Download - Referat Pengaturan Haid

Transcript
Page 1: Referat Pengaturan Haid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perdarahan secara

periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hubungan yang dinamis antara

hormon hipofisis dan gonad serta sifat siklik terdapat pada proses reproduksi

yang normal. Seorang wanita sebetulnya dapat mengkontrol kapan ia

mengalami menstruasi. Manipulasi menstruasi dilakukan dengan berbagai

alasan di antaranya adalah untuk menghindari menstruasi pada waktu-waktu

tertentu yang dianggap penting seperti waktu pernikahan, naik haji, saat ada

pekerjaan yang penting seperti ujian atau mengikuti kompetisi olahraga.

Salah satu cara dalam memanipulasi menstruasi yaitu dengan menggunakan

kontrasepsi hormonal (Hanafiah, 1997).

Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan

untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung

preparat estrogen dan progesteron. Pemahaman mengenai siklus menstruasi

sangat erat kaitannya dengan penggunaan kontrasepsi hormonal disebabkan

kontrasepsi hormonal mempengaruhi “keseimbangan” dari siklus menstruasi

yang normal. Dengan menggunakan kontrasepsi maka angka kelahiran dapat

diturunkan. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) yang diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kelahiran di Indonesia masih cukup

tinggi yaitu tahun 1971 nilai angka kelahiran atau total fertility rate (TFR)

mencapai 5,61, tahun 1980 sebesar 4,68, tahun 1987 sebesar 3,39, tahun 1990

sebesar 3,02, tahun 1994 sebesar 2,86, tahun 1997 sebesar 2,78, dan 2002

sebesar 2,6. Dibandingkan dengan Amerika Serikat yang pada tahun 2003

sebesar 2,07 dan tahun 2010 sebesar 2,05 (BKKBN, 2008).

Penggunaan alat dan obat kontrasepsi selain memberikan keuntungan

berupa dapat memanipulasi pengaturan menstruasi, juga mempunyai

1

Page 2: Referat Pengaturan Haid

beberapa efek samping. Para wanita yang akan menggunakan kontrasepsi

hormonal untuk mengatur siklus menstruasinya diharapkan untuk

mempertimbangkan efek samping dari penggunaan kontrasepsi hormonal.

Selain itu juga diharapkan untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi

dalam pemakaian kontrasepsi hormonal sehingga dapat menggunakan

kontrasepsi hormonal secara aman.

B. Tujuan

1. Mengetahui siklus menstruasi yang normal.

2. Mengetahui macam-macam kontrasepsi hormonal.

3. Mengetahui cara untuk mengatur menstruasi dengan kontrasepsi

hormonal.

2

Page 3: Referat Pengaturan Haid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Siklus Menstruasi

Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perdarahan secara

periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Hanafiah, 1997).

1. Fisiologi Menstruasi

a. Profil Hormonal Selama Siklus Menstruasi

Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada

kerja sama antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium,

glandula tiroidea, glandula suprarenalis, dan kelenjar-kelenjar

endrokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses

tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium

(hypothalamic-pituitary-ovarian axis). Menurut teori neurohumoral

yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon

gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang

disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang

khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi

dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat

merangsang pelepasan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle

Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis (Ganong, 2008; Guyton,

2008).

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan

membaginya atas fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.

Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi

disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon

steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan

balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen

menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan

balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik

3

Page 4: Referat Pengaturan Haid

terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus

(Ganong, 2008; Guyton, 2008; Sloane, 2004).

Tidak lama setelah menstruasi mulai, pada fase folikuler dini,

beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat.

Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum,

sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel,

produksi estrogen meningkat, ini menekan produksi FSH. Folikel

yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia,

sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH

juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya

membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel

yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun,

menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka

terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen

dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi

secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai

puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat

siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus,

mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap

kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal.

Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa

jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah

yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin

disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula

menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang

pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja

tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat

yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya

folikel terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia

biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya

ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam

folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada

4

Page 5: Referat Pengaturan Haid

dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga

prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu (Ganong,

2008; Guyton, 2008; Sloane, 2004).

Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar,

membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel

menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga

bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi

(Ganong, 2008; Guyton, 2008; Sloane, 2004).

Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat

progesteron banyak, dan luteinized theca cells membuat pula

estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi

pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi, korpus luteum

mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya

kapiler-kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan

estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung

pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri

(autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya

korpus luteum, diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis

pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi

korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat

belas hari sesudah ovulasi, terjadi menstruasi. Pada siklus menstruasi

normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan

oleh variasi dalam fase folikuler (Ganong, 2008; Guyton, 2008;

Sloane, 2004).

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh

adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotrophin (HCG),

yang dibuat oleh sinsisiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada

puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu

yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG

memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9-10 minggu

kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta (Ganong,

2008; Guyton, 2008).

5

Page 6: Referat Pengaturan Haid

Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus menstruasi

tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada

permulaan siklus menstruasi meningkatnya FSH disebabkan oleh

menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya

perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada

cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi

terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus

yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum

tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus menerus. Jadi,

hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi

estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik

positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi

estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi

yang normal (Ganong, 2008; Guyton, 2008).

Gambar 1. Siklus hormonal

6

Page 7: Referat Pengaturan Haid

Gambar 2. Siklus menstruasi

b. Siklus Ovarium

Siklus ovarium terdiri dari 2 fase, yaitu fase folikular dan fase

luteal. Siklus menstruasi mempunyai hipotesis berlangsung selama

28 hari, fase folikuler dan luteal kira-kira 14 hari lamanya dari siklus

menstruasi.

1) Fase folikular

Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel

telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada

pertengahan siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran

sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada

manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi

7

Page 8: Referat Pengaturan Haid

panjang siklus menstruasi keseluruhan (Wiknjosastro, 1984;

Guyton, 2008).

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh

hipofisis merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam

ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang

terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari

1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang

membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH,

sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH.

Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh

releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis.

Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik

estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin

(FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari

folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen

mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah

pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi

ovulasi (Wiknjosastro, 1984; Guyton, 2008).

2) Fase luteal

Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi

dengan jangka waktu rata-rata 14 hari. Setelah ovulasi terjadi,

dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di

bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones,

suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan

progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar

endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum

berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan

progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan

degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses

ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan

dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan

(Wiknjosastro, 1984; Guyton, 2008).

8

Page 9: Referat Pengaturan Haid

Gambar 3. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat

perkembangan

c. Siklus Endometrium

Siklus endometrium dapat dibedakan menjadi 3 fase utama,

yaitu fase proliferasi, sekresi, dan menstruasi (Hanafiah, 1997).

1) Fase proliferasi

Fase proliferasi dimulai ketika darah menstruasi berhenti

sampai hari ke-14. Pada fase proliferasi terjadi pertumbuhan dari

desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk

perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali.

Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur

dari indung telur (disebut ovulasi).

Pada awal fase proliferasi, kelenjar-kelenjar umumnya

masih lurus, pendek dan sempit. Epitel kelenjar memperlihatkan

peningkatan aktivitas mitotik. Epitel dan komponen-komponen

stroma terus bertumbuh cepat sepanjang fase proliferasi. Dan

pada akhir fase proliferasi ini, permukaan endometrium menjadi

agak bergelombang (Heffner dan Schust, 2008; Hanafiah, 1997).

2) Fase sekresi

9

Page 10: Referat Pengaturan Haid

Fase sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi.

Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi

pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi uterus siap

untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim). Jika implantasi

blastokis berhasil, maka kadar hCG serum dan progesteron akan

mulai meningkat 7-10 hari sesudah ovulasi (yaitu hari ke-21-24

dari siklus menstruasi). Peningkatan kadar progesteron

menimbulkan perubahan pada endometrium yang dikenal

sebagai desidualisasi. Desidua kehamilan terutama terdiri dari

sel-sel stroma eosinofilik yang sembab, yang memiliki tampilan

mirip jalan setapak (Heffner dan Schust, 2008; Hanafiah, 1997).

3) Fase menstruasi

Fase menstruasi berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu

endometrium dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan

hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.

Bila tidak terjadi kehamilan, maka akan diamati perubahan-

perubahan endometrium sekunder dari penurunan produksi

hormon oleh korpus luteum pada hari ke-24. Lapisan fungsional

dari stroma akan mulai menciut, dan kelenjar-kelenjar

endometrium menjadi lebih berkelok-kelok dan tampak

bergerigi. Konstriksi intermiten dari arteria spiralis

menyebabkan stasis kapiler-kapiler lapisan fungsional, iskemia

jaringan, dan ekstravasasi darah ke dalam stroma dan

pembentukan hematom-hematom kecil. Akhirnya terjadi

deskuamasi dan pengelupasan seluruh lapisan endometrium

fungsional (Heffner dan Schust, 2008; Hanafiah, 1997).

2. Gambaran Klinis Menstruasi

Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya

menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya

perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya

menstruasi tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar menstruasi

dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus

10

Page 11: Referat Pengaturan Haid

mengandung kesalahan 1 hari. Panjang siklus menstruasi yang normal

atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi

variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada

wanita yang sama. Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif,

perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang

siklus adalah 28 hari. Selang waktu antara ovulasi dan hingga awitan

perdarahan menstruasi relatif spontan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada

kebanyakan wanita. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia

12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada

wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus

menstruasi 28 hari itu tidak sering dijumpai. Dari pengamatan Hartman

pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja panjang siklus menstruasi 28

hari (Hanafiah, 1997; Guyton, 2008; Price dan Lorraine, 2005).

Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi. Pada umumnya

lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat

dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-

fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang

banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan

aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat

mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini

disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam

endometrium (Hanafiah, 1997; Guyton, 2008; Price dan Lorraine, 2005).

Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama

satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok

peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan

kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29

mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4

sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400

mg per tahun (Hanafiah, 1997; Guyton, 2008; Price dan Lorraine, 2005).

B. Kontrasepsi Hormonal

11

Page 12: Referat Pengaturan Haid

Kontrasepsi hormonal berisi dua hormon steroid yaitu hormon estrogen

dan progesteron. Estrogen yang terdapat secara alamiah adalah estradiol,

estron, dan estriol. Zat-zat ini adalah sterois C18, sedangkan progesteron

adalah suatu steroid C21 yang disekresikan oleh korpus luteum, plasenta

(dalam jumlah ekcil) dan folikel. Progesteron secara alamiah adalah 17α-

hidroksiprogesteron. Pada kontrasepsi hormonal digunakan estrogen dan

progesteron sintetik. Estrogen sintetik adalah etinil estradiol, mestranol, dan

progesteron sintetik adalah progestin, norethindrone, noretinodrel, etinodiol,

nogestrel. Alasan utama untuk menggunakan estrogen dan progesteron

sintetik adalah bahwa hormon alami hampir seluruhnya akan dirusak oleh hati

dalam waktu singkat setelah diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam sirkulasi

porta (Ganong, 2003; Guyton, 2008).

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu

kombinasi (mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik) dan

hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada

pil dan suntik. Sedangkan kontrasepsi hormonal yang berisi progesteron

terdapat pada pil, suntik dan implant. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal

dibedakan berdasarkan jenis hormon yang terkandung di dalamnya

(Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

Berdasarkan jenis dan cara pemakaiannya dikenal tiga macam

kontrasepsi hormonal yaitu kontrasepsi oral (pil), kontrasepsi suntikan, dan

kontrasepsi implant.

1. Kontrasepsi Oral (Pil)

Kontrasepsi oral adalah kontrasepsi berupa pil dan diminum oleh

wanita yang berisi estrogen dan progestin berkhasiat mencegah

kehamilan bila diminum secara teratur. Dasar dari pil oral adalah meniru

proses-proses alamiah. Pil oral akan menggantikan produksi normal

estrogen dan progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon

ovarium selama siklus menstruasi yang normal sehingga menekan

releasing-factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi (Handayani,

2010; Hartanto, 2010).

Kontrasepsi oral terdiri atas tiga macam yaitu:

12

Page 13: Referat Pengaturan Haid

a. Pil kombinasi

Pil kombinasi merupakan pil yang mengandung estrogen dan

progesteron sintetik yang diminum 3 kali seminggu. Terdapat

estrogen maupun progesteron sintetik dalam satu pil. Pil diminum

tiap hari selama 3 minggu, diikuti selama satu minggu dengan

plasebo dimana pada saat perdarahan surut akan terjadi.

Cara pemakaian pil kombinasi yaitu pil pertama diminum pada

hari kelima siklus menstruasi. Pasca persalinan, pil mulai dimakan

sesudah bayi berumur 30-40 hari, sedangkan pasca keguguran 1-2

minggu pasca kejadian. Usahakan minum pil pada waktu yang sama,

seperti sehabis makan malam pada tiap harinya. Tiap pagi dilakukan

kontrol apakah pil tadi malam sudah diminum. Jika lupa 1 pil,

minumlah segera disaat ingat. Jika lupa 2 pil berturut-turut, minum 2

pil segera ketika ingat dan 2 pil lagi pada waktu biasanya pada hari

berikut. Pada keadaan ini mungkin terjadi spotting. Jika lupa 3 pil,

kemungkinan hamil menjadi besar.

Kelebihan dari pil kombinasi yaitu siklus menstruasi menjadi

teratur sehingga dapat pula mencegah anemia, mudah dihentikan

setiap saat, kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil

dihentikan, dan membantu mencegah kehamiln ektopik, kanker

ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, acne, dan

dismenorhea. Sedangkan kekurangannya meliputi perdarahan bercak

(spotting) atau perdarahan pada tiga bulan pertama, pusing, nyeri

payudara, kenaikan berat badan dan dapat meningkatkan tekanan

darah sehingga resiko stroke.

Kontraindikasi mutlak pemakaian pil kombinasi ialah

terdapatnya riwayat tromboflebitis atau tromboflebitis, kelainan

serebrovaskular, gangguan fungsi hati, keganasan pada payudara dan

alat reproduksi, kehamilan dan varises berat. Kontraindikasi relatif

ialah hipertensi, perdarahan abnormal pervaginam yang tidak jelas

sebabnya, laktasi, fibromioma uterus, penyakit jantung atau ginjal,

dan lain-lain.

13

Page 14: Referat Pengaturan Haid

Efek samping dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu efek

samping yang ringan dan efek samping yang berat. Efek samping

ringan dapat berupa penambahan berat badan, perdarahan diluar daur

menstruasi, enek, depresi, alopesia, melasma, kandidiasis, amenorea

pascapil, retensi cairan, dan keluhan gastrointestinal. Efek samping

ini akan hilang dan berkurang dengan sendirinya. Efek samping yang

berat adalah tromboemboli, yang mungkin terjadi karena

peningkatan aktivitas faktor-faktor pembekuan, atau mungkin juga

pengaruh vaskuler secara langsung.

b. Pil sekuenseal

Pil ini dibuat mirip dengan urutan hormon yang dikeluarkan

ovarium pada tiap siklus. Maka berdasarkan urutan hormon tersebut,

estrogen hanya diberikan selama 14-16 hari pertama di ikuti oleh

kombinasi progesteron dan estrogen selama 5-7 hari terakhir.

Manfaat pemakaian pil ini adalah untuk menghambat ovulasi. Cara

pemakaian, efek samping dan kontraindikasi sama dengan pil

kombinasi.

c. Pil mini

Pil mini merupakan pil hormon yang hanya mengandung

progesteron dalam dosis mini (kurang dari 0,5 mg) yang harus

diminum setiap hari termasuk pada saat menstruasi. Pil mini

mengandung progestin saja, tanpa estrogen. Progestin yang terdapat

di dalam pil mini terdiri dari dua golongan, yaitu analog progesteron

berupa chlormadinone acetat dan megestrol acetat yang saat ini tidak

dipakai lagi, lalu kedua derivat testosteron yang diketemukan 1970-

an dan dipakai sampai saat ini, meliputi norethindrone, norgestrel,

ethynodiol, dan lynestrenol (Hartanto, 2010).

Pencegahan kehamilan mungkin karena pengaruh terhadap

motilitas tuba, korpus luteum, endometrium dan lendir serviks serta

pencegahan ovulasi. Keuntungan pil mini adalah dapat diberikan

untuk wanita yang menderita keadaan tromboemboli, laktasi dan

mungkin cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang

14

Page 15: Referat Pengaturan Haid

disebabkan oleh estrogen (sakit kepala, hipertensi, nyeri tungkai

bawah, berat badan bertambah, dan rasa mual). Kekurangannya yaitu

kurang efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan pil oral

kombinasi, menambah insidens perdarahan bercak (spotting), variasi

dalam panjang siklus menstruasi, dan bila lupa minum 1 atau 2 tablet

pil mini atau kegagalan dalam absorpsi pil mini oleh sebab muntah

atau diare, sudah cukup untuk meniadakan proteksi kontraseptifnya

(Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

Umumnya kontraindikasi absolut pil mini adalah sama dengan

kontraindikasi absolut pil oral kombinasi. Efek samping dari

penggunaan pil mini adalah perdarahan tidak teratur dan spotting.

Mekanisme aksinya:

1) Menekan ovulasi (tak seragam pada seluruh siklus)

2) Variabel menurunkan efek siklus puncak dari LH dan FSH.

3) Meningkatkan viskositas mukus dengan mengurangi volume

dan alterasi strukturnya.

4) Mengurangi jumlah dan ukuran kelenjar endometrium,

menjadikannya atrofi sehingga tak cocok untuk implantasi

ovum.

5) Mengurangi motilitas silia pada tuba fallopi, sehingga

mengurangi laju transpor ovum

2. Kontrasepsi Suntikan

Kontrasepsi suntik adalah salah satu cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. Terdapat dua

macam yaitu suntikan kombinasi yang mengandung hormon sintetik

estrogen dan progesteron, kemudian suntikan progestin yang berisi

progesteron. Cara penyuntikan pada umumnya dilakukan pada otot (intra

muskular) yaitu pada otot pantat (gluteus) yang dalam dan pada otot

pangkal lengan (deltoid) (Uliyah, 2010; Saifuddin, 2006; Pinem, 2009).

Kontrasepsi suntikan yang sekarang banyak digunakan

adalah long-acting progestin yaitu Depomedroxy Progesterone Acetate

(DMPA) atau depo provera yang diberikan sekali setiap tiga bulan atau

15

Page 16: Referat Pengaturan Haid

13 minggu dengan dosis 150 mg, dan Norethindrone Enanthate (NET-

EN) atau noristerat yang diberikan dengan dosis 200 mg sekali setiap

delapan minggu untuk enam bulan pertama kemudian selanjutnya sekali

setiap 12 minggu. Suntikan juga bisa diberikan pada hari ke 3-5 pasca

persalinan, segera setelah keguguran. Contoh preparat lainnya adalah

Cyclofem, mengandung 25 mg depo medroxyprogesteron acetate dan 5

mg estradiol sipionat, yang diberikan sebulan sekali (Handayani, 2010;

Hartanto, 2010; Saifuddin, 2006; Pinem, 2009).

Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi suntik yaitu DMPA

diberikan sekali dalam 12 minggu dengan dosis 150 mg, tingkat

efektifitasnya tinggi, efek samping sangat kecil, dapat diberikan pasca

persalinan, pasca keguguran, atau pasca menstruasi, tidak mengganggu

pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi, suntikan tidak ada

hubungannya dengan saat bersenggama, tidak perlu menyimpan atau

membeli persediaan, dan kontrasepsi suntikan dapat dihentikan setelah 3

bulan dengan cara tidak disuntik ulang. Sedangkan kerugian pemakaian

kontrasepsi suntik yaitu perdarahan yang tidak menentu, amenorhea yang

berkepanjangan, berat badan yang bertambah, sakit kepala, kembalinya

kesuburan agak terlambat beberapa bulan, masih mungkin terjadi

kehamilan, karena mempunyai angka kegagalan 0,7%, pemberiannya

harus dilakukan oleh orang yang profesional, dan menimbulkan rasa sakit

akibat suntikan (Saifuddin, 2006; Pinem, 2009).

Kontraindikasi penggunaan meliputi hamil atau diduga hamil,

perdarahan vagina tanpa diketahui penyebabnya, hipertensi, pernah

mengalami stroke, mengalami kanker payudara, menderita tumor hati

(hepatoma), dan menderita diabetes. Efek samping yang ditimbulkan

adalah gangguan pola menstruasi, perubahan berat badan dan sebagian

besar wanita belum kembali fertilitasnya selama 4-5 bulan setelah

menghentikan suntikannya (Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

3. Kontrasepsi Implant (Susuk)

Efektifitas progestin sebagai kontrasepsi dapat diperpanjang

dengan cara memasukkan progestin tersebut ke suatu delivery system.

16

Page 17: Referat Pengaturan Haid

Ada beberapa cara delivery system antara lain cincin vagina, implant dan

mikrokapsul. Implant adalah salah satu jenis kontrasepsi yang

pemakaiannya dengan cara memasukkan tabung kecil di bawah kulit

pada bagian tangan yang dapat dilkukan oleh petugas kesehatan. Tabung

kecil tersebut berisi hormon akan terlepas sedikit-sedikit, sehingga

mencegah kehamilan. Implant yang beredar di pasaran adalah norplant

yang terdiri dari enam kapsul dan masing-masing mengandung 36 mg

levonorgestrel serta efektif mencegah kehamilan untuk lima tahun.

Mekanisme kerja kontrasepsi implant yaitu menekan ovulasi (lebih dari

80% pemakai norplant pada tahun-tahun pertama tidak mengalami

ovulasi), membuat getah serviks menjadi kental, dan membuat

endometrium tidak siap menerima kehamilan (Proverawati, 2010;

Handayani, 2010).

Kontrasepsi ini memiliki keuntungan, yaitu akseptor tidak harus

minum pil KB ataupun suntik KB berkala, proses pemasangan susuk KB

cukup satu kali untuk jangka pemakaian 2-5 tahun, bila berencana untuk

hamil maka cukup dengan melepaskan implant ini kembali.

Kontraindikasi implant meliputi kehamilan atau disangka hamil,

penderita penyakit hati akut, kanker payudara, penyakit jantung,

hipertensi, tromboemboli, dan diabetes melitus. Efek samping dari

penggunaan kontrasepsi implant yaitu gangguan siklus menstruasi berupa

perdarahan tidak teratur, perubahan metabolisme karbohidrat,

pembekuan darah, tekanan darah dan berat badan, perdarahan bercak,

dan amenorhea. Sebagian besar penghentian pemakaian kontrasepsi

progestin disebabkan gangguan pola perdarahan (Proverawati, 2010;

Handayani, 2010).

4. Kontrasepsi Transdermal

Ortho Evra patch (Ortho-McNeil Pharmaceutical, Raritan, NJ)

memiliki lapisan dalam yang mengandung perekat dan matriks hormon,

dan lapisan luar yang kedap air. Akibatnya, perempuan bisa mengenakan

patch pada saat di bak mandi, kolam renang, dan sauna tanpa

menurunkan kemanjurannya. Patch dapat ditempelkan pada pantat,

17

Page 18: Referat Pengaturan Haid

lengan atas bagian luar, perut bagian bawah, atau tubuh bagian atas,

tetapi hindari penggunaan pada payudara (seperti tampak pada gambar

4). Karena hormon digabungkan dengan perekat, kerekatan kulit yang

berkurang akan menurunkan penyerapan dan kemanjuran hormon. Oleh

karena itu, jika daya lekat patch sudah jelek yaitu seperti diperlukannya

penguatan dengan menggunakan selotip, maka patch harus diganti

(Graziottin, 2006).

Gambar 4. Patch: kontrasepsi transdermal OrthoEvra

Penggunaan patch awal adalah sama caranya seperti pada pil oral

kombinasi, dan patch yang berisi hormon ditempelkan selama 3 minggu,

dengan mengganti patch 1 minggu 1 kali, diikuti oleh 1 minggu patch

tanpa isi untuk memungkinkan terjadinya withdrawal penarikan.

Meskipun patch sangat ideal dipakai tidak lebih dari 7 hari, kadar

18

Page 19: Referat Pengaturan Haid

hormon tetap berada dalam rentang yang efektif sampai 9 hari, dan ini

memberikan masa selang kosong selama 2 hari, ada juga yang

mengatakan untuk 10 hari, untuk keterlambatan perubahan patch

(Abrams dan rekan kerja, 2001) (Graziottin, 2006).

Dalam penelitian nonrandomisasi besar terdapat 4 dari enam

kehamilan yang terjadi pada perempuan dengan berat badan lebih dari 90

kg, ini menunjukkan menurunnya angka keberhasilan pada perempuan

yang memiliki berat badan besar. Setelah penggunaan selama beberapa

siklus menstruasi pertama, pola perdarahan dan efek samping yang

terjadi ialah hampir sama dengan akseptor yang menggunakan pil oral

kombinasi (Graziottin, 2006).

Secara khusus, studi oleh Jick dan rekan kerja (2006a, b, 2007)

tidak menunjukkan peningkatan angka kejadian kasus tromboemboli,

stroke iskemik, atau infark miokard. Namun sebaliknya, Cole dan rekan

(2007) melaporkan peningkatan kejadian kasus tromboemboli, stroke

iskemik, atau infark miokard dua kali lipat lebih tinggi (Graziottin,

2006).

5. Kontrasepsi Transvaginal

NuvaRing (Organon USA, Roseland, NJ) adalah sebuah

kontrasepsi hormonal intravaginal berbentuk cincin yang fleksibel.

Terdiri dari ethinyl vinil asetat, cincin berukuran 54 mm dan tebal 4 mm

(gambar 5). Utamanya berisi ethinyl estradiol dan progestin, etonogestrel.

Zat ini dilepaskan dengan jumlah sekitar 15 g dan 120 g per hari, masing-

masing dan diserap pada epitel vagina. Meskipun hasil pelepasan ini

dalam kadar hormon sistemik lebih rendah daripada dosis rendah pil

kontrasepsi oral dan formulasi kontrasepsi patch, namun inhibisi ovulasi

tetap terjadi secara lengkap (Hartanto, 2010).

Cincin ini dipakai selama 3 minggu per bulan, meskipun reservoir

cincin cukup mengandung kontrasepsi steroid untuk sekitar 14 hari lebih.

Cincin tersebut dirancang untuk harus disimpan intravaginal bahkan

selama berhubungan. Namun cincin tersebut dapat mempertahankan

kemanjurannya bahkan jika cincin tersebut dilepaskan sampai waktu 3

19

Page 20: Referat Pengaturan Haid

jam. Pengguna diminta untuk memasukkan cincin tinggi-tinggi ke

vagina, pemasangan ini tidak memerlukan tenaga kesehatan. Tingkat

kehamilan keseluruhan lebih dari 1 tahun penggunaan ialah 0,65

kehamilan per 100 wanita per tahun (Hartanto, 2010).

20

Page 21: Referat Pengaturan Haid

Gambar 5. NuvaRing: kontrasepsi cincin vagina estrogen-progestin-

releasing

Cincin ini mempunyai kelebihan dapat dengan mudah dimasukkan,

diperiksa, dilepaskan, dan diganti oleh pengguna. Keuntungan lain dari

cincin ini adalah sebagai berikut (Hartanto, 2010):

a. Penggunaannya dapat dilepaskan saat koitus.

b. Ini memberikan jumlah pelepasan obat yang konstan, sehingga

tingkat plasma lebih stabil dari dosis minimum yang diperlukan

untuk kontrasepsi.

c. Efek samping metabolik dikurangi dengan menghindari first-pass

effect di hati.

d. Pada kasus kehamilan yang disengaja atau jika proteksi tidak lagi

diperlukan, kadar dalam plasma dengan cepat jatuh ke nol.

6. Kontrasepsi IUD Hormonal

IUD (Intra Uterine Device) hormonal atau IUD yang mengandung

hormon adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur,

mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon progesteron

dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina. Kontrasepsi ini sangat

efektif digunakan bagi ibu yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi

yang mengandung hormonal dan merupakan kontrasepsi jangka panjang

8-10 tahun. Tetapi efek dari IUD dapat menyebabkan perdarahan yang

lama dan kehamilan ektopik. Angka kegagalan pada tahun petama 2,2%

(Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

Jenis-jenis IUD yang mengandung hormonal terdiri dari:

a. Progestasert-T atau Alza-T

1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor

warna hitam.

2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan

65 mcg progesteron per hari.

3) Daya kerja 18 bulan.

21

Page 22: Referat Pengaturan Haid

b. LNG-20

1) Mengandung 46-60 mg levonorgestrel, melepaskan 20 mcg per

hari.

2) Angka kegagalan atau kehamilan sangat rendah < 0,5 per 100

wanita per tahun.

Keuntungan pemakaian kontrasepsi IUD adalah dapat segera aktif

setelah pemasangan, metode jangka panjang, tidak mempengaruhi

produksi ASI, tidak mengurangi laktasi, kesuburan cepat kembali setelah

IUD dilepas, dapat dipasang segera setelah melahirkan, meningkatkan

kenyamanan hubungan suami istri karena rasa aman terhadap resiko

kehamilan (Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

Kontraindikasi penggunaan antara lain kehamilan atau disangka

hamil, infeksi pelvis yang aktif, infeksi alat genital (vaginitis, servisitis),

kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak uterus yang

dapat mempengaruhi kavum uteri. Efek samping adalah akibat yang

ditimbulkan atau reaksi yang disebabkan oleh benda asing yang masuk

kedalam tubuh dan tidak diharapkan, sedikit nyeri dan perdarahan terjadi

segera setelah pemasangan IUD yang biasanya menghilang dalam 1-2

hari, perubahan siklus menstruasi, dismenorhea, perdarahan spotting, dan

insidensi kehamilan ektopik lebih tinggi (Handayani, 2010; Hartanto,

2010).

Gambar 6. Kontrasepsi IUD

C. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal

22

Page 23: Referat Pengaturan Haid

Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan

untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung

preparat estrogen dan progesteron. Adapun cara kerja estrogen dan

progesteron serta kontrasepsi hormonal dalam mencegah kehamilan yaitu

(Handayani, 2010; Hartanto, 2010):

1. Mekanisme Kerja Estrogen

Estrogen mempunyai khasiat kontrasepsi dengan jalan

mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi

dihambat melalui pengaruh estrogen terhadap hipotalamus dan

selanjutnya menghambat FSH dan LH. Ovulasi tidak selalu dihambat

oleh pil kombinasi yang mengandung estrogen 50 mikrogram atau

kurang. Kalaupun daya guna preparat ini tinggi (95-98% menghambat

ovulasi), hal itu adalah pengaruh progesteron di samping estrogen.

Implantasi telur yang sudah dibuahi dihambat oleh estrogen dosis

tinggi (dietil stilbestrol, etinil estradiol) yang diberikan pada pertengahan

siklus menstruasi. Jarak waktu antara konsepsi dan implantasi rata-rata 6

hari. Biopsi endometrium yang dilakukan setelah pemberian estrogen

dosis tinggi pasca konsepsi menunjukkan efek antiprogesteron, yang

dapat menghambat implantasi. Perjalanan ovum di percepat dengan

pemberian estrogen pasca konsepsi.

2. Mekanisme Kerja Progesteron

Fungsi progesteron ialah menyiapkan endometrium untuk

implantasi dan mempertahankan kehamilan. Disamping itu progesteron

mempunyai pula khasiat kontrasepsi, sebagai berikut (Handayani, 2010;

Hartanto, 2010):

a. Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat, sehingga

penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit

b. Kapasitas sperma dihambat oleh progesteron. Kapasitas diperlukan

sperma untuk membuahi sel telur dan menembus rintangan

disekeliling ovum.

c. Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum

dalam tuba akan terhambat.

23

Page 24: Referat Pengaturan Haid

d. Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi.

Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus

luteum akan berkurang sehinga implantasi dihambat.

3. Mekanisme Pil Oral Kombinasi

Pil oral kombinasi memiliki beberapa aksi, tetapi pengaruh yang

paling penting adalah untuk mencegah ovulasi dengan menekan

hypothalamic gonadotropin-releasing factors. Hal ini mencegah sekresi

pituitari dari follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone

(LH). Progestin mencegah ovulasi dengan menekan LH dan juga

membuat lendir cervix menebal, sehingga memperlambat perjalanan

sperma. Selain itu, obat ini juga membuat endometrium kurang baik

untuk implantasi. Estrogen mencegah ovulasi dengan menekan pelepasan

FSH. Hal ini juga menstabilkan endometrium, yang mencegah

pendarahan intermenstrual juga dikenal sebagai pendarahan terobosan

(flek) (Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

Efeknya sangat efektif menekan ovulasi, inhibisi migrasi sperma

melalui lendir serviks, dan menciptakan endometrium yang kurang baik

untuk implantasi. Dengan demikian, obat ini hampir mutlak memberikan

perlindungan terhadap konsepsi (Handayani, 2010; Hartanto, 2010).

4. Mekanisme Kerja Implant

a. Menekan ovulasi, lebih dari 80% pemakai norplant pada tahun-tahun

pertama tidak mengalami ovulasi.

b. Membuat getah serviks menjadi kental.

c. Membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan.

5. Mekanisme Kerja IUD

Mekanisme kerja IUD belum dapat didefinisikan dengan tepat dan

masih menjadi subyek perdebatan sampai saat ini. Pernah dipercaya

bahwa aksi IUD ialah menginterferensi terhadap keberhasilan implantasi

ovum yang telah dibuahi, namun sekarang dianggap menjadi kurang

penting dibandingkan pencegahan pembuahan (Glasier, 2002).

Dalam rahim, IUD menginduksi adanya respon peradangan

setempat endometrium, terutama oleh perangkat yang mengandung

24

Page 25: Referat Pengaturan Haid

tembaga. Komponen peradangan selular dan komponen humoral ini

terjadi pada jaringan endometrium dan cairan yang mengisi rongga rahim

dan saluran tuba. Ini menyebabkan menurunnya sperma dan viabilitas

telur. Pembuahan sulit untuk terjadi, disebabkan inflamasi yang sama

diarahkan terhadap blastokista, dan endometrium yang berubah menjadi

lokasi yang buruk untuk terjadinya implantasi. Pada IUD tembaga,

tembaga meningkatkan lendir pengguna IUD dan menurunkan motilitas

dan viabilitas sperma (Glasier, 2002).

Dengan IUD yang mengandung levonergestrel, di samping

terjadinya reaksi peradangan, pelepasan progestin yang lama pada

pengguna menyebabkan atrofi kelenjar dan stroma desidualisasi. Selain

itu, progestin membuat lendir serviks menjadi lebih kental yang dapat

menghalangi motilitas sperma. IUD tipe ini juga mungkin tidak konsisten

melepaskan progestin untuk menghambat ovulasi (Handayani, 2010;

Hartanto, 2010).

6. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntik

Mekanisme kerja kontrasepsi DMPA menurut Hartanto (2010):

a. Primer : mencegah ovulasi

Kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing

Hormone (LH) menurun serta tidak terjadi lonjakan LH. Respons

kelenjar hipofisis terhadap gonadotropin-releasing hormon eksogenous

tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus

daripada di kelenjar hipofisis. Ini berbeda dengan POK, yang

tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar

hipofisis. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan

keadaan hipo-estrogenik.

Pada pemakaian DMPA, endometrium meniadi dangkal dan

atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Dengan pemakaian

jangka lama endometrium bisa menjadi semakin sedikit sehingga

hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi

perubahan tersebut akan kembali normal dalam waktu 90 hari setelah

suntikan DMPA berakhir.

25

Page 26: Referat Pengaturan Haid

b. Sekunder

1) Lendir servik menjadi kental dan sedikit sehingga merupakan

barier terhadap spermatozoa.

2) Membuat endometrium menjadi kurang baik untuk implantasi

dari ovum yang telah dibuahi.

3) Mungkin mempengaruhi kecepatan transportasi ovum didalam

tuba falopi.

D. Pengaturan Menstruasi

Pengaturan menstruasi atau manipulasi/supresi menstruasi adalah suatu

usaha untuk mengatur siklus menstruasi seorang wanita dengan

mempergunakan preparat hormonal, sehingga memungkinkan seorang wanita

lebih jarang mengalami siklus menstruasi atau menghindari menstruasi pada

waktu tertentu. Preparat hormonal tersebut mengandung kombinasi hormon

estrogen dan progesteron atau hanya mengandung progesteron saja.

Pengaturan menstruasi dapat dilakukan cara mengundurkan

(penundaan) atau mempercepat menstruasi. Proses penundaan menstruasi

hendaknya hanya dilakukan bila memang benar-benar dianggap perlu sekali,

misalnya pada saat melakukan ibadah haji, atlit yang akan berkompetisi,

wanita yang hendak berbulan madu.

Preparat hormonal yang sering digunakan dalam pengaturan menstruasi

adalah:

1. Progesteron Tiruan

Berbagai progesteron tiruan dapat digunakan untuk pengaturan

menstruasi seperti turunan progesteron maupun turunan testosteron. Jenis

progesteron tiruan yang banyak digunakan adalah medroksiprogesteron

asetat, nomogestrol asetat, noretisteron, linestrenol dan levonorgestrel.

a. Penundaan Menstruasi

Cara menunda menstruasi adalah dengan memberikan tablet

progesteron tiruan jenis apapun, paling lambat 14 hari sebelum

menstruasi yang berikutnya datang dan dihentikan pemakaiannya 3

hari sebelum menstruasi yang diinginkan. Menstruasi biasanya akan

26

Page 27: Referat Pengaturan Haid

datang 2-3 hari setelah penghentian progesteron tiruan. Progesteron

tiruan  dimulai penggunaannya pada hari ke-5 siklus menstruasi.

Progesteron tiruan diminum setiap hari, dengan waktu yang sama.

Progesteron tiruan ini dapat diberikan berbulan-bulan. Efek samping

yang timbul biasanya jarang.

b. Memajukan Menstruasi

Cara ini jarang sekali digunakan karena lazimnya wanita

sebagian besar ingin menunda masa menstruasinya. Tetapi bila

seorang wanita ingin memajukan menstruasinya 6 hari lebih awal

dari menstruasi yang akan datang, maka dapat memulai memakai

progesteron tiruan tablet hari ke-5 sampai hari ke-19 dari siklus

menstruasi.

Gambar 7. Sediaan progesteron tiruan

2. Pil Kombinasi

Pil kombinasi dapat juga digunakan untuk pengaturan menstruasi.

Cara penggunaannya sama dengan penggunaan tablet progesteron. Pada

pil kombinasi yang mengandung tablet plasebo, maka plasebo tersebut

harus dibuang. Penggunaan pil kombinasi untuk pengaturan menstruasi

sangat saedikit menimbulkan perdarahan bercak. Bila terjadi perdarahan

27

Page 28: Referat Pengaturan Haid

bercak, cara penanganannya adalah dengan penambahan 1 tablet pil

serupa pada saat perdarahan bercak itu terjadi. Bla berhenti, maka tidak

perlu ditambah lagi untuk hari berikutnya, bila setelah pemberian 1 tablet

masih mengalami perdarahan bercak, jangan ditambahkan lagi untuk hari

berikutnya.

3. Analog GnRH

GnRH alamiah merupakan hormon peptida pendek yang terdiri

dari rangkaian 10 asam amino. GnRH ini memiliki waktu paruh yang

singkat, ikatan reseptor yang lemah dan sangat mudah di hancurkan oleh

enzim peptidase . Untuk mendapatkan analog GnRH, maka susunan asam

amino pada GnRH alami diganti dengan asam amino lain pada rantai 6

dan 10. Menurut cara kerjanya analog GnRH di bagi dalam dua bentuk,

yaitu agonis GnRH dan antagonis GnRH.

Analog GnRH pada umumnya banyak digunakan sebagai

pengobatan endometriosis dan perdarahan uterus disfungsional.

Pemberian analog GnRH sangat efektif dalam menghentikan perdarahan.

Selama pemberian, pada umumnya menstruasi seorang wanita akan

berhenti total. Cara pemberian analog GnRH sebaiknya diberikan antara

hari pertama sampai hari ke-5 pada siklus menstruasi. Pemberian

dilakukan 1 bulan sekali. Untuk keperluan ibadah haji cukup diberikan 2

kali saja. Analog GnRH hanya boleh diberikan sampai 6 kali.

Kekurangan dari pemberian analog GnRH adalah harganya yang mahal.

GnRH dapat diberikan secara intravena atau subkutaneus,

sedangkan GnRH agonis dapat diberikan secara subkutan, intramuskular,

atau nasal spray. Waktu paruh GnRH yang diberikan secara intravena

adalah 4 menit, sedangkan waktu paruh pemberian GnRH agonis secara

intramuskular dan intranasal adalah 3 jam. Degradasi GnRH terjadi di

hipotalamus dan kelenjar hipofisis. GnRH agonis mempunyai afinitas

yang tinggi terhadap reseptor GnRH yang menyebabkan penurunan

kemungkinan proses degradasi GnRH di dalam tubuh.

Pada pemberian agonis GnRH secara kontinyu (nonpulsatil), maka

agonis GnRH tersebut akan menduduki reseptor di hipofisis anterior,

28

Page 29: Referat Pengaturan Haid

dengan cara mengurangi sensitifitas hipofisis terhadap rangsangan agonis

GnRH sehingga terjadi penurunan sekresi LH dan FSH. Akibatnya

produksi estrogen dan progesteron pun oleh ovarium akan berkurang

(receptor down-regulation). Long-acting GnRH agonis ini (leuprolide,

nafarelin, goserelin) mengakibatkan keadaan hipogonadal

hipogonadotropik yang disebut pseudomenopause, tetapi stilah itu kurang

tepat karena pada menopause ovarium tidak memproduksi estrogen

karena tidak ada folikel. Pada keadaan tersebut terjadi kenaikan kadar

gonadotropin yang bermakna. Sebaliknya perempuan yang mendapat

terapi agonis GnRH tidak memproduksi estrogen karena kedua ovarium

tidak mendapatkan rangsang gonadotropin yang adekuat, akibatnya kadar

FSH dan LH sangat rendah.

Pada awal pemberian terjadi stimulasi reseptor dan dengan

sendirinya terjadi pengeluaran LH dan FSH dalam jumlah besar,

sehingga terjadi pemicuan sintesis estrogen dan progesteron di ovarium

(flare up). Ikatan reseptor agonis GnRH ini sangat kuat (slow

reversibility), sehingga meskipun pemberiannya telah dihentikan namun

efeknya terhadap tubuh manusia masih ada berbulan-bulan. Karena cara

kerjanya yang menimbulkan flare up, dan mengurangi sensitivitas

hipofisis anterior.

29

Page 30: Referat Pengaturan Haid

BAB III

KESIMPULAN

1. Menstruasi atau menstruasi atau datang bulan adalah perdarahan secara

periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi

2. Kontrasepsi hormonal merupakan alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan

untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bahan bakunya mengandung

preparat estrogen dan progesteron.

3. Kontrasepsi hormonal dapat memanipulasi atau mengatur siklus menstruasi,

tetapi harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasinya.

4. Mekanisme kerja kontrasepsi dalam pengaturan siklus menstruasi sesuai

dengan kerja hormon estrogen dan progesteron.

5. Pengaturan menstruasi dapat dilakukan dengan cara memajukan dan

memundurkan siklus menstruasi dengan menggunakan progesteron tiruan, pil

kombinasi, dan analog GnRH.

30

Page 31: Referat Pengaturan Haid

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan RI dan Macro Internasional. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta.

Cunningham, F. G., Gant, N. F., Levono, K. J., et all. 2006. Obstetri Williams Volume 2. Edisi 21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1696-1747. (hormon, kontrasepsi)

Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Glasier, Anna. 2002. Historical Perspective Contraception - past and future. Nature Cell Biology & Nature Medicine.

Graziottin, Alessandra. 2006. A Review of Transdermal Hormonal Contraception. Treat Endrocinol. 5 (6), 359-365.

Guyton, A. C. dan Jhon, E. H. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC Medical Publisher, 1065-1078.

Hanafiah, M. J. 1997. Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Sumapraja S. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 103-124.

Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

31

Page 32: Referat Pengaturan Haid

Hartanto, Hanafi. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Heffner, L. J. dan Schust, D. J. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga, 38-39, 58.

Hillard, P. A. 2002. Menstruation in young girls: A Clinical perspective. Am J Obstet Gynecol, No 4, 655-662.

Proverawati, A., dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifuddin, A. B, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 345-363.

Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM.

Price, S. A. dan Lorraine, M. W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC Medical Publisher, 1277-1289.

Wiknjosastro, H. 1984. Fisiologi Haid. Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 37-43.

32