REFERAT
HEMATURIA
PEMBIMBING :
DR FAIQ SP.U
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
Periode 14 April 2012 – 20 Juli 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, atas berkahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Hematuria” sebagai salah satu syarat dalam kepaniteraan klinik bagian bedah urologi Rumah
Sakit Umum Daerah Karawang tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. Faiq. Sp.U atas segenap waktu,
tenaga dan pikiran yang telah diberikan selama pembuatan referat ini. Juga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan referat ini tidak lupa penulis ucapkan limpah terima
kasih.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan referat ini.
Maka kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan guna penyusunan referat yang
lebih baik di kemudian hari nanti. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan
khususnya bagi penulis sendiri yang masih dalam tahap belajar.
Karawang. 25 Mei 2012
DAFTAR ISI
NO ISI HAL
1 KATA PENGANTAR
2 DAFTAR ISI
3 PENDAHULUAN
4 HEMATURIA
5 TINJAUAN PUSTAKA
A) BATU SALURAN KEMIH
B) INFEKSI UROGENITALIA
C) TRAUMA UROGENITALIA
6 KESIMPULAN
7 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan
bloody urethral discharge atau perdarahan peruretram, yaitu keluar darah dari meatus uretra
eksterna tanpa melalui proses miksi; keadaan ini sering terjadi pada trauma uretra atau tumor
uretra.
Harus diyakinkan juga, bahwa seorang pasien menderita hematuria atau pseudo
hematuria. Pseudo atau false hematuria adalah urin yang berwarna merah atau kecoklatan yang
bukan disebabkan sel darah merah, melainkan oleh zat lain yang mewarnai urine.
Secara visual, terdapatnya sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan,
yaitu hematuria makroskopik dan mikroskopik. Hematuria makroskopik adalah hematuria yang
secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik
adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah
tetapi pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan
pandang.
Hematuria ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang berasal di dalam maupun di
luar sistem urogenitali. Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain
adalah: kelainan pembekuan darah, SLE, dan kelainan sistem hematologik lain.
BAB II
HEMATURIA
2.1 Definisi
Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan
dengan bloody urethral discharge atau perdarahan per uretram, yaitu keluarnya darah dari meatus
uretra eksterna tanpa melalui proses miksi. Keadaan ini sering terjadi pada trauma uretra atau
tumor uretra.
Harus diyakinkan pula bahwa seorang yang menderita hematuria atau pseudo hematuria.
Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau kecoklatan yang bukan
disebabkan oleh sel darah merah, melainkan oleh zat lain lain yang mewarnai urine misalnya
pada keadaan hemoglobinuria, mioglobinuria, konsentrasi zat asam urat yang meningkat, sehabis
makan atau minum bahan yang mengandung pigmen tumbuh – tumbuhan berwarna merah atau
setelah mengkonsumsi beberapa obat- obatan tertentu ( antar lain : fenotiazina, piridium,
porfirin, rifampisin dan fenolftalein).
3.2 Etiologi
Penyebab Penyakit
Infeksi
Bacterial cystitis (sering)
Interstitial cystitis (jarang)
Prostatitis
Uretritis
Tuberculosis
Schistosomiasis
Endokarditis
Batu
Batu ginjal
Batu ureter
Batu buli-buli
Tumor
Renal carcinoma
Ureteric carcinoma
Bladder carcinoma
Prostatic carcinoma
Inflamasi
Glomerulonefritis
IgA nefropati
Goodpastures syndrome
Radiation cystitis
Trauma
Trauma ginjal (trauma tumpul
abdomen)
Trauma buli-buli (kateterisasi)
Hematologi
Terapi antikoagulan
Henoch-Schonlein purpura
Kelainan koagulasi
Sickle cell disease
Pembedahan Selepas operasi buli-buli dan prostat
Olahraga Pelari jarak jauh
3.3 Gambaran Klinis
Pada anamnesis ditanyakan, hematuria bermula pada awal berkemih dimana
menunjukkan ada kelainan di uretra bagian distal. Manakala, jika hematuria berlangsung selama
berkemih menunjukkan adanya kelainan di saluran kemih bagian atas dan jika hematuria terjadi
di akhir berkemih, kemungkinan adanya kelainan di leher dari buli-buli (bladder neck) atau
uretra pars prostatika. Pada wanita yang mengalami hematuria, perlu dipastikan apakah pasien
dalam keadaan menstruasi saat dievaluasi untuk mengambil langkah berjaga-jaga dalam
mendapatkan specimen buat analisis.
Gejala-gejala lain seperti peningkatan frekuensi berkemih dan disuria perlu ditanyakan
karena kedua gejala dapat mengarah adanya infeksi saluran kemih atau uroepithelial malignancy.
Jika pada pasien didapatkan adanya nyeri kolik, perlu dicurigai penyebab hematuria adalah batu
saluran kemih. Hematuria tanpa rasa nyeri menunjukkan kemungkinan disebabkan oleh kelainan
lain seperti nefrolitiasis, infeksi, atau nekrosis papiler. Selain itu, hematuria yang tidak nyeri
serta tanpa gejala-gejala lain dari penyakit ginjal perlu di periksa dengan lebih lanjut untuk
menolak kemungkinan adanya keganasan genitourinaria.
Keluhan lain yang ditanyakan seperti penurunan berat badan, kemerahan di kulit,
arthritis, artralgia, atau gejala penyakit paru menunjukkan adanya penyakit sistemik termasuk
sindroma vaskulitis, keganasan dan tuberkulosis. Nyeri tenggorokan atau infeksi di kulit yang
terjadi tidak lama sangat berhubung erat dengan poststreptokokus glomerulonefritis.
Riwayat pemakaian obat penting untuk diketahui karena gambaran diskolorasi urine atau
hematuria sendiri dapat terjadi akibat pemakaian beberapa macam obat seperti penggunaan
analgesic untuk jangka waktu yang lama (analgesic nephropathy). Penggunaan kontrasepsi oral
juga dikaitkan dengan loin-pain hematuria syndrome. Perokok dan pasien yang diobati dengan
siklofosfamid juga mempunyai risiko tinggi menderita kanker buli-buli. Riwayat keluarga seperti
sickle cell disease, polycystic kidney disease, atau penyakit ginjal yang lain serta riwayat
bepergian ke area endemik malaria atau schistosomiasis.
Pada pemeriksaan fisik, hipertensi terutama yang baru terjadi mungkin merupakan tanda-
tanda dari penyakit ginjal. Temuan pada pemeriksaan fisik seperti petekia, arthritis,
mononeuritis multiplex, dan eritema mungkin berkaitan dengan koagulapati, penyakit
imunologik, atau vaskulitis. Pemeriksaan prostat dan meatus uretra juga perlu dilakukan untuk
mendapatkan evaluasi yang lengkap.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak semua pemeriksaan dilakukan ke semua pasien. Pemeriksaan dipilih berdasarkan
kemungkinan penyebab hematuria.
1. Tes darah
a. Darah lengkap : deteksi anemia
b. ESR Erythrocyte sedimentation : meningkat pada infeksi dan keganasan
c. Faal ginjal : ureum dan kreatinin
2. Tes urine
a. Tes Dipstick : deteksi darah
b. Miksroskopi : hematuria mikroskopik
c. Sitologi urine : deteksi tumor buli-buli
d. Morfologi sel darah merah dalam urine : deteksi sumber perdarahan
3. Radiologi
a. Foto polos : mayoritas dari kasus batu ginjal, ureter dan buli-buli
b. IVP (intravenous pyelography) :
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk melihat struktur sistem genitourinaria
selain pemeriksaan ini lebih murah. Namun, IVP tidak dapat mendeteksi batu saluran
kemih yang berukuran diameter <3 cm dan tidak dapat mengevaluasi buli-buli dan uretra
sepenuhnya.
c. USG (ultrasonography) :
Sangat penting untuk mendeteksi kista dan dapat digunakan pada pasien gagal
ginjal (tidak menggunakan kontras). Namun, USG tidak dapat mendeteksi batu saluran
kemih yang berukuran diameter < 3 cm dan sangat tidak bermanfaat untuk mengevaluasi
uroepitelium.
d. CT scan :
CT scan dengan kontras sangat bermakna digunakan untuk mendeteksi massa kecil
parenkim ginjal, urolitiasis, dan abses ginjal. Kekurangan CT scan adalah dalam
mendeteksi keganasan uroepitelial.
e. MRI : dapat menentukan derajat kanker prostat
4. Patologi
a. Biopsi : karsinoma
b. Biopsi ginjal : dilakukan selepas pemeriksaan rutin ginjal
5. Bedah
Semua pemeriksaan di atas tidak dapat melakukan evaluasi dari mukosa buli-buli, maka
cystoscopy dilakukan terutama pada pasien berusia >40 tahun dan juga pasien yang masih
muda tetapi mempunyai faktor risiko menderita keganasan genitourinaria.
a. Flexicystoscopy : pemeriksaan endoskopi buli-buli bawah pengaruh anestesi lokal
b. Rigid cystoscopy : pemeriksaan endoskopi buli-buli bawah pengaruh anestesi
umum
c. Retrograde ureterography : visualisasi ureter dan pelvis renalis
d. Ureteroscopy : pemeriksaan endoskopi ureter via buli-buli
3.5 Diagnosis Banding
Hemoglobinuria
Makanan (contoh: beetroot)
Obat (contoh: nitrofurantoin dan rifampisin)
Porphyrias
Menstruasi
3.6 Tatalaksana
Pada pasien dengan keluhan terdapat darah dalam urin atau hematuria, langkah awal untuk
pemeriksaan dilakukan tes urin yaitu tes dipstick. Jika hasilnya positif, dilanjutkan dengan
melakukan pemeriksaan sedimen urin untuk melihat apakah terdapat sel darah merah ( eritrosit ).
Jika tidak didapatkan sel darah merah, maka dapat dicurigai adanya myoglobinuria atau
hemoglobinuria. Pada kasus ini juga, perlu diperhatikan adanya riwayat penggunaan obat-obatan
yang menimbulkan efek samping yaitu hematuria.
Jika didapatkan sel darah merah dalam sedimen urin, harus dipastikan kembali apakah
terdapat pyuria atau bakteriuria, jika ada lakukan kultur urin. Hasil neharif pada kultur urin dapat
dicurigai adanya nefritis intertisial. Pada kasus yang positif sel darah merah pada urin, harus
dilakukan juga pemeriksaan ada tidaknya protein dalam uri ( proteinuria ), jika tidak ada protein
dalam urin atau yang disebut isolated hemturia, maka dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
prothombin time, partial tromboplastin time dan elektoforesis Hb. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya suatu proses keganasan dan kelainan struktur.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
BATU SALURAN KEMIH
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zamn mesir kuno.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai pasien batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh
status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di
bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
di sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hamper tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2. Iklim dan temperatur.
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.
A. BATU GINJAL DAN BATU URETER
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
renalis, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan
lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum
dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot sistem pelvikalises dan turun
ke ureer menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga
turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan
sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.
Batu yang terletak pada ureter maupan sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi
saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di
ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan batu di kaliks dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pielonefritis,
urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, anses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan
yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai keedua sisi mengakibatkan gagal
ginjal permanen.
Gambaran klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu,
dan penyulit yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang member sensasi
nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau
infeksi pada ginjal.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat
kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah
melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa illiaka, dan saat
ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan
dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di
bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomic pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan
pemberian antibiotika.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, teraba
ginjal pada sisi ssakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan
jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkn pasien menjalani
pemeriksaan foto IVU. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam
darah maupun di dalam urine).
B. BATU BULI-BULI
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi
atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hyperplasia
prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang
pada buli-bli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja
dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain
itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Di
negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu endemik pada buli-buli yang banyak
dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau
diare.
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri kencing/disuria
hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian
menjadi lancer kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali
dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak
seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, disamping sering menarik-narik penisnya (pada
anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan).
Seringkali komplikasi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika penyebabnya
infeksi), sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak sebagai
bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini pemeriksaan IVU pada fasee sistogram
memberikan gambaran sebagai bayangan negative. USG dapat mendeteksi batu radiolusen pada
buli-buli.
Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar memerlukan
pembedahan terbuka (vesikolitotomi). Hal ini tidak kalah pentingnya adalah melakukan koreksi
terhadap penyebab timbulnya stasis urine.
C. BATU URETRA
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk
ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika
terbentuk di dalam divertikel uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh
batu saluran kemih. Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga
terjadi retensi urine, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika batu
berasal dari ureter yang turun ke buli-buli dan kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh
nyeri pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Batu yang berada di uretra anterior seringkali
dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau
kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna. Nyeri dirasakan di glans penis atau pada
tempat batu berada. Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau
rektum.
Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu.
Seringkali batu yang ukurannya tidak terlalu besar dapat keluar spontan asalkan tidak ada
kelainan atau penyempitan pada uretra. Batu pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis
dapat diambil dengan forsep setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra
(meatotomi), sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan
lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra
dengan harapan batu dapat keluar spontan.
Batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior. Didorong dahulu hingga masuk
ke buli-buli dan selanjutnya baru dilakukan litotripsi. Untuk batu yang besar dan menempel di
uretra sehingga sulit berpindah tempat meskipun telah dicoba untuk didorong ke proksimal
(dilubrikasi), mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah batu
transuretra.
Onset terjadi pada usia 35-45 tahun dan pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga batu,
dapat meningkatkan risiko dua kali lipat.
Faktor Risiko
Faktor predisposisi yang meningkatkan risiko terjadinya batu saluran kemih:
Kadar kalsium yang di tinggi dalam urine.
Kadar oksalat yang tinggi dalam urine.
Produksi berlebihan asam urat.
Defisiensi sitrat dalam urine.
Sistinuria.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan:
Mual
Muntah
Distensi abdomen
Menggigil
Demam
Hematuria
Warna urine abnormal
Peningkatan tekanan darah (2 minggu terakhir)
Infeksi saluran kemih
Foul smelling urine
Perubahan status mental
INFEKSI UROGENITALIA
Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga
orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria; hal ini
karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.
A. PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan
parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran
kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman itu adalah Escherechia coli,
Proteus, Klebsiella spp, dan kokus gram positif, yaitu: Streptococcus faecalis dan enterokokus.
Kuman Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pielonefritis melalui penularan secara
hematogen, meskipun hal itu sekarang jarang sekali.
Gambaran klinis
Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri
di daerah perut dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala iritasi
pada buli-buli, yaitu berupa disuri, frekuensi, atau urgensi.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus melemah seperti
ileus paralitik. Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai peningkatan
laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada pielonefritis akut
yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan faal ginjal; dan pada kultur urine terdapat
bakteriuria.
Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan
mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran kemih. Pada IVU terdapat bayangan
ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosis banding
dengan inflamasi pada organ di sekitar ginjal antara lain: pankreatitis, appendisitis, kolesistitis,
divertikulitis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis.
B. TUBERKULOSIS UROGENITALIA
Traktus urogenitalia adalah tempat yang sering terserang tuberculosis (Tbc). Infeksi Tbc
sering mengenai ginjal selama paparan primer terhadap infeksi, meskipun tidak menunjukkan
penampakan klinis. Penyebaran ke ginjal dari fokus paru, tulang, atau saluran cerna biasanya
terjadi secara hematogen. Insiden Tbc ginjal yang sering ditemukan secara klinis mungkin lebih
kecil daru yang sebenarnya, karena seringkali tidak terdeteksi pada pencitraan, padahal diagnosis
didasarkan pada kultur urine bakteri tahan asam.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 1/3 penduduk dunia terinfeksi
oleh Myobacterium tbc, dan didapatkan 8-10 juta kasus aktif baru setiap tahun. Saat ini negara
industri, insidennya setiap tahun menurun. Lebih kurang 95% pasien tuberculosis berada di
negara berkembang dan setiap tahun insidensnya meningkat sejalan dengan meningkatnya
insidens infeksi virus HIV. Tingginya kejadian Tbc berhubungan dengan adanya krisis sosio-
ekonomi, kelemahan sistem layanan kesehatan, muncul dan berkembangnya infeksi HIV,
timbulnya resistensi terhadap berbagai obat (multidrug resistant/MDR) Tbc, dan jeleknya kontrol
terhadap Tbc pada populasi yang rentan infeksi.
Pada tahun 2006, ditemukan 9,6 juta kasus baru Tbc dan 1,7 juta meninggal karena penyakit
tersebut. Dari pasien yang meninggal tersebut 229.000 terinfeksi oleh virus HIV. Lebih kurang
20% semua pasien tbc berkembang menjadi tbc ekstrapulmoner, dan 4-8% dari semua pasien
Tbc akan mengenai sistem urogenitaria, dan ini adalah Tbc ekstra-pulmoner tersering setelah
Tbc kelenjar limfe perifer. Di Amerika Serikat dan Eropa, kejadian Tbc urogenitalia (tbc UG)
27% (14-41%) dari Tbc ekstrapulmoner.
Penyebaran ke ginjal sangat lambat, dibutuhkan periode laten lebih dari 20 tahun setelah
terinfeksi primer untuk menimbulkan gejala hematuria. Pada pasien Tbc ginjal, terapi meliputi
pemberian obat anti Tbc atau mungkin diperlukan pembedahan. Perempuan yang menderita Tbc
genitalia, biasanya datang dengan infetilitas, gangguan menstruasi, dan nyeri. Jarang bisa sampai
kehamilan, namun jika terjadi kehamilan, seringkali mengalami keguguran atau kehamilan
ektopik. Oleh karena tidak ada tanda yang spesifik, diagnosis Tbc seringkali sulit ditegakkan.
TANDA DAN GEJALA N %
Storage 58 72,5
Hematuria 45 56,3
ISK 14 17,5
Lumbar pain 23 28,8
Nyeri perineum 2 2,5
Nyeri skrotum 11 13,8
Massa skrotum 10 12,5
Fistulasi skrotum 4 5,0
LUTS 7 8,8
Retensio urine 3 3,8
Demam, asthenia, penurunan BB 36 45,0
Fistula uretra 1 1,3
Gagal ginjal 10 12,5
Tidak ada tanda pada traktus urogenitalis 5 6,3
Tabel 1. Tanda dan Gejala Tbc Traktus Urogenitalis
TRAUMA UROGENITALIA
Secara anatomis sebagian besar organ urogenitali terletak di rongga ekstraperitoneal (kecuali
genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ lain. Oleh karena itu jika
didapatkan cedera organ urogenitali, harus diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan
organ lain yang mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ urogenitali bukan cedera yang
mengancam jiwa, kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal
yang cukup luas dan kerusakan atau terputusnya pembuluh darah ginjal.
A. TRAUMA GINJAL
Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot punggung di sebelah
posterior dan oleh organ intraperitoneal di sebelah anteriornya; karena itu cedera ginjal jarang
diikuti oleh cedera organ yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada
sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.
Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah
pinggang atau (2) tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat
merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga
retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera
ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain
hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Diagnosis
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:
1. Trauma di daerah punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai
nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
2. Hematuria.
3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung
pada derajatj trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu
ditanyakann mekanisme cedera untuk memperkirakan berapa luas kerusakan yang terjadi. Pada
trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa
ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma major atau
rupture pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di
daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak
sempat menjalani pemeriksaan IVU karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali
tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus
segera dilakuukan ekslorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan.
B. RUPTUR BULI-BULI
Kurang lebih 90% trauma tumpuk buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli
pada tulang pelvis oelh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera
deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur
pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat
fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah
sekali robek jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah.
Buli-buli akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga
intraperitoneum.
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada
reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula pada partus
kasep atau tindakan operasi di derah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli.
Ruptura buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi jika sebelumnya
terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi
infravesikel kronis menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang menyebabkan
kelemahan dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli spontanea.
Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri daerah
suprasimfisis, miksi bercampur darah, atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambaran klinis
yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu
intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi
akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma
perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika.
C. TRAUMA URETRA
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra
posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi, tanda klinis,
pengelolaann, serta prognosisnya.
Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik
akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis
menyebabkan rupture uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan
atau straddle injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau
businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route
atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi tranas-uretra dapat menimbulkan cedera uretra
iatrogenic.
Gambaran klinis
Kecuriagaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan peruretram, yaitu
terdapat darah yang keluar daru meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma. Perdarahan
per-uretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urine bercampur darah. Pada trauma
uretra yang berat, seringkali pasien mengalami rentensi urine. Pada keadaan ini tidak
diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter dapat
menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi
dengan memasukkan kontras melalui uretra, guna mengetahui adanya ruptura uretra.
Ruptura uretra posterior
Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang
mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis,
menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh
darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius
sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta buli-buli akan terangkat
ke kranial.
KESIMPULAN
1. Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh .
2. Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah dalam urin.
Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan hematuria makroskopis
(gross hematuria).
3. Gejala-gejala khas yang timbul disebabkan tumor ginjal, prostat, dan kandung kencing,
yaitu hematuria yang hilang timbul dan hematuria tanpa disertai nyeri.
4. Ada 3 tipe dari hematuria yaitu initial hematuria,terminal hematuria, dan total
hematuria
5. Tidak terdapat cara yang spesifik untuk mengobati hematuria, cara pengobatannya
tergandung dari factor penyebab terinfeksinya penyakit hematuria.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.p.10-16, 66-8, 212-15.
2. Stephen L, Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. In: Effendi H, Santoso RA,
editor. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994.p.513-4.
3. Pettigrew MM, Gent JF, Pyles RB, Miller AL, Nokso-Koivisto J, Chonmaitree T. Viral-
bacterial interactions and risk of acute otitis media complicating upper respiratory tract
infection. J Clin Microbiol. 2011 Sep 7.
4. Terho H dan Tasnee C. Peran Penting Virus Saluran Pernafasan Pada Otitis Media Akut.
Available at: http://www.scribd.com/doc/48316567/JurNal-reAding-isi.
5. Alison SL, Joshua PM, Janneane FG, Kristopher PF, Yong K, Melinda MP. Microbial
Communities of the Upper Respiratory Tract and Otitis Media in Children. mBio. 2011
Jan-Feb; 2(1): e00245-10.
6. Joost AML, Liesbeth D, Ankie L, Ronald DG, Albert H, Vincent VWJ, Henri AV, Peter
WMH, Henriëtte AM. Risk factors for otitis media in children with special emphasis on
the role of colonization with bacterial airway pathogens: the Generation R study. Eur J
Epidemiol. 2011 January; 26(1): 61–66.
7. Arturo A, Carolina S, Silvia G, Nurith P, Ron D, Adriano A. Streptococcus
pneumoniae Serotype 3 among Costa Rican Children with Otitis Media: clinical,
epidemiological characteristics and antimicrobial resistance patterns. BMC
Pediatr. 2009; 9: 52.
8. Sierra A, Lopez P, Zapata MA, Vanegas B, Castrejon MM, DeAntonio R, Hausdorff
WP, Colindres RE. Non-typeable Haemophilus influenzae and Streptococcus
pneumoniae as primary causes of acute otitis media in colombian children: a prospective
study. BMC Infect Dis. 2011; 11: 4.
9. Binks MJ, Cheng AC, Smith-Vaughan H, Sloots T, Nissen M, Whiley D, McDonnell J,
Leach AJ. Viral-bacterial co-infection in Australian Indigenous children with acute otitis
media. BMC Infect Dis. 2011; 11: 161.
10. Pelton SI , Leibovitz E. Recent advances in otitis media. Source Department of
Pediatrics, Boston University School of Medicine, Boston, MA, USA. 2009 Oct;28.
Gross hematuria :
http://www.stacommunications.com/journals/cme/2005/February/PDF/080.pdf
Hematuria 2 : http://ccjm.org/content/69/11/870.full.pdf+html
Microscopic hematuria : http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp012694
Hematuria guideline : http://www.bcguidelines.ca/pdf/hematuria.pdf
Renal colic : http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp030813
Ureteral colic : http://www.ajronline.org/content/178/2/379.full.pdf+html
http://www.ewingurologyclinic.co.uk/uretericcolic.htm
http://londonpainconsultants.com/articles/2006/11/10/ureteric_colic/
http://www.ewingurologyclinic.co.uk/haematuria.htm