Download - Referat Penyakit Trofoblas Gestasional

Transcript

Bab I

Pendahuluan

Penyakit trofoblastik gestasional (PTG) adalah suatu spektrum dari dua kondisi

premaligna yaitu; partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, hingga tiga kondisi

tumor ganas yaitu; invasive mola, koriokarsinoma gestasional, dan placental site

hrophoblastic tumor (PSTT) yang nantinya ketiga keadaan ini lebih dikenal dengan neoplasia

trofoblastik gestasional.1

Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel perifer blastokista beberapa hari

setelah konsepsi. Jaringan tersebut dibagi menjadi 2 lapisan yaitu; lapisan luar

sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel-sel besar multinucleated dan lapisan dalam dari sel

mononuclated yang membentuk sitotrofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi endometrium

secara agresif membentuk suatu hubungan antara fetus dan ibu yang dikenal sebagai plasenta.

Normalnya pertumbuhan trofoblas diatur secara ketat oleh mekanisme yang belum bisa

ditentukan untuk mencegah perkembangan metastasis lebih lanjut. Penyakit trofoblastik

gestasional ganas muncul ketika mekanisme pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari

jaringan trofoblas yang mencapai miometrium, yang mengizinkan penyebaran secara

hematogen dan pembentukan emboli tumor.1

Penyakit trofoblastik gestasional relatif jarang didiagnosis, insidensi lebih tinggi

(lebih dari 1 dalam 300 kehamilan) pada beberapa populasi seperti; Brazil, Filipina, dan suku

asli Indian Amerika. Dalam bab selanjutnya akan dibahas lebih detail mengenai definisi,

klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, dan penanganan dari penyakit trofoblastik

gestasional.

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Gambaran Umum

Penyakit trofoblas gestasional atau Gestational trophoblastic disease (GTD)

merupakan sebuah spektrum tumor-tumor plasenta terkait kehamilan, termasuk mola

hidatidosa, mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang

memiliki berbagai variasi lokal invasi dan metastasis. Menurut FIGO,2006 istilah Gestational

trophoblastic neoplasia (GTN) atau Penyakit tropoblas ganas (PTG) menggantikan istilah

istilah yang meliputi chorioadenoma destruens, metastasizing mole, mola invasif dan

koriokarsinoma.2

Molahidatidosa, berdasarkan morfologi, histopatologi dan kariotyping dibedakan

menjadi molahidatidosa komplet dan molahidatidosa parsial.Sejumlah 15-28%

molahidatidosa mengalami degenerasi keganasan menjadi PTG. Diagnosis PTG dapat

ditegakkan berdasarkan diagnosis klinik dengan atau tanpa histologi.Diagnosis PTG

ditetapkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kadar β HCG. Banyak kriteria

diagnosis untuk menegakkan PTG. Pemeriksaan histologi seringkali tidak dimungkinkan

karena penderita pada umumnya berusia muda yang masih membutuhkan fungsi organ

reproduksi.

Staging klinik menurut Hammond menyatakan PTG terbagi 2 yaitu PTG tidak

bermetastasis dan PTG bermetastasis. PTG bermetastasis terbagi risiko rendah dan risiko

tinggi. Faktor risiko tinggi bila kadar HCG urin >100.000 u/ml atau kadar HCG serum

>40.000 u/ml, interval lebih dari 4 bulan, bermestastasis ke otak atau hati, kegagalan

kemoterapi sebelumnya, kehamilan sebelumnya adalah kehamilan aterm.

Sedangkan menurut The International Federation of Gynecology and Oncology

(FIGO) menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG yaitu:2

1. Menetapnya kadar Beta HCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih

(misalnya hari 1,7, 14 dan 21)

2

2. Kadar Beta HGC meningkat >10% pada tiga pengukuran berturut-turut setiap

minggu atau lebih (misalnya hari 1,7 dan 14)

3. Tetap terdeteksinya kadar Beta HCG sampai 6 bulan atau lebih

4. Kriteria histologist untuk korioarsinoma

Secara histopatologis pembakuan istilah yang dianjurkan WHO adalah sebagai berikut:2

1. Molahidatidosa : terbagi menjadi molahidatidosa komplit dan parsial

2. Mola invasif      : berupa gambaran hyperplasia trofoblas dan gambaran yang

menyerupai  jaringan plasenta. Pada pemeriksaan imnuhistokimia dapat

diketahui  bahwa mayoritas adalah sel trofoblas intermediet.Mola invasif dibedakan

dari koriokarsinoma dari adanya gambaran vili.

3. Koriokarsinoma gestasional : Karsinoma yang berasal dari jaringan trofoblas dengan

elemen sitotrofoblas dan trofolas.

4. Placental site trophoblastic tumor (PSST) :Berasal dari tempat melekatnya plasenta

dan mayoritas adalah sel tropoblas intermediet. 

Stadium dan Skoring Prognosis 

Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada hasil pemeriksaan klinis

dan pencitraan, misalnya foto thorak.5

Tabel I : Staging klinis menurut FIGO

Stadium 1 Tumor trofoblastik gestasional terbatas pada korpus uteri

Stadium II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina,

namun terbatas pada struktur genitalia.

Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan

atau tanpa metastasis di genitalia interna.

Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas.

Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada

kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi  sistem skoring WHO.

3

Perhitungang faktor prognostic dengan skor 0-6 dianggap sebagai pasien dengan resiko

rendah, sedangkan dengan skor >7 maka dianggap sebagai beresiko tinggi.5,6  

Tabel II : Skoring  faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO 

Skor faktor risiko menurut

FIGO (WHO) dengan staging

FIGO

 0  1  2  4

Usia     < 40       >=40 - -

Kehamilan sebelumnya     Mola Abortus Aterm -

Interval dengan kehamilan

tersebut (bulan)

            <4            4-6                 7-12               >12

Kadar hCG sebelum terapi

(mIU/mL)

   < 103     103-104     >104-105       >105

Ukuran tumor terbesar,

termasuk uterus

- 3-4 > 5 cm -

Lokasi metastasis, termasuk

uterus

Paru-paru Limpa,

ginjal

Traktus

gastrointestinal

Otak, hepar

Jumlah metastasis yang

diidentifikasi

- 1-4 5-8 >8

Kegagalan kemoterapi

sebelumnya

- - Agen tunggal Agen multipel

2.2 Epidemiologi

Insidensi dan faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi perkembangan penyakit trofoblas

gestasional sulit dikarakteristik. Masalahnya terdapat pada kesulitan mengumpulkan data

epidemiologi yang terpercaya, akibat adanya beberapa faktor yaitu definisi kasus yang tidak

konsisten, ketidakmampuan menentukan populasi yang berisiko, tidak adanya pengumpulan

4

data yang terpusat, kekurangan kelompok kontrol terhadap kelompok yang berisiko, dan

kelangkaan penyakit.6

Penelitian epidemiologi melaporkan variasi yang luas mengenai insidensi mola

hodatidosa. Di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa menunjukkan insidensi

mola hidatidosa antara 0,57-1,1 per 1000 kehamilan, sedangkan penelitian di Asia Tenggara

dan Jepang menunjukkan insidensi yang lebih besar yaitu 2,0 per 1000 kehamilan. Investigasi

terhadap perbedaan insidensi antar etnik dan ras menunjukkan adanya peningkatan insidensi

mola hidatidosa pada Indian Amerika, Eskimo, Spanyol, dan Afrika Amerika. 6

Data mengenai insidensi khoriokarsinoma lebih terbatas. Keterbatasan data mengenai

insidensi khoriokarsinoma bukan hanya karena alasan seperti pada mola hidatidosa tetapi

juga karena kelangkaan penyakit dan kesulitan untuk membedakan secara klinis antara

khoriokarsinoma postmolar dengan mola invasif. Di Eropa dan Amerika Utara,

khoriokarsinoma mengenai 1 dari 40.000 kehamilan dan 1 dari 40 mola hidatidosa,

sedangkan di Asia Tenggara dan Jepang khoriokarsinoma mengenai 9,2 dan 3,3 per 40.000

kehamilan. Insidensi mola hidatidosa dan khoriokarsinoma menurun dalam 30 tahun

belakangan.6

Beberapa faktor risiko yang berpotensi sebagai etiologi mola hidatidosa parsial dan

komplit telah dievaluasi. Dua faktor risiko yang telah ditetapkan adalah usia maternal yang

ekstrim dan kehamilan mola sebelumnya. Usia maternal yang lanjut atau sangat muda

berkorelasi dengan peningkatan kejadian mola hidatidosa komplit. Dibandingkan dengan

wanita usia 21-35 tahun, risiko mola komplit 1,9 kali lebih tinggi pada wanita usia >35 tahun

dan <21 tahun serta 7,5 kali lebih tinggi pada wanita usia >40 tahun. Kehamilan mola

sebelumnya merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya kehamilan mola berikutnya.

Risiko pengulangan kehamilan mola setelah satu kali mola adalah 1%, atau sekitar 10-20

kali pada populasi umum.6

Kelompok familial biparental mola hidatidosa komplit berhubungan dengan mutasi gen

missense NLRP7 pada kromosom 19q. Risiko obstetrik lain yang telah dilaporkan adalah

riwayat abortus spontan, 2-3 kali meningkatan risiko terjadinya kehamilan mola

dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat keguguran. Meskipun beberapa kemungkinan

faktor lingkungan yang mempengaruhi mola komplit sudah banyak diteliti, hubungan yang

konsisten adalah hubungan terbalik antara beta karoten dan lemak hewani dengan insidensi

5

kehamilan mola. Induksi ovulasi untuk fertilitas dapat pula berhubungan dengan peningkatan

kehamilan yang mengandung sebuah fetus normal, beberapa fetus dan kehamilan mola.6

Faktor risiko khoriokarsinoma meliputi mola hidatidosa komplit sebelumnya, etnik, dan

usia maternal lanjut. Khoriokarsinoma mengenai hampir 1000 kali mola komplit sebelumnya

dibandingkan dengan kejadian kehamilan lainnya. Risiko meningkat pada wanita Asia dan

Indian Amerika dan menurun pada Afrika Amerika. Sama halnya dengan kehamilan mola,

median usia wanita dengan khoriokarsinoma lebih tinggi daripada kehamilan normal.

Terdapat pula peningkatan risiko khoriokarsinoma pada wanita dengan penggunaan

kontrasepsi oral jangka panjang dan golongan darah A.6

2.3 Patologi

Kehamilan mola dan neoplasma trofoblastik gestasional semuanya berasal dari trofoblas

plasenta. Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas

intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan implantasi dari

blastokista dan merupakan sebuah tipe sel yang memproduksi human chorionic gonadotropin

(hCG). Fungsi sitotrofoblas adalah untuk menyuplai sinsitium dengan sel-sel sebagai

tambahan untuk pembentukan kantong luar yang menjadi vili korion sebagai pelindung

kantung korion. Vili korion berbatasan dengan endometrium dan lamina basalis dari

endometrium membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi fetal-maternal dan membuang

sisa-sisa metabolisme. Trofoblas intermediet terletak di dalam vili, tempat implantasi, dan

kantong korion. Semua tipe dari trofoblas dapat mengakibatkan penyakit trofoblas

gestasional ketika mereka berproliferasi.6

Gambaran Klinikopatologi Dari Penyakit Trofoblastik Gestasional

Penyakit trofoblas

gestasional

Gambaran Patologi Gambaran Klinis

Mola hidatidosa

komplit

46, XX (terutama) 46, XY

Fetus/Embrio (-)

Pembengkakan vili difusa

Hyperplasia trofoblas difusa

15-20% gejala sisa

hCG > 100.000mU/mL

komplikasi medis

Mola hidatidosa

parsial

Triploid (69, XXY; 69, XYY;

69, XXX)

Fetus/Embrio abnormal

<15% gejala sisa trofoblas

hCG < 100.000mU/mL

komplikasi medis jarang

6

Pembengkakan vili fokal

Hyperplasia trofoblas fokal

Mola invasif Invasi myometrium

Vili membengkak

Trofoblast hiperplasia

15% metastasis ke paru/vagina

Sering didiagnosis secara klinis,

jarang diagnosis patologi

Khoriokarsinoma Hiperplasia dan anaplasia

trofoblast abnormal

Vili (-)

Perdarahan dan nekrosis

Penyebaran vascular ke tempat

jauh_ paru/otak/liver

Penyakit ganas

PSTT Sel-sel tumor menginfiltrasi

myometrium melalui invasi

vascular/limfatik

Sel-sel intermediet/villi (-)

Kurang perdarahan/nekrosis

Pengecatan sel tumor positif

untuk hPL

Sangat jarang

Kadar hCG kurang terpercaya

sebagai indikator

Kemoresistensi relatif

Pengobatan : pembedahan

Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan berbagai

tingkat proliferasi trofoblas (sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) dan pembengkakan vesikuler

dari vili plasenta yang berhubungan dengan ketidakadaan atau abnormalitas fetus/embrio.

Dua sindrom dari mola hidatidosa telah diuraikan berdasarkan pada kriteria morfologi dan

sitogenetik.6

Mola hidatidosa komplit menjalani pembesaran hidatidosa awal yang seragam dari vili

dengan tidak adanya fetus atau embrio yang pasti, trofoblas secara konsisten hiperplastik

dengan berbagai tingkat atipia, dan vili kapiler tidak ada. Hampir 90% dari mola hidatidosa

komplit adalah 46, XX, berasal dari duplikasi kromosom dari sperma haploid setelah

fertilisasi telur dimana kromosom maternal inaktif atau absen. 6

7

10% dari mola hidatidosa adalah 46, XY, atau 46, XX, sebagai hasil dari fertilisasi ovum

kosong oleh 2 sperma (dispermi). Neoplasia trofoblastik (mola invasif atau koriokarsinoma)

mengikuti mola hidatidosa komplit pada 15-20% kasus. Mola hidatidosa parsial

menunjukkan jaringan fetal atau embrionik yang teridentifikasi, vili korion dengan edema

fokal yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran, scalloping dan inklusi stroma trofoblastik

yang menonjol, sirkulasi vili yang berfungsi, sebagaimana hiperplasia trofoblastik fokal

dengan hanya atipia ringan.6

Gambar 1. Mola hidatidosa komplit

Mola hidatidosa komplit dengan hydropic villi, tidak adanya pembuluh darah villi, dan

proliferasi dari hiperplastik sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.

Sebagian mola parsial memiliki kariotipe triplet (biasanya 69, XXY), sebagai hasil dari

fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola parsial akan berkembang

menjadi postmola GTN; metastasis jarang terjadi dan diagnosis histopatologi dari

koriokarsinoma belum pernah dikonfirmasi setelah mola parsial.6

Gambar2. Mola Hidatidosa Parsial

8

Mola hidatidosa parsial dengan vili korionik dengan ukuran bervariasi dari ukuran dan bentuk

dengan edema fokal dan scalloping, stroma trofoblastik.

Mola invasif

Mola invasif adalah tumor jinak yang timbul dari invasi myometrial terhadap mola

hidatidosa melalui perluasan langsung menembus jaringan atau saluran vena. Sekitar 10-17%

dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan sekitar 15% dari jumlah ini akan

bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif lebih sering didiagnosis secara klinis

daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG yang menetap setelah evakuasi mola dan lebih

sering diobati dengan kemoterapi tanpa diagnosis histopatologi.6

Gambar 3.

Mola Invasif

9

Mola invasive dengan ekstensi langsung jaringan mola, termasuk hydropic vili, dan

hiperplastik trofoblas yang meliputi myometrium.

Koriokarsinoma

Koriokarsinoma adalah suatu penyakit keganasan yang ditandai dengan hiperplasia

trofoblastik abnormal dan anaplasia, ketidakadaan vili korion, perdarahan, dan nekrosis,

dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi vaskular yang mengakibatkan penyebaran

ke tempat-tempat yang jauh, paling sering ke paru, otak, hati, pelvis dan vagina, ginjal, usus,

dan limpa. Koriokarsinoma telah dilaporkan berhubungan dengan setiap kejadian kehamilan,

Sekitar 25% dari kasus diikuti aborsi atau kehamilan tuba. 25% berhubungan dengan

kehamilan preterm atau aterm, dan 50% lainnya timbul dari mola hidatidosa, meskipun hanya

2-3% dari mola hidatidosa yang berkembang menjadi koriokarsinoma.6

Gambar 4. Koriokarsinoma

10

Koriokarsinoma terdiri dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas abnormal, dengan hyperplasia

dan anaplasia, tidak ada vili korionik, pendarahan, dan necrosis.

Placental site trophoblastic tumor

PSTT adalah suatu penyakit yang sangat jarang yang timbul dari tempat implantasi

plasenta dan terutama terdiri dari trofoblas mononuklear intermediet tanpa infiltrasi vili

korion di dalam lembaran-lembaran atau tali-tali antara serat-serat myometrial. PSTT

berhubungan dengan invasi vaskular yang kurang, nekrosis, dan perdarahan yang lebih dari

koriokarsinoma, dan memiliki kecenderungan untuk bermetastase ke sistem limfatik.

Pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan adanya sitokeratin yang difus dan laktogen

plasenta manusia, dimana hCG hanyalah fokal. Studi sitogenik telah memperlihatkan bahwa

PSTT lebih sering diploid daripada aneuploid . Sebagian besar PSTT mengikuti kehamilan

nonmola.6

Gambar 5. Placental site trophoblastic tumor

11

Placental site trophoblastic tumor dengan lembaran mononuclear intermediate trophoblast

cells tanpa chorionic villi yang menginfiltrasi diantara serat myometrial.

Epithelioid trophoblastic tumor (ETT)

Epithelioid trophoblastic tumor (ETT) adalah varian jarang dari PSTT yang menstimulasi

karsinoma. Berdasarkan sifat morfologi dan histokimia, kelihatannya ini berkembang dari

transformasi neoplastik trofoblas intermediet tipe korionik. Sebagian besar ETT timbul

beberapa tahun setelah persalinan aterm.6

2.4 Presentasi Klinis

Mola hidatidosa komplit

Mola hidatidosa komplit terutama menunjukkan gejala perdarahan pervaginam, 80-90%

kasus terjadi pada 6-16 minggu gestasi. Gejala dan tanda klinis klasik lain seperti pembesaran

uterus lebih dari usia gestasi yang diperkirakan (28%), hiperemesis (8%), dan hipertensi yang

diinduksi kehamilan pada trimester pertama dan kedua (1%), jarang terjadi pada beberapa

tahun belakangan karena dapat didiagnosis lebih awal sebagai akibat dari meluasnya

penggunaan ultrasonografi dan tes hCG yang akurat. Pembesaran kista teka lutein ovarium

bilateral terjadi pada sekitar 15% kasus, kadar hCG sering > 100.000 mIU/mL, dan detak

jantung fetus tidak ada. Selain itu tanda dan gejala dari hipertiroidisme dapat muncul akibat

12

stimulasi kelenjar tiroid oleh kadar sirkulasi hCG atau oleh substansi penstimulasi tiroid

(seperti, tirotropin) yang tinggi yang diproduksi oleh trofoblas.6,7

Mola parsial

Manifestasi klinis mola parsial tidak sama dengan mola komplit. Lebih dari 90% pasien

dengan mola parsial mempunyai gejala seperti abortus inkomplit atau missed abortion, dan

diagnosis dibuat setelah pemeriksaan histologi post kuretase. Gejala utama mola parsial

adalah perdarahan pervaginam, yang terjadi pada sekitar 75% pasien. Pembesaran uterus

berlebihan, hiperemesis, hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertiroidisme, dan yang

jarang adalah adanya kista teka lutein. Kadar hCG peevakuasi mola >100.000mIU/mL pada

<10% pasien dengan mola parsial.6

Neoplasia Trofoblas Gestasional

Manifestasi neoplasia trofoblas gestasional bervariasi tergantung pada kehamilan

sebelumnya, derajat penyakit, dan histopatologi. Neoplasia trofoblas gestasional postmola

(mola invasif atau khoriokarsinoma) sebagian besar menunjukkan perdarahan ireguler setelah

evakuasi mola hidatidosa. Tanda yang menunjukkan neoplasia trofoblas gestasional

postmolar adalah pembesaran ireguler uterus dan pembesaran ovarium bilateral persisten.

Lesi metastasis ke vagina dapat terlihat saat evakuasi, kerusakan lesi tersebut dapat

menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. 6

Korioarsinoma yang berhubungan dengan kehamilan non mola tidak mempunyai

karakteristik gejala dan tanda, dimana hal ini berhubungan dengan invasi tumor ke uterus

atau tempat metastasis. Pada pasien dengan perdarahan uterus pospartum dan subinvolusi,

neoplasia trofoblas gestasional harus dipertimbangkan dengan penyebab lainnya, seperti

retensi hasil-hasil konsepsi atau endomyometritis, tumor primer atau metastase ke sistem

organ atau kehamilan lainnya yang terjadi sesaat setelah yang pertama. Perdarahan karena

perforasi uterus atau lesi metastasis dapat menyebabkan nyeri abdomen, hemoptisis, melena,

atau adanya peningkatan tekanan intracranial dari perdarahan intraserebral menyebabkabkan

sakit kepala, kejang atau hemiplegia. Pasien mungkin juga dapat menunjukkan gejala

pulmonal seperti dipsnea, batuk, dan nyeri dada, yang disebabkan metastasis ke paru.6

PSST dan ETT hampir selalu menyebabkan perdarahan uterus ireguler sering jauh dari

kehamilan mola sebelumnya, dan jarang virilisasi dan sindrom nefrotik. Uterus biasanya

membesar secara simetris, dan kadar hCG serum hanya sedikit meningkat.6

13

2.5 Diagnosis

Ultrasonografi

Ultrasonografi memegang peran penting dalam diagnosis mola komplit dan parsial.

Karena vili korion dari mola komplit menunjukkan pembengkakan hidropik difusa,

karakteristik vesicular pola ultrasonografi dapat diamati, terdiri dari multiple echo (lubang) di

dalam massa plasenta dan biasanya tidak ada fetus. Ultrasonografi memfasilitasi diagnosis

dini dari mola parsial dengan menunjukkan daerah kistik fokal di dalam plasenta dan terdapat

sebuah peningkatan diameter transversal kantong gestasi.

Gambar 6. Ultrasound pelvis dari mola hidatidosa komplit

Ultrasonografi pelvis dari mola hidatidosa komplit dengan karakteristik gambaran vesikuler

dari echoes multiple, lubang pada massa plasenta, dan tidak ada fetus.

Human Chorionic Gonadotropin

14

hCG merupakan penanda spesifik tumor yang diproduksi oleh mola hidatidosa dan

neoplasma trofoblastik gestasional. Hal ini secara mudah diukur secara kuantitatif di urin dan

darah, dan kadar hCG menunjukkan korelasi dengan berat penyakit. hCG adalah glikoprotein

yang terdiri dari 2 subunit yang tidak sama, subunit α yang mirip dengan hormon pituitari dan

subunit β yang khas diproduksi plasenta. Beberapa bentuk hCG yang ada, termasuk

setidaknya 6 variasi mayor yang dapat dideteksi di serum: hyperglycosilated, nicked, non C-

terminal subunit β, subunit β bebas, nicked subunit β bebas, dan subunit α bebas. Molekul

hCG pada penyakit trofoblas gestasional lebih heterogen daripada kehamilan normal, dengan

demikian pemeriksaan yang dapat mendeteksi bentuk hCG dan fragmen-fragmen gandanya

harus di pantau pada pasien penyakit trofoblas kehamilan. Sebagian besar institusi

menggunakan penilaian berlapis antibodi monoclonal yang otomatis, cepat, dan radiolabeled

yang dapat mengukur perbedaan campuran molekul terkait hCG.6

Mola hidatidosa biasanya berhubungan dengan peningkatan kadar hCG diatas kehamilan

normal. Sekitar 50% pasien dengan mola komplit mempunyai kadar hCG preevakuasi

>100.000 mIU/mL. Penentuan hCG sendiri jarang dapat membantu membedakan mola

komplit dengan kehamilan intrauterin normal, kehamilan ganda, atau kehamilan dengan

komplikasi penyakit seperti eritroblastosis fetalis atau infeksi intrauterin yang berhubungan

dengan pembesaran plasenta, karena kadar hCG yang paling tinggi terdapat pada akhir

trimester pertama kehamilan, disaat bersamaan diagnosis mola biasanya ditegakkan. Mola

parsial, di lain pihak, sering sulit dibedakan apabila terjadi peningkatan kadar hCG >100.000

mIU/mL pada <10% pasien mola parsial.6

Diagnosis klinis neoplasma trofoblas gestasional posmolar sering dibuat dengan adanya

peningkatan atau plateau kadar hCG setelah evakuasi mola hidatidosa. Khoriokarsinoma

biasanya didiagnosis dengan adanya peningkatan kadar hCG, sering bersamaan dengan

adanya metastasis setelah ada kehamilan sebelumnya. PSTT dan ETT biasanya berhubungan

dengan sedikit peningkatan kadar hCG.6

Meskipun akurasi pengukuran kadar hCG tinggi pada diagnosis dan pemantauan lanjut

penyakit trofoblas gestasional, beberapa penilaian laboratorium memberikan hasil positif

palsu. Hal tersebut disebut hasil hCG palsu, dengan kadar yang dilaporkan sebesar 800

mIU/mL, menyebabkan pasien sehat mendapatkan pembedahan atau kemoterapi yang tidak

berguna. Penyebab hasil positif palsu ini adalah enzim proteolitik yang diproduksi campuran

protein nonspesifik dan antibodi heterofil (human antimouse). Antibodi ini ditemukan pada 3-

15

4% orang sehat dan dapat menyerupai imunoreaktivitas hCG dengan berikatan dan

menangkap tracer mouse IgG. 6

Terdapat 3 cara untuk menentukan apakah hasil hCG positif palsu, yaitu : (1) Menentukan

kadar hCG urin, yang harus negarif karena substansi terkait tidak diekskresikan di urin (2)

membutuhkan pengenceran serial serum, yang seharusnya tidak menunjukkan penurunan

paralel dengan pengenceran; (3) kirim serum dan urin pasien ke laboratorium rujukan hCG.

Sebagai tambahan, terdapat reaktivitas silang hCG dengan LH (luteinizing hormone), yang

dapat mengarah ke peningkatan palsu kadar hCG yang rendah. Pengukuran LH untuk

mengidentifikasi kemungkinan ini dan supresi LH dengan pil kontrasepsi oral akan mencegah

masalah ini.6

“Quiescent gestasional trophoblastic disease” adalah istilah yang diterapkan untuk suatu

bentuk neoplasia trofoblastik gestasional yang tidak aktif sebelumnya yang dikarakteristikkan

dengan kadar rendah hCG yang persisten (<200mIU/mL) dari hCG yang sebenarnya untuk

paling tidak 3 bulan yang berhubungan dengan riwayat penyakit trofoblas gestasional atau

abortus spontan, tapi tanpa terdapat manifestasi klinis. Kadar hCG tidak berubah dengan

kemoterapi atau pembedahan. Subanalisis hCG mengungkapkan tidak ada hCG

terhiperglikosilat yang berhubungan dengan invasi sitotrofoblas. Pemantauan pasien dengan

penyakit trofoblas gestasional tenang (“quiescent gestasional trophoblastic disease” )

sebelumnya menunjukkan pengembangan aktif yang menyusul neoplasia trofoblas

gestasional pada sekitar seperempat kasus, dimana ditunjukkan dengan peningkatan hCG

terglikosilasi dan hCG total. 6

Menurut rekomendasi Perkumpulan Penelitian Penyakit Trofoblastik Internasional

tahun 2001 untuk menatalaksana kondisi ini, positif palsu hCG sebagai hasil dari antibodi

heterofil atau percampuran LH harus disingkirkan, pasien harus diperika secara lanjut,

kemoterapi atau pembedahan segera harus dihindari dan pasien harus dipantau dalam jangka

waktu yang lama dengan tes hCG secara periodik dan menghindari kehamilan. Pengobatan

harus diberikan bila ada peningkatan hCG menetap atau tampak manifestasi klinis penyakit.6

Diagnosis patologi

Diagnosis patologi mola komplit dan parsial dibuat dengan pemeriksaan specimen

kuretase. Pengecatan imunohistologi untuk p57 dapat membedakan ketiadaan

16

immunostaining mola komplit dengan mola parsial, dan sitometri alir dapat membedakan

mola komplit diploid dari mola parsial triploid. Sebagai tambahan, diagnosis patologi mola

invasif, khoriokarsinoma, PSTT, ETT kadang dapat dibuat dengan kuretase, biopsi lesi

metastase, atau pemeriksaan specimen histerektomi atau plasenta. Biopsi lesi vagina

menunjukkan tumor trofoblas gestasional berbahaya karena perdarahan masif yang mungkin

dapat terjadi.

2.6 Penatalaksanaan Mola Hidatidosa

Ketika diagnosis mengarah ke kehamilan mola dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

kadar hCG, dan temuan ultrasonografi, pasien harus dievaluasi terhadap adanya komplikasi

medis (anemia, preeklamsia, hipertiroidisme) dengan memeriksa tanda vital dan

laboratorium, seperti hitung sel darah lengkap, kimia dasar, fungsi tiroid dan hepar, urinalisa,

dan Rontgen. Evaluasi preoperatif harus juga termasuk tipe darah dan uji silang, kadar hCG

serum, dan elektrokardiogram apabila sesuai. Setelah diagnosis dikonfirmasi dan

hemodinamik pasien stabil, metode yang tepat untuk mengevakuasi mola harus diputuskan.6

Evakuasi hisap dan kuretase adalah metode terpilih untuk mengevakuasi mola hidatidosa,

tidak tergantung ukuran uterus, bagi pasien yang masih mengharapkan fertilitasnya. Setelah

anestesi dilakukan, cerviks didilatasi sehingga dapat dilewati kanul hisap ukuran 12-14 mm

untuk mencapai segmen bawah rahim. Kanula diputar untuk mengeluarkan isi uterus.

Direkomendasikan pemberian infus oksitosin dimulai saat onset kuretase hisap dan

dilanjutkan sampai beberapa jam post operasi untuk meningkatkan kontraktilitas uterus.

Evakuasi hisap harus diikuti dengan kuretase tajam secara lembut. Karena risiko perdarahan

meningkat seiring meningkatnya ukuran uterus, sedikitnya 2 U darah harus tersedia segera

ketika uterus >16 minggu kehamilan. Perhatian terhadap darah dan penggantian kristaloid

menurunkan komplikasi pulmonal. Dengan menggunakan peralatan yang tepat dengan

bijaksana, akses terhadap produk darah, pemantauan intraoperatif yang hati-hati, dan

antisipasi awal terhadap komplikasi. Pasien yang Rh negatif harus mendapat globulin imun

Rh pada saat evakuasi, karena faktor D Rh diekspresikan pada sl-sel trofoblas.6

Histerektomi adalah alternatif dari kuretase bila sudah tidak mau mempunyai anak.

Adneksa dapat ditinggalkan lengkap walau terdapat kista teka lutein. Untuk mengevakuasi

kehamilan mola, histerektomi berperan dalam sterilisasi permanen dan mengeliminasi risiko

17

invasi myometrium sebagai penyebab persistensi penyakit. Masih terdapat potensi untuk

metastasis walaupun telah dilakukan histerektomi pada neoplasia trofoblas gestasional

postmola sekitar 3-5%, oleh karenanya membutuhkan pemantauan yang berkelanjutan. 6

Induksi medis persalinan dan histerektomi tidak direkomendasikan pada evakuasi mola.

Metode ini meningkatkan morbiditas maternal, seperti kehilangan darah, evakuasi inkomplit

membutuhkan dilatasi dan kuretase, dan membutuhan persalinan cesaria pada kehamilan

selanjutnya. Hal ini juga meningkatkan penyebaran dan perkembangan neoplasia trofoblas

gestasional postmola yang membutuhkan kemoterapi. 6

Kehamilan ganda yang terdiri dari mola komplit dan fetus normal, diperkirakan terjadi 1

dari 22.000-100.000 kehamilan. Hal ini harus dibedakan dari mola parsial. (kehamilan

triploid dengan fetus). Diagnosis dapat ditegakkan dengan ultrasonografi, tapi sitogenetik

dapat digunakan untuk membedakan antara kromosom normal fetus yang berpotensi dapat

hidup dan fetus triploid yang tidak dapat hidup. Pasien dengan fetus normal kembar atau

kehamilan mola komplit harus diperhatikan kemungkinan adanya peningkatan risiko

perdarahan dan komplikasi medis seiring dengan perkembangan neoplasia trofoblas

gestasional. Evakuasi hisap dan kuretase di ruang operasi direkomendasikan untuk terminasi

kehamilan, perdarahan, dan komplikasi, bagaimanapun, hingga 40% dari kehamilan ini akan

menghasilkan fetus normal yang dapat hidup jika diteruskan.6

Pemberian profilaksis kemoterapi metrotreksat atau actinomisin D pada saat atau sesaat

setelah evakuasi mola hidatidosa berhubungan dengan penurunan insiden neoplasia trofoblas

gestasional postmola, dari 15-20% menjadi 3-8%. Penggunaan kemoterapi profilaksis harus

dibatasi, kecuali pada situasi khusus seperti risiko neoplasia trofoblas gestasional postmola

lebih besar dari normal atau pemantauan kadar hCG yang adekuat tidak dapat dilakukan,

yang terpenting adalah semua pasien yang dipantau kadar hCG serial setelah evakuassi mola

dan ditemukan neoplasia trofoblas gestasional persisten dapat diobati dengan kemoterapi

yang sesuai.6

Tindak lanjut setelah evakuasi mola

18

Tindak lanjut setelah evakuasi mola hidatidosa adalah sangat penting untuk mendeteksi

gejala sisa trofoblastik (mola invasif atau koriokarsinoma), yang muncul pada hampir 15-

20% mola komplit dan 1-5% mola parsial. Temuan klinis dari involusi uterus yang tepat,

regresi kista ovarium, dan penghentian perdarahan adalah semua tanda-tanda meyakinkan,

meskipun begitu, tindak lanjut definitif membutuhkan pengukuran serum hCG kuantitatif

serial setiap 1-2 minggu sampai 3 tes berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, setelah

itu level hCG harus ditentukan pada interval 3 bulan untuk 6 bulan setelah secara spontan

kembali ke normal. Lebih dari setengah pasien akan memiliki regresi komplit hCG menuju

normal dalam 2 bulan setelah evakuasi. Kontrasepsi direkomendasikan pada 6 bulan setelah

hasil hCG normal pertama, untuk membedakan peningkatan hCG yang diakibatkan penyakit

berulang atau menetap dari peningkatan hCG yang berhubungan dengan kehamilan

subsekuen. Penggunaan kontrasepsi oral lebih disukai karena mempunyai keuntungan

menekan LH endogen, yang dapat mengganggu pengukuran hCG pada level rendah dan studi

telah menunjukkan bahwa kontrasepsi oral tidak meningkatkan neoplasia trofoblastik

postmolar. Pemeriksaan patologi dari plasenta dan semua produk konsepsi sama halnya

dengan pemeriksaan level hCG 6 minggu potspartum direkomendasikan untuk semua

kehamilan berikutnya.6

Kemungkinan penyakit persisten berkembang setelah evakuasi mola komplit

meningkat dengan bukti pertumbuhan trofoblas yang ditandai, seperti evakuasi level hCG >

100.000 mIU/mL, pertumbuhan uterine yang berlebihan (ukuran >20 minggu ), dan diameter

kista lutein teka > 6 cm. Pasien dengan ≥ 1 dari tanda-tanda tersebut memiliki sekitar 40%

dari insiden postmolar GTN dibandingkan dengan 4% dari mereka yang tidak memiliki

tanda-tanda tersebut. Pasien dengan usia > 40 tahun, kehamilan mola berulang, mola

aneuploid, dan komplikasi medis dari kehamilan mola, seperti toksemia, hipertiroidisme, dan

embolisasi trofoblastik, juga meningkatkan risiko untuk kejadian postmolar GTN.6

2.7 Penatalaksanaan Gestastional Trophoblastic Neoplasia / Gestastional Trophoblastic

Tumor

Kemoterapi profilaksis. 

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kemoterapi profilaksis pada saat evakuasi molar 

mengurangi frekuensi tumor postmolar. Kim dan rekan melaporkan dalam uji coba secara

acak prospektif bahwa profilaksis MTX mengurangi kejadian tumor postmolar dari 47%

menjadi 14% pada pasien dengan risiko tinggi dengan mola komplit. kemoterapi profilaksis 

19

mungkin sangat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi dengan mola komplit ketika

follow up hormonal tidak tersedia atau tidak dapat diandalkan.5

Hormonal Follow-up. 

Semua pasien harus diikuti dengan pengukuran hCG setelah evakuasi molar untuk

memastikan remisi. Pasien diperiksa nilai-nilai hCG mingguan sampai tidak terdeteksi

selama 3 minggu dan kemudian pemeriksaan hCG bulanan sampai tidak terdeteksi selama 6

bulan.5

Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan selama 

interval follow up hormonal. Sementara insiden postmolar tumor telah dilaporkan meningkat

pada pasien yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi data dari Gynecologic Oncology

Group dan center kami menunjukkan bahwa kontrasepsi oral tidak mempengaruhi risiko

postmolar GTT.5

GTT

Manajemen optimal GTT memerlukan evaluasi menyeluruh dari luasnya penyakit

sebelum pengobatan (Gambar 116,4). Penyelidikan Metastasis harus mencakup

roentgenogram dada, ultrasonografi dari perut dan panggul, dan computed tomography (CT)

atau magnetic resonance imaging (MRI) kepala. 

20

Sementara pengukuran hCG dalam cairan cerebrospinal (CSF) mungkin menyarankan

keterlibatan otak, rasio satu pengukuran hCG plasma dan CSF mungkin menyesatkan karena

perubahan yang cepat kadar hCG dalam plasma mungkin tidak segera tercermin dalam CSF.

Selanjutnya, Keterlibatan dari otak dan hati jarang terjadi dalam ketiadaan metastasis vagina

dan / atau paru.5

21

Terapi stadium 1 :Terapi primer stadium 1 GTT

Pemilihan terapi utama stadium I GTT didasarkan pada keinginan pasien untuk

mempertahankan kesuburan. Jika pasien tidak lagi ingin mempertahankan kesuburan, 

histerektomi dengan ajuvan agen kemoterapi tunggal mungkin dilakukan sebagai pengobatan

utama. Kemoterapi ajuvan diberikan untuk mengobati metastasis occult yang mungkin sudah

hadir. Metastasis occult paru terdeteksi oleh CT scan pada 40% pasien dengan 

dugaan nonmetastatic disease. Single-agen kemoterapi baik dengan MTX atau act-D adalah

pengobatan pilihan pada pasien dengan stadium I GTT yang ingin mempertahankan

kesuburan.5 

Nonmetastatic PSTT harus ditangani dengan histerektomi karena respon yang buruk

terhadap chemotherapy. Terdapat beberapa survivor jangka panjang PSTT metastasis dengan

chemotherapy intensif.5

Terapi stadium 1 :Terapi sekunder stadium 1 GTT

Pasien dengan resistensi terhadap kemoterapi agen tunggal ditanganu dengan

kombinasi kemoterapi dengan MTX, act-D, dan siklofosfamide (MAC); atau VP. (EMA-CO)

etoposid, MTX, act-D, siklofosfamid, dan Oncovin vincristine (Tabel 116.2); atau terapi

bedah (histerektomi atau lokal reseksi). 5

MAC disukai sebagai kombinasi kemoterapi awal pada pasien ini karena etoposid

dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk tumor kedua. Jika penyakit ini resisten terhadap

22

kedua agen kemoterapi tunggal dan kombinasi, dan jika pasien ingin mempertahankan

kesuburan, reseksi rahim lokal dapat dipertimbangkan. USG, MRI, dan / atau arteriografi

dapat mengidentifikasi lokasi tumor rahim yang resisten ketika reseksi lokal direncanakan.5 

Terapi stadium II dan III

Pasien stadium II dan III GTT dengan risiko rendah (skor prognostik ≤ 7) diterapi

dengan pengobatan primer menggunakan single agent kemoterapi dengan MTX atau act-D,

sedangkan pasien dengan risiko tinggi dikelola dengan kemoterapi kombinasi primer

EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap kemoterapi agen tunggal  diobati dengan

EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO dapat diobati dengan

memodifikasi rejimen bahwa dengan menggantikan cisplatin dan etoposide pada hari ke-8,

dan meningkatkan dosis MTX infus menjadi 1 g/m2 (EMA-CE) (Tabel 116.3) .5

Terapi stadium IV 

Semua pasien dengan stadium IV GTT dikelola dengan kombinasi kemoterapi primer

dengan EMA-CO. Jika ditemukannya metastasis otak, dosis MTX di infus ditingkatkan

menjadi 1 g/m2. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO mungkin kemudian

diobati dengan EMA-CE. 5

23

Follow up GTT

Semua pasien dengan GTT stadium I, II, dan III harus diikuti dengan pemeriksaan

hCG mingguan sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu, dan kemudian pemeriksaan bulanan

sampai tidak terdeteksi selama 12 bulan. Pasien dengan stadium IV GTT diikuti

pemeriksaaan bulanan selama 24 bulan karena pada stadium ini lebih besar risiko untuk

terjadi late relapse. Semua pasien harus didorong untuk menggunakan kontrasepsi yang

efektif selama seluruh interval monitoring.5

Terapi pembedahan pada GTT. 

Pembedahan dilakukan sebagai pengobatan dari GTT terutama baik untuk mengobati

komplikasi penyakit maupun excise dari tumor yang resisten. Histerektomi dapat dilakukan

untuk mengontrol perdarahan uterus atau sepsis atau untuk mengurangi beban tumor dan 

membatasi kebutuhan untuk kemoterapi. Pendarahan dari metastasis vagina dapat dikelola

dengan, eksisi lokal luas, atau arteriographic embolisasi arteri hipogastrikus.5

Terapi radiasi pada GTT. 

Jika metastasis otak terdeteksi, iradiasi seluruh otak segera direncanakan di sebagian besar

pusat di Amerika Serikat. Risiko pendarahan otak spontan mungkin dikurangi dengan

penggunaan bersamaan iradiasi otak dan kemoterapi.Yordan Jr dan rekan melaporkan bahwa

kematian akibat keterlibatan serebral terjadi pada 11 (44%) dari 25 pasien yang diobati

dengan kemoterapi saja tetapi tidak satu pun terjadi dari 18 pasien yang diobati dengan

radiasi otak dan chemotherapy.5

Administrasi Kemoterapi. Kemoterapi Single-Agen.

Kemoterapi agen tunggal baik dengan MTX atau act-D memiliki pencapaian tingkat

remisi baik dan sebanding pada kedua nonmetastatic dan GTT dengan low-risk metastatic.

Beberapa protokol menggunakan MTX dan act-D efektif dalam pengobatan GTT, tapi tidak

ada penelitian yang membandingkan regimen ini (Tabel 116,4 dan 116,5). kemoterapi Single-

agent diberikan baik pada interval waktu yang tetap atau berdasarkan kurva regresi

hCG. Pada center kami, setelah course pertama kemoterapi agen tunggal, kemoterapi lanjutan

tidak diberikan selama kadar hCG menurun progresif. Course kedua kemoterapi diberikan

pada kondisi berikut: kadar hCG mendatar selama lebih dari 3 minggu berturut-turut  atau

24

meningkat kembali, atau tingkat hCG tidak menurun 1 log dalam 18 hari setelah

menyelesaikan first course.5

MTX dengan asam folinic (MTX-FA) telah menjadi single agent regiment pilihan

utama pada center kami. MTX-FA menghasilkan remisi lengkap di 147 (90,2%) dari 163

pasien dengan stadium I GTT dan 15 (68,2%) dari 22 pasien GTT stadium II-III risiko

rendah. One course dari MTX-FA menghasilkan remisi pada 132 (81,5%) dari pasien

tersebut. Trombositopenia (Trombosit <100.000 / mm3), granulocytopenia (WBC < 1.500 /

mm3), dan hepatotoksisitas (SGOT> 50 unit) terjadi hanya pada 3 (1,6%), 11 (5,9%), dan 26

(14,1%) pasien dari masing-masing stadium.5

Kemoterapi Kombinasi. 

Triple terapi dengan MTX, act-D, dan siklofosfamid tidak memadai sebagai

pengobatan utama untuk pasien dengan metastasis GTT dan pasien dengan skore high

risk. Terapi triple menghasilkan remisi hanya pada setengah dari pasien dengan metastasis

dan risiko tinggi. Bagshawe, Bolis, dan kawan kawan melaporkan bahwa EMA-

CO menghasilkan remisi lengkap pada 83% dan 76% dari pasien dengan metastase dan

pasien dengan skor berisiko tinggi.  Rejimen obat kombinasi yang optimal kemungkinan

besar termasuk etoposid, MTX, act-D, dan mungkin agen lainnya yang diberikan dengan

dosis paling intensif.5 

Kombinasi kemoterapi diberikan sampai tidak terdeteksinya kadar hCG pada tiga

pemeriksaan berturut-turut. Setelah nilai hCG tidak terdeteksi tercapai, setidaknya dua course

kemoterapi diberikan untuk mengurangi risiko kekambuhan.5 

25

Bab III

Kesimpulan

Penyakit trofoblastik gestasional (PTG) adalah suatu spektrum dari dua kondisi

premaligna yaitu; partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, hingga tiga kondisi

tumor ganas yaitu; invasive mola, koriokarsinoma gestasional, dan placental site

hrophoblastic tumor (PSTT) yang nantinya ketiga keadaan ini lebih dikenal dengan neoplasia

trofoblastik gestasional.

Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel perifer blastokista beberapa hari

setelah konsepsi. Jaringan tersebut dibagi menjadi 2 lapisan yaitu; lapisan luar

sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel-sel besar multinucleated dan lapisan dalam dari sel

mononuclated yang membentuk sitotrofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi endometrium

secara agresif membentuk suatu hubungan antara fetus dan ibu yang dikenal sebagai plasenta.

Normalnya pertumbuhan trofoblas diatur secara ketat oleh mekanisme yang belum bisa

ditentukan untuk mencegah perkembangan metastasis lebih lanjut. Penyakit trofoblastik

gestasional ganas muncul ketika mekanisme pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari

jaringan trofoblas yang mencapai miometrium, yang mengizinkan penyebaran secara

hematogan dan pembentukan emboli tumor.

Pemeriksaan pada penyakit trofoblas gestasional meliputi pemeriksaan USG, kadar

hCG, dan diagnosis patologi. Penatalaksanaan dari penyakit trofoblas gestasional meliputi

terapi pembedahan, kemoterapi, dan terkadang membutuhkan radioterapi pada penyakit

trofoblastik neoplasia.

26

Daftar Pustaka1. Kenny L, Seckl JM. Treatments for gestational trophoblastic disease. Diunduh dari :

http://medscape.com/viewarticle/718375

2. Cunnigham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstrap III L.C, Hauth J.C, Wenstrom KD.

Williams Obstetrics 23rd ed. 2010. USA : The McGraw-Hill Companies.

3. Bangun TP, Agus S, editor. Ilmu kandungan sarwono prawirohardjo. Edisi ke-2.

Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.

4. Hernandez E. Gestational trophoblastic neoplasia. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview

5. Berkowits RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic disease. Diunduh dari:

www.scribd.com

6. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical

presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of

hydatidiform mole. Diunduh dari: www.scribd.com

7. Moore LE, Huh KW. Mola Hidatidiform. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall

8. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta: 2002. Hal 1051.

9. Cuningham, Gary et al. Williams Obstetric 21st edition: Gestational Thropoblastic

Disease. Mc Graw Hill: New York. 76:454-460. 2003

10. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi

Edisi 2: Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit

buku kedokteran EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005

11. William W. Beck,jr. Obstrics and Gynecology 2nd edition. Gestational Trophoblastic

Disease. John Wiley & Sons: USA.19: 193-196

12. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Pedoman Diagnosis

dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin. Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD: Bandung. 2: 241-245.2005

13. Keith LG, Lopez-Zeno JA, Luke B. Twin Gestation In : Sciarra JJ ed, Gynecology

and Obstetri, vol 2, rev ed, Philadelphia, JB. Lippincott Company. 1995; 75:1-14

14. Martaadisoebrata D,Penyakit trofoblas`ganas dan hipertiroidisme,Kongres Nasional

Perkeni I,Jakarta,1986.

27

15. Bratakoesoema D.S ,Perkembangan diagnosis , Klasifikasi dan Pengelolaan Penyakit

Trofoblas Gestasional Masa Kini,PIT POGI XI,Semarang, 11 – 14 Juli l999.

16. WHO ,Gestational trophoblastic diseases,Report of a WHO Scientific Group,World

Health Organization Technical Series 692 ,WHO Geneve 1983.

28