Download - RAHMADI - UNJA

Transcript
Page 1: RAHMADI - UNJA

INFILTRASI TANAH KEBUN PERCOBAAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI DI DESA MENDALO DARAT

KECAMATAN JAMBI LUAR KOTA

KABUPATEN MUARO JAMBI

ARTIKEL ILMIAH

RAHMADI

POGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

Page 2: RAHMADI - UNJA

HALAMAN PENGESAHAN

Artikel ilmiah dengan judul “Infiltrasi Tanah Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Jambi di Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten

Muaro Jambi” disusun oleh RAHMADI, NIM D1A013041.

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Henny H., M.Si. Ir. Refliaty., M.S.

NIP. 19621009 198803 2 003 NIP. 19580202 198603 2 004

Mengetahui:

Ketua Jurusan Agroekoteknologi,

Dr. Sunarti, S.P., M.P.

NIP. 19731227 199903 2 003

Page 3: RAHMADI - UNJA

1

INFILTRASI TANAH KEBUN PERCOBAAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI DI DESA MENDALO DARAT

KECAMATAN JAMBI LUAR KOTA KABUPATEN MUARO JAMBI

Rahmadi1, Henny H

2, Refliaty

3

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2018

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui infiltrasi dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Jambi di Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota,

Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian menggunakan Metode Survei (peta kerja

skala 1:3.500) dengan luas areal survei 11,32 ha (kemiringan lereng 0-3dan 3-8

persen). Titik pengamatan dan pengambilan contoh tanah secara purposive

random sampling pada setiap satuan lahan homogen. Pengukuran laju infiltrasi

dengan Double Ring Infiltrometer dan pendugaan kapasitas infiltrasi dengan

Metode Horton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi di areal

penelitian-praktikum tergolong sedang (50,03-56,62 cm/jam) pada kemiringan

lereng 0-3 persen dan agak cepat (67,21-80,61 cm/jam) pada kemiringan lereng 3-

8 persen dengan kapasitas infiltrasi 50,03-80,61 cm/jam; sedangkan di lahan

semak-belukar tergolong cepat (134,72-158,32 cm/jam) dengan kapasitas 134,72-

158,32 cm/jam disebabkan oleh C-organik, TRP dan pori makro tanah di areal-

penelitian lebih rendah dibandingkan dengan di lahan semak-belukar

Kata kunci: laju dan kapasitas infiltrasi, areal penelitian-praktikum, lahan semak-

belukar

PENDAHULUAN Tanah sebagai sumberdaya alam

utama di dalam pertanian bukan

hanya sebagai media tumbuh

tanaman, tetapi juga berfungsi

sebagai pengatur tata air wilayah

setempat atau fungsi hidro-orologi.

Air hujan yang tidak terserap oleh

tanah akan tertampung sementara

pada cekungan-cekungan tanah,

kemudian mengalir di permukaan

tanah ke tempat yang lebih rendah

sebagai surface runoff dan sebagian

mengalami evaporasi (Hardjowigeno,

2010; Asdak, 2002).

Ketersediaan air di dalam tanah

baik untuk kebutuhan tanaman

maupun groundwater sangat terkait

dengan laju dan kapasitas infiltrasi

yang tergantung pada banyak faktor

yaitu karakteristik dan sifat tanah,

penggunaan lahan dan iklim (curah

hujan, temperatur dan kelembaban

udara) (Arsyad, 2010; Asdak, 2002;

Hidayat, 2002).

Laju infiltrasi merupakan

banyaknya air yang meresap melalui

permukaan tanah per satuan waktu;

sedangkan kapasitas infiltrasi adalah

kemampuan tanah untuk menyerap air

per satuan waktu (Mawardi, 2016;

Arsyad, 2010; Juri dan Horton,

2004; Troe et al., 2004; Asdak, 2002;

Hidayat, 2002).

Kebun percobaan merupakan

suatu penggunaan lahan yang

membutuhkan air dalam berbagai

aktivitas di dalamnya terutama

sebagai areal penelitian oleh dosen

Page 4: RAHMADI - UNJA

2

dan mahasiswa serta areal untuk

pelaksanaan praktikum berbagai mata

kuliah, termasuk di Kebun Percobaan

di Fakultas Pertanian Universitas

Jambi di areal kampus Universitas

Jambi (UNJA), Desa Mendalo Darat,

Kecamatan Jambi Luar Kota,

Kabupaten Muaro Jambi. Namun

tidak jarang kegiatan penelitian dan

praktikum di kebun percobaan

tersebut terkendala oleh tidak ada

atau kurangnya ketersediaan air pada

saat dibutuhkan dan dalam jumlah

sesuai kebutuhannya terutama di

musim kemarau.

Penelitian bertujuan untuk

mempelajari dan mengetahui laju dan

kapasitas infiltrasi serta faktor-faktor

yang mempengaruhinya di Kebun

Percobaan Fakultas Pertanian UNJA,

Desa Mendalo Darat, Kecamatan

Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro

Jambi.

MET0DE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan bulan Mei-

Juli 2017 di Kebun Percobaan

Fakultas Pertanian UNJA, Desa

Mendalo Darat, Kecamatan Jambi

Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

(Gambar 1). Penelitian menggunakan

Metode Survei dengan peta kerja

skala 1:3500 dan luas areal survei

11,32 ha yang terdiri atas areal

penelitian-praktikum dan lahan

semak-belukar dengan kemiringan

lereng 0-3 dan 3-8 persen. Titik

pengamatan dan pengambilan tanah

secara purposive random sampling

pada setiap satuan lahan homogen

(SLH).

Pengukuran laju infiltrasi dengan

Double Ring Infiltrometer dan

kapasitas infiltrasi diduga dengan

Persamaan Horton. Contoh tanah

untuk penetapan tekstur, struktur, BV,

TRP dan C-organik tanah diambil

pada empat lapisan penampang tanah.

Pori makro tanah diduga dari

penetapan kadar air tanah setelah

hujan hingga 8 hari tidak turun hujan

(KAL) dengan tanah kedalaman 0-20

dan 20-40 cm. Data infiltrasi, C-

organik serta sifat fisika tanah

dikelompokkan berdasarkan kriteria

yang tersedia dari literatur, dianalisis

secara deskriptif.

Peta Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, UNJA, Desa Mendalo Darat,

Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

Page 5: RAHMADI - UNJA

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur tanah di Kebun

Percobaan Fakultas Pertanian UNJA,

Desa Mendalo Darat baik pada areal

penelitian-praktikum maupun lahan

semak-belukar sebagian besar agak

kasar (berpasir) dengan sebaran

fraksi pasir menurun dan fraksi liat

meningkat dengan meningkatnya

kedalaman tanah (Tabel 1). Tanah

bertekstur pasir dapat menunjukkan

bahwa bahan induk tanah tersebut

mempunyai kandungan pasir yang

tinggi, karena sifat-sifat dari bahan

induk dapat masih tetap terlihat pada

tanah yang terbentuk (Hardjowigeno,

2010; Prasteyo dan Suriadikarta

2006). Penggunaan lahan dan

pengelolaannya tidak mempengaruhi

tekstur tanah, karena tekstur tanah

merupakan salah satu sifat fisika

tanah yang relatif tidak berubah

(bersifat inherent). Perubahan

tekstur tanah membutuhkan waktu

lama dan tidak terpengaruh oleh

pengelolaan tanah (Islami dan Weil

2000).

Tabel 1. Sebaran fraksi dan kelas tekstur tanah Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNJA, Desa

Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

SLH Penggunaan

lahan

KL

(%)

Lapisan

(cm)

Sebaran fraksi (%) Kelas tekstur

Pasir Debu Liat

SLH-1

Areal

penelitian-

praktikum

2

1 (0-16) 72 24 4 lempung berpasir (ak)

II (16-37) 58 27 15 lempung berpasir (ak)

III (36-54) 59 15 26 lempung liat berpasir (ah)

IV (54-79) 60 8 32 lempung liat berpasir (ah)

Areal

penelitian- praktikum

3

I (0-12) 57 17 26 lempung liat berpasir (ah)

II (12-29) 54 16 30 lempung liat berpasir (ah)

III (29-56) 49 16 35 liat berpasir (ah)

IV (56-89) 43 21 36 lempung berliat (h)

SLH-

2

Areal

penelitian- praktikum

5

I (0-17) 53 23 24 lempung berpasir (ak)

II (17-39) 75 4 21 lempung liat berpasir (ah)

III (39-65) 73 6 21 lempung liat berpasir (ah)

IV (65-81) 72 7 21 lempung liat berpasir (ah)

Areal

penelitian- praktikum

6

I (0-23) 66 17 17 lempung berpasir (ak)

II (23-41) 60 10 30 lempung liat berpasir (ah)

III (41-58) 60 7 33 lempung liat berpasir (ah)

IV (58-89) 43 30 27 lempung berliat (ah)

SLH-3

Lahan semak-

belukar

3

I (0-17) 58 21 21 lempung liat berpasir (ah)

II (17-43) 50 14 36 liat berpasir (ah)

III (43-76) 54 8 38 liat berpasir (ah)

IV (76-94) 52 7 41 liat berpasir (ah)

SLH-

4

Lahan semak-

belukar

5

I (0-18) 64 21 15 lempung berpasir (ak)

II (18-34) 56 11 33 lempung liat berpasir (ah)

III (34-57) 55 6 39 liat berpasir (h)

IV (57-83) 53 4 43 liat berpasir (h)

Lahan

semak-

belukar

5

I (0-17) 64 23 13 lempung berpasir (ak)

II (17-32) 63 22 15 lempung (s)

III (32-57) 56 14 30 lempung liat berpasir (h)

IV (57-89) 51 10 39 liat berpasir (h)

Lahan semak-

belukar

6

I (0-17) 61 21 18 lempung berpasir (ak)

II (17-34) 56 21 23 lempung liat berpasir (ah)

III (34-56) 52 20 28 lempung liat berpasir (ah)

IV (56-84) 40 30 30 lempung berliat (ah) Keterangan : KL= kemiringan lereng, (k) = kasar, (ak) = agak kasar, (ah) = agak halus, (h) = halus

Page 6: RAHMADI - UNJA

4

C-organik dan sifat fisika tanah Kandungan C-organik tanah di

Kebun Percobaan Fakultas Pertanian,

UNJA tergolong sedang hingga

sangat rendah pada lapisan atas dan

makin rendah ke lapisan bawah

(kecuali pada lapisan atas lahan

semak-belukar dengan kemiringan

lereng 5 %) (Tabel 2). Hal ini

disebabkan oleh tekstur tanah

tersebut didominasi ole fraksi pasir,

sehingga tata air dan udara tanah

cukup baik dan akibatnya proses

dekomposisi bahan organik di dalam

tanah lebih cepat dan didukung oleh

suhu udara yang cukup tinggi

(daerah tropis) (Soepardi, 1983).

Bahan organik tanah berupa jaringan

asli tumbuhan dan tanaman serta

hewan yang utuh hingga campuran

bahan yang melapuk (Hanafiah 2013;

Hardjowigeno, 2010; Bot dan

Benites, 2005; Atmojo, 2003;

Soepardi, 1983). Oleh karena itu

kandungan C-organik tanah lebih

tinggi pada lapisan atas dibandingkan

lapisan bawah. Tanah lapis atas

mendapatkan penambahan bahan

organik lebih banyak dari hasil

proses pelapukan sisa-sisa tumbuhan

dan tanaman (daun, ranting-ranting,

buah) yang di permukaaan tanah dan

membentuk serasah, perakaran dan

biota tanah serta pupuk organik yang

diberikan lebih banyak pada lapisan

atas (Utomo et al, 2016; Hanafiah

2013; Sutanto, 2005)

Tabel 2. Kandungan C-organik, struktur, BV, dan (TRP) Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

UNJA, Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

SLH Pengguna-

an lahan KL

(%) Lapisan

(cm)

COT

(%)

Bentuk-ukuran,

perkembangan struktur

BV

(g/cm3)

TRP

(%)

SLH-1

Areal

penelitian- praktikum

2

1 (0-16) 1,89 (r) granuler-halus, cukup 1,36 (s) 48,53 (r)

II (16-37) 1,17 (r) granuler-halus, cukup 1,40 (s) 47,02 (r)

III (36-54) 0,9 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,54 (t) 41,78 (r) IV (54-79) 0,73 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,58 (t) 40,39 (r)

Areal

penelitian-

praktikum

3

I (0-12) 2,22 (s) granuler-halus, cukup 1,30 (s) 50,80 (r) II (12-29) 1,38 (r) granuler-halus, cukup 1,49 (t) 43,7 (r)

III (29-56) 0,86 (r) gumpal-sedang, kuat 1,49 (t) 43,63 (r)

IV (56-89) 0,68 (r) gumpal-sedang, kuat 1,48 (t) 44,09 (r)

SLH

-2

Areal

penelitian-praktikum

5

I (0-17) 0,83 (sr) granuler-halus, cukup 1,37 (s) 48,36 (r)

II (17-39) 0,77 (sr) granuler-halus, cukup 1,44 (s) 45,84 (r) III (39-65) 0,68 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,54 (t) 41,00 (r)

IV (65-81) 0,45 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,61 (t) 39,31 (r)

Areal

penelitian-

praktikum

6

I (0-23) 1,63 (r) granuler-halus, cukup 1,47 (t) 44,40 (r)

II (23-41) 0,9 (sr) granuler-halus, cukup 1,56 (t) 41,09 (r)

III (41-58) 0,92 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,62 (t) 38,65 (r)

IV (58-89) 0,95 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,65 (t) 37,92 (r)

SLH-3

Lahan semak-

belukar

3

I (0-17) 1,92 (r) granuler-halus, cukup 1,06 (s) 60,27 (r)

II (17-43) 0,76 (sr) granuler-sedang, kuat 1,19 (s) 51,06 (r) III (43-76) 0,81 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,31 (s) 50,62 (r)

IV (76-94) 0,72 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,36 (s) 48,64 (r)

SLH- 4

Lahan

semak-

belukar

5

I (0-18) 2,48 (s) granuler-halus, cukup 1,12 (s) 56,39 (r)

II (18-34) 1,14 (r) granuler-halus, cukup 1,34 (s) 48,76 (r)

III (34-57) 0,98 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,51 (t) 42,41 (r)

IV (57-83) 0,64 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,58 (t) 39,83 (r)

Lahan semak-

belukar

5

I (0-17) 3,17 (t) granuler-halus, cukup 1,17 (s) 55,66 (r)

II (17-32) 2,49 (s) granuler-halus, cukup 1,39 (s) 45,22 (r) III (32-57) 1,05 (r) gumpal-sedang, kuat 1,38 (s) 44,26 (r)

IV (57-89) 0,7 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,58 (t) 42,23 (r)

Lahan

semak-

belukar

6

I (0-17) 2,7 (s) granuler-halus, cukup 1,17 (s) 54,22 (r)

II (17-34) 2,21 (s) granuler-halus, cukup 1,25 (s) 52,98 (r)

III (34-56) 1,97(r) gumpal-sedang, kuat 1,32 (s) 50,08 (r) IV (56-84) 0,94 (sr) gumpal-sedang, kuat 1,40 (s) 47,14 (r)

Page 7: RAHMADI - UNJA

5

Struktur tanah baik di areal-

penelitian maupun lahan semak-

belukar granular-halus dengan tingkat

perkembangan cukup pada dua

lapisan teratas dan gumpal-sedang

dengan tingkat perkembangan kuat

pada lapisan di bawahnya (kecuali

pada lahan semak-belukar kemiringan

lereng 3 % yang berstruktur granuler-

halus dengan tingkat perkembangan

kuat) (Tabel 2). Hal ini disebabkan

oleh teksur tanah berasir da

kandungan bahan organik tanah

sedang hingga sangat rendah.

Pembentukan struktur tanah

dipengaruhi tekstur, bahan organik

dan jenis kation yang teradsorpsi.

Bahan organik tanah akan mengikat

bahan mineral melalui proses fisika

dan kimia. Fraksi liat juga berperan

dalam pembentukan struktur tanah,

karena liat bermuatan negatif dan

saling berikatan (Cornel University,

2016; Utomo et al., 2016; Arsyad,

2013; Sutanto, 2005; USDA, 2008).

Tanah di areal penelitian-

praktikum mempuyai bobot volume

(BV) lebih tinggi dan TRP lebih

rendah dibandingkan dengan di lahan

semak belukar (Tabel 2). Hal ini

disebabkan tanah di areal penelitian-

praktikum dilakukan pengolahan

tanah dan diduga tidak diikuti oleh

pemberian bahan organik yang cukup

sehingga tanah mengalami proses

pemadatan. Makin padat tanah,

makin tinggi BV. Kondisi ini akan

mengurangi kemampuan tanah

menyerap atau melewatkan air

(Hardjowigeno, 2010; Kurnia et al.,

2004). Tanah di lahan semak-belukar

mempunyai C-organik lebih tinggi

dengan perakaran dari vegetasi dan

serasah lebih banyak dibandingkan

areal penelitian-praktikum sehingga

tanah lebih poros. Porositas (TRP)

tanah tergantung pada BV, tekstur,

struktur dan kandungan bahan

organik tanah. Tanah dengan

kandungan bahan organik tinggi

mempunyai BV lebih rendah dan

TRP lebih tinggi (Arsyad,2010;

Hardjowigeno, 2010; Sutedjo dan

Kartasapoetra 2010).

Bobot volume (BV) tanah

tergolong sedang (1,06-1,44 g/cm3)

pada dua lapisan teratas (kecuali pada

areal-praktikum kemiringan lereng 6

%); sedangkan di lapisan bawahnya

pada areal penelitian-praktikum

tergolong tinggi (1,48-1,65 g/cm3) di

lahan semak-belukar tergolong

sedang (1,31-1,40 g/cm3) (kecuali

pada kemiringan lereng 5 %). Namun

TRP tanah tergolong rendah baik di

areal penelitian-praktikun maupun

semak belukar pada lapisan atas

maupun lapisan bawah (Tabel 2). Hal

ini disebabkan oleh tekstur tanah yang

didominasi oleh fraksi pasir dan

kandungan bahan organik tanah

(ditunjukkan oleh kandungan C-

organik tanah) tergolong rendah

hingga sangat rendah (Soepardi,

1983; Hardjowigeno, 2010).

Kadar air tanah lapangan setelah

kejadian hujan

Kadar air tanah lapangan

(KAL) setelah kejadian hujan hingga

1-8 hari tidak turun hujan lebih besar

pada areal penelitian-praktikum

dibandingkan dengan kadar air tanah

di semak-belukar (Gambar 1, Gambar

2). Hal ini diduga karena air di dalam

pori-pori tanah pada lahan semak-

belukar (setelah hujan) lebih cepat

atau lebih banyak keluar atau hilang

dari daerah perakaran (0-40 cm)

dibandingkan dengan di areal

penelitian-praktikum. Air di dalam

tanah yang cepat keluar atau hilang

dari daerah perakaran adalah air yang

ada di dalam pori-pori berukuran

lebih besar, akibat gaya gravitasi dan

evaporasi. Kondisi ini menunjukkan

Page 8: RAHMADI - UNJA

6

bahwa tanah di lahan semak-belukar

mempunyai pori-pri makro lebih

banyak dan pori meso dan mikro

lebih sedikit dibandingkan dengan

tanah di areal penelitian-praktikum.

Hal ini didukung oleh tanah di lahan

semak belukar mempunyai C-organik

lebih tinggi dan BV lebih rendah

(Tabel..). Pori-pori tanah berukuran

besar (pori makro) yang berdiameter

>28,8 mikron disebut pori drainase

cepat yang berarti air di dalam pori-

pori tersebut cepat keluar, sedangkan

pori-pori yang berukuran lebih kecil

(8,6-28,8 mikron) disebut pori

drainase lambat. Pori drainase cepat

disebut juga pori aerase jika air di

dalam pori tersebut sudah digantikan

oleh udara karena air sudah keluar

akibat gaya gravitasi ( Arsyad, 2010;

Sudirman et al., 2006; Asak, 2002).

Gambar 2. Kadar air tanah lapangan1-3 hari setelah kejadaian hujan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

UNJA, Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

Gambar 3. Kadar air tanah lapang 1-8 hari setelah kejadian hujan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

UNJA, Desa Mendalo Darat,Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

Page 9: RAHMADI - UNJA

7

Laju dan kapasitas infiltrasi tanah

Laju infiltrasi di areal penelitian-

praktikum terogolong sedang (50,03-

56,62 cm/jam) pada kemiringan lereng

0-3 persen, dan agak cepat (67,21-

80,61 cm/jam) pada kemiringan lereng

3-8 persen dengan kapasitas infiltrasi

4,15-6,30 cm/jam; sedangkan di lahan

semak-belukar tergolong cepat

(134,72-158,32 cm/jam) dengan

kapasitas infiltrasi 10,53-11,29 cm/jam

baik pada kemiringan lereng 0-3

persen maupun 3-8 persen (Tabel 3,

Gabar 4, Gambar 5). Kapasitas dan

laju infiltrasi pada areal penelitian-

praktikum lebih rendah pada lahan

dengan kemiringan 5 dan 6 persen

dibandingkan dengan lahan dengan

kemiringan lereng 2 dan 3 persen;

sedangkan pada lahan semak-belukar

relatif sama (Tabel 4, Gambar 3,

Gambar 4). Hal ini menunjukkan

bahwa laju dan kapasitas infiltrasi

lebih lambat di areal penelitian-

praktikum dibandingkan dengan di

lahan semak-belukar; dan pada areal

penelitian-praktikum lebih lambat

dengan lebih tingginya kemiringan

lereng.

Gambar 8 dan Gambar 9

menunjukkan bahwa laju infiltrasi

awal (f0) tanah baik di areal penelitian-

praktikum maupun di lahan semak-

belukar lebih tinggi dan makin

berkurang atau makin rendah dengan

bertambahnya waktu dan mencapai

konstan (fc) pada waktu 72 menit

hingga 97 menit (t).

Hal ini terutama disebabkan

kandungan air tanah makin tinggi

dengan masuknya air ke dalam tanah

sehingga mengisi ruang pori tanah dan

mencapai konstan saat semua pori

tanah terisi air (tanah jenuh air).

Tabel 4. Laju dan kapasitas infiltrasi di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNJA, Desa

Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi

SLH Pengguna-

an lahan

KL

(%)

KAT

(%)1)

Laju infiltrasi

(cm/jam)2)

Kapasitas infiltrasi

(cm/jam)3)

Persamaan

infiltrasi Horton4)

SLH-

1

Areal

penelitian-

praktikum

2 29,71

29,89 67,21 (ac) 6,30

f = 81,4 + 362,6 e-0,95k f = 72 + 330 e-1.01k f = 88,5 + 319,5 e-1,18k

3 31,03

26,44 80,61 (ac) 5,38

f = 63 + 333 e-1,2k f = 70,5 + 345 e-1,26k f = 68,2 + 267 e-1,33k

SLH-

2

Areal

penelitian-praktikum

5 27,92

26,98 50,03 (s) 5,46

f = 45,7 + 338,4 e-1,12k f = 51 + 321 e-1,21k f = 53,2 + 228,8 e-1,19k

6 27,05 26,21

56,62 (s) 4,15

f = 58,5 + 187,5 e- 1.18k f = 50,5 + 189 e-1.18k f = 60,5 + 215,5 e-1,23k

SLH-

3

Semak-

belukar 3

23,91

20,44 135,72 (c) 11,47

f = 144 + 486 e-1,35k f = 118 + 554 e-1,13 f = 118 + 518 e-1,21

SLH-

4 Semak-

belukar

5 21,43 20,44

158,32 (c) 10,53

f = 128,2 + 507,8 e-1,43k f = 144,5 + 536,5 e-1,35k f = 122,8 + 623,5 e-1,46k

5

25,96

23,36

136,83 (c) 10,74

f = 135,5 + 704,5 e-143k f = 144,5 + 563,5 e-1,35k f = 120,7 + 671,3 e-1,41k

6 23,46 22,72

139,01 (c) 11,29

f = 136,3 + 615,7 e-1,61k f = 143,2 + 652,8 e-1,45k f = 136,5 +625,5 e-1,38

Keterangan: 1) rata-rata hasil dari 3 ulangan; 2) persamaan infiltrasi masing-masing ulangan

ac = agak cepat s = sedang, c = cepat; KL = kemiringan lereng

KAT=kadar air saat pengukuran infiltrasi (kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm)

Page 10: RAHMADI - UNJA

8

Gambar 3. Kurva laju infitrasi tanah di areal penelitian-praktikum di Kebun Percobaan Fakultas

Pertanian UNJA, Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten

Muaro Jambi

Gambar 4. Kurva laju infitrasi tanah di areal semak-belukar di Kebun Percobaan Fakultas

Pertanian UNJA, Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten

Muaro Jambi.

Pada saat tanah kering, maka laju

infiltrasi cenderung tinggi; setelah

tanah menjadi jenuh air, maka laju

infiltrasi akan menurun (Arsyad,

2010). Kemudian kadar air tanah saat

pengukuran infiltrasi lebih rendah

pada tanah di lahan semak-belukar

dibandingkan dengan areal penelitian-

praktikum, sehingga waktu mencapai

infiltrasi konstan lebih lama pada

tanah di lahan semak-belukar

dibandingkan dengan tanah di areal

penelitian-praktiku (Tabel 3). Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan

lahan menentukan laju dan kapasitas

infiltrasi. Lebih cepatnya laju dan

kapasitas infiltrasi tanah di lahan

semak-belukar dibandingkan areal

penelitian-praktikum disebabkan oleh

kandungan bahan organik lebih tinggi

dan sifat fisika tanah lainnya (BV,

TRP, kadar air tanah) lebih baik pada

lahan semak-belukar dibandingkan

dengan di areal penelitian-praktikum

(Tabel 2)

Page 11: RAHMADI - UNJA

9

Laju infiltrasi tanah pada areal

penelitian-praktikum lebih cepat

konstan dibandingkan pada areal

semak-belukar. Hal ini disebabkan

tanah pada areal penelitian-praktikum

tanah lebih padat karena aktivitas

pengolahan tanah yang sering

dilakukan untuk kegiatan penelitian

maupun praktikum dengan pemberian

pupuk yang belum optimal.

Kandungan bahan organik tanah pada

semak belukar sedikit lebih banyak

dibandingkan areal penelitian-

praktikum. Pemadatan tanah juga

dapat disebabkan oleh makin

berkurangnya bahan organik tanah

akibat proses dekomposisi bahan

organik berjalan lebih baik pada tanah

yang terbuka dengan aerase yang

baik. Penurunan bahan organik tanah

menyebabkan pemadatan tanah dan

penurunan kemampuan tanah

menyerap air atau infiltrasi akibat

berkurangnya pori berukuran besar.

Laju infiltrasi pada lahan semak-

belukar lebih cepat dibandingkan

dengan laju infiltrasi tanah di areal

penelitian-praktikum. Hal ini karena

tanah di lahan semak-belukar

mempunyai kemampuan lebih tinggi

dalam melewatkan air yang

ditunjukkan oleh kapasitas infiltrasi

tanah lebih tinggi dibandingkan

dengan tanah di areal penelitian-

praktikum. Hal ini disebabkan tanah

di lahan semak-belukar mempunyai

sifat fisika (struktur, BV, TRP)

sedikit lebih baik dan kandungan

bahan organik sedikit lebih tinggi

sehingga TRP tanah lebih besar dan

tanah lebih poros dibandingkan tanah

di areal penelitian-praktikum. Proses

infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur dan

struktur tanah, kadar air tanah awal,

kegiatan biologi, jenis dan kedalaman

serasah, serta kemapuan tanah untuk

mengosongkan air di atas permukaan

tanah (Arsyad, 2010; Asdak, 2003).

KESIMPULAN DAN SARAN

Laju infiltrasi di areal penelitian-

praktikum terogolong sedang (50,03-

56,62 cm/jam) pada kemiringan

lereng 0-3 persen, dan agak cepat

(67,21-80,61 cm/jam) pada

kemiringan lereng 3-8 persen dengan

kapasitas infiltrasi 4,15-6,30 cm/jam;

sedangkan di lahan semak-belukar

tergolong cepat (134,72-158,32

cm/jam) dengan kapasitas infiltrasi

10,53-11,29 cm/jam baik pada

kemiringan lereng 0-3 persen maupun

3-8 persen. Tanah di areal penelitian-

praktikum dan lahan semak-belukar

bertekstur lempung berpasir hingga

liat berpasir dengan struktur granuler

halus hingga gumpal sedang dengan

tingkat perkembangan cukup hingga

kuat dan TRP tergolong rendah

(37,92-60,27 %); namun C-organik

tergolong rendah hingga sangat

rendah (2,22-0,45 %), BV tergolong

sedang hingga tinggi (1,30-1,65

g/cm3) dan TRP tergolong rendah

pada areal penelitian-praktikum,

sedangkan pada lahan semak-belukar

C-organik tergolong tinggi hingga

sangat rendah (3,17-0,64 %), BV

tergolong sedang hingga tinggi (1,06-

1,58 g/cm3) dan TRP tergolong

rendah. Hasil penelitian dapat

sebagai tambahan informasi untuk

perencanaan penggunaan lahan serta

konservasi tanah dan air pada lahan

lain di Kecamatan Jambi Luar Kota

atau Kabupaten Muara Jambi dengan

tanah yang karakteristik dan sifatnya

seperti tanah di kebun percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah

dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Page 12: RAHMADI - UNJA

10

Banuwa, IS. 2013. Erosi. Kencana

Media Prenada Group. Jakarta.

Bot and J Benites. 2005. The

Important of Soil Organic Matter.

Key to drought-resistant soil and

sustined food production. FAO

SOIL BULLETIN 80. FAO.

Rome.

Geohring LD, D Gates, SW Duiker

and S Bossard. 2016. Training

Manual. Northeast Region

Certified Crop Adviser (NRCCA).

Soil And Water Manegement.

Cornell University, Page: 90

nrcca.cals.cornell (14 April 2017 ).

Hanafiah KA. 2013. Dasar-dasar

Ilmu tanah. Rajawali Press.

Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah.

Akademika Pressindo. Jakarta.

Hidayat, Y. 2002. Penetapan

Infiltrasi. Laboratorium Fisika dan

Konservasi Tanah Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian Institut

Pertanian Bogor. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Islam KR and RR Weil. 2000. Soil

Quality Indicator Propeties In Mid-

Atlantic Soil As Influenced By

Conservation Management.

Journal of Soil and Water

Conservation 55 (1): 69-98

Jury, WA, dan Horton, R. 2004. Soil

Physics Sixth Ed. John Wiley &

Son, Inc. United States of

America

Mawardi, M. 2016. Irigasi Asas dan

Praktek. Bursa Ilmu. Yogyakarta.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri

Tanah. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu

Tanah Konsep dan Kenyataan.

Kanisius. Yogyakarta.

Troeh, FR, Hobbs JA, Donahue RL.

2004. Soil and Water Conservation

forProductivity and Environmental

Protection. Ed ke-4. New Jersey:

PrenticeHall. Pearson Education,

Inc., Upper Saddle River.

USDA. 2008. Soil Quality

Indicators: Selecting Dynamic

Soil Properties to Asses Soil

Function. USDA Natural

Resources Conservation Service.

Greensboro. NC. Diunduh dari

http://www. Nrcs.usda.gov

(diakses tanggal 18 April 2017).

Utomo M, Sudarsono, B Rusman, T

Sabrina, J Lumbanraja dan

Wawan. 2016. Ilmu Tanah Dasar-

dasar dan Pengelolaannya. Edisi

Pertama. Prenadamedia Group.

Jakarta.