Download - Refleksi Psikiatri.docx

Transcript

Laboratorium Ilmu Kesehatan JiwaRefleksi KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Depresi Sedang Tanpa Gejala Psikotik

OlehAyu Herwan MardatillahNIM. 0910015020

Pembimbingdr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ. M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikLaboratorium Ilmu Kesehatan JiwaFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman20142

Laboratorium Ilmu Kesehatan JiwaRefleksi KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Depresi Sedang Tanpa Gejala Psikotik

OlehAyu Herwan Mardatillah / 0910015020

Dipersentasikan pada tanggal April 2014

Mengetahui, Pembimbing

dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ. M. Kes

15

REFLEKSI KASUSDipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa. Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu, 23 April 2014 pukul 11.30 WITA, di Poliklinik RS Khusus Daerah Atma Husada Samarinda, sumber Autoanamnesis dan Heteroanamnesis.

IDENTITAS PASIENNama : Tn. MMJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 27 tahunStatus Perkawinan: Belum MenikahAgama: IslamSuku: JawaPendidikan: SMAPekerjaan: SwastaAlamat : Samarinda

STATUS PSIKIATRIKeluhan Utama: Pasien tidak mau bicara, selalu mengurung diri di kamar

Riwayat Penyakit SekarangAutoanamnesisPasien merasa dirinya bersalah, merasa keinginannya tidak dipenuhi oleh keluarga sehingga sering berkelahi

HeteroanamnesisMenurut pihak keluarga, OS tidak mau bicara, sering mengurung diri di kamar sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Perilaku ini makin bertambah parah sejak 2 bulan sebelum MRS. Berdasarkan cerita keluarga, OS setelah lulus dari bangku SMA disuruh memilih apakah ingin bekerja atau melanjutkan ke bangku perkuliahan dan OS memilih bekerja hingga diterima di salah satu rumah sakit di Samarinda sebagai petugas cleaning service. Seiring berjalannya waktu, OS sempat kuliah namun ketika semester 3 berhenti karena nilainya rendah selain itu ada beberapa teman OS mengajak minum minuman alkohol. OS pun tetap bekerja hingga akhirnya memiliki masalah dengan rekan kerja (perempuan). OS mudah marah jika ditegur salah oleh saudara, ditambah sejak saudara sudah lulus kuliah sedangkan OS belum. Perubahan perilaku disadari oleh keluarga hingga dibawa berobat ke luar kota namun hanya pengobatan tradisional, sempat kembali dan merasa tidak ada perubahan akhirnya dibawa ke RSJ Atma Husada Samarinda.

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Penyalahgunaan NAPZA (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang memiliki gejala serupa dengan pasien

Gambaran Premorbid Pasien merupakan orang yang pendiam dan tertutup terhadap keluarga.

Faktor PencetusDiduga karena masalah psikososial

Riwayat Sosial EkonomiPasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah

Hubungan Dengan Keluarga Dan LingkunganPasien memiliki hubungan baik dengan keluarga dan lingkungan, namun cenderung tertutup dan sulit mengungkapkan perasaannya

Genogram

Keterangan :

: Laki-laki tanpa gangguan jiwa: Perempuan tanpa gangguan jiwa: Pasien

STATUS PRAESENSStatus InternusTanda Vital:Tekanan darah: 110/70Nadi: 72 x/menitNafas: 20 x/menitSuhu: 36,6OCKeadaan Umum : baikKesadaran : compos mentis, GCS E4 V5 M6Sistem kardiovaskuler : tidak didapatkan kelainanSistem respiratorik : tidak didapatkan kelainanSistem gastrointestinal : tidak didapatkan kelainanSistem urogenital : tidak didapatkan kelainanKelainan khusus : tidak didapatkan kelainan

Status NeurologikusPanca indera : tidak didapatkan kelainanTanda meningeal : tidak dilakukan pemeriksaanTekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaanMata Gerakan : normalPupil : isokor; Refleks Cahaya +/+Diplopia : tidak ditemukanVisus : tidak dilakukan pemeriksaan

Status PsikiatrikKesan umum: Tenang, kooperatifKontak: verbal (+) visual (+)Kesadaran: Composmentis, atensi (+) baik, orientasi tempat, waktu dan ruang (+) baik, Daya ingat (+)Emosi / afek : StabilProses berpikir : Laju lambat, asosiasi longgar, waham (-)Intelegensi: Cukup (tamat SMA)Persepsi : halusinasi auditori (-), halusinasi visual (-), ilusi (-)Kemauan: ADL diarahkan Psikomotor: normal

DIAGNOSISFormulasi Diagnosis Seorang laki-laki berumur 27 tahun, agama Islam, pada hari 07 November 2014 Pukul 12.30 WITA, di IGD RS Khusus Daerah Atma Husada Samarinda. Pada proses awal autoanamnesis, pasien cenderung diam dan setelah beberapa saat baru mau bercerita tentang keluhannya Pada proses heteroanamnesa dikatakan pasien menjadi sering menyendiri, tidak mau banyak bicara dan sulit untuk mengungkapkan keluh kesahnya. Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan rapi dan kooperatif, kontak visual dan verbal baik, tidak ada disorientasi terhadap tempat, waktu, dan orang, emosi stabil, laju berpikir lambat dan adanya asosiasi longgar, halusinasi tidak ada, ADL diarahkan, psikomotor normal. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

Diagnosis MultiaksialAksis I : F32.10 Depresi sedang tanpa gangguan psikotikAksis II :tidak ada diagnosis untuk aksis iniAksis III: tidak ada diagnosis untuk aksis iniAksis IV : tidak ada diagnosis untuk aksis iniAksis V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, diabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

PENATALAKSANAAN Psikoterapi : (-)

Psikofarmakologi: 1. Clozapine 25 mg 2x1

PROGNOSA Dubia ad bonam jika:Jika rutin dalam melakukan terapi dan dukungan keluarga untuk sering memberikan perhatian kepada pasien.

PEMBAHASAN DEFINISIGangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang", meliputi seluruh tubuh, suasana perasaan dan pikiran. ia juga mempengaruhi pola makan dan tidur. Gangguan ini tidak sama dengan seorang yang dalam keadaan kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami gangguan depresi tidak dapat "menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada keadaannya seperti semula. Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya dari seseorang dan gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih lama. Penatalaksanaan yang sesuai dapat menolong seseorang yang mengalami depresi untuk cepat kembali seperti semula lebih baik. Definisi gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan rasa sedih yang dalam dan berkepanjangan. Penderita hilang minat (interest) pada sesuatu yang sebelumnya menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan perubahan-perubahan lain pada dirinya misalnya berkurangnya energi, mudah lelah dan berkurangnya aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.

EPIDEMIOLOGIGangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar 25 % terjadi pada wanita.Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut. Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau berpisah.

ETIOLOGI Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor-faktor dibawah ini berperan :Faktor BiologisData yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik (norepineprin dan serotonin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimiawi lain seperti adenylate cyclase, phospotidylinositol dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab. Kelainan pada neuroendokrin utama yang menarik perhatian dalam adalah sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Neuroendokrin yang lain yakni penurunan sekresi nokturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin karena pemberian tryptopan, penurunan kadar dasar folikel stimulating hormon (FSH), luteinizing hormon (LH) dan penurunan kadar testoteron pada laki-laki.Faktor GenetikaData genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan.Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada kembar monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan pada kembar dizigotik mencapai 10 sampai 25 %.Faktor PsikososialPeristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan.Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca pemulihan.

PATOFISIOLOGITimbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat. Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik). Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut:1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik.2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.3. Menurunnya aktivitas dopamin.4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi. Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan.

GAMBARAN KLINIS Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi. Gejala lainnya dapat berupa :a) Konsentrasi dan perhatian berkurangb) Harga diri dan kepercayaan diri berkurangc) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak bergunad) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistise) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh dirif) Tidur terganggug) Nafsu makan berkurang. Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien.

DIAGNOSISDalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia. Pemahaman diatas memberi gambaran bahwa untuk membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir :1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku, sindrom atau pola psikologik2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri, tidak nyaman, gangguan fungsi organ dsb.3. Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk mendapatkan terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan depresif, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah menghubungi dokter, psikiater dan psikolog klinis yang tersebar di puskesmas, rumah-rumah sakit yang mempunyai bagian psikiatri, atau rumah sakit jiwa.Para profesional dalam bidang kesehatan jiwa akan memulai evaluasi keadaan kesehatan melalui wawancara terstruktur. Departemen Kesehatan cq Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif bagi Dokter, dimana di dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric Interview). MINI merupakan alat diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa secara cepat setelah suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan ya atau tidak. Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan Sheehan (1998) dan dialih bahasakan oleh Yayasan Depresi Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2002) MINI terlampir dalam buku ini. Dengan alat wawancara ini kita dapat mengenal berbagai jenis gangguan depresif. Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat yang pernah diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di masa lalu perlu diambil dalam memahami terjadinya gangguan depresif dalam diri individu untuk penanganan selanjutnya. Riwayat penggunaan obat antidepresan atau obat lainnya perlu diperoleh, guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat yang dipilih. Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) :

PEDOMAN DIAGNOSTIK (PPDGJ-III)

F.32 Episode depresifGejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat : afek depresi kehilangan minat dan kegembiraan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas Gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

F.32.0 Episode depresi ringan Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut di atas Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya

F.32.1 Episode depresi sedang Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut diatas Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas Disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

F 32.8 Episode Depresif LainnyaF 32.9 Episode Depresif YTTF 33. Gangguan Depresif BerulangGangguan ini tersifat dengan episode berulang dari : episode depresi ringan (F32.0), episode depresi sedang (F32.1) dan episode depresi berat (F32.3).Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktiviats ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0), segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkn mendapat depresi yang akhirnya menetap, teruatam pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan seringkali dicetuskan oleh perisitiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak essensial untuk penegakan diagnosis).Diagnosis banding : Episode depresif singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32) dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.1 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Sedang Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1) dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.2 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Berat Tanpa Gejala Psikotik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2) dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala Psikotik Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3) dan Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.4 Gangguan Depresif Berulang Kini Dalam Remisi Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus pernah dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun (F30-F39) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.8 Gangguan Depresif Berulang LainnyaF33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

PENATALAKSANAANBila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat.

Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku

Electro Convulsive Therapy (ECT)ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan: Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun ) Masih sekolah atau kuliah Mempunyai riwayat kejang Psikosis kronik Kondisi fisik kurang baik Wanita hamil dan menyusuiSelain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggiintra kracialdan kelainan infark jantung. Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.

PsikoterapiPsikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.

Terapi FarmakologiSaat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif: Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala Fase kelanjutan untuk mencegah relaps Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Penggolongan Antidepresan1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)Mekanisme kerja: Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.Efek samping: Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya. Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan. Sedasi Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual. Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan. Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :a) ImipraminDosis lazim: 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.Kontra Indikasi: Infark miokard akutInteraksi Obat: anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSPPerhatian :kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.b) KlomipraminDosis lazim: 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari.Kontra Indikasi: Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit. Interaksi Obat: dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.Perhatian :terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik, kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati, gangguan untuk mengemudi.c) AmitriptilinDosis lazim: 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari.Kontra Indikasi: penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.Interaksi Obat: bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensiPerhatian :ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun,glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.d) Lithium karbonatDosis lazim: 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.Kontra Indikasi: kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.Interaksi Obat: diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa,tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.Perhatian: Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam, influenza, gastroentritis.2. Antidepresan Generasi ke-2Mekanisme kerja : SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) : Obat-obat ini menghambat resorpsi dari serotonin. NaSA (Noradrenalin and Serotonin Antidepressants): Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.Efek samping : Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme terlambat. Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3 minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida, propanolol). Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama sekali tidak ada.Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :a) FluoxetinDosis lazim: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosistunggal atau terbagi.Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat, penggunaan bersama MAO.Interaksi Obat: MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, antidepresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma. Perhatian: penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.b) SertralinDosis lazim: 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr. Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap sertralin.Interaksi Obat: MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.c) CitalopramDosis lazim: 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.Kontra indikasi: hipersensitif terhadap obat ini.Interaksi Obat: MAO, sumatripan, simetidin.Perhatian: kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.d) FluvoxamineDosis lazim: 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,maksimum dosis 300 mg.Interaksi Obat: warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.Perhatian: Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.e) MianserinDosis lazim: 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hariKontra Indikasi: mania, gangguan fungsi hati.Interaksi Obat: mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.Perhatian :dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.f) MirtazapinDosis lazim: 15-45 mg / hari menjelang tidur.Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap mitrazapin.Interaksi Obat: dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.Perhatian: pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.g) VenlafaxineDosis lazim: 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.Kontra Indikasi: penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.Interaksi Obat: MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.Perhatian :riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat 3. Antidepresan MAOInhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)FarmakologiMonoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan metabolism amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergic dan serotoninergik.FarmakokinetikAbsorpsi/distribusi Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.Metabolisme/ekskresi metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin, isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus asetilator lambat: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis standarIndikasiDepresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.KontraindikasiHipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif; riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi.PeringatanMemburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan depresinya dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality), atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan dengan pemakaian antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya pengurangan jumlah obat secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa antidepresan berperan dalam menginduksi memburuknya depresi dan kemunculansuicidalitypada penderita tertentu. Antidepresan meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality) dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita gangguan depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah; tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau berkondisi lemah atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular, atau pemberian bersama obat-obatan atau makanan tertentu. Karakteristik gejala krisis dapat berupa: sakit kepala pada daerah oksipital (belakang) yang dapat menjalar ke daerah frontal (depan), palpitasi (tidak beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher, nausea, muntah, berkeringat (terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia. Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada. Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah, melainkan penderita harus sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi, hentikan segera penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah.Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan pendinginan eksternal.Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein yang telah disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat menyebabkan krisis hipertensif pada penderita yang menggunakan MAOI. Juga peringatkan penderita untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat- obatan yang mengandung amin simpatomimetik selama terapi dengan MAOI. Instruksikan kepada penderita untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera adanya sakit kepala atau gejala lainnya yang tidak biasa,Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri, tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk melakukan penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit.Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian. Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas, hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit, kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik.Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah, dan kelemahan. Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak jarang terjadi. Tanda dan gejala penghentian dapat bervariasi mulai dari mimpi buruk dengan agitasi sampai psikosis yang jelas dan konvulsi. Sindrom ini umumnya dapat mereda dengan

PROGNOSIS Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif memiliki kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama.Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi.

PEMBAHASAN

TeoriFakta

pasien mengalami episode psikosis akut yang berlangsung lebih dari 1 hari, tetapi kurang dari 2 minggu Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan. Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya) Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain) Agitasi atau perilaku aneh (bizar)

Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel) Obat antipsikotik Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali sehari, atau Chlorpromazine 100-200 mg, 1 sampai 3 kali sehari. Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk mengendalikan agitasi akut. Psikoterapi 1) Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien2) Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stressor3) Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala membaik Dialami kurang lebih selama 2 minggu

Pasien mengamuk hingga memukul orang yang ada di dekatnya

Sering mondar-mandir di rumah

Sering bicara sendiri tidak terkontrol

Sering marah-marah.

Risperidone 2mg 3x1Paracetamol 500 mg 3x1

Psikoterapi1) Memotivasi pasien untuk menjalani proses terapi sehingga dapat terjadi perbaikan kondisi.2) Memberikan kepercayaan diri kepada pasien bahwa dia dapat benar-benar sembuh dan merubah perilakunya.3) Memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat mengenai keadaan pasien saat ini.4) Menyarankan kepada keluarga untuk senantiasa memotivasi dan mendukung pasien untuk dapat menangani dan merespons pasien.

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa dan heteroanamnesa, gejala yang dialami pasien mencakup sebagian besar gejala-gejala gangguan psikotik akut. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa gejala utama dari Psikotik yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh. Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya, keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal, kebingungan atau disorientasi, dan perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara.Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003.Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007.