PELATIHAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PLUS PADA GAPOKTAN SUBUR ASRI DAN P4S SAUNG BAMBU DESA REJO ASRI
KECAMATAN SEPUTIH RAMAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Lestari Wibowo, Dwi Dian Novita, dan Sri YusnainiFakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Sumantri Brojonegoro No 1 Bandar Lampung, [email protected]
ABSTRAK
Kegiatan yang didanai oleh Kemenristek Dikti melalui Program Kemitraan Masyarakat (PKM) tahun 2017 dengan mitra Gapoktan Subur Asri dan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Saung Bambu bertujuan untuk memperbaiki kualitas pupuk organik mitra. Usaha produksi pupuk organik dengan memanfaatkan kotoran sapi telah dilakukan oleh Gapoktan Subur Asri (Mitra I) di Desa Rejo Asri sejak tahun 2013. Permasalahan yang dihadapi Mitra I adalah volume produksi pupuk organik masih rendah, tingkat kejerihan kerja yang tinggi, dan proses pengomposan masih memerlukan waktu yang lama. Selain itu pupuk organik yang dihasilkan belum memiliki keunggulan dibandingkan produk sejenis sehingga perlu dilakukan pengkayaan dengan agensia hayati. Melalui kegiatan PKM ini, solusi yang telah diberikan pada Mitra I yaitu aplikasi mesin chopper untuk mencacah serasah dan jerami, alih teknologi pengomposan dan pengkayaan pupuk organik dengan agensia hayati (jamur Trichoderma sp. dan M. anisopliae), perbaikan kemasan dan kerjasama pemasaran dengan Mitra 2 P4S, serta promosi melalui leaflet dan pameran. Transfer pengetahuan dan alih teknologi kepada kedua mitra telah dilakukan melalui metode penyuluhan, pelatihan, dan praktek langsung. Melalui kombinasi ketiga metode tersebut kedua mitra dapat menguasai semua teknologi yang disampaikan. Setelah pelatihan peserta memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memperbanyak agensia hayati jamur Trichoderma sp. dan Metarhizium anisopliae. Agensia hayati jamur Trichoderma sp. yang telah diperbanyak dapat berkembang dan bertahan pada pupuk organik sehingga dapat memperkaya pupuk organik yang dihasilkan. Sedangkan Metarhizium anisopliae formulasi kering yang dicampurkan pada pupuk organik sebelum pengemasan dapat berperan sebagai agensia hayati yang dapat membunuh hama dan menekan pertumbuhan penyakit tanaman. Implementasi mesin chopper untuk mencacah jerami dan serasah tanaman memberikan keuntungan yaitu proses pembuatan pupuk menjadi lebih efisien, pemanfaatan bahan baku alami meningkat, dan proses produksi lebih cepat. Hal ini tercermin dari produksi pupuk organik meningkat dari 2,6 ton menjadi 10 ton per siklus produksi. Pupuk yang diproduksi selain meningkat secara kuantitas, juga secara kualitas lebih unggul karena diperkaya dengan agensia hayati jamur Trichoderma sp. dan Metarhizium anisopliae.
Kata kunci : agensia hayati, Metarhizium anisopliae, mesin chopper, pupuk organik, dan Trichoderma sp.
PENDAHULUAN
Rejo Asri adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Seputih Raman,
Kabupaten Lampung Tengah yang berjarak sekitar 30 km dari Gunung Sugih sebagai ibu
kota Kabupaten dan 70 km dari Kota Bandar Lampung. Mayoritas masyarakat Desa Rejo
Asri adalah petani sawah. Hal tersebut didukung dengan potensi lahan sawah seluas 630 ha
dan jaringan irigasi dari Way Sekampung yang mengairi sawah mereka sehingga petani dapat
menanam padi minimal 2 kali dalam setahun. Selain itu, masyarakat kampung Rejo Asri juga
beternak sapi. Tidak kurang dari 400 ekor sapi dipelihara oleh petani (Anonim, 2013).
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Subur Asri” terdiri dari 15 Poktan dari 8
dusun yang ada di Desa Rejo Asri yang telah terbentuk sejak tahun 2010. Gapoktan ini juga
telah memiliki unit usaha sejak tahun 2013 yang dikelola oleh Bapak Sukarlin (Mitra I).
Salah satu usaha mereka adalah memproduksi pupuk organik sebagai solusi untuk memenuhi
kebutuhan pupuk melalui pemanfaatan limbah peternakan terutama saat petani sulit
mendapatkan pupuk kimia bersubsidi.
Volume pupuk organik yang diproduksi oleh Mitra I masih rendah yaitu rata-rata 2,6
ton per siklus produksi. Rendahnya volume produksi karena mitra hanya menggunakan
kotoran sapi sebagai bahan utama. Mitra belum memanfaatkan biomassa seperti jerami
sebagai salah satu bahan baku pupuk padahal ketersediaan biomassa ini melimpah. Saat ini,
jerami hanya dianggap limbah pertanian yang tidak bermanfaat. Umumnya jerami hanya
dibakar di lahan persawahan.
Teknologi produksi pupuk organik juga masih sederhana. Mitra menggunakan mikro
organisme lokal (MOL) sebagai dekomposer. Penggunaan MOL nampaknya masih belum
efektif. Hal ini terlihat dari proses produksi pupuk yang memerlukan waktu lama yaitu
sekitar satu bulan per siklus produksi. Keterbatasan jenis bahan baku dan teknologi
pengomposan menyebabkan pupuk organik yang dihasilkan belum memiliki keunggulan
dibanding produk sejenis. Hal ini menyebabkan pangsa pasar pupuk masih terbatas pada
anggota Gapoktan. Berbagai kendala yang dihadapi oleh Mitra I dalam memproduksi pupuk
organik dapat diatasi dengan cara menerapkan teknologi pengomposan yang baik dan aplikasi
mesin peralatan.
Lembaga petani yang juga ada di Desa Rejo Asri adalah Pusat Pelatihan Pertanian
Pedesaan Swadaya (P4S) “Saung Bambu” (Mitra II). Pada mulanya P4S dibentuk sebagai
pusat berbagi ilmu pengetahuan namun pada perkembangannya lingkup kerja P4S juga
membantu memasarkan hasil pertanian. Pengurus dan anggota P4S adalah para petani di
wilayah Kecamatan Seputih Raman. Sebagai sebuah pusat pelatihan, sumber daya manusia
(SDM) P4S perlu mendapat pembinaan Ipteks agar dapat menjalankan perannya secara lebih
optimal. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh P4S bersifat swadaya dan swadana.
Berdasarkan hasil diskusi Tim IbM dengan Bapak Sukarlin dan Bapak Supardi selaku
perwakilan Unit Usaha Gapoktan Subur Asri (Mitra I) serta Bapak Suyitno dan Bapak Rosadi
selaku perwakilan pengurus P4S Saung Bambu (Mitra II) dirumuskan enam masalah utama
yang dihadapi oleh kedua mitra. Masalah usaha Mitra I adalah 1) Volume produksi pupuk
oganik masih rendah karena belum dioptimalkannya pemanfaatan biomassa jerami sebagi
salah satu bahan baku. Kendala yang dihadapi adalah tingkat kejerihan kerja yang tinggi
dalam proses pencacahan karena masih dilakukan secara manual dengan menggunakan
golok/parang. 2) Proses pengomposan masih memerlukan waktu yang lama. Untuk itu
teknologi pengomposan dan dekomposer perlu diperbaiki. 3) Pupuk organik belum memiliki
keunggulan dibandingkan produk sejenis sehingga perlu dilakukan pengkayaan dengan
agensia hayati. 4) Pangsa pasar produk masih terbatas.
Sementara masalah yang dihadapi Mitra II adalah 1) kualitas SDM masih terbatas
terkait peran P4S sebagai sebuah pusat pelatihan. 2) Kegiatan P4S masih terbatas, bersifat
swadana karena belum memiliki sumber pemasukan untuk menyokong aktifitasnya.
Mempertimbangan peluang usaha pupuk organik yang dilakukan oleh Unit Usaha Gapoktan
dan potensi yang dimiliki oleh P4S sebagai pusat pelatihan maka kedua mitra dapat
bekerjasama untuk menyelesaikan keenam permasalahan tersebut melalui kegiatan IbM ini.
SOLUSI DAN TARGET LUARAN
Untuk mengatasi permasalahan kedua mitra maka dilakukan alih teknologi pada
aspek produksi meliputi aplikasi mesin pencacah, perbaikan teknologi pengomposan, alih
teknologi pengayaan pupuk organik dengan agensia hayati. Sedangkan usaha perluasan pasar
dilakukan bersama Mitra II dengan memperbaiki kemasan produk dan melakukan promosi.
Secara lengkap, solusi yang ditawarkan bagi kedua mitra ada dalam skema pada Gambar 1.
Peningkatan mutu produk dilakukan melalui pengkayaan pupuk organik dengan jamur
Trichoderma sp. dan M. anisopliae menggunakan isolat lokal yang lebih unggul untuk
diaplikasikan di wilayah Provinsi Lampung. Isolat M. anisopliae yang akan diaplikasikan
berasal dari Kec. Gading Rejo Kab.Pringsewu-Lampung sementara isolat Trichoderma sp.
diisolasi dari Kec. Natar Kab. Lampung Selatan.
Kedua jamur tersebut merupakan agensia hayati yang telah terbukti dapat
mengendalikan hama dan patogen penyakit tanaman. Isolat T. harzianum mampu menekan
pertumbuhan patogen penyakit busuk buah kakao (Wijaya dkk., 2013) dan patogen penyakit
busuk pangkal batang tanaman kedelai (Dewi dkk., 2015). Sementara Isolat M. anisopliae
mampu meningkatkan mortalitas kepik penghisap buah kakao (Erdiyanto dkk., 2013).
Perumusan Masalah Solusi yang Ditawarkan Hasil yang Diharapkan
1. Volume produksi pupuk masih rendah karena bahan baku terbatas pada kotoran sapi.
Aplikasi mesin Chopper untuk mencacah jerami.
Peningkatan volume produksi pupuk organik. Semula 2,6 ton menjadi 8 ton per proses produksi.
2. Proses pengomposan masih lama.
Alih teknologi PengomposanPenggunaan dekomposer yang tepat (EM-4, Orgadec, dan Promi).
Proses pengomposan menjadi lebih cepat. Semula 4 minggu menjadi 3 minggu.
3. Pupuk organik belum memiliki keunggulan dibanding produk sejenis.
Alih teknologi Pengkayaan pupuk organik dengan agensia hayati (jamur Trichoderma sp. dan M. anisopliae).
Terciptanya pupuk organik dengan keunggulan mengandung agensia hayati
4. Pangsa pasar produk masih terbatas
1. Perbaikan kemasan.2. Kerjasama pemasaran dengan
P4S.3. Promosi melalui leaflet &
pameran.
Perluasan pasar dan peningkatan penjualan.
5. SDM P4S masih terbatas
Mengikut sertakan SDM pada kegiatan penyuluhan dan pelatihan dalam rangka alih teknologi produksi pupuk organik plus.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM P4S terkait teknologi produksi pupuk organik plus.
6.
P4S belum memiliki sumber dana usaha
Menjadikan P4S sebagai mitra pemasaran pupuk organik.
Bagi hasil laba penjualan pupuk organik sebagai sumber dana
Evaluasi Awal Evaluasi Proses Evaluasi Akhir
Gambar 1. Kerangka penyelesaian masalah kedua mitra
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan PKM ini dilaksanakan di Desa Rejo Asri Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah pada Bulan April hingga November 2017.
Kegiatan IbM ini akan melibatkan dua mitra. Mitra pertama adalah Unit Usaha
Gapoktan “Subur Asri” yang berperan sebagai produsen pupuk organik. Mitra kedua adalah
Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) “Saung Bambu” yang berperan sebagai
mitra pemasaran dan promosi pupuk organik.
Metode Pelaksanaan
Transfer pengetahuan dan alih teknologi kepada kedua mitra dilakukan dengan
metode penyuluhan, pelatihan, dan praktek langsung. Melalui kombinasi ketiga metode
tersebut diharapkan kedua mitra dapat menguasai semua teknologi yang disampaikan.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanaan dalam rangka menyelesaikan permasalahan yaitu:
aplikasi mesin chopper untuk meningkatkan produktivitas, perbaikan teknologi
pengomposan, pengkayaan pupuk organik dengan agensi hayati Trichoderma sp.
dan M. anisopliae,uji Laboratorium mutu produk , perbaikan kemasan dan label produk, dan
pendampingan usaha promosi dan pemasaran.
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini berlangsung sejak bulan April sampai
Otober 2017. Kegiatan dimulai dari persiapan, sosialisasi dan koordinasi program,
pembuatan mesin Chopper, pembuatan 6 buah SOP alih teknologi, pelatihan pengomposan
terstandar, pelatihan perbanyakan jamur Trichoderma sp. dan M. anisopliae, dan pelatihan
pengkayaan Trichoderma sp. dan M. anisopliae pada pupuk organik.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini berjalan dengan baik dan sesuai rencana.
Proses yang pertama kali dilakukan yaitu sosialisasi dan koordinasi program. Pada kegiatan
ini tim pengabdian bersama mitra bersama-sama merumuskan masalah dan menyusun
program kegiatan.
Iptek yang diterapkan dalam kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas produksi kompos yang dihasilkan oleh Gapoktan Subur Asri. Oleh
karena itu maka dilakukan alih teknologi meliputi aplikasi mesin pencacah, perbaikan
teknologi pengomposan, alih teknologi pengayaan pupuk organik dengan agensia hayati.
Peningkatan mutu produk pupuk organik dilakukan melalui pengkayaan pupuk organik
dengan jamur Trichoderma sp. dan M. anisopliae menggunakan isolat lokal yang lebih
unggul.
Proses penyiapan mesin pencacah telah dilakukan sejak bulan pertama kegiatan ini.
Desain dan kapasitas mesin mengalami perubahan karena disesuaikan dengan kebutuhan
mitra. Implementasi mesin pencacah serasah tanaman dalam pembuatan pupuk organik
sangat meningkatkan efesiensi dalam proses pencacahan serasah tanaman sebagai bahan baku
pupuk organik. Pemanfaatan sumberdaya alam berupa serasah tanaman (sisa hasil panen)
menjadi lebih optimal dengan menggunakan mesin pencacah serasah pada proses pembuatan
pupuk organik.
Pelatihan perbanyakan agensia hayati Trichoderma sp. dan M. anisopliae telah
dilakukan dan dilanjutkan pendampingan hingga masyarakat sasaran trampil dalam
pembuatan agensia hayati. Selain perbanyakan agensia hayati, pelatihan dan pendampingan
juga mencakup penyimpanan Trichoderma sp. dan M. anisopliae yang telah dibuat,
pembuatan starter, dan penyiapan Trichoderma sp. dan M. anisopliae untuk aplikasi
(Gambar 2).
Setelah mesin pencacah selesai dirakit, maka pelatihan pembuatan kompos sesuai
standar dimulai. Pelatihan pembuatan kompos masih berlangsung hingga saat ini.
Masyarakat sangat antusias dalam mengikuti latihan. Pelatihan pembuatan kompos sesuai
standar dilanjutkan dengan pelatihan pembuatan kompos yang diperkaya dengan agensia
hayati.
Pembuatan kompos yang diperkaya dengan agensia hayati Trichoderma sp. dilakukan
setelah proses pembuatan kompos sesuai standar selesai. Kompos tersebut kemudian dideder
(dihamparkan dengan ketebalan 60 cm), lalu ditaburi dedak di atas permukaan kompos.
Selanjutnya dilakukan aplikasi suspensi Trichoderma sp. dengan cara menyemprotkan
suspensi secara merata pada dedak. Agar Trichoderma sp. tumbuh dan berkembang pada
dedak dan kompos, dilakukan inkubasi selama 3-4 hari. Selama inkubasi kompos ditutup
dengan terpal. Setalah masa inkubasi selesai kompos dibuka, maka pada permukaan terlihat
adanya lapisan hifa dari Trichoderma sp. yang telah tumbuh. Kemudian kompos diaduk
secara merata. Kompos yang dihasilkan merupakan kompos (pupuk organik) plus
Trichoderma sp. Kompos (pupuk organik) plus yang mengandung agensia hayati
Trichoderma sp. sangat bermanfaat dalam menekan perkembangan jamur yang bersifat
patogen terhadap tanaman (Gambar 3).
Gambar 2: Pelatihan pembuatan agensia hayati Metarhizium
dan Trichoderma.
Gambar 3. Trichoderma yang berhasil dibuat oleh Gapoktan
Subur Asri setelah pelatihan (kiri) dan aplikasi Trichoderma pada pupuk organik (kanan)
Gambar 4. Alat pencacah serasah untuk pebuatan kompos (kiri), dan label kemasan pupuk organik plus produksi mitra (kanan).
Setelah mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat, mitra dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pupuk organik. Secara kualitas meningkat
karena pupuk organik plus yang diproduksi mengandung agensia hayati yaitu spora
Trichoderma sp. Secara kuantitas pupuk organik yang diproduksi mengalami peningkatan.
Sebelum kegiatan produksi pupuk organik hanya 2,6 ton per siklus produksi, dan setelah
pelatihan produksi naik menjadi 10 ton per siklus produksi. Begitu pula siklus produksi
menjadi lebih cepat, sebelum pelatihan satu siklus produksi memakan waktu berkisar 35 – 40
hari. Setelah menerapkan iptek yang diberikan pada pelatihan, proses produksi pupuk
organik menjadi lebih cepat berkisar + 21 hari.
Pada kegiatan ini dilakukan evaluasi awal, proses, dan evaluasi akhir. Sebelum
kegiatan PKM dilakukan, persepsi petani tentang keunggulan pupuk organik telah tinggi.
Petani telah menyadari bahwa pupuk organik memiliki beberapa keunggulan. Namun
pengetahuan tentang pembuatan pupuk organik sesuai standar masih rendah. Petani selama
ini membuat pupuk organik dengan teknologi yang terbatas. Setelah pelatihan pengetahuan
dan keterampilan petani peserta meningkat, sehingga mereka mampu membuat pupuk
organik sesuai standar. Implementasi mesin pencacah dan penerapan iptek dalam pembuatan
pupuk organik sangat meningkatkan produksi secara nyata. Peningkatan produksi pupuk
organik yang semula hanya 2,6 ton per siklus produksi menjadi 10 ton per siklus produksi.
Pengetahuan dan keterampilan petani tentang perbanyakan agensia hayati
Metarhizium dan Trichoderma setelah pelatihan mengalami peningkatan. Selanjutnya ke
dua agensia hayati ini digunakan untuk memperkaya pupuk organik yang diproduksi.
Pengayaan dengan agensia hayati Metarhizium dan Trichoderma memberikan nilai tambah
hingga pupuk yang diproduksi menjadi ‘Pupuk Organik Plus’.
KESIMPULAN
Kegiatan PKM yang dilakukan berhasil memberikan solusi bagi permasalahan mitra.
Keberhasilan yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan dalam kegiatan PKM yaitu :
1. Proses pembuatan pupuk organik menjadi lebih cepat. Semula 4 minggu menjadi 3
minggu.
2. Terciptanya pupuk organik dengan keunggulan mengandung agensia hayati Trichoderma
sp. dan M. anisopliae.
3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan mitra terkait teknologi produksi pupuk
organik plus.
4. Peningkatan produksi pupuk organik yang semula hanya 2,6 ton per siklus produksi
menjadi 10 ton per siklus produksi.
5. Pembuatan label produksi pupuk organik plus diharapkan dapat meningkatkan
pemasaran produk.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Monografi Desa Rejo Asri, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Dewi, I.P., T.Maryono, T.N. Aeny, dan S.Ratih. 2015. Kemampuan Trichoderma sp. dan Filtratnya dalam menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii secara invitro. J. Agrotek Tropika. 3(1): 130-133.
Erdiyanto, E., Purnomo, L.Wibowo, dan N.Yasin. 2013. Pengaruh Aplikasi beberapa Taraf Konsentrasi Formulasi Kering Metarhizium anipliae Isolat terhadap Mortalitas Kepik Penghisap Buah Kakao (Helopeltis spp.). J. Agrotek Tropika. 1(3): 298-303.
Wijaya, A.T. dan T.N. Aeny. 2013. Pengujian Efikasi Formulasi Kering Trichoderma sp. Terhadap Penyakit Busuk Buah Kakao (Phytophhora palmivora). J. Agrotek Tropika. 1(3): 315-319.
Yusnaini, S., Arif, M.A.S., Salam, A.K., Sriyani,N., dan Erwanto. 2010. Pembuatan Pupuk Organik. Buku Saku. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Top Related