Download - Referat Trauma Kapitis Edit

Transcript
Page 1: Referat Trauma Kapitis Edit

REFERAT

TRAUMA CAPITIS

Disusun oleh :

Lisa Marisa (0610010)

Felicitas Nia (0610042)

Adiatma Nugraha (0610066)

Agatha Anindhita (0610109)

Irma Dewi.A.N (0610136)

Pembimbing :

dr. Hengky Ham, Sp.B

SMF BEDAH RUMAH SAKIT IMMANUEL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2011

Page 2: Referat Trauma Kapitis Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kapitis atau lebih dikenal dengan gegar otak oleh masyarakat, merupakan penyakit

yang dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada semua tingkat usia. Trauma kapitis

merupakan urutan kedua penyebab kematian pada usia antara 1-35 tahun, kurang lebih setiap

tahun 77.000 orang meninggal dan sekitar 50.000 orang menderita kelumpuhan setiap tahunnya

di Amerika Serikat karena trauma kapitis. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada data pasien

mengenai angka kejadian trauma kapitis, tetapi yang jelas trauma sering dan banyak terjadi di

rumah sakit di seluruh Indonesia. Penyebab trauma kapitis adalah benturan pada kepala, seperti

kecelakaan kerja, lalu lintas dan jatuh. Trauma kapitis lebih berbahaya dari trauma pada organ

lainnya, karena trauma ini mengenai otak. Selain itu sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki

lagi. Trauma ini mengakibatkan malapetaka besar bagi seorang individu. Beberapa masalah

disebabkan langsung dan banyak lainnya karena efek sekunder dari trauma. Penderita dapat

meninggal atau menjadi cacat, invalid, tergantung pada orang lain dan menjadi beban bagi

keluarga.

Melihat kenyataan di atas, penderita perlu mendapatkan penanganan serius dan melibatkan

berbagai tenaga kesehatan agar dapat memberikan pertolongan guna mencegah hal-hal yang

lebih buruk dan lebih berbahaya bagi penderita trauma kapitis.

Page 3: Referat Trauma Kapitis Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue

atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau

jaringan penunjang longgar dan pericranium.

Gambar 1. Lapisan Kranium

B. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari

beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio

temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak

rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan

deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis,

Page 4: Referat Trauma Kapitis Edit

fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan

serebelum.

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan

meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang

melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid

di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara

duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,

pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di

garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan

sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).

Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan

menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea

media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak

antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini

dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater

oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid

umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

3. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular

yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.

Page 5: Referat Trauma Kapitis Edit

Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang

masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.7

Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan

diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,

medula oblongata dan serebellum.

Gambar 2. Lobus-lobus Otak

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi,

fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik

dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital

bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medulla oblongata

terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan

keseimbangan.

Page 6: Referat Trauma Kapitis Edit

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi

sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju

ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam

sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya

darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan

CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi

dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa

kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

G. Perdarahan Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini

beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak

tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai

katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

2.2 ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a. Hukum Monroe-Kellie

Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang tidak elastik.

Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya

yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).

Vic = V br+ V csf + V bl

b. Tekanan Perfusi Serebral

Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intarkranial (ICP). Pada

seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat konstan selama MAP

berkisar 50-150mmhg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya autoregulasi dari arteriol yang akan

Page 7: Referat Trauma Kapitis Edit

mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi dalam upaya menjaga agar aliran darah ke otak

berlangsung konstan.

2.3 DEFINISI

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau

tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,

kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain Injury Assosiation of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan

cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari

suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi

peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada

tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan

tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena

kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas

antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak

bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa

otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan

(countercoup).

Page 8: Referat Trauma Kapitis Edit

Gambar 3. Coup dan countercoup

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul

sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan

neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah

terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur tengkorak basal

sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang

untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari

ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau

compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena

duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera. Frekuensi fraktura

tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi

yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko

hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang

tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali

pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya

fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan, tidak

peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.

Page 9: Referat Trauma Kapitis Edit

Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini

sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan

kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum,

menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma

dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun terakhir ini.

Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula

interna dan duramater. Paling sering terletak di regio temporal atau temporal parietal dan sering

akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial,

namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma

epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa

posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9%

dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak

segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya

masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas

dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20%

pada pasien koma dalam.

Hematoma Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid.

SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera

kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan

sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak.

Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari

hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari

hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi

yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.

Page 10: Referat Trauma Kapitis Edit

Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan

dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal,

walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara

kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat

zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam

beberapa hari. Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim)

otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan

pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling

sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan

(coup) atau pada sisi lainnya (countercoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi

dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

2.5 KLASIFIKASI

Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai

berikut :

1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.

2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,

3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

Page 11: Referat Trauma Kapitis Edit

Tabel 1. Glasgow Coma Scale

2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk

memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan

umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.16

Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala

ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.

Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing,

circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada

Page 12: Referat Trauma Kapitis Edit

penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting

untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. Tidak semua pasien

cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.

Indikasi rawat antara lain:

1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea

8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan

10. CT scan abnormal

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana

yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa

pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan

antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif.

Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan

patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:

1. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih

2. dari 20 cc di daerah infratentorial

3. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan

4. tanda fokal neurologis semakin berat

5. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

6. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

7. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.

8. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan

9. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

10. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

Page 13: Referat Trauma Kapitis Edit

Pembedahan

Indikasi operasi penderita trauma kapitis

1. EDH (Epidural Hematom)

a. Perdarahan > 40 cc dengan midline shifting pada daerah

temporal/frontal/parietal/ dengan fungsi batang otak masih baik.

b. > 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak

atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik

c. EDH progresif

2. SDH (subdural Hematom)

a. SDH luas (>40 cc / > 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.

b. SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.

c. SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi

batang otak masih baik.

3. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma.

a. Penurunan kesadaran progresif.

b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan napas (Cushing reflex).

c. Perburukan defisit neurologis fokal.

4. Fraktur impresi melebihi 1 (satu) diploe.

5. Frkatur kranii dengan laserasi serebri.

6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intrakranial)

7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangkan

operasi dekompresi.

Page 14: Referat Trauma Kapitis Edit

DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta, 2004, 1014-1016

Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com

Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New York, 2006, 22

Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 2002, 117 – 178

Page 15: Referat Trauma Kapitis Edit

Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis, http://iwansain.wordpress.com/2007