BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Retina merupakan salah satu bagian dari mata yang fungsinya sangat
penting dan terletak di belakang mata dan terhubung ke otak. Hal ini terdiri dari
jutaan sel-sel peka cahaya yang dikenal sebagai sel fotoreseptor. Sel-sel
fotoreseptor memiliki fungsi penting dari transmisi impuls listrik ke otak untuk
memungkinkan melihat untuk mengambil tempat.
Ketika melihat sebuah benda, cahaya dari objek yang bergerak pada kornea,
kemudian melewati aqueous humor, pupil, lensa dan vitreous humor untuk
mencapai retina. Selama bagian ini, cahaya menjadi difokuskan ke makula. Pada
makula, cahaya menyebabkan reaksi kimia dalam sel kerucut, yang akibatnya
mengirim pesan listrik dari mata ke otak. Otak menerima pesan-pesan dan
menunjukkan bahwa objek tertentu telah terlihat. Sel kerucut bertanggung jawab
agar mampu mengenali warna dan membaca.
Sel batang sangat penting untuk melihat dalam gelap, dan untuk mendeteksi
benda-benda ke samping, atas dan bawah objek secara langsung terfokus. Semua
sel-sel retina (batang dan kerucut) mendapatkan oksigen dan nutrisi lain dari sel-sel
pigmen retina (epitel), yang disimpan oleh jaringan yang kaya pembuluh darah di
koroid tersebut.
Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina menyebabkan gangguan yang
dinamakan retinal dystrophies, salah satu bentuk retinal dystrophies adalah retinitis
pigmentosa. Retinitis pigmentosa (RP) merupakan jenis kebutaan yang disebabkan
oleh kelainan pada sel-sel fotoreseptor. Pada retina, degenerasi dapat terjadi pada
sel-sel fotoreseptor, yang dapat menyebabkan antara lain retinitis pigmentosa (RP).
RP adalah penyakit mata keturunan. Pada pasien RP, degenerasi sel fotoreseptor
terjadi secara bertahap menyebabkan hilangnya penglihatan secara progresif.
Dalam RP ada kerusakan sel-sel dalam retina yang menangkap cahaya, yang
dikenal sebagai kerucut dan batang. Seiring waktu, sel-sel ini perlahan-lahan
berhenti bekerja dan visi memburuk. Salah satu tanda-tanda pertama RP bli , atau
adaptasi lambat untuk cahaya redup. Sebagai RP berlangsung, orang
mengembangkan visi terowongan, yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya
lengkap penglihatan.
Berdasarkan visual impairment and Blindness, Retinitis Pigmentosa
merupakan salah satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia
produktif. Retinitis Pigmentosa merupakan merupakan distrofi pigmen retina
primer, merupakan kelainan heriditer yang kelainannya lebih menonjol pada rods
dari pada cone. Kebanyakan diturunkan secara autosomal resesif, diikuti dengan
autosomal dominan dan paling sedikit diturunkan melalui X-liked resesif.
Dalam kebanyakan kasus, gangguan ini terkait dengan gen resesif, gen yang
diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi gen
dominan dan gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis
pigmentosa.
Jumlah penderita RP diperkirakan memiliki rasio 1 dari 5000 penduduk di
seluruh dunia. gejala klinis umumnya timbul pada masa dewasa muda (young
adulthood) usia 20-30 tahun. meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-
kanak (infancy) hingga pertengahan usia 30-an sampai 50-an. Dokter dapat melihat
tanda-tanda pertama retinitis pigmentosa pada anak-anak yang terkena dampak
sejak usia 10. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis mutasi gen (perubahan
gen) dapat mengirim pesan yang salah pada sel-sel retina yang menyebabkan
degenerasi progresif mereka.
Sebuah populasi multicenter studi oleh Grover et al pasien dengan RP yang
setidaknya 45 tahun atau lebih ditemukan temuan sebagai berikut: 52% memiliki
visi 20/40 atau lebih baik dalam setidaknya satu mata, 25% memiliki visi 20/200
atau lebih buruk, dan 0,5% tidak punya persepsi cahaya
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan yang paling sesuai untuk
mengatasi kedua kondisi kebutaan tersebut. Walaupun demikian, penelitian telah
menunjukkan kemajuan dalam pengembangan beberapa terapi yang dapat
digunakan.
B. TUJUAN PENULISAN
Pada referat kali ini penulis akan mencoba membahas tentang retinitis
pigmentosa. Berbagai etiologi yang mendasarinya, mekanisme patofisiologi, cara
mendiagnosis dan penatalaksanaan retinitis pigmentosa dari berbagai sumber yang
ada. Referat kali inidiharapkan berguna bagi mahasiswa kedokteran untuk
memperkaya khasanah ilmu ofltalmologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina
membentang kedepan hamper sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di
tepi oraserata. Pada orang dewasa oraserata berada di sekitar 6,5 mm di belakang
garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpu dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid dan sclera.
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut :
1. Membrane limita interna, merupakan membrane hyaline antara retina dan
badan kaca
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrane limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut. Lapis
fotoreseptor merupakan lapisan terluar retina yang terdiri dari sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemi dan
iskemi serta merah pada hipereminya.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi
pada retina dalam.
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada oraserata dan 2,3 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula yang merupakan
daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang
berdiameter 1,5 mm. ditengah macula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus
optikus terdapat fovea yang merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan
khusus jika dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah fovea
dimana sel fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina yang
paling tipis.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabang-
cabang arteri sentralis retina. Khoriokapilaris memvaskularisasi sepertiga luar
lapisan retina, termasuk lapisan pleksiformis lapisan luar dan lapisan inti luar,
fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina sedangkan cabang-cabang arteri
sentralis retina memvaskularisasi 2/3 sebelah dalam retina.
B. DEFINISI RETINITIS PIGMENTOSA
Retinitis pigmentosa adalah nama dari sekelompok dystrophies retina yang
menyebabkan degenerasi retina mata. Retinitis pigmentosa adalah penyakit mata
yang individu sejak lahir. Kata "retinitis" berasal dari "retina" (bagian dari mata)
dan "itis" (penyakit). Ini adalah penyakit retina, meskipun tidak satu menular. Kata
"pigmentosa" mengacu pada perubahan warna terkait retina, yang menjadi terlihat
pada pemeriksaan mata (www.retinaaustraliansw.com).
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan
(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang
berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam
hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan
penglihatan sentral (central vision loss).
C. INSIDEN
Insidensi retinitis pigmentosa terjadi pada sekitar 1 orang per 5000
penduduk, pada seluruh penduduk dunia.
Umur: gambaran progresifitas lambat pada anak-anak, sering mengakibatkan
kebutaan pada pertengahan usia lanjut.
Ras: penyakit ini dapat ditemukan pada semua ras.
Suku Bangsa: laki-laki lebih sering ditemukan dari pada perempuan dengan
perbandingan 3:2.
Lateraliti: sering ditemukan bilateral dan efeknya sama pada ke dua mata.
D. PENYEBAB
Penyebab terjadinya retinitis pigmentosa sebagai berikut :
Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod).
Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang berbeda.
Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
Di United States, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh
mutasi pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red
photopigment), Rhodopsin adalah protein receptor yang terdapat pada
membran sel-sel rod retina. Fungsinya sebagai receptor cahaya pada proses
pengantaran sinyal visual yang normal. Oleh karena itu, kerusakan struktur nya
akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja dari protein receptor ini. sekitar
15% kasus ini merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus RP
autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase,
suatu protein penting pada phototransduction cascade.
Frequency of autosomal dominant retinitis pigmentosa mutations found in the
autosomal dominant retinitis pigmentosa cohort by gene. Gene abbreviations:
rhodopsin (RHO); peripherin 2 (PRPH2); pre-mRNA processing factor 31
homolog (PRPF31); retinitis pigmentosa 1 (RP1); pre-mRNA processing factor
8 homolog (PRPF8); inosine monophosphate dehydrogenase 1 (IMPDH1);
retinitis pigmentosa GTPase regulator (RPGR); nuclear receptor subfamily 2,
group E, member 3 (NR2E3); pre-mRNA processing factor 3 homolog
(PRPF3); topoisomerase I-binding arginine-serine rich gene (TOPORS); cone-
rod otx-like photoreceptor homeobox transcription factor (CRX); retinal outer
segment membrane protein 1 (ROM1). Testing identified mutations in 60% of
our autosomal dominant retinitis pigmentosa cohort of 215 families. Mutations
have yet to be identified in the remaining 40%. (www.molvis.org).
Retinitis pigmentosa biasanya diwariskan. Semua jenis retinitis pigmentosa
diwariskan, tetapi dalam cara yang berbeda
o ada retinitis pigmentosa autosomal dominan, orangtua yang terkena bisa
punya anak yang terkena dampak dan tidak terpengaruh.
o Pada retinitis pigmentosa autosomal resesif, tidak terpengaruh orang tua
dapat memiliki anak-anak baik yang terkena dampak dan tidak
terpengaruh. Dalam jenis ini, tidak ada sejarah keluarga sebelumnya
retinitis.
o Dalam x-linked retinitis pigmentosa, cacat ini terkait dengan kromosom
X.. Dengan demikian, beberapa laki-laki dalam keluarga akan memiliki
retinitis, sedangkan perempuan akan menjadi pembawa terpengaruh dari
sifat genetik.
(www.tree.com)
E. PATOFISIOLOGI
RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif,
biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek genetik
menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel batang;
sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal pigment epithelium (RPE) dan
fotoreseptor sel kerucut. Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus
gen dapat menyebabkan RP.
perubahan histopatologi di RP telah didokumentasikan dengan baik, dan
baru-baru ini, perubahan histologis spesifik yang terkait dengan mutasi gen tertentu
yang dilaporkan. Jalur akhir yang umum tetap fotoreseptor kematian sel oleh
apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah
pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti
hilangnya fotoreseptor batang. Ini terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan
retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan memiliki inti
menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung lebih
buruk di retina inferior, dengan demikian menunjukkan peran paparan cahaya.
Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel
fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan
di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen luar semakin
memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di mid
perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan apoptosis sel dengan
penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer). Dalam banyak kasus,
degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu menyarankan suatu
peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).
Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas
fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan
(vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina,
maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi
(peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang dengan
pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan sel. Proses
ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis atau keluhan yang sering dialami oleh penderita retinitis
pigmentosa sebagai berikut :
Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007):
1. Sukar melihat di malam hari.
Buta senja: merupakan karakteristik yang terjadi pada beberapa tahun
sebelum adanya kelainan-kelainan pada retina dengan adanya
perubahan. Penglihatan retina, ini menunjukkan terjadinya degenerasi
pada rods. Adaptasi gelap, peninggian light treshold pada perifer retina,
walaupun proses adaptasi gelap itu sendiri menyerang sangat lambat.
2. Lapang penglihatan menyempit.
Annular atau ring-shaped Scotoma, adalah tanda khas yang
menunjukkan adanya degenerasi pada daerah equatorial retina. Seperti
perjalanan penyakitnya, skotoma meningkat pada pada anterior dan
posterior dan selanjutnya terjadi pada penglihatan kspasien mengalami
kebutaan.
3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):
1. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
2. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
3. Dapat berkembang menjadi kebutaan.
Menurut Myron Yanoff (1998):
1. Decreased night vision (nyctalopia) dan decreased color vision
2. Kehilangan penglihatan perifer (loss of peripheral vision)
3. Penglihatan kabur (blurry vision)
4. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule
formation" di retina perifer
5. Terdapat area atrofi pigmen retina
6. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar
attenuation)
7. Optic nerve "waxy" pallor
8. Pigmented cells di vitreous
9. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification
10. Cystoid macular edema
11. Epimacular membrane
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007)
mengusulkan lima hal khas pada RP:
1. Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness,
mooneye).
Ini merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai
hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP. Pasien biasanya
mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari tau di tempat yang
gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan yng cahayanya
kurang terang (contoh: di gedung bioskop). Pasien juga merasa kesulitan
untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi berdebu, atau
berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu yang lebih lama
untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic).
Bagaimanapun juga, beberapa pasien memerhatikan hal ini dan
melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision). Pasien biasanya
mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja, kursi, dll).
Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan perifer
(peripheral vision), misalnya: tenis, basket. Kehilangan penglihatan (loss of
vision) biasanya tanpa disertai rasa sakit (painless) dan berkembang secara
perlahan.
3. Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar kecil atau
kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu sebagai
cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering), berkedip-
kedip (blinking).
4. Riwayat dan silsilah keluarga (family history with pedigree) dan
pemeriksaan anggota keluarga yang teliti dapat sangat membantu.
5. Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui
adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.
\
Gambar A
Penglihatan normal
Gambar B
Penglihatan pada retinitis pigmentosa
G. PEMERIKSAAN
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita retinitis pigmentosa, selain
dari anamnesis maka diperlukan juga pemeriksaan penunjang, antara lain sebagai
berikut :
1. Funduskopi
Perubahan pigmentasi retina, ini adalah bentuk perivaskular yang khas dan
mirip dengan bentuk bone corpuscule. Pada mulanya perubahan ini
ditemukan hanya pada daerah equatorial dan kemudian menyebar diantara
anterior dan posterior. Penyempitan arterior retina dan menjadi seperti
benang pada stadium akhir. Optik disk menjadi pucat dan keruh pada
stadium akhir dan akhirnya berturut-turut menjadi atrofi optik. Perubahan-
perubahan lainnya yang terlihat seperti koloid bodies, sklerosis khoroidal,
CME, atrofi atau cellophane makulopati.
o Pada retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal
RP.
o Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian
perifer retina.
o Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi
saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan.
o Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
o Gambaran Fundus pada RP:
Bone spicules
Terdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation
dalam pola yang karakteristik.
Optic nerve waxy pallor
Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina
Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)
2. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan
diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan
dengan tes ini.
3. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan
diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel
batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk
kerusakan photoreceptor yang ringan.
Perubahan elektrofisiologikal tampak lebih cepat pada penyakit ini sebelum
tanda-tanda sebelum tanda-tanda subyektif atau tanda-tanda obyektif
(perubahan fundus). ERG sub-normal atau EOG tidak tampak light peak.
4. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang
menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat
ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada
pasien RP.
Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan
mudah mendeteksi perubahan progressive visual field.
5. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien
tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
6. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
7. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
Keterangan : gambar diatas menunjukkan lapisan jaringan retina dengan
menggunakan high-resolution microscope. Gambar kiri menunjukkan retina yang
normal, sedangkan gambar kanan menunjukkan keadaan retina yang terkena
retinitis pigmentosa (www.nei.nih.gov/eyeonnei).
H. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Sebagian besar pengobatan tidak berhasil, sampai saat ini belum ada
pengobatan yang efektif untuk penyakit ini. Tujuan terapi antara lain :
1. Evaluasi terhadap penghentian progresifitas perjalanan penyakit yang telah
dicoba dari tahaun ke tahun, termasuk: vasodilar, ekstrak plasenta,
tranplantasi otot rektus ke dalam rongga suprakoroid, light exclusion
therapi, terapi ultrasonik, terapi akupuntur. Belum lama ini, Vitamin A dan
E telah direkomendasikan untuk mengontrol progresifitas.
2. Low vision aids (LVA) dalam bentuk magnifying glasses, dan night vision
device, mungkin dapat membantu.
3. Rehabilitasi pasien yang berpengaruh terhadap dirinya seperti latar
belakang sosial ekonomi.
4. Profilaksis, konseling genetik untuk tidak menikah dengan keturunan yang
sama untuk menghindari diturunkannya insiden penyakit ini. Selanjutnya
bagi yang sudah menikah dianjurkan untuk tidak mempunyai anak.
Penatalaksanaan penyakit retinitis pigmentosa sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007) menganjurkan pemberian vitamin A larut-
air 10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan
tambahan diet dengan Zinc.
2. Menurut Myron Yanoff (1998) menyarankan obati/hilangkan penyebab pokok
(underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik. Berikanlah
suplemen vitamin E, C, dan karoten.
3. Beberapa pilihan terapi menurut David G Telander (2007)
o Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.
o Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
o Docosahexaenoic acid (DHA), DHA merupakan omega-3
polyunsaturated fatty acid dan antioxidant.
o Acetazolamide
Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal,
kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah
membatasi penggunaannya.
o Lutein/zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat
diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein dapat
melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral
telah terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari
telah direkomendasikan.
o Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
o Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada
bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.
o Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif. Namun belum ada
studi kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien
RP.
o Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya: Cataract extraction.
Bedah katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later
stages) RP. Penggunaan perioperatif kortikosteroid
direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid macular
edema.
4. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti
lebih lanjut adalah:
Growth factors
Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil
memperlambat degenerasi retina.
Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
Retinal prosthesis ( = phototransducing chip,subretinal microphotodiodes)
terapi gen (gene therapy)
steam cell
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditemukan pada penyakit retinitis pigmentosa antara
lain :
1. Penurunan penglihatan (decreased vision)
2. Katarak
3. Cystoid macular edema
4. Drusen in the optic nerve head
Masalah Lain yang Perlu Dipertimbangkan:
1. Infeksi: TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus
infection, dan herpes simplex); congenital rubella; syphilis.
2. Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus
flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti
syndrome, pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.
3. Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis
4. Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)
5. Inflamasi: serous uveitis
6. Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia
J. DIAGNOSIS BANDING
1. Sifilis
2. Rubela kongenital
3. Defisiensi vitamin A
4. Intoksikasi fenotiazin
5. Resolusi ablasi retina eksudatif
6. Toxic retinopathy secondary to phenotiazines
7. Resolution of an old retinal detachment (serous or rhegmatogenous)
8. Choroideremia
9. End-stage Stargardt's disease
10. Gyrate atrophy
11. Congenital stationary night blindness
12. Diffuse unilateral neuroretinitis
13. ARMD nonexudative
14. Best disease
15. Keracunan (toxicity) chloroquine/ hydroxychloroquine
16. Chorioretinopathy (central serous)
17. Chronic progressive external ophthalmoplegia
18. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute
19. Juvenile retinoschisis
BAB III
KESIMPULAN
1. Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan
(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer
yang berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan
melihat di malam hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang
menimbulkan kehilangan penglihatan sentral (central vision loss).
2. Retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang bersifat herediter
(keturunan). Pola pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20%
autosomal recessive, dan 5-10% X-linked.
3. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap atau "protective eyewear dengan
ultraviolet absorbing lenses" akan membantu pasien.
4. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan dan
vocational rehabilitation.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
pp.225-6.
Simon C, Everitt H, Kendrick T. 2006. Oxford Handbook of General Practice.
Second Edition. Oxford University Press. pp.945.
Hartono, Suhardjo. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi Pertama. Jogjakarta : Bagian
Ilmu Penyakit Mata FK UGM.
Telander DG. 2007. Retinitis Pigmentosa. http://www.emedicine. com/oph/
TOPIC704.HTM
Yanoff M. 1998. Ophthalmic Diagnosis and Treatment. Philadelphia : Current
Medicine. pp.210-211.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22961/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada 1 Juni 2013.
www.nei.nih.gov/eyeonnei diakses pada 1 Juni 2013.
www.tree.com diakses pada 1 Juni 2013.
www.molvis.org diakses pada 1 Juni 2013.
http://www.news-medical.net diakses pada 1 Juni 2013.
http://emedicine.medscape.com/article/1227488-overview#a0104 diakses pada 1
Juni 2013.
Top Related