahun dengan rerata

    27,8 5,2 tahun, yang sebanding dengan yang penelitian sebelumnya. Di sisi lain,

    onset pada akne trunkal dimulai pada usia dini berkisar 11-27 tahun dengan rerata

    15,85 3,7 tahun (p < 0,0001), yang serupa dengan yang dilaporkan oleh studi di

    Irak sebelumnya dimana usia timbulnya jerawat berkisar 11-29 tahun dengan

    rerata 16,5 tahun. Hal ini dapat terkait dengan fakta bahwa jerawat merupakan

    tanda pertama dari perubahan hormon yang menyebabkan pematangan kelenjar

    sebasea dengan perubahan selanjutnya yang telah diketahui, sedangkan MF

    cenderung terjadi ketika kelenjar sebasea sepenuhnya matang akan menciptakan

    perantara yang menguntungkan seperti seborrhea untuk proliferasi spesies

    Malassezia.

    Di sisi lain, punggung bagian tengah dipercaya menjadi tempat

    predominan bagi 90,6% dari seluruh pasien dengan MF sementara punggung

    belakang bagian tepi terjadi pada 91,7% pasien dengan akne trunkal. Pengamatan

    ini belum disebutkan sebelumnya dan dapat dikaitkan dengan jamur pityrosprum

    yang normalnya memang berada di punggung belakang bagian tengah

    dibandingkan punggung belakang bagian tepi, seperti yang dijelaskan dalam

    penelitian di Irak sebelumnya. Selain itu, telah dilaporkan bahwa lebih dari 90%

  • dari orang sehat memiliki persentase jamur Pityrosporum yang lebih tinggi pada

    daerah interscapular pada punggung belakang. Sebagai tambahan, wajah juga ikut

    terkait (75%) dalam pasien dengan akne trunkal, berbeda dengan MF dimana

    dalam penelitian ini tidak ada pasien yang memiliki lesi di bagian wajah (nilai p <

    0,0001) dan hasil ini sebanding dengan penelitian sebelumnya yang sudah

    diterbitkan, meskipun beberapa penelitian menemukan bahwa wajah bagian tepi

    juga terlibat dalam MF. Perdebatan mengenai MF pada bagian wajah telah

    dikaitkan dengan variasi regional mengenai jumlah jamur Malassezia atau karena

    wajah sering dicuci setiap hari sehingga mengurangi sebum di permukaan kulit

    wajah, sehingga menurunkan media yang menguntungkan yang diperlukan untuk

    proliferasi organisme. Telah ditemukan juga bahwa cuaca panas dan berkeringat

    adalah faktor umum yang memperberat kejadian di kedua kelompok (p = 0.456),

    meskipun panas tidak meningkatkan produksi sebum tetapi dapat meningkatkan

    aliran sebum ke permukaan kulit, sehingga memperburuk kedua penyakit.

    Pengamatan ini disebutkan oleh K.B. Lim dari Singapura dan Filipina untuk

    pasien dengan MF. Hal ini juga telah diamati pada pasien dengan akne di dalam

    studi Irak yang lain dan fakta ini juga dibuktikan dengan diterbitkannya penelitian

    Korea lainnya pada kedua kelompok.

    Terlebih lagi, penelitian ini menunjukkan bahwa antibiotik merupakan

    penyebab tersering kedua sebagai faktor pengganggu dalam 20 kasus MF

    (37,7%). Observasi ini juga dilaporkan oleh penelitian lainnya dan hal ini dapat

    menjelaskan fakta bahwa antibiotik dapat menghancurkan dan mengubah flora

    bakteri normal, sehingga peningkatan proliferasi jamur malassezia yang

    menghasilkan gejala klinis MF. Sehingga MF yang salah diagnosis dan diobati

    dengan pengobatan akne (antibiotik) dapat mengalami eksaserbasi dengan terapi

    tersebut.

    Pemeriksaan lampu wood sebagai parameter lain diagnosis MF,

    didapatkan hasil positif pada semua pasien dengan MF, sebaliknya pada pasien

    dengan akne trunkal tes ini memberikan hasil negatif pada semua kasus. Hasil

    positif pada lampu Wood terkait dengan senyawa spesifik yang disintesis oleh

  • malassezia, yaitu pityriacitrin dan pityrialactone yang menyerap cahaya dan

    fluoresensi dibawah 365 nm sinar ultraviolet. Penemuan ini juga diobservasi oleh

    berbagai penelitian lain yang mendukung bahwa MF disebabkan oleh jamur

    malassezia.

    Sehubungan dengan kriteria diagnostik lainnya, sudah ditemukan bahwa

    tes kerokan kulit positif pada semua kasus MF, sebaliknya tes menunjukkan hasil

    negatif pada semua kasus akne. Meskipun jamur malassezia adalah flora normal

    kulit yang berada pada bagian atas dan tengah ostium folikular, namun untuk

    mendeteksi secara mikroskopik dengan KOH 10%, jamur malassezia harus dalam

    jumlah besar yang merupakan hal yang terjadi pada kasus MF. Sedangkan pada

    lesi akne, organisme dirubah dan dihancurkan oleh proliferasi dari flora bakteri

    lainnya, sehingga jumlahnya lebih sedikit dan sulit untuk dideteksi dengan

    kerokan biasa dan butuh kultur pada media khusus. Selain itu pada biopsi kulit

    PAS menunjukkan ciri karakteristik MF pada semua pasien namun tidak satupun

    grup akne trunkal menunjukkan perubahan yang sama. Sesuai dengan gejala

    klinis, pemeriksaan lampu wood, kerokan kulit, dan biopsi kulit merupakan

    kriteria diagnosis yang penting dari MF dan harus dipertimbangkan mendiagnosis

    suatu penyakit sebagai MF, dan untuk membedakan dengan akne trunkal.

    Kriteria-kriteria tersebut juga dilaporkan pada penelitian lain. Dalam penelitian

    ini, semua pasien dengan MF merespon baik obat anti jamur sistemik dan topikal

    selama 2 minggu percobaan, sebaliknya pasien dengan akne trunkal tidak

    menunjukkan respon apapun pada regimen ini. Respon yang tepat pada terapi,

    mendukung jamur malassezia sebagai penyebab dari MF; sehingga diagnosis

    dapat ditegakkan dan dapat dibedakan dengan akne trunkal. Penemuan ini sejalan

    dengan hasil penelitian lainnya.

    Sebagai tambahan, telah dibuktikan bahwa dan melasma terjadi hanya

    diantara pasien dengan kelompok akne trunkal yang berbeda secara signifikan dari

    kelompok MF (nilai p = 0,003). Penemuan ini mungkin dapat mengarah kepada

    fakta bahwa akne, hirsutisme, dan melasma adalah penyakit yang berhubungan

  • dengan hormon androgen, ini juga dibuktikan oleh penelitian di Irak tentang akne

    sebelumnya.

    Sebagai kesimpulan, MF harus dipertimbangkan pada dewasa muda

    dengan erupsi folikular papulopustular yang gatal yang menyerang daerah

    trunkus, dan harus dibedakan dengan akne trunkal melalui karakteristik klinik,

    histopatologi, dan respon terhadap terapi antijamur.

  • DAFTAR PUSTAKA

    A. A. Hartmann, The Influence of Various Factors on the Human Resident Skin

    Flora, Seminars in Dermatology, Vol. 9, No. 4, 1990, pp. 305-308.

    A. K. Gupta, R. Batra, R. Bluhm and T. Boekhout, Skin Disease Associated with

    Malassezia Species, Journal of the American Academy of Dermatology,

    Vol. 51, No. 5, 2004, pp. 785-798.

    A. Katherine, M. Susan and K. W. Sweeney, Pityrosporum Folliculitis Diagnosis

    and Management in 6 Female Adolescents with Acne Vulgaris, Archives

    of Pediatrics & Adolescent Medicine, Vol. 159, No. 1, 2005, pp. 64-67.

    doi:10.1001/archpedi.159.1.64

    A. Lvy, de C. M. Feuilhade, L. Dubertret and P. Morel, Malassezia Folliculitis:

    Characteristics and Therapeutic Response in 26 Patients, Annales de

    Dermatologie et de Vnrologie, Vol. 134, No. 11, 2007, pp. 823-828.

    doi:10.1016/S0151-9638(07)92824-0

    D. J. William, Timothy GB and Dirk ME. Diseases Resulting from Fungi and

    Yeast, In: Andrews Diseases of the Skin, Clinical Dermatology, 10th

    Edition, W. B. Sounder Company, Philadelphia.

    E. K. Sharquie, A. Gumar, Z. Al-Kodsi, Acne Vulgaris: Epidemiology and

    Grading, Saudi Medical Journal, Vol. 12, 1991, pp. 44-47.

    E. K. Sharqui, K. I. Al-Hamdi, A. A. Al-Nuaimy and R. A. Al-battat, Scaring

    and Non-Scaring Facial Acne Vulgaris and the Frequency of Associated

    Skin Diseases, Iraqi Postgraduate Medical Journal, Vol. 8, No. 4, 2009,

    pp. 332-338.

  • E. K. Sharquie, M. G. Al-Rubyae and J. R. Al-Rawi, Prevalence of Pityrosporum

    Orbiculare on Normal Skin of Iraqi Healthy People, Eastern

    Mediterranean Health Journal, Vol. 11, No. 3, 2005, pp. 511-514.

    G. P. Ford, F. A. Ive and G. Midgley, Pityrosporum Folliculitis and

    Ketoconazole, British Journal of Der- matology, Vol. 109, No. 6, 1982,

    pp. 691- 695. doi:10.1111/j.1365-2133.1982.tb00530.x

    H. J. Yu, S. K. Lee, S. J. Son, Y. S. Kim, H. Y. Yang and J. H. Kim, Steroid

    Acne vs Pityrosporum Folliculitis: The Incidence of Pityrosporum ovale

    and the Effect of Antifungal Drugs in Steroid Acne, International Journal

    of Dermatology, Vol. 37, No. 10, 1998, pp. 772-777.

    doi:10.1046/j.1365-4362.1998.00229.x

    H. Molly and B. Jack, Fungal Diseases, In: E. Longley, E. David, J. Rosalie, L.

    Bernett and F. Murphy and George, Atlas and Synopsis of Levers

    Histopathology of the Skin, 9th Edition, Lippincott Williams, Wilkins,

    London, 2005.

    J. A. A. Hunter, J. A. Savin and M. V. Dahl, Sebaceous and Sweat Gland

    Disorder, In: Clinical Dermatology, 4th Edition, Blackwell Publishing

    Company, Oxford, 2008, pp. 162-169.

    J. Faergemann, PityrosporumWhats New? Mycoses, Vol. 40, No. S1, 1997,

    pp. 29-32.

    J. Faergemann, Pityrosporum Ovale and Skin Diseases, The Keio Journal of

    Medicine, Vol. 42,

    J. Faergemann, I. M. Bergbrant, M. Dohse, A. Scott and G. Westgate,

    Seborrhoeic Dermatitis and Pityrosporum Folliculitis: Characterization of

    Inflammatory Cells and Mediators in the Skin by Immunohistochemistry,

  • British Journal of Dermatology, Vol. 144, No. 3, 2001, pp. 549- 556.

    doi:10.1046/j.1365-2133.2001.04082.x

    J. Faergemann, S. Johansson, O. Bck and A. Scheynius, An Immunologicand

    Cultural Study of Pityrosporum Folliculitis, Journal of the American

    Academy of Dermatology, Vol. 14, No. 3, 1986, pp. 429-433.

    K. B. Lim and T. Tan, The Epidemiology of Pityrosporum Folliculitis in

    Singapore, Pediatric Dermatology, Vol. 26, 1999, p. 7.

    M. Abdel-Razek, G. Fadaly, M. Abdel-Raheim and F. Al-Morsy, Pityrosporum

    (Malassezia) Folliculitis in Saudi Arabia: Diagnosis and Therapeutic

    Trials, Clinical and Experimental Dermatology, Vol. 20, No. 5, 1995, pp.

    406-409. doi:10.1111/j.1365-2230.1995.tb01358.x

    M. Siobahn, Pityrosporum Folliculitis in e-Medicine Dermatology, 2008.

    http://www.eMedicine.com

    O. Back, J. Faergemann and R. Hornquist, Pityrosporum Folliculitis: A Common

    Disease of the Young and Middle Aged Persons, Journal of the American

    Academy of Dermatology, Vol. 12, No. 1, 1985, pp. 56-61.

    P. J. Mathew and P. H. Michael, Yeast Infection of Skin, In: M. F. Irwin, Ed.,

    FitzPatricks Dermatology in General Medicine, 7th Edition,

    Philadelphia, 2008, pp. 1828-1830.

    P. J. Sunenshine, Tinea Versicolor, International Journal of Dermatology, Vol.

    37, No. 9, 1998, pp. 648-655. doi:10.1046/j.1365-4362.1998.00441.x

    P. Mayser, M. Schutz, H. C. Schuppe and A. S. Jung, PityriacitrinAn

    Ultraviolet Indole Alkaloid from the Yeast Malassezia furfur, Archives of

    Dermatology Research, Vol. 294, No. 3, 2002, pp. 131-134.

    doi:10.1007/s00403-002-0294-2

  • P. Mayser, M. Schutz, H. C. Schuppe and A. S. Jung, PityrialactoneA New

    Fluorochrome from the Tryptophan Metabolism of Malassezia furfur,

    Antonie van Leeuwenhoek, Vol. 84, No. 3, 2003, pp. 185-191.

    doi:10.1023/A:1026042903354

    R. J. Hay and M. K. Moore, Mycology, In: T. Burns, N. Cox, C. Griffiths and S.

    R. Breathnach, Eds., Rooks Text Book of Dermatology, 7th Edition,

    London Blackwell Publishing Company, Oxford, England, 2004, pp. 31.1-

    31.15.

    S. Jacinto-Jamora, J. Tamesis and M. L. Katigbak, Pityrosporum Folliculitis in

    the Philippines: Diagnosis, Prevalence, and Management, Journal of the

    American Academy of Dermatology, Vol. 24, No. 5, 1991, pp. 693-696.

    S. O. Roberts, Pityrosporum Orbiculare: Incidence and Distribution on Clinically

    Normal Skin, British Journal of Dermatology, Vol. 81, No. 4, 1969, pp.

    264-269. doi:10.1111/j.1365-2133.1969.tb13978.x

    W. C. Sloof, Pityrosporum Sabouraud. Taxonomic Study, Medical Mycology,

    Vol. 39, No. S1, 2000, p. 9.

    W. D. James, T. G. Berger and D. M. Elston, Acne, In: Andrews Disease of the

    Skin, Clinical Dermatology, 10th Edition, W. B. Sounder Company,

    Philadelphia, 2006, pp. 231-242.