Download - REFERAT THT

Transcript
Page 1: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

BAB I

PENDAHULUAN

Pita suara sendiri terdapat pada laring (kotak suara). Pita suara ini memproduksi

suara ketika udara berada dalam paru dilepaskan dan melewati pita suara yang

tertutup, sehingga mengakibatkan pita suara tersebut akan bergetar. Paralisis pita

suara merupakan gangguan suara ketika salah satu ataupun kedua pita suara tidak

dapat membuka maupun menutup dengan semestinya. Paralisis pita suara adalah

suatu gangguan yang sering terjadi dan gejala klinisnya bervariasi, dari ringan

hingga mengancam nyawa penderita. Paralisis pita suara dapat mengakibatkan

masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin dalam bernapas serta menelan.1

Paralisis pita suara sendiri hingga kini masih menjadi masalah yang serius dalam

bidang THT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap sarafnya

bersifat permanen. Berbagai tindakan intervensi pun mulai dikembangkan untuk

meminimalkan kerusakan yang terjadi.1,2

Oleh karena itu, dalam referat ini kami akan membahas mengenai paralisis pita

suara secara menyeluruh, ditinjau dari anatomi dan fisiologi terbentuknya suara,

definisi paralisis pita suara, etiologi, patofisiologi, klasifikasi dan gejala klinis,

posisi pita suara, pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 1

Page 2: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi Terbentuknya Suara

II.1.1. Anatomi

II.1.1.1. Struktur Penyangga Laring

Laring adalah suatu struktur berbentuk tabung yang terbentuk dari

suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari otot, kartilago,

jaringan ikat. Laring menggantung dari tulang hyoid, yang

merupakan satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak

berartikulasi dengan tulang lain. Kerangka dari laring tersusun atas

3 kartilago yang berpasangan dan 3 kartilago yang tidak

berpasangan. Kartilago tiroid merupakan kartilago tidak

berpasangan yang terbesar dan berbentuk seperti sebuah perisai.

Bagian paling anterior dari kartilago ini sering menonjol pada

beberapa pria, dan biasa disebut sebagai “Adam’s apple”.

Kartilago tidak berpasangan yang kedua adalah kartilago krikoid,

yang bentuknya sering digambarkan sebagai sebuah “signet ring”.

Kartilago ketiga yang tidak berpasangan adalah epiglotis, yang

berbentuk seperti sebuah daun. Perlekatan dari epiglotis

memungkinkan kartilago tersebut untuk invert, sebuah gerakan

yang dapat membentuk untuk mendorong makanan dan cairan

secara langsung ke dalam esofagus dan melindungi korda vokalis

dan jalan pernapasan selama proses menelan.2

Ketiga kartilago yang berpasangan antara lain aritenoid,

kuneiformis, dan kornikulatus. Aritenoid berbentuk seperti piramid

dan karena mereka melekat pada korda vokalis, membiarkan

terjadinya gerakan membuka dan menutup dari korda vokalis yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 2

Page 3: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

penting untuk respirasi dan bersuara. Kuneiformis dan kornikulatus

berukuran sangat kecil dan tidak memiliki fungsi yang jelas.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 3

Diambil dari : www.netteranatomy.com 3

Diambil dari : www.netteranatomy.com 3

Page 4: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.1.1.2. Persarafan, Perdarahan dan Drainase Limfatik Laring

Terdapat dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan

sensorik dan motorik, yakni dua saraf laringeus superior dan dua

inferior atau laringeus rekurens. Saraf laringeus merupakan

cabang-cabang dari saraf vagus. Saraf laringeus superior

meninggalkan trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum,

melengkung ke anterior dan medial di bawah arteri karotis

eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang

sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna

menembus membran tirohiodea untuk mengurus persarafan

sensorik valekula, epiglotis, sinus piriformis, dan seluruh mukosa

laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing-

masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot

saja, yaitu otot krikotiroideus. Di sebelah inferior, saraf rekurens

berjalan naik dalam alur di antara trakea dan esophagus, masuk ke

dalam laring tepat di belakang artikulasio krikotiroideus, dan

mengurus persarafan motorik semua otot intrinsik laring kecuali

krikotiroideus. Saraf rekurens juga mengurus sensasi jaringan di

bawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea superior.

Perjalanan saraf rekurens kanan dan kiri yang berbeda juga

rnemperlihatkan jaras neural yang lebih tinggi dari persarafan

laring. Karena perjalanan saraf rekurens kiri yang lebih panjang

serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan

cedera dibandingkan saraf yang kanan.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 4

Page 5: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan

suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan

cabang-cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya

bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk

membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena

laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan

masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 5

Diambil dari: www. http://images.google.co.id/imgres 4

Page 6: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah

penting pada terapi kanker. Terdapat dua sistem drainase terpisah,

superior dan inferior, di mana garis pemisah adalah korda vokalis

sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang

buruk. Di sebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus

neurovaskular superior untuk bergabung dengan nodi limfatisi

superiors dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus.

Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi

pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat di depan krikoid dan

disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda

inferior, nodi suprakalvikularis dan bahkan nodi mediastinalis

superior.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 6

Diambil dari : http://images.google.co.id 5

Page 7: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.1.1.3. Muskulus

Otot yang melekat pada laring yaitu otot ekstrinsik dan otot

intrinsik laring.

Otot ekstrinsik

Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan luar laring, terbagi

menjadi:

1. Otot suprahioid

Berfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas

m. Digastrikus, m. Geniohioid, dan m. Stilohioid.

2. Otot infrahioid

Berfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas

m.omohioid, m. sternohioid dan m.tirohioid.

Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara

keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor.

Kelompok otot depresor terdiri dari mm.tirohioid, sternohioid,

dan omohioid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2

dan C3. Kelompok otot elevator terdir dari mm.digastrikus

anterior dan posterior, stilohioid, geniohioid dan milohioid

yang dipersarafi oleh nervus kranial V,VII dan IX. Kelompok

ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan

mengangkat laring dibawah dasar lidah.6

Otot intrinsik

Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara.

Otot instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan

mengontrol jalan udara pernafasan melalui laring, mengontrol

tahanan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu

fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama

proses menelan.6

m.krikotiroid terletak dipermukaan depan laring, antara sisi

lateral krikoid dan kartilago tiroid. Otot ini berfungsi untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 7

Page 8: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dan gerakan ini

memperbesar jarak antara kartilago tiroid dan kartilago

aritenoid, yang menumpang pada krikoid. Perlekatan anterior

dan posterior ligamentum vokalis terpisah makin jauh. Hasil

akhirnya adalah pemanjangan dan peregangan pita suara.6

Kontraksi m.krikoaritenoid posterior membawa prosesus

muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus

vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama

pita suara. m.krikoid lateral melakukan gerak adduksi pita

suara. M.tiroaritenoid eksterna bekerja untuk adduksi pita

suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas

suara. Sfingter glotis menarik kartilago aritenoid ke depan

untuk mengurangi tegangan ligamen vokalis dan memperbesar

ketebalan pita suara. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh

n.laringeal rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat

penyakit yang mengenai n.rekuren unilateral. Otot ini juga

menerima persarafan motorik dari n.laringeus superior.6

m.ariepiglotik bekerja untuk menutupi sfingter laring superior,

tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini

dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu

menggantikan fungsi pita suara asli.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 8

Page 9: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.1.2. Fisiologi

Laring merupakan organ penghasil suara, serta rnemiliki fungsi utama

lainnya untuk proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Suara adalah

bunyi yang dihasilkan bila udara paru diekspirasi melalui pita suara yang

agak berdekatan. Udara memaksa pemisahan pita suara sejati. Karena

akan mengurangi tekanan subglotis, maka pita suara tersebut akan

memantul untuk berdekatan lagi. Pengulangan cepat, 125 kali pada pria

dan 250 kali pada wanita akan menyebabkan vibrasi udara faring, yang

menimbulkan bunyi suara manusia.2

Nada dasar suara ditentukan oleh panjang dan ketegangan pita suara.

Nada bervariasi sesuai frekuensi vibrasinya. Kerasnya suara tergantung

atas tekanan yang terbentuk di bawah pita suara. Suara yang

dipancarkan laring membentuk huruf hidup. Huruf hidup berbeda

ditentukan cara faring dan rongga mulut membentuknya untuk

meresonansi suara.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 9

Page 10: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Tersedia mekanisme pengganti lainnya untuk membentuk kolom udara

yang bervariasi di faring. Pada keadaan tertentu, sebagai contoh pasien

dapat berbicara dengan medekatkan pita suara palsunya untuk

bervibrasi. Setelah laringiektomi, pasien dapat berbicara dengan

menelan udara ke esophagus dan membuatnya bervibrasi dengan

jaringan faringoesophagus.9

Suara diubah menjadi pembicaraan dengan cara menghentikan aliran

udara untuk membentuk konsonan. Produksi ucapan yang dapat

dipahami tergantung atas koordinasi neuromuskular antara korteks

motorik dan serebelum serta sistem otot faring, palatum, lidah dan bibir.

Alat-alat ini merupakan struktur yang menghentikan aliran udara.9

Bernyanyi memerlukan pembentukan nada dan volume pada glotis

yang terintegrasi harmonis, yang berhubungan dengan mekanika mulut

dan faring, serta sesuai dengan irama yag dikehendaki. Kualitas bunyi

pada suara, berbicara, dan terutama bernyanyi tergantung atas nada

tambahan yang terbentuk dalam laring. Hal ini merupakan perkalian

matematik frekuensi dasar struktur yang bervibrasi. Vibrasi pita suara

bersifat kompleks dan kombinasi berbagai vibrasi serta berbagai macam

nada tambahannya.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 10

Diambil dari: http://www.mayoclinic.org/voice-disorders/enlargeimage2545.html 8

Page 11: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.2. Definisi Paralisis pita suara

Paralis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk bergerak dan

berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf. Paralisis dapat

terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau

kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.1

II.3. Etiologi

Palisis yang terjadi pada pita suara dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi,

di antaranya: 9,10,11, 12, 13

Trauma bedah iatrogenik pada vagus atau n. laringeus rekuren, termasuk

bedah pada kepala, leher, atau dada. Khususnya, tiroidektomi,

endartektomi karotis dan bedah tulang belakang anterior.

Invasi malignan pada vagus atau n.laringeus rekuren dapat terjadi akibat

tumor pada basal tengkorak, kanker tiroid, kanker paru-paru, kanker

esofagus, dan metastasis pada mediastinum (seringkali akibat kanker

paru primer).

Pada kondisi neurologik tertentu seperti stroke, tumor otak, maupun

multiple sclerosis.

Kerusakan pada saraf yang mempersarafi daerah laring. Biasanya

dikarenakan tumor benigna maupun maligna, perlukaan di daerah

tersebut, infeksi virus, penyakit Lyme, maupun neurotoxin seperti

merkuri, arsenik, ataupun toksin difteria.

Intubasi endotrakeal

Idiopatik

II.4. Patofisiologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 11

Page 12: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya

yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi

penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis

pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika

berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah

satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak

maksimal. 9, 10, 11, 12

II.5. Posisi Pita Suara

Posisi pita suara yang lumpuh

Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala

klinik kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 12

Page 13: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Pada pemeriksaan klinik terdapat lima macam posisi pita suara 6

1. median

2. paramedian

3. intermedian

4. abduksi sedikit

5. abduksi penuh

Kelumpuhan pada posisi median dan paramedian.

Posisi ini biasanya sebagai tanda paralisis nervus rekurens laringeus yang

terbatas. kelumpuhan pita suara yang tepat digaris tengah sangat jarang, dan

posisi dengan bagian posterior pita suara kira-kira 1,5 mm lateral dari garis

tengah, lebih sering ditemukan.

1) Kelumpuhan unilateral diposisi median ditemukan pada paralisis nervus

rekurens yang telah berlangsung lama. Pada pemeriksaan, pita suara yang

lumpuh tampak agak atrofi dan letaknya sedikit lebih rendah daripada pita

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 13

Diambil dari: Buku penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. 2

Page 14: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

suara yng normal, tetapi pada fonasi tampaknya hampir normal. Aritenoid

pada sisi yang lumpuh condong kedepan. Gejalanya biasanya tidak jelas,

dan suara normal pada pembicaraan. Tetapi, suara yang memerlukan

perubahan tinggi nada yang luas, seperti pada waktu bernyanyi, akan

terganggu. Pada latihan jasmani yang berat, akan terdapat sesak nafas dan

stridor.6

2) Kelumpuhan unilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang

biasa terjadi pada kelumpuhan nervus rekurrens yang baru. Derajat

disfungsi sangat dipengaruhi oleh derajat kompensasi yang dicapai. Pada

pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita suara pada posisi paramedian.

Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan letaknya lebih

rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak

menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong.

Aritenoid tampak melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau

didepan aritenoid yang lumpuh, bila paralisis telah beberapa hari. Gejala

pada kasus yang tidak mengalami kompensasi pada paralisis paramedian

antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi memendek, volume suara

dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi kompensasi,

maka gejalanya berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi

normal kembali. Biasanya terdapat sedikit disfonia, dan pada beberapa

kasus tinggi nada meninggi abnormal (falsetto), oleh karena usaha

kompensasi untuk glotis yang lonjong itu. Biasanya pada orang tua tidak

terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.6

3) Paralisis bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa

ditemukan pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja terjadi.

Gejalanya sangat bervariasi pada tiap individu dan berupa dispnea dan

stridor. Disfonia berbanding terbalik dengan dispnea dan stridor. Disfonia

ditandai oleh suara mendesah yang lemah, agak parau, disertai gangguan

volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea tidak jelas pada

waktu istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan sedikit stridor

inspirasi dan sukar bernafas. Dengan memeriksa laring keadaan ini dapat

terungkap. Biasanyalebar glotis dikomisura posterior 3-4 mm. Pita suara

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 14

Page 15: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

biasanya agak melengkung lagi, serta pada ekspirasi dibagian superior

menggelembung.6

4) Paralisis bilateral pada posisi median dapat terjadi segera setelah cedera

pada keadaan nervus rekurens laringeus, atau dapat tertunda sampai 20

tahun. Gejala yang jelas ialah dispnea dan adanya stridor inspirasi. Pasien

cenderung untuk mengurangi kegiatannya dan tetap diam untuk

memperoleh oksigen yang cukup untuk kebutuhannya. Suatu infeksi

saluran nafas atas dapat menyebabkan sumbatan laring total, seperti juga

pada suatu rangsangan yang menyebabkan inspirasi dalam dengan tiba-

tiba. Sumbatan tiba-tiba pada inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara,

karena efek aerodinamik hembusan udara yang menerpa permukaan

superior pita suara dan mendorongnya ke medial. Oleh karena bahaya ini,

maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan, serta menghindari

kerja fisik atau rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien

menyangkal bahwa ada perubahan suara. Akan tetapi, fungsi suara yang

halus, seperti bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa ketika fonasi, laring

tampaknya normal, tetapi pita suara tidak dapat berabduksi dari posisi

digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga saluran nafas hanya berupa

celah tipis berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran nafas secara

subjektif adekuat, oleh karena perbedaan tinggi pita suara.6

5) Paralisis pita suara pada posisi intermedian biasanya disebabkan oleh

paralisis nervus rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi, yang

disebut paralisis gabungan. Mungkin disebabkan oleh paralisis bulbar atau

vagus atas, tetapi yang paling sering menyebabkan kerusakan saraf ganda

ini adalah cedera ketika melakukan tiroidektomi. Paralisis yang hanya

mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi ini. Hal ini sangat

mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis nervus

rekurens akut yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan

kelumpuhan pita suara yang awalnya pada posisi intermedian. Posisi

intermedian ini biasanya untuk sementara, dan pita suara akan berpindah

kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada beberapa kasus,

setelah beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 15

Page 16: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

glotis, suara lemah, mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas

pendek karena udara nafas banyak pada waktu berbicara. Pada mulanya

kebanyakan pasien mengalami disfagi dan aspirasi pada waktu menelan,

tetapi pada kebanyakan kasus terjadi kompensasi. Beberapa pasien,

teruatama orang tua, gejalanya menetap karena kompensasi tidak adekuat.

Pada pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh kira-kira 3,5

sampai 4 mm dari garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih

terdapat celah glotik seluas 1 sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa

kasus paralisis gabungan, aritenoid prolaps kenaterior tidak sejelas yang

terjadi pada posisi median dan paramedian. Kompensasi terjadi dalam dua

bentuk:

- Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita

suara yang lain.

- Pita suara palsu mengambila alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter,

dan terjadilah disfonia plika ventrikularis.

Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap,

karena hal ini biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus

atas, yang tidak memungkinkan untuk terus hidup.6

6).Paralisis pita suara dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat

terjadi oleh karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi

tidak terjadi kelumpuhan flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan

itu cenderung bilateral dan gejalanya sama dengan kelumpuhan pada

posisi intermedian, tetapi lebih jelas.6

7).Kelumpuhan yang menyebabkan hilangnya ketegangan pita suara dan

celah glotik miring serta aritenoid agak prolaps dan sedikit berputar ke

medial, disebabkan oleh paralisis cabang eksternal nervus laringeus

superior. Pada keadaan ini terdapat kesukaran mempertahankan,

menaikkan dan mengatur tinggi nada. Kelumpuhan ini umumnya

unilateral dan tidak jarang terjadi.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 16

Page 17: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.6. Klasifikasi dan Gejala Klinis

II.6.1. Paralisis Pita Suara Unilateral

Pasien dengan paralisis pita suara unilateral biasanya bermanifestasi

klinis dengan adanya disfonia low-pitched, suara terasa berat dan

lemah, yang terjadi secara tiba-tiba. Dalam beberapa kasus, disfonia

dapat high-pitched karena adanya kompensasi falsetto. Seringkali,

paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya dengan cairan,

karena adanya ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan aspirasi.

Hal ini terjadi jika paralisis pada n.laringeal superior dan kedua

n.laringeal rekuren. Kadang-kadang, perubahan suara akan disertai

dengan batuk saat proses menelan, terutama ketika meminum cairan.

Manifestasi lanjut menyebabkan anestesia pada faring, sehingga

pasien mengalami disfagia dan meningkatnya resiko terhadap

aspirasi. Pasien dengan paralisis pita suara unilateral seringkali

memiliki gejala napas pendek atau perasaan kekurangan udara.

Pengaruh fisiologikal negatif pada fungsi pulmoner sangat jarang

terjadi pada pasien dengan paralisis pita suara. Bagaimanapun, karena

ketidakmampuan glotis, pasien akan mengalami kekurangan udara

yang signifikan dan, akan mengalami sensasi napas menjadi pendek

dan keluarnya udara selama berbicara. Sebagai tambahan, penutupan

glotis diperlukan oleh individu untuk menciptakan tekanan ekspirasi

akhir positif (PEEP). Dengan demikian, beberapa pasien postoperatif

dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner karena

hilangnya PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.9,10

Paralisis Laringeal Rekurens Unilateral

Paralisis ini terjadi akibat terganggunya nervus vagus ataupun karena

adanya kerusakan pada nervus laringeal rekurens. Paralisis pita suara

terjadi pada posisi paramedian. Paralisis pita suara kiri lebih sering

terjadi daripada paralisis pita suara kanan. Kebanyakan paralisis pita

suara dikarenakan efek samping dari pembedahan.11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 17

Page 18: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Paralisis Komplit Nervus Vagal Unilateral

Paralisis komplit vagal unilateral ini terjadi karena proses

pembedahan misalnya pada pembedahan bagian bawah tengkorak.

Penyebab lainnya karena gangguan neurologik seperti multiple

sclerosis, siringomelia, dan encefalitis. Infark brainstem, inflamasi

maupun proses malignansi juga menjadi kausa lainnya dalam paralisis

komplit vagal unilateral ini.11

II.6.2. Paralisis Pita Suara Bilateral

Pada paralisis pita suara bilateral keluhan khas yang sering timbul

adalah hilangnya suara secara tiba-tiba biasanya setelah operasi

tiroidektomi total atau paratiroidektomi. Suara menjadi lemah untuk

beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara menjadi seperti ”Mickey

Mouse” untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik

hingga hampir normal atau suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat

diprediksi dengan adanya suara yang tidak biasanya pada waktu yang

tidak terduga. Lalu pernapasan menjadi berat dengan adanya latihan.

Terdapat episode dimana pasien tidak dapat bernapas, sering akibat

spasme laring, suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang

berusaha untuk bernapas. Seringkali terdapat suara yang sangat

berisik pada malam hari.9, 10, 11, 12, 14

Karakter pasien dengan trauma n.laringeal rekuren bilateral

Suara buruk pada awal penyakit. Seringkali menerima rekomendasi

ahli bedah untuk menunggu dan melihat selama 6 bulan hingga satu

tahun 11, 12, 13

Seringkali suara yang baik terdapat pada fase pemulihan

Atau sebuah suara yang baik tetapi menghilang dalam

penggunaan

Skala keaktifan berbicara: seluruh tingkatan

Kemampuan vokal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 18

Page 19: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Penemuan ini akan bergantung pada keputusan yang besar ketika

dilakukan pada saat penyakit ada disaat waktu pemeriksaan.

Suara berbicara

o Awal: berbisik

o Akhir: jelas tetapi beberapa suara tampak keluar tanpa kontrol

dari pasien secara langsung

Suara teriakan

o Awal: luffing sound (asinkronisasi vibrasi seperti sebuah layar

terpukul oleh angin) pada saat fonasi keras pada nada rendah

o Akhir: teriakan yang bagus saat fase pemulihan

Waktu maksimal fonasi

o Awal: berkurang dengan jelas saat anchor pitch (seringkali

kurang dari 10 detik)

o Akhir: normal

Pitch range

o Obligate flasetto (ketidakmampuan fisik untuk berfonasi

dibandingkan flasetto yang ada). Hal ini merupakan fase

”Mickey Mouse”. Hal ini berlawanan dengan trauma pada

n.laringeal superior dimana tiroaritenoid dan krikoaritenoid

lateral memiliki tonisitas pada nada rendah tetapi krikotiroid

tidak mampu menediakan tonisitas tambahan untuk

meningkatkan nada. Disini krikotiroid merupakan otot utama

yang kurang lebih membantu pita suara.

Suara vegetatif – batuk

o Awal: batuk nonperkusif.

o Akhir: suara mungkin terdengar seperti anjing yang sakit

setelah pita suara gagal untuk berelaksasi setelah penutupan

awal.

Paralisis Nervus Laringeal Rekuren Bilateral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 19

Page 20: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,

terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah

karena pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.11

Paralisis Komplit Nervus Vagal Bilateral

Paralisis ini biasanya melibatkan nervus kranialis, yakni nervus

glosofaringeus dan nervus hipoglosus. Pada paralisis ini terjadi

imobilasasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi intermediate

dengan pelebaran celah glotis.11

II.7. Pemeriksaan

Untuk menunjang diagnosis paralisis pita suara, maka dilakukan beberapa

tahapan pemeriksaan di antaranya adalah: 13, 14

Anamnesa dan pemeriksaan fisik termasuk pendengaran terhadap

suara dan jalan napas bergantung pada riwayat gejala yang ada.

Pemeriksaan penunjang

Pencitraan

Karena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka

diperlukan tambahan tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk

itu maka dapat digunakan X-ray, MRI maupun CT-scan.

Endoskopi

Dilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada

monitor agar bisa terlihat salah satu atau kedua pita suara yang

terkena.

Laringeal elektromiografi

Dalam pemeriksaan ini dilakukan pemasukkan jarum kecil ke

dalam otot pita suara dan digunakan untuk menemukan kelainan

yang terjadi serta langkah terapi selanjutnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 20

Page 21: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

II.8. Penatalaksanaan

Ada beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain: 13

1. Medikasi

Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta

seperti refluks gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal

alergi (antihistamin).

2. Voice therapy

Terapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi

pembedahan. Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena

dalam beberapa kasus suara dapat kembali normal tanpa terapi pada tahun

pertama terjadinya kerusakan sehingga tidak memerlukan pembedahan,

jika pasien tidak bisa atau menolak pembedahan.

Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada

saat pre-operatif 1-2 sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-

operatif dapat menurukan muscle tension dysphonia (MTD) sekunder dan

untuk terapi post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan, koordinasi,

dan daya tahan otot.

3. Pembedahan

Pembedahan untuk terapi paralisis pita suara dapat dikategorikan sebagai :

a. Temporary

Dengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi

pada pita suara yang rusak, di samping otot thyroaritenoid di

rongga paraglotis. Dan hasilnya adalah medialisasi dari pita suara

yang paralisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas suara dan

meningkatkan fungsi menelan. Ada banyak materi injeksi yang

dapat digunakan, antara lain :

1. Radiesse voice gel

2. Asam Hialuronik

3. Cymetra

4. Gelfoam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 21

Page 22: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

5. Zyplast/Zyderm

b. Permanen

Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework

surgery. Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama

dengan yang injeksi temporary, hanya materialnya yang berbeda,

untuk injeksi permanen ini digunakan material yang lebih

permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.

Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk

injeksi permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi

kriteria standar untuk terapi jangka panjang pada paralisis pita

suara.

Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty

adalah medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal

dan dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil

dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui

jendela insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita

suara yang paralisis. Implan yang biasa dipakai adalah silastic

block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex penggunaannya sangat

meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena kemampuannya

untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur

pembedahan dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik

oleh tubuh.

Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal

framework surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago

arytenoids, disebut “arytenoid adduction”, dengan melakukan

jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago arytenoids dan

menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi

pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat mengembalikan

panjang dan ketegangan dari pita suara yang paralisis dan untuk

memedialkan glottis posterior.

Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini,

dengan ”arytenoid adduction” dan medialisasi laringoplasty

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 22

Page 23: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

disebut dapat memaksimalkan rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti

karena fungsi dari medialisasi laringoplasty adalah mengembalikan

posisi dan menebalkan pita suara yang paralisis dan arytenoid

adduction untuk mengembalikan ketegangan dan panjang dari pita

suara yang paralisis.

II.9. Prognosis

Hasil dari terapi pada paralisis pita suara adalah sangat baik. Kebanyakan

pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan

dengan minimal atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan

berbicara sehari-hari. Tetapi untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa

dengan sempurna, karena kemampuan pita suara sudah terbatas.13, 14, 15

II.10. Komplikasi

Komplikasi dari terapi pembedahan adalah suara yang kurang baik, kesulitan

bernafas, dan migrasi dari implan. Pada saat pembedahan yang mencakup

manipulasi dari saluran nafas, faktor seperti hematoma, edema dapat

menyebabkan kesulitan bernafas, dan untuk mencegah dari komplikasi ini

maka pada saat operasi harus dilakukan dengan tepat dan sangat hati-hati

serta dengan pemberian kortikosteroid pre dan post-operatif, dan resiko akan

lebih besar jika proses pembedahan adalah bilateral.13, 16

Walaupun pembedahan sangat penting jika ada disfagia, kebanyakan

pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas suara, dan jika tidak ada

perbaikan kualitas suara, maka terjadi komplikasi saat prosedur. Sering

kualitas suara yang buruk atau tidak ada perbaikan setelah operasi dapat

diperbaiki dengan pengulangan medialisasi laringoplasty dengan atau tanpa

arytenoid adduction.13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 23

Page 24: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

Dan sebab yang paling sering menyebabkan kualitas suara yang buruk

setelah operasi adalah kesalahan penempatan implan, penempatannya terlalu

kearah anterior/superior, implan terlalu kecil/besar. Hal ini dapat

menyebabkan edema intraoperatif, dapat dicegah dengan penggunaan

kortikosteroid untuk meminimalkan edema sebelum dapat dilakukan

kembali penggantian implan. Migrasi dari implan dapat terjadi post-operatif,

baik kearah medial saluran nafas atau ke arah lateral ke leher.13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 24

Page 25: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

BAB III

KESIMPULAN

1. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat

membuka ataupun menutup dengan semestinya.

2. Paralisis pita suara disebabkan oleh disfungsi dari nervus vagus dan nervus

laringeal rekurens.

3. Etiologi paralisis pita suara di antaranya karena trauma bedah iatrogenik,

invasi malignansi pada saraf, kondisi neurologic tertentu, kerusakan pada

saraf, intubasi endotrakeal, maupun idiopatik.

4. Paralisis pita suara dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral.

5. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

6. Penatalaksanaan dapat dilakukan melalui penggunaan medikasi, voice therapy,

maupun pembedahan.

7. Pada saat paralisis ini dapat diterapi dengan baik, dapat memperbaiki kualitas

hidup dari penderita.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 25

Page 26: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:

http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/vocalparal.htm#1. Diakses pada: 10

Agustus 2009.

2. Adams GL, Boies Jr LR, Highler PA. Boies: Buku Ajar Penyakit THT edisi 6.

1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Cartilages of larynx. Tersedia dari: www.netteranatomy.com. Diakses pada:

10 Agustus 2009.

4. Laringeal recurrent nerve pictures. Tersedia dari:

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.kardiologija.net/

kardiologija/Da_li_znate/Fotografije/Aorta.jpg. Diakses pada: 11 Agustus

2009.

5. Laringeal innervations. Tersedia dari: http://images.google.co.id. Diakses dari:

11 Agustus 2009.

6. Ballenger JJ, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher ed.13.

1994. Jakarta :Binarupa Aksara.

7. J. Dance Jr, Milton. Anatomy and Physiology of the Voice. 1999. Tersedia

dari: http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm. Diakses

pada: 12 Agustus 2009.

8. Voice Disorder. Tersedia dari:

http://www.mayoclinic.org/voice-disorders/vocalcordparalysis.html. Diakses

pada: 8 Agustus 2009.

9. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorokan. 1986. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

10. Snow Jr JB, Ballenger JJ, Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck

Surgery 16th ed. 2003. Spain: BC Decker Inc.

11. Lalwani AK, Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology 2nd Ed.

2008. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.

12. Paparela MM, Shumrick DA, Otolaryngology Head and Neck vol.3.

Philadelphia: W.B Saunders Company.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 26

Page 27: REFERAT THT

Paralisis Pita Suara Erwin Theodore, S.Ked.Revi Mianti, S.Ked.

Novian Sollina Eoh, S.Ked.

13. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:

http://emedicine.medscape.com/article/863779-overview. Diakses pada: 31

Juli 2009.

14. Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:

http://www.ent.ufl.edu/files/conditions/vocal_fold_paralysis.pdf. Diakses

pada: 8 Agustus 2009.

15. Fact Sheet: Vocal Cord Paralysis. Tersedia dari:

http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm. Diakses

pada: 10 Agustus 2009.

16. Jones NG. Bilateral Vocal Cord Paralysis in Children. Tersedia dari:

http://www.bcm.edu/oto/grand/22792.html. Diakses pada: 10 Agustus 2009.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan TenggorokanRSMC – FK UPHPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2009 Page 27