1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Polip kantung empedu merupakan setiap penonjolan ke dalam lumen kantung
empedu. Penonjolan tersebut dapat merupakan neoplasma atau bukan.Sebagian besar
polip kantung empedu bukanlah merupakan neoplasma sejati melainkan hasil dari
inflamasi atau deposit lipid. Polip kantung empedu merupakan 95 % kasus lesi non
neoplastik pada kantung empedu.Penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya
disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi
yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain
yang mempengaruhi daya larut substansi. BSK. Batu saluran kemih banyak dijumpai
pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur tahun (pria rerata
43,06 dan wanita rerata 40,20 tahun).Umur terbanyak penderita batu di negara-negara
Barat 20-50 tahun dan di Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini
disebabkan adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya dan diet.
Prevalensi dari polip kantung empedu berkisar antara 1% - 4% (secara
patologi atau radiologi). Adenoma merupakan polip neoplastik tersering pada kantung
empedu. Insidensi adenoma pada pemeriksaan spesimen hanya sekitar 0.15%. Polip
ini biasanya soliter, berbenjol – benjol, ukuran berkisar 5 – 20 mm. Adenoma lebih
jarang ditemukan dibandingkan keganasan kantung empedu, dan frekuensi perubahan
dari adenoma menjadi adenocarcinoma masih belum jelas. Polip neoplastik lainnya
yang jarang ditemukan meliputi fibroma, leiomyoma, lipoma, neurofibroma,
carcinoid, dan glandula gaster heterotropic. Polip neoplastic nonadenoma ini
ditemukan hanya pada 1 % dari seluruh polip kantung empedu.Ukuran dari polip
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2
kantung empedu penting untuk memprediksi progresifitas. Polip yang lebih kecil dari
1 cm tidak tidak akan berkembang menjadi keganasan.
Robertson dkk. telah membuktikan bahwa di Inggris kejadian BSK meningkat
dengan adanya peningkatan konsumsi protein hewani. Oleh karena itu, besar sekali
kemungkinan bahwa masalah BSK akan menjadi masalah yang semakin besar di
Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup rakyat dengan adanya Program
Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Harus pula diingat bahwa Indonesia terletak pada
kelompok Negara di dunia yang dilewati oleh Sabuk batu. (Stone belt) [4].. Secara
garis besar pembentukan BSK dipengaruhi oleh faktor Intrinsik dan Ekstrinsik. Faktor
Intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri seperti herediter/
keturunan, umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar
individu seperti kondisi geografis daerah, faktor lingkungan, jumlah air minum, diet,
lama duduk saat bekerja, olah raga, obesitas, kebiasaan menahan buang air kemih dan
konsumsi vitamin C dosis tinggi
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat laporan mengenai kasus pseudopolip
kandung kemih dan batu saluran kemih yang ditemukan pada pasien dengan judul
Pemeriksaan Ultrasonografi Abdomen Pada Pasien Dengan polip kandung empedu
dan Batu Saluran kemih.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
3
1.2 TUJUAN
a. Mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang didugadapat
menyebabkan polip kandung empedu danbatu saluran kemih sehingga dapat
dilakukan intervensi yang sesuai.
b. Mengetahui dan memahami mekanisme dan patofisiologi terjadinya polip kandung
empedu danbatu saluran kemih, sehingga pendekatan diagnostik yang tepat dapat
dicapai.
c. Mengetahui dan memahami anatomi ginjal dan diagnosis banding dari polip
kandung empedu dan batu saluran kemih.
d. Mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk
menunjangdiagnostik pada polip kandung empedu danbatu saluran kemih terutama
secara radiologi.
e. Mengetahui penatalaksanaan dari polip kandung empedu danbatu saluran kemih.
1.3 MANFAAT
Dengan penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media
belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosis terutama secara radiologis
dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada pasien ini secara
komprehensif.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kirikarena
tertekan kebawah oleh hati. Kutub atas ginjal kananterletak setinggi iga
keduabelas,sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Kutub
bawah ginjal kiri terletak setingi tepi bawah vertebra lumbal ketiga sedangkan kutub
bawah ginjal kanan terletak setinggi tepi bawah vertebra lumbal keempat[8,9]. Aksis
longitudinaldari tiap ginjal mengarah ke caudolateral, sedangkan aksis transversalnya
ke posterolateral. Permukaan anterior masing-masing ginjal cembung, dan tampak
depan dan lateral. Margo lateralnya cembung dan mengarah ke posterolateral dinding
abdomen, sedangkan margo medialnya cekung di bagian tengah dan cembung saat
mendekati ekstremitas. Ginjal kanan berhubungan dengan glandula suprarenalis,
herpar, pars descendens duodenum, dan fleksura coli dextra di anterior; diafragma,
recessus costodiaframaticus, Costa XII, m. Psoas major, m. Quadratus lumborum, dan
m. Transversus abdominis di posterior. Ginjal kiri berhubungan dengan glandula
suprarenalis, lien, gaster, pankreas, fleksura coli sinistra, dan lengkung-lengkung
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
5
jejunum di anterior; diafragma, recessus costodiafragmatikus, costa XI dan XII, m
psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Transversus abdominis di posterior [19].
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum,
didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis,
kuadratuslumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
olehbantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma
langsung,disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga
sedangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. [7,16].
Gambar: Letak Ginjal dalam Kavum Abdomen
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
6
Gambar: Ginjal dan Hubungannya dengan Organ Retroperitoneal
Struktur Ginjal terdiri atas:
I. Struktur Makroskopik[7,16].
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan
beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua
bagian, yaitu korteks dan medula ginjal.8Ginjal terdiri dari bagian dalam
(medula), dan bagian luar (korteks).
a. Bagian dalam (internal) medula.
Substansia medularis terdiri dari piramid renalisyang jumlahnya antara
18-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,sedangkan apeksnya
mengahadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulusyang lurus,
ansa henle, vasa rekta dan diktus koligens terminal.
b. Bagian luar (eksternal) korteks.
Substansia kortekalis berwarna coklat merah,konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa,melengkung
sapanjang basis piramid yang berdekatan dengan garis sinus renalis,dan
bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
7
Mengandungglomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-
kelok dan duktuskoligens
Gambar 2.1. Anatomi Ginjal dilihat dari Inferior Potongan Transversa
Abdomen setinggi Vertebra Lumbal II
II. Struktur Mikroskopik[16,17].
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan
(nefron).Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang
membentuknya. Tiapginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta
nefron. Setiap nefron bisa membentuk urinsendiri. Karena itu fungsi
satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus,yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.
Tekanan darah mendorongsekitar 120 ml plasma darah melalui
dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasmayang tersaring masuk
ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalamplasma
terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
8
c. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah
disaringoleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar
dari filtrat glomerulusdiserap kembali ke dalam aliran darah melalui
kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortusproksimal. Panjang 15 mm dan
diameter 55 µm.
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron
ginjaldimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal,
dan kemudian naikkembali kebagian korteks dan membentuk ansa.
Total panjang ansa henle 2-14 mm.
e. Tubulus kontortus distalis
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil
longgarkedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin
dibuat pada tubuluskontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat
glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapaitubulus distal, sisanya
telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
f.Duktus koligen medula
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halusdari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini
memiliki kemampuanmereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
9
Gambar 2.3. Struktur Makroskopik dan Mikroskopik ginjal
2.2. ANATOMI RADIOGRAFIK
Pada foto radiografi standar anteroposterior abdomen, dapat terlihat:
1. Tulang. Pada bagian atas foto rontgen terlihat costae bagian bawah. Ke arah bawah,
pada bagian tengah foto terdapat vertebra thoracicae bagian bawah, vertebra lumbales,
os. sacrum, dan os. coccygis. Pada dextra dam sinsitra terlihat articulatio sacroiliaca,
os. coxae, dan articulatio coxae.
2. Diaphragma. Terlihat sebagai bayangan berbentuk kubah yang terdapat pada setiap
sisi; kubah kanan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kubah kiri.
3. Musculus Psoas Major. Di kanan dan kiri kolumna vertebralis bayangan pinggir
lateral musculus psoas major terlihat berjalan ke bawah dan lateral dari vertebra
thoracica XII
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
10
4. Hepar. Berbentuk gambaran opak homogen pada bagian atas abdomen.
5. Lien. Memberikan bayangan halus yang dapat dilihat pada spatium intercostales IX
dan X sinistra.
6. Ren. Biasanya terlihat karena adanya kapsula adiposa yang mengelilingi ginjal
menghasilkan garis transradiant.
7. Gaster dan Intestinum. Udara mungkin dapat dilihat pada fundus gastrikus dan
intestinum. Feces juga dapat dilihat di dalam colon.
8. Vesica Urinaria. Bila vesica urinaria berisi urin yang cukup banyak, bayangannya
dapat dilihat di dalam pelvis.
GAMBARAN RADIOGRAFIK TRAKTUS URINARIUS:
1. Ren. Ren biasanya dapat dilihat pada foto rontgen anteroposterior standar abdomen
karena kapsula adiposa yang menutupi ren menghasilkan garis transradian.
2. Calices, Pelvis Renalis, dan Ureter. Normalnya struktur-struktur tersebut tidak
terlihat pada foto rontgen standar. Lumen dapat diperlhatkan dengan menggunakan
senyawa radiopak pada pyelografi intravena atau pyelografi retrogard. Pada
pyelografi intravena, senyawa yang mengading yodium disuntikkan pada vena
subkutan di lengan. Senyawa ini diekskresikan dan dipekatkan oleh ren sehingga
calices dan ureter terlihat opak dengan sinar-X. Bila senyawa opak ini sudah cukup
diekskresikan, vesica urinaria juga terlihat. Ureter terlihat tumpang tindih dengan
proceccus transversus vertebrae lumbales. Ureter menyilang articulatio sacroiliaca
dan masuk ke pelvis. Di dekat spina ischiadica, ureter membelok ke medial untuk
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
11
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
12
Gambar: Diagram struktur anatomi radiografi pada foto polos abdomen
masuk ke vesica urinaria. Tiga tempat penyempitan ureter yang normal (pada
perlaihan pelvis renalis ke ureter yang normal (pada peralihan pelvis renalis ke ureter,
pinggir atas pelvis, dan di tempat ureter masuk ke dalam vesica urinaria) dapat
terlihat. Dengan pyelografi retrogard, sistoskop dimasukkan melalui urethra ke dalam
vesica urinaria, dan kateter ureter dimasukkan ke dalam ureter. Kemudian larutan
natrium yodida disuntikkan sepanjang kateter sampai ke ureter. Bila calices renalis
minores telah terisi dengan nzat radiopak, anatomi calices minores dan majores serta
pelvis renalis dapat terlihat dengan jelas. Masing-masing calyx minor memperlihatkan
bentuk seperti mangkuk akibat penonjolan papilla renalis ke dalamnya.
Pemeriksaan USG ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif. Sebelum
pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di usus yang dapat
menghalangi pemeriksaan. Penilaian UIV sangat dibutuhkan untuk menetukan posisi
ginjal dan daerah yang perlu dinilai lebih lanjut. Fokus transduser yang digunakan
sekitar 5 cm, 2,5 – 3,5 MHz cukup memadai. Lakukan irisan transversal untuk
menentukanlokasi aksis ginjal, diikuti dengan irisan – irisan longitudinal, bila perlu
gunakan magnifikasi. Ginjal turut bergerak pada pernapasan, sehingga pasien diminta
untuk menahan napas pada inspirasi dalam. Penilaian kutub atas ginjal paling baik
dengan sektor transduser melalui celah iga. Ginjal kanan dapat diperiksa dengan
pasien pada posisi supine, left lateral decubitus, dan pronasi. Sementara untuk ginjal
kiri, digunakan posisi right lateral decubitus dan pronasi. Posisi supine tidak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
13
dianjurkan untuk memeriksa ginjal kiri karena gambaran ginjal terganggu oleh
gambaran udara lambung dan usus. Sonic window yang digunakan adalah otot perut
belakang dan posterolateral serta celah iga. Pada ginjal kanan, hepar juga digunakan
sebagai sonic window, sedangkan pada ginjal kiri yang dipakai adalah lambung yang
berisi air.
USG dapat memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak, dan struktur
anatomi dalam ginjal. Ukuran ginjal normal berkisar antara:
ginjal kanan : 8 – 14 cm
ginjal kiri : 7 – 12 cm
Diameter anteroposterior rata – rata 4 cm dan diameter melintang rata – rata 5
cm. Lemak perirenal tampak sebagai lapisan yang berdensitas tinggi mengelilingi sisi
luar ginjal. Sementara parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Eko parenkim
ginjal relatif lebih rendah dibandingkan dengan eko sinus ginjal. Medula dan korteks
dapat jelas dibedakan. Pada keadaan normal, eko korteks lebih tinggi daripada eko
medula, yang relatif lebih hiperekoik. Tebal parenkim ginjal normal hampir merata, di
bagian tengah 1 – 2 cm dan di bagian kutub 2 – 3 cm. Tebal parenkim ginjal
dibandingkan tebal sinus ginjal kira – kira 1 : 2. Piramis medula berisi lebih banyak
cairan daripada korteks sehingga terlihat lebih hipoekoik, berbentuk segitiga, dengan
basis di korteks dan apeksnya di sinus. Eko sinus ginjal juga dikenal sebagai central
pelvicaliceal echo complex, terlihat sebagai daerah hiperekoik di bagian tengah ginjal.
Hal ini disebabkan karena di sekitar pelvis, infundibulum, dan kalises sebagian besar
terdiri dari lemak[18].
2.3. FISIOLOGI GINJAL
Fungsi utama ginjal terangkum dibawah ini, yang menekankan peranannya
sebagai organ pengatur dalam tubuh[9]..
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
14
I. Fungsi Ekskresi
a. Mengeluarkan zat toksis/racun
b. Mengatur keseimbangan air, garam/elektrolit, asam /basa
c. Mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion lain)
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama
urea,asam urat dan kreatinin)
e. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat
II. Fungsi Non Ekskresi
Mensintesis dan mengaktifkan Hormon:
a. Renin, penting dalam pengaturan tekanan darah
b. Eritropoetin, merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
c. 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk
yang
d. paling kuat
e. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal, dan
f. melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
g. Degradasi hormon polipeptida
h. Insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH
danhormon gastrointestinal (gastrin, polipeptida intestinal vasoaktif).
2.4. BATU SALURAN KEMIH
Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
15
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu
kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium,
asam urat, atau sistein
Epidemiologi
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi.Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di
Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.
Dari data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan batu sepanjang
hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10% (EAU Guidelines).Laki-laki lebih
sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade
keempat dan kelima, hal ini kurang lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-
CM.
Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
I. Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
II. Menurut lokasi keberadaannya:
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
III. Menurut Keadaan Klinik:
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
16
bertambah besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila
menyebabkan obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
IV. Menurut susunan kimiawi:
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit
(magnesium ammonium fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 –
85% dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-
rata terjadi pada usia decade ketiga (6) Kadang-kadang batu ini
dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat.
Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy
(suatu teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang
difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-
fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis
batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) dan kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap
infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea.Batu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
17
dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan
mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan
kaliks ginjal.Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang
berbeda. Diurin kristal batu struit berbentuk prisma empat persegi
panjang.Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit mungkin
berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini
mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan
sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau
dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya
berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk
membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar
karena rapuh dan sukar larut dalam urin yang asam.Batu asam urat ini
terjadi terutama pada wanita.Separoh dari penderita batu asam urat
menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili apakah dengan
atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah orange.
Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat
amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa
dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung
membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d. Batu Sistin : (1-2%)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
18
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin
diurin tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam
air.Bersifat Radioopak karena mengandung sulfur.
e. Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin
oksidase.Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alupurinol
yang berlebihan.
.
Faktor Resiko dan Etiologi
Faktor Resiko
Intrinsik à berasal dari tubuh seseorang
Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dari pasien
perempuan.
keturunan: penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
umur paling sering usia 30-50 tahun
Peminum alkohol
Kegemukan
Ekstrinsik à berasal dari lingkungan sekitar
Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai batu saluran kemih.
Iklim dan Temperatur
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
19
Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
Etiologi
Idiopatik
Gangguan aliran air kemih
Fimosis
Striktur meatus
Hipertrofi prostat
Refluks vesiko-ureteral
Ureterokel
Konstriksi hubungan ureteropelvik
Gangguan metabolisme
Hiperparatiroidisme
Hiperuresemia
Hiperkalsiuria
Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (proteus
mirabilis)
Dehidrasi: Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
Benda asing: Fragmen kateter, telur sistosoma
Jaringan mati (nekrosis papil)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
20
Multifaktor : Anak di negara berkembang; penderita multitrauma
Patofisiologi
Batu saluran kemih biasanya terjadi akibat gangguan keseimbangan antara
bahan pembentukan batu dengan faktor penghambat.Dan juga diketahui ginjal
harumenghemat air tetapi juga harus mengeskresikan materi yang mempunyai
kelarutan yang rendah.
Kedua keperluan yang berlawanan dari fungsi ginjal tersebut harus
dipertahankan keseimbangannya terutama selama penyesuaian terhadap kombinasi
diet, iklim dan aktifitas.Masalahnya sampai seberapa luas kejadian batu berkurang
dengan faktaadanya bahan yang terkandung diurin yang menghambat kristalisasi
garam kalsium dan yang lainnya yang mengikat kalsium dalam komplek larut.Bila
urin menjadisangat jenuh dengan bahan yang tidak larut (seperti; kalsium, asam urat,
oksalat dan sistin) karena tingkat ekskresi yang berlebihan dan atau karena
penghematan air yang ekstrim dan juga zat protektif terhadap kristalisasi kurang
sempurna ataumenurun (seperti; pirofosfat, magnesium dan sitrat), menyebabkan
terjadinya kristalisasi yang kemudian berkembang dan bersatu membentuk batu
Dengan demikian terlihat bahwa keseimbangan antara faktor penghambat
dengan faktor pembentuk sangat berpengaruh terhadap pembentukan batu urin ini.
Berbagai Teori Pembentukan Batu:
Teori nukleasi
batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikelyang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated)
akan mengendap di dalamnukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu
dapat berupa kristal atau bendaasing di saluran kemih.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
21
Teori Matriks
Mtriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan
mukoprotein)merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
Teori kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentukan kristal, antara
lainmagnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein, dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu ataubeberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di
dalam saluran kemih.
Gambar 2.4: Patofisiologi Batu Saluran Kemih
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
22
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Adanya Faktor presipitasi :jenis kelamin,usia,pekerjaan hubungan keadaan
penyakit infeksi dan penggunaan obat2an,Adanya riwayat keluarga yang
menderita batu ginjal. Selain itu, nyeri yang diungkapkan pasien yang berasal
dari ginjal terbagi menjadi dua, yaitu nyeri kolik ginjal dan nyeri ginjal bukan
kolik. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan urinary collecting
system (sistem pelviokalises), sedangkan nyeri ginjal bukan kolik disebabkan
distensi dari kapsul ginjal.Batu urin ini juga dapat lewat tanpa gejala dan keluar
bersama urin, tapi pada umumnya sering dengan nyeri dan dengan perdarahan
baik gross hematuria ataupun hematuri secara mikrooskopis.Anamnesis juga
diperlukan dalam menggali gejala khas yang dapat menentukan posisi batu.
1. Batu pelvis ginjal
- Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya
menempati bagian pelvis. Tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk
susunan pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa.
Kadang juga batu hanya terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
- Gejala dan tanda Pielolitiasis :
a. Tidak ada gejala atau tanda
b. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut costovertebral
c. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
d. Pielonefritis dan / atau sistitis
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
23
e. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing
f. Nyeri tekan kostovertebral
g. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
h. Gangguan faal ginjal
i. Batu ginjal yang terletak di pelvis juga dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis.
2. Batu Ureter
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu ureter terhentià peristalsisàKolik, yakni nyeri yang
timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri
khas,selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik
akan berulang2 sampai batu bergeser dan memberikan kesempatan air
kemih untuk lewat.Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh
serangan kolik.
3. Batu kandung kemih
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung
kemih, aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan
menetes disertai dengan nyeri. Bila saat sakit tersebut penderita berubah
posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang
berpindah, selain nyeri sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap
suprapubik.
4. Batu prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dai kemih yang secara retrograd
terdorong kedalam saluran prostat dan mengendapàbatu kecil. Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
24
umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali karena tidak
menyebabkan gangguan pasase ( kontraksi ) kemih.
5. Batu uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau
kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra,
tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar ( pars prostatika ).Gejala
yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan
nyeri.
Pemeriksaan fisikdidapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra,teraba
ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,terlihat tanda2 ginjal,resistensi urine
dan dapat disertai demam /menggigil.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urine:
Menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu.
Pemeriksaan culture urin:
Mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Tes Faal Ginjal :bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto PIV.
Investigasi biokimiawi
Pemeriksaan laboratorium urin, sampel dan air kemih.Pemeriksaan pH,
berat jenis air kemih, sedimen air kemih untuk menentukan hematuri,
leukosituria dan kristaluria. Pemeriksaan kultur kuman penting untuk
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
25
adanya infeksi saluran kemih. Apabila batu keluar, diperlukan pencarian
factor risiko dan mekanisme timbulnya batu. Perlu dilakukan :
o Penampungan air kemih 24 jam (atau waktu tertentu).
o Pengurangan pH air kemih.
o Penampungan air kemih dengan bahan pengawet 10mL timol 5% did ala
isopropanol untuk 2L, atau 15 mL HCl 6 N.
o Pemeriksaan serum
o Mengikuti protocol diet.
Pemeriksaan Radiologi
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan IVP dan foto polos abdomen
atau BNO. Namun pada keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat
tak tahan dengan zat kontras, ditentukan dengan pemeriksaan USG. Dikatakan
USG lebih sensitive untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction
dibandingkan dengan IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat
mendeteksi batu ureter tengah dan distal.
Diagnosis
Adanya batu saluran atas ini dapat diketahui berdasarkan gejala-gejala klinis
yang dijumpai, adanya riwayat batu dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis
atau dengan IVU pada batu radiolusen. Selain itu ada dua hal lagi yang selalu harus
dipertimbangkan yaitu: diagnosis tipe dari batu dan penyebab dari batu. Identifikasi
dari kristal yang ada di urin akan membantu konfirmasi keberadaan dan penentuan
tipe batu. Namun bila pernah ada batu maka diagnosa tipe batu yang paling tepat
adalah dengan analisa batu, sedangkan pemeriksaan biokimia dari darah puasa dan
urin 24 jam dapat memperkirakan penyakit yang menyertai/menyebabkan terjadinya
batu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
26
Diagnosis Banding
Kolik dapat dipertimbangkan kolik saluran cerna,kandung empedu,atau apendisitis
akut,Kalau perempuan dipertimbangan kemungkinan adneksitis.
Bila terjadi hematuri tanpa nyeri dipertimbangkan adanya keganasan.
Batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih (terutama
radiolusen)
Pada batu ureter jenis radiolusen yang hematuria tdk disertai USG dipertimbangkan
tumor ureter.
Penatalaksanaan
Delapan puluh sampai delapan puluh lima persen dbatu urin dapat lewat
dengan spontan melalui ureter dan keluar bersama urin. Sedangkan sisanya sekitar 20
% memerlukan perawatan Rumah sakit karena nyeri yang tak henti-hentinya, ISK
bagian atas atau ketidak sanggupan menahan tekanan urin yang ada dalam saluran
kemih. Batu ureter yang berhubungan dengan obstruksi dan ISK bagian atas
merupakan keadaan darurat urologik yang sebenarnya karena keadaan ini dapat
menimbulkan komplikasi termasuk abses perinefrik, urosepsis dan kematian
Pada garis besarnya penatalaksanaan batu saluran kemih dibagi dua
1. Mengeluarkan batu dan
2. Mencegah kekambuhan
Mengeluarkan batu ada 2 cara
1. Tindakan (bedah terbuka, lithotripsy,pe rcutaneous nephhrostomy dan lainlain)
2. Konservasi : - Observasi
Terapi medis dan simtomatik[13,15]
- Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau melarutkan batu.
- Pengobatan simptomatik :
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
27
o R/Antalgin 500mg tab No.X S.3dd tab Ià Mengusahan agar nyeri, khususnya
kolik yang terjadi menghilang.
o R/Furosemid 40mg tab No.III S1dd tab.Ià diharapkan batu ureter keluar
dengan sendirinya, dapat diberikan minum berlebihan.
o R/Ciprofloxacin 500mg tab No VI s.2dd tab I à Antibiotic, bila adanya suatu
infeksi saluran kemih.
o R/Nephrolit tab No.XXV s.4dd tab IIà Antiurease, pelarut batu.
Komplikasi
o Obstruksi
Akibat obstruksi khususnya di ginjal atau ureter dapat terjadi hidronefrosis
dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yg berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yg terkena
Bila terjadi pada kedua ginjal akan timbul uremia karena gagal ginjal total
Khusus pada batu urethra dapat terjadi divertikulum uretra.
Bila obstruksi berlangsung lama dapat terjadi ekstravasasi air kemih dan
terbentuklah fistula yg terletak proximal dari batu ureter
o Infeksi sekunder[12,13]
Terjadinya ISK bisa didahului oleh adanya penyakit yang mendasari
terjadinya obstruksi, misalnya batu urin. Atausebaliknya terjadinya batu urin
ini bisa didahului oleh adanya infeksi, misalnya batu urin.Atau sebaliknya
terjadinya batu urin ini bisa didahului oleh adanya infeksi sluran kemih. Khusu
batu infeksi (struvit), pembentukannya selalu didahului ISK oleh bakteri
pemecah urea yang dapat memecah urea menjadi amonial sehingga
meningkatkan pH urin dan menyebabkan presipitasi dari magnesium
ammonium fosfat.(47) Namun sebenarnya ada hubungan segitiga antara batu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
28
infeksi-obstruksi yang trjalin satu sama lain didalam kemih termasuk
ginjal.Antara ketiga faktor tersebut terdapat hubungan yang erat dan saling
berpengaruh timbal balik.(12) .
Gambar
- Unsur Batu Dan Infeksi
Batu berperan sebagai benda asing dalam saluran kemih. Kehadiran batu ini
menyebabkan pertahanan saluran yang normal berkurang, sehingga
bakteriberpeluang untuk masuk dan menerap dalam saluran. Bakteri
memainkan peran sebagai pencetus pembentukan batu melalui proses nukleasi
dengan membentuk inti dari jaringan yang copot, ulserasi, gumpalan nanaj
atau bakteri atas mana terjadi presipitasi kristaloid.Infeksi juga berperanan
memelihara pertumbuhan batu menjadi tambah besardengan meningkatkan
presipitasi kristaloid terlebih- lebih batu jenis kalsium, magnesium,
ammonium fosfat dan oksalat dengan membuat urin menjadi lebih alkalis oleh
bakteri- baktei pemecah urea.
- Unsur batu dan obstruksi/statis :Batu ketika tebawa air kemih dapat tersangkut
pada liang saluran kemih terutama pada permukaan yang relatif sempit yang
mengakibatkan terjadinya pembendungan atau penggenangan air kemih.
Obstruksi atau penggenangan air kemih ini akan memberi kesempatan pada
kristaloid untuk berpartisipasi sehingga terbentuk batu dibagian atas (hulu)
rintangan.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
29
- Unsur infeksi dan Obstruksi/Statis
Infeksi menyebabkan copotnya jaringan, ulserasi, dan gumpalan nanah atau
bakteri. Lesi pada luka ini akan men yembuh berupa jaringan parut yang
mana hal ini akan menimbulkan penyempitan saluran kemih dan akibatnya
akan mengganggu aliran air kemih. Aliran yang jelek ini bisa menimbulkan
sisa (residu) Kejadian ini menyebabkan daya ketahnan saluran menjadi
berkurang yang mana merupakankesempatan bagi bakteri untuk bermukim
pada saluran tersebut.
o Suhu naik
o Stress
o Tensi naik
o Retensi urin à Gagal jantung à oedem
o Iritasi yg berkepanjangan pada urotelium yg dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yg sering berupa karsinoma epidermoid[13].
Prognosis
Sesuai dengan penatalaksanaan, kalau ditangani dengan tepat dan benar,
kemungkinan sembuh akan lebih besar[13].
II.4. Hidronefrosis
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
30
Gambar 2.4: Ginjal Normal (kiri) dan Hidronefrosis (kanan)
DEFINISI
Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap
ginjal karena aliran air kemih tersumbat.Dalam keadaan normal, air kemih mengalir
dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah.Jika aliran air kemih tersumbat, air
kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus
renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini
akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.
Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak
jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
PENYEBAB
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada
sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis
terlalu tinggi
Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
Batu di dalam pelvis renalis
Penekanan pada ureter oleh:
- jaringan fibrosa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
31
- arteri atau vena yang letaknya abnormal
- tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah
sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung
kemih:
Batu di dalam ureter
Tumor di dalam atau di dekat ureter
Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran
atau pembedahan
Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter.
Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim
menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena
mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke
kandung kemih.
Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya
pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
32
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi
otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung
kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang
normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap.
GEJALA
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan serta
lamanya penyumbatan.
Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan
menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan
tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena.
Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
pinggul).
Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis
atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah.Air kemih
dari 10% penderita mengandung darah.Sering ditemukan infeksi saluran kemih
(terdapat nanah di dalam air kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih
atau ginjal.Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar,
seperti mual, muntah dan nyeri perut.Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-
anak akibat cacat bawaan, dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit.Jika tidak
diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan ginjal dan bisa
terjadi gagal ginjal.
DIAGNOSA
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
33
Dokter bisa merasakan adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang
pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar.Pemeriksaan darah bisa menunjukkan
adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal tidak mampu membuang limbah
metabolik ini.
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung.
PENGOBATAN
Pada hidronefrosis akut:
- Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat,
maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan
(biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
- Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi
penyumbatan air kemih.Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat
melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali.Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.Jika
sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan
untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih
yang berbeda.
Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi: - terapi hormonal untuk
kanker prostat
- pembedahan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
34
- melebarkan uretra dengan dilator.
PROGNOSIS
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat
dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik.Prognosis untuk hidronefrosis kronis
belum bisa dipastikan.
II.5. Pemeriksaan Radiografi Batu Saluran Kemih dan Hidronefrosis
Pemeriksaan radiologi ultrasonography, Intravena Pyelography, dan computed
tomography (CT-Scan) merupakan teknik pencitraan yang paling penting dan paling
sering dilakukan untuk menilai kelainan pada uroradiology. Penggunaannya di klinik
sehari-hari didasari dengan berbagai macam pertimbangan, seperti gejala dan tanda
klinis penderita, keadaan umum, kecepatan, keamanan, nilai diagnostik, dan biaya
menurut cost-effective penderita.
Berikut dipaparkan jenis pemeriksaan uroradiology berdasarkan pertimbangan
klinis dari tanda dan gejala yang didapat saat anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
35
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
36
Tabel 2.2. Pemeriksaan Radiologi Traktur Urinarius
Batu Saluran Kemih
1. Foto Rontgen Polos (BNO)
Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu
foto polos abdomen. Pada foto ini dapat menunjukkan bayangan,
besar, bentuk dan posisi kedua ginjal.Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam
kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam ginjal. Harus
diperhatikan batasmuskulus psoas kanan dan kiri. Serta batu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
37
radioopak di daerah ureter dan buli- buli.Interpretasi terhadap kalsifikasi
pada saluran ginjal harus dilakukan dengan hati-hati karena flebolit pada
kelenjar mesenterika dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah
artikan sebagai batu ureter. Film yang diambil saat inspirasi dan ekspirasi
akan mengubah posisi ginjal dan sering kali dapat mengkonfirmasi bahwa
daerah yang mengalami kalsifikasi pada abdomen tersebut adalah batu.
Gambar 2.5: Gambaran batu radiopak pada BNO
Kelebihan - Relatif murah- Cepat- Dapat menentukan posisi
batu- Memberikan gambaran
abdomen dan pelvis secara lengkap
Kekurangan - Tidak dapat mendeteksi batu radiolusen
- Tidak dapat membedakan batu radiopak atau kalsifikasi
Persiapan - Mengurangi bicara dan merokok
- Minum laksansia saat malam sebelum pemeriksaan
- Puasa minimal 8 jam sebelum pemeriksaan
- Makan rendah serat 3 hari
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
38
sebelum pemeriksaan- Telah BAB di rumah pagi
sebelum pemeriksaan
2. USG
Pada USG, batu ditunjukkan sebagai gambaran Echogenic terang
dengan bayangan posterior akustik. Batu divisualisasikan cukup baik
dengan USG di ginjal dan ureter distal pada atau dekat UVJ, terutama jika
ada dilatasi. Pemeriksaan USGsangat baik untuk menilai komplikasi batu
saluran kemih seperti hidronefrosis (atau tanda-tanda lain dari
obstruksi).Namun demikian, pemeriksaan USG tidak dapat menilai derajat
obstuksi yang ditimbulkan batu saluran kemih. [14].Pemeriksaan ini juga
dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk
mencegah tertinggalnya batu.
Gambar 2.6. Gambaran hiperekoik dan akustik shadow pada batu ginjal
Kelebihan - Tidak ada kontraindikasi- Dapat melihat semua jenis
batu beserta ukurannya- Relatif murah- Dapat digunakan oleh
pasien hamil atau alergi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
39
kontras- Dapat menentukan
hidronefrosis sebagai akibat dari obstruksi batu
Kekurangan - Operator dependant- Tidak dapat menilai batu di
ureter- Tidak dapat membedakan
batu radiopak atau radiolusen
- Sulit menunjukkan batu yang ukurannya sangat kecil
Persiapan - Puasa minimal 6 Jam.- Satu jam sebelum
pemeriksaan minum air putih 3 gelas dan menahan kencing
3. IVP
Gambar 2.8: Gambaran Filling Defect pada pemeriksaan IVP
Pemeriksaan ini membutuhkan 5 kali pemotretan sesuai dengan fase-
fase keberadaan kontras, yaitu:
1. BNO Pendahuluan (belum disuntik kontras)
2. Fase Nefrogram pada menit ke 5 setelah disuntik kontras:
menilai PCS
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
40
3. Fase Pyelogram pada menit ke 15 setelah disuntik kontras:
menilai PCS dan kedua ureter
4. Fase Cystogram pada menit ke 30/45 setelah disuntik
kontras: menilai ureterovesicajunction, vesica urinaria
5. Fase Post Miksi setelah pasien buang air kecil: menilai
vesica urinaria
Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan
defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan
adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga
kontras ini tidak muncul.Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd.
Kelebihan - Dapat menilai anatomi sekaligus fungsi ginjal
Kekurangan - Tidak dapat diusulkan untuk pasien yang punya riwayat hipersensitivitas
- Kreatinin darah pasien yang boleh dilakukan pemeriksaan maksimal 2 mg/dL
- Waktu lama (mencakup 5 fase)
- Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil
Persiapan - Kadar ureum dan kreatinin darah harus normal
- Malam sebelumnya diberi laksansia (12 jam sebelum pemeriksaan)
- Makan rendah serat dan tekstur lunak selama 3 hari sebelum pemeriksaan
- Tidak minum sejak jam 22.00 untuk mendapatkan kondisi dehidrasi ringan
- Mengurangi bicara dan merokok
- Memastikan tidak alergi kontras dengan melakukan skin test
- Sebelum pemeriksaan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
41
pasien disuruh berkemih untuk memastikan pengosongan traktur urinarius
4. Pyelografi
Pemeriksaan ini dilakukan apabila sistem urinary sudah
tidak berfungsi. Media kontras dimasukkan berbalik atau
melawan jalannya alur sistem urinaria melaluisistem
pelviocaliceal dengan memasang kateter.Bila pemasangan
kaeteter lewat uretra disebut retrograde pyelography (RPG)
dan bila langsung percutaneus ke dalam sistem
pelvicokaliks disebut anterogard pyelography (APG) Adanya
obstruksi akibat batu menunjukkan gambaran yang sama
dengan IVP.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
42
Gambar: Filling Defect dan Pelebaran PCS pada RPG
Kelebihan - Dapat mendiagnosis adanya suatu obstruksi mekanik pada ginjal yang sudah tidak berfungsi
Kekurangan - Tidak boleh diusulkan pada pasien dengan uretritis maupun striktur uretra
Persiapan Sama seperti persiapan pada pemeriksaan BNO-IVP, yakni :
- Kadar ureum dan kreatinin darah harus normal
- Malam sebelumnya diberi laksansia (12 jam sebelum pemeriksaan)
- Makan rendah serat dan tekstur lunak selama 3 hari sebelum pemeriksaan
- Tidak minum sejak jam 22.00 untuk mendapatkan kondisi dehidrasi ringan
- Mengurangi bicara dan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
43
merokok- Memastikan tidak alergi
kontras dengan melakukan skin test
- Sebelum pemeriksaan pasien disuruh berkemih untuk memastikan pengosongan traktur urinarius
5. Renografi
Pemeriksaan radiogradi ginjal dengan teknik nuklir dapat digunakan
untuk mengukur fungsi ginjal secara objektif, terutama dalam dilatasi
sistem dimana derajat obstruksi masih dipertanyakan.Pemeriksaan ini juga
merupakan studi yang wajar pada pasien hamil, yang menuntut pembatasan
paparan radiasi diagnostik.
Prinsip pemeriksaan yaitu menilai penangkapan radionuklida oleh
ginjal, yang dialirkan melalui nephron dan diekskresikan ke dalam pelvis
ginjal dan kemudian melalui ureter sampai dengan kandung kemih. Jumlah
zat yang difiltrasi tergantung dari derajat ikatan protein dari radionuklida di
dalam plasma darah.
Biasanya posisi pasien pada akuisisi citra adalah supine atau tidur
terlentang dengan kamera gamma berada di posterior atau punggung
pasien. Namun posisi duduk atau setengah duduk juga dapat
dilakukan. Bahkan posisi setengah duduk lebih disarankan karena posisi
demikian lebih fisiologis, dimana aliran urin menjadi lebih baik dan tidak
ada pemisah antara pasien dengan kamera.
Pemeriksaan dianalisa setelah data kasar dari pencitraan digabung dan
terlihat secara jelas ginjal dan vesika urinaria.Kemudian dibuat Regions of
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
44
Interests(ROI) pada kedua ginjal serta daerah di bawah ginjal
(background).
Kurva normal secara khas memperlihatkan adanya tiga fase. Fase
pertama/inisial dimana terjadi peningkatan secara cepat segera setelah
penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran
darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat dari teknik
penyuntikan radiofarmaka, apakah bolus atau tidak. Fase ini terjadi kurang
dari 2 menit. Fase kedua/sekresi menunjukkan kenaikan yang lebih lamban
dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses
penangkapan radiofarmaka oleh ginjal melaui proses difusi lewat sel-sel
tubuli dan filtrasi glomerulus, atau keduanya ke dalam lumen
tubulus. Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2-5
menit. Ketika aktivitas radiofarmaka mulai meninggalkan daerah ginjal
maka dimulailah fase ketiga. Fase ketiga/ekskresi dimana tampak kurva
menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan
keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan meninggalkan
ginjal. Fase ketiga menggambarkan terutama untuk eliminasi radiofarmaka
dari daerah ginjal. Bentuk kurva dari fase ketiga ini menggambarkan pola
urodinamik dari ginjal dan pola eliminasi melalui sistem pelvikalises
menuju ke ureter dan vesika urinaria, sehingga pada fase ini sangat sensitif
untuk untuk kelainan pada saluran kemih (pelvis, ureter, dan vesika
urinaria) dan suatu bentuk kurva yang normal dapat menyingkirkan dugaan
adanya obstruksi pada saluran kemih.
Adanya waktu ekskresi memangjang menggambarkan
ada obstruksi traktus urinarius mekanik atau obstruksi non
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
45
mekanik seperti akibat posisi atau akibat kerusakan kronis
parenkim ginjal.Untuk membedakan antara obstuksi
mekanik dan non mekanik dapat dilihat pada fase ekskresi
setelah pemberian suntikan i.v. furosemid. Bila terjadi
penurunan kurva fase ekskresi tercapai setengah dari saat
suntik dalam waktu kurang dari 10 menit, berarti suatu
obstruksi non mekanik, bila lebih dari 20 menit merupakan
obstruksi mekanik, sedangkan bila antara 10-20 menit
karena obstruksi parsial[18,20].
Kelebihan - Dapat mendiagnosis adanya suatu obstruksi mekanik atau non mekanik berikut fungsi ginjal
Kekurangan - Tidak dapat menilai anatomi ginjal sehingga tidak dapat menentukan letak obstruksi
Persiapan - menjaga status hidrasi dari pasien selama proses pemeriksaanrenografi. Pasien dewasa disarankan untuk minum 400 mL air 20-30 menit sebelum pemeriksaan agar kedua ginjal dapat terhidrasi dengan baik
- Pasien harus mengosongkan vesika urinarianya terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan
6. CT-Scan
CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan terbaik
untuk diagnosis nyeri pinggang akut. Sensitivitas mencapai 100% dan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
46
spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di negara-negara
maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai abnormalitas di
luar saluran kemih. Computed Tomography (CT) Scan telah mengambil
kepentingan yang lebih besar dan meningkatkan berkaitan dengan
urolitiasis. Dan CT Scan merupakan ”gold standard” dalam mendiagnosa
batu saluran kemih.
Gambar 2.7: Gambaran batu radiopak pada CT-Scan
Kelebihan - Resolusi anatomi lebih baik sehingga dapat menentukan lokasi secara lebih akurat
Kekurangan - Tidak dapat menampilkan batu radiolusen
- Jumlah radiasi sangat tinggi
Persiapan - Mengurangi bicara dan merokok
- Minum laksansia saat malam sebelum pemeriksaan
- Puasa minimal 8 jam- Makan rendah serat 3 hari
sebelum pemeriksaan- Telah BAB di rumah pagi
sebelum pemeriksaan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
47
Gambar: Alur diagnostik pemeriksaan radiografi nyeri kolik renalis
Hidronefrosis
Penyebab hidronefrosis tersering adalah obstruksi kronis pada traktur
urinarius. Hal ini menyebabkan dilatasi pelvis kalik, kemudian berlanjut
dengan destruksi parenkim ginjal. Hidronefrosis dapat unilateral maupun
bilateral bergantung dimana lesi obstruksi berada.
Pada pemeriksaan IVP, terdapat 4 grade hidronefrosis menurut sistem
grading Grainger and Allison’s Diagnostic Radiology, yaitu:
I. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks.
Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
II. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor.
Kaliks berbentuk flattening, alias mendatar.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
48
III. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan
kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk
clubbing, alias menonjol.
IV. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan
kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk
ballooning alias menggembung.
Gambar 2.9: Gambaran Ginjal Normal (Kiri) dan Hidronefrosis (Kanan) pada IVP
Sementara pada USG, derajat hidronefrosis terbagi menjadi
tiga.Hidronefrosis ringan memberikan gambaran hipoekoik di bagian tengah
ginjal. Pada hidronefrosis sedang terlihat pelebaran peilokalikises yang sama
baiknya seperti pada urografi. Sedangkan pada hidronefrosis berat tampak
kalises berupa suatu zona bebas eko yang lobulated, parenkim ginjal tidak
jelas lagi[18].
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
49
Gambar 2.10: Gambaran USG Ginjal Normal (Kiri) dan Hidronefrosis (Kanan)
Pada pemeriksaan dengan menggunakan CT Scan, hidronefrosis
tampak sebagai gambaran pelebaran PCS yang dapat disertai batu radiopak
yang terdeteksi.
Gambar: Hidronefrosis duplex yang ditandai dengan lesi hipodens luas
dari pelebaran PCS di kedua ginjal
2.1.1 Anatomi Kandung empedu
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,panjangnya
7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu dapat
terdistesi dan isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa pada
permukaaan inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan
lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus, corpus,
infundibulum dan leher.
Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya
kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan corpus yang kebanyakan terdiri dari jaringan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
50
elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar
membentuk Hartman’s pouch
Peritoneum yang sama menutupi hepar meliputi fundus dan permukaan inferior dari kandung
empedu. Kadang-kadang kandung empedu ditutupi seluruhnya oleh peritoneum.
Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang mengandung kolesterol dan
tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar
yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada
fundus dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina
propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang
berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf,
pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara
histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan
submukosa yang sedikit.
Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri
hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di
segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus
communis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari
kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena
kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica
menuju vena porta. Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian
leher.
Gambar 2.1Vesica fellea
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
51
Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis
melewati pleksus celiaca.Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang
dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati
nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier.
Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung
empedu, duktus biliaris dan hepar (Brunicardi, 2007).
2.1.2 Duktus Biliaris
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri, Ductus
hepaticus communis, Ductus cysticus dan Ductus choledochus.Ductus choledochus
memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis yang disebut
Sphincter Oddi.
Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki kecenderungan
lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi pada bagian distal.Kedua Ductus
tersebut bersatu membentuk Ductus hepaticus communis. Panjang Ductus hepaticus
communis umumnya 1-4cm dengan diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta
dan di kanan Arteri hepatica. Ductus hepaticus communis dihubungkan dengan Ductus
cysticus membentuk Ductus choledochus (Brunicardi, 2007).
Gambar 2.2 Sistem Biliaris
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
52
Panjang Ductus cysticus bervariasi.Dapat pendek atau tidak ada karena memiliki
penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus.Atau dapat panjang, di belakang, atau spiral
sebelum bersatu dengan Ductus hapaticus communis.Variasi pada Ductus cysticus dan titik
penyatuannya dengan Ductus hepaticus communis penting secara bedah.Bagian dari Ductus
cysticus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan
mulkosa yang disebut Valvula Heister. Valvula ini tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat
membuat pemasukan cannul ke Ductus cysticus menjadi sulit
Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm. Bagian
supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen hepatoduodenal,
disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior Vena porta. Bagian retroduodenal berada di
belakang bagian pertama duodenum, di lateral Vena porta dan Arteri hepatica. Bagian
terbawah dari Ductus choledochus (bagian pankreatika) berada di belakang caput pankreas
dalam suatu lekukan atau melewatinya secara transversa kemudian memasuki bagian kedua
dari duodenum.
Ductus choledochus bergabung dengan Ductus pancreaticus masuk ke dinding
duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari Ductus ini
menyatu di luar dinding duodenum dan memasuki dinding duodenum sebagai single ductus.
Sphincter Oddi, yang merupakan lapisan tebal dari otot polos sirkuler, mengelilingi Ductus
choledochus pada Ampulla Vateri. Sphincter ini mengontrol aliran empedu, dan pada
beberapa kasus mengontrol pancreatic juice ke dalam duodenum (Brunicardi, 2007).
Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri
hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus
choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat syaraf dan ganglia
meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persyarafan dari Ductus choledochus dan
Sphinchter Oddi sama dengan persyarafan pada kandung empedu (Brunicardi, 2007).
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
53
Figure 52-1 Anatomy of the biliary system and its relationship to surrounding structures.
Gambar 2.3 Anatomi sistem bilier
Gambar 2.4 Anatomi sistem bilier
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
54
2.2 Fisiologi
2.2.1 Pembentukan dan komposisi empedu
Hepar memproduksi empedu secara terus menerus dan mengekskresikannya pada
kanalikuli empedu.Orang dewasa normal memproduksi 500-1000 ml empedu per hari.Sekresi
empedu bergantung pada neurogenik, humoral, dan rangsangan chemical.Stimulasi vagal
meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya rangsangan nervus splanchnic menyebabkan
penurunan aliran empedu. Asam hydrochloric, sebagian protein pencernaaan dan asam lemak
pada duodenum menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang akan meningkatkan
produksi dan aliran empedu. Aliran empedu dari hepar melewati Ductus hepaticus, menuju
CBD dan berakhir di duodenum. Dengan sphincter Oddi yang intak, aliran empedu secara
langsung masuk ke dalam kandung empedu .
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak, dan
pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorin memiliki konsentrasi yang sama baik
di dalam empedu, plasma atau cairan ekstraseluler. pH dari empedu yang di sekresikan dari
hepar biasanya netral atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai dengan diet. Peningkatan
asupan protein menyebabkan empedu lebih asam. Garam empedu, cholate dan
chenodeoxycholate, di sintesis di hepar dari kolesterol. Mereka berkonjugasi dengan taurine
dan glycine dan bersifat sebagai anion (asam empedu) yang di seimbangkan dengan natrium.
Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah dari
hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar 80% dari asam
empedu di serap pada ileum terminal. Sisanya didekonjugasi oleh bakteri usus membentuk
asam empedu sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap di usus besar
ditransportasikan ke hepar, dikonjugasi dan disekresikan ke dalam empedu. Sekitar 95% dari
pool asam empedu direabsorpsi dan kembali lewat vena porta ke hepar sehingga disebut
sirkulasi enterohepatik. 5% diekskresikan di feses.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
55
Gambar 2.5 Gambar aliran empedu
Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang ditemukan di
empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu.
Warna dari empedu tergantung dari pigmen bilirubin diglucuronide yang merupakan
produk metabolik dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan pada empedu 100 kali lebih
besar daripada di plasma. Pada usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang
merupakan fraksi kecil dimana akan diserap dan diekskresikan ke dalam empedu.
2.2.2 Fisiologi duktus biliaris
Kandung empedu, Ductus biliaris dan Sphincter Oddi bekerja bersama-sama dalam
menyimpan dan meregulasi aliran empedu. Pengaliran cairan empedu di atur oleh 3 faktor
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter choledocus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti di semprotkan karena
secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter .
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD dari selaput lendir usus halus di keluarkan
atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini
merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian
CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.
Absorpsi dan Sekresi
Pada keadaan puasa, hampir 80% empedu disekresikan oleh hepar disimpan dalam
kandung empedu. Mukosa kandung empedu secara cepat menyerap natrium, clorida, dan air
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
56
dengan melawan gradien konsentrasi, memekatkan empedu hingga 10 kali sehingga merubah
komposisi empedu. Penyerapan yang cepat ini adalah salah satu mekanisme untuk mencegah
peningkatan tekanan ketika ada gangguan dalam aliran empedu pada sistem bilier.
Sel epitel pada kandung empedu mensekresi 2 produk penting kedalam lumen
kandung mepedu : glikoprotein dan ion hidrogen. Kelenjar pada mukosa infundibulum dan
leher mensekresi glikoprotein yang dapat memproteksi mukosa kandung empedu dari proses
litik empedu dan juga untuk memfasilitasi aliran empedu untuk melewati Ductus cysticus.
Transpor ion hidrogen juga akan menurunkan pH empedu. Proses pengasaman ini akan
menyebabkan kelarutan kalsium sehingga akan mencegah presipitasi menjadi garam
kalsium.
Aktivitas motorik
Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kontraksi tonik dari Sphincter Oddi.
Sebagai respon terhadap makanan, pengosongan kandung empedu terjadi karena
respon motorik yang terkoordinasi dari kontraksi kandung empedu dan relaksasi Sphincter
Oddi. Stimuli utama dari pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin
(CCK). CCK dilepaskan secara endogen oleh mukosa duodenum sebagai respon terhadap
makanan. Pengosongan kandung empedu mencapai 50-70% dalam 30-40 menit. 60-90 menit
kemudian kandung empedu scara gradual terisi kembali. Hal ini berhubungan dengan
pengurangan kadar CCK
Gambar 2.6 Aliran empedu
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
57
Regulasi Neurohormonal
Nervus vagus dan obat-obat parasimpatomimetik menstimulasi kontraksi kandung
empedu, dan rangsangan simpatis splanchnic dan atropin akan menghambat aktivitas
motorik.
Reflek yang dimediasi oleh sistem syaraf akan menghubungkan Sphincter Oddi
dengan kandung empedu, gaster dan duodenum untuk mengkoordinasi aliran empedu.
Distensi bagian antral dari gaster akan menyebabkan kontraksi kandung empedu dan
relaksasi dari Sphincter Oddi.
Reseptor hormonal terdapat pada oto polos, pembuluh darah, syaraf, dan epitel dari
kandung empedu. CCK adalah peptida yang dilepaskan ke dalam aliran darah oleh karena
adanya asam, lemak, dan asam amino di dalam duodenum. CCK bekerja secara langsung
pada reseptor di otot polos kandung empedu sehingga akan menstimulasi kontraksi kandung
empedu juga akan menyebabkan
Stimulasi kandung empedu dan sistem bilier oleh CCK juga di mediasi oleh syaraf
vagal kolinergik. Pada pasien yang telah menjalani vagotomy, respon terhadap CCK
berkurang dan ukuran serta volume kandung empedu akan meningkat (Brunicardi, 2007).
Polip Kandung Empedu
Epidemiologi
Polypoid lesi kandung empedu sekitar 5% dari populasi orang dewasa. Penyebabnya tidak
pasti, tetapi ada korelasi yang pasti dengan bertambahnya usia dan adanya batu empedu (
cholelithiasis ). Kebanyakan individu yang mengalami tidak memiliki gejala. Seringkali polip
kandung empedu terdeteksi secara tidak sengaja dengan ultrasonografi abdomen yang
sebenarnya ditujukan untuk penyakit lain pada nyeri abdomen sistem biliaris, fokal defek
hepatik atau obstruksi ekstrahepatik. Insidensi polip kandung empedu lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita. Prevalensi polip kandung empedu berkisar dari 1% sampai 4%.
Prevalensi keseluruhan pada etnis Cina adalah 9,5%, lebih tinggi dari jenis etnis lainnya.
Evaluasi polip empedu agak terhambat oleh ketidakmampuan untuk secara langsung dengan
endoscopically mukosa kandung empedu. Sehingga manajemen biasanya dipandu oleh
karakteristik polip kandung empedu ditemukan pada USG, cholecystography, dan CT scan.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
58
Patofisiologi
Kebanyakan polip kecil (kurang dari 1 cm) tidak bersifat kanker dan tidak akan mengalami
peruahan selama bertahun-tahun. Namun, ketika polip kecil terjadi pada kondisi lain, seperti
primer kolangitis sclerosing, maka cenderung ganas. Pada polip yang lebih besar lebih
mungkin untuk dikembangkan menjadi adenokarsinoma.
Lima jenis polip ditemukan di kantong empedu dan 3 paling umum adalah non-neoplastic.
Cholesterolosis (60%) dikarakteristikan oleh perkembangan dari lapisan mukosa kandung
empedu ke dalam proyeksi fingerlike (seperti jari) akibat akumulasi berlebihan kolesterol dan
trigliserida dalam makrofag pada lapisan epitel. Polip kolesterol merupakan polip kandung
empedu yang paling jinak, multipel, pedunculated dan berbagai ukuran 2-10 mm. Kadang-
kadang, polip kolesterol dapat menyebabkan kolik sistem biliaris dari obstruksi saluran
cysticus atau pankreatitis akut karena obstruksi common bile duct.
Adenomyomatosis (atau adenomyomatosis) merupakan jenis yang paling umum kedua polip
kandung empedu (sekitar 25%), biasanya soliter, mulai dari ukuran 10-20 mm.
Adenomyomatosis biasanya ditemukan pada fundus kandung empedu.Secara histologis, lesi
fokal menyebabkan penebalan dinding kandung empedu, karena proliferasi lapisan bawah
permukaan selular. Berhubungan dengan percabangan dan dilatasi sinus Rokitansky-Aschoff
dan hiperplasia dari lapisan otot dinding kandung empedu. Hal ini ditandai dengan lipatan
yang mendalam ke propria muskularis. Pada ultrasonografi atau cholecystography lesi ini
muncul sebagai fokus penebalan dinding kandung empedu dengan diverticulae intramural
yang memproyeksikan ke lumen , disebut Rokitansky-Aschoff sinus. Secara klinis
adenomyomatosis hanya terjadi ketika penyakit ini distribusi secara segmental di kandung
empedu, menyebabkan penyempitan/ konstriksi konsentris lumen kandung empedu. Jenis lesi
ini dikaitkan dengan peningkatan kejadian kanker kandung empedu, dan kantong empedu
harus diangkat melalui pembedahan. Sebuah studi dari 3.000 pembedahan reseksi kandung
empedu menemukan kanker kandung empedu dalam 6,4% adenomyomatosis segmental.
Polip inflamasi adalah jenis yang paling umum ketiga(sekitar 10%). Polip terdiri dari jaringan
granulasi, jaringan fibrosis dengan sel inflamasi kronis, biasanya limfosit dan sel plasma.
Umumnya soliter, dan berbagai ukuran dari 5-10 mm.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
59
Secara keseluruhan, 3 jenis lesi jinak kandung empedu (sekitar 95%) dari semua polip
kandung empedu. Dengan pengecualian adenomyomatosis segmental, intervensi klinis dan
bedah tidak di indikasikan.
Adenoma (sekitar 4%) dari polip kandung empedu dengan berbagai ukuran 5-20 mm dan
biasanya pedunculated. Adenoma kandung empedu jarang terjadi dan ditemukan dalam
sekitar 0,15% dari spesimen empedu resected. Lesi ini berpotensi premalignant, tetapi evolusi
dari adenoma ke karsinoma tidak berlaku pada tingkat yang sama seperti halnya bagi polip
usus besar yang mengarah ke kanker usus besar. Hampir semua adenoma yang bersifat
kanker > 12 mm. Adenoma > 18 mm memiliki insiden yang lebih tinggi menjadi kanker
kandung empedu yang invasif. Kandung empedu adenoma terjadi lebih jarang dari kanker
kandung empedu, yaitu, dengan rasio 1 : 4. Sebuah studi dari Jepang menunjukkan adenoma-
karsinoma dalam pembedahan 1600 reseksi kandung empedu. Delapan belas adenoma
kantong empedu ditemukan dan 7 (39%) fokus mengandung kanker. Semua adenoma
adalah> 12 mm.. Tujuh puluh-sembilan karsinoma kandung empedu yang hadir dan 15 (19%)
yang terdapat jaringan adenomatous sisa dalam patologi spesimen. Data ini tidak sepenuhnya
mengatasi masalah ini, tetapi nampaknya bahwa mayoritas karsinoma kandung empedu
mungkin tidak muncul dari adenoma jinak kandung empedu sebelumnya.
Sebagaimana disebutkan di atas, neoplasma aneka kandung empedu mewakili kelas kelima
polip kandung empedu.. Polip ini semua lesi langka dan termasuk kelenjar lambung
heterotopic, neurofibromas, tumor karsinoid, leiomyomas, dan fibromas. Mereka biasanya
soliter, jinak, dan berbagai ukuran 5-20 mm.
Perawatan yang terbaik untuk polip kandung empedu adalahmelalui pembedahan kantong
empedu pada adenoma ≥ 10 mm. Masalahnya adalah bahwa sebagian besar dari ukuran lesi
yang ditemukan pada USG akan menjadi salah 1 dari 3 jenis nonneoplastic polip kandung
empedu.Kolesistektomi merupakan pilihan untuk pasien dengan lesi ≥ 10 mm. Pendekatan ini
meminimalkan kemungkinan tidak memperlakukan lesi premalignant. Kebanyakan kolesterol
dan polip inflamasi yang <10 mm. Adenomyomatosis biasanya dapat didefinisikan pada
pencitraan, dan aku tidak akan menghilangkan kantong empedu kecuali keterlibatan
segmental menyebabkan penyempitan lumen hadir. Pasien yang beresiko tinggi untuk
pembedahan harus memiliki USG dilakukan pada interval 6-bulan. Jika polip tumbuh ke
waktu ≥ 12 mm di atas, kantong empedu harus dihapus jika memungkinkan.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
60
USG Endoskopi dapat menjadi standar perawatan dalam waktu dekat untuk mendefinisikan
histologi polip kandung empedu. Penelitian terbaru telah menunjukkan hubungan antara
karakteristik USG endoskopik dan aktual histologi polip kandung empedu.
Kemungkinan Polip Menjadi GanasPolip kantung empedu adalah pertumbuhan yang menonjol dari lapisan bagian dalam
kantong empedu. Polip bisa bersifat kanker, tapi itu jarang terjadi.
Ukuran polip kandung empedu dapat menjadi prediktor berguna apakah itu ganas atau jinak.
Polip empedu yang lebih kecil dari 1 sentimeter biasanya jinak dan tidak perlu dilakukan
pengobatan. Namun, dokter mungkin menyarankan tindak lanjut untuk melihat perubahan
dalam polip kandung empedu yang mungkin menjadi kanker. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan USG perut atau USG endoskopik standar.
Polip empedu yang lebih besar dari 1 sentimeter lebih cenderung bersifat ganas. Pengobatan
polip kandung empedu yang lebih besar dapat mencakup operasi pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Dokter mungkin juga merekomendasikan kolesistektomi jika polip
kandung empedu dengan ukuran berapapun disertai dengan batu empedu.
Faktor Resiko Penyakit Kandung Empedu
*Kegemukan
* Penurunan berat badan yang cepat
*Estrogen asupan dan pil KB (estrogen meningkatkan konsentrasi kolesterol dalam empedu)
* Hypothyroidism
* Penyakit Tiroid Hashimoto
* Lebih dari usia 40 tahun, dan semakin bertambah sesuai usia
* Wanita terutama mereka yang telah memiliki anak
* Etnis (India dan Meksiko-Amerika)
* High triglycerides, kolesterol LDL tinggi, kadar kolesterol HDL yang turun,
* Alkohol
* riwayat penyakit Keluarga : (Hereditas)
* Obat penurun kolesterol, obat imunosupresif dan lain-lain
* Diet Sangat Rendah Kalori
* Diet tinggi lemak jenuh
* Diet tinggi makanan olahan dan gula halus
* Diet rendah serat (yang halus apa diet yang) dan tidak cukup sayuran
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
61
* Diet Non-lemak
* Diet rendah lemak
* Sembelit
* Diabetes
* Penyakit seperti penyakit radang usus kronis, Chron’s disease, anemi Hemolytic
* Chronic Heartburn
* penggunaan antasid yang sering
Gejala dan Diagnosis
Kebanyakan polip tidak menyebabkan gejala yang nyata. Kantung empedu polip biasanya
ditemukan secara kebetulan saat memeriksa perut dengan ultrasound untuk kondisi lain.
Terapi
Secara umum, pengobatan tidak diperlukan pada pasien muda dengan polip kandung empedu
yang sangat kecil yang benar-benar bebas dari gejala. pasien dengan gejala dispepsia tapi
tidak ada episode kolik bilier harus dikelola konservatif. Pada pasien dengan kolik empedu
reccurrent, kolesistektomi elektif dibenarkan, terutama jika batu terlihat ada bersamaan
dengan polip. Kolesistektomi juga diindikasikan pada pasien dengan polip kandung empedu
besar berukuran lebih dari 10 mm, terlepas darisimptomatologi. Pada pasien dengan kandung
empedu polypoid lesi yang lebih kecil dari 10 mm, kolesistektomi ditunjukkan hanya jika
ada penyulit, misalnya, usia 50 dan koeksistensi batu empedu.Jika polip lebih kecil dari 10
mm dan faktor penyulit tidak hadir, strategi "wait and watch" dianjurkan.
Kebanyakan polip bersifat jinak dan tidak perlu diangkat Polip yang lebih besar dari 1 cm
yang terjadi bersamaan dengan batu empedu terjadi pada orang di atas usia 50 mungkin
tindakan pengangkatan kandung empedu ( kolesistektomi ), terutama jika polip ganas.
Laparoskopi adalah suatu pilihan bagi polipsoliter atau kecil.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
62
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
63
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
3.1.1 Identitas
Nama : Tn. Puryanto
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Alamat : Delikerjo, Tembalang kota Semarang Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
No. CM : 291759
Tanggal Masuk : 22 juni2014
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan dengan pasien dan anaknya pada
tanggal 23 juni 2014 pukul 11.15 WIB
3.1.2 Keluhan Utama : Nyeri perut
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang :
± 5 bulan pasien telah merasakan nyeri pada daerah perut bawah dan nyeri
pingang. Nyeri bersifat ‘kemeng’ dan sangat tidak nyaman, diperberat dengan
buang air kecil. Sebelum merasakan nyeri kemeng di perut bawah, pasien
mengaku telah merasakan nyeri di bagian kedua pinggang sejak bertahun-tahun
lamanya. Nyeri kemudian dirasa menjalar ke perut bawah depan yang bersifat
kemeng dan memberat bila pasien buang air kecil. Nyeri pada pinggang ini
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
64
dirasakan muncul tidak teratur dan tidak berhubungan dengan derajat aktivitas
yang dilakukan pasien di kesehariannya. Nyeri pada pinggang dirasa mereda bila
pasien melakukan kerikan atau menempel koyo panas. Selain nyeri pada
pinggang dan perut bawah, pasien juga mengeluh sejak bertahun – tahun sering
merasakan nyeri pada uluhati, terutama pada saat setelah makan.sering mual,
pasien juga merasakan meningkatnya frekuensi berkemih yang sangat
mengganggu aktivitas sehari-harinya, termasuk tidur malam. Frekuensi kemih
pasien dapat mencapai 20 kali per harinya sehingga pasien sering merasa haus
dan minum banyak air. Tidak ada nyeri saat berkemih, pancaran urin yang
lemah/macet, atau perubahan warna air seni, pasien menderita DM sejak sekitar 3
tahun lalu.
± 4 bulan yang lalu pasien memutuskan berobat di puskesmas dekat rumah.
Oleh puskesmas pasien diberi obat yang diminum hingga habis tetapi keluhan
tidak mereda. Pasien juga telah melakukan tes gula darah dan asam urat di
puskesmas tersebut dan dinyatakan menderita Diabetes Melitus.
Setelah melakukan pengobatan yang pertama di puskesmas, pasien sering
melakukan kontrol tetapi keluhan tidak kunjung mereda. Dari kerabat, pasien
disarankan untuk mengonsumsi pelarut batu ginjal yang dibeli di apotek. Pasien
mengonsumsi obat tersebut secara teratur hingga habis satu botol tetapi keluhan
juga belum mereda. Selanjutnya, pasien diberi saran untuk mengonsumsi pelarut
batu ginjal beruba herbal berupa kapsul keji beling, secara teratur tiap sore sejak 1
bulan yang lalu. Keluhan yang dirasakan belum juga mereda hingga sekarang.
Saat kontrol ke-3 kalinya, oleh pihak puskesmas, pasien disarankan untuk
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas lebih lengkap
sehingga anak pasien memutuskan mengantarnya ke poli penyakit dalam RSUD
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
65
Kota Semarang. Saat memeriksakan diri ke RSUD Kota Semarang pada tanggal
22 juni 2013, pasien masih merasakan keluhan berupa nyeri kemeng di perut,
nyeri pinggang, nyeri uluhati, dan poliuri, lemes anggota gerak kiri sejak
1minggu lalu, Nafsu makan turun, BAB (+), BAK (+), mual (-), sesak nafas (-),
batuk (-), pusing (-).
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini, hanya sering merasakan
nyeri pinggang yang tidak dipengaruhi aktivitas sejak lama dan terkadang
nyeri uluhati itupun amat jarang.
Riwayat Hipertensi diakui.
Riwayat Diabetes Mellitus (+)
Riwayat TBC disangkal
Riwayat Kejang disangkal.
Riwayat Tumor disangkal
Riwayat Stroke disangkal
Riwayat Sakit Telinga disangkal
Riwayat Sakit Gigi disangkal
Riwayat mengkomsumsi Jamu berupa keji beling, dan diminum sudah sejak
1 bulan yang lalu setiap sore.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
66
3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami sakit seperti
ini.
Riwayat Hipertensi dikeluarga disangkal.
Riwayat TBC disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Tumor disangkal
Riwayat Stroke disangkal
3.1.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, mengonsumsi kopi atau teh
secara teratur, ataupun minum alkohol. Pasien Tinggal dirumah dengan suami, 2
anak dan 5 cucunya. Pasien berobat dibiayai anaknya.
Kesan Sosial Ekonomi : Cukup
3.2 Pemeriksaan Fisik
Tanggal 23 juni 2014 jam 11.35 WIB di bagian radiologi RSUD Kota Semarang.
Status Present
Jenis Kelamin : laki - laki
Usia : 51Tahun
Berat Badan : 67 kg
Panjang Badan : 166 cm
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
67
Tanda Vital
Tekanan Darah : 160 / 100 mmHg
Nadi : 72 x / menit, irama regular, isi cukup, equalitas sama
pada keempat ekstremitas.
Suhu : 36,4 ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 28 x / menit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : komposmentis, status gizi baik, kontak wajar dapat
dipertahankan.
Kepala : Mesocephal
Rambut :Hitam bercampur putih uban, tidak mudah dicabut.
Mata :Palpebraasimetris (-/-), cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 2mm, reflek cahaya pupil (N).
Telinga : Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
Tenggorokan :
Faring
• Mukosa Bukal : Warna merah muda, hiperemis (-)
• Lidah : Dalam batas normal
• Uvula : di tengah, dalam batas normal
Tonsil
• Ukuran : T 1- 1
• Warna : Hiperemis (-)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
68
Thorax
Paru-paru
• Inspeksi :Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada
retraksi atau penyempitan sela iga.
• Palpasi :Stem fremitus kedua paru normal.
• Perkusi : Sonor pada kedua paru
• Auskultasi : Suara dasar : vesikuler; Suara tambahan : wheezing
(-/-), ronkhi(-/-)
Jantung
• Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak
• Palpasi :Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 2 cm kelateral linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
• Perkusi :
o Batas atas :ICS II linea parasternalis kiri
o Pinggang :ICS III linea parasternalis kiri
o Batas kiri :ICS V 2 cm ke lateral linea
midclavicularis kiri
o Batas kanan :ICS V linea sternalis kanan
o Auskultasi : Rreguler, Suara jantung murni, gallop
(-
o ), bising Jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di daerah suprapubik, nyeri
tekan ulu hati (+) , turgornormal, massa (-), hepar dan lien tidak teraba.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
69
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal
Ginjal
Palpasi :ballotement tidak teraba, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : nyeri ketok costovertebra (-/+)
Ekstremitas
Status Neurologik
GCS 15 , E4V5M6
Pemeriksaan Rangsang Meningeal:
• Kaku kuduk ( - )
• Lasegue ( - )
• Kernig ( - )
• Brudzinski I/Brudzinski’s neck sign ( - )
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Pemeriksaan Superio
r
Inferior
Akral dingin -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ (N) +/+ (N)
Reflek patologis -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Petekhie -/- -/-
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5/5 5/5
Turgor kulit Cukup Cukup
70
• Brudzinski II/Brudzinski’s contralateral leg sign( - )
Nervus kranialis : dalam batas normal
Motorik:
• Kekuatan : 5
• Tonus : Normal
Sensorik: dalam batas normal
Refleks fisiologis: dalam batas normal
Refleks patologis: dalam batas normal
Otonom: retensio urin (-), inkotinensia alvi (-)
3.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
a. USG Abdomen (Tanggal 23 juni 2014)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
71
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
72
Interpretasi :
HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenesitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tam,pak nodal, V. Porta dan V.
Hepatika tak melebar, duktus biliaris ekstrahepatal tak melebar.
VESICA FELLEA tak membesar, dinding tak menebal, tampak
multiple lesi oval yang tampak menempel pada dinding, ukuran
terbesar 4mm, tak tampak batu.
LIEN ukuran normal, parenkim homogen, v. Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul
PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar
GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
73
GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler
jelas, PCS melebar, tampak batu kecil - kecil, tak tampak massa.
AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi
paraaorta.
VESICA URINARIA dinding tak menebal, reguler, tampak batu
multipel ukuran terbesar 1,2cm, tak tampak massa.
Tak tampak efusi pleura.
Tak tampak cairan bebas intraabdominalis.
KESAN:
Pseudopolip GB multiple (ukuran 4mm)
Moderat hidronefrosis dan nefrolithiasis sinistra kecil – kecil.
Vesicolithiasis multiple ukuran batu terbesar 1,2cm
Tak tampak kelainan lainnya pada organ intraabdominalis pada sonografi
abdomen di atas.
3.4 DIAGNOSIS
Polip GB
Hidronefrosis et causa nephrolitiasis
vesicolithiasis
Diagnosis Banding :
Kolelithiasis
Kolesistisis
• Cystolitiasis
• Pielonefritis
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
74
3.5 PENATALAKSANAAN
A. MEDIAKMENTOSA
• Analgesik: acetaminophen 325 mg bila nyeri (maks. 6x1)
• Antidiuretik: desmopressin 0.05 mg 2x1
• NSAID: ibuprofen 300 mg 4x1
• Amlodipin 5gr 1X1
Atau
• Medical Expulsive Therapy (MET) dengan regimen standar:
Ketorolac 10 mg 4x1 selama5 hari
Nifedipine 30 mg 1x1 selama 7 hari
Prednisone 20 mg 2x1 selama 5 hari
Trimethoprim/sulfamethoxazole DS 1x1 selama 7 hari
Acetaminophen 4x2 selama 7 hari
Analgesik narkotik bila diperlukan
Prochlorperazine bila diperlukan
• Konsul bedah untuk pengangkatan polip dan batu
B. NON MEDIKAMENTOSA
• Minum banyak air
• Diet rendah protein, lemak, garam, dan purin
• Minum obat dan kontrol secara teratur
Program :
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
75
• Melakukan investigasi lanjutan untuk menilai anatomi-fungsi ginjal dengan
mengusulkan pemeriksaan IVP, darah lengkap, kimia darah (serum kreatinin,
BUN, asam urat, kolesterol, gula darah, dsb), dan urinalisa
• Konsul bagian penyakit dalam dan bedah untuk rawat bersama guna
mencegah kerusakan fungsi kandung empedu dan parenkim ginjal lebih
lanjut
3.6. PROGNOSIS
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanactionam : dubia ad bonam
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
76
DAFTAR PUSTAKA
1. Cronan JJ. Contemporary concepts in imaging urinary tract obstruction. Radiol Clin North Am. May 1991;29(3):527-42. [Medline]..
2. Saptahadi dan Rifki Muslim. Analisa Batu Saluran Kemih pada Dewasa dan Anak di RSUP Dr. Kariadi 1994-1995. Naskah MABIXII, Surabaya, 1996
3. Price, S. A., Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. Syaifuddin., 2001. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Widya Medika, Jakarta.
5. Ganong, W., F., 2002. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta
6. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar UROLOGI. Edisi kedua. Sagung seto
7. Sja’bani, M., Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Pusat Penerbitan IlmuPenyakit Dalam FK UI. Jakarta; 2006
8. Sarr. M.G and Cameron J.L. 1994. Sistem Empedu. Dalam : Buku Ajar Bedah Sabiston. Jakarta : EGC. Cetakan ke-1. h115-161
9. Sujono Hadi . 1995. Traktus Biliaris. Dalam : Gastroenterologi. Edisi ke-6. h742-806
10. R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2004. Saluran empedu dan hati. Dalam: R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. h. 561,570-73
11. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang