Download - Referat CA Laring Print Revisi

Transcript
Page 1: Referat CA Laring Print Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas

dan masih merupakan masalah karena penanggulannnya mencakup berbagai segi.

Angka kejadian karsinoma laring di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta menduduki

urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan karsinomahidung dan sinus paranasal

(Hermani dkk, 2012).Tumor ini paling sering terjadi pada usia setelah 40 tahun dan

lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 7 : 1

(Kumar dkk, 2007).

Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal

yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol,

sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis (Hermani dkk,

2012).Meningkatnya insiden karsinoma laring sangat berkaitan dengan merokok

dimana seorang perokok memiliki risiko 6 kali lipat untuk menderita tumor kepala

dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan lebih banyak terjadi pada laki-

laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan semakin meningkat karena

adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang merokok (American cancer

society, 2011).

Pasien karsinoma laringbiasanya datang dalam stadium lanjut sehingga hasil

pengobatan yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu diagnosis dini

untuk penanggulangannya.Secara umum penatalaksanaan karsinomalaring meliputi

pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun terapi kombinasi, tergantungstadium

penyakit dan keadaan umum penderita. Tujuan utamapenatalaksanaan

karsinomalaring adalah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan

memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring (Hermani dkk,

2012).

1

Page 2: Referat CA Laring Print Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laring

2.1.1 Anatomi Laring

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas

bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar

daripada bagian bawah. Laring terletak setinggi vertebra servicalis IV – VI, dimana

pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi (Hermani dkk, 2012).

Batas-batas laring yaitu sebelah kranial terdapat aditus laringeus yang

berhubungan dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior

kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah lateral ditutupi oleh otot-

otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Sedangkan di

sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikalis oleh otot-otot prevertebral,

dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan

lemak, dan kulit. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago,

ligamentum dan otot-otot (Robert dkk, 2003).

a. Tulang dan kartilago

Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan

yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik

serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :

1. Os hyoid

Os hyoid terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher

bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang

dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini dihubungkan

dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot (Boeis, 2012).

2

Page 3: Referat CA Laring Print Revisi

2. Kartilago epiglottis

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding

anterior aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh

ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara. Sedangkan

bagian atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring sehingga

membatasi basis lidah dan laring (Robert dkk, 2003).

3. Kartilago tiroid

Kartilago tiroid merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua

lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Pada

kartilago tiroid terdapat penonjolan yang disebut Adam’s apple, penonjolan ini dapat

diraba pada garis tengah leher (Robert dkk, 2003).

4. Kartilago krikoid

Kartilago krikoid terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang

rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat

ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat

otot krikoaritenoid posterior. Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi

vertebra servikalis VI – VII dan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis III – IV

(Robert dkk, 2003).

5. Kartilago aritenoid

Terdapat 2 buah kartilago ariteoid yang terletak dekat permukaan belakang

laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid yaitu artikulasi krikoaritenoid

(Robert dkk, 2003).

3

Page 4: Referat CA Laring Print Revisi

6. Kartilago kornikulata

Kartilago kornikulata merupakan kartilago fibroelastis yang terletak di atas

aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika (Robert dkk, 2003).

7. Kartilago kuneiformis

Kartilago kuneiformis terletak di dalam lipatan ariepiglotik (Robert dkk,

2003).

8. Kartilago tritisea

Kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral (Robert dkk,

2003).

b. Ligamentum dan membrana

Ligamentum ekstrinsik yaitu : membran tirohioid, ligamentum tirohioid,

ligamentum tiroepiglotis, ligamentum hioepiglotis, dan ligamentum krikotrakeal.

4

Gambar 1. Struktur laring (Robert dkk, 2003)

Page 5: Referat CA Laring Print Revisi

Ligamentum intrinsik yaitu : membran quadrangularis, ligamentum vestibular, konus

elastikus, ligamentum krikotiroid media, dan ligamentum vokalis (Robert dkk, 2003).

c. Otot-otot

Otot-otot laring terbagi menjadi otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot-otot

ekstrinsik yaitu : otot suprahioid dan infrahioid. Otot-otot suprahioid terdiri dari : m.

stilohioideus, m. milohioideus, m. geniohioideus, m. digastrikus, m. genioglosus, dan

m. hioglosus. Otot-otot infrahioid terdiri dari : m. omohioideus, m.

sternokleidomastoideus, dan m. tirohioideus

5

Gambar 2. Ligamentum intrinsik dan ligamentum ekstrinsik laring (Robert dkk, 2003)

Gambar 3. Otot-otot ekstrinsik laring (Robert dkk, 2003)

Page 6: Referat CA Laring Print Revisi

2. Otot-otot intrinsik

Otot-otot ini menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya dan

berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk

membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m.

interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini

dalam proses pembentukkan suara, proses menelan dan bernafas. Bila m.

interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga

menyebabkan aduksi pita suara. Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik, yaitu

mm. interaritenoideus transversal dan oblik, m. krikotiroideus, dan m. krikotiroideus

lateral (Robert dkk, 2003).

2. Otot-otot abduktor

M. krikoaritenoideus posterior (m. posticus) yang berfungsi untuk

menggerakan pita suara ke lateral (Robert dkk, 2003)..

3. Otot-otot tensor

Terdiri dari tensor internus dan tensor eksternus. Tensor internus : m.

tiroaritenoideus dan m. vokalis. Tensor eksternus : m. krikotiroideus. Otot-otot ini

mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor internus

kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral

mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak (Robert dkk, 2003)..

6

Page 7: Referat CA Laring Print Revisi

d. Persarafan

Laring dipersarafi oleh cabang n. vagus yaitu n. laringeus superior dan n.

laringeus inferior kiri dan kanan. Nervus laringeus superior meninggalkan n. vagus

tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah a.

karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang menjadi: ramus internus

dan ramus eksternus yang bersifat motoris, mempersarafi m. krikotiroid dan m.

konstriktor inferior. Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n. laringeus

rekuren, nervus ini berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai

laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea (Robert dkk, 2003).

Nervus ini merupakan cabang n. vagus setinggi bagian proksimal a. subklavia

dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,

selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan

memberikan persarafan sensoris pada daerah sub glotis dan bagian atas trakea dan

motoris pada semua otot laring, kecuali m. krikotiroid (Robert dkk, 2003).

7

Gambar 4. Otot-otot instrinsik laring (Robert dkk, 2003)

Gambar 5. Persarafan laring (Robert dkk, 2003)

Page 8: Referat CA Laring Print Revisi

e. Vaskularisasi

Laring mendapat perdarahan dari cabang a. tiroidea superior dan inferior yaitu

a. laringeus superior dan inferior. Arteri laringeus superior berjalan bersama ramus

interna n. laringeus superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah

diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis. Arteri laringeus inferior berjalan

bersama n. laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson

yaitu celah yang berada di bawah m. konstriktor faringeus inferior, di dalam laring

beranastomose dengan a. laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa

laring (Robert dkk, 2003).

f. Sistem Limfatik

8

Gambar 6. Vaskularisasi laring (Harry dkk, 1987)

Page 9: Referat CA Laring Print Revisi

Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu : daerah bagian atas

pita suara, daerah bagian bawah pita suara dan bagian anterior laring. Daerah bagian

atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus

membrana tiroidea menuju kelenjar limfe servikal superior profunda. Limfe ini juga

menuju ke superior jugular node dan middle jugular node. Daerah bagian bawah

pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan

inferior jugular node. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem

tersebut dan sistem limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan

metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya (Robert dkk, 2003).

2.2 Karsinoma Laring

2.2.1 Definisi

Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan

kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya

berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal

9

Gambar 7. Aliran Limfatik Laring

Page 10: Referat CA Laring Print Revisi

meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Berbagai

neoplasma nonneoplastik, jinak, dan ganas yang berasal dari epitel skuamosa dan

masekim dapat timbul pada laring,tetapi hanya nodus pita suara, papiloma, dan

karsinoma sel skuamosa yang sering ditemukan (Kumar dkk, 2007).

2.2.2 Epidemiologi

Tumor ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di

seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas laring di

Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal (Vasan NR, 2008). Kasus

tumor ganas laring di RS. M. Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012

tercatat 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6 kasus.

Kejadian tumor ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi

alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, faktor resikonya menjadi

sinergi dan kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi (Iqbal N, 2011).

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang

paling sering ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang berasal dari

kelenjar ludah minor, neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari

tulang kartilaginosa laring (Shah J dkk, 2012). Karsinoma sel skuamosa laring

merupakan hasil dari interaksi banyak faktor etiologi seperti konsumsi tembakau dan

atau alkohol yang lama, bahan karsinogen lingkungan, status sosial ekonomi,

pekerjaan yang berbahaya, faktor makanan dan kerentanan genetik (Shehan dkk,

2009).

2.2.3 Etiologi

Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli

bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan

resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan

beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah

rokok, alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif (Hermani dkk, 2012). Virus yang

10

Page 11: Referat CA Laring Print Revisi

juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV (Human Papilloma

Virus) dan Eibstein Barr Virus(Robert dkk, 2012).

2.2.4 Patofisiologi

Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang

beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated) sampai

yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak

berdiferensiasi disebut anaplastik. Pada awalnya kerusakan genetik nonletal

merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetik ini mungkin dapat

dipengaruhi oleh lingkungan seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam

sel germinativum. Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor

terjadi akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami

kerusakan genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga kelas gen

regulatorik yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen

penekan kanker (tumor supresor gen) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen),

dan gen yang mengatur kematian sel yang terencana (programmed cell death), atau

apoptosis (Kumar dkk, 2007).

Selain gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan DNA

yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA

mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan

mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain,

termasuk protoonkogen, gen penekan tumor dan gen yang mengendalikan apoptosis.

Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi

luas digenom dan transformasi neoplastik (Kumar dkk, 2007).

Karsinogenesis memiliki beberapa proses baik pada tingkat fenotipe maupun

genotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya

11

Page 12: Referat CA Laring Print Revisi

pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini

diperoleh secara bertahap yang disebut sebagai tumor progression. Pada tingkat

molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian

kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetik

tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan metastasis. Sel kanker juga

akan melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel. Tiap gen

kanker memiliki fungsi spesifik, yang disregulasinya ikut berperan dalam asal muasal

atau perkembangan keganasan. Gen yang terkait dengan kanker perlu

dipertimbangkan dalam konteks enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang

menentukan fenotipe ganas, diantaranya(Kumar dkk, 2007):

a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.

Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah

onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan

mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan

yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein. Pada keadaan fisiologik, proliferasi

sel awalnya terjadi karena terikatnya suatu faktor pertumbuhan ke reseptor

spesifiknya di membran sel. Aktivasi reseptor pertumbuhan secara transien dan

terbatas, yang kemudian mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar

dalam plasma. Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui

perantara kedua. Induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu

transkrip DNA. Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang

akkhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat

mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh self-

sufficiency dalam sinyal pertumbuhan (Kumar dkk, 2007).

b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan.

Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan

tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif, tetapi

yang tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Secara

mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres,

12

Page 13: Referat CA Laring Print Revisi

mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian

siklus sel maupun apoptosis (Kumar dkk, 2007).

Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia,

ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas

DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam

mempertahankan integritas genom. Apabila terjadi kerusakan TP53 secara

homozigot, maka kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi

disel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju

transformasi keganasan (Kumar dkk, 2007).

c. Menghindar dari Apoptosis

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen yang

mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang menyebabkan

apoptosis yaitu melalui reseptor kematian CD95 dan kerusakan DNA. Saat berikatan

dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi, dan domain kematian

sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD. Protein ini merekrut

prokaspase (prokaspase) 8 untuk membentuk kompleks sinyal penginduksi kematian.

Kaspase 8 mengaktifkan kaspase di hilir sepersi kaspase 3, suatu kaspase eksekutor

tipikan yang memecah DNA dan substrat lain yang menyebabkan kematian. Jalur lain

dipicu oleh kerusakan DNA akibat paparan radiasi, bahan kimia dan stres .

Mitokondria berperan penting dijalur ini dengan membebaskan sitokrom c.

Pembebasan sitokrom c ini diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis,

dan hal ini dikendalikan oleh gen famili BCL2. Dengan kata lain bahwa peran BCL2

dapat melindungi sel tumor dari apoptosis (Kumar dkk, 2007).

d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas

Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali dan

setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa

nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung

kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari

13

Page 14: Referat CA Laring Print Revisi

proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer tetap

panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar dkk, 2007).

e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan

Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada keganasan.

Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk

bermetastasis.Faktor angiogenetik terkait tumor (tumor associated angiogenic factor)

mungkin dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin berasal dari sel radang (misal,

makrofag). Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting yaitu

vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular) dan

basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa pertumbuhan tumor

dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik dengan faktor yang

menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor antiangiogenesis tersebut

diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh adanya gen TP53 wild-type,

angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi gen TP53 wild-type ini

menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga keseimbangan condong ke

faktor angiogenik (Kumar dkk, 2007).

g. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis.

Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan dari sel tumor. Peregangan ini

dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen E-

kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap menyatu. Proses selanjutnya adalah

degradasi lokal membran basal dan jaringan interstitium. Invasi ini mendorong sel

tumor berjalan menembus membmembran basal yang telah rusak dan matriks yang

telah lisis (Kumar dkk, 2007).

2.2.5 Klasifikasi

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1988 dan

American Joint Committee on Cancer (AJCC), menetapkan klasifikasi tumor terbagi

3, yaitu : supraglotis (30-35%), glotis (60-65%), dan subglotis (1%). Yang termasuk

supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid,

14

Page 15: Referat CA Laring Print Revisi

lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara

palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah pita suara asli, komisura anterior dan

komisura posterior.Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis (Hermani dkk,

2012).Pada tahun 2010, AJCC merevisi penentuan dan penegakan stadium sistem

TNM tumor laring. Penentuan stadium tumor laring dengan sistem TNM dapat dilihat

pada tabel 1, sedangkan untuk penegakan stadium tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Penentuan Stadium Tumor Laring dengan TNM berdasarkan AJCC 2010

Tumor Primer (T)TXT0Tis

Tumor primer tidak dapat dinilai Tidak terbukti adanya tumor Karsinoma insitu

SupraglottisT1

T2

T3

T4a

T4b

Tumor terbatas pada satu sisi supraglotis dengan gerakan pita suara masih baik

Tumor sudah menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglotis atau glotis atau di luar regio supraglotis seperti mukosa dari dasar lidah, valekula, dinding medial dari sinus piriformis tanpa fiksasi dari laring

Tumor terbatas pada laring dengan pita suara sudah terfiksir dan/atau invasi ke daerah postcricoid, rongga pre-epligotis, rongga paraglotis, dan/atau korteks dalam dari kartilago tiroid

Penyakit lokal lanjutan tingkat sedangTumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus

Penyakit lokal sangat lanjut Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral, membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur mediastinum

GlottisT1

T1aT1b

T2

Tumor terbatas di pita suara (dapat melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal Tumor terbatas pada satu pita suara Tumor mengenai kedua pita suara

Tumor meluas ke daerah supraglotis dan/atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir

15

Page 16: Referat CA Laring Print Revisi

T3

T4a

T4b

Tumor terbatas pada laring dengan pita suara terfiksir dan/atau meluas ke rongga paraglotis, dan/atau korteks dalam dari kartilago tiroid

Penyakit lokal lanjutan tingkat sedangTumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus

Penyakit lokal sangat lanjut Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral, membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur mediastinum

SubglottisT1T2

T3

T4a

T4b

Tumor terbatas pada daerah subglotis Tumor meluas ke pita suara, pita suara masih dapat

bergerak atau sudah terfiksasi Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah

terfiksasi Penyakit lokal lanjutan tingkat sedang

Tumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus

Penyakit lokal sangat lanjut Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral, membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur mediastinum

Kelenjar Limfa Regional (N)NXN0N1

N2

N2a

N2b

Kelenjar limfa regional tidak dapat dinilai Tidak ada penyebaran ke kelenjar limfa regional Teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran terbesar

diameter ≤ 3 cm Teraba satu kelenjar limfa ipsilateral >3 - 6 cm, atau teraba

lebih dari satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 6 cm, atau teraba kelenjar limfa bilateral atau kontralateral dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 6 cm.

Teraba satu kelenjar limfa regional ipsilateral ukuran >3 - 6 cm.Teraba lebih dari satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran tidak lebih dari 6 cm. Metastasis kelenjar limfa bilateral atau kontralateral

16

Page 17: Referat CA Laring Print Revisi

N2c

N3

dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 6 cm. Teraba kelenjar limfa lebih dari 6 cm

Metastasis Jauh (M)MXM0M1

Metastasis jauh tidak dapat dinilaiTidak ada metastasis jauhTerdapat metastasis jauh

Tabel 2. Stadium Kanker Laring berdasarkan AJCC 2010 (NCNN, 2015)

Stadium Tumor Primer (T)

Kelenjar Limfa Regional (N)

Metastasis Jauh (M)

0 Tis N0 M0I T1 N0 M0II T2 N0 M0

IIIT3 N0 M0

T1-3 N1 M0

IV AT4a N0-1 M0

T1-T4a N2 M0

1V BT4b Any N M0

Any T N3 M0IV C Any T Any N M1

2.1.6 Manifestasi Klinis

1. Anamnesis

Tanda dan gejala dari karsinoma laring sesuai dengan lokasi lesi kankernya

(Jeremy dkk, 2012). Keluhan yang sering didapatkan pada anamnesis yaitu keluhan

suara parau, sulit menelan, batuk darah, adanya benjolan di leher, nyeri tenggorokan,

nyeri telinga, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Adriane dkk, 2008). Serak

merupakan gejala dini dari karsinoma laring yang berlokasi di glotis (Hermani dkk,

2012 dan Jeremy dkk, 2012). Serak disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.

Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman

tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring,

pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara,

17

Page 18: Referat CA Laring Print Revisi

oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan

ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita

suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak

menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan

nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan

jalan nafas atau paralisis komplit (Hermani dkk, 2012).

Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.

Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan

menetap. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir

atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan

subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok

(Hermani dkk, 2012 dan Jeremy dkk, 2012). Keluhan serak sebagai gejala awal tumor

supraglotis dan subglotis berkaitan dengan prognosis yang buruk (Jeremy dkk, 2012).

Keluhan lain seperti disfagia merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik,

hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering

pada tumor ganas postkrikoid. Suara bergumam (hot potato voice) timbul akibat nyeri

dan bila telah terjadi fiksasi lidah (Hermani dkk, 2012).

Dispnea dan stridor merupakan gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas

dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan

nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita

suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut.

Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umumnya, dispnea

dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik (Hermani dkk, 2012).

Keluhan nyeri tenggorok ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa

nyeri yang tajam. Sedangkan rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan

adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring (Hermani dkk, 2012).

Batuk merupakan keluhan yang jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, Keluhan

ini biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke

dalam laring. Hemoptisis (batuk darah) sering terjadi pada tumor glotik dan tumor

18

Page 19: Referat CA Laring Print Revisi

supraglotik. Keluhan lainnya yaitu nyeri tekan laring yang merupakan gejala lanjut

yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan

perikondrium (Hermani dkk, 2012).

2. Pemeriksaan Fisik

Semua pasien dengan gejala-gejala yang berhubungan dengan karsinoma

laring harus dilakukan pemeriksaan kepala dan leher yang lengkap. Palpasi leher

harus dilakukan untuk memastikan apakah ada bekas operasi sebelumnya seperti

operasi tiroid yang juga dapat menyebabkan suara serak, dan juga untuk meraba

adanya limfadenopati akibat infeksi atau metastasis dari suatu karsinoma, nyeri tekan

atau gejala dan tanda lainnya yang dapat memperkuat kemungkinan karsinoma laring.

Pemeriksaan dengan laringoskopi fleksibel diperlukan untuk memvisualisasi keadaan

laring dan hipofaring. Contoh hasil pemeriksaan laringoskopi fleksibel dapat dilihat

pada gambar 8 (Jeremy dkk, 2012).

Gambar 8. Gambaran Tumor Glotis sebelah Kanan dengan Menggunakan Laringoskopi Fleksibel

(Jeremy dkk, 2012)

Namun pemeriksaan ini tidak terdapat pada fasilitas pelayanan kesehatan

primer. Oleh karena itu, pada fasilitas kesehatan primer dapat dilakukan pemeriksaan

laringoskopi indirek dengan menggunakan cermin laring untuk memberikan petunjuk

19

Page 20: Referat CA Laring Print Revisi

diagnosis. Jika hasil dari pemeriksaan laringoskopi indirek ini normal tetapi keluhan

menetap selama dua minggu maka pasien harus dirujuk. Adapun panduan terhadap

keluhan-keluhan yang harus dirujuk dapat dilihat pada gambar 9 (Jeremy dkk, 2012).

Gambar 9. Panduan Rujukan Pasien Suspek Karsinoma Laring (Jeremy dkk, 2012)

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap

dan kimia darah. Pemeriksaan darah lengkap berfungsi untuk menentukan masalah

umum pasien seperti ada tidaknya anemia. Pemeriksaan kimia darah berfungsi untuk

menentukan adakah keterlibatan organ lain yang terkena. Pemeriksaan ALT, SGOT,

SGPT untuk mengetahui fungsi hati. Fungsi ginjal dinilai melalui ureum dan

kreatinin (Hermani dkk, 2012 dan American Cancer Society, 2014). Dilakukan untuk

mengetahui fungsi ginjal dan fungsi hati (Hermani dkk, 2012 dan American Cancer

Society, 2014).

2.2.7.2 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi secara umum dilakukan pada karsinoma laring stadium

lanjut untuk menentukan stadium dan rencana pengobatan. Pemeriksaan radiologi

konvensional jaringan lunak leher berfungsi untuk untuk memvisualisasikan lumen

20

Page 21: Referat CA Laring Print Revisi

laring dan trakea tetapi pemeriksaan ini tidak memiliki peran dalam manajemen

kanker laring saat ini (Adriane dkk, 2008 dan Jeremy dkk, 2012)..

Penggunaan Computed Tomography (CT) - Scan atau Magnetic Resonance

Imaging (MRI) berguna dalam mengidentifikasi invasi ke ruang preepiglotis atau

paraglotis, erosi kartilago laring, dan metastase ke nodus limfa servikal. Karsinoma

laring ditentukan stadium klinisnya 25-40% berdasarkan CT-scan dan MRI. MRI

lebih sensitif terhadap jaringan lunak sedangkan CT-scan lebih baik untuk melihat

defek tulang dan kartilago. Pemeriksaan radiologi lainnya adalah Positron Emission

Tomography (PET) dengan atau tanpa CT yang muncul sebagai modalitas penting

dalam penentuan stadium dan pengawasan dari banyak kanker kepala dan leher

(Adriane dkk, 2008). Meskipun PET memberikan sedikit informasi tentang sejauh

mana tumor dalam laring, deteksi metastasis dan tindak lanjut dari pasien yang

dirawat semakin meningkatkan ketergantungan pada modalitas ini. PET dengan CT

juga menjadi komponen penting dari intensity-modulated radiation treatment

(IMRT).

Pencitraan PET bergantung pada peningkatan aktivitas glikolitik dari sel-sel

neoplastik. Meskipun sangat sensitif, tidak memberikan detail anatomi yang sama

seperti pada CT atau MRI dan karena itu, ini tidak selalu digunakan untuk

menentukan lokalisasi yang tepat dari patologi atau penentuan struktur yang terlibat

dalam laring. Gabungan PET dan scanner CT dapat membantu menghindari

keterbatasan ini.

Fluoro-2-deoksi-D-glukosa (FDG) PET telah digunakan untuk mencari lesi

primer yang tidak diketahui dan lesi sekunder, stadium penyakit sebelum terapi,

untuk mendeteksi penyakit sisa dan atau penyakit berulang setelah terapi, untuk

menilai respon terhadap terapi, dan untuk mendeteksi metastasis jauh. Keterbatasan

dari 2 - [fluor-18] pemindaian-fluoro-2-deoksi-D-glukosa (FDG) PET yang

signifikan adalah ketidakpekaannya terhadap deposit tumor kecil, yang berukuran 3-

4 mm atau kurang.

21

Page 22: Referat CA Laring Print Revisi

PET memiliki keuntungan lebih CT dan MRI untuk mendeteksi metastasis

jauh, dan untuk menstaging N (nodul). Ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan

risiko tinggi untuk metastasis jauh. Namun, nilai prediktif negatif dalam penilaian

nodal metastasis mungkin tidak cukup untuk menyatakan adanya perbaikan pada

pengobatan. Saat ini, nilai utama dari PET mungkin evaluasi pada karsinoma laring

pasca terapi.

Dalam metaanalisis 8 penelitian, PET menunjukkan sensitivitas 89% dan

spesifisitas 74% untuk diagnosis karsinoma laring berulang setelah radioterapi [11].

Studi PET positif palsu karena peradangan yang tidak biasa, terutama setelah terapi.

Namun, penggunaan gabungan PET/CT akan mengurangi hasil positif palsu.

Secara ringkas, aplikasi klinis PET-CT mencakup penentuan stadium sebelum

terapi, monitoring selama terapi dan evaluasi post terapi. Tumor dengan ukuran kecil

1 ml dapat dideteksi dengan FDG (flurodeoxyglucose), walaupun sensitivitasnya

menurun seiring dengan semakin kecilnya ukuran tumor. PET CT dapat mendeteksi

metastasis ke kelenjar limfa, atau yang tidak tampak secara klinis dan tidak terdeteksi

dengan T dan MRI. PET CT ini juga dapat menimbulkan gambaran positif palsu dan

negatif palsu. Berikut di bawah ini adalah contoh gambaran dari hasil pemeriksaan

CT-Scan laring yang dapat dilihat pada gambar 10.

22

Page 23: Referat CA Laring Print Revisi

Gambar 10. CT- scan dengan Kontras yang menunjukkan Tumor Supraglotis Kiri yang

Besar dengan Metastasis Nodus Limfe Ipsilateral (Adriane dkk, 2008)

Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan lain untuk menentukan metastasis dari

karsinoma laring yaitu dengan melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat

metastasis ke paru-paru, pemeriksaan bone survey untuk melihat metastasis ke tulang,

pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen untuk mengidentifikasi metastasis ke

hati, dan CT-Scan kepala untuk melihat apakah metastasis dari karsinoma tersebut

sudah mengenai otak (Hermani dkk, 2012; Adriane dkk, 2008, dan Jeremy dkk,

2012).

2.2.7.3 Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan

histopatologi dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran

kelenjar getah bening di leher. Hasil pemeriksaan histopatologi yang terbanyak

adalah karsinoma sel skuamosa (Hermani dkk, 2012). Beberapa jenis tumor ganas

laring berdasarkan histopatologi antara lain:

a) Karsinoma sel skuamosa

Meliputi 95-98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat diferensiasi

yang berbeda-beda. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi yaitu

diferensiasi baik (grade 1), berdiferensiasi sedang (grade 2), berdiferensiasi buruk

(grade 3). Kebanyakkan karsinoma laring cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang

mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi

baik. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma,

adenokarsinoma dan sarkoma (Hermani dkk, 2012).

b) Karsinoma verukosa

Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi

klinis ganas. Insidennya berkisar antara 1-2% dari seluruh tumor ganas laring dan

23

Page 24: Referat CA Laring Print Revisi

lebih banyak mengenai pria daripada wanita dengan perbandingan 3:1. Tumor

tumbuh lambat, tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal

yang luas. Tidak pernah dilaporkan terjadinya metastase regional atau jauh dari

penyakit ini. Modalitas terapinya adalah dengan operasi. Sementara radioterapi dinilai

tidak efektif bahkan merupakan kontraindikasi karena prognosis penyakit ini sangat

baik bila dilakukan operasi.

c) Adenokarsinoma

Angka insidennya mencapai 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari

kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glotis. Sering

bermetastasis ke paru-paru dan hepar. Two years survival rate-nya sangat rendah.

Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional

dan radiasi pasca operasi.

d) Kondrosarkoma

Kondrosarkoma merupakan tumor ganas dari kartilago. Tumor ganas ini berisi

sel mesenkim yang menghasilkan suatu matriks kartilaginosa. Pada kondrosarkoma

laring, tumor ganas ini umumnya berasal dari tulang rawan krikoid, yaitu sebesar

70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering didapatkan pada laki-laki berusia 40 – 60

tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.

2.2.8 Penatalaksanaan

Secara umum, ada tiga jenis modalitas terapi terhadap karsinoma laring, yaitu

pembedahan, radiasi, dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. Pemilihan

modalitas terapi tergantung pada hasil yang diharapkan, harapan pasien, kemampuan

untuk megikuti keadaan pasien, dan kondisi medis umum. Terapi adjuvan tergantung

pada ada/tidaknya faktor yang dapat memperburuk. Pasien dengan stadium klinis

karsinoma insitu direncanakan untuk reseksi via endoskopi seperti laser atau

radioterapi. Untuk pasien karsinoma laring yang datang dalam stadium awal

direncanakan untuk dilakukan operasi (laringektomi parsial) atau radioterapi. Kedua

terapi ini memiliki efektivitas yang sama. Pada pasien dengan karsinoma insitu

24

Page 25: Referat CA Laring Print Revisi

direncanakan untuk radioterapi, pasien dengan stadium 2 dan 3 direncanakan untuk

pembedahan, sementara pasien dengan stadium 4 direncanakan untuk kemoterapi

(NCCN, 2015, Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).

2.2.8.1 Pembedahan

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari laringektomi total atau

laringektomi parsial dengan atau tanpa diseksi leher. Laringektomi total adalah

tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os

hioid) sampai batas bawah cincin trakea. Tumor primer glotis dan supraglotis stadium

lanjut yang dapat direseksi modalitas terapinya adalah terapi kombinasi. Jika

dilakukan operasi, maka dilakukan laringektomi total. Laringektomi parsial ditujukan

untuk tumor primer T1, T2, dan selected T3 yang dapat disertai dengan atau tanpa

diseksi leher (NCCN, 2015).

Pasien yang telah mengalami operasi sangatlah penting untuk dilakukan

rehabilitasi. Rehabilitasi mencakup“Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation

dan Social Rehabilitation”(Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).Laringektomi

yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring dapat menyebabkan cacat pada

pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang berada di

dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher

(Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan

pertolongan alat bantu suara (passy muir), yakni semacam vibrator yang ditempelkan

di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui

proses belajar (Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).

2.2.8.2 Radioterapi

Radioterapi digunakan untuk mengobati pasien dengan karsinoma insitu,

pasien dengan tumor primer T1, T2, dan selcted . Radioterapi dapat merupakan terapi

tunggal atau kombinasi dengan kemoterapi. Radioterapi definitif diberikan pada

tumor insitu, T1, dan T2 dengan ketentuan Tis, N0 diberikan 60.75 Gy (2.25

Gy/fraksi) sampai 66 Gy (2.0 Gy/fraksi); T1, N0 diberikan 63 Gy (2.25 Gy/fraksi)

25

Page 26: Referat CA Laring Print Revisi

sampai 66 Gy (2.0 Gy/fraksi), dan T2, N0 diberikan 65.25 (2.25 Gy/fraksi) sampai 70

Gy (2.0 Gy/fraksi). Pasien yang diberikan radioterapi kombinasi dengan kemoterapi

diberikan dosis sebesar 70 Gy (2.0 Gy/fraksi) untuk risiko tinggi, dan 44–50 Gy (2.0

Gy/fraksi) sampai 54–63 Gy (1.6–1.8 Gy/fraksi) untuk risiko rendah hingga sedang.

Pada pasien yang telah dilakukan operasi sebelumnya, dilakukan radioterapi dengan

jarak waktu 6 minggu. Pasien dengan risiko tinggi diberikan radioterapi dengan dosis

60–66 Gy (2.0 Gy/fraksi. Kemoradiasi yang diberikan pada pasien yang sudah

menjalani operasi diberikan radioterapi dengan dosis 44–50 Gy (2.0 Gy/fraksi)

sampai 54–63 Gy (1.6–1.8 Gy/fraksi) (NCCN, 2015; Jeremy dkk, 2012 dan Robert

dkk, 2003).

2.2.8.3 Kemoterapi

Pemilihan kemoterapi pada pasien dengan karsinoma laring harus disesuaikan

dengan karakteristik pasien dan tujuan terapi. Kemoradiasi yang diikuti dengan

kemoterapi adjuvan diberikan cisplatin + radioterapi (RT) diikuti dengan cisplatin/5-

Florouracyl (FU) atau carboplatin/5-FU (kategori 2B untuk carboplatin/5-FU) atau

cisplatin + radioterapi tanpa kemoterapi adjuvan (kategori 2B). Pendekatan

kemoradioterapi standar untuk pasien stadium lanjut diberikan terapi cisplatin

bersamaan dengan radioterapi. Pilihan terapi pada kemoterapi induksi/kemoterapi

sekuensial yaitu dengan docetaxel/cisplatin/5-FU atau paclitaxel/cisplatin/infusional

5-FU. Pilihan terapi pada terai kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi adalah

cisplatin dosis tinggi (terapi pilihan) atau cetuximab atau 5-FU/hydroxyurea atau

cisplatin/paclitaxel atau cisplatin/infusional 5-FU atau carboplatin/paclitaxel atau

cisplatin minnguan dengan dosis 40 mg/m (category 2B). Untuk pasien yang sudah

dilakukan operasi, kemoradiasi yang diberikan adalah cisplatin.

2.2.8.4 Penatalaksanaan Karsinoma Laring berdasarkan NCCN

National Comprehensive Cancer Network (NCCN) mengeluarkan panduan

penatalaksanaan karsinoma laring yang dibedakan berdasarkan stadiumnya. Di dalam

panduan tersebut, penatalaksanaan pasien dengan karsinoma laring dibagi menjadi

dua kategori yaitu tumor laring yang berlokasi di glotis dan tumor laring yang

26

Page 27: Referat CA Laring Print Revisi

berlokasi di supraglotis. Tumor laring yang berlokasi di subglotis tidak terdapat pada

panduan ini karena kasusnya yang sangat jarang. Penatalaksanaan karsinoma laring

berdasarkan NCCN adalah sebagai berikut (NCCN, 2015).

2.2.8.4.1 Karsinoma Laring yang Terletak di Glotis

Karsinoma in situ Reseksi via endoskopi (lebih disarankan) atau radioterapi

T1-T2 atau selected T3 Radioterapi atau laringektomi parsial/reseksi via

endoskopi atau reseksi terbuka sesuai dengan indikasi atau diseksi leher sesuai

indikasi

T3N0, T3N1 Terapi sistemik yang bersamaan dengan radioterapi/radioterapi saja

atau radioterapi jika pasien tidak cocok atau menolak terapi sistemik/radioterapi atau

pembedahan dengan ketentuan T3N0 dilakukan laringektomi dengan tiroidektomi

ipsilateral, T3N1 dilakukan Laringektomi dengan tiroidektomi ipsilateral sesuai

indikasi, diseksi leher ipsilateral atau diseksi leher bilateral atau kemoterapi induksi

(kategori 2B) atau multimodal clinical trials.

T3N2, T3N3 Terapi sistemik yang bersamaan dengan radioterapi/radioterapi saja

atau pembedahan dengan melakukan laringektomi dengan tiroidektomi ipsilateral

sesuai indikasi, diseksi leher ipsilateral atau bilateral atau kemoterapi induksi atau

multimodal clinical trials.

T4aN0 pembedahan dengan laringektomi total dengan tiroidektomi dengan atau

tanpa diseksi leher unilateral atau bilateral.

T4aN1 pembedahan dengan cara dilakukan laringektomi total dengan

tiroidektomi, diseksi leher ipsilateral dengan atau tanpa diseksi leher kontralateral.

T4aN2, T4aN3 pembedahan dilakukan dengan cara laringektomi total dengan

tiroidektomi, diseksi leher unilateral atau bilateral.

Selected T4a yang menolak pembedahan pertimbangkan terapi sitemik

bersamaan/radioterapi atau percobaan klinis untuk manajemen pemeliharaan fungsi

dengan pembedahan atau non pembedahan.

2.2.8.4.2 Karsinoma Laring yang Terletak di Supraglotis

27

Page 28: Referat CA Laring Print Revisi

T1-T2, N0; selected T3 Reseksi via endoskopi dengan atau tanpa diseksi leher

atau laringektomi supraglotis parsial terbuka dengan atau tanpa diseksi leher atau

radioterapi definitif.

T3N0 terapi sistemik yang bersamaan dengan radioterapi/radioterapi sajaatau

laringektomi, tiroidektomi dengan diseksi leher ipsilateral atau bilateral atau

radioterapi jika pasien secara medis tidak dapat menjalani terapi sistemik/radioterapi,

atau kemoterapi induksi atau multimodal clinical trials. T1-2, N+ dan selected T3N1

terapi sistemik yang bersamaan dengan radioterapi/radioterapi saja atau radioterapi

definitif atau laringektomi supraglotis parsial dan diseksi leher atau kemoterapi

induksi atau multimodal clinical trials.

T3N2, T3N3 terapi sistemik yang bersamaan dengan radioterapi/radioterapi

sajaatau laringektomi, tiroidektomi ipsilateral dengan diseksi leher atau kemoterapi

induksi atau multimodal clinical trials.

T4aN0-3 laringektomi, tiroidektomi sesuai indikasi dengan diseksi leher ipsilateral

atau bilateral.

T4aN0-3 pada pasien yang menolak pembedahan pertimbangkan terapi sistemik

bersamaan/radioterapi atau percobaan klinis atau kemoterapi induksi

2.2.9 Prognosis

Prognosis pada pasien karsinoma laring digambarkan melalui angka

ketahanan 5 tahun atau yang sering dikenal dengan 5-year survival rate. Angka

ketahanan 5 tahun ini mengacu pada presentasi pasien yang bisa bertahan hidup

selama 5 tahun setelah didiagnosis menderita suatu keganasan. Angka ketahanan 5

tahun dari pasien karsinoma laring dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini (ACA,

2014).

28

Page 29: Referat CA Laring Print Revisi

Tabel 3. Angka Ketahanan 5 Tahun Pasien Karsinoma Laring (ACA, 2014)

Supraglottis (part of the larynx above the vocal cords)STAGE 5-year relative survival rate

III

IIIIV

59%53%53%34%

Glottis (part of the larynx including the vocal cords)STAGE 5- year relative survival rate I II III IV

90%74%56%44%

Sub glottis (part of the larynx below the vocal cords)

STAGE 5 –year relative survival rates I II III IV

65%56%47%32%

29

Page 30: Referat CA Laring Print Revisi

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas

setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.Tumor

ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Di

RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus

karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita

berkisar antara 30 sampai 79 tahun.

Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli

bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan

resiko tinggi terhadap karsinoma laring.Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian

karsinoma laring yaitu HPV (Human Papilloma Virus) dan Eibstein Barr

Virus.Faktor risiko lainnya adalah paparan debu kayu, sinar radio aktif, polusi udara,

radiasi leher dan asbestosis.

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi

tumor ganas laring terbagi atas tumor supraglotis (30-35%), glotis (60-65%), dan

subglotis (1%). Penegakan diagnosis dari karsinoma laring didasarkan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang sering

dikeluhkan adalah serak, dispnea, stidor, nyeri tenggorok. Dari hasil pemeriksaan

fisik dengan pemeriksaan laringoskopi didapatkan adanya tumor di daerah pita suara.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan radiologi, sedangkan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan

histopatologi.

Penatalaksanaan dari karsinoma laring secara umum adalah dengan

pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan rehabilitasi. Prognosis pada pasien

karsinoma laring digambarkan melalui angka ketahanan 5 tahun yang dibedakan

berdasarkan lokasi tumor dan stadiumnya.

30

Page 31: Referat CA Laring Print Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Adriane P. Concus, Md, Tuyet-Phuong N. Tran, Md, Nicholas J. Sanfilippo, Md, &

Mark D. Delacure, Md. CurrentDiagnosis & Treatment In Otolaryngology-

Head & Neck Surgery: Malignant Laryngeal Lesions. 2008. Mcgrawhill: New

York. Hal. 437-455.

American Cancer Society. 2014. Laryngeal And Hypopharyngeal Cancers.

Cancer Research UK. Risks and causes of laryngeal cancer. Available from:

http//www. Cancerresearchuk. org/cancer-help/type/larynx-cancer. Diakses

tanggal 4 September 2015

Centers for Disease Control and Prevention. Tobacco use and secondhand smoke:

Impact on cancer. Available from: http://

www.cdc.gov/tobacco/campaign.24/7. Diakses tanggal 4 September 2015.

Chris Tanto dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4, Vol.2. Jakarta: Media

Aesculapius, 2014; 1060-1064.

Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi Ea, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti Rd Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher.Edisi 7. 2012. Balai Penerbit Fkui Jakarta. H.

176-180.

Iqbal N. Laryngeal Carcinoma Imaging. Updated 2011 May 27; Available from:

http:// emedicine.medscape.com/article/383230.

Jeremy S. Williamson, Timothy C. Biggs And Duncan Ingrams. Laryngeal Cancer:

An Overview. 2012. Trends In Urology &Men’s Health. Hal. 14-17.

31

Page 32: Referat CA Laring Print Revisi

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7nd ed, Vol. 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 :569-570.

NCCN. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines ): Head

and Neck Cancers. 2015.

Robert A.Weisman, Md, Kris S.Moe, Md, Lisa A. Orloff, Md. Ballenger’s

Otorhinolaryngology Head And Neck Surgery 16th Edition. 2003. Bc Decker:

Ontario. Hal. 1255-1292.

Sheahan P, Ganly I, Evans PHR, Patel SG. Tumors of the larynx. In: Montgomery

PQ, Evans PHR, Gullane PJ, editors. Principles and practice of head and neck

surgery and oncology. Florida: Informa health care;. 2009. p. 257-90.

Shah J, Patel SG, Singh B. Larynx and Trachea. In: Shah J, Patel SG, Singh B,

editors. Head and Neck Surgery and Oncology. Philadelphia: Elsevier Mosby.

2012. p. 811-992.

1. Grunewald M, Zenk J, Alibek S, Knickenberg I, Ketelsen D, Iro H, Bautz

W.A, Greess H, Clinical Radiology Section ENT Medicine. Diunduh dari

http://www.idr.med.uni-erlangen.de/TNT-Radiology tanggal 11 September

2011.

2. Nair J, Atri R, Kaur P, Kumar S, Kaushal V. Laryngeal Leiomyosarcoma: A

Case Report And Review Of Literature. Diunduh dari

http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_head_and_neck_surge

ry/volume_2_number_1_27/article_printable/

laryngeal_leiomyosarcoma_a_case_report_and_review_of_literature.html

3. Henrot P, Blum A, Toussaint B, Troufleau P, Stines J, Roland J. Dynamic

Maneuvers in Local Staging of Head and Neck Malignancies with Current

32