Download - Referat Fix Debbiecindew BRPN

Transcript
Page 1: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Referat

Bronkopneumonia dengan Komplikasi

Meningoensefalitis

Pembimbing

dr. Josef, Sp.A

disusun oleh

Debbie Cinthia Dewi

11.2014.194

KEPANITERAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS MARDI RAHAYU KUDUS

PERIODE 3 AGUSTUS 2015 – 10 OKTOBER 2015

Page 2: Referat Fix Debbiecindew BRPN

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia pada anak dapat

dibedakan menjadi:

1. Pneumonia lobaris,

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis),

3. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia).

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di

negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian utama pada

balita. Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan

kematian tertinggi pada balita. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari

2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian

anak.

Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan parenkim paru yang terlokalisir yang

biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa distribusi

berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang sering menimpa anak-anak dan balita,

yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda

asing. Beberapa factor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya

pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, deficit imunologi, aspirasi, dan lainnya.

Page 3: Referat Fix Debbiecindew BRPN

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di

negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di Negara

maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di Negara berkembang 10-20/100

anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di

negara berkembang.

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, menurut data mortalitas tahun 1990,

pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80%

terjadi di negara berkembang, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13%

dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Mortalitas disebabkan oleh

bakteremia S.aureus dan S.pneumoniae selain karena malnutrisi dan kurangnya akses

keperrawatan.

Etiologi

Penyebab terjadinya pneumonia dapat dibagi menjadi dua, yaitu factor infeksi dan

factor non infeksi. Pada faktor infeksi yang dapat menjadi penybabnya adalah bakteri, virus

dan jamur. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab adalah Streptococcus pneumonia.

Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Pada usia < 3 tahun virus yang

paling sering ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Pada umur yang lebih

muda dapat juga ditemukan adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus. Pada anak-

anak lebih dari 10 tahun lebih sering ditemukan Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia

pneumonia. Pada anak usia 2-59 bulan bakteri yang paling sering ditemukan adalah

Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermis.

Pada faktor non-infeksi yang sering ditem’ukan adalah akibat dari defek anatomis

bawaan, disfungsi menelan, refluks esophagus (GER), deficit imunologi, polusi, aspirasi, gizi

buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI, imunisasi yang tidak lengkap.

Page 4: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan

bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan

terapi yang lebih relevan.

Pembagian secara anatomis :

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

3. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

Pembagian secara etiologi :

- Bakteri: Mycobaterium tuberculosis, Pneumococcus pneumonia,

Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.

- Virus: Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

- Jamur: Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

- Corpus alienum, Aspirasi, Pneumonia hipostatik

Page 5: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Pathogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya

mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain

- Inhalasi langsung dari udara,

- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring,

- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain,

- Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah

infeksi yang terdiri dari:

- Susunan anatomis rongga hidung

- Jaringan limfoid di nasofaring

- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret

lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut

- Refleks batuk.

- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi

empat stadium, yaitu:

Page 6: Referat Fix Debbiecindew BRPN

1. Stadium I (4–12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast

setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal

ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya). Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi

merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat.

3. Stadium III (3 – 8 hari). Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah

putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena

berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon

imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Page 7: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Manifestasi klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk

biasanya dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di

mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada anak virus lebih

sering menjadi penyebab daripada bakteri. Pada infeksi bakteri harus ada infeksi kronis yang

mendasari.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang

terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin

hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia

menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara

pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar

lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut,

retraksi sela iga.

- Palpasi : fokal fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit

- Perkusi : Sonor memendek sampai beda

- Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki

basah halus sampai sedang.

Page 8: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah perifer lengkap, pneumonia viral/Mycoplasma dapat ditemukan

leukosit normal atau sedikit meningkat. Pada pneumonia bacterial dapat ditemukan

leukositosis (15.000-40.000/mm3), predominan PMN. Pada infeksi Chlamydia kadang

ditemukan eosinoflia.

Foto thorax tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada anak dengan

infeksi saluran pernafasan bawah akut ringan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita

pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang membingungkan. Secara umum

gambaran foto toraks pada pneumonia dapat berupa:

- Infiltrate interstisial : peningkatan corakan bronkovaskuler, hiperaerasi.

- Infiltrate alveolar (pneumonia lobaris) : mengenai 1 lobus paru

- Bronkopneumonia : bercak-bercak infiltrate difus merata pada kedua paru

disertai peningkatan corakan peribronkial

- Pneumonia virus : penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata,

dan hiperinflasi

Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik

direkomendasikan pada tata laksana anak dengan pneumonia berat.

Pemeriksaan antigen virus dengan atau tanpa kultur (jika fasilitas tersedia) dilakukan

pada anak usia < 18 bulan.

Analisis cairan pleura bila terdapat efusi pleura, dilakukan pemeriksaan mikroskopis,

kultur, deteksi antigen.

Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), laju endap darah (LED), dan protein fase akut

lainnya tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.

Page 9: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai

dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada

bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto

rontgen pada anak dan bayi gambarannya sering tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak

jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran thorak menunjukkan

pneumonia berat. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih

dipertanyakan, tetapi para ahli sepakat adanya infiltrate menunjukkan adanya bakteri

sehingga perlu diberi antibiotika. Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi

seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah

sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada

dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.

Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa

lobus. Foto rontgen pada anak dan bayi gambarannya sering tidak sesuai dengan gambaran

klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran thorak

menunjukkan pneumonia berat. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks

masih dipertanyakan, tetapi para ahli sepakat adanya infiltrate menunjukkan adanya bakteri

sehingga perlu diberi antibiotika. Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi

seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah

sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada

dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena

pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab

tidak selalu dapat ditemukan.

Page 10: Referat Fix Debbiecindew BRPN

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.

Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

- Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak

sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

- Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih

sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

- Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang

cepat :

a. 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

b. 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

c. 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun.

- Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti

diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. Deteksi antigen bakteri

Komplikasi

MENINGOENCEPHALITIS

Meningitis Bakterial Akut

Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada bayi dan anak. Infeksi ini

berhubungan dengan seringnya terjadi komplikasi akut dan kecacatan.

Etiologi

Bakteri penyebab meningitis pada neonates (0-28 hari) biasanya berbeda dengan anak

yang lebih besar. Patogen umum yang sering menginfeksi adalah streptokokus tipe B dan D

(enterococcus), bakteri gram negative enteric bacilli (E.Coli, Klebsiella) dan Listeria

monocytogenes. Streptokokus grup B dilanjuti dengan E.coli merupakan kuman yang paling

sering menyebabkan meningitis pada neonates. N. meningitiditis merupakan kuman tersering

yang menyebabkan meningitis pada anak usia 2 bulan – 12 tahun. S. pneumonia dan H.

influenza tipe B sudah lebih jarang karena ada imunisasi terhadap pathogen saat usia 2 bulan.

Page 11: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Epidemiologi

Faktor resiko utama dari meningitis adalah kurangnya imunitas spesifik terhadap

pathogen pada usia dini. Resiko lainnya seperti kolonisasi kuman pathogen, kontak dengan

sumber kuman. Transmisi kuman terjadi antara manusia-manusia melalui saluran pernafasan.

Ensefalitis adalah inflamasi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, virus,

bakteri, jamur, protozoa atau parasit.2 Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus,

sehingga “ensefalitis” infeksi oleh virus.3

Meningoensefalitis Viral

Meningoensefalitis viral merupakan inflamasi akut meningen dan sel otak.

Karakteristik dari cairan serebrospinal dengan pleositosis dan tidak adanya mikroorganisme

gram pada kultur bakteri. Infeksi viral biasanya sembuh dengan sendirinya.1-3

Enterovirus merupakan virus yang paling sering menyebabkan meningoensefalitis. Lebih dari

80 serotype RNA virus telah diidentifikasikan. Infeksi dari enterovirus dapat ringan, dengan

self-limited illness sampai infeksi berat yang menyebabkan kematian atau meniggalkan gejala

sisa.1

Arbovirus atau lengkapnya “arthropod-borne virus” merupakan penyebab penyakit

demam. Virus tersebut tersebar diseluruh dunia. Kutu dan nyamuk dimana virus itu

“berkembang biak” menjadi penyebarannya. Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus ialah

perjalanan penyakit yang bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya

menyerupai influensa yang dapat berlangsung 4-5 hari.1 Sesudahnya penderita mereka sudah

sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan gejala

pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, dan

konvulsi.

602-2   -- Clinical Conditions and Infectious Agents Associated with Aseptic Meningitis1

VIRUSES

Enteroviruses (coxsackievirus, echovirus, poliovirus, enterovirus)

Arboviruses: Eastern equine, Western equine, Venezuelan equine, St. Louis encephalitis, Powassan and California encephalitis, West Nile virus, Colorado tick fever

Herpes simplex (types 1,2)

Human herpesvirus type 6

Page 12: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Varicella-zoster virus

Epstein-Barr virus

Parvovirus B19

Cytomegalovirus

Adenovirus

Variola (smallpox)

Measles

Mumps

Rubella

Influenza A and B

Parainfluenza

Rhinovirus

Rabies

Lymphocytic choriomeningitis

Rotaviruses

Coronaviruses

Human immunodeficiency virus type 1

Epidemiologi

Pola epidemiologi dari meningoensefalitis terutama ditentukan dari prevalensi

enterovirus. Infeksi enterovirus dapat menular melalui manusia ke manusia, dengan masa

inkubasi 4-6 hari.1 Kasus ini banyak terjadi pada lingkungan dengan suhu iklim panas

(summer). Agent lain selain enterovirus juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, cuaca, geografi

dan eksposur dari vector.

1. Berdasarkan tahapan virus menginvasi otak1

a. Ensefalitis Primer, virus langsung menyerang otak

b. Ensefalitis sekunder, diawali adanya infeksi sistemik atau vaksinasi.

2. Berdasarkan jenis virus

a. Ensefalitis virus sporadik : virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes

Zoster, mumps, limfogranuloma dan lymphocytic choriomeningitis yang

ditularkan gigitan tupai dan tikus

b. Ensefalitis virus epidemik : virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki,

virus ECHO, virus ARBO.

Page 13: Referat Fix Debbiecindew BRPN

3. Ensefalitis pasca infeksi: Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi,

dan jenis-jenis virus yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik

Penyebaran virus 1

a. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia : Parotitis, Campak, Kelompok virus

entero, Rubela, Kelompok Virus Herpes: Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2),Virus

varicela-zoster,Virus CMV kongenital, Virus Epstein Barr, Kelompok virus poks:

Vaksinia dan variola.

b. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda : Virus arbo, Caplak

c. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas : Rabies, Virus herpes Simiae (virus “B”),

Koriomeningitis limfositik

2. NON–VIRUS1

a. Riketsia

b. Mycoplasma pneumonia

c. Bakteri

d. Spirochaeta: Sifilis, kongenital atau akuisita, leptospirosis

e. Jamur: Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis,

Aspergillus fumagatus, Mucor mycosis

f. Protozoa: Plasmaodium Sp., Trypanosoma Sp., Naegleria Sp., Acanthamoeba,

Toxoplasma gondii

g. Metazoa: Trikinosis, Ekinokokosis, Sistiserkosis, Skistosomiasis

Pada infeksi pneumonia Staphylococcus, perburukan klinis yang cepat walaupun sudah

diterapi, pada foto toraks didapat pneumotokel/pneumotoraks dengan efusi pleura, pada

apusan sputum ditemukan kokus Gram +, dapat terdapat infeksi kulit yang disertai

pus/pustul. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering pada pneumonia bakteri.

Pericarditis purulenta, Infeksi ekstrapulmoner (meningitis purulenta), miokarditis (pada anak

usia 2-24 bulan), cor pulmonale, dekompensatio cordis.

Page 14: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Penatalaksanaan

1. Pneumonia ringan

- Rawat jalan

- Antibiotic (kotrimoksasol, amoksisilin 2x/hari selama 3 hari)

2. Pneumonia berat

- Pemberian oksigen. Dipantau tiap 4 jam.

- Hindari pemberian makan secara oral.dapat diganti dengan NGT.intravena.

- Antipiretik

- Nebulisasi

- Antibiotic (amoksisilin IV atau IM setiap 8 jam, dipantau ketat dalam 72 jam

pertama. Bila respon baik diteruskan sealam 5 hari. Lalu dilanjutkan dengan

amoksisilin oral 3x/hari selama 5 hari. Bila respon memburuk diberikan

kloramfenikol IM atau IV setiap 8 jam)

Prognosis

Data survei kesehatan nasional (SKN, 2011) menunjukan bahwa 27,6% kematian bayi

dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan olleh penyakit respiratori, terutama

pneumonia.

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada

anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi

esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan

tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama

dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh

faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Page 15: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Pencegahan

Bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau

mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan

tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan

makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi

antara lain:

- Vaksinasi Pneumokokus

- Vaksinasi H. Influenza

Page 16: Referat Fix Debbiecindew BRPN

Daftar Pustaka

1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, dkk [editor]. Pedoman pelayanan medis

ikatan dokter anak Indonesia. Jilid ke-1. Cetakan ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;

2010.h.250-5.

2. Prober CG. Pneumonia. Dalam: Wahab AS. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15.

Volume ke-2. Jakarta: ECG; 2012.h.883-9.

3. Callistania C, Indrawati W. Pneumonia. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta

EA [editor]. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Media

Aesculapius; 2014.h.174-6.

4. IDAI. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI; 2004.h.351-8.

5. Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto;

2003.