Download - Referat Cardio Emergency

Transcript

3

BAB II

ELEKTROKARDIOGRAMA. PendahuluanElektrokardiogram (EKG) adalah rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan bantuan elektroda yang ditempel di permukaan tubuh seseorang. Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari tentang EKG. Elektrokardiograf sendiri sebenarnya adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa ke mana-mana, tetapi harus diingat bahwa walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran elektrokardiogram harus selalu diingat bahwa gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan jantung yang tidak normal pula. Betapa banyak kita lihat penderita yang menunjukkan stenosis bermakna di arteri koroner, ternyata mereka mempunyai EKG normal. Sebaliknya, kitapun banyak melihat wanita-wanita muda yang EKG-nya menunjukkan gambaran abnormal seperti gelombang T terbalik di sandapan prekordial, ternyata mempunyai jantung yang normal, termasuk arteri koronernya. Bagaimanapun, EKG hanya merupakan alat bantu diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam diagnosis, apalagi penatalaksanan penyakit penderita. Suatu kesalahan yang besar bilamana diagnosis dan penatalaksanaan penderita hanya semata-mata didasarkan pada rekaman EKG.(Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Dalam bab ini akan dibahas mengenai: 1) Anatomi sistem konduksi, 2) Cara membuat rekaman EKG, 3) EKG normal, 4) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 5) Gangguan konduksi intraventrikuler, 6) Iskemi dan infark miokard, 7) Bradikardi (Gangguan nodus sinus dan Blok nodus AV), 8) Takikardi (Takikardi Supraventrikuler dan Takikardi Ventrikuler). (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)B. Anatomi sistem konduksiPada orang normal, rangsangan listrik jantung berawal dinodus sinoatrial (SA). Rangsang itu kemudian dihantarkan keseluruh jantung melalui jaringan konduksi tertentu. Dari nodus SA ke nodus AV (atrioventri-culernode), rangsang dihantarkan melalui traktus intranodal (anterior, medial dan posterior). Berkas His mulai dari nodus AV, melewati central fibrous body sehingga mencapai tepi atas septum interventrikuler. Dari sini berjalan pada sisi kiri pars membranosa. Berkas cabang kanan (RBB - right bundle branch) biasanya merupakan terusan berkas His. la berjalan sebagai struktur tunggal di lapisan subendokard di sisi kanan sehingga mencapai dasar muskulus papilaris anterior. Dari sini ia terbagi menjadi 3, yakni cabang anterior, posterior dan lateral. Yang terakhir ini menuju dinding lateral ventrikel kanan (RV) dan bagian bawah septum membentuk bangunan seperti kipas yang akhirnya sebagai anyaman Purkinje. Cabang kiri (LBB = left bundle branch)umumnya mempunyai variasi yang lebih banyak. Segera setelah bercabang dari berkas His, ia terbagi 2 atau lebih, yang berjalan di subendokard dan masing-masing membentuk bangunan seperti kipas. Biasanya terdapat hubungan satu sama lain. Fasikulus anterior (superior) terdiri dari bangunan panjang dan tipis berjalan menuju muskulus papilaris anterior. Sedang fasikulus posterior (inferior) biasanya lebih pendek dan lebih lebar menuju ke septum bagian posterior. Kadang-kadang ditemukan fasikulus septal. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)C. Cara membuat rekaman EKGRangsang listrik jantung yang berasal dari nodus SA dan menyebar ke atrium, nodus AV dan akhirnya ke ventrikel, dapat direkam sebagai bentuk EKG. Gelombang yang terekam secara alfabetis diberi nama P, Q, R, S, T dan U.

Gambar 1 EKG Normal

Gambar 2 Variasi EKGKeterangan gambar:Gelombang P

( Depolarisasi Atrium

Kompleks QRS( Depolarisasi Ventrikal

Segmen ST

Gelombang T

( Repolarisasi Ventrikal

Gelombang U

Gelombang P, QRS, T dan U direkam pada kertas khusus. Ada 2 macam sistem yang biasa digunakan oleh mesin-mesin EKG di pasaran yaitu sistem yang menggunakan pemanas dan sistem yang menggunakan injektor tinta. Pada sistem dengan pemanas, jarum (stylus) yang dipanasi menempel pada kertas EKG sehingga menyebabkan bekas (hitam atau biru) membentuk gambaran EKG. Tebal tipisnya rekaman EKG dapat diatur berdasarkan derajat pemanasan jarum. Makin panas makin tebal rekaman EKG. Bilamana sistem pemanasan putus atau macet, maka rekaman EKG tidak dapat dibuat. Sistem ini paling banyak dipakai. Sistem kedua adalah dengan injektor tinta, dimana rekaman EKG dibuat dari semprotan tinta. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Kertas EKG yang dijual di pasaran, sudah siap dengan garis-garis halus yakni garis vertikal dan horizontal. Garis-garis vertikal dan horizontal tersebut membentuk kotak-kotak kecil bujur sangkar dengan sisi 1 mm. Setiap 5 mm garis vertikal maupun horizontal terdapat garis yang lebih tebal. Garis yang lebih tebal ini membentuk kotak bujur sangkar dengan sisi 5 mm. Yang harus diperhatikan dalam merekam EKG adalah kecepatan kertas dan standarisasi amplitudo. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Kecepatan baku yang biasa digunakan adalah 25 mm/detik sehingga tiap mm kertas menunjukkan 0,04 detik. Tiap kotak besar (5 mm) menunjukkan 0,20 detik. Kebanyakan mesin-mesin EKG mempunyai 2 kecepatan yakni 25 mm/detik dan 50 mm/detik. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Standarisasi amplitudo baku yang biasa dipakai adalah 1, artinya tiap 1 cm defleksi vertikal menunjukkan 1 mV. Bilamana gambaran EKG terlalu besar sehingga seluruh defleksi gelombang QRS tidak tertangkap, maka standarisasi dapat diturunkan menjadi 1/2 (dalam hal ini 1 mV sama dengan 0,5 cm atau 5 mm). Sebaliknya bila rekaman EKG kelihatan terlalu kecil seperti pada low voltage maka standarisasi dapat dinaikkan menjadi 2 (1 mV samadengan 2 cm). (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Apabila terlihat bentuk QRS lebar, jangan terburu-buru menilai bahwa rekaman EKG menunjukkan adanya gangguan hantaran intraventrikular, tetapi lihat dulu bagaimana bentuk gelombang P. Bilamana gelombang P juga lebar dan interval PR juga memanjang maka kekeliruan kecepatan (kecepatan 50 mm/detik) mungkin menjadi penyebab lebarnya gelombang QRS. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)Dari uraian mengenai kecepatan kertas EKG dan standarisasi amplitudo, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam setiap rekaman EKG. Pertama adalah lebar (lama) gelombang, yang biasanya dinyatakan dengan detik atau mili detik dan kedua adalah amplitudo (voltage) yang biasa dinyatakan dengan mm (standarisasi 1) atau mV. Dalam memberikan uraian mengenai amplitudo atau defleksi, jangan lupa menyatakan positif atau negatif. Positif bila defleksinya keatas, dan negatif bila defleksinya ke bawah. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)D. Sandapan EKGAliran listrik jantung seperti yang diterangkan di atas mempunyai besaran dan arah (vektor). Oleh karena tubuh merupakan konduktor listrik yang cukup baik, maka rekaman yang dilakukan melalui elektroda yang diletakkan di permukaan tubuh yang jauh letaknya dari jantung tetap dapat dilakukan. Oleh karena aliran listrik jantung merupakan vektor, maka rekaman perlu dilakukan dari berbagai sudut. Oleh karena itulah dibuat rekaman dari berbagai sandapan. Dikenal 12 sandapan EKG. Enam sandapan dinamakan sandapan ekstremitas yakni I, II, III, aVR, aVL dan aVF. Sandapan-sandapan ini diperoleh dari rekaman dengan elektroda yang diletakkan di ekstremitas. Keenam sandapan ekstremitas dibagi lagi menjadi 2 subkelompok yakni sandapan ekstremitas bipolar (I, II, III) dan sendapan ekstremitas unipolar (aVR, aVL dan aVF).Enam sandapan lainnya adalah sandapan prekordial. Elektroda diletakkan di berbagai posisidi dinding dada.

Gambar 3 Posisi sandapanE. Sandapan ekstremitas bipolarUntuk merekam sandapan ini semua ekstremitas penderita dihubungkan melalui elektroda logam dengan kabel konektor ke mesin EKG. Kaki kanan hanya berfungsi sebagai electrical ground. Sebenarnya rangsang listrik jantung diteruskan oleh tubuh ke ekstremitas. Oleh karena itu elektroda yang diletakkan di pergelangan tangan kanan sebenarnya merekam potensial listrik jantung di bahu kanan penderita, demikian pula elektroda yang diletakkan di pergelangan tangan kiri. Meletakkan elektroda di pergelangan tangan atau kaki semata-mata untuk kepraktisan. Jelaslah, pada penderita dengan ekstremitas yang puntung, elektroda dapat diletakkan pada bagian paling distal dari puntung ekstremitas.Sandapan bipolar disebut demikian oleh karena sandapan ini hanya merekam perbedaan tegangan dari 2 elektroda. Sandapan I merekam perbedaan tegangan antara lengan kiri dan lengan kanan. Sandapan II merekam perbedaan tegangan antara kaki kiri (LL - left leg) dengan lengan kanan (RA - right arm) dan sandapan III merekam perbedaan tegangan antara kaki kiri (LL) dengan lengan kiri (LA - left arm), Secara skematis, ketiga sandapan ini dapat digambarkan.sebagai segi>tiga Einthoven. RA Lead 1 LA

Gambar 4. Segitiga EinthovenSeperti terlihat dalam gambar diatas maka sandapan I merupakan garis horisontal. Elektroda lengan kiri sebagai kutub positif dan elektroda lengan kanan sebagai kutub negatif, sehingga I - LA - RA (potensial tangan kiri potensial tangan kanan). Sandapan II serong ke bawah. Kutub positif di kaki kiri, sedang kutub negatif di tangan kanan. Oleh karena itu II - LL - RA (potensial kaki kiri tangan kanan). Sandapan III juga serong kebawah. Kutub positif di kaki kiri sedang kutub negatif di tangan kiri, oleh karena itu III - LL - LA. Hubungan antara ketiga sandapan itu sebagai berikut: Sandapan I + III = IIDengan kata lain, tegangan I ditambah tegangan III sama dengan tegangan II. I = LA - RA III = LL LA + I + III = LL RA=II

F. Sandapan unipolarSadapan unipolar akan mengukur potensial listrik jantung dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai potensial nol. Tempat terakhir ini adalah dengan menghubungkan ketiga ekstremitas lain dengan terminal sentral. Sandapan aVR, aVL dan aVF adalah sandapan unipolar yang dimaksud. Hubungan antara ketiga sandapan tersebut adalah sebagai berikut:aVR + aVL + aVF = 0

Hubungan antara keenam sandapan dapat digambarkan sebagai gambar III.3.4a. yang merupakan gambar dengan 6 garis yang membentuk sudut yang sama, masing-masing 30 derajat (heksadesial). Berdasarkan bidang frontal ini, maka dengan melihat rekaman EKG kita dapat membuat perhitungan berapa sumbu masing-masing gelombang (P dan QRS).Untuk menghitung sumbu gelombang QRS ada beberapa cara yang sederhana. Cara pertama, lihatlah sandapan yang membuat sudut tegak lurus pada sumbu heksadesial, misalnya sandapan I (0 derajat) dan aVF (90 derajat), atau II (60 derajat) dengan aVL (-30 derajat) atau III dengan aVR.Jumlah-aljabarkan gelombang QRS pada masing-masing sandapan. Proyeksikan hasilnya pada gambar III.3.4b. Contoh : bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan I sama dengan 5 mm, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVF sama dengan 5 mm, maka sumbu QRS di bidang frontal sama dengan + 45 derajat.Cara kedua adalah dengan melihat sandapan mana yang mempunyai jumlah aljabar kompleks QRS sama dengan nol mm. Lalu dilihat kompleks QRS pada sandapan yang tegak lurus pada sandapan di atas. Bila sandapan yang terakhir mempunyai jumlah aljabar kompleks QRS lebih dari 0 (positif) maka sumbu frontal kompleks QRS sama dengan arah elektroda positif sandapan terakhir. Sebagai contoh, bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVL sama dengan nol, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan II sama dengan 5 mm, maka sumbu QRS di bidang frontal sama dengan +60 derajat. Sebaliknya bila jumlah aljabar kompleks QRS di II sama dengan -7 mm, maka sumbu kompleks QRS di bidang frontal sama dengan -120 derajat.

Gambar 5 Derajat jantung bidang frontalG. Sandapan prekordialSandapan prekordial akan mencatat rangsang listrik jantung dengan bantuan elektroda yang ditempatkan di beberapa tempat di dinding dada. Sandapan ini adalah unipolar, artinya mengukur perbedaan potensial antara titik tersebut terhadap potensial nol. Pada sandapan V1, elektroda diletakkan di ruang interkostal empat garis parasternal kanan. Pada sandapan V2, elektroda diletakkan di ruang interkostal empat, garis parasternal kiri, sedang pada sandapan V4, elektroda diletakkan di ruang interkostal lima, garis midklavikuler kiri. Pada sandapan V3, elektroda diletakkan antara V2 dan V4. Pada sandapan V5 dan V6, elektroda diletakkan sejajar dengan elektroda V4. Untuk sandapan V5, elektroda diletakkan di garis aksilaris anterior, sedang untuk sandapan V6 di garis aksilaris media.

H. Pemantauan rekaman EKG

Pada keadaan tertentu seperti di unit-unit perawatan intensif, kadang-kadang tidak perlu kita merekam dengan sandapan seperti disebutkan di atas (12 sandapan). Pada keadaan seperti ini pemantauan EKG diperlukan untuk analisis denyut perdenyut hanya dari satu alat pantau. Biasanya ada 3 elektroda. Satu ditempatkan di V1, satu lagi di bahu kiri dan lainnya di bahu kanan. Rekaman di alat monitor ini biasanya digunakan untuk pemantauan aritmia jantung, bukannya untuk memantau depresi segmen ST.

I. Nomenklatura. Gelombang PMerupakan depolarisasi atrium. Oleh karena arah vektornya ke kiri bawah, maka bila gelombang P normal (dari nodus SA) gambaran akan terlihat positif di sandapan II, aVF dan negatif di aVR.b. Interval PRDiukurdari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Interval PR mungkin berbeda-beda pada sandapan yang berbeda. Interval PR adalah interval paling pendek, yang merupakan waktu yang diperlukan rangsang listrik jantung dari nodus SA, menyebar ke atrium sampai di nodus AV. Pada orang dewasa normal, interval PR antara 0,12 sampai 0,20 detik. Bilamana terdapat gangguan di nodus AV, maka interval PR akanmemanjang, dan dinamakan blok nodus AV derajat satu (first degree A V block).c. Kompleks QRSTidak semua kompleks QRS mempunyai gelombang Q. Demikian pula tidak semua kompleks QRS mempunyai gelombang R atau S. Bilamana awal kompleks QRS merupakan defleksi negatif, maka gelombang itu dinamakan gelombang Q. Bilamana kompleks QRS mempunyai defleksi positif, maka defleksi positif pertama (didahului atau tanpa didahului defleksi negatif) disebut gelombang R. Bilamana kompleks QRS mempunyai lebih dari satu defleksi negatif maka defleksi negatif kedua dinamakan gelombang S. Defleksi positif kedua dinamakan gelombang R'. Bilamana kompleks QRS hanya mempunyai 1 defleksi negatif tanpa defleksi positif, maka kompleks QRS yang demikian ini dinamakan kompleks QS.Sebaliknya bila hanya mempunyai defleksi positif saja, dinamakan kompleks R. Huruf kecil dan huruf kapital menyatakan besar-kecilnya defleksi.Oleh karena itu berbagai variasi dapat timbul, seperti QS, qRS, QRS, qR, QR, Qr, R, RS, rS, rSR' dan sebagainya. R R

QS q Q

d. Interval QRSInterval yang diukur dari permulaan QRS sampai akhir QRS. Normal kurang 0,10 detik. Bilamana penyebaran rangsang di ventrikel lambat maka terjadi pemanjangan interval QRS seperti pada gangguan hantaran intraventrikular (RBBB atau LBBB).e. Segmen STAdalah bagian rekaman EKG, mulai dari akhir kompleks QRS sampai awal gelombang T. Bagian ini merupakan awal repolarisasi ventrikel. Pada orang normal, segmen ST isoelektrik (rata dari garis dasar), walaupun dapat bervariasi antara elevasi sampai depresi, tetapi kurang dari 1 mm. Pada IMA, mula-mula terjadi elevasi segmen ST.f. Gelombang TJuga merupakan bagian repolarisasi ventrikel. Gelombang T yang normal berbentuk asimetrik. Puncak gelombang T lebih dekat dengan akhir gelombang T dibanding dengan awalnya.Bila gelombang T positif, maka bagian yang menaik (descending limb) berbentuk landai, sedang yang menurun lebih curam.Sebaliknya bila gelombang T negatif, maka bagian yang menurun berbentuk landai sedang yang menaik lebih curam. Pada keadaan tertentu seperti pada infark miokard atau hiperkalemia, gelombang T berbentuk simetrik.g. Interval QTInterval ini diukur dari permulaan kompleks QRS sampai akhir gelombang T. Interval QT terutama menunjukkan bahwa ventrikel yang baru saja terstimulasi telah kembali ke keadaan semula (istirahat).Nilai normal interval QT sangat dipengaruhi oleh laju jantung. Bila laju jantung meningkat, interval QT akan memendek, sebaliknya bila laju jantung menurun, interval QT akan memanjang. Oleh karena itu beberapa ahli melakukan koreksi terhadap laju jantung. QT yang terkoreksi - QT x VRRSecara umum bila laju jantung sama dengan atau kurang dari 80 kali per menit, maka bila interval QT lebih dari separuh interval RR, dikatakan interval QT memanjang. Beberapa keadaan dapat menyebabkan pemanjangan interval QT seperti pemakaian jenis obat tertentu (sulfas kinidin, prokainamid), gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia dan hipokalsemia. Iskemia miokard dan infark miokard dapat pula menyebabkan pemanjangan interval QT, demikian pula perdarahan subarakhnoid.Pemendekan interval QT dapat dilihat pada hiperkalsemia, atau pada pemberian digitalis dosis terapeutik.h. Gelombang UGelombang U terlihat setelah gelombang T. Bentuk puncaknya membulat.Arti gelombang U sampai saat ini tidak jelas, tetapi gelombang U yang menonjol dapat terlihat pada hipokalemia. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pemakaian obat-obat tertentu seperti sulfas kinidin atau fenotiazin dan kadang-kadang pada cerebro vascular accident dapat diperlihatkan adanya gelombang U yang menonjol. Biasanya gelombang U searah dengan gelombang T. Kadang-kadang terlihat pada rekaman EKG gelombang U negatif, tetapi gelombang T positif. Keadaan ini dapat terlihat pada hipertrofi ventrikel kiri atau iskemia miokard.J. EKG normalBanyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada dan keadaan lain seperti obesitas dan penyakit paru. Kriteria yang dipakai di bawah ini hanyalah sebagai pegangan, namun diagnosis akhir apakah jantung normal atau abnormal harus dibuat berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan. Sekali lagi, akan merupakan kesalahan yang sangat besar bila diagnosis semata-mata hanya didasarkan atas gambaran rekaman EKG.

a. KriteriaGelombang P. Positif (ke atas) di sandapan I, II, aVF dan V3-V6.Di sandapan aVR gelombang P selalu negatif (terbalik). Sedang di sandapan II, aVL, V1 dan V2 gelombang P sangat bervariasi. Kejadian ini disebabkan oleh karena pada jantung normal, pusat pacu jantung berada di nodus SA (terletak di atrium kanan, dekat muara vena kava superior). Impuls listrik jantung akan menyebar ke atrium. Vektor gelombang P normal akan mengarah ke kiri bawah depan dengan akibat bentuk gelombang P seperti di atas. Gelombang P dengan sifat-sifat di atas, dengan laju antara 60 - 100 kali per menit dinamakan irama sinus, oleh karena irama ini berasal dari nodus sinus. Pada keadaan normal (tanpa gangguan konduksi di nodus AV) maka setiap gelombang P akan diikuti gelombang QRS. Interval PR berkisar antara 0,11 sampai 0,20 detik. Irama sinus sendiri dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan konduksi di nodus AV.Gelombang Q. Gelombang Q kecil (kurang dari 0,045 detik, kurang dari 1/4 gelombang R) normal terlihat di I, V5 atau V6. Terjadinya gelombang Q ini akibat aktifasi septal. Vektor awal kompleks QRS ke arah kanan atas dan muka.Oleh karena itu gelombang Q kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat di sandapan II, aVF dan V3. Di sandapan III dan aVL terlihat kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat, dan kadang kadang terlihat cukup bermakna. Di aVR, gelombang Q justru terlihat nyata, tetapi tidak punya arti apa-apa.Gelombang R. Tergantung dari sumbu QRS. Biasanya sangat dominan di I dan II, V5 dan V6.Di sandapan aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali.Gelombang S. Tidak terlihat atau kurang dibanding gelombang R di sandapan I atau II. Tetapi di sandapan III, aVF dan aVL biasanya lebih menonjol atau justru tidak terlihat. Di sandapan aVR, V1 atau V2, gelombang S terlihat lebih menonjol. Di V4 - V6 kurang dibanding dengan gelombang R.Gelombang T. Positif di sandapan I, II, V3 - V6.Terbalik di aVR. Disandapan III, aVF, aVL, V1 dan V2, gelombang T bervariasi.Interval QT. Interval ini akan memendek bila laju jantung bertambah cepat, sebaliknya akan memanjang bila laju jantung lambat (interval QT 0,41 detik pada laju jantung 50/menit, dan berubah menjadi 0,31 detik pada laju jantung 100/menit).Segmen ST. Biasanya isoelektris. Bervariasi sampai +1 mm di sandapan ekstremitas dan sampai 2 mm (0,2 mV) di sandapan prekordial.BAB III

GAGAL JANTUNGA. PendahuluanGagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.

B. Definisi serta klasifikasiGagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan padapenderita infark miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I

: Tanpa gagal jantung

Derajat II

: Gagal jantung dengan ronki basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III

: Gagal jantung berat dengan edema paruseluruh lapangan paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90 mmHg) danvasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressurepada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)

Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)

C. EtiologiGagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.Hipertensi telah dibuktikan dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional: dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.D. PatofisiologiGagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan padabaroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan padafungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasmadan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodeling vaskular dan miokardial akibat endotelin.Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya complianceventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.E. Manifestasi KlinisManifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang tuanya bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat dan berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang masih tinggi setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan kedua atau ketiga, gejala gagal jantung baru nyata.

Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat).

Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut.

Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat dingin.

Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi : dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik.F. DiagnosisSecara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai. 8-10 Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisurahorizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan noninvasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma NT-pro BNP adalah 300 pg/ml.Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.

G. PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan gagaljantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairanperlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis.Penatalaksanaan gagal jantung kronismeliputi penatalaksaan nonfarmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.Obat obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark.Gagal jantung akut yang berat merupakankondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangkan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.Pemberian loop diuretik intravena sepertifurosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Pemberian nitrat (sublingual, buccal danintravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.Pemberian inotropik dan inodilator ditujukanpada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.Pemberian dopamine 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik danginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.Pemberian vasopressor ditujukan padapenderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengantekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.Penanganan yang lain adalah terapi penyakitpenyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrillator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.