Download - Referat Diabetes Mellitus

Transcript
Page 1: Referat Diabetes Mellitus

Bab I

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit endokrin metabolik berupa

sindroma yang sangat sering kita temukan di tengah – tengah masyarakat. Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus merupakan istilah lain untuk sindroma ini yang dapat

menjelaskan perbedaannya dengan Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau Diabetes

Mellitus tipe 1 yang identik ketergantungan terhadap insulin dan usia muda. Istilah

tersebut sudah lama ditinggalkan karena terapi lanjutan pada pasien Diabetes Mellitus

tipe 2 menggunakan insulin dan tidak jarang dialami sejak kanak – kanak atau remaja,

terutama dewasa muda dengan obesitas. Selain itu, penelitian menunjukkan sekitar 5-

10% penderita DM tipe 1 terjadi pada usia 30 tahun, walaupun kebanyakkan pada usia

lebih muda.1 Hal ini terjadi karena pengrusakkan sel beta secara autoimmune dapat terjadi

pada segala usia.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi

Diabetes Mellitus sebesar 2,1%. Berdasarkan data tersebut prevalensinya meningkat

seiring bertambahnya umur namun menurun setelah usia di atas 65 tahun. Prevalensi DM

cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikkan tinggi dan dengan

kuintil indeks kepmilikan tinggi. Dari tahun 2007 hingga tahun 2013 terjadi peningkatan

prevalensi, pada tahun 2007 prevalensinya dari 1,1%.2

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian Diabetes Mellitus tipe 2.

Faktor – faktor tersebut antara riwayat penyakit keluarga dengan DM tipe 2, obesitas, ras,

kurang aktifitas, riwayat gangguan inteloransi glukosa, gula darah puasa terganggu atau

pemeriksaan A1C 5,7-6,4%, hipertensi, dislipidemia, dll.1 Berdasarkan hal tersebut

diperlukan kesdaran masyrakat untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap

kondisi kesehatannya. Pemahaman yang menyeluruh mengenai diagnosis, komplikasi,

dan tatalaksana DM tipe 2 diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat

sehingga dapat dilakukan penceegahan.

1

Page 2: Referat Diabetes Mellitus

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasieno Nama : Tn. D

o Usia : 53 Tahun

o Jenis Kelamin : Laki – laki

o Alamat : Jl. Teluk Pucung No.15, RT003/003, Bekasi Barat

o Status : Menikah

o Pekerjaan : Wiraswasta

o Agama : Islam

o Suku : Jawa

2.2 AnamnesisAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis, Senin 20 Oktober 2014 di ruang

perawatan Anggrek, RSUD Bekasi.1. Keluhan Utama

Pasien merasa lemas sejak 5 hari yang lalu.2. Keluhan Tambahan

Badan terasa pegal – pegal, dada terasa sesak, dan kedua tangan terasa gatal – gatal.

3. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan lemas sejak 5 hari

yang lalu. 3 hari yang lalu setelah berobat ke klinik umum dengan keluhan stress. Pasien merasa semakin lemas setelah mengkonsumsi obat piroxicam dan amitriptilin. Pasien merasa mengantuk terus menerus dan kekuatan untuk menggenggam berkurang.

Pasien merasa semakin lemas hingga datang ke IGD serta pasien mengeluh gula darahnya yang tinggi berdasarkan pengukuran sendiri di rumah pada hari itu yaitu 420 g/dl. Pasien merasa lemas disertai badan terasa pegal, dada terasa sesak, dan kedua tangan terasa gatal – gatal. Selain gatal – gatal pasien sering merasa kesemutan dan baal pada kedua tangan dan kaki.

Pasien merasakan ketajaman penglihatan yang mulai berkurang hingga sulit mengenali orang dalam beberapa tahun terakhir. Berat badan pasien awalnya 90 kg kemudian turun menjadi 78 kg dalam beberapa tahun terakhir. Pasien mengeluh sulit buang air besar dalam 1 minggu terakhir, buang air kecil sedikit dan tampak berbusa. Tidak terdapat mual, muntah dan keluhan diare. Tidak terdapat demam. Pasien tidak sampai hilang kesadaran atau pingsan. Nafsu makan dan minum baik.

2

Page 3: Referat Diabetes Mellitus

4. Riwayat Penyakit DahuluPasien menderita Diabetes Mellitus sejak tahun 1996. Pasien pernah

menjalani operasi pada telapak kaki kiri 4 tahun yang lalu, dikatakan karena luka akibat diabetes. Tidak terdapat riwayat hipertensi, dislipidemia, stroke maupun jantung.

5. Riwayat Penyakit KeluargaPada keluarga pasien terdapat riwayat hipertensi dan kadar asam urat yang

tinggi. Riwayat diabetes mellitus, stroke, maupun jantung pada keluarga disangkal.

6. Riwayat PengobatanSemenjak divonis menderita DM pasien rutin mengkonsumsi obat

Metformin dan Glibenclamid. Kemudian menggunakan insulin Lantus dan Apidra. Terakhir menggunakan insulin Novomix. Satu terakhir berhenti menggunakan insulin dan hanya mengkonsumsi obat Metformin dan Glibenclamid. Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan rutin lainnya.

7. Riwayat KebiasaanDahulu memiliki kebiasaan merokok, dan minum minuman beralkohol.

Pasien jarang berolahraga. Sebelum menderita DM pasien mengkonsumsi suka makanan berlebih yang manis dan banyak mengandung kolesterol, makan dapat lebih dari 3 kali sehari. Setelah divonis DM pasien mulai mengatur dietnya dengan membatasi nasi dan makananan yang mengandung gula serta makan lebih teratur. Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi suplemen kesehatan.

2.3 Pemeriksaan Fisik. Keadaan umum : Compos mentisb. Kesan sakit : Tampak sakit ringanc. Status gizi : Gizi cukupd. Tanda vital :

- Nadi : 80x/menit, teratur, volume cukup - Suhu : 36,5 ºC

- Pernafasan : 20x/menit- Tekanan darah : 140/80 mmHg

e. Status Generalis :1. Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut, fontanel

tidak cekung- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, refleks cahaya

langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+, pupil 3 mm bulat isokor

- Hidung : Tidak tampak septum deviasi

3

Page 4: Referat Diabetes Mellitus

- Telinga : Nyeri tarik -/-, nyeri tekan -/-, benjolan -/- - Mulut : Bibir kering (-), Sianosis (-), mukosa bibir dan lidah kering (-)uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang, mukosa faring tidak

hiperemis,

2. Leher- Kelenjar getah bening : Tidak tampak dan tidak teraba pembesaran

kelenjar getah bening- Tiroid : Tiroid teraba tidak membesar, tidak terdapat

nyeri tekan- Trachea : Terletak di tengah- Kaku kuduk : (-)

3. Paru- Inspeksi : - Bentuk dada normal, simetris, sela iga tidak

menyempit atau melebar, retraksi sela iga (-), dilatasi vena (-) - Gerak nafas abdomino torakal, simetris, tidak ada

lapang paru yang tertinggal - Palpasi : Vocal fremitus teraba simetris- Perkusi : - Kedua lapang paru terdengar sonor

- Batas paru-hepar setinggi sela iga ke-5 garis midclavicularis kanan, peranjakkan positif 2

jari - Batas paru-jantung kanan setinggi sela iga ke-3

garis sternalis kanan- Batas paru-jantung kiri setinggi sela iga ke-3 garis parasternalis kiri

- Batas paru-lambung setinggi sela iga ke-8 garis aksilaris anterior kiri

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-4. Jantung

- Inpeksi : Pulsasi ictus cordis (-)- Palpasi : Teraba ictus cordis pada garis midclavilcularis kiri

setinggi sela iga ke-5- Perkusi : Kedua lapang paru terdengar sonor - Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

- Bunyi Jantung I dan II terdengar reguler, S3 (-), S4 (-), gallop (-), tidak terdapat murmur pada kempat

4

Page 5: Referat Diabetes Mellitus

katup jantung, ictus cordis terdengar pada sela iga ke-5 1cm medial dari garis midclavicula kiri

5. Abdomen - Inspeksi : Kulit sawo matang, mendatar, ikterik (-), spider nevi (-),

dilatasi vena (-), smilling umbilicus (-).- Palpasi : -Teraba supel, defense musculair (-), nyeri tekan dan

nyeri lepas (-) pada keempat kuadran abdomen- Hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran - Auskultasi : Bising usus 1x/menit, arterial bruit (-)

6. Punggung dan Tulang Belakarng- Inspeksi : Bentuk normal, kifosis (-), skoliosis (-), gibbus (-)

7. Ekstremitas- Ekstremitas atas :

- Inspeksi :Bentuk normal, proporsional, ikterik (-), spider nevi (-),deformitas (-), oedem (-), gerakkan involunter (-)- Palpasi : - Akral hangat +/+, tidak berkeringat, oedem

pitting/non pitting -/-, atrofi otot -/-- Kekuatan motorik 4/5, refleks fisiologis +/+,

refleks patologis -/-, sensoris lemah pada bagian distal (+)

- Ekstremitas bawah : - Inspeksi :Bentuk normal, proporsional, ikterik (-), spider nevi (-), deformitas (-), oedem (-), gerakkan involunter (-), sikatriks pada telapak kaki kanan (+)- Palpasi : - Akral hangat +/+, tidak berkeringat, oedem

pitting/non pitting -/-, atrofi otot -/-- Kekuatan motorik 4/5, refleks fisiologis +/+,

refleks patologis -/-, sensoris lemah pada bagian distal (+)8. Genitalia :

- Inspeksi: skrotum tidak membesar (-)2.4 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium, 20 Oktober 2014I. Pemeriksaaan Darah RutinNo. Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal Keterangan1. Leukosit 13.800 μL 5.000 – 10.000 μL Meningkat2. Hemoglobin 12,9 q/dL 14 – 16 q/dL Menurun4. Hematokrit 41,8% 42 – 48 % Menurun

5

Page 6: Referat Diabetes Mellitus

5. Trombosit 432.000 μL 150.000–450.000 μL NormalII. Pemeriksaan Kimia Klinik

1. Glukosa darah sewaktu

214 mg/dL < 110 mg/dL Meningkat

III. Elektrolit1. Natrium (Na) 133 mmol/L 135 – 145 mmol/L Menurun2. Kalium (K) 4,9 mmol/L 3,5 – 5 mmol/L Menurun3. Clorida (Cl) 89 mmol/L 94 – 111 mmol/L Menurun

2.5 Diagnosis KerjaDiabetes Melitus Tipe IINeuropati PeriferHemiparese Dextra

2.6 Penatalaksanaan Non Farmakologis

1. IVFD Aminofluid 500cc/12 jam2. Diet DM 1900 kalori

Farmakologis1. Drip Sohobion 1 ampul dalam NaCl 0,9%2. Injeksi Ranitidin 50 mg 2xI amp/IV3. Injeksi Novomix 2x17 unit/SC (skin test)4. Injeksi Seftriakson 1gr 1xI amp/IV5. Simvastatin tab 10 mg 1xI tab/PO

2.7 Prognosis Ad Vitam : Ad Bonam Ad Functionam : Dubia Ad Malam Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

2.8 Follow UpTanggal Subjective Objective Assement Planning21/10/2014 Lemas,

kesemutan, meriang

TSS, CMTD: 140/90mmHgN: 88x/mR:10x/mS:36,2Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+),

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra4. Hiperkolesterolemia

Terapi LanjutSimvastatin tab 10 mg 1xICek Urin Lengkap, Ro Thorax

6

Page 7: Referat Diabetes Mellitus

supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5Lab:LED: 13Leukosit:12rb/LHJ:0/2/3/57/30/8Eritrosit:4,30;Hb:12,5MCV:91,5;MCH:29,1MCHC:31,8Trombosit:394.000Protein total:5,3Albumin:2,82Globulin:2,8AST/ALT:13/10Alk. Phos: 63Bil. Total: 0,3Bil.Direk/Ind:0,2/0,1Ur: 48; Kr: 1,65Trigliserida: 206Kolesterol total: 301HDL: 54;LDL: 206Na: 135;K:4,7;Cl:90

22/10/2014 Lemas berkurang, mual, meriang maalm hari

TSS, CMTD: 140/90mmHgN: 88x/mR:10x/mS:36,2Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5GDS: 271Lab urin lengkap:Warna: Kuning JernihpH: 7,0;BJ:1020Albumin: Positif 2

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra

Terapi LanjutInjeksi Ondansentron 4 mg 1xI IVNovomix stopNovorapid 2x17 U/SCKonsul NeuroCT Scan

7

Page 8: Referat Diabetes Mellitus

Glukosa: Positif 2Keton: NegatifUrobilinogen:0,2Bilirubin: (-)Darah samar: (-)Leukosit Esterase:(-)Nitrit: (-)Eri: 0-2;Leu: 0-5Silinder: (-)Epitel: Gepeng (+)Kristal: (-),Bakteri: (-), lain2: (-)Kesan Toraks Foto:Normal

23/10/2014 Bersin, batuk, gelisah saat akan CT Scan

TSS, CMTD: 150/90mmHgN: 100x/mR:12x/mS:36,5Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5GDS:229

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra

Terapi lanjutAminofluid stop,IVFD RL500cc/8 JamNovorapid 3x17 U/SCOndansentron 2xI IVNeuro:ProvelynMegabaltCT ScanPremedikasi diazepam 2,5mg 1xI IV

24/10/2014 Bersin, batuk, pilek,

TSS, CMTD: 170/90mmHgN: 90x/mR:12x/mS:36,5Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat,

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra4. SNH

Terapi LanjutNovorapid 3x19 U/SCCek GDS

8

Page 9: Referat Diabetes Mellitus

udem (-), kekuatan motorik 4/5Kesan CT Scan: Infark parietal Dextra dan Occipital

25/10/2014 Sariawan, demam

TSS, CMTD: 130/80mmHgN: 90x/mR:12x/mS:38,3Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5GDS: 249

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra4. SNH

Terapi LanjutIVFD RL + NB 500cc/8jam

26/10/2014 Demam TSS, CM, GCS:12TD: 130/80mmHgN: 90x/mR:12x/mS:38,8Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5GDS Pagi: 208GDS Sore: 78GDS Malam:115

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra4. SNH5. Susp. Hipoglikemi

Terapi LanjutIVFD Dxtrose 40%Sanmol dripCek GDS tiap 2 jam

27/10/2014 Lemas, sariawan

TSS, CMTD: 120/90mmHgN: 90x/mR:12x/mS:36,7

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra

Terapi lanjutNeuro:-lepas rawat-Fisioterapi 2 kali seminggu

9

Page 10: Referat Diabetes Mellitus

Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5GDS:199

28/102014 Tidak lemas, sariawan, nyeri tenggorok

TSS, CMTD: 120/90mmHgN: 90x/mR:12x/mS:36,7Kepala: CA -/-, SI-/-Pulmo: SN Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop(-)Abd: Mendatar, BU (+), supel, nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem (-), kekuatan motorik 4/5

1.DM Tipe 22.NeuropatiPerifer3.HemipareseDextra4. SNH

Acc Rawat Jalan

10

Page 11: Referat Diabetes Mellitus

Bab III

PEMBAHASAN

3.1 Diabetes Mellitus

3.1.1 Definisi

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia akibat defek pada:

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik)

dan jaringan di jaringan perrifer (otot dan lemak)

2. Sekresi insulin oleh sel berta pankreas

3. atau keduanya3

3.1.2 Klasifikasi

Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang

menyebabkan hiperglikemia, yang berlawanan dengan kriteria sebelumnya seperti usia

onset atau berdasarkan terapi. Dua kelompok besar Diabetes Mellitus adalah DM tipe 1

dan tipe 2. Kedua tipe diabetes dipicu oleh fase yang abnormal dari homeostasis glukosa

yang berterus berjalan. DM tipe I disebabkan defisiensi insulin total atau absolut. DM

tipe 2 merupakan suatu kelompok kelainan yang karakteristiknya dipengaruhi derajat

variabel dari resistensi insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi

glukosa.

Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis4 ADA 2014

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resitensi insulin)

3. Diabetes Mellitus tipe lain

11

Page 12: Referat Diabetes Mellitus

a. Defek genetic fungsi sel beta

i. Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)

ii. Kromosom 7, glukosinase (dahulu MODY 2)

iii. Kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)

iv. Kromosom 13, insulin promoter factor α ( IPF dahulu MODY

4)

v. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

vi. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria

vii. Lainnya

b. Defek genetic kerja insulin: resistensi tipe A, leprechaunism, sindrom

Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya

c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pancreatitis, trauma/pankreaktomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati, fibro

kalkulus, lainnya

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromsitoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya

f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya

g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi antireseptor insulin,

lainnya

h. Sindroma genetic lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom

Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,

sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonil, porfiria, sindrom

Prader Willi, lainnya.

4. Diabetes Kehamilan

Beberapa pasien tidak dapat secara jelas diklasifikasikan sebagai DM tipe 1

atau DM tipe 2. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakitnya sangat bervariasi pada

kedua tipe diabetes tersebut. Pasien yang didiagnosa dengan DM tipe 2 dapat disertai

12

Page 13: Referat Diabetes Mellitus

ketoacidosis, meskipun jarang. Anak – anak dengan diabetes tipe 1 biasanya

menunjukkan gejala khas, yaitu poliuria atau polidipsia dan kadang disertao ketoasidosis

(DKA). Kesulitan alam mendiagnosis mungkin terjadi pada anak – anak, remaja, dan

dewasa muda, namun diagnosis yang tepat akan semakin jelas seiring berjalannya waktu.

3.1.3 Epidemiologi

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi

Diabetes Mellitus sebesar 2,1%. Berdasarkan data tersebut prevalensinya meningkat

seiring bertambahnya umur namun menurun setelah usia di atas 65 tahun. Prevalensi DM

cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikkan tinggi dan dengan

kuintil indeks kepemilikan tinggi. Dari tahun 2007 hingga tahun 2013 terjadi

peningkatan prevalensi, pada tahun 2007 prevalensinya dari 1,1%.2 Riskesdas 2013

3.1.4. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.

Dalam menentukkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan

cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk

memastikan diagnosis DM, pemeriksaan darah seyogyanya dilakukan di laboratorium

klinik yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur. Walaupun

demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole

blood), vena atau kapiler dengan memperhatikan angka – angka kriteria diagnostic yang

berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat

diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan

pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,

yang mempunyai risiko DM. (Serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada

mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis

definitive.)

13

Page 14: Referat Diabetes Mellitus

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada

tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan

berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM

diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi

(pria) dan pruritus vulva (wanita).4

Menurut Standar of Medical Care In Diabetes 2014 oleh ADA, Diabetes

didiagnosis berdasarkan kriteria kadar glukosa plasma, yaitu glukosa plasma puasa atau

kadar glukosa 2 jam pasca pembebanan ( tes toloeransi glukosa oral). Kriteria A1C (≥

6,5%) juga dimasukkan sebagai pilihan ketiga untuk mendiagnosis diabetes.6

No. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

1. Kadar A1C ≥ 6,5%. Uji kadar A1C harus dilakukan pada laboratorium yang

menggunakan metode yang sudah tersetifikasi NGSP dan dan terstandarisasi DCCT

assay.*

Atau

2. Glukosa Plasma Puasa ≥ 126g/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak

mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam.*

Atau

3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/) pada TTGO. TTGO dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.*

Atau

4. Gejala klasik DM (hiperglikemia atau krisis hiperglikemik) + glukosa plasma puasa

≥ 200g/dL (11,1 mmol/L).

*Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang, apabila tidak terdapat gejala

khas hiperglikemia

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994):

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti

biasa.

14

Page 15: Referat Diabetes Mellitus

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum permeriksaa, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3

yaitu:

1. Normal : <140mg/dL

2. Toleransi Glukosa Terganggu: 140-199mg/dL

3. Diabetes Mellitus: ≥200mg/dL

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1)

Aktivitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first

degree relative), 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino,

Native American, Asian American, Pacific Islander), 4) Wanita dengan riwayat

melahirkan bayi dengan berat >4.000 gram atau riwayat Diabetes Mellitus Gestational

(DMG), 5) Hipertensi (tekanan darah >140/90mmHg atau sedang dalam terapi obat anti

hipertensi), 6) Kolsterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL, 7) Wanita

dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau

Glukosa darah puasa terganggu (GDPT), 9) keadaan lain yang berhubungan dengan

resistansi insulin (obesitas, akantosis nigrikans) dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular.

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau

sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya

negative, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka

15

Page 16: Referat Diabetes Mellitus

yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap

3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing – masing pasien.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi

glukosa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukkan langkah yang tepat untuk

mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan semetara menuju DM.

Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

Adanya TGT sering berkaitan dengan resiten insulin. Pada kelompok TGT ini risiko

terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering

berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para

pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapar ditegakkan sedini mungkin

dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan.

Definisi keadaan diabetes atau gangguan toleransi glukosa tergantung pada

pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat

berguna dalam menentukkan subklas, penelitian epidemiologi, dalam menentukkan

mekanisme dan perjalanan alamia diabetes.

Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas 2 bagian :

16

Page 17: Referat Diabetes Mellitus

1) Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta. Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan

konsentrasi insulin, pro insulin, dan sekresi peptide penghubung (C-Peptide). Nilai – niali

“Glycosilated haemoglobin” (WHO memakai istilah “Glyclated haemoglobin”), nilai

derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan tolerasnsi glukosa juga

bermanfaat untuk penilaian kerusakkan ini. 2) Indeks proses diabetogenik. Untuk

penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan penentuan tipe dan sub-

tipe HLA; adanya tipe dan titer antibody dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau –

pulau Langerhans (islet cell antibodies), Anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase) dan

sel endokrin lainnya adanya cell-mediated immunity terhadap pankreas; ditemukannya

susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain pada

pankreas dan penyakit endokrin lainnya.7

17

Page 18: Referat Diabetes Mellitus

18

Page 19: Referat Diabetes Mellitus

2.1.5 Patogenesis

Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

terjadi ketiadaan insulin yang mutlak, sehingga penderita membutuhkan pasokan insulin

dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya lesi pada sel beta pankreas. Pembentukan

lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan autoimun dan infeksi virus yang terlibat

dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau autoimun yang menyerang sel beta

biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat

berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah,

(2) peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh hati,

dan (3) penipisan protein tubuh.

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai

dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan

berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai

ketidakmampuan jaringan target seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon

sekresi insulin endogen dalam tubuh. Lipotoksisitas dapat berkontribusi terhadap

resistensi insulin. Lipotoksisitas mengacu kepada tingginya konsentrasi asam lemak

bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL).

Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada

resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah

peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas dan peningkatan

adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin dengan mempromosikan

fosforilasi serin pada reseptor insulin yang dapat mengurangi aktivitas insulin signalling

pathway. Fosforilasi reseptor insulin pada asam amino tirosin penting untuk

mengaktifkan insulin signalling pathway, jika tidak, maka GLUT-4 akan gagal untuk

translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan berkurang, menyebabkan

hiperglikemia. Pada individu non-diabetik sel beta mampu menangkal resistensi insulin

dengan meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada penderita DM apabila keadaan

resistensi insulin bertambah berat disertai tingginya glukosa yang terus terjadi, sel beta

pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan insulin dalam

19

Page 20: Referat Diabetes Mellitus

jumlah cukup untuk menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan glukosa

hepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi

kadar gula dara puasa dan postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas

akan menurun dan terjadi hiperglikemia berat.

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan

resistensi adiponektin melalui penurunan regulasi ekspresi reseptor AdipoR1. Hal ini

menyebabkan C-terminal globular domain (gAd), produk gen adiponektin yang memilik

efek metabolik yang poten terutama pada otot skeletal, mengalami resistensi sehingga

kemampuan gAd untuk meningkatkan translokasi GLUT-4, penyerapan glukosa,

penyerapan asam lemak dan oksidasi, serta fosforilasi AMP-activated protein kinase

(AMPK) dan asetil-CoA karboksilase (ACC) mengalami penurunan. Menariknya,

hiperinsulinemia menyebabkan peningkatan sensitivitas full-length adiponectin(fAd)

melalui peningkatan eskpresi reseptor AdipoR2. Hiperinsulinemia menginduksi

kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan asam lemak dan meningkatkan

oksidasi 11 asam lemak sebagai respon dari fAd sehingga meningkatkan resiko

komplikasi vaskular pada DM-2.

20

Page 21: Referat Diabetes Mellitus

2.1.6 Penatalaksanaan DM

1. Edukasi

2. Terapi nutrisii medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai

sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan

atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,

misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya

ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

2.1.6.1 Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi

aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan

edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Perilaku yang diharapkan

adalah:

Mengikuti pola makan sehat.

Meningkatkan kegiatan jasmani.

Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaa khusus secara aman dan

teratur.

Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data

yang ada.

Melakukan perawatan kaki secara berkala

Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan

tepat

21

Page 22: Referat Diabetes Mellitus

Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung

dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti

pengelolaan penyandang diabetes

Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal

dan materi edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi tingkat awal antara lain mengenai

perjalanan penyakit DM, penyulit DM dan risikonya hingga cara mempergunakan

fasilitas perawatan kesehatan. Materi edukasi pada tingkat lanjut menjelaskan mengenai

pengenala dan pencegahan penyulit akut DM, rencana untuk kegiatan khusus hingga

pemeliharaan/perawatan kaki. Deteksi dini kelainan kaki risiko tinggi dapat dilakukan

dengan cara mengenal ciri – ciri seperti berikut:

1. Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku

2. Bulu-bulu rambut kaki yang menipis

3. Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail)

4. Kalus (mata ikan) terutama di telapak

5. Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol

6. Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari

7. Kaki baal, semutan, atau tidak terasa nyeri

8. Kaki yang terasa dingin

Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang

dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease

Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air

Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkeluapas,

kemerahan, atau luka

Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya

Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim

pelembab ke kulit yang kering

22

Page 23: Referat Diabetes Mellitus

Potong kuku secara teratur

Keringkan kaki, sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi

Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-

ujung jari kaki

Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur

Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus

Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi

Jangan gunakan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk kaki.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar

glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Kegagalan pengendalian glikemia pada Diabetes Mellitus (DM) setelah

melakukan perubahan gaya hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat

mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat menghambatnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan peran serta para pengelola kesehatan

di tingkat pelayanan primer.

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang

ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi

insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Selain pada otot, resistensi insulin juga

dapat terjadi pada jaringan adiposa, sehingga merangsang proses lipolisis dan

meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga mengakibatkan gangguan proses ambilan

glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Fenomena

ini yang disebeut dengan lipotoksisitas.

2.1.6.2 Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh

dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan

keluarganya).Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan

kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang

23

Page 24: Referat Diabetes Mellitus

diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan

yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhankalori dan zat gizi masing-masing individu.

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

o Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

o Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain

o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi

batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

o Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.

o Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

o Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

o Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak

jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

o Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

o Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

24

Page 25: Referat Diabetes Mellitus

o Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan

tempe.

o Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8g/KgBB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik

tinggi.

Natrium

o Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1

sendok teh) garam dapur.

o Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.

o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang

tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk

kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis Alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.

Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.Gula alkohol antara lain

isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis

berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori

sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek

samping pada lemak darah. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain

aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman

digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI)

B. Kebutuhan Kalori

25

Page 26: Referat Diabetes Mellitus

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa

faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan

Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150cm, rumus

dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa

tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

BB Kurang < 18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥ 23,0

Dengan risiko : 23,0-24,9

Obesitas I : 25,0-29,9

Obesitas II : >30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:RedefiningObesity

and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin

o Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

Umur

26

Page 27: Referat Diabetes Mellitus

o Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan

69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas

sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan

o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat

kegemukan

o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB.

o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari

untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam

3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi

makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh

mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang

mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya.

C. Pilihan Makanan

Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida

makanan untuk penyandang diabetes

2.1.6.3 Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

27

Page 28: Referat Diabetes Mellitus

tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang

relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan.

2.1.6.4 Terapi Farmakologis

Dengan dasar pengetahuan ini maka dapatlah diperkirakan bahwa dalam

mengelola diabetes tipe 2, pemilihan penggunan intervensi farmkologik sangat

bergantung pada fase mana diagnosis diabtes ditergakkan yaitu sesuai dengan kelainan

dasar yang terjadi pada saat tersebut:

1. Resistensi Insulin pada jaringan lemak, otot dan hati

2. Kenaikan produksi glukosa oleh hati

3. Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas.

Pilar penatalakasanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu

berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan

penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah

– langkah pendekatan non farmakologik tersebut belum mampu mencapai sasaran

pengendalian DM belum tercapai., maka dilanjutkan dengan penggunan perlu

penambahan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap

melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai. Dalam melakukan

pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan

macam – macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibatnya adanya

infeksi, stress akut (gagal jantung, iskemi jantung akut), tanda – tanda defisiensi insulin

yang berat (penurunan berat badan yang cepat, ketosis, ketoasidosis) aau pada kehamilan

yang kendali glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan

28

Page 29: Referat Diabetes Mellitus

farmakologis umumnya memerluka terapi insulin. Keadaan seperti ini memerlukan

perawatan di rumah sakit.

29

Page 30: Referat Diabetes Mellitus

Macam – macam Obat Anti Hiperglikemik Oral

Golongan Insulin Sentizing

Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

terdapat konsesntrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi

secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Proses tersebut berjalan cepat sehingga

metformin biasanya diberikan dua sampi tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended

relase. Kadar tertinggi dicapai setelah 2 jam pemberian oral dan diekskresikan lewat

urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2 – 5 jam.

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin

pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati.

Metformin meningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi

AMP acticated protein kinase (AMPK), yang merupakan regulator selular utama bagi

metabolisme lipid dan glukosa. Aktivasi AMPK pada hepatosit akan mengurangi

aktivitas Acetyl Co-A karboksilase (ACC) dengan induksi oksidasi asam lemak dan

menekan ekspresi enxim lipogenik. Metformin juga dapat menstimulasi produksi

glukagon like peptide-1 (GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa

pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan mengurangi hiperglikemia saat

puasa. Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel beta pankreas sehingga tidak

mengakibatkan hipoglikemia dan penambahan berat badan. Metformin merupakan

antihiperglikemik, dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai terapi kombinasi.

Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi bermakna dalam penurunan glukosa darah

puasa (60-70mg/dL) dan HbA1C (1-2%). Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat

ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga

kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan

tunggal masing – masing. Metformin adalah monoterapi pilhan utama pada awal

pengelolaan diabtes pada orang gemk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat.

Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin

dan ini dapat dikurangi dengan memberian obat dimulai dengan dosis rendah dan

30

Page 31: Referat Diabetes Mellitus

diberikan bersamaan dengan makanan. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah

asidosis laktat, meskipun jarang namun dapat berakibat fatal. Pada gangguan fungsi

ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan terakumulasi di mitokondria dan

menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga mengakibatkan asidosis laktat (yang

dapat diperberat dengan alkohol. Untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3mg/dL pada perempuan dan

>1,5mg/dL pada laki – laki. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati,

infeksi berat, pennggunaan alkohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang

memerlukan terapi.

Glitazone (Thiazolidones)

Merupakan agonis peroxisome proliferator-activated receptor gamma

(PPAR-y) yang sangat selektif dan poten. Glitazon merupakan regulator homeostasis

lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Sama seperti metformin, glitazone tidak

menstimulasi produksi insulin oleh sel beta pankreas bahkan menunrunkan konsentrasi

insulin lebih besar daipada metformin.

Glitazone dapat menigkatkan berat badan dan edema pada 3 -5% pasien

akibat beberapa mekanisme, antara lain; penumpukan lemak subkutan di perifer dengan

pengurangan lemak viseral; meningkatnya volume plasma akibat aktivasi reseptor

PPARy di ginjal; penurunan ekskresi natrium di ginjal sehingga terjadi peningkatan

natrium dan retensi cairan.

Selain penambahan berat badan dan edema terdapat keluhan infeksi saluran nafas

atas (16%), sakit kepala (7,1%) dan anemia dilusional (penurunan hemoglobin (Hb)

sekitar 1 gr/dL. Pemakaian glitazone dihentikan bila terdapat kenaikan enzim hati (ALT

dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal. Pemakaiannya harus hati-hati pada pasien

dengan riwayat penyakit hati sebelumnya, gagal jantung NYHA kelas 3 dan 4.

Berdasarkan hasil meta anylisis, dilaporkan risiko kematian akibat kardiovaskular

meningkat 43% dan infark miokard 43%.

Golongan Sekretagok Insulin

31

Page 32: Referat Diabetes Mellitus

Sekretagok Insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara menstimulasi

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi SU dan non SU (glinid).

Sulfonilurea

Telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950an. Obat ini

digunakan sebagai terapi farmakologis pada pengobatan diabetes dimulai, terutama bila

konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea

sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan

atau mempertahankan sekresi insulin. Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda

dengan efek pada pemakaian jangka lama. Glibenklamid misalnya mempunyai masa

paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa

paruhnya memanjang sampai 12 jam. (Bahkan sampai >20 jam pada pemkaian kronik

dengan dosis maksimal). Karena itu dianjurkan untuk glibenklamid sehari sekali.

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih

mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes melitus

tipe 1. Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang

tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR)

channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya

penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran dan

menbuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ca

akan terikat pada Calmodulin, dan menyababkan eksositosis granul yang mengandung

insulin.

Beberapa obat golongan Sulfonilurea yang ada di Indonesia dapat dilihat pada

tabel di bawah ini. Semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal

masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Berdasarkan lama kerjanya

Sulfonilurea dibagi menjadi 3 golongan yaitu generai pertama pertama, generasi kedua,

dan ketiga. SU generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide, dan

chlorpropamide. AU generasi kedua alahah glibenclamide, glipizide dan gliclazide. SU

generasi ketiga adalah glimepiride.

32

Page 33: Referat Diabetes Mellitus

Dosis permulaan SU tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi

glukosa puasa <200mg/dL, SU sebaiknya dimulai dosis kecil dan titrasi secara bertahap

setelah 1 – 2 minggu sehingga tercapai glukosadarah 90-130mg/dL. Bila glukosa plasma

puasa >200mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaikanya

diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang

diberikan satu kali sehari, sebaikya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan

makanan porsi terbesar.

Hipoglikemi merupakan efek samping terpenting dari SU terutama bila asupan

pasien tidak adekuat, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling

singkat. Obat SU dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut.

Selain pada orang tua, hipoglikemia juga lebih sering terjadi pada pasien dengan gagal

ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan masukkan makan yang kurang dan

jika dipakai bersama obat sulfa. Dapat menilmbulkan kenaikan berat badan sekitaar 4-

6kg, gangguan pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing.

Kontraindikasi pada DM tipe 1, hipersensitifitas terhadap sulfa, hamil, dan menyusui.

Glinid

Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor SU (SUR) dan mempunyai struktur

yang mirip dengan sulfonilurea, perbedaanya dengan SU adalah pada masa kerjanya yang

lebih pendek. Mengingat lama kerjanya yang pendek makan glinid digunakan sebagai

obat prandial. Repaglinid dan nateglinid kedua – duanya diabsorpsi dengan cepat setalag

pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga

diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa

walaupun mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks

SUR sehingga menurunkan ekuivalen HbA1C pada SU.

Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak

menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang

khusus menunrunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal.

Mengingat efeknya terhadap glukosa puasa tidak begitu baik maka glinid tidak begitu

kuat menunrunkan HbA1C.

33

Page 34: Referat Diabetes Mellitus

Penghambat Alfa Glukosidase

Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja lokal pada saluran pencernaan.

Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme terutama

oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktivitas enzim pencernaan. Waktu

paruh eliminasi plasma kira – kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi

melalui feses. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa

glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal

usus halus. Secara klinis akan menghambat pembentukan monosakarida intraluminal,

menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa darah postprandial dan

mempengaruhi respons insulin plasma. Hasil akhirnya adalah penurunan glukosa darah

post prandial. Untuk efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan

utama. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudah makan akan mengurangi

dampak pengobatan terhadap glukosa post prandial.

Efek samping berupa gejala gastrointestinal; meteorismus, flatulence (50%) dan

diare. Kontraindikasi pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, dan

sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal.

Golongan Incretin

Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)

Penghambat enzim DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1

sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Terdapat dua macam penghambat DPP-

IV yang ada pada saat ini yaitu sitagliptin dan vildagliptin. Pada terapi tunggal,

penghambat DPP-IV dapat menunrunkan HbA1C sebesar 0,79-0,94% dan memiliki efek

pada glukosa puasa dan post prandial. Penghambat DPP-IV dapat digunakan sebagai

terapi alternatif bila terdapat intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia lanjut.

Penghambat DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun kenaikan berat

badan. Efek samping yang dapt ditemukan adalah nasofaringitis, peningkatan risiko

infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang ditemukan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat glikemik oral

a. Terapi dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap

34

Page 35: Referat Diabetes Mellitus

b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat – obatan

tersebut. (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya

24 jam).

c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.

d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan

obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin.

e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

Sasaran pengelolaan diabetes mellitus bukan hanya glukosa darah saja, tetapi

juga termasuk faktor – faktor lain yaitu berat badan, tekanan darah, dan profil lipid,

seperti tampak pada sasaran pengendalian diabetes mellitus yang dianjurkan dalam

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe2 di Indonesia tahun 2011.

Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan sasaran pengendalian

glikemia pada diabetes melitus seperti yang dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonsia

dapat dicapai, sehingga pada gilirannya nanti komplikasi kronik diabetes melitus juga

dapat dicegah dan pasien diabetes mellitus dapat hidup berbahagia bersama diabetes yang

disandangnya.

Insulin

Saat ini tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulinsampai insulin

analog. Memahami farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan dalam

penggunaan insulin sehingga pemakaiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

Sebagai contoh, pada kebutuhan insulin basal dan prandial/setelah makan terdapat

perbedaan jenis insulin yang digunakan. Dengan demikian, pada akhirnya, akan tercapai

kendali kadar glukosa darah sesuai sasaran terapi. Seperti telah diketahui , untuk

memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja menengah (intermediate

acting insulin) atau kerja panjang ( long - acting insulin); sementara untuk memenuhi

kebutuhan insulin prandial (setelah makan) digunakan insulin kerja cepat (sering disebut

insulin reguler/short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat (rapid- atau ultra-rapid

acting insulin). Di pasaran, selain tersedia insulin dengan komposisi tersendiri, juga ada

35

Page 36: Referat Diabetes Mellitus

sediaan yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin kerja cepat atau sangat cepat

dengan insulin kerja menengah (disebut juga pre mixed insulin).8

36

Page 37: Referat Diabetes Mellitus

Berdasarkan berbagain penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien

hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin, selain dapat memperbaiki status

metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang

bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.

Infus insulin (glucose-insulin-potassium [GIK]) terbukti dapat memperbaiki

luaran pada pasien gawat darurat yang dirawat di ruang intensif akibat kelainan jantung

atau stroke. Terapi insulin intensif padapasien gawat darurat yang dirawat di ruang

intensif terbukti dapat menurunkan angka kematian. Hal tersebut terutama disebabkan

oleh penurunan angka kejadian kegagalan organ multipel akibat sepsis. Selain itu,

penggunaan infus insulin juga dapat menurunkan mortalitas di rumah sakit secara

keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi,

jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati, dan penurunan penggunaan

ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta lama perawatan di ruang intensif.

Penggunaan infus insulin-glukosa secara intensif pada pasien infark miokard akut juga

memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa ditemukan pada pasien stroke.

Pasien stroke dengan hiperglikemia ringan sampai sedang yang mendapatkan infus

insulin (GIK) memiliki angka kematian yang lebih kecil dibandingkan pasien tanpa

pemberian infus insulin GIK. Sementara itu, perbaikan luaran klinis pada pasien mungkin

disebabkan oleh efek insulin terhadap perbaikan stres oksidatif dan pelepasan berbagai

molekul proinflamasi yang dikeluarkan saat terjadi hiperglikemia akut.

Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus

tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan

oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1.

Terapi insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan

kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar

glukosa darah puasa >250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas,

riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat

penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

37

Page 38: Referat Diabetes Mellitus

Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi

harianmultipel dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik.

Selain itu, pemberian juga dapat dilakukan dengan menggunakan pompa insulin

9continous subcutaneous insulin infusion disingkat CSII).

Pada DMT2 sesuai dengan algoritma PERKENI tahun 2011, terapi insulin untuk

pasien DMT2 dapat dimulai jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik

(A1C>6,5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, dengan cara

dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral.

Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit dan jarum,

pen insulin, atau pompa insulin (CSII). Sampai saat ini, penggunaan CSII di Indonesia

masih sangat terbatas. Pemakaian semprit dan jarum cukup fleksibel serta me-

mungkinkan kita untuk mengatur dosis dan membuat berbagaiformula campuran insulin

untuk mengurangi jumlah injeksi per hari. Keterbatasannya adalah memerlukan

penglihatan yang baik dan ketrampilan yang cukup untuk menarik dosis insulin yang

tepat. Pen insulin kini lebih popular dibandingkan semprit dan jarum. Cara

penggunaannya lebih mudah dan nyaman, serta dapat dibawa kemana-mana.

Kelemahannya adalah kita tidak dapat mencampur dua jenis insulin menjadi berbagai

kombinasi, kecuali yang sudah tersedia dalam sediaan tetap (insulin premixed).

38

Page 39: Referat Diabetes Mellitus

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah

alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan

intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Lokasi penyuntikan, cara

penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai

rotasi tempat suntik.

Kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi dengan insulin kerja cepat (insulin

regular atau rapid acting insulin analog). Insulin tersebut diberikan sebelum makan atau

setelah makan (hanya untuk penggunaan rapid acting insulin analog) apabila jadwal dan

jumlah asupan makanan tidak pasti.

Rekomendasi jenis dan dosis pemberian insulin subkutan pada pasien DMT1 dan

DMT2 yang mendapatkan makanan secara oral dapat dilihat pada tabel di atas.

Selain berdasarkan algoritma Insulin diperlukan pada keadaan:

39

Page 40: Referat Diabetes Mellitus

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

Pemeriksaan kadar glukosa darah

o Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai

sasaran terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post

prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala

sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,

atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang

digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini

tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.

Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam

setahun.

40

Page 41: Referat Diabetes Mellitus

41

Page 42: Referat Diabetes Mellitus

Daftar Pustaka

1. Harrison Internal Medicine. 18th Ed. Philladelphia:McGrawHill;2010

2.Riskesdas 2013

3. PERKENI. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta: PERKENI;2011

4.Setiawi S, Alwi I, Sudoyo, Simadibatra MK, Setiyohadi B, Syam, FA. Buku Ajar: Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 6. Jakarta: Internal Publshing;2014

5. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. Jan 2014;37 Suppl

1:S14-78.

6. International Expert Committee. International Expert Committee report on the role of

the A1C assay in the diagnosis of diabetes. Diabetes Care 2009;32: 1327–1334

7.Selvin E, SteffesMW, Zhu H, et al. Glycated hemoglobin, diabetes, and cardiovascular

risk in nondiabetic adults. N Engl J Med.2010;362:800–811

8.Tim Konsensus Insulin. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus.

Jakarta;2006.

42