Pusat Penelitian Tanah (1990) mengemukakan bahwa tanah
gambut atau Organosol adalah tanah yang mempunyai lapisan atau
horison H, setebal 50 cm atau lebih atau dapat 60 cm atau lebih
bila terdiri dari bahan Sphagnum atau lumut, atau jika berat isinya
kurang dari 0,1 g cm-3. Ketebalan horison H dapat kurang dari 50
cm bila terletak diatas batuan padu. Tanah yang mengandung
bahan organik tinggi disebut tanah gambut (Wirjodihardjo, 1953)
atau Organosol (Dudal dan Soepratohardjo, 1961) atau Histosol
(PPT, 1981).
Proses kimia pada tanah sulfat masam atau lahan pasang surut
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian penting. Pertama, proses
kimia yang terjadi dalam keadaan reduktif, antara lain
pembentukan pirit, reduksi besi feri menjadi fero, serta reduksi
senyawa beracun.Kedua, proses kimia pada kondisi oksidatif, yang
terpenting adalah oksidasi pirit. a. Proses Reduksi Dalam proses
reduksi selalu memanfaatkan proton, sehingga pH tanah akan
meningkat.
Proses kimia penting yang terjadi adalah pembentukan pirit. Pirit
(FeS2) adalah mineral berkristal kubus dari senyawa besi-sulfida
yang terkumpul di dalam endapan marin kaya bahan organik dan
diluapi air mengandung senyawa sulfat (SO4-) dari air laut. Bentuk
kristal pirit sangat halus bervariasi dari <> 2 mikron hingga > 100
mikron (Van Dam dan Pons, 1972).
Kandungan pirit dalam endapan marin mencapai 5%, tetapi
umumnya 1-4% (Van Breemen, 1972). Pembentukan pirit
memerlukan persyaratan tertentu : (1) Lingkungan anaerob :
Reduksi sulfat hanya dapat terjadi pada kondisi yang sangat
anaerob sepertipada sedimen tergenang dan kaya bahan
organik. Dekomposisi bahan organik oleh bakteri anaerob
menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat masam sehingga
menyebabkan lingkungan bertambah masam (Pons et al., 1982); (2)
Sulfat terlarut : Sumber utama sulfat adalah air laut atau air
payau pasang; (3) Bahan organik : Oksidasi bahan organik
menghasilkan energi yang sangat diperlukan oleh bakteri
pereduksi sulfat. Ion sulfat bertindak sebagai sumber elektron bagi
respirasi bakteri kemudian direduksi menjadi sulfida. Jumlah
sulfida yang terbentuk berkaitan langsung dengan jumlah bahan
organik yang dimetabolisme oleh bakteri; (4) Jumlah besi : Tanah
dan sedimen mengandung besi oksida dan hidroksida dalam jumlah
yang banyak, yang akan tereduksi menjadi Fe2+, yang sangat larut
pada pH sekitar normal atau dijerap oleh senyawa organik yang
larut; (5) Waktu : Waktu yang diperlukan untuk pembentukan pirit
pada kondisi alami masih belum banyak diketahui.
Reaksi antara padatan FeS dan S berjalan sangat lambat,
memerlukan waktu bulanan bahkan tahunan untuk menghasilkan
sejumlah pirit. Namun demikian, pada kondisi yang sesuai,
Fe2+ larut dan ion polisulfida dapat membentuk pirit dalam
beberapa hari (Howarth, 1979 dalam Dent, 1986). Pirit adalah zat
yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini
dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk
pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau
tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila
terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi
dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman.
Pirit dapat terkena udara apabila: 1. Tanah pirit diangkat ke
permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat
saluran, atau membuat surjan). 2. Permukaan air tanah turun
(misalnya pada musim kemarau). Pirit di dalam tanah dapat
ditandai dengan: 1. Adanya rumput purun atau rumput bulu babi,
menunjukkan ada pirit di dalam tanah yang telah mengalami
kekeringan dan menimbulkan zat besi dan asam belerang. 2.
Bongkah tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran atau
jalan, menunjukkan adanya pirit yang berubah warna menjadi
kuning setelah terkena udara. 3. Adanya sisa-sisa kulit atau ranting
kayu yang hitam seperti arang dalam tanah. Biasanya di sekitamya
ada becak kuning jerami. 4. Tanah berbau busuk (seperti telur
yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air di tanah
tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan
diganti dengan air baru dari air hujan atau saluran.
Gejala keracunan zat besi pada tanaman: 1. Daun tanaman
menguning jingga 2. Pucuk daun mengering 3. Tanamannya kerdil
4. Hasil tanaman rendah. Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam
tanah: 1. Tampak gejala keracunan besi pada tanaman 2. Ada
lapisan seperti minyak di permukaan air 3. Ada lapisan merah di
pinggiran saluran. Belerang menyebabkan air tanah menjadi asam,
bahkan lebih asam daripada cuka. Akibat yang ditimbulkan adalah:
1. Tanaman mudah terserang penyakit 2. Hasil panen rendah 3.
Tanaman lebih mudah kena keracunan besi. Kedalaman pirit diukur
dengan cara berikut ini: a. Gali lubang sedalam 75 cm atau lebih. b.
Ambillah gumpalan tanah mulai dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30
cm, dan seterusnya sampai ke bagian bawah. c. Gumpalan tanah
tersebut ditandai dan dicatat sesuai dengan asal kedalaman. d.
Setiap gumpalan tanah ditetesi air peroksida. Bila keluar buih
meledak-ledak menunjukkan adanya pirit dalam tanah tersebut. e.
Cara lain dengan menyimpan gumpalan tanah tadi di tempat teduh.
Diamati setelah 3 minggu, jika ada becak warna kuning jerami,
maka tanah tersebut mengandung pirit. Cara ini diulang sedikitnya
di 20 tempat untuk setiap hektar lahan, guna memastikan
kedalaman piritnya. Sehingga sewaktu mengolah tanah, pirit tidak
teroksidasi, karena dapat meracuni tanaman.
Pada tanah sulfat masam yang telah lanjut, pH meningkat sangat
lambat setelah penggenangan bahkan kadang-kadang tidak
mencapai 5,5-6,0. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh : (1)
lambatnya proses reduksi dan (2) tidak adanya bahan yang akan
direduksi seperti misalnya oksida besi feri. Pada kondisi pertama,
maka setelah penggenangan tidak akan terjadi perubahan nilai Eh
atau pH yang drastis. Pada kasus kedua, nilai Eh akan menurun
tanpa meningkatkan pH. Menurut Dent (1986), tanah sulfat masam
yang sudah tua mengandung besi dalam bentuk kristal goetit dan
hematit yang stabil sehingga sulit tereduksi. Sebaliknya tanah
sulfat masam yang masih muda kaya akan koloid besi, sehingga
diperkirakan mempunyai kadar besi terlarut yang tinggi setelah
penggenangan. Konsten et al., (1990) melaporkan bahwa tanah
sulfat masam di Kalimantan ada yang tidak menunjukkan
peningkatan pH setelah penggenangan. Hal ini disebabkan
tanah tersebut mempunyai kandungan oksida Fe3+ yang
rendah dibandingkan kapasitas netralisasi oleh tanah.
Reduksi sulfat. Proses reduksi sulfat menjadi sulfida dapat
terjadi pada kondisi pH di atas 4 hingga 5, pada pH di bawah
itu reaksi terjadi sangat lambat dan bahkan tidak ada.
Reduksi sulfat seringkali terjadi pada tanah sulfat masam
yang masih muda dan sulfat masam lanjut yang lama
tergenang. Reduksi sulfat ini sangat berkaitan dengan
adanya hasil dekomposisi bahan organik yang masih baru.
H2S yang terbentuk sangat beracun bagi tanaman, pada
konsentrasi 0,1 mg l-1 H2S sudah dapat meracuni tanaman
padi dalam larutan hara (Mitsui, 1964 dalam van Breemen,
1993). b. Proses Oksidasi Proses utama yang terjadi bila
tanah sulfat masam teroksidasi adalah oksidasi pirit. Reaksi
oksidasi pirit dengan oksigen pada tanah sulfat masam
berlangsung dalam beberapa tahapan, meliputi reaksi-reaksi
kimia dan biologis (Dent, 1986). Kecepatan oksidasi pirit
oleh Fe3+ sangat dipengaruhi oleh pH, karena Fe3+ hanya
larut pada nilai pH di bawah 4 dan Thiobacillus ferrooxidans
tidak tumbuh pada pH yang tinggi. Besi oksida dan pirit di
dalam tanah mungkin secara fisik berada pada tempat yang
berdekatan, namun ada tidaknya reaksi di antara mereka
sangat dipengaruhi oleh kelarutan Fe3+.
Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah dengan
menurunnya pH tanah. Pada pH di bawah 4, proses oksidasi
terhambat oleh suplai O2. Kecepatan penurunan pH akibat oksidasi
pirit tergantung pada : (1) jumlah pirit; (2) kecepatan oksidasi; (3)
kecepatan perubahan bahan hasil oksidasi; dan (4) kapasitas
netralisasi. C. Hasil Oksidasi Pirit Oksidasi pirit oleh
Fe3+ menghasilkan ion (H+) yang kemudian sebagian digunakan lagi
untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Hasil akhir dari oksidasi
pirit adalah hidroksida Fe3+. Pada pH > 4, oksida dan hidroksida
Fe3+ akan mengendap, misalnya dalam bentuk goetit yang lambat
laun akan berubah menjadi hematit (Dent, 1986). Jarosit
[KFe3(SO4)2(OH)6] merupakan endapan berwarna kuning pucat
hasil oksidasi pirit pada kondisi yang sangat masam, yaitu pada Eh
diatas 400 mV dan pH kurang dari 3,7. Pada pH di atas 4, jarosit
tidak stabil dan mudah berubah menjadi goetit dan terhidrolisa
menjadi oksida besi. Hasil pengujian mikroskopi terhadap irisan
tipis dan difraksi sinar X menunjukkan bahwa bercak kuning yang
merupakan karakteristik tanah sulfat masam didominasi oleh
jarosit dan goetit. Bercak merah dan coklat pada sulfat masam
adalah goetit yang kadang-kadang berasosiasi dengan jarosit dan
hematit (van Breemen, 1976). Sulfat merupakan salah satu hasil
oksidasi pirit yang sangat sedikit dijerap oleh profil tanah.
Sebagian besar dari sulfur terlarut hilang bersama air drainase
atau berdifusi ke lapisan di bawahnya yang kemudian akan
direduksi kembali menjadi sulfida. Ion hidrogen (proton) yang
dihasilkan dari oksidasi pirit menyebabkan kondisi tanah yang
sangat masam. pH yang sangat rendah menyebabkan
penghancuran kisi-kisi mineral liat sehingga silikat dan
Al3+ terlepas. Di lapangan, nilai pH tanah sulfat masam berkisar
antara 3,2 hingga 3,8 (Dent, 1986). Meningkatnya kandungan silika
dan Al3+ terlarut mempengaruhi karakteristik tanah dan air tanah.
Aktivitas Al3+ terlarut berkorelasi secara langsung dengan pH, bila
pH meningkat maka aluminium akan mengendap sebagai
hidroksida atau basic sulfate (van Breemen, 1973). Beberapa unsur
mikro seperti Ni dan Co ikut terakumulasi di dalam sedimen karena
mensubstitusi Fe dalam pirit atau unsur Cu, Zn, Pb yang
menggantikan sulfida (Deer et al., 1965 dalam van Breemen, 1993).
Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali saat pirit teroksidasi.
Satawathananont (1986 dalam van Breemen, 1993) menunjukkan
bahwa konsentrasi unsur Cu, Zn, Mo, Cd, Pb, Ni, dan As terdapat
dalam jumlah yang lebih tinggi pada tanah berpirit yang aerasinya
baik (pH 2,9) dibandingkan pada tanah sulfat masam yang sudah
berkembang (pH 3,9-4,5) dan tanah marin yang tidak masam (pH
4,9) di Bangkok. Selain unsur mikro, masih banyak unsur lain
seperti gas SO2, Fe2+, H2S, Al3+ dan asam-asam organik yang
dilepaskan sebagai akibat teroksidasinya pirit. Keluarnya unsur-
unsur beracun tersebut dari tanah melalui air drainase ke perairan
umum dapat menyebabkan polusi dan mengancam kehidupan biota
sungai/laut.
1.2. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menentukan ada tidaknya pirit pada suatu tanah
di lapangan.
1. III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum acara VII ( UJI PIRIT (FeS2) TANAH
LAHAN PASANG SURUT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA
(H2O2) ) di lakukan dengan pengamatan dilaksanakan pada hari
Sabtu, 24 November 2012 pukul 09.00 wib – selesai. di
Laboratorium Analitik, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka
Raya.
3.2 Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah tanah gambut dan tanah
pasang surut dalam kapasitas lapang, H2O2 30%, aquadest
sedangkan alat yang digunakan adalah sendok makan, cupu
plastik, alat pengukur pH.
3.3 Cara kerja
1. Letakkan dalam cupu plastik, tambahkan secara hati – hati 20 ml
H2O2 30% (dapat bereaksi keras), biarkan selama kira – kira 15
menit.
2. Aduk menjadi suspensi homogen. Untuk memastikan
kesempurnaan reaksi tambahkan lagi 10 ml aquades dan aduk.
3. Ukur pH-nya, kalau memakai pengukur pH, pengukur dilakukan
dalam suspensi. Kalau memakai batang celup pengukur pH,
pengukur dikerjakan dalam cairan jemih di atas suspensi yang
mulai mengendap.
4. Kalau pH merosot hingga kurang dari pH 2,5 maka bahan
bersiifat sulfirik potensial atau mengandung pirit banyak.
1. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
No Ulangan Kekuatan ReaksiTanda Lain (buih,
bau)
1. Sampel 1Kuat sekali
(piritnya kuat)Berbuih banyak, berasap, berbau
2. Sampel 2
Lemah
(piritnya lemah)
Tidak berbuih , tidak berasap dan tidak
berbau
3. Sampel 3
Sedang
(pirit sedang)
Sedikit berbuih, sedikit berasap dan
sedikit berbau
4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa
pada sampel satu mempunyai kandungan pirit yang sangat kuat
ditandai dengan adanya buih, berasap dan berbau ketika dicampur
dengan larutan H2O2 30% , pada sampel 2 mempunyai kandungan
pirit yang rendah ditandai dengan tidak adanya buih, asap dan bau
ketika dicampur dengan larutan H2O2 30% sedangkan pada sampel
3 mempunyai kandungan pirit yang sedang ditandai dengan adanya
buih yang sedikit, asap yang sedikit dan bau yang sedikit.
Pirit merupakan sumber kemasaman pada lahan gambut pasang
surut. Akan tetapi pada saat lahan gambut tersebut dalam keadaan
tergenang maka pirit ini akan menjadi tidak aktif atau hanya
menjadi tanah dengan memiliki kemasaman potensial maka pH
tanah tersebut tidak akan menjadi terlalu masam. Sedangkan jika
pada saat lahan gambut sudah tidak tergenang lagi maka pirit
tersebut menjadi teroksidasi sehingga pirit akan menjadi sumber
kemasaman yang aktif.
Jika pirit belum teroksidasi maka pH tanah tidak akan terlalu
rendah, akan tetapi jika pirit telah teroksidasi maka pH tanah akan
menjadi sangat rendah. Dan jika tanaman dibudidayakan di atas
permukaan lahan gambut yang piritnya telah teroksidasi maka
tanaman budidaya tidak akan bisa tumbuh secara optimal. Hal ini
dikarenakan pirit bisa sebagai sumber kemasaman yang potensial
bagi suatu lahan gambut pasang surut tetapi juga dapat menjadi
senyawa beracun jika akar dari tanaman budidaya menyentuh
lapisan pirit ini.
Untuk mengatasi permasalah pirit ini sering kali petani melakukan
sistem pengelolaan tanah yang TOT ( Tanpa Olah Tanah), sehingga
lapisan pirit akan selalu berada dibawah permukaan air tanah dan
juga pemberian kapur pertanianyang lumayan banyak untuk
mengatasi kemasaman pirit yang telah teroksidasi.
1. V. KESIMPULAN
Tanah yang mengandung pirit yang sangat kuat maka tidak dapat
dijadikan sebagai lahan budidaya pertanian. Dikarenakan pirit
selain menjadi sumber kemasaman tanah yang potensial jika belum
mengalami oksidasi tapi keberadaannya tentu sangat merugikan
dikarenakan dapat juga berlaku sebagai senyawa beracun yang
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Adapun hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi pirit ini
adalah dengan menjaga lapisan permukaan air tanah tetap berada
di atas lapisan pirit dan sama sekalitidak melakukan pengelolaan
tanah agar lapisan pirit tidak terangkat keatas.
Top Related