ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) telah ada sejak zaman kuno. Sekitar 460 SM, Hippocrates
diidentifikasi penyakit paru-paru, yang merupakan istilah Yunani untuk konsumsi (TB
tampaknya mengkonsumsi orang dari dalam dengan gejala batuk berdarah, demam,
pucat dan hampir selalu fatal. Hari ini, TB masih merupakan penyakit menular yang
paling umum, yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. [1]
Etambutol merupakan salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan TBC,
yang masih lazim di Asia Tenggara. Etambutol adalah obat yang mempunyai efek
samping toksisitas okular, bermanifestasi sebagai neuritis optik, telah dijelaskan sejak
penggunaan pertama dalam pengobatan tuberkulosis. Dilaporkan kasus Semua pasien
memiliki keluhan hilangnya ketajaman visual sentral, penglihatan warna (Ishihara) dan
bidang visual. [1]
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 1
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi Retina
Retina adalah jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan, yang
melapisi 2/3 bagian dalam posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah sehingga dapat
terbentuk suatu ruang yang disebut subretina. Akan tetapi pada diskus optikus dan ora
serata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat. [2]
Retina terdiri dari 10 lapisan yang berturut-turut dari dalam ke luar adalah
sebagai berikut: [2]
Lapisan membran limitans interna
Lapisan serat saraf mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus
Lapisan sel ganglion
Lapisan pleksiformis dalam mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan bipolar
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 2
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
Lapisan inti dalam mengandung badan-badan sel bipolar, amakrin, dan
horizontal
Lapisan pleksiformis luar mengandung sambungan sel bipolar dan horizontal
dengan sel-sel fotoreseptor
Lapisan inti luar mengandung akson sel fotoreseptor (batang dan kerucut)
Lapisan membran limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor à mengandung badan-badan sel batang dan kerucut
Lapisan epitel pigmen retina
Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses
penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen penglihatan yang
fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi perubahan bentuk 11-cis-
retinal (komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk
ini akan memicu terjadinya kaskade penghantar kedua, dimana rangsangan cahaya akan
diubah menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantarkan oleh jaras-jaras
penglihatan melalui nervus optikus menuju korteks penglihatan oksipital. [2,3]
Pada bagian tengah dari retina posterior terdapat makula yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 3
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
temporal. Makula secara histologis memiliki ketebalan lapisan sel ganglion lebih dari
satu lapis. [2,3]
Di tengah makula terdapat fovea sentralis, yaitu suatu daerah yang secara
histologis ditandai oleh adanya penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim
lain. Hal ini dapat terjadi akibat akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring dan
lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara
sentrifugal. Fovea sentralis adalah bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung
fotoreseptor kerucut. Fungsi dari fovea sentralis ini adalah sebagai penghasil ketajaman
penglihatan yang optimal.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu arteri sentralis retina dan arteri
koriokapilaris. Arteri sentralis retina memperdarahi 2/3 daerah retina bagian dalam,
sementara 1/3 daerah retina bagian luar diperdarahi oleh arteri koriokapilaris. Fovea
sentralis sendiri diperdarahi hanya oleh arteri koriokapilaris dan rentan untuk mengalami
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, sehingga membentuk sawar darah-
retina. [2,3]
2.2 Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus
berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan
serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Fotoreseptor
kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan
merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.[3]
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel
kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman
penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel
kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan warna
dan memiliki fungsi penglihatan sentral. [3]
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 4
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
1. Fotokimiawi Penglihatan
Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin dan pigmen
kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin sudah mengabsorbsi energi
cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat fotoaktivasi elektron pada bagian retinal
yang mengubah bentuk cis dari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans
memiliki struktur kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya
berbeda, yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang
melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal all-trans tidak
lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka terjadi pelepasan dengan
skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah batorodopsin, yang merupakan
kombinasi terpisah sebagian dari retianal all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri
merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak
menjadi lumirodopsin yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I ini
selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II yang disebut juga
rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan elektrik dalam sel batang yang
selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke otak.
Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-trans retinal
menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula mengubah all-trans retinal
menjadi menjadi all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A.
Selanjutnya, di bawah pengaruh enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-cis
retinol lalu diubah lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin
membentuk rhodopsin.
2. Adaptasi Terang dan Gelap
Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang lama, maka
banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel batang dan kerucut menjadi
berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin. Selanjutnya, sebagian besar retinal
dalam sel batang dan kerucut akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek
ini, maka konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan
kerucut akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap cahaya juga
turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 5
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam waktu yang
lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan kerucut diubah kembali menjadi
pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya, vitamin A diubah kembali menjadi
retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya
ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut. Keadaan ini
disebut adaptasi gelap.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 6
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
BAB III
PENGARUH ETHAMBUTOL PADA MATA
3.1 Ethambutol
Ethambutol merupakan salah satu obat penting dalam penanganan tuberculosis.
Ethambutol bersifat bakteriostatik dan efektif digunakan baik pada terapi primer maupun
pada terapi ulangan dengan pengulangan resistensi obat antituberkulosis lain. [4]
Etambutol merupakan suatu senyawa sintetik, larut dalam air, senyawa yang
stabil dalam keadaan panas, dijual sebagai garam hidroklorid, struktur dextro-isomer dari
ethylene di-imino di-butanol.
Secara in vitro,banyak strain M Tuberculosis dan mikrobakteria lain dihambat
oleh etambutol dengan konsentrasi 1-5 μg/ml. Mekanisme kerja obat ini tidak diketahui.
Etambutol diabsorbsi dengan baik dari usus. Setelah menelan obat ini 25mg/kg, kadar
obat puncak dalam darah berkisar 2-5 μg/ml yang dicapai dalam waktu 2-4 jam. Dosis
tunggal 15 mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5 µg/ml pada 2-4 jam.
Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar etambutol di dalam eritrosit 1-2 kali kadar
dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai depot etambutol yang
kemudian melepaskannya sedikit demi sedikit ke dalam plasma. Lebih kurang 20% dari
obat ini diekskresikan dalam tinja dan 50% di urin dalam bentuk utuh, 10 % sebagai
metabolit,berupa derivate aldehid dan asam karboksilat. Ekskresi obat ini diperlambat
pada penyakit gagal ginjal. Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak.
Etambutol dapat menembus sawar darah otak bila inflamasi meningen,pada meningitis
tuberkulosa, etambutol dalam cairan serebrospinalis lebih dari 10-40% dari kadarnya di
serum. [4]
Resistensi terhadap etambutol timbul segera dengan cepat diantara
mikrobakterium bila obat ini digunakan secara tunggal. Efektivitas pada hewan coba
sama dengan isoniazid. In vivo ,sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan
timbulnyapun lambat tetapi resistensi ini timbul bila etambutol digunakan tunggal.
Karena itu, etambutol selalu diberikan dalam bentuk kombinasi dengan obat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 7
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
antituberkulosis lain. Etambutol hidroklorid 15 mg/kg, biasanya diberikan sebagai dosis
tunggal harian yang dikombinasikan dengan INH atau rifampisin. Dosis obat ini
sebanyak 25 mg/kg mungkin dapat digunakan. Hipersensitivitas terhadap etambutol
jarang terjadi. [4,5]
Efek samping yang sering terjadi yaitu ganguan penglihatan biasanya bilateral
yang merupakan neuritis retrobular yaitu penurunan ketajaman penglihatan,hilangnya
kemampuan membedakan warna merah-hijau terjadi pada beberapa penderita yang
diberikan etambutol 25 mg/kg selama beberapa bulan. Kebanyakan perubahan-
perubahan tersebut membaik bila etambutol dihentikan. Bila ada keluhan penglihatan
kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap. Bila pasien sudah menderita kelainan
mata sebelum menggunakan etambutol , perlu dilakukan pemeriksaan cermat sebelum
terapi dengan etambutol dimulai. Dengan dosis 15 mg/kg atau kurang, gangguan visual
sangat jarang terjadi. [5]
3.2 Patogenesis Toksisitas Ethambutol
Efek toksik etambutol telah dibuktikan secara in vivo dan in vitro pada tikus,
dimana terjadi kematian sel-sel ganglion retina akibat jalur eksotoksik glutamate yang
diinduksi etambutol .Etambutol dapat mengikat Cu dan Zn di sel-sel ganglion retina dan
serabut-serabut saraf optik. Metabolit etambutol ,asam ethylenediiminodibutyric adalah
pengikat Cu dan Zn yang kuat. Cuprum dan Zn diperlukan sebagai kofaktor sitokrom c
oksidase, enzim utama untuk rantai transport dan untuk metabolism oksidase selular di
dalam mitokondria. Selain mengurangi kadar Cu dan Zn yang berguna untuk sitokrom
oksidase, etambutol juga mengurangi energy yang diperlukan untuk transport aksonal di
sekitar saraf optik. Insufisiensi mitokondria di serabut nervus optikus dapat
menyebabkan kerusakan transport di dalam nervus optikus sehingga terjadi neuropati
optik. [4]
Etambutol bersifat toksik pada saraf retina terutama akson sel ganglion retina.
Toksisitas akan akan lebih tampak dan makin memberat pada individu yang mempunyai
kadar ion Zinc serum yang rendah . Hal ini karena kemampuan Etambutol dalam
mengikat ion Zinc intraseluer menyebabkan konsentrasi ion tersebut di serum menurun.
Penelitian Hence ,penurunan konsentrasi ion Zinc menimbulkan terjadinya atrofi optik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 8
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
toksik yang selektif . Sebaliknya, Heng melakukan penelitian pada kultur retina tikus
didapatkan glutamate neurotoksik sebagai mekanisme selular dari etambutol yang
menyebabkan kematian saraf ganglion.
Gambaran hilangnya sel (khususnya sel ganglion retina) akibat toksisitas
etambutol menyerupai kerusakan yang diperantarai glumat. Penelitian pada sistem saraf
pusat menemukan bahwa kerusakan saraf akibat iskemik atau traumatik diperantarai oleh
kadar eksitatory asam amino yang berlebihan, khususnya glutamat. Lucas dan Newhouse
melaporkan efek toksik glutamat pada mata golongan mamalia ,dengan melakukan
injeksi glutamat sehingga menyebabkan kerusakan yang berat pada lapisan dalam retina .
Penelitian Lipton menyatakan bahwa bentuk predominan eksitotoksisk dari sel ganglion
retina di perantarai oleh stimulasi yang berlebihan reseptor glutamat yang dapat
menimbulkan kadar berlebihan dari Ca inraseluler . [4]
3.3 Manifestasi Klinik
Onset dari timbulnya gejala pada mata biasanya terlambat dan mungkin terjadi
dalam beberapa bulan setelah terapi dimulai. Meskipun jarang, kasus toksisitas beberapa
hari setelah terapi inisiasi pernah dilaporkan, satu pasien diresepkan dengan standar dosis
15 mg/kg per hari, dan pasien lain diresepkan 25 mg/kg per hari. Tidak ada penelitian
yang melaporkan onset timbul setelah penghentian penggunaan etambutol.
Gejala klinis pada mata bervariasi pada setiap individu. Pasien mungkin
mengeluhkan pandangan kabur yang progresif pada kedua mata atau menurunnya
persepsi warna. Penglihatan sentral merupakan merupakan gangguan yang paling sering
terkena. Beberapa individu asimtomatik dengan abnormalitas dan terdeteksi hanya saat
tes penglihatan.[5]
Diskromatopsia (abnormalitas persepsi warna) biasanya menjadi tanda toksisitas
yang paling awal, secara klasik ditunjukkan dengan penurunan persepsi warna merah-
hijau yang dinilai dengan kartu ishiara. Berlawanan dengan ini, polak dkk melaporkan
bahwa defek biru-kuning adalah defek awal yang paling umum pada pasien tanpa gejala
gangguan peglihatan. Namun defek biru kuning hanya dapat dideteksi menggunakan
panel desaturasi Lantony yang jarang tersedia, bukan menggunakan ishiara. Pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 9
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
pemeriksaan funduskopi biasanya tidak ditemukan kelainan.Untuk melihat perubahan
nerve fiber layer menggunakan OCT. [6]
Gangguan penglihatan jarang terjadi sampai pasien berobat selama 2 bulan.
Umumnya gejala timbul antara 4 bulan sampai 1 tahun setelah pengobatan. Efek
samping dapat lebih cepat jika pasien menderita penyakit ginjal karena berkurangnya
ekskresi obat sehingga level serum obat meningkat. Oleh karena itu dosis yang tepat
pada pasien dengan kerusakan ginjal sangatlah penting. Toksisitas obat ini tergantung
pada dosis, pasien yang menerima dosis 25 mg/kgBB/hari atau lebih paling rentan
terhadap kehilangan penglihatan. Namun, kasus gangguan penglihatan dengan dosis
yang jauh lebih rendah telah dilaporkan. Perbaikan tajam penglihatan pada pengguna
etambutol umumnya terjadi pada periode beberapa minggu sampai beberapa bulan
setelah obat dihentikan. Beberapa pasien dapat menerima etambutol hidroklorida
kembali setelah penyembuhan tanpa rekurensi dari penurunan tajam penglihatan. Follow
up tajam penglihatan berkala tetap diperlukan pada setiap pengguna etambutol. [6]
3.4 Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT adalah pemeriksaan dengan modalitas gambar resolusi tinggi yang pada
awalnya dirancang untuk menilai retina dan ketebalan RNFL tapi dengan software yang
baru dapat meningkatkan analisis terhadap ONH. Secara umum telah dikenal mesin OCT
yang dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu OCT tipe Stratus (2D atau disebut Time
Domain OCT) dan OCT tipe Cirrus (3D atau Spectral/Fourier Domain OCT). [7]
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 10
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
OCT dapat digunakan untuk melihat perubahan nerve fiber layer pada pasien
neuropati optik seperti pada neuropati akibat etambutol. Oleh karena itu OCT dapat
digunakan sebagai tambahan pemeriksaan objektif untuk memonitor pasien pengguna
etambutol [7]
3.5 Penatalaksanaan
Pemeriksaan mata dianjurkan setiap bulan untuk pemberian etambutol dosis 15
mg/kgBB/hari. Belum ada aturan perawatan yang standar berapa kali pasien harus di
kontrol dan di periksa pada pasien dengan dosis besar dari 15 mg/kgBB/hari, maka di
rekomendasikan : [6]
1. Berikan inform consent pada pasien bahwa pemberian etambutol dapat
menyebabkan neuropati optik walaupun telah dilakukan pemeriksaan mata regular
dan hilangnya penglihatan dapat memberat dan irreversible.
2. Lakukan pemeriksaan dasar termasuk pemeriksaan lapang pandangan, ,penglihatan
warna dan fundus dengan pupil dilatasi untuk pemeriksaan nervus optikus dan tajam
penglihatan.
3. Jika gejala penglihatan terjadi dan pasien putus obat maka harus dilihat oleh ahli
oftalmologi.
4. Dilakukan pemeriksaan setiap bulan untuk dosis lebih dari 15 mg/kgBB/hari.
Meskipun demikian, pemeriksaan setiap bulan pada pasien yang mendapat terapi
dosis rendah menjadi penting apabila mempunyai resiko tini terjadinya toksisitas :
Diabetes mellitus
Gagal ginjal kronik
Peminum alkohol
Orang tua
Anak-anak
Gangguan mata lain
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 11
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
Ethambutol -induced peripheral neuropathy
Dosis besar dari 15 mg/kgBB/hari
Etambutol dihentikan setelah dijumpai tanda-tanda hilangnya tajam penglihatan,
penglihatan warna atau defek lapang pandangan. Etambutol harus segera dihentikan
ketika toksisitas okuler yang diinduksi etambutol mulai diketahui dan pasien langsung
dirujuk ke oftalmologis untuk evaluasi lebih lanjut. Penghentian terapi merupakan
manajemen yang paling efektif yang dapat mencegah kehilangan penglihatan yang
progresif dan sekaligus untuk proses penyembuhan. Ketika terjadi toksisitas okuler yang
berat, dipertimbangkan pemberian agen antituberkulosis lain.
3.6 Pencegahan
Rekomendasi dari “Preventive measure against drug induced ocular toxicity
during antituberculosis treatment” Berdasarkan informasi klinis yang berlaku ,panduan
internasional dan pengalaman dari ahli setempat ,standart berikut di rekomendasikan
untuk pencegahan dari toksisitas okular selama pengobatan anti TB : [6]
a) Selama pelaksanaan pengobatan anti TB, pasien harus dipertimbangkan untuk
kemungkinan dan kontraindikasi dalam penggunaan EMB. Pada keadaan tertentu
dimana terjadi peningkatan resiko toksisitas okular. Keuntungan pemakaian EMB
harus diseimbangkan dengan resikonya secara hati-hati. Ketersediaan, kegunaan dan
toksisitas dari obat-obatan alternatif perlu diperhitungkan dalam memilih regimen
pengobatan yang efektif. EMB dapat menjadi kontraindikasi ataupun penurunan
dosis menjadi indikasi dalam beberapa keadaan:
(i) Gangguan penglihatan dasar dapat membuat pengawasan terhadap tajam
penglihatan menjadi sulit. Bagaimanapun,pada keadaan seperti kelainan
refraksi dan katarak ringan yang tidak mempengaruhi perubahan
penglihatan dengan cepa,harus diawasi visusnya selama pengobatan EMB.
EMB sebaiknya dihindari pada pasien dengan visus yangsudah menurun
dengan signifikan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 12
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
(ii) Pasien yang sulit mengatakan atau melaporkan gejala pada penglihatan dan
perubahan dalam penglihatan, seperti pada anak-anak atau pasien yang sulit
berbicara akan mempersulit pengawasan tajam penglihatan.
(iii) Gangguan fungsi ginjal bisa memicu perkembangan dari toksisitas okular
yang berhubungan dengan EMB. Oleh karena itu,fungsi ginjal harus
diperiksa terlebih dahulu dan selama pengobatan anti TB dijalankan.
Anjuran dosis EMB pada kasus gangguan fungsi ginjal seperti ini telah ada
pada panduan pengobatan TB masing-masing daerah.
b) Untuk pasien yang sedang menjalankan pengobatan anti TB termasuk
EMB,pendidikan kesehatan harus diberikan pada mereka yaitu mengenai efek
samping obat dan harus sangat berhati-hati terhadap efek samping yang potensial
yang dapat terjadi selama pengobatan. Pasien harus diingatkan apabila gejala
penglihatan bertambah,obat harus dihentikan dan mereka harus segera
melaporkannya pada staf kesehatan. Anjuran pada pasien seharusnaya dicatat pada
laporan medis pasien tersebut. Pada kasus dimana perlu diberikannya EMB pada
anak-anak atau pasien yang kesulitan berbicara, peringatan yang sama juga harus
diberitahukan pada orangtua atau anggota keluarga yang lain. Instruksi yang
tertulis akan berguna di kemudian hari.
c) Pemeriksaan visus dasar yaitu tajam penglihatan dan persepsi warna merah hijau
(menggunakan snellen chart & kartu ishihara) harus dilakukan sebelum terapi
pengobatan dimulai. Ada kontroversial tentang pemeriksaan visus apakah perlu
diberikan hanya untuk pasien yang memiliki faktor resiko, terutama pada pasien
yang menggunakan dosis tinggi (25 mg/kgBB/hari) atau pada pasien yang
pengobatan diperpanjang.
d) Pasien dengan fungsi ginjal yang normal, dosis EMB yang dianjurkan adalah 15
mg/kgBB/hari diluar dari pengobatan TB. Bagaimanapun ,dosis yang lebih tinggi
dari 25 mg/kgBB/hari dipertimbangkan pada berbagai kondisi tertentu seperti kasus
TB yang berat, pasien yang resisten terhadap obat TB dan pasien dengan
pengobatan berulang. Dosis yang tinggi ini tidak boleh diberikan lebih dari 2 bulan .
Berat badan ideal harus dihitung pada pasien obesitas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 13
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
e) Selama konsultasi medikal pada pasien yang menjalani pengobatan anti TB
termasuk EMB, mereka harus menjelaskan gangguan penglihatan yang mereka
alami, dianjurkan dilakukan setiap bulannya.
f) Directly Observed Treatment (DOT) memungkinkan staf kesehatan bisa mengawasi
perkembangan gejala pasien.
g) Pasien yang menjalani dugaan toksisitas okular oleh karena obat harus diperiksa
dengan pemeriksaan tajam penglihatan (menggunakan kartu snellen atau kartu
ishihara). Pada penderita yang toksik, EMB harus dihentikan dan pasien dirujuk
pada ahli mata untuk pengobatan lebih lanjut. Pemeriksaan ophtalmologi lebih
lanjut seperti pemeriksaan funduskopi, tajam penglihatan, pemeriksaan lapang
pandangan (perimetri) dan persepsi warna. Bila gangguan visus terjadi oleh karena
alasan lain seperti katarak. EMB dapat dilanjutkan dengan mempertimbangkan
kegunaan dan prokontra obat alternatif. Bila gangguan penglihatan terjadi karena
berhubungan dengan pengobatan anti TB maka EMB harus dipertimbangkan. Pada
kasus demikian, perencanaan pengobatan yang baru perlu dibuat lagi untuk
menghilangkan faktor resiko misalnya pemeriksaan fungsi ginjal untuk setiap
gangguan yang baru timbul.
h) Jika terjadi neuritis optikus ,maka harus dihentikan. Piridoxine dosis tinggi (50-100
mg/hari) dipertimbangkan terutama untuk pasien dengan faktor resiko seperti
malnutrisi ,alkoholik dan pasien usia lanjut.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 14
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
BAB IV
KESIMPULAN
Menjadi salah satu agen anti-TBC lini pertama yang paling aman, etambutol HCl
merupakan obat yang umumnya diresepkan untuk pasien dengan TB. Neuritis optik
adalah efek sampig yang paling penting dari etambutol, yang mekanisme toksisitas
masih dalam penelitian. Toksisitas ocular ini berhubungan dengan dosis dan durasi
penggunaan obat. Meskipun klasik digambarkan sebagai gangguan yang reversibel,
tetapi perubahan ketajaman penglihatan juga dilaporkan pada beberapa kasus. Meskipun
pedoman internasional tentang pencegahan dan deteksi dini etambutol diinduksi
toksisitas okular telah diterbitkan, pandangan tentang penggunaan tes ketajaman
penglihatan dan persepsi warna rutin untuk deteksi toksisitas dini masih dibagi. Di mana
studi tentang berbaliknya toksisitas okular, sensitivitas berbagai jenis visi tes pada awal
deteksi toksisitas okular, efektivitas biaya pemantauan visus dibandingkan dengan
pendidikan pasien sendiri dapat dilakukan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 15
ReferatPengaruh Ethambutol Pada Mata
DAFTAR PUSTAKA
1. Lim, S. Ethambutol-associated Optic Neuropathy. Ann Acad Med Singapore.
Singapore: 2006 ; 35: 274-8. Available at :
www.annals.edu.sg/pdf/35volno4200605/v35n4p274 . Access on: 17th July
2013.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Retina. Vaughan & Asbury’s general
ophthalmology. 17th ed. Jakarta: Widya Medika. 2007.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier. England: 2011
4. Maher D, Charles P. A Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national
programs. In WHO Global Tuberculosis Program. Geneva : 1997. P13-77.
5. Soeharnila, Tumewu R. Perbandingan Antara Tes Ishihara Dan Tes
Sensitivitas Kontras Untuk Deteksi Dini NEuropati Optik Toksik Akibat
Ethambutol. Manado : Universitas Sam Ratulangi. 2004.
6. Kwok A. Ocular Toxicity of Ethambutol. In The Hong Kong Medical Diary.
Hongkong: 2006. P25-27.
7. Dennis Yasuo T., Robert R. Optical Coherence Tomography (OCT).
Glaucoma Diagnostic. Jakarta: 2008
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas TrisaktiRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 10 Juni – 13 Juli 2013 16