Download - Referat Asma Eksaserbasi Siska

Transcript
Page 1: Referat Asma Eksaserbasi Siska

REFERAT

ASMA EKSASERBASI

Disusun Oleh :

Fransiska Kartika

030.11.108

Pembimbing :

dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD BUDHI ASIH JAKARTA

PERIODE 25 JUNI – 2 AGUSTUS 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

0

Page 2: Referat Asma Eksaserbasi Siska

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap : Fransiska Kartika

NIM : 030.11.108

Universitas : Fakultas Kedokteran Trisakti

Judul referat : Asma Eksaserbasi

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RS. Budhi Asih

Pembimbing : dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P

Jakarta, Juni 2015

Pembimbing

Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P

1

Page 3: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas berkat-Nya

penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam

RS. Budhi Asih mengenai “Asma Eksaserbasi.”

Terimakasih kepada pembimbing, Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P yang telah

membimbing saya dalam banyak hal dalam menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit

Dalam khususnya di bidang Paru ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak

kendala yang dihadapi, namun dengan bantuan dan dorongan dari semua pihak kendala

tersebut perlahan dapat diatasi.

Semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca untuk memperluas pengetahuan

mengenai Asma Eksaserbasi. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan dari pembaca sekalian.

Jakarta, 24 Juni 2015

Fransiska Kartika

2

Page 4: Referat Asma Eksaserbasi Siska

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 5: Referat Asma Eksaserbasi Siska

BAB I

PENDAHULUAN

Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah atau sukar

bernafas. Asma adalah penyakit saluran nafas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Sekitar 300 juta orang

di seluruh dunia menderita asma. Hal ini merupakan masalah kesehatan global serius yang

mempengaruhi semua kelompok usia, dengan peningkatan prevalensi di banyak negara

berkembang.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat

menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas dapat menurun

akibat ketidakhadiran kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disabilitas, sehingga

menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup.

Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada

dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%.

World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia

menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai

180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai

300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila

tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan

prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.1

4

Page 6: Referat Asma Eksaserbasi Siska

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. a. Definisi

Asma eksaserbasi adalah episode akut asma dengan sesak yang memburuk secara

progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa kombinasi gejala-gejala

tersebut.2

Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus nafas yang dapat diukur secara

obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan indikator yang lebih dapat dipercaya

dibanding gejala. Penderita asma terkontrol dengan steroid inhaler , memiliki risiko yang

lebih kecil untuk eksaserbasi. Namun, penderita tersebut masih dapat mengalami eksaserbasi,

misalnya bila menderita infeksi virus saluran napas.

II. b. Etiologi

Asma eksaserbasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, kadang-kadang ada yang

disebut sebagai "pemicu" antara lain : alergen, infeksi virus, polusi dan obat.3

Penyebab eksaserbasi :

1. Infeksi virus saluran nafas

2. Mycoplasma pneumonia

3. Chlamydia pneumonia

4. Alergen

5. Iritan (SO2 , debu, kotoran, jelaga, asap)

6. Obat (aspirin)

7. Emosi

8. Tidak patuh pada pengobatan

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu4:

1. Ekstrinsik (alergik)

5

Page 7: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (contoh: antibiotik dan

aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu

predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik

seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik.

Gambar 1. Tipe asma.

6

Page 8: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan:

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat

alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan

faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk

bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam

tangan)

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim

kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi

nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium

hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu

libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

7

Page 9: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

II. c. Epidemiologi

Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal ini disebabkan terutama oleh

pengertian yang salah mengenai asma, pedoman dan pelaksanaan pengelolaan asma yang

tidak lengkap atau sistematis, serta sangat kurangnya data dan perencanaan lanjutan. Untuk

mengatasi hal tersebut perlu dilaksanakan strategi pengelolaan asma berdasarkan pedoman

pengelolaan yang lengkap dan sistematik. Kerjasama yang erat di antara para dokter dan

petugas medis lainnya dengan penderita asma sangatlah diperlukan untuk mencapai hasil

yang sebaik-baiknya. Dengan upaya ini diharapkan akan tercapai pengelolaan asma preventif

dan kuratif yang sesuai dengan perkembangan dan metoda pengelolaan asma yang mutakhir.

Dan akan tercapai pula penurunan angka morbiditas maupun mortalitas yang diakibatkan

oleh asma ataupun komplikasinya.

Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang

Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia,

prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5 % penduduk

Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar

(4,3%) dan Jakarta (7,5%). Di Palembang, pada tahun 1995 didapatkan prevalensi asma pada

siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997 sebesar 8,7% dan pada tahun 2005

dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi asma sebesar 9,2%. Penyakit

Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90% gejala timbul sebelum usia 5

tahun. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada

usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi lebih

tinggi daripada orang dewasa.5

II. d. Patogenesis

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh

serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak

semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap

8

Page 10: Referat Asma Eksaserbasi Siska

asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali

dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama

kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan

memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.6

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen

yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major

Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada

sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran

respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu

membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran

respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah

pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T,

makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang

banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel

dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap

alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi

yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat pada asma

timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari

sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T

pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator.

Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke

arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan

transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk

pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase

lambat semakin lama semakin kuat.

Pada remodelling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan

deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses

dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinasi antara kerusakan

sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase

(MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor

pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta

diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam

remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,

9

Page 11: Referat Asma Eksaserbasi Siska

kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan

meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan

jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada

dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal

tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.6

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar

submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara

keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran

respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori.

Remodelling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori

yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2

tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.6

Gambar 2. Patogenesis Asma

Sumber : Global Initiative for Asthma 2005

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi

bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.1

Tabel 1. Proses Terjadinya Asthma

Sumber : Departemen Kesehatan RI ;2009

10

GejalaFaktor Risiko

Hiperaktivitas

Bronkus

Obstruksi

Bronkus

Faktor Risiko Faktor Risiko

Inflamasi

Page 12: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus

vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks

bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan

membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.1

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan

asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel

inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet

Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini

menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.1

II. e. Patofisiologi Asma

Patofisiologi7

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh penyempitan bronkus yang

berulang namun reversibel. Keadaan ini terjadi pada orang yang terkena asma, disebabkan

oleh berbagai rangsangan, menandakan suatu hipereaktivitas bronkus.

Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari

spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan hipersekresi

mucus yang kental. Penyempitan saluran napas dan pengelupasan sel epitel siliaris bronkus

kronis yang dalam keadaan normal membantu membersihkan mucus dapat menghambat

mobilisasi sekresi lumen.

Orang yang menderita asma memiliki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai

angka aliran udara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini

tercermin dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu akan melakukan usaha

ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1). Karena banyaknya saluran udara yang menyempit

tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat, tidak terjadi aerasi paru dan terjadi

hilangnya ruang pernyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru.

Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus mengakibatkan suara mengi yang

terdengar jelas selama serangan asma, tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada masalah

saluran napas obstruktif. Pada asma simptomatik, napas lebih cepat dari normal (walaupun

hal ini cenderung menambah retensi aliran udara). Selain itu, kompensasinya adalah inspirasi

maksimal, yang mula-mula dicapai secara paksa untuk melebarkan jalan udara. Kemudian

11

Page 13: Referat Asma Eksaserbasi Siska

gambaran ini menetap karena pengosongan alveoli yang tidak sempurna, yang

mengakibatkan hiperinflasi toraks yang progresif.

Pada asma tanpa komplikasi batuk hanya mencolok sewaktu serangan mereda, dan

batuk membantu mengeluarkan secret yang terkumpul. Diantara serangan asma, pasien bebas

dari mengi dan gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi

tetap berlanjut. Namun pada asma kronik, serangan asma dapat menghilang, sehingga

mengakibatkan keadaan asma yang terus menerus sering disertai infeksi bakteri sekunder.

Secara fungsional, saluran napas penderita asma bertindak seakan-akan persarafan

beta-adrenergiknya (yang membantu saluran napas agar tetap paten) tidak kompeten, terdapat

sedikit hambatan pada reseptor beta-adrenergiknya. Pengaruh bronkokonstriktor yang

diketahui secara normal diperantarai oleh saraf parasimpatik (kolinergik) dan alfa adrenergic,

cenderung menonjol. Dalam praktik, kelabilan bronkus pada penderita asma dapart dipastikan

dengan memperlihatkan respons yang nyata berupa obstruktif saluran napas mereka terhadap

inhalasi histamine dan metakolin (zat dengan aktivitas yang menyerupai asetilkolin) dalam

konsentrasi yang sangat rendah. Mekanisme yang sama mungkin menimbulkan serangan

asma setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan kabut tebal, debu, iritan yang

mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit diketahui juga menjadi perantara penutupan saluran

napas akibat rangsangan psikis, akan tetapi, jarang sekali asma yang semata-mata disebabkan

oleh faktor emosional. Pada asma, jaras refleks yang menimbulkan bronkospasme disertai

pengempisan rongga dada yang kuat, diaktifkan oleh gerakan-gerakan seperti tertawa,

meniup balon, atau melakukan ekspirasi penuh untuk tes pernapasan.7

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

Sumber : ADAM ; 2007

12

Page 14: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Eksaserbasi

Faktor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi dan yang dapat

menyebabkan bronkokonstriksi adalah udara dingin, kabut, olahraga. Stimulus yang dapat

menyebabkan inflamasi saluran nafas seperti pemaparan alergen, virus saluran nafas.

Olahraga dan hiperventilasi pernafasan dengan keadaan udara dingin dan kering

menyebabkan bronkokonstriksi dan pelepasan sel lokal dan mediator inflamasi seperti

histamin, leukotrien yang dapat menstimulasi otot polos. Eksaserbasi asma dapat timbul

selama beberapa hari. Sebagian besar berhubungan dengan infeksi saluran nafas, yang paling

sering adalah common cold oleh rhinovirus yang dapat menginduksi respon inflamasi

intrapulmoner. Pada pasien asma, inflamasi terjadi dengan derajat obstruksi yang bervariasi

serta dapat memperberat hipereaktivitas bronkial. Respon inflamasi ini melibatkan aktivasi

dan masuknya eosinofil dan atau neutrofil yang dimediasi oleh pelepasan sitokin atau

kemokin T atau sel epitel bronkial. Selain itu, paparan alergen juga mencetuskan eksaserbasi

pada pasien asma.8

Abnormalitas gas darah

Asma hanya mempengaruhi proses pertukaran gas bila serangan berat. Berat

ringannya hpoksemia arteri, dapat menggambarkan beratnya obstruksi saluran nafas yang

terjadi secara tidak merata di seluruh paru. Hipokapnea yang ditemukan pada serangan asma

ringan sampai sedang, dapat dilihat dari usaha bernafas yang lebih. Peningkatan PCO2 arteri

mengindikasikan sedang terjadi obstruksi berat dan ini dapat menghambat pergerakan otot

pernafasan dan usaha bernafas ( keracunan CO2) sehingga dapat timbul gagal nafas dan

kematian.9

ASMA COPD

Airway Obstruction Variable Progressive deterioration of lung function

Post mortem Hyperinflation airway plugs (exudate + mucus) No emphysema

Excessive mucus(mucoid/purulent)Emphysema

Sputum Eosinophylia, Metachromatic cellsCreola bodies

Macrophage, Neutrophil(infective exacerbation)

Surface epithelium Fragility/Loss Fragility undetermined

Bronchiol mucous cells Mucous metaplasia is debated Metaplasia/hyperplasia

13

Page 15: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Reticular basementMembrane

Homogenously thickened and hyaline

Variable or normal

Congestion/oedema Present Variable/fibrotic

Bronchial smooth Musc. Enlarged mass (large airways) Enlarged (small airways)

Bronchial glands Enlarged mass (no change in mucin histochemistry)

Enlarged(increased acidic glycoprotein)

Cellular infiltrate Predominantly CD3, CD4, CD25 (IL-2R) positiveMarked eosinophylia

Predominantly CD3, CD8, CD68,

CD25, VLA-1 and HLA-DR positiveMild eosinophilia

Cytokines (ISH) IL-4+IL-5 gene expression(TH2 profile)

GM-CSF protein, IL-4 but not IL-5

Tabel 2. Perbedaan Asma dengan COPD

II. f. Diagnosis

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berkaitan dengan

cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, di tambah dengan

pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan

lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit/gejala :

- Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan

- Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

- Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari

- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

- Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

- Riwayat keluarga (atopi)

- Riwayat alergi / atopi

- Penyakit lain yang memberatkan

- Perkembangan penyakit dan pengobatan

-

Pemeriksaan jasmani

14

Page 16: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.

Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.

Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran

objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas, edema dan hipersekresi dapat

menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru

yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja

pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walupun

demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi

biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar biacara,takikardi, hiperniflasi

dan penggunan otot bantu napas.

Faal paru

Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai

asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi,

sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan

persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal

paru digunakan untuk menilai ;

- Obstruksi jalan napas

- Reversibiliti kelainan faal paru

- Variabiliti faal paru, sebagai peniliaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas

Parameter dan metode untuk menilai faal paru adalah pemeriksaan spirometri dan

arus puncak ekspirasi (APE).

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa

(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.

Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,

diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80%

nilai prediksi.

15

Page 17: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% atau 200ml secara spontan, atau setelah

inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral

10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.

Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.

Menilai derajat berat asma.

Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang

lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif murah,

mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan

kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah

digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di

rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan

ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE dalam diagnosis asma

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji

bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid

(inhalasi/ oral , 2 minggu).

Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian

selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang

atipikal atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui

menderita asma, pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia,

pneumothoraks, pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan.10

II. f. 1 Diagnosis Banding asma eksaserbasi11

1. Obstruksi jalan napas atas

2. Aspirasi benda asing

3. Sindroma disfungsi korda vokalis

4. Edema paru

16

Page 18: Referat Asma Eksaserbasi Siska

5. PPOK eksaserbasi akut

6. Reaksi Konversi hysterik

II. g. Faktor Resiko

Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor genetik

(a) Hiperreaktivitas

(b) Atopi/Alergi bronkus

(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

(d) Jenis Kelamin

(e) Ras/Etnik

2. Faktor lingkungan

(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)

(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,

susu sapi, telur)

(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)

(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

(f) Ekspresi emosi berlebih

(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas tertentu

(j) Perubahan cuaca

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:

Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu

(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.

Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.

Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam

rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap

rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering,

olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis,

dan gastroesofageal refluks).

17

Page 19: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3. Mekanisme terjadinya asma.

Sumber : Departemen Kesehatan RI ; 2009

Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang

terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada

kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih

merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR

merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel

yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen)

yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31.

Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

II. h. Klasifikasi

Menurut Global Initiative for Asthma, derajat berat asma dibagi menjadi: (Medical

Communications Resources, Inc ; 2006.)

1. Intermiten

18

Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Gejala Asma

Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan

Sensitisasi inflamasi

Page 20: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2

kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas

PEV atau FEV1<20%).

2. Persisten ringan

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat

mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80%

predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%).

3. Persisten sedang

Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala

nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1

60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau

FEV1>30%).

4. Persisten berat

Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi

(FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau

FEV1>30%).

Klasifikasi derajat asma eksaserbasi akut:

19

Page 21: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Tabel 4. Klasifikasi derajat asma eksaserbasi.6

II. i. Penatalaksanaan

Terapi utama untuk eksaserbasi adalah pemberian inhalasi β 2 agonist berulang,

glukokortikoid lebih awal dan oksigen.2

Sebelum memberi pengobatan diperlukan evaluasi awal ( assessment ). Evaluasi

keparahan penyakit diselesaikan dengan menilai kemampuan pasien mengucapkan kalimat,

tanda – tanda vital, PEFR dan pulse oxymetri.12

Tujuan terapi adalah menghilangkan obstruksi saluran nafas dan hipoksemi secepat

mungkin dan mencegah kekambuhan.13

Tujuan terapi adalah menghilangkan obstruksi saluran nafas dan hipoksemi secepat

mungkin dan kekambuhan. Yang paling penting dalam menentukan keberhasilan terapi

adalah monitoring kondisi pasien dan respons terapi dengan mengukur faal paru.2

Pasien yang beresiko tinggi kematian asma memerlukan perhatian lebih dan harus

mencari perawatan secepatnya di awal perjalanan eksaserbasi mereka. Antara lain :

20

Page 22: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Dengan riwayat asma yang fatal yang membutuhkan intubasi dan ventilasi

mekanik14

Yang memiliki rawat inap atau kunjungan perawatan darurat untuk asma dalam

satu tahun terakhir2

Yang sedang menggunakan atau baru saja berhenti menggunakan

glukokortikosteroid oral2

Yang saat ini tidak menggunakan glukokortikosteroid inhalasi2

Yang tergantungan lebih pada obat kerja cepat inhalasi B2 - agonist, mereka yang

menggunakan lebih dari satu salbutamol15

Dengan riwayat penyakit jiwa atau masalah psikososial, termasuk penggunaan

obat penenang2

Dengan riwayat ketidak patuhan dengan obat asma dan / atau rencana tindakan

asma tertulis.

21

Penilaian awalAnamnesa, pemeriksaan fisik ( auskultasi, pemakaian otot

tambahan, nadi, frekuensi, respirasi, VPE1 atau APE, saturasi oksigen, analisa gas darah dengan indikasi )

Penanganan awal- Terapi oksigen untuk mencapai saturasi O2 ≥ 90 %

- Inhalasi β2 agonist kerja cepat dengan nebulisasi secara kontinu selama 1 jam

- Kortikosteroid sistemik bila tidak segera berespon dengan terapi diatas, atau bila penderita sudah mendapat terapi

kortikosteroid oral atau serangan berat

Respon baik dalam 1-2 jam- Respon menetap

selama 60’- Sudah terapi terakhir- Pemeriksaan fisik

normal, APE > 70%- Tidak ada distress

Respon tidak baik dalam 1-2 jam

- Faktor resiko untuk asma hampir fatal

R. Perawatan Asma Akut- Inhalasi β2 agonist +/-- Inhalasi antikolinergik- Kortikosteroid sistemik- Oksigen- Pantau APE, saturasi O2, nadi

Respon buruk Dalam 1-2 jam

- Faktor resiko utk asma hampir fatal

- Pem fisik : asma berat, mengantuk

- APE < 30%- pCO2 > 45 mmHg,

pO2 < 60mmHg

Page 23: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Dipulangkan dgn kriteria- APE > 60% nilai prediksi- Dapat diatasi dgn terapi

oral/inhalasiTerapi dirumah- Lanjutkan β2 agonist

inhalasi- Pertimbangkan

kortikosteroid oral- Pertimbangkan inhaler

kombinasi- Pendidikan pasien :- Minum obat secara

benar- Tinjau ulang rencana

terapi- Tindak lanjut

pengobatan yang ketat

Tabel 5. Tatalaksana asma eksaserbasi berat.

Monitoring respon terhadap terapi :16

Evaluasi tanda – tanda dan APE, saturasi O2 atau analisa gas darah pada pasien dengan

kelelahan, distress berat, atau APE 30-50% dari prediksi.

Sesudah eksaserbasi diatasi, harus diindentifikasi faktor pencetus serangan untuk

rencana menghindarinya dan revisi terapi pasien.

Tujuan tatalaksana saat serangan

- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

- Mengurangi hipoksemia

- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Tatalaksana Medikamentosa

Tindak lanjut bila terjadi kegagalan terapi

a. Asidosis respiratorik

22

R. Perawatan ICU- Terapi oksigen- Inhalasi β2 agonist + antikolinergik- Kortikosteroid IV- Teofilin IV- Intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu

Evaluasi Lanjut

Respon buruk/respon tidak baik dalam 6-12 jam, masuk ICU

Perbaikan

Page 24: Referat Asma Eksaserbasi Siska

Ventilasi diperbaiki

Pemberian Na Bikarbonat

b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )

Pemberian O2 4- 6 L/m dengan ventilasi mask.

c. Gagal napas akut

Alat bantu napas ( ventilator mekanik )

syarat :

Apneu

Kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis .

respiratorik akut

Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik

akut

Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2

Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk:

a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendiri)

b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma

mandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

II. j. Komplikasi16

Emfisema, pneumotorak, gagal nafas, pneumonia

II. k. Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : ad malam

II. l. Pencegahan

23

Page 25: Referat Asma Eksaserbasi Siska

a. Menghindari alergen, bila perlu desensitisasi

b. Menghindari kelelahan fisik

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

e. Olahraga renang, senam asma

BAB III

KESIMPULAN

Eksaserbasi asma memerlukan suatu penanganan yang bersifat segera dan

pengawasan secara ketat untuk mengurangi timbulnya perburukan. Penderita dengan faktor

risiko asma fatal memerlukan pengawasan ketat. Penanganan eksaserbasi asma dimulai

dengan penentuan derajat beratnya serangan. Terapi utama pada eksaserbasi meliputi

pemberian oksigen, inhalasi β2 agonist kerja singkat, kortikosteroid, & oksigenasi. Pemberian

steroid sistemik setelah eksaserbasi merupakan hal penting. Edukasi kepada pasien tentang

menghindari allergen dan apa yang harus dilakukan apabila terjadi serangan adalah hal yang

penting untuk dilakukan. Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma

tidak menjadi berat dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.

24

Page 26: Referat Asma Eksaserbasi Siska

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

2. Global Initiative for Asthma. 2009. Global strategy for asthma management and

prevention. Available at: www.ginasthma.org

3. Boushey HA et all. 2005. Asthma. In : Textbook of respiratory disease. Eds:

Murray JF and Nadel JA.Philadelphia, WB Saunders Comp.4rd :1247-1289.

4. Overview of asthma http://www.internationaldrugmart.com/health-articles/asthma-

overview.html

5. Sundaru H. Asma. Apa dan Bagaimana Pengobatannya. Balai Penerbit Edisi IV

Cetakan kedua FKUI, 2007.

6. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia.2004.

25

Page 27: Referat Asma Eksaserbasi Siska

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi; Konsep klinis proses proses penyakit volume

1. 6th ed. 2006. Jakarta; EGC. p.177.

8. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global

Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

9. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global

Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

10. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo

1988;8:30-5.

11. Hodder R, Lougheed D. Management of acute asthma in adults in the emergency

department : nonventilatory management. In Canadian Medical Association

Journal, 2010.

12. Cairns CS. 2006. Acute asthma exacerbation : Phenotypes and management. Clin

in Chest Med.27 : 99-108.

13. Wibisono M. Jusuf dkk. 2010. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT PARU 2010.

Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

14. Turner MO, Noertjojo K, Vedal S, Bai T, Crump S, Fitz Gerald JM. Risk factors

for near – fatal asthma. A case – control study in hospitalized patients with asthma

in relation to inhaled corticosteroid use. JAMA 1992;268 (24): 3462-4.

15. Suissa S, Blais L, Ernst P. Patterns of increasing beta-agonist use and the risk of

fatal or near – fatal asthma. Eur Respir J 1994;7 (9) : 1602-9.

16. Dahlan Zulkarnain, dkk. 2012. Kompendium TATALAKSANA PENYAKIT

RESPIRASI & KRITIS PARU. Jakarta : Perhimpunan Respirologi Indonesia.

26