Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan
Deden Djaenudin
Puspijak
2012
Outline
• Perkembangan gaharu – Ketersediaan alam – Budidaya
• Kelayakan ekonomi – profitability – Daya saing: domestik dan internasional
• Pemasaran – Domestik – Internasional
• Kebijakan – Budidaya – Pemasaran/perdagangan
• Tariff / NTB
Perkembangan Gaharu
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang mendapat prioritas pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Lebah, Sutera dan Gaharu.
• Gaharu merupakan HHBK yang bernilai tinggi dan mendapat prioritas pengembangan oleh Departemen Kehutanan
• Di Indonesia terdapat ± 27 jenis tumbuhan penghasil gaharu, salah satunya berasal dari genus Aquilaria spp. yang memiliki kualitas produksi yang banyak diminati pasar
• Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor gaharu terbesar di dunia, namun sebagian besar gaharu yang dihasilkan masih berasal dari alam, sedangkan gaharu hasil budidaya belum tercatat dengan baik
Persebaran gaharu
Terdapat 8 jenis gaharu di Indonesia (Sidiyasa, 1986 dalam Mai and Suripatty, 1996) Aetoxylon (1 species), Aquilaria (2 species), Enkleia (1 species), Gonystylus (2 species) dan Wikstroemia (2 species) Misran and Sukendar (1988): Kalimantan Barat: pohon angkaras (Aquilaria malaccensis Lak) Universitas Nusa Cendana (1996): NTT: cue atau sue (Wikstroemia adorosaemifolia) dan homa (Gyrinops cumingia). Yang keduanya masuk dalam famili Thymeleaceae Mai and Suripatty 1996: Papua: gaharu sirsak (Wikstroemia polyantha) dan gaharu cengkeh (Wikstroemia tenuiramis)
• Harga gaharu sangat tinggi tingginya permintaan dan sedikitnya penawaran
• Hampir semua gaharu berasal dari hutan alam. Dikarenakan cara pemungutan yang tidak terkendali dan cenderung tidak berkelanjutan menjadikan tumbuhan penghasil gaharu menjadi terancam dan langka
• Oleh karena itu, tumbuhan dari genus Aquilaria, Gyrinops dan Gonystylus (terdapat sekitar 30 species) penghasil gaharu sekarang terdaftar dalam Appendix II the Convention for the International Trade of Endangered Species (CITES).
• Gaharu tidak dapat diperdagangkan di pasar internasional tanpa memenuhi prosedur (ijin) dari CITES dimana CITES Scientific Authority mengharuskan pemerintah menjamin bahwa perdagangan gaharu tidak merusak keberlangsungan spesies tersebut pemanenan secara berkelanjutan
• Disamping itu gaharu banyak diperdagangkan tanpa memenuhi persyaratan CITES diperdagangkan secara ilegal
http://www.fao.org/docrep/008/y5918e/y5918e10.htm
• Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan gaharu cukup kompleks: kelembagaan, budidaya, hingga pemasaran/ perdagangan.
Upaya budidaya
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional setiap provinsi perlu menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai elternatif sumber pangan dan penghasil getah-getahan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
• Provinsi Kep. Bangka Belitung melalui Keputusan Gubernur No. 188.44/37/Dishut/2009 tentang Penetapan Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) telah menetapkan gaharu (Aquilaria malaccensis) sebagai salah satu TUL yang menjadi prioritas budidaya
• 1994/1995: sebuah perusahaan pengekspor gaharu di Riau dengan menanam A. malaccensis seluas lebih dari 10 hektar
• Dinas Kehutanan Riau juga menanam jenis yang sama seluas 10 hektar di Taman Hutan Raya Syarif Hasyim.
• 2001-2002: beberapa individu atau kelompok tani juga mulai tertarik untuk membudidayakan jenis pohon penghasil gaharu. – para petani di Desa Pulau Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten
Merangin, Jambi, yang menanam gaharu dari jenis A. malacensis dan A. microcarpa.
– BP DAS Batanghari bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan pada 2004/2005 membuat demplot budidaya gaharu di antara tegakan tanaman karet rakyat seluas 50 ha (Sumarna, 2007).
• 2008: KHDTK Carita dengan pola PHBM
Kelayakan ekonomi Budidaya
Karyono (2009): • Gonystylus spp di Propinsi Riau dengan jarak tanam
3x3m; output kemedangan & gubal gaharu (500 kg/ha) – Proporsi biaya
• Persiapan lahan 68,89% • penanaman 13,30% • Pemeliharaan 11,72% • Penyuntikan 0,95% • pemanenan 5,44%.
– Kelayakan: • IRR = 49,4% • NPV = Rp 69.948.889,-/ha • nilai B/C rasio = 5,56
• Sri Suharti dalam Siran & Turjaman, 2011: • jarak tanam 5x5m; output kemedangan 1,2 & 3
(480 kg/ha) – Proporsi biaya
• Persiapan lahan sd penanaman 18,74% • Bahan & alat 28,55% • Tenaga kerja 52,71%
– Kelayakan: • IRR = 48,53% • NPV = Rp 147,74 juta,-/ha • nilai B/C rasio = 3,32
Tabel Nilai kelayakan usahatani pengembangan
gaharu di NTB
No Kriteria Kelayakan
Unit Periode Investasi (8 tahun)
Periode Investasi (11 tahun)
1 NPV (df 18%) Juta Rp 417,88 605,98
2 BCR (df 18%) - 9,01 11,88
3 IRR % 102,35 67,1
Sumber: Sidik (2007)
Perdagangan internasional
Perdagangan
0.0
1000.0
2000.0
3000.0
4000.0
5000.0
6000.0
7000.0
8000.0
2007 2008 2009 2010 2011
Gambar Perkembangan ekspor gaharu Indonesia
Volume (Ton) Nilai (000 US$)
Produksi Gaharu
Tahun
Kuota Produksi
(ton) Malaccensis group (ton)
Filaria Group (ton)
1997/8 300 -
1998/9 150 70
1999/2000 300 250
2000 225 200 -
2001 75 125 -
2002 75 125 -
2003 50 125 -
2004 50 125 6 175
2005 50 125 231
2006 50 125 668
2007 -
2008 -
2009 714
Sumber (Source) :Ditjen Bina ProduksiHutan (2009)
• Pemasaran gaharu diatur dengan PP No 8 Tahun 1999 dan Konvensi Perdagangan Internasional tentang jenis flora dan fauna liar yang terancam punah (CITES)
• Pemanfaatan gaharu harus mengikuti tahapan dan aturan-aturannya, yaitu: penentuan kuota, pengambilan dari alam atau hasil budidaya, pengangkutan untuk peredaran dalam negeri dan pemasaran luar negeri
Produksi gaharu Kuota dan Realisasi
Sumber: Siran & Turjaman, 2011
Rantai tataniaga gaharu di Kalimantan dan Sumatera
Grade Pencari Gaharu (Rp/kg)
Pengumpul Gaharu (Rp/kg)
Pengusaha Gaharu (Rp/kg)
Super 700 000 1000 000 1 500 000
Kelas II 300 000 400 000 600 000
Teri Hitam 75 000 100 000 150 000
Teri Bunting 40 000 60 000 100 000
Kacangan 25 000 35 000 50 000
Tabel harga gaharu di tingkat petani, pengumpul, dan
pengusaha tahun 1995/1996
Sumber: Universitas Nusa Cendana (1996).
Indonesia rotan dan gaharu
• Pemerintah mendukung budidaya skala besar untuk memenuhi permintaan dan pasar
• Pernah menjadi menguasai pasar untuk kedua komoditi tersebut
• Pasar yang sudah ada: China dan Jepang
Nilai impor gaharu Cina dan Jepang dari Indonesia dan Malaysia
Tahun
China Jepang
Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia
2007 $1,129 $332,646 $507,624 $4,505,892
2008 $45,394 $346,441 $654,233 $4,288,601
2009 $41,821 $296,965 $490,704 $4,215,961
2010 $2,393,725 $218,529 $603,529 $4,632,764
2011 $2,436,205 $169,145 $4,030,969 $4,933,580
Sumber: UN COMTRADE database
Karakteristik pemasaran/perdagangan
gaharu
• Rendahnya elastisitas permintaan
• Rendahnya elastisitas pendapatan
• Rendahnya keterbukaan pasar
• Tingginya hambatan untuk masuk ke pasar
• Keterlibatan pemerintah yang tinggi – peraturan, pajak dan subsidi
• Rendahnya kualitas keterlibatan pemerintah
Belcher, B., Ruiz-Perez, M., Rohadi, D. & Achdiawan Ramadhani. 2000. Comparative Analysis of 12 Indonesian Non-Timber Forest Products Cases. IUFRO World Congress. Kuala Lumpur.
Penutup
• Pembuatan profil gaharu: data potensi dan sebarannya, produksi, pemasaran (dalam negeri dan ekspor) maupun perkembangan harga pasar, agar dapat diakses dan dimanfaatkan secara benar dan optimal oleh para pelaku usaha gaharu
• Mendorong spesialisasi produksi gaharu melalui: – insentif untuk melakukan investasi dan budidaya
gaharu melalui pengembangan teknologi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan internasional • dari subsisten ke komersial • dari pemungutan secara alam ke budidaya
• Perlunya tata usaha pemungutan dan pemanfaatan Gaharu yang tidak berbelit-belit
– Terkait status gaharu yang masuk dalam daftar CITES
Top Related