Download - Referat Edit

Transcript

Tumor Mediastinum

( Referat Radiologi )

Nama : Aulia OlvianaNPM : 1018011006

Pembimbing : dr. Tantri Dwi K Sp. Rad

UNIVERSITAS LAMPUNGRS Hi. ABDUL MULUKBANDAR LAMPUNG

2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

Mediastinum merupakan rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan.

Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah

bening dan jaringan ikat. Ada beberapa versi pembagian mediastinum.

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa mediastinum dibagi atas 4

bagian :

1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal

ke-5 dan bagian bawah sternum

2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di

depan jantung.

3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di

belakang jantung.

4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke

diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

2

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas

dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam

prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai

dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi

diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut

agar diagnosis dapat cepat dan akurat.

Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF

Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada

tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis

tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3%

limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada

mediastinumanterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum

posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak

ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell

tumor.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A) DEFINISI

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu

rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar,

pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah

bening dan salurannya. Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka

pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya dan dapat menganjam

jiwa.

Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau

jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg :

4

B) ETIOLOGI

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor

ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Limfoma, timoma dan

teratoma adalah jenis yang paling sering ditemukan. Etilogi dari tumor mediastinum

belum diketahui namun pada teratoma sekitar 20% dari tumor sel germinal

nonseminomatous memiliki sindrom Klinefelter, dan tumor berkembang 10 tahun

lebih awal daripada mereka yang tidak.

C) EPIDEMIOLOGI

Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur

penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di

mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa

lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau

timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970 – 1990 telah dilakukan operasi tumor

mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus (32,1%),

timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%).

Dari 103 penderita tumor

mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus, tumor sel germinal 30%,

limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing 4,2%.3 Bacha dkk4 dari

Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan terdiri

dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16 limfoma, 3

tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation induced sarcoma dan 1 kasus

mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan

1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang

diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah

limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan

jenis lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan yang bermakna, yaitu

94% tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin

perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki.

5

Berdasarkan umur, penderita limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur

dekade ke-5, tumor saraf pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan

pada umur dekade ke-2 sampai ke-4.5 Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien

tumor mediastinum didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang

datang dengan keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis

terbanyak timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma

24/124 (19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus

mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplet atau respons terhadap

terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.6 Marshal menganalisis 24 kasus

tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan tahun 2000 – 2001,

mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (70,8% dan 29,2%) dengan

jenis terbanyak adalah timoma , 50% dari 24 penderita.7 Timoma merupakan kasus

terbanyak di mediastinum anterior, sedangkan limfoma dan tumor saraf biasanya

pada mediastinum medial dan posterior

6

D) PATOFISIOLOGI

Bagan yang menunjukkan skema sederhana dasar molecular kanker

7

Zat perusak DNA didapat (lingkungan):Kimiawi/ radiasi/ virus

Kerusakan DNA

Mutasi herediiter pada :Gen-gen yang mempengaruhi perbaikan DNAGen-gen yang mempengaruhi pertumbuhan atau apoptosis selMutasi pada genom sel somatik

Pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan

Perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan

Penonaktifan gen supresor kanker

Ekspresi produk gen yang mengalami perubahan dan hilangnya produk gen regulatorik

Neoplasma ganas

Sel normal

Perbaikan DNA berhasil

Ekspansi kloklonal

Mutasi tambahan (progresi)

Heterogenitas

Perbaikan DNA gagal

Klasifikasi neoplasma menurut sifat biologisnya:

Jinak Ganas

Diferensiasi baik Difereinsiasi jelek=anaplastik

Identik dengan jaringan asal Tidak identik dengan jaringan asal

Tumbuh lambat Tumbuh cepat

Mitosis normal Mitosis abnormal

Tumbuh ekspansif Tumbuh ekspansif dan infiltratif

Berkapsul Tidak berkapsul

Metastasis (-) Metastasis (+)

Tidak langsung menyebabkan

kematian

Langsung menyebabkan kematian

Neoplasma jinak terdiri atas sel berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan

padanannya yang normal. lipoma terdiri dari sel lemak matur yang dipenuhi oleh

vakuol lemak di dalam sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk dari sel tulang rawan

normal, merupakan bukti terjadinya difererensi morfologik dan fungsional. Ada

tumor jinak yang berdiferensiasi baik, mitosis sangat jarang ditemukan dan

konfigurasinya normal.

Neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi yang beragam dari sel

parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai sama sekali tidak berdiferensiasi.

Neoplasma ganas terdiri dari sel tidak berdiferensiasi dikatakan bersifat anaplastik.

Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia, dianggap sebagai tanda utama keganasan.

E) GEJALA KLINIS

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat

dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur

8

mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan

atau invasi ke struktur mediastinum.

Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada

waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 %

pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh

lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan

peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum

terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa

mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya

kemungkinan neoplasma ganas. Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien

asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek

mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum.

Gejala sistemik bisa non spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang

sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :

- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.

- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.

- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.

- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.

- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.

Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat

badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh

pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh

kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang

berdekatan.

Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau

nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum

9

anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau

invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang

trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis

berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.

Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi.

Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-

masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast.

Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada

mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis

diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam

menyebabkan gejala yang berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak

bisa juga menyebabkan simtomatologi serupa.

F) PENEGAKAN DIAGNOSIS

1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering

akan membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa menggambarkan

kemungkinan diagnosis histologi. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tumor

dan kista mediastinum sering menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang

didapatkan diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau pemeriksaan fisik

saja.

2) Pemeriksaan Penunjang

10

Radiologi

Foto toraks

Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor,

anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang

besar sulit ditentukan lokasi yang pasti.

Tomografi

Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi

pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-

kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang digunakan.

CT-Scan toraks dengan kontras

11

Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan

tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan

jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan

stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau

belum. Perkembangan alat bantu ini mempermudah pelaksanaan pengambilan

bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi. Beberapa

jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CT Scan

abdomen.

Flouroskopi

Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang

diduga aneurisma.

Angiografi

Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan

flouroskopi dan ekokardiogram.

Esofagografi

12

Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.

Pemeriksaan lain

USG, MRI dan Kedokteran Nuklir. Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-

pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk beberapa kasus tumor

mediastinum.

G) DIAGNOSIS BANDING

Gambar 1. Tumor mediastinum

13

Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk lokalisasi

tertentu. Yang merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial. Tetapi, juga terdapat

perkecualian dan tumor besar dapat meluas jauh di luar daerah asalnya. (Aru W.

Sudoyo, 2006)

Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau

kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting

apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna

pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di

mediastinum adalah tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen),

thymoma dan limfoma. Dalam golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan

yang berkesan tumor seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. (Aru W.

Sudoyo, 2006)

Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor

primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah

besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital

bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto thorax. (Sabiston,1994).

Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa

mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi

diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan

mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan

CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus

dibedakan dari massa primer mediastinum sebelum interbensi bedah.(Sabiston,1994).

14

Diagnosis banding tumor mediastinum anterior

Gambar 2. Kista pericardial

Diagnosis banding tumor mediastinum posterior

Gambar 3. Akalasia

15

Gambar 4. Aneurisma aorta

H) PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah

pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel

kanker.

Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum adalah

multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena

resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain

membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant

atau neoadjuvan.

Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu

pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri

dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan

klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan

Saturasi O2 darah arteri harus >90%.

Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:

16

Hb > 10 gr%

Leukosit > 4.000/dl

Trombosit > 100.000/dl

Tampilan (performance status) >70 Karnofsky

Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio

kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak

mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara

bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau

sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi

lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi

perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat

tindakan lainnya.

Tumor Timus

Klasifikasi histologis

1. Timoma (klasifikasi Muller Hermelink)

· Tipe medular

· Tipe campuran

· Tipe kortikal predominan

· Tipe kortikal

Karsinoma timik

· Derajat rendah (Low grade)

· Derajat tinggi (High grade)

Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma

Staging berdasarkan sistem Masanoka

17

Stage 1 : Makroskopik berkapsul, secara Mikroskopik tidak

tampak invasi ke kapsul

Stage II : Invasi secara makroskopik ke jaringan lemak sekitar

pleura mediastinal atau invasi ke kapsul secara

mikroskopik

Stage III : Invasi secara makroskopik ke organ sekitarnya

Stage IV.A : Penyebaran ke pleura atau perikard

Stage IV.B : Metastasis limfogen atau hematogen

Penatalaksanaan Timoma

Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja

Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus

diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada

CT sebelum pembedahan

Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi

dan kemoterapi

Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan

radioterapi

Stage IV.B : Kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan

debulking

Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.A

Dapat diberikan kemoradioterapi adjuvant 2 siklus dilanjutkan radiasi

4000 cGy, diikuti debulking dan kemoterapi siklus berikutnya. Penatalaksanaan

timoma tipe medular stage IV.B bersifat paliatif, yaitu kemoterapi dan

radioterapi paliatif. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage I - II lebih

dahulu dibedah, selanjutnya kemoterapi. Pada stage III diberikan

kemo/radioterapi neoadjuvant. Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan

disesuaikan dengan tipe histologik yang dominan.

18

Penatalaksanaan karsinoma timik

Penatalaksanaan untuk tumor ini adalah multi-modaliti sama dengan

penatalaksanaan untuk kanker di paru.

Penatalaksanaan karsinoid timik dan oat cell carcinoma

Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena sering

invasif maka direkomendasikan radiasi pascabedah untuk kontrol lokal, tetapi

karena tingginya kekerapan metastasis maka kemoterapi diharapkan dapat

meningkatkan angka ketahanan hidup. Kemoterapi yang diberikan hampir sama

dengan kemoterapi untuk kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni

antara lain sisplatin + etoposid sebanyak 6 siklus.

Penatalaksanaan Tumor Sel Germinal Nonseminoma Mediastinum

19

Tumor Sel Germinal

Klasifikasi histologi

Seminoma

Nonseminoma

Karsinoma embrional

Koriokarsinoma

Yolk sac carcinoma

Teratoma

Jinak (benign)

Ganas (malignant)

Dengan unsur sel germinal

Dengan unsur nongerminal

Imatur

20

Penatalaksanaan seminoma

Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi.

Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini. Kemoterapi diberikan setelah

radiasi selesai tetapi respons terapi akan lebihbaik dengan cara kombinasi

radio-kemoterapi. Bila ada kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito,

dilanjutkan dengan kemoterapi sisplatin based.

Penatalaksanaan Tumor Medistinum Nonseminoma

Tumor-tumor yang termasuk kedalam kelompok nonseminoma bersifat

radioresisten, sehinggatidak direkomendasikan untuk radiasi. Pilihan terapi

adalah kemoterapi 6 siklus. Evaluasidilakukan setelah 3 - 4 siklus menggunakan

petanda tumor b-HCG dan a-fetoprotein serta fototoraks PA dan lateral,

selanjutnya menurut algoritma

Penatalaksanaan Teratoma jinak

Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant.

Pemeriksaan batas reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor yang

tertinggal dan kemungkinan akan berkembang menjadi ganas.

Penatalaksanaan Teratoma Ganas

Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka terapi

multimodaliti (bedah +kemoterapi + radioterapi) memberikan hasil yang lebih

baik. Pemilihan terapi didasarkan pada unsur yang terkandung di dalamnya dan

kondisi penderita. Penatalaksanaan teratoma ganas dengan unsur germinal

sama dengan penatalaksanaan seminoma.

Tumor Neurogenik

Klasifikasi Histologik

Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)

21

Neurofibroma

Neurilemoma (Schwannoma)

Neurosarkoma

Berasal dari ganglion simpatik (symphatetic ganglia)

Ganglioneuroma

Ganglioneuroblastoma

Neuroblastoma

Berasal dari jaringan paraganglionik

Fakreomasitoma

Kemodektoma (paraganglioma)

Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik

Adalah pembedahan, kecuali neuroblastoma.Tumor ini radisensitif

sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan hasil yang

baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi

adjuvan, untuk mencegah rekurensi.

Tumor Mesensimal dan Tumor Endokrin

Tumor jenis ini jarang ditemukan sehingga penatalaksanaannya sangat

spesifik.

EVALUASI

Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan memberikan

siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi radiasi (1000 cGy). Evaluasi

untuk respons terapi dilakukan setelah pemberian 2 siklus kemoterapi pada hari

pertama siklus ke-3 atau setelah radiasi 10 fraksi (200 cGy) dengan atau foto

toraks. Jika ada respons sebagian (partial respons atau PR) atau stable disease

(SD), kemoterapi dan radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan dihentikan

bila terjadi progressive disease (PD).

22

I) PROGNOSIS

Prognosis tumor mediastinum tergantung pada jenis tumor dan tata laksana

yang diberikan. Secara umum, tumor jinak mediastinum memiliki prognosis yang

cukup baik terutama pada pasien tanpa gejala. Prognosis tumor ganas mediastinum

bervariasi tergantung dari hasil diagnostik spesifik, derajat keparahan penyakit dan

faktor komorbid lain pada pasien. Namun umumnya tumor ganas mediastinum seperti

limfoma, tumor germ sel, timoma memberi respon yang baik terhadap terapi agresif

yang meliputi pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.

23

BAB III

PENUTUP

Mediastinum merupakan rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan.

Mediastinum menjadi bagian penting dari thorax karena berisi jantung, aorta, dan

arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat,

kelenjar getah bening dan salurannya. Banyaknya jumlah organ dalam rongga

mediastinum menyebabkan dapat timbul berbagai jenis neoplasma yang berbeda jenis

secara histologi. Berdasarkan jenis histologi sel nya tumor mediastinum dapat

dibedakan menjadi tumor neurogenik, thymic, limfoma, tumor germ sel, aneurysma,

tumor mesenkim, tumor endokrin, kista.

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat

dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur

mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan

atau invasi ke struktur mediastinum.

Penegakan diagnosis tumor mediastinum berdasarkan pemeriksaan

rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam

melokalisir massa di dalam mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif

tumor, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. Ultrasonografi

bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam

mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu menggambarkan bentuk

massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan

pembuluh darah besar. Penggunaan CT scan memberikan memberikan gambaran

anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu

memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan

penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur

24

vascular, CT scan mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma

mediastinum.

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan

sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tatalaksana

dari tumor ganas mediastinum bersifat multimodalitas berupa pembedahan,

radioterapi dan kemoterapi sesuai dengan sifat dan jenis kanker.

Secara umum prognosis tumor jinak mediastinum pada pasien tanpa gejala

adalah baik. Sedangkan prognosis tumor ganas mediastinum memiliki prognosis yang

bervariasi tergantung hasil diagnostik spesifik, derajat keparahan penyakit dan faktor

komorbid lain pada pasien.

25

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor

Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta.2006: 1011-4.

Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 11. Jakarta : EGC

Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic oncology.

Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B Saunders

company. Philadelphia.1989.p. 478-89.

im kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis &

penatalaksanaan di Indonesia,2003.

Lau S et al. Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses. Computed

Tomography of Anterio

Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Jakarta:ECG

Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg

JC. Editors.Cancer: principles and practice of oncology. J.B. 4th edition.

Lippincortt. Philadelphia 1993.p.759-74.

Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum Berdasarkan

Keadaan Klinis, Gambaran CT SCAN dan Petanda Tumor Di Rumah Sakit

Persahabatan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2003.

26

Sloane, E. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.

Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. penatalaksanaan tumor mediastinum ganas.

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta

27