i
PROSES PEMBELAJARAN SANGGAR ANAK ALAM (SALAM) YOGYAKARTA DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI KRITIS
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratanguna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OlehBoy Adisakti
NIM 10105244041
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
DESEMBER 2015
ii
iii
iv
v
MOTTO
Pendidikan bukan sekedar proses dari tidak tahu menjadi tahu, didalamnya
terdapat sebuah proses panjang bagi kemanusiaan.
(Penulis)
Saya dengar, Saya lupa
Saya lihat, Saya ingat
Saya lakukan, Saya paham
Saya temukan, Saya kuasai
(Confusius)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengharapkan ridho Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan
untuk:
1. Ibu, Bapak, dan adik tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberikan
motivasi, perhatian serta semangat yang tiada hentinya.
2. Segenap keluarga besar saya yang senantiasa memberikan doa dan support
untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi
3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
4. Nusa Bangsaku Indonesia
vii
PROSES PEMBELAJARAN SANGGAR ANAK ALAM (SALAM) YOGYAKARTA DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI KRITIS
OlehBoy Adisakti
NIM. 10105244041
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah proses pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta yang dikatakan berupaya mewujudkan kemanusiaan. Perspektif yang digunakan dalam menelaah proses pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta adalah pedagogi kritis.
Pedagogi kritis dipilih karena kemunculannya yang merupakan kritik dari praktik-praktik pendidikan formal yang dirasa kurang menghargai kemanusiaan.Lebih lanjut jika ternyata proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam Yogyakarta telah sesuai dengan perspektif pedagogi kritis, maka praktik-praktik pembelajaran tersebut dapat diketahui bersama dan dapat dijadikan sebagai alternatif dari praktik-praktik pembelajaran yang sudah ada. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Subjek penelitian ini adalah pebelajar dan fasilitator di Sanggar Anak Alam yogyakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model Miles and Huberman, yaitu aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas sehingga data jenuh. Sumber data utama adalah kata-kata yang disampaikan informan dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pebelajar dan fasilitator. Instrumen penelitian dalam pendekatan kualitatif adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Uji keabsahan data yang digunakan adalah menggunakan triangulasi sumber dan member check.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Sanggar Anak Alam tergolong sebagai sekolah alam yang menyelenggarakan pendidikan alternatif. Proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam identik dengan proses pembelajaranPedagogi kritis. Hal tersebut tampak dari yang pertama yaitu Sanggar Anak Alam melakukan proses pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip proses pembelajaran pedagogi kritis. Kedua, konsep pedagogi kritis seperti pembelajaran berbasis realitas dengan mengajak pebelajar untuk berperan aktif juga peneliti temukan dalam pembelajaran di Sanggar Anak Alam. Selain itu pembelajaran di Sanggar Anak Alam menekankan penggunaan dialog dan menghargai perbedaan individu. Namun Sanggar Anak Alam masih terbelenggu ideologi dominan karena masih mengacu pada kurikulum nasional dan mengupayakan ijasah formal.
Kata kunci: pedagogi kritis, proses pembelajaran Sanggar Anak Alam
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PROSES PEMBELAJARAN SANGGAR ANAK ALAM
(SALAM) YOGYAKARTA DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI KRITIS” dengan
baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini izinkanlah penulis
menyampaikan banyak ucapan terimakasih yang tulus kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi kesempatan
penulis menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberi izin penelitian dalam proses menyelesaikan skripsi.
3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Bapak Dr. Sugeng
Bayu Wahyono, M.Si yang telah memberi rekomendasi perizinan
pendidikan.
4. Bapak Dr. Sugeng Bayu Wahyono, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr.
Ch. Ismaniati, M.Pd selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah
memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.
6. Kepala sekolah Sanggar Anak Alam (SALAM) yaitu Mas Yudhis Aridayan
dan pendiri sekolah Ibu Sri Wahyaningsih yang telah memperbolehkan
penulis untuk melakukan penelitian di Sanggar Anak Alam Yogyakarta.
ix
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN............................................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 9
C. Batasan Masalah.......................................................................................... 10
D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
G. Definisi Operasional.................................................................................... 11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian tentang Pedagogi kritis .................................................................... 12
1. Kemunculan Pedagogi Kritis .................................................................. 12
2. Pengertian Pedagogi Kritis...................................................................... 13
3. Diskursus Pedagogi Kritis....................................................................... 15
4. Pembelajaran versi Pedagogi Kritis ........................................................ 21
xi
B. Kajian tentang Sekolah Alam...................................................................... 26
1. Pengertian Sekolah Alam........................................................................ 26
2. Pembelajaran di Sekolah Alam ............................................................... 27
C. Kajian tentang Pembelajaran....................................................................... 28
1. Pengertian Pembelajaran......................................................................... 28
2. Pembelajaran sebagai sistem................................................................... 29
3. Teori belajar yang menjadi pijakan pedagogi kritis ............................... 33
4. Karakteristik pembelajaran dari perspektif pedagogi kritis.................... 37
5. Model-model pembelajaran berbasis konstruktivistik............................ 42
6. Tahap-tahap pembelajaran dalam pedagogi kritis .................................. 49
a. Tahap perencanaan pembelajaran.................................................... 49
b. Tahap pelaksanaan pembelajaran .................................................... 55
c. Penilaian hasil pembelajaran ........................................................... 59
D. Kedudukan Penelitian dalam perspektif Teknologi Pendidikan .............. 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................................. 64
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 66
C. Sumber Data ................................................................................................ 66
D. Subjek Penelitian......................................................................................... 68
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 68
F. Teknik Analisis Data................................................................................... 71
G. Pemeriksaan Keabsahan data ...................................................................... 73
H. Instrumen Penelitian.................................................................................... 74
I. Tahapan-tahapan Penelitian........................................................................ 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian............................................................................................ 77
1. Deskripsi setting dan subjek penelitian .................................................. 77
2. Profil Sanggar Anak Alam Yogyakarta.................................................. 79
a. Latar belakang pendirian.................................................................... 79
b. Sejarah berdirinya Sanggar Anak Alam ........................................... 80
c. Visi dan misi Sanggar Anak Alam Yogyakarta................................. 82
xii
d. Anggota komunitas belajar Sanggar Anak Alam Yogyakarta ........... 84
e. Jenjang-jenjang pendidikan Sanggar Anak Alam Yogyakarta .......... 88
3. Penyelenggaraan pembelajaran di Sanggar Anak Alam Yogyakarta ..... 89
a. Perencanaan pembelajaran................................................................. 89
b. Pelaksanaan pembelajaran ................................................................. 101
c. Penilaian hasil pembelajaran.............................................................. 127
B. Pembahasan ................................................................................................. 130
1. Pembahasan mengenai Sanggar Anak Alam Yogyakarta ...................... 130
2. Proses pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta dari perspektif Pedagogi Kritis ....................................................................................... 132
a. Perencanaan pembelajaran................................................................. 132
b. Pelaksanaan pembelajaran ................................................................. 136
c. Penilaian hasil pembelajaran.............................................................. 153
3. Konsep pembelajaran Pedagogi Kritis dan konsep pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta .......................................................................... 155
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN
A. Kesimpulan.................................................................................................. 162
B. Saran............................................................................................................ 164
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 165
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 166
LAMPIRAN..................................................................................................... 169
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Hierarki tujuan pembelajaran ...................................................... 31
Gambar 2. Uji keabsahan data ...................................................................... 73
Gambar 3. Lingkungan Sanggar Anak Alam................................................ 78
Gambar 4. Salah satu ruang kelas di Sanggar Anak Alam ........................... 78
Gambar 5. Struktur kepengurusan Sanggar Anak Alam............................... 85
Gambar 6. Daur belajar Sanggar Anak Alam ............................................... 90
Gambar 7.1 Skema target dasar belajar kelas satu semester satu ................... 96
Gambar 7.2 Skema target dasar belajar kelas satu semester dua .................... 96
Gambar 8.1 Skema target dasar belajar kelas dua semester satu .................... 97
Gambar 8.2 Skema target dasar belajar kelas dua semester dua..................... 98
Gambar 9. Skema target dasar belajar smp semester dua ............................. 99
Gambar 10. Pebelajar kelas 3 sedang membuat kesepakatan kelas ................ 108
Gambar 11. Fasilitator dan pebelajar sedang melakukan wawancara............. 110
Gambar 12 . Pebelajar SMP melakukan wawancara ....................................... 110
Gambar 13. Pebelajar kelas 4 mencatat hasil riset .......................................... 110
Gambar 14. Pebelajar kelas 2 sedang riset pohon........................................... 111
Gambar 15. Pebelajar kelas 1 sedang riset energi........................................... 111
Gambar 16. Pebelajar SMP sedang riset ke vredeburg ................................... 112
Gambar 17. Fasilitator SMP membantu pebelajar membaca.......................... 114
Gambar 18 . Fasilitator dan pebelajar SMP di perpustakaan kota ................... 114
Gambar 19 . Pebelajar mengantre di bank Sanggar Anak Alam...................... 115
Gambar 20 . Pebelajar sedang melakukan transaksi jual beli .......................... 115
Gambar 21 . Berdoa di depan padi yang akan dipanen.................................... 116
Gambar 22 . Penanaman bibit pada rangkaian acara wiwitan ......................... 116
Gambar 23 . Data para pebelajar yang ditulis di papan tulis ........................... 119
Gambar 24 . Fasilitator mengajak pebelajar melakukan penjumlahan dan pengurangan berdasarkan data yang ditulis di papan tulis ......... 122
xiv
Gambar 25 . Hasil karya pebelajar kelas 3 tentang langkah-langkahpembuatan batu-bata dan telur asin ............................................ 127
Gambar 26 . Telur asin yang dIbuat pebelajar kelas 3................................... 127
Gambar 27 . Pebelajar kelas 4 sedang membuat produk ............................... 127
Gambar 28.1 Contoh soal evaluasi ................................................................. 129
Gambar 28.2 Contoh soal evaluasi ................................................................. 129
xv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif ...... 46
Tabel 2. Fasilitas belajar Sanggar Anak Alam................................................. 79
Tabel 3. Persamaan konsep Pedagogi Kritis dan Sanggar Anak Alam............ 158
Tabel 4. Perbedaan konsep Pedagogi Kritis dan Sanggar Anak Alam ............ 160
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi ..................................................................... 170
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ................................................................ 172
Lampiran 3. Pedoman Wawancara .................................................................. 173
Lampiran 4. Catatan Lapangan ........................................................................ 182
Lampiran 5. Catatan Wawancara ..................................................................... 230
Lampiran 6. Dokumentasi................................................................................ 261
Lampiran 7. Analisis data ................................................................................ 263
Lampiran 8. Surat izin penelitian ..................................................................... 281
Lampiran 9. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ......................... 284
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Imam Barnadib, Pendidikan adalah usaha sadar dan
sistematis untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Manusia memerlukan
usaha sadar agar mampu menyadari kondisi realitas secara objektif untuk
menjadi manusia yang utuh. Manusia yang utuh menurut Paulo Freire
(1984:4) adalah manusia sebagai subjek yang mampu berintegrasi dengan
lingkungan, integrasi muncul dari kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan realitas, ditambah kemampuan kritis untuk mengubah realitas. Realitas
yang sedemikian rumit menjadi tantangan manusia dalam menentukan arah
gerak laju dunia. Hal tersebut dapat dilakukan jika manusia mampu
memandang secara kritis realitas dunia. Pendidikan menjadi perangkat bagi
manusia untuk menumbuhkan kesadaran kritis.
Tilaar (2011:13) menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai dua
dimensi yang saling bertautan, yang pertama adalah pendidikan merupakan
suatu hak asasi manusia, dan yang kedua adalah pendidikan merupakan suatu
proses. Menurut Tilaar (2011:13) sebagai suatu hak asasi manusia berarti
bahwa tanpa pendidikan tidak dapat mewujudkan kemanusian dalam diri,
sedangkan pendidikan sebagai suatu proses berarti bahwa menjadi manusia
tidak terjadi dengan serta merta, tetapi merupakan suatu proses kemanusiaan
dalam kebersamaan dengan sesama manusia. Pendidikan berarti merupakan
suatu keharusan bagi manusia. Tidak hanya untuk mewujudkan kesadaran
kritis, pendidikan bertujuan untuk mewujudkan kemanusiaan dalam diri
2
manusia itu sendiri. Di dalam pendidikan terkandung suatu proses
kemanusiaan yang terjadi dalam interaksi antar sesama manusia.
Idealita pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan kemanusiaan
saat ini justru menjadi arus balik. Interaksi antar manusia dalam pendidikan
yang sejatinya bertujuan untuk mewujudkan kemanusiaan saat ini digunakan
untuk praktik penindasan. Praktik penindasan dalam pendidikan dapat dilihat
dalam pemerintahan Orde baru di Indonesia. Darmaningtyas (2004:7-9)
mengatakan bahwa pada masa orde lama atau pada masa pemerintahan
Presiden Soekarno pendidikan fokus pada mengajarkan baca, tulis, dan
berhitung, mengingat pada waktu itu sebagian besar masyarakat Indonesia
buta huruf Latin sehingga dicanangkan pemberantasan buta huruf, Lalu
setelah memasuki zaman orde baru, Presiden Soeharto menerapkan kebijakan
pendidikan yang dikenal dengan “inpres” atau instruksi presiden dan
pembangunan besar-besaran infrastruktur pendidikan, seiring diberlakukannya
kebijakan tersebut, intervensi pemerintah di dalam pendidikan Indonesia
semakin menajam, mulai dari pakaian sekolah yang diseragamkan hingga
materi-materi pelajaran yang direkayasa untuk menghilangkan sikap kritis
masyarakat.
Praktik-praktik penindasan ternyata tidak hanya berupa regulasi atau
kebijakan pemerintah terhadap sistem pendidikan. Praktik penindasan juga
terjadi dalam pembelajaran. Pembelajaran merupakan praktik dari
penyelenggaraan pendidikan. Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk
membelajarkan pebelajar (Degeng, 1989:90). Sedangkan Nasution dalam
3
Sugihartono dkk (2007:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu
aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan pebelajar sehingga terjadi proses belajar. Dalam
konteks tersebut dapat dilihat bahwa pebelajar sebagai orang yang belajar,
harus benar-benar diperlakukan sebagai manusia yang mampu mengem-
bangkan diri di dalam kegiatan pembelajaran. Pebelajar dibantu oleh guru
untuk bersama-sama mengatur lingkungan agar terjadi kondisi yang
memungkinkan pebelajar untuk belajar.
Namun hubungan antara guru dan pebelajar saat ini justru menjadi
pola hubungan penindas dan tertindas. Yang terjadi saat ini pebelajar
dikondisikan untuk patuh terhadap materi-materi yang diberikan guru. Para
guru memperlakukan pebelajar seolah-olah objek yang siap diberikan materi.
Yang dilakukan pebelajar adalah mendengarkan apa yang disampaikan oleh
guru, lalu dicatat dan dihafalkan sebagai bahan belajar. Pada tahap evaluasi
pun yang akan diujikan adalah seputar yang disampaikan oleh guru, sehingga
tampak sekali bahwa guru adalah sumber ilmu dan pebelajar tidak akan
mampu mengembangkan kreativitas, keterampilan, dan ilmu pengetahuan
secara optimal karena pebelajar hanya akan mendapatkan apa yang
disampaikan oleh guru. Pola hubungan yang dibangun antara guru dan
pebelajar adalah pola satu arah. Sejatinya seorang guru seperti yang dikutip
dalam H.A.R Tilaar (2002:88) adalah menjadi fasilitator untuk membantu
pebelajar mentransformasikan potensi yang dimiliki menjadi kemampuan
serta keterampilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusian.
4
Guru-guru juga patuh untuk memberikan materi yang disiapkan oleh
pemerintah. Produk dari pendidikan semacam itu adalah sebuah masyarakat
yang mudah diombang-ambingkan dan digerakkan kesana-kemari bagaikan
sebuah robot. Hal tersebut menyebabkan pendidikan akan kehilangan fungsi
sebagai ruang pencerdasan bagi umat manusia. Seperti yang disebutkan
Darmaningtyas (2004:10) bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia saat
ini bukan saja tentang rendahnya anggaran pemerintah atau kurangnya
infrastruktur, namun beban ideologis dan politik yang dipikul oleh pendidikan
nasional teramat berat dan semakin berkurangnya proses pencerdasan itu
sendiri .
Paulo Freire sebagai tokoh pendidikan kritis mengkritik penye-
lenggaraan pendidikan semacam itu, yaitu pendidikan yang tidak kritis,
menjauhkan manusia dari realitas, bahkan menerapkan situasi-situasi yang
menindas ke dalam proses pendidikan. Di dalam konsep pendidikan kritis
Paulo Freire, individu ditempa dengan situasi yang menuntut kesadaran kritis,
seperti konsep pendidikan “hadap-masalah” yang digagas oleh Paulo Freire.
Pemahaman ditemukan dan dibangun sendiri oleh para pelaku atau dalam hal
ini adalah pebelajar.
Gagasan Paulo Freire yang tidak kalah penting yaitu menolak secara
tegas pendidikan “gaya bank”. Pendidikan “gaya bank” merupakan
pengejawantahan praktik penindasan ke dalam pendidikan karena relasi antara
guru dan pebelajar yang menyalahi konsep humanisasi. Menurut Paulo Freire,
pendidikan gaya bank menempatkan seolah-olah pebelajar adalah suatu objek,
5
yang siap diberi materi-materi oleh para guru. pebelajar mendapatkan peran
yang pasif dan tidak diberi kesempatan untuk menerima peran lebih aktif.
Guru menerapkan konsep bercerita kepada pebelajar, sehingga akan
mengarahkan pebelajar untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang
diceritakan. Sekalipun yang dipaparkan guru mengenai nilai-nilai dan segi-
segi empiris dari realitas, namun dengan konsep bercerita tersebut akan
menjadikan pebelajar menjadi pasif dan hal-hal yang disampaikan oleh guru
hanya menjadi sesuatu yang abstrak. Jika konteks ini dianalogikan, maka
pebelajar dapat disamakan dengan bejana-bejana kosong yang siap diisi oleh
guru. Guru merasa lebih baik jika mampu mengisi materi yang banyak
terhadap pebelajar. Pendidikan yang kritis atau yang membebaskan menurut
Paulo Freire adalah yang menghadirkan sikap partisipatif dan aktif.
Diwujudkan dengan terus menerus melakukan penggalian/pencarian ilmu
pengetahuan dan bersifat dialektis. Saat ini Pedagogi Kritis sebagai kritik
terhadap pembelajaran konvensional mulai berkembang dengan muncul
berbagai nama-nama besar seperti Henry Giroux, Ivan Illich, Ira Shor,
Michael W.Apple.
Berbagai kritik terhadap praktik pendidikan tidak hanya dilakukan oleh
para ahli Pedagogi Kritis di atas, namun juga terjadi di Indonesia. Saat ini di
Indonesia telah muncul berbagai kritik terhadap praktik-praktik pendidikan
yang menindas. Salah satu yang mengkritik pendidikan di Indonesia adalah
Ibu Sri Wahyaningsih yang merupakan aktivis pendidikan. Sebagai seorang
aktivis pendidikan yang pernah berjuang bersama salah satu tokoh
6
kemanusiaan Romo Mangunwijaya, Sri Wahyaningsih mengkritik pendidikan
di Indonesia yang menjauhkan pebelajar dari realitas dan menciptakan
manusia-manusia robot. Berdasarkan keresahan itulah lalu Sri Wahyaningsih
bersama sang suami yang juga aktivis pendidikan yaitu Bapak Totok
Rahardjo, merespon dengan mendirikan sebuah sekolah Alam yang bernama
Sanggar Anak Alam atau akrab disebut SALAM.
SALAM menyelenggarakan kegiatan pendidikan di Ngestiharjo
Kasihan Bantul Yogyakarta. Tri Wahyu Utami dalam jogja.solopos.com
menyampaikan bahwa mula-mula Sri Wahyaningsih tinggal di daerah di suatu
desa di Lawen Pandanarum Banjarnegara Jawa Tengah. Saat tinggal di daerah
tersebut, Sri Wahyaningsih menemukan suatu realitas yang memilukan, yaitu
kemiskinan di kalangan masyarakat sekitar. Padahal daerah tersebut memiliki
sumber daya alam yang berupa ladang dan sawah dapat dijadikan sumber
pendapatan. Serta angka putus sekolah yang tergolong tinggi di daerah
tersebut semakin melengkapi keprihatinan Sri Wahyaningsih terhadap dunia
Pendidikan. Atas keprihatinan tersebut, Sri Wahyaningsih mendirikan Sanggar
Anak Alam di daerah Lawen Pandanarum Banjarnegara Jawa Tengah
Sri Wahyaningsih lalu pindah ke Yogyakarta dan kembali mendirikan
Sanggar Anak Alam di Ngestiharjo Kasihan Bantul Yogyakarta. Sri
Wahyaningsih mulai konsen ke pendidikan non formal yang berbasis
Alam/lingkungan dan ingin mewujudkan pendidikan yang memanusiakan
pebelajar. Diharapkan dengan didirikan sekolah berbasis alam/lingkungan,
7
pebelajar tidak hanya belajar angka-angka maupun abjad-abjad, namun juga
mampu membaca kondisi real lingkungan sekitar tempat mereka tinggal.
Setelah peneliti mendapatkan gambaran tentang Sanggar Anak Alam,
lalu dilakukan observasi awal untuk memperkuat asumsi peneliti tentang
Sanggar Anak Alam. Pada observasi awal tersebut, peneliti melakukan
wawancara terhadap pendiri Sanggar Anak Alam yaitu Sri Wahyaningsih.
Berdasarkan wawancara tersebut diketahui bahwa tujuan utama dari Sanggar
Anak Alam adalah terciptanya benang merah antara pendidikan dengan
kehidupan sehari-hari pebelajar. Diketahui pula bahwa pembelajaran di
Sanggar Anak Alam berangkat dari hal-hal nyata dan berupaya untuk
mengintegrasikan pebelajar dengan lingkungan. Sanggar Anak Alam tidak
sepenuhnya berkiblat dari kurikulum yang dirancang dan ditetapkan oleh
pemerintah, oleh sebab itu perencanaan pembelajaran dibuat sendiri oleh
pihak Sanggar Anak Alam dengan menggunakan istilah skema target dasar
belajar yang disusun dua kali dalam satu tahun.
Keilmuan Teknologi Pendidikan adalah salah satu keilmuan yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran. Baik itu
sekolah Formal, Non Formal, maupun Informal. Pengembangan ilmu
Teknologi Pendidikan juga terus-menerus dikembangkan dalam bentuk
study/kajian sebagai bentuk komitmen terhadap penyelenggaraan pendidikan
maupun pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada definisi terkini dari
Teknologi Pendidikan tahun 2004 dalam Dewi Salma Prawiradigma (2012:5),
yaitu :
8
“Study and ethical Practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropiate technological and recources”.
Terdapat kata study atau kajian yang salah satu bentuknya adalah
penelitian guna mengembangkan keilmuan Teknologi Pendidikan. Di dalam
definisi tersebut juga terdapat kata “learning” atau belajar. Belajar sebagai
kawasan Teknologi Pendidikan melingkupi kerja dan karya para teknolog
pendidikan dan pembelajaran (Dewi Salma Prawiradilaga, 2012:56)
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap proses pembelajaran Sanggar Anak Alam atau “SALAM”
karena memiliki proses pembelajaran yang anti mainstream. Peneliti
menggunakan perspektif Pedagogi Kritis dalam menelaah proses
pembelajaran yang berlangsung di Sanggar Anak Alam. Pedagogi Kritis
merupakan konsep yang mengusung pendidikan sebagai upaya pembebasan
dengan menumbuhkan kesadaran kritis untuk mewujudkan kemanusiaan.
Sanggar Anak Alam sebagai penyedia proses pembelajaran juga menekankan
terhadap upaya mewujudkan kemanusiaan dalam diri pebelajar. Fokus dalam
penelitian ini adalah upaya Sanggar Anak Alam dalam mewujudkan
kemanusiaan melalui praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan. Hal
tersebut disadari oleh peneliti sebagai seorang calon Teknolog Pendidikan
guna mengimplementasikan dan mengembangkan keilmuan Teknologi
Pendidikan.
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat identifikasi beberapa
masalah yang ada yaitu sebagai berikut :
1. Pendidikan di Indonesia yang menjauhkan pebelajar dari realitas dan
lingkungan, sehingga menciptakan manusia-manusia yang tidak peka dan
mudah diombang-ambingkan.
2. Pola hubungan satu arah antara guru dan pebelajar dalam proses
pembelajaran. Guru memperlakukan pebelajar sebagai objek kosong yang
siap diisi oleh guru. Pebelajar tidak mampu mengembangkan potensi diri
di dalam situasi yang demikian.
3. Jarang ditemukan praktik-praktik pembelajaran yang menumbuhkan
kesadaran kritis di Indonesia, sehingga masyarakat menjadi awam
terhadap bentuk-bentuk pembelajaran yang menumbuhkan kesadaran
kritis.
4. Praktik pembelajaran yang berupaya mewujudkan kemanusiaan di Sanggar
Anak Alam perlu ditelaah dengan menggunakan perspektif Pedagogi Kritis
untuk mengetahui sejauh mana praktik-praktik tersebut telah berlangsung.
5. Penelitian terhadap bentuk-bentuk pembelajaran yang menumbuhkan
kesadaran kritis masih minim dilakukan dalam lingkup Teknologi
Pendidikan.
10
C. Batasan Masalah
Berdasarkan pokok-pokok masalah yang ada pada identifikasi
masalah, peneliti membatasi masalah penelitian dengan memfokuskan pada
proses pembelajaran yang diselenggarakan di Sanggar Anak Alam.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti adalah:
Bagaimana proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam dilihat dari
pers-pektif Pedagogi Kritis?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui proses pembelajaran yang terdapat di Sanggar Anak Alam
Yogyakarta.
2. Mengetahui dan menganalisis proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam
dengan menggunakan perspektif Pedagogi Kritis.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang Proses Pembelajaran yang
ada di Sanggar Anak Alam dengan menggunakan pendekatan Pedagogi Kritis
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan mampu memberikan sumbangsih dalam membangun
keilmuan Teknologi Pendidikan dengan perspektif kritis, karena kondisi
pendidikan di Indonesia saat ini membuat pebelajar menjadi tidak kritis,
11
dan disiplin ilmu Teknologi Pendidikan merupakan salah satu yang
mampu memecahkan kondisi tersebut.
2. Manfaat Praktis
Secara umum diharapkan mampu memberikan gambaran tentang
bagaimana implementasi Pedagogi Kritis di Indonesia secara lebih jelas,
karena praktik-praktik Pedagogi Kritis di Indonesia yang jarang ditemui.
G. Definisi Operasional
1. Pembelajaran
Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan pebelajar
(Degeng & Sudana, 1989:90)
2. Pedagogi Kritis
Teori pendidikan dan praktik pembelajaran yang didesain untuk
membangun kesadaran kritis mengenai kondisi sosial yang menindas.
Pedagogi Kritis merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya
menantang dominasi serta keyakinan dan praktik-praktik yang
mendominasi (Monchinski, 2011:10) dalam Rakhmat Hidayat (2013:6).
12
BAB IIKAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Pedagogi Kritis
1. Kemunculan Pedagogi Kritis
Pedagogi Kritis diprakarsai oleh seorang warga negara Brazil
bernama Paulo Freire yang lahir pada 19 September 1921. Paulo Freire
tinggal di suatu perkampungan miskin dan kumuh di Recife Brazil. Ide
tentang Pedagogi Kritis muncul dari pengalaman Paulo Freire yang
bermula sejak kecil dari keadaan-keadaan di sekitar lingkungan tempat
tinggal. Beban berat yang dirasakan Freire kecil juga dimulai ketika terjadi
suatu peristiwa yang dinamakan “depresi besar” atau gejolak ekonomi
global pada tahun 1929 yang mengharuskan keluarga Freire untuk pindah
ke perkampungan yang lebih kumuh di Jaboatao dos Brazil. Dari
akumulasi pengamatan atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar
lingkungan, Freire pernah mengeluarkan argumen cemerlang terkait
kemiskinan dan pendidikan, yaitu: “saya tidak mengerti apa-apa karena
lapar saya. Aku tidak bodoh. Ini bukan kurangnya minat. Kondisi sosial
yang tidak memungkinkan saya untuk memiliki pendidikan” (Rakhmat
Hidayat, 2013:2-3). Secara singkat, sejak kecil Freire mampu menangkap
fenomena-fenomena sosial yang janggal sehingga menimbulkan kepri-
hatinan sebagai seorang individu. Hingga akhirnya keprihatinan tersebut
mampu mengantarkan freire sebagai sosok yang memberikan pencerahan
terhadap dunia pendidikan.
13
Semakin mengemukanya Paulo Freire sebagai tokoh Pedagogi
Kritis, diikuti pula dengan kemunculan gerakan-gerakan lain yang
berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan pada dunia pendidikan
untuk menuju ke arah yang humanis dan demokratis. Mula-mula tokoh
bernama Henry Giroux yang mengembangkan pemikiran Paulo Freire
dengan menerbitkan buku berjudul Theory and resistance in education:
Toward a pedagogy for the opposition yang terbit pada tahun 1983. Henry
Giruox merupakan seorang sosiolog yang mengembangkan Pedagogi
Kritis pasca Paulo Freire dan menjadi Freirian. Henry Giroux memiliki
peran yang cukup signifikan dalam mengembangkan pemikiran Pedagogi
Kritis sebagai suatu kajian yang independen. Henry Giroux sangat konsen
dan gigih dalam mengembangkan Pedagogi Kritis dari sebuah warisan
panjang tentang pemikiran sosial radikal dan gerakan progresif , sehingga
gerakan yang dimulai oleh Henry Giroux berkembang dan melahirkan
nama-nama lain seperti; Peter McLaren, Joe. I Kincheloe, Douglas
Kellner, Ira Shor, Stanley Aronowitz, Antonia Darder, Michael W. Apple,
Carlos Alberto Torres, Peter mayo, yang sekaligus menjadi kolega Henry
Giroux dalam berdiskusi untuk merevitalisasi pendidikan emansipatoris
selama kurun waktu 1980 Henry Giroux (Rakhmat Hidayat, 2013:5).
2. Pengertian Pedagogi Kritis
Secara etimologi kata Pedagogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Paida yang berarti anak-anak dan Agogos yang berarti memimpin, yaitu
14
suatu ilmu dalam mengajar anak-anak. Pedagogi Kritis dapat dipahami
sebagai suatu ilmu mengajar anak-anak dengan memunculkan kesadaran
kritis terhadap kondisi sosial yang menindas. Anak-anak diajak untuk
menyadari realitas-realitas sosial yang terjadi di masyarakat untuk
selanjutnya dapat diketahui bentuk-bentuk ketidakadilan seperti apa yang
terjadi.
Beberapa pendapat dalam Rakhmat Hidayat (2013:64) yang
menegaskan posisi dan urgensi Pedagogi Kritis sebagai suatu ilmu adalah:
a. Pedagogi Kritis sebagai konsep pendidikan yang mengalami
transformasi di kalangan pendidik yang menjadi strategi baru untuk
menghadapai perubahan konteks sosial dan historis. Pedagogi Kritis
secara tradisional disebut teori pendidikan dan pengajaran serta praktik
belajar yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran kritis pebelajar
mengenai kondisi sosial yang menindas (Voke, 2007)
b. Sebuah proyek politik yang mencoba untuk mengubah struktur
kekuasaan dari kehidupan sehari-hari, di lembaga-lembaga budaya
seperti pendidikan dan media. Membangun kekuatan manusia untuk
menghindari manipulasi dan sekaligus memberdayakan mereka.
(Winter, 2004)
c. Cara untuk membawa konsep kunci seperti ideologi, hegemoni,
resistensi, kekuasaan, konstruksi pengetahuan, kelas, politik, budaya,
tindakan emansipatoris ke dalam pembelajaran. (Vavrus, 2007)
15
d. Respon terhadap pendidikan dalam relasi dengan kekuasaan yang
menindas dan terjadinya ketidaksetaraan dalam lembaga pendidikan.
(Keesing, 2003)
Melihat paparan di atas yang menyatakan bahwa Pedagogi Kritis
merupakan suatu upaya membawa ide-ide kunci untuk memahami realitas
serta gerakan politik yang berupaya untuk mengubah struktur masyarakat
yang dinilai tidak adil, maka Pedagogi Kritis memiliki dua makna, yaitu :
Pedagogi sebagai paradigma berpikir, yaitu dengan selalu
mempertanyakan dan mengkritisi pendidikan itu sendiri dalam hal-hal
fundamental tentang pendidikan baik tataran filosofis, teori, sistem,
kebijakan, dan implementasi. Pedagogi Kritis juga sebagai gerakan sosial.
Tujuan akhir Pedagogi Kritis adalah praksis pendidikan yang egaliter,
humanis, dan berbasiskan critical thinking di kalangan pebelajar.
3. Diskursus Pedagogi Kritis
Manusia merupakan makhluk yang berakal, bebas menentukan
pilihan, mengeluarkan gagasan dan ide, serta melakukan serangkaian
kegiatan-kegiatan produktif yang bersumber dari sikap otonom pada diri
manusia. Sikap otonom tersebut bersumber dari akal budi manusia yang
bebas dan bertanggung jawab. Perlu diingat pula bahwa manusia
merupakan makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesama dan alam.
Menjadi manusia berarti menjalin hubungan dengan manusia dan dengan
dunia, menjadi manusia adalah mengalami dunia sebagai realitas objektif
16
yang tidak tergantung kepada siapapun dan dapat mengerti (Paulo Freire,
1984:3).
Sebagai makhluk yang berakal dan menjalin hubungan dengan
sesama dan dunia, manusia juga merupakan makhluk yang rentan. Yang
dimaksud rentan dalam hal ini adalah pola hubungan yang
mengkhawatirkan antar manusia yang timbul karena superioritas yang
dimiliki oleh beberapa golongan. Superioritas tersebut akan dimanfaatkan
untuk melakukan ketidakadilan terhadap golongan manusia lain yang lebih
inferior. Praktik ketidakadilan tersebut dapat dikatakan sebagai praktik
penindasan. Pola hubungan antara kedua golongan tersebut didasari oleh
semangat penindasan yang mengedepankan prinsip ketidakadilan, dan
akan menimbulkan dikotomi penindas (superior) dan tertindas (inferior).
Di dalam Praktik penindasan tersebut, penindas akan melakukan
eksploitasi terhadap tertindas dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial,
politik, kebijakan, dan ideologi. Hal tersebut berujung pada tenggelamnya
kesadaran manusia yang tertindas.
Sebagai saluran yang mampu memberikan pencerahan kepada
manusia terhadap adanya penindasan, ternyata pendidikan sendiri tidak
luput dari praktik penindasan itu sendiri. Mula-mula praktik penindasan
yang terjadi adalah dengan mengaburkan realitas objektif. Pendidikan
seolah-olah terpisah dari realitas dan menjadi bagian yang independen dari
dunia. Pendidikan yang seperti ini tidak mengakomodir fenomena sosial
dan historitisas dari manusia sebagai suatu kajian untuk membangun
17
keilmuan. Budaya pendidikan seperti ini biasa disebut dengan budaya
positivisme. Budaya positivisme merupakan penyerapan rasionalitas
teknokratik yang sudah menjadi bentuk dari hegemoni kultural, dan
merupakan bagian dari rasionalitas yang menjelaskan bahwa pengetahuan
berkembang dengan dominasi metodologi ilmiah yang sangat ketat, pun
mereduksi konstruksi pengetahuan menjadi sekedar ilmu yang dibangun
berdasarkan pada generalisasi, dekskripsi, klasifikasi berbagai fenomena
sosial (Rakhmat Hidayat, 2013:77).
Budaya Positivisme pada pendidikan mengklaim bahwa dirinya
merupakan sesuatu yang bebas nilai, yaitu independen, tidak memiliki
hubungan dengan aspek sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain. Maka sifat
dari budaya positivisme adalah anti historisitas. Anti historisitas budaya
positivisme diwujudkan dengan pemberian perlakuan yang sama terhadap
semua pebelajar pada proses pembelajaran. Aspek-aspek seperti
lingkungan sosial, budaya, ekonomi dari masing-masing pebelajar tidak
mendapat perhatian dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Sehingga
yang terjadi adalah tidak ada kesinambungan antara realitas dalam
kehidupan pebelajar sehari-hari dengan apa yang ia pelajari di institusi
pendidikan. Sifat-sifat positivisme tersebut yang akhirnya dimanfaatkan
oleh kaum penindas untuk melanggengkan status quo dan bahkan saat ini
budaya positivisme sudah menjadi hegemoni. Hegemoni menurut Gramsci
dalam H.A.R Tilaar (2003:77) adalah kondisi sosial dalam semua aspek
kenyataan sosial yang didominasi dan disokong oleh kelas tertentu. Ketika
18
budaya Positivisme telah menjadi hegemoni yang dilancarkan oleh kaum
penindas, maka manusia akan tenggelam dalam realitas, tidak mampu
menyadari atas kepentingan siapa dia bertindak, dan akan kehilangan daya
kritis. Menurut Gramsci, bahwa saat ini hegemoni tidak saja merupakan
ideologi hegemonik yang berupa wacana tetapi juga praktik materi yang
membentuk struktur pengalaman sehari-hari. Termasuk saat ini
pengalaman-pengalaman praktis yang ada di sekolah.
Praktik penindasan dalam institusi pendidikan juga dapat dilihat
dalam relasi yang dibangun di dalam kelas. Dalam konteks ini yang
dibicarakan adalah antara guru dan pebelajar. Relasi konvensional ini
menempatkan guru sebagai suatu otoritas yang memiliki kekuasaan penuh
terhadap pebelajar. Kekuasaan penuh tersebut diwujudkan dalam kontrol
terhadap kurikulum, aturan-aturan ketat, dan hal-hal lain yang
melemahkan dan mematikan daya kritis pebelajar. Pola-pola komu-nikasi
antara guru dan pebelajar di dalam kelas juga merupakan pengejawantahan
dari praktik penindasan yaitu dengan menempatkan pebelajar sebagai
pendengar sedangkan guru sebagai pembicara yang bertugas untuk
memberi ilmu pebelajar. Pola konvensional seperti ini diandaikan sebagai
“gaya bank” oleh Paulo Freire.
Gaya bank menurut paulo freire adalah pola komunikasi satu arah
yang dilakukan oleh guru dengan menyampaikan pernyataan-pernyataan
dan pebelajar diarahkan untuk menerima, mencatat, menghafal, dan
mengulangi sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh guru. Maka
19
dari itu pola seperti ini persis dengan kegiatan menabung di bank.
Dominasi dengan pola berceramah seperti itu oleh Ira Shor juga disebut
dengan Teacher Talk. Pola komunikasi satu arah yang demikian akan
menimbulkan dampak yang akan melemahkan pebelajar, sehingga akan
tercipta suatu kebiasaan yang dinamakan culture of silence.
Adapun ciri-ciri pembelajaran gaya bank/teacher talk adalah
sebagai berikut: a) guru mengajar dan pebelajar diajar, b) guru mengetahui
segala sesuatu dan pebelajar tidak tahu apa-apa, c) guru berpikir dan
pebelajar dipikirkan, d) guru bercerita dan pebelajar patuh mendengarkan,
e) guru menentukan peraturan dan pebelajar diatur, f) guru memilih serta
memaksakan pilihan dan pebelajar menyetujui, g) guru berbuat dan
pebelajar membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan guru, h) guru
memilih bahan serta isi pelajaran dan pebelajar tanpa diminta pendapat
diminta menyesuaikan diri dengan pelajaran itu, i) guru
mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan
jabatan, yang guru lakukan untuk menghalangi kebebasan pebelajar, j)
guru adalah subjek dalam belajar dan pebelajar adalah objek belaka (Paulo
Freire, 1985:51-52). Kebiasaan tersebut memiliki be-berapa dimensi
berdasarkan temuan dan pengalaman lapangan Ira Shor dalam Rakhmat
Hidayat (2013:105) yaitu : pertama, berkembangnya peran yang pasif dari
pebelajar dalam kelas-kelas tradisional dipengaruhi oleh model mengajar
yang membosankan sehingga tidak menghasilkan daya tarik di kalangan
pembelajar; kedua, terjadi pembelajaran pasif dikarenakan otoritas guru
20
yang dianggap sebagai kebenaran, sehingga pebelajar menjadi subordinasi
dari guru. salah satu hal yang signifikan yang disebabkan dari kondisi
seperti di atas adalah apa yang dinamakan oleh Ira Shor dengan sebutan
Siberian Syndrome, yaitu kondisi yang tidak demokratis di dalam kelas
sehingga menyebabkan pebelajar duduk menjauhi guru. Hal tersebut telah
menjadi pola psikologis yang berulang-ulang, yang diakibatkan dari
otoritas guru yang terlalu besar kepada pebelajar sehingga pebelajar
menganggap hal tersebut sebagai ancaman.
Praktik penindasan yang mengejawantah ke dalam praktik
pendidikan, akan menimbulkan kekhawatiran terhadap kemanusiaan.
Seharusnya lembaga pendidikan menjadi sarana dalam mengasah nilai-
nilai kemanusiaan yang di dalamnya terdapat semangat perjuangan untuk
melawan kebodohan, melawan penindasan, membela yang lemah, dan
memberantas ketidakadilan. Pendidikan bukan sesuatu yang bebas nilai
karena pendidikan mengandung kekuatan politis seperti disebutkan oleh
john Storey dalam what is cultural studies (H.A.R Tilaar, 2003:xxiii) :
”...pedagogy does not represent a neutral site, free from the operations of power and politcs. Far from being the simple transmissiion of ready-made information, pedagogy is for Giroux a site of struggle, a terrain where the complex relations between knowledge and power are worked over”.
Pedagogi Kritis adalah upaya untuk mengembalikan cita-cita pen-
didikan sebagai arena perjuangan dalam melawan penindasan. Melawan
penindasan dengan melakukan upaya-upaya penyadaran Pedagogi Kritis
mencoba memperjelas posisi pendidikan sebagai sebuah gerakan
21
pendidikan yang konsen terhadap kemanusiaan. Pedagogi Kritis mengkaji
bagaimana pendidikan dapat menyediakan alat bagi individu untuk
mengembangkan potensi dan memperkuat demokrasi, serta
mengembangkan sebuah masyarakat yang egaliter (Rakhmat Hidayat,
2013:13).
4. Pembelajaran versi Pedagogi Kritis
Menurut Voke (2007) dalam Rakhmat Hidayat (2013:6) Pedagogi
Kritis merupakan konsep pedagogi yang telah mengalami transformasi di
kalangan pendidik dan menjadi strategi baru untuk mengahadapi
perubahan konteks sosial dan historis, Pedagogi Kritis secara tradisional
disebut teori pendidikan dan pengajaran serta praktik belajar yang
dirancang untuk meningkatkan kesadaran kritis pebelajar mengenai
kondisi sosial yang menindas. Dalam definisi yang dikemukakan oleh
Voke, jelas sekali bahwa Pedagogi Kritis menempatkan kesadaran yang
kritis menjadi tujuan utama dari praktik Pedagogi Kritis. Paulo Freire
(1984:16) menyebutkan bahwa manusia memiliki tiga (3) tingkat
kesadaran, yakni :
a. Kesadaran semiintransitif
Dalam tahap ini manusia tidak dapat memahami masalah-masalah
yang berada di luar lingkungan kebutuhan biologis. Minat mereka
semata-mata tertuju pada sekitar kelangsungan hidup dan mereka
tidak mempunyai pengertian tentang sisi kehidupan yang berada pada
dataran sejarah. Kesadaran semi intransitif lebih berarti bahwa
22
lingkungan persepsi manusia terbatas, dan bahwa manusia tidak dapat
menembus tantangan-tantangan yang berada di luar lingkungan
kebutuhan biologis.
b. Kesadaran transitif-naif
Dalam tingkat kesadaran ini, manusia mulai sadar bahwa dirinya
tertindas serta cakrawala telah berkembang dan mereka menanggapi
rangsangan dengan lebih terbuka, tetapi tanggapan-tanggapan ini
masih juga masih juga mempunyai nilai magis. Kesadaran manusia
yang masih menjadi bagian dari massa, dimana perkembangan
kemampuan berdialog masih rapuh dan mudah diselewengkan.
Kesadaran dalam tahap ini mungkin akan dapat diselewengkan
menjadi fanatisme oleh golongan sektarian yang irasional.
c. Kesadaran transitif kritis
Ditandai oleh kematangan menafsirkan masalah; keterangan-
keterangan yang bersifat magis digantikan prinsip-prinsip sebab-
akibat; dengan menguji “penemuan” seseorang dengan keterbukaan
terhadap pembaharuan; dengan usaha-usaha menghindari
penyelewengan-penyelewengan sewaktu memahami masalah dan
menghindari prasangka-prasangka sewaktu menganalisis; dengan
menolak pemindahan tanggung jawab; dengan menolak peran-peran
pasif; dengan argumentasi yang kuat; dengan berdialog bukan dengan
berpolemik; dengan menerima yang baru bukan hanya karena baru
nya dan secara sehat tidak menolak yang lama hanya karena lamanya.
23
Dalam (Rakhmat hidayat, 2013:28) juga disebutkan bahwa manusia
dalam tahap ini mampu memandang kritis lingkungannya, memi-
sahkan dirinya dengan keadaan sekitar yang menindas, kemudian
bertindak untuk membebaskan dirinya.
Paparan-paparan oleh para ahli Pedagogi Kritis di atas tentu
semakin mempertegas bahwa tujuan dari Pedagogi Kritis adalah
menumbuhkan kesadaran yang kritis bagi siapapun yang terlibat dalam
proses pendidikan, baik guru atau pun pebelajar. Sehingga untuk
mewujudkan kesadaran kritis, diperlukan formula-formula baru dalam
praktik pendidikan/pembelajaran.
Paulo Freire sebagai pencetus lahirnya Pedagogi Kritis telah
mengusulkan suatu bentuk pembelajaran baru, yang merupakan anti-thesis
dari pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran problem
posing/hadap masalah. Kritik utama dalam pembelajaran problem posing
adalah pola hubungan vertikal yang terjadi antara guru dan pebelajar.
Maka dari itu untuk memasuki pendidikan hadap masalah, prasyarat
utamanya ialah menciptakan hubungan yang egaliter antara guru dan
pebelajar, dengan mengedepankan hubungan dialogis diantara kedua
subjek tersebut. Melalui dialog, guru-nya-pebelajar serta pebelajar-nya-
guru tidak ada lagi dan muncul suasana baru: guru-yang-pebelajar dengan
pebelajar-yang-guru, sehingga guru tidak lagi menjadi orang-yang-
mengajar, tetapi orang yang mengajar dirinya melalui dialog dengan para
pebelajar, yang pada gilirannya di samping diajar mereka juga mengajar,
24
dan mereka semua bertanggung jawab terhadap suatu proses dalam mana
mereka tumbuh dan berkembang (Paulo Freire, 1985:62).
Relasi yang egaliter antara guru dan pebelajar akan memberikan
pengaruh yang berbeda dalam proses pencarian pengetahuan. Tidak hanya
bentuk komunikasinya yang berubah, namun seperangkat metode serta
“aturan main” dalam proses pembelajaran pun ikut berubah, terutama
adalah keterlibatan aktif pebelajar dalam proses pembelajaran. Seperti
yang pernah dilakukan Ira Shor yang merupakan tokoh Pedagogi Kritis,
Ira Shor membantu kelas dengan mempersilahkan pebelajar untuk
menentukan kelas dengan aturan mereka, silabus, perencanaan, dan
bagaimana mereka akan di evaluasi, serta pebelajar wajib untuk
menandatangani kontrak untuk kelas yang mereka ingin terima tersebut
(Rakhmat Hidayat, 2013:101).
Pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing juga
memiliki karakteristik lain. Rakhmat Hidayat (2013:106) menyebutkan
bahwa selain hubungan guru dan pebelajar yang egaliter dan penggunaan
dialog, dalam metode posing juga menggunakan yaitu riset yang efektif
dan kolaboratif, pendekatan kritis terhadap standar pengetahuan barat,
dorongan untuk respons yang aktif terhadap pengetahuan dan wawasan
yang baru, kurikulum yang baru diambil dari budaya dan kehidupan
pebelajar, dan keingintahuan mereka yang alami dalam kehidupan sehari-
hari. Penggunaan riset yang efektif dan kolaboratif sebagai suatu
pendekatan dalam pencarian pengetahuan juga pernah diperkenalkan
25
dengan nama yang berbeda oleh tokoh pendidikan progresif lainnya, yaitu
John Dewey. John Dewey menyebutkan bahwa proses belajar yang
dilakukan oleh anak, menggunakan cara yang sama dengan yang
dilakukan ilmuwan. Adapun model belajar dari John Dewey adalah
sebagai berikut : (1) Menyadari adanya masalah, (2) merumuskan
masalah, (3) mengajukan hipotesis pemecahannya, (4) mengevaluasi
konsekuensi hipotesis berdasarkan pengalaman masa lalunya, (5) menguji
solusi yang paling mungkin (Rakhmat Hidayat, 2013:44). Model belajar
gaya ilmuwan tersebut juga lazim disebut learning by doing (belajar
sambil melakukan).
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam
pembelajaran khas Pedagogi Kritis relasi guru/pendidik dan pebelajar
adalah egaliter. Pebelajar juga memiliki andil yang cukup besar dalam
proses pencarian pengetahuan. Namun bukan berarti bahwa guru tidak
memiliki peran penting dalam pembelajaran khas Pedagogi Kritis. Paulo
Freire (1985:63) mengemukakan peran guru dalam pembelajaran
sebaiknya tidak menganggap obyek-obyek yang dapat dipahami sebagai
milik pribadi, tetapi sebagai obyek refleksi para pebelajar serta dirinya
sendiri, dan dengan cara ini pendidik hadap-masalah secara terus menerus
memperbaharui refleksinya di dalam refleksi para pebelajar, yang dimana
pebelajar telah menjadi rekan pengkaji yang kritis melalui dialog dengan
pendidik/guru, sehingga peran pendidik/guru dalam pendidikan hadap-
masalah adalah menciptakan bersama dengan pebelajar, suatu suasana di
26
mana pengetahuan pada tahap doxa diganti dengan pengetahuan sejati
pada tahap ilmu/logos.
B. Kajian tentang Sekolah Alam
1. Pengertian Sekolah Alam
Sekolah alam menurut Efrita Djuwita (2010) adalah salah satu
bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media
utama sebagai pembelajaran bagi pebelajarnya, dalam hal ini penggunaan
alam sebagai media belajar ini diharapkan agar kelas pebelajar jadi lebih
perhatian dengan lingkungan dan mampu mengaplikasikan pengetahuan
yang dipelajari. Menurut Lendo Novo (2009), pendiri sekolah alam
ciganjur, sekolah alam terinspirasi oleh pemanfaatan alam, kehidupan, dan
lingkungan sebagai media pembelajaran. Kata alternatif menunjukkan
bahwa Sekolah alam memiliki penawaran yang berbeda dari sekolah-
sekolah yang formal pada umumnya. Sekolah formal pada umumnya
menggunakan metode konvensional yang mengedepankan guru sebagai
sumber ilmu utama dan media utama pembelajarannya adalah buku paket.
Sekolah Alam memanfaatkan alam sekitar sebagai media pembelajaran
utama. Dengan memanfaatkan alam sebagai sumber belajar sekaligus
media belajar, pebelajar diharapkan mampu meng-implementasikan ilmu
yang didapatkannya. Dengan begitu ilmu tidak menjadi suatu hal yang
abstrak dan tidak jelas penggunaannya. Seperti yang diungkapkan oleh
Ester Lince Napitupulu (2009) dalam sebuah liputan sekolah alam
27
memiliki konsep untuk mengajak anak-anak berinteraksi langsung dengan
alam dan memanfaatkan alam sebagai sumber belajar setiap harinya.
Pembelajaran tak lagi abstrak bagi pebelajar karena mereka dapat langsung
menerapkannya dengan media belajar yang ada di alam. Pendapat tersebut
menegaskan bahwa sekolah alam ingin mengintegrasikan ilmu yang
didapat langsung dengan kehidupan nyata. Mengaplikasikan langsung di
kehidupan nyata berarti pebelajar akan bersentuhan langsung dengan
realitas. Ketika pebelajar bersentuhan langsung dengan realitas, maka
pebelajar akan memahami realitas. Pebelajar akan memiliki peran dan
campurtangan langsung terhadap realitas.
2. Pembelajaran di Sekolah Alam
Menurut Dian Purnama (2010 : 86), Sekolah alam tetap mengacu
pada kurikulum depdiknas tetapi sekolah alam juga tetap meramu sendiri
kurikulum sesuai dengan tujuan sekolah. Pembelajaran di Sekolah alam
tidak benar-benar terlepas dari kurikulum dekdiknas. Terdapat hal-hal dari
sekolah formal yang bisa diintegrasikan ke dalam sekolah alam, tentu saja
dengan diramu sesuai dengan tujuan-tujuan sekolah alam.
Menurut Agus Thohir (2010), konsep pembelajaran yang dipakai
dalam sekolah alam adalah dengan cara belajar sambil bermain dengan
harapan orientasi fokusnya mengembangkan kelebihan yang dimiliki anak
dengan metode pencarian yang tidak baku dan relatif menyenangkan
diterima anak dalam bentuk permainan tertentu. Pendapat di atas
menegaskan bahwa sekolah alam menempatkan belajar berpusat pada
28
pebelajar, karena berfokus pada mengembangkan kelebihan yang dimiliki
oleh anak. Metode pencarian yang tidak baku memberikan keleluasan bagi
pebelajar untuk menentukan sendiri sesuatu yang akan mereka pilih dan
tidak terpaku dengan sesuatu yang kaku.
C. Kajian tentang Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Degeng & Sudana (1997:1) mengatakan bahwa pembelajaran
didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan pebelajar, dalam
definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan
memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode/strategi yang optimal
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan, bahkan kegiatan-
kegiatan inilah yang sebenarnya merupakan kegiatan inti pembelajaran.
Sedangkan Oemar Hamalik (2008:37) menyebutkan bahwa pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Manusia sebagai subjek pembelajaran melakukan serangkaian
strategi untuk menghasilkan kondisi yang mampu mendukung manusia
untuk belajar. Syaiful Sagala (2006:63) menyebutkan beberapa
karakteristik pembelajaran yang mendukung pebelajar untuk belajar, yaitu
:
a. Proses pembelajaran melibatkan proses mental pebelajar secara
maksimal dan bukan hanya menuntut pebelajar sekedar mendengar,
29
mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas pebelajar dalam proses
berpikir.
b. Pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab
terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berfikir pebelajar, yang pada gilirannya kemampuan
berfikir itu dapat membantu pebelajar untuk memperoleh pengetahuan
yang mereka konstruksi sendiri.
Dengan memperhatikan kedua hal tersebut, pembelajaran
diharapkan mampu benar-benar mendukung dan mengembangkan
kemampuan belajar anak. Selain itu, agar benar-benar berjalan sesuai
dengan harapan, maka pembelajaran harus tertata dengan baik menjadi
suatu sistem.
2. Pembelajaran sebagai Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan komponen-
komponen, dimana masing-masing komponen memiliki fungsi tertentu
yang saling berinteraksi/berhubungan antara satu dengan lainnya yang
secara keseluruhan memiliki tujuan tertentu (Zainal Arifin Ahmad,
2012:55) . Pernyataan di atas menunjukkan bahwa sistem merupakan suatu
kesatuan, yang terdiri dari bermacam-macam hal, yang memiliki suatu
tujuan seperti dalam pembelajaran.
Davis (1974:30) dalam Tim Pengembang MKDP Kurikulum &
Pembelajaran (2011:132) menyebutkan bahwa learning system me-
nyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman
30
belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang
mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Deni
Darmawan & Permasih dalam Tim Pengembang MKDP Kurikulum &
Pembelajaran (2011:132) juga menambahkan bahwa konsep tersebut
dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat
komponen-komponen pebelajar atau pebelajar, tujuan, materi, fasilitas dan
prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Pernyataan para
ahli tersebut memperjelas bahwa pembelajaran terdiri dari berbagai
macam komponen. Komponen-komponen tersebut saling berintegrasi
untuk menciptakan suatu kondisi belajar.
Lebih lanjut jika komponen-komponen pembelajaran tersebut
dijabarkan adalah sebagai berikut :
a. Tujuan
Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai
oleh kegiatan pembelajaran, dimulai dari tujuan pembelajaran (umum
dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi
untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, seperti
membangun manusia yang sesuai dengan yang dicita-citakan (Tim
Pengembang MKDP Kurikulum & Pembe-lajaran, 2011:148). Tujuan
pembelajaran merupakan hal utama yang diusahakan dari terintegrasi
nya berbagai komponen yang ada di dalam pembelajaran.
31
Menurut Toto Fathoni dan Cepi Riyana dalam Tim Pengembang
MKDP Kurikulum & Pembelajaran (2011:149) hierarki tujuan
pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut :
TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
MEMBENTUK MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
TUJUAN INSTITUSIONAL
JENJANG DAN JENIS PERSEKOLAHAN
TUJUAN KURIKULER
MATA PELAJARAN/BIDANG STUDI
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
MATA PELAJARAN/BIDANG STUDI
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
PERSATUAN KBM/BAHASAN
Gambar 1. Hierarki Tujuan Pembelajaran
b. Pebelajar
32
Pebelajar sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses
belajar mengajar, sebab tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk
pebelajar, sehingga lebih bijaksana jika dalam faktor belajar mengajar
didasarkan atas faktor pebelajar (Tim Pengembang MKDP Kurikulum
& Pembelajaran, 2011:156). Faktor pebelajar adalah hal yang penting
untuk diperhatikan. Dengan tidak mengindahkan pebelajar dalam
merencanakan pembelajaran, maka pembelajaran tidak akan menjadi
suatu hal yang berarti bagi pebelajar.
c. Guru atau pendidik
Guru adalah salah satu faktor yang penting, pertimbangan faktor-
faktor lain dalam pembelajaran juga bergantung atas kreativitas guru,
kemampuan guru mempengaruhi proses pembelajaran (Tim
Pengembang MKDP Kurikulum & Pem-belajaran, 2011:157).
Pernyataan di atas juga menunjukkan bahwa guru adalah salah satu
penentu kesuksesan dalam proses pembelajaran.
d. Materi
Materi pembelajaran pada dasarnya adalah isi dari kurikulum yang
berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik atau sub topik
rinciannya, dan secara umum dapat dipilah menjadi tiga unsur, yaitu
logika (pengetahuan tentang salah-benar), etika (pengetahuan tentang
baik-buruk), Estetika (pengetahuan tentang indah-jelek) berupa
muatan nilai seni (Tim Pengembang MKDP Kurikulum &
33
Pembelajaran, 2011:152). Materi merupakan sesuatu yang di produksi
dan diolah di dalam proses pembelajaran.
e. Media
Yusuf Hadi Miarso (2009:458) mengatakan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Dapat dikatakan bahwa media adalah hal yang mendukung terjadinya
proses pembelajaran yang lebih kreatif dan menyenangkan, serta dapat
memberikan rangsangan-rangsangan untuk berpikir lebih aktif.
f. Lingkungan
Adalah tempat di mana proses belajar mengajar berlangsung, yaitu
meliputi keadaan, kondisi, dan berbagai macam perlengkapan yang
tersedia (Yusuf Hadi Miarso, 2009:534). Lingkungan yang mampu
menunjang proses pembelajaran dengan baik, akan menghasilkan hasil
yang baik pula.
3. Teori belajar yang menjadi pijakan Pedagogi Kritis
Seperti telah diketahui bahwa Pedagogi Kritis adalah sebuah
konsep pedagogi yang bertransformasi untuk menghadapi tantangan sosial,
politik, dan historis. Tujuan utama Pedagogi Kritis adalah menumbuhkan
kesadaran kritis pebelajar terhadap kondisi sosial yang menindas. Untuk
34
mewujudkan kesadaran kritis tersebut, Pedagogi Kritis mengubah
pandangan tentang kegiatan pembelajaran yang konvensional.
Pedagogi Kritis menolak pembelajaran konvensional yang
mengedepankan guru sebagai sumber ilmu utama. Dalam pembelajaran
konvensional, guru melakukan transfer ilmu kepada pebelajar dan
menganggap pebelajar adalah objek-objek yang tidak mengerti apa-apa
sehingga perlu diberi materi-materi pelajaran. Dalam istilah Pedagogi
Kritis, pembelajaran yang menempatkan guru sebagai sumber ilmu utama
disebut dengan pembelajaran gaya bank/teacher talk. Paulo Freire
(1985:51-52) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran gaya bank/teacher talk
adalah sebagai berikut: a) guru mengajar dan pebelajar diajar, b) guru
mengetahui segala sesuatu dan pebelajar tidak tahu apa-apa, c) guru
berfikir dan pebelajar difikirkan, d) guru bercerita dan pebelajar
mendengarkan, e) guru menentukan peraturan dan pebelajar diatur, f) guru
memilih serta memaksakan pilihan dan pebelajar menyetujui, g) guru
berbuat dan pebelajar membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan
guru, h) guru memilih bahan serta isi pelajaran dan pebelajar tanpa diminta
pendapat diminta untuk menyesuaikan diri dengan pelajaran itu, i) guru
mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan
jabatan, yang guru lakukan untuk menghalangi kebebasan pebelajar, j)
guru adalah subjek dalam belajar dan pebelajar adalah objek belaka.
Pembelajaran gaya bank membuat pebelajar tidak mampu
mengembangkan kesadaran kritis, menghilangkan daya kreatif pebelajar,
35
dan menimbulkan kemandegan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain,
pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran konvensional adalah
pendekatan teacher centered.
Pembelajaran gaya bank merupakan salah satu perwujudan dari
teori belajar pembelajaran behavioristik. Behavioristik menekankan
pemberian stimulus yang diberikan oleh guru dan respon yang dihasilkan
oleh pebelajar. Dalam pandangan ini, belajar merupakan perubahan
tingkah laku yang disebabkan interaksi antara stimulus dan respon.
Walaupun dari para ahli koneksionis terdapat beberapa perbedaan, namun
mereka bersepakat untuk memandang persoalan pembelajaran sebagai
persoalan hubungan antara stimuli dan respon (Hill Winfred, 2012:32).
Stimulus merupakan masukan atau input, sedangkan respon merupakan
keluaran atau output. Teori behavioristik cenderung mengarahkan
pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif,
pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan yaitu
membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan pebelajar untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi (Asri
Budiningsih, 2008:25-26). Behavioristik cenderung mementingkan hasil
daripada proses. Hasil yang didapatkan pebelajar harus sesuai dengan apa
yang diberikan oleh guru.
Pandangan pembelajaran Pedagogi Kritis memiliki bentuk-bentuk
yang sama seperti teori belajar pembelajaran konstruktivistik. Kedua
pandangan tersebut sama-sama menolak pembelajaran behavioristik yang
36
mengedepankan hubungan searah dari guru kepada pebelajar, menolak
belajar berdasarkan pada fakta/konsep/kaidah yang kaku untuk dihafalkan,
dan menolak belajar yang berisi materi-materi dari guru berupa fakta-fakta
yang lepas dari pengalaman pebelajar. Pembelajaran Pedagogi Kritis dan
konstruktivistik sama-sama menekankan pada keaktifan pebelajar.
Konstruktivistik menawarkan kegiatan yang bermakna bagi
pebelajar. Adapun ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik yang
dikemukakan oleh Baharuddin & Wahyuni (2009:109) adalah sebagai
berikut: (a) memberi peluang kepada pebelajar untuk membina
pengetahuan baru melalui keterlibatan dalam dunia yang sebenarnya, (b)
mendorong ide-ide pebelajar sebagai panduan merancang pengetahuan, (c)
mendukung pembelajaran secara kooperatif, (d) mendorong dan menerima
usaha dan hasil yang diperoleh pebelajar, (e) mendorong pebelajar untuk
mau bertanya dan berdialog dengan guru, (f) menganggap pembelajaran
sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran, (g)
mendorong proses inkuiri pebelajar melalui kajian dan eksperimen.
Disebutkan pula oleh Asri budiningsih (2008:65) bahwa pembelajaran
konstruktivistik memiliki karakteristik yang membebaskan pebelajar dari
belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan,
menempatkan pebelajar sebagai kekuatan timbulnya interes untuk
membuat hubungan diantara ide dan gagasan pebelajar itu sendiri lalu
memformulasikan kembali ide-ide tersebut dan membuat kesimpulan, dan
memahami bersama-sama bahwa proses belajar serta penilaian merupakan
37
suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak
mudah dikelola. Pembelajaran Pedagogi Kritis dan konstruktivistik
menggunakan pendekatan student centered.
4. Karakteristik pembelajaran dari perspektif Pedagogi Kritis
Dalam sub bab sebelumnya telah diketahui bahwa di dalam
pembelajaran terdapat komponen-komponen yang bekerja sebagai suatu
sistem yang saling terintegrasi satu dengan yang lain. Setiap pembelajaran
yang dilakukan memiliki karakteristik komponen pembelajaran yang
berbeda.
Pedagogi Kritis sebagai suatu pembelajaran yang menggunakan
pendekatan student centered memiliki karakteristik komponen
pembelajaran yang berbeda dari karakteristik pembelajaran konvensional.
Adapun karakteristik komponen pada pembelajaran Pedagogi Kritis adalah
sebagai berikut :
a. Tujuan Pembelajaran
Pedagogi Kritis memiliki tujuan-tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Adapun tujuan pembelajaran Pedagogi Kritis adalah :
1) Meningkatkan partisipasi dan keaktifan pebelajar dalam
pembelajaran sehingga terwujud manusia yang aktif dan mampu
menemukan sendiri pengetahuannya.
2) Pedagogi Kritis dibangun atas dasar critical thinking untuk selalu
mempertanyakan dan mengkritisi (Rakhmat hidayat, 2013:7).
38
3) Membawa pebelajar beralih dari kesadaran semi-intransitif
menjadi transitif-kritis berdasarkan tipologi kesadaran Paulo
Freire.
4) Winter dalam Rakhmat Hidayat (2013:7) menyebutkan bahwa
Pedagogi Kritis merupakan proyek politik yang mencoba
mengubah struktur kekuasaan dari kehidupan sehari-hari , di
lembaga-lembaga budaya seperti pendidikan dan media.
5) Tujuan akhir Pedagogi Kritis adalah melahirkan praksis
pendidikan yang egaliter, humanis, demokratis berbasiskan
critical thinking di kalangan pebelajar. Pedagogi Kritis juga
merupakan gerakan sosial yang ingin membongkar praktik
pendidikan yang membelenggu dan dilakukan di kalangan status
quo (Rakhmat Hidayat, 2013:8).
Tujuan pembelajaran merupakan hal mendasar yang di dalamnya
dapat diketahui sebab-sebab diselenggarakan kegiatan pembelajaran.
Dari kelima tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa Pedagogi Kritis
memiliki tujuan untuk memberdayakan pebelajar agar terlibat aktif
dan partisipatif dengan praktik pendidikan yang egaliter, humanis,
demokratis dan membawa pebelajar memperoleh kesadaran kritis.
b. Pebelajar
Pebelajar merupakan alasan utama kegiatan pembelajaran
diselenggarakan. Pebelajar sebagai pihak yang berkepentingan di
dalam proses belajar mengajar, sebab tujuan yang harus dicapai
39
semata-mata untuk pebelajar, sehingga lebih bijaksana jika dalam
faktor belajar mengajar didasarkan atas faktor pebelajar (Tim
Pengembang MKDP Kurikulum & Pembelajaran, 2011:156).
Pada Sub bab mengenai teori belajar yang menjadi pijakan
Pedagogi Kritis telah disebutkan bahwa Pedagogi Kritis memiliki
tipikal pembelajaran yang sama dengan konstruktivistik, yaitu
menolak peran pasif dari pebelajar dan dominasi guru dalam
pembelajaran. Pembelajaran Pedagogi Kritis mengajak pebelajar
untuk berperan aktif dalam pencarian ilmu pengetahuan.
Dalam sub bab mengenai pembelajaran versi Pedagogi Kritis telah
disebutkan beberapa peran aktif pebelajar dalam pembelajaran
Pedagogi Kritis. Bentuk peran aktif pebelajar misalnya tampak pada
aktivitas yang pernah dilakukan Ira Shor yang merupakan tokoh
Pedagogi Kritis. Ira Shor membantu kelas dengan mempersilahkan
pebelajar untuk menentukan kelas dengan aturan mereka, silabus,
perencanaan, dan bagaimana mereka akan di evaluasi, serta pebelajar
wajib untuk menandatangani kontrak untuk kelas yang mereka ingin
terima tersebut (Rakhmat Hidayat, 2013:101). Dalam contoh
pembelajaran Pedagogi Kritis seperti yang dilakukan Ira Shor tersebut
menjelaskan bahwa Pedagogi Kritis memberikan wewenang kepada
pebelajar untuk mengatur sendiri pembelajaran yang akan dilakukan
karena pebelajar adalah pusat pembelajaran.
40
c. Guru
Telah disebutkan sebelumnya pada sub bab mengenai teori belajar
yang menjadi pijakan Pedagogi Kritis bahwa Pedagogi Kritis menolak
dominasi guru di dalam kelas seperti dalam pembelajaran
konvensional. Keesing dalam Rakhmat Hidayat (2013:7)
menyebutkan bahwa Pedagogi Kritis merupakan respons pendidikan
untuk relasi kekuasaan yang menindas dan terjadinya ketidaksetaraan
dalam lembaga pendidikan, sehingga posisi guru yang mendominasi
tidak boleh terjadi karena hal tersebut merupakan bentuk
pengejawantahan dari penindasan
John Dewey mengemukakan bahwa dalam pendidikan progresif
guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator yang mendorong
pebelajar untuk melakukan berbagai aktivitas pembelajaran yang
diminati (Rakhmat Hidayat, 2013:46). Guru tidak lagi sebagai
pendominasi kelas yang membuat posisi pebelajar sebagai objek yang
harus diisi dengan pengetahuan. Guru dalam Pedagogi Kritis harus
percaya bahwa pebelajar mampu untuk menemukan pengetahuan
sendiri dan perlu untuk diberikan motivasi dan dorongan agar
pebelajar benar-benar berada di jalur penemuan pengetahuan. Henry
Giroux dalam Rakhmat Hidayat (2013,91) menyebutkan bahwa guru
adalah intelektual transformatif yang dapat mendidik pebelajar untuk
aktif, kritis dan berbicara menentang ketidakadilan ekonomi, politik,
dan sosial baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan kata lain,
41
guru harus mampu menjadi fasilitator bagi pebelajar untuk
berhubungan dengan dunia nyata dan merasakan kondisi realitas agar
pebelajar mampu menemukan sendiri pengetahuannya.
d. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dalam Pedagogi Kritis bukan merupakan
sesuatu yang baku yang sudah ditentukan sebelumnya seperti dalam
pembelajaran konvensional, akan tetapi sepenuhnya materi
pembelajaran didasarkan atas diri pebelajar terutama pengalaman-
pengalaman pebelajar. Sebagai tokoh Pedagogi Kritis Paulo Freire
mempromosikan kegiatan pendidikan yang didasarkan atas
pengalaman hidup peserta, karena sesungguhnya hal tersebut
merupakan upaya pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri
(Rakhmat Hidayat, 2010:28). Pengalaman pebelajar dijadikan sebagai
bahan untuk materi agar tercipta hubungan antara ilmu pengetahuan
dan realitas pengalaman pebelajar sehari-hari.
e. Lingkungan
Pedagogi Kritis sesungguhnya menekankan penggunaan ruang
yang fleksibel dan tidak terbatas di dalam ruang kelas. Paulo Freire
justru menyarankan penggunaan alam sebagai lingkungan natural
dalam pembelajaran yang dikenal dengan istilah pendidikan populer.
Pendidikan populer adalah berbasis di alam dan menolak gagasan
pendidikan satu arah (Rakhmat Hidayat, 2010:30).
42
5. Model-model pembelajaran berbasis konstruktivistik
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembelajaran Pedagogi Kritis
berpijak pada teori belajar konstruktivistik. Karakteristik pembelajaran
yang ada dalam Pedagogi Kritis juga tidak berbeda dari konstruktivistik
yang menekankan pada keaktifan pebelajar dan memandang pembelajaran
sebagai suatu hal yang tidak kaku.
Beberapa model pembelajaran berbasis konstruktivistik yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran Pedagogi Kritis antara lain:
a. Model pembelajaran kontekstual
Nurhadi dalam (Rusman, 2011:189) mengungkapkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata
pebelajar dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Model
pembelajaran kontekstual menekankan terciptanya hubungan antara
hal-hal yang dipelajari pebelajar bersama guru dengan kehidupan
pebelajar sehari-hari agar tercipta makna dan kesadaran kritis dari
pebelajar terhadap kondisi realitas.
Teori belajar konstruktivistik tampak sangat mempengaruhi model
pembelajaran kontekstual, karena dalam model ini hubungan antara
guru dan pebelajar tidak lagi sebagai transformasi pengetahuan,
namun sebagai kegiatan fasilitasi belajar oleh guru terhadap pebelajar.
43
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model yang memberikan
fasilitas kegiatan belajar pebelajar untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang bersifat lebih konkret (terkait
dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas pebelajar
dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri, sehingga
pembelajaran tidak sekedar berorientasi pada produk atau hasil namun
sebagai sebuah proses (Rusman, 2011:190).
Adapun skenario pembelajaran kontekstual yang disebutkan oleh
Rusman (2011:199) adalah sebagai berikut :
1) Mengembangkan pemikiran pebelajar untuk melakukan kegiatan
belajar lebih bermakna apakah dengan cara sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
baru yang harus dimiliki. Guru harus membimbing pebelajar untuk
menempuh hal-hal yang disebutkan di atas.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik
yang diajarkan.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu pebelajar dengan memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan
kelompok, berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui
ilustrasi, model, bahkan media sebenarnya.
44
6) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan
yang sebenarnya pada setiap pebelajar.
b. Model pembelajaran berbasis masalah/problem based instruction.
Dalam sub bab mengenai pembelajaran versi Pedagogi Kritis telah
dijelaskan bahwa Paulo Freire yang merupakan tokoh Pedagogi Kritis
telah mempromosikan bentuk pembelajaran yang lebih demokratis
dan dilandasi atas realitas, yaitu problem posing atau yang lebih
familiar disebut dengan problem based instruction.
Bern dan Erickson dalam Kokom Komalasari (2010:59)
menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
pembelajaran yang melibatkan pebelajar dalam memecahkan masalah
dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari
berbagai disiplin ilmu. Pembelajaran berbasis masalah mengajak
pebelajar untuk aktif berhadapan dengan masalah dan menggunakan
berbagai disiplin ilmu dalam melihat masalah yang ada.
Dalam pembelajaran berbasis masalah terdapat langkah-langkah
pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru dan pebelajar.
Menurut Kokom Komalasari (2010:59) langkah-langkah pembelajaran
berbasis masalah adalah sebagai berikut:
45
1) Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan
sarana atau alat pendukung yang dIbutuhkan. Guru memotivasi
pebelajar untuk terlibat akivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2) Guru membantu pebelajar mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
(menetapkan topik, tugas, jadwal, dll)
3) Guru mendorong pebelajar untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4) Guru membantu pebelajar dalam merencanakan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas
dengan temannya.
5) Guru membantu pebelajar untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
c. Model pembelajaran kooperatif
Tom V. Savage dalam Rusman (2011:203) menyebutkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dilakukan
oleh pebelajar dengan menekankan kerjasama dalam kelompok.
Kegiatan pembelajaran dengan model kooperatif membagi pebelajar
ke dalam beberapa kelompok dan menuntut tanggung jawab pebelajar
sebagai pribadi dan sebagai anggota kelompok. Hal tersebut didukung
oleh Slavin dalam Kokom Komalasari (2010:62) yang menyebutkan
46
bahwa keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada
kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu
maupun secara kelompok.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang
dikemukakan oleh Rusman (2011:211) adalah sebagai berikut :
Tabel. 1 langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif
Tahap Tingkah laku guru
Tahap 1Menyampaikan tujuan dan memotivasi pembelajar
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan elajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi pebelajar belajar
Tahap 2Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada pebelajar dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan
Tahap 3Mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada pebelajar bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien
Tahap 4Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar ada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap 5Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
d. Model pembelajaran Inquiry
Pembelajaran Pedagogi Kritis sangat menekankan pada proses
penemuan pengetahuan sendiri oleh pebelajar. Telah disebutkan dalam
sub bab mengenai pembelajaran versi Pedagogi Kritis bahwa belajar
yang baik menurut salah satu tokoh pendidikan progresif John Dewey
adalah dengan menggunakan cara-cara seperti ilmuan atau
eksperimen. Cara-cara seperti ilmuwan yang dimaksud adalah dengan
47
learning by doing atau belajar sambil melakukan. Model pembelajaran
yang menggunakan konsep learning by doing adalah model
pembelajaran inquiry.
Menurut piaget (mulyasa, 2008:108) bahwa model pembelajaran
inquiry adalah model pembelajaran yang mem-persiapkan pebelajar
pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar
melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan
pebelajar lain. Dengan kata lain, pebelajar akan diajak melakukan
pengalaman nyata untuk berhadapan dengan masalah agar mampu
menemukan solusi dari proses yang telah dijalani sebagai seorang
subjek yang mencari ilmu pengetahuan. Alam adalah sumber belajar
dari model pembelajaran inquiry, karena aktivitas yang dijalani
berpusat pada pencarian pengetehuan atau eksperimen.
Manfaat dari model pembelajaran inquiry adalah pebelajar mampu
kemampuan berfikir secara sistematis, logis dan kritis, sehingga
pebelajar akan terbiasa melihat realitas sebagai suatu hal yang utuh
dan saling berhubungan. Dengan demikian, dalam pembelajaran
inquiry pebelajar tak hanya di tuntut agar menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang di
milikinya secara optimal (Sanjaya, 2006:195).
48
Menurut Sanjaya (2006:202) langkah-langkah model
pembelajaran inquiry ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsive. Langkah ini guru
mengondisikan pebelajar siap melaksanakan proses pembelajaran.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahap ini
adalah:
a) menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan
dapat dicapai oleh pebelajar,
b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan
oleh pebelajar untuk mencapai tujuan.
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah adalah langkah membawa pebelajar
kepada persoalan yang mengadung teka teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang pebelajar untuk
berpikir memecahkan teka teki itu.
3) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu
diuji kebenarannya.
49
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dIbutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
5) Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang
dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temu-
an yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
6. Tahap-tahap pembelajaran dalam Pedagogi Kritis
Sub bab ini memaparkan tentang pembelajaran sebagai suatu
proses kegiatan yang terdiri dari tiga fase atau tahapan, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi. Tahap-tahap tersebut
didasarkan atas karakteristik pembelajaran Pedagogi Kritis dan model
pembelajaran konstruktivistik. Adapun ketiga tahap tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan pembelajaran
Tahap perencanaan pembelajaran merupakan tahap
penyusunan sesuatu untuk dilaksanakan agar mendapatkan tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini terdapat hal-hal yang
harus dipersiapkan agar pembelajaran dapat berjalan efektif dan
50
efisien. Perencanaan proses pembelajaran biasanya meliputi dua hal,
yaitu silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Silabus sebagai acuan pengembangan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran,
standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar (Rusman, 2011:5). Silabus akan menjadi
panduan bagi guru untuk membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan kurikulum yang berlaku.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan jabaran
dari silabus. RPP disusun untuk setiap kompetensi dasar yang
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih (Abdul Majid,
2013:38). RPP akan memandu guru dan pebelajar dalam menjalankan
kegiatan pembelajaran.
Adapun komponen-komponen RPP menurut Rusman (2011:5)
adalah sebagai berikut:
1) Identitas mata pelajaran
Terdiri dari satuan pendidikan, kelas, semester, program, mata
pelajaran/tema pelajaran, dan jumlah pertemuan.
2) Standar kompetensi
Adalah kualifikasi kemampuan minimal pebelajar yang
menggambarkan penguasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
51
yang diharapkan dicapai pada kelas dan atau semester pada suatu
mata pelajaran.
3) Kompetensi dasar
Sejumlah kemampuan yang harus dikuasai pebelajar dalam
mata pelajaran tertentu sebagai tujuan penyusunan indikator
dalam suatu mata pelajaran.
4) Indikator pencapaian kompetensi
Perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
5) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar
yang diharapkan dicapai oleh pebelajar sesuai dengan kompetensi
dasar.
6) Materi ajar
Memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
7) Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian kompetensi dasar dan beban belajar.
52
8) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
pebelajar mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator
yang telah ditetapkan.
9) Kegiatan pembelajaran
Perencanaan kegiatan pembelajaran biasanya dibagi menjadi
tiga, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Pendahuluan adalah
kegiatan awal pada pertemuan pembelajaran untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian pebelajar.
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar. Sedangkan penutup adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat
dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, refleksi,
dan umpan balik.
10) Penilaian hasil belajar
Merupakan prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil
belajar. Biasanya disesuaikan dengan indikator pen-capaian
kompetensi dan mengacu pada standar penilaian
11) Sumber belajar
Biasanya ditentukan berdasarkan standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.
53
Perlu diperhatikan bahwa dalam konteks pembelajaran
Pedagogi Kritis, tahap perencanaan yang dilakukan tidak terlalu kaku
seperti dalam pembelajaran konvensional. Dalam tahap perencaan
pembelajaran Pedagogi Kritis, guru dan pebelajar melakukan
bersama-sama dengan cara berdialog. Seperti yang dilakukan Ira Shor
yang merupakan salah satu tokoh Pedagogi Kritis. Ira shor mengajak
pebelajar untuk menentukan kelas, aturan, silabus, perencanaan
pembelajaran, dan bagaimana mereka akan dievaluasi (Rakhmat
Hidayat: 2013,101). Ruang demokratisasi dalam pembelajaran
Pedagogi Kritis dimulai dari tahap perencanaan, sehingga tercipta
perencanaan yang mengakomodir ide dari semua yang
berkepentingan, baik guru maupun pebelajar.
Dari beberapa komponen RPP yang telah disampaikan di atas,
terdapat beberapa komponen yang memiliki sifat khas dalam
pembelajaran Pedagogi Kritis. Yang pertama adalah tujuan
pembelajaran. Pedagogi Kritis berangkat dengan tujuan untuk
menumbuhkan kesadaran transitif kritis. kesadaran transitif kritis
adalah pebelajar mampu memandang kritis lingkungannya,
memisahkan dirinya dengan keadaan sekitar yang menindas,
kemudian bertindak untuk membebaskan dirinya (Rakhmat Hidayat,
2013:28). Apapun mata pelajaran yang akan dibahas bersama antara
guru dan pebelajar, tujuan dari hal tersebut haruslah menumbuhkan
54
kesadaran transitif kritis walaupun pada akhirnya pebelajar juga
menguasai indikator-indikator tertentu pada mata pelajaran.
Hal yang kedua adalah komponen materi ajar. Materi ajar
memang berisi fakta dan konsep yang sebelumnya telah diketahui
kebenarannya. Kebenaran tersebut dalam pembelajaran konvensional
disampaikan secara verbalistik oleh guru kepada pebelajar. Tugas
guru dalam pendidikan adalah menceritakan realitas-realitas, seolah-
olah sesuatu yang tidak bergerak, statis, terpisah satu sama lain, dan
dapat diramalkan (Rakhmat Hidayat,2013:28). Seakan-seakan ilmu
pengetahuan yang ada dalam materi ajar bersifat mutlak dan pasti,
sehingga akan mematikan daya kritis pebelajar untuk melakukan
penggalian ilmu pengetahuan.
Pedagogi Kritis menolak penyampaian materi ajar yang
bersifat kaku seperti yang disampaikan di atas. Pedagogi Kritis
mendorong penggalian ilmu pengetahuan dalam materi ajar dengan
model-model pembelajaran yang lebih demokratis, seperti model
pembelajaran kontekstual, model pembelajaran berbasis
masalah/problem posing, model pembelajaran kooperatif, dan model
pembelajaran inquiry/penemuan. Metode pembelajaran yang dipilih
dalam pembelajaran Pedagogi Kritis adalah yang bersifat dua arah,
seperti dialog. Dialog adalah bentuk perjumpaan di antara sesama
manusia dengan perantara dunia dalam rangka menamai dunia (Freire,
55
1985:73). Pedagogi Kritis mendorong bentuk-bentuk pembelajaran
yang humanis.
b. Tahap pelaksanaan pembelajaran
Tahap pelaksanaan adalah implementasi dari perencaaan yang
telah dibuat. Tahap pelaksanaan meliputi tiga bagian, yaitu
pendahuluan, inti, dan penutup. Adapun uraian dari ketiga bagian
tersebut menurut Abdul Majid (2013:43) adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan pendahuluan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
pendahuluan adalah:
a) Guru menyiapkan pebelajar secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran.
b) Guru berusaha mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
akan dipelajari.
c) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan
silabus yang disepakati.
Kegiatan pendahuluan seperti yang telah disampaikan di
atas sejalan konsep Pedagogi Kritis yang menempatkan guru
sebagai fasilitator yang mengajak pebelajar untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada pebelajar. Guru juga perlu mempersiapkan pebelajar untuk
56
siap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan motivasi-motivasi
yang diberikan.
2) Kegiatan inti
Pelaksanaan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang memotivasi pebelajar untuk ber-
partisipasi aktif, serta memberikan cukup ruang bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis pebelajar. Rusman (2011:11)
menyebutkan bahwa dalam kegiatan inti terdapat 3 hal yang
dilakukan, yaitu:
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan adalah dengan
senantiasa melibatkan pebelajar mencari informasi yang luas
dalam menentukan topik/tema materi yang akan dipelajari
dengan prinsip “alam takambang” jadi guru dan pebelajar
belajar dari aneka sumber; guru memfasilitasi interaksi yang
akan terjadi antara sesama pebelajar, pebelajar dengan-
lingkungan, dan dengan sumber belajar lainnya; melibatkan
pebelajar secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
guru memfasilitasi pebelajar melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan.
57
b) Elaborasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam elaborasi adalah
membiasakan pebelajar membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi
pebelajar melalui tugas, diskusi dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memberi kesempatan pebelajar untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
memfasilitasi pebelajar dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif; memfasilitasi pebelajar untuk membuat laporan
eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok; memfasilitasi pebelajar untuk
menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
memfasilitasi pebelajar melakukan pameran dari produk yang
dihasilkan; memfasilitasi pebelajar melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggan dan rasa percaya diri.
c) Konfirmasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konfirmasi yaitu
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
pembelajar; memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi pebelajar melalui berbagai sumber; memfasilitasi
pebelajar melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
58
belajar yang telah dilakukan; memfasilitasi pebelajar untuk
memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar; guru memfasilitasi dengan membantu
menyelesaikan masalah; guru memberi acuan pebelajar dalam
pengecekan hasil eksplorasi; membantu pebelajar untuk
mendapatkan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; guru
memberikan motivasi kepada pebelajar yang kurang
berpartisipasi secara aktif.
Poin-poin di atas menunjukkan bahwa guru mengajak
pebelajar untuk melakukan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi dalam kegiatan inti pembelajaran. Ketiga kegiatan
tersebut sangat memberi ruang bagi pebelajar untuk
mendapatkan pengetahuan sendiri dan menemukan makna
dalam pembelajaran. Dalam proses tersebut, guru bertindak
sebagai fasilitator yang senantiasa membantu pebelajar dengan
berproses bersama.
3) Kegiatan penutup
Pada kegiatan penutup hal-hal yang harus diperhatikan
adalah guru bersama-sama dengan pebelajar untuk membuat
rangkuman atau kesimpulan; melakukan refleksi terhadap kegiatan
yang telah dilaksanakan; guru memberikan umpan balik terhadap
proses yang telah dilakukan.
59
c. Penilaian hasil pembelajaran
Penilaian pembelajaran dilakukan untuk mengukur kompetensi
yang telah didapatkan oleh pebelajar. Penilaian dilakukan secara
konsisten, sistematis, dan terprogram dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek atau
produk, portofolio, serta penilaian diri. (Rusman, 2011:13). Apapun
bentuk penilaian yang akan digunakan, dalam pandangan Pedagogi
Kritis hal tersebut harus berdasarkan kesepakatan antara guru dan
pebelajar. Dengan terjadinya sebuah kesepakatan, maka pebelajar
dapat bertanggungjawab terhadap bentuk penilaian yang dipilih.
D. Kedudukan penelitian dalam perspektif Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan merupakan keilmuan yang senantiasa
berkembang mengikuti perubahan zaman dan meliputi berbagai permasalahan-
permasalahan pendidikan yang ada di dalamnya. Perkembangan keilmuan
Teknologi Pendidikan tidak terlepas dari upaya-upaya perbaikan yang
dilakukan melalui kajian-kajian teori dan kegiatan penelitian. Pengembangan
bidang garapan dilakukan melalui kajian teori serta penelitian, teori yang ada
digunakan untuk memandu para praktisi apa yang harus mereka lakukan untuk
memenuhi kebutuhan klien, selanjutnya hasil dari lapangan diuji
keilmiahannya agar menjadi masukan bagi perkembangan keilmuan Teknologi
Pendidikan (Dewi Salma Prawiradilaga, 2012:30). Upaya tersebut tidak lain
60
adalah agar keilmuan Teknologi Pendidikan menjadi lebih kukuh dan dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan dari pendidikan itu sendiri.
Berkembangnya keilmuan Teknologi Pendidikan, baik itu secara teori
maupun praktik, tidak terlepas dari perkembangan keilmuan-keilmuan yang
lain. Seperti disebutkan dalam (Yusuf Hadi Miarso, 2009:121) bahwa
Teknologi Pendidikan merupakan bidang garapan yang tidak digarap oleh
bidang atau disiplin ilmu lain, Penggarapannya ditopang oleh sejumlah teori,
model, konsep, dan prinsip dari bidang dan disiplin ilmu lain seperti ilmu
perilaku, ilmu komunikasi, ilmu kerekayasaan, teori/konsep sistem, dan lain-
lain yang tidak dapat diperinci satu per satu, penggarapan itu dilakukan dengan
sistematik dan sistemik. Hal tersebut justru merupakan keunikan dari keilmuan
Teknologi Pendidikan. Teknologi Pendidikan berusaha untuk mensinergiskan
berbagai hal-hal terkait, yang sebelumnya merupakan bagian-bagian yang
terpisah/parsial, untuk digunakan dalam kepentingan pendidikan. Termasuk
dalam hal ini adalah konsep Pedagogi Kritis yang merupakan pendekatan
mengajar yang berupaya untuk menumbuhkan kesadaran kritis.
Kedudukan penelitian yang dilakukan dalam bidang keilmuan
Teknologi Pendidikan, perlu disesuaikan dengan definisi Teknologi Pendidikan
itu sendiri. Definisi Teknologi Pendidikan menurut AECT (Association for
Educational Communication and technology) tahun 2004 yaitu:
“Educational Technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managin appropriate technological processes and recourcess” (Januszewski & Molenda, 2008:1).
61
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu yang
membuat keilmuan Teknologi Pendidikan exist dan berkembang adalah aktif
dalam melakukan penelitian-penelitian yang dimaksudkan untuk memperkaya
dan mengkukuhkan Teknologi Pendidikan sebagai keilmuan. Kata Study atau
kajian dalam definisi Teknologi Pendidikan menurut AECT tahun 2004
merupakan representasi atas komitmen Teknologi Pendidikan dalam
menempatkan penelitian sebagai upaya mengembangkan keilmuan Teknologi
Pendidikan. Istilah study atau kajian dimunculkan sebenarnya melanjutkan
tugas dan fungsi seorang Teknologi Pendidikan/pembelajaran untuk
melanjutkan apa yang sudah dilakukan dalam kerangka definisi tahun 1994,
yaitu pelaksanaan penelitian dalam Teknologi Pendidikan/pembelajaran (Dewi
Salma Prawiradilaga, 2012:57). Adapun kegiatan kajian/penelitian merupakan
sesuatu yang lingkupnya luas dan tidak terbatas oleh hal-hal yang bersifat
teknis. Kajian, seperti yang diuraikan oleh Molenda, dipersepsikan sebagai
sesuatu yang lebih dari penelitian yang biasa dilakukan, yang tidak terbatas
dari metode, hipotesis, atau pengolahan data, bagi Molenda, kajian,
“...is intended to include quantitativee and qualitative research as well as others forms of discipline inquiry, theorizing, philosophical analysis, historical investigations, development projects, fault analysis, system analysis, and evaluation” (Dewi Salma Prawiradilaga, 2010:57).
Dari argumen yang dikemukakan di atas oleh Molenda tentang
kajian/penelitian dalam ranah Teknologi Pendidikan, maka dapat diketahui
bahwa banyak aspek yang ingin disentuh Teknologi Pendidikan melalui
kegiatan penelitian. Aspek-aspek yang disebutkan Molenda seperti; theorizing,
philosophical analysis, historical investigations, development projects, fault
62
analysis, system analysis, and evaluation- adalah sesuatu yang konstruktif bagi
keilmuan Teknologi Pendidikan.
Selain makna study dalam definisi Teknologi Pendidikan tahun 2004,
terdapat kata learning dalam definisi Teknologi Pendidikan tahun 2004. Jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kata Learning berarti Belajar. Dalam
kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, “proses pembelajaran”
merupakan aspek yang menjadi titik perhatian. Kata “pembelajaran” memiliki
kata dasar “belajar” yang diterjemahkan dalam (Dewi Salma Prawiradilaga,
2012:58) dari definisi Teknologi Pendidikan tahun 2004 adalah bukan hanya
menghafal, mengingat, tetapi belajar yang dimaksud adalah bagaimana
seseorang mampu mengembangkan diri berdasarkan persepsinya terhadap yang
dipelajari, lingkungan dan masyarakat di mana seseorang berada, mewujudkan
impiannya, dan sebagainya. Dengan terteranya kata “Learning” dalam definisi
Teknologi Pendidikan tahun 2004, maka semakin jelas bahwa “Belajar”
merupakan diskursus utama dari keilmuan Teknologi Pendidikan. Oleh sebab
itu, peneliti yang merupakan teknolog pendidikan, akan melakukan penelitian
terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh Sanggar Anak Alam dengan
menggunakan perspektif Pedagogi Kritis.
Pedagogi Kritis sendiri bukan merupakan hal yang asing bagi keilmuan
Teknologi Pendidikan. Beberapa ahli Teknologi Pendidikan juga menulis karya
nya dengan menggunakan pendekatan kritis, salah satu nya adalah Hlyna dan
Belland (1991) berjudul Paradigm Regained: The Uses of Illuminate, semiotic,
and post-modern Criticism as Modes of Inquiry in Educational Technology.
63
Pedagogi Kritis merupakan pendekatan yang melihat kondisi sosio kultur dan
realitas kontekstual sebagai faktor utama yang berpengaruh terhadap
pendidikan. Sebagai suatu keilmuan yang dinamis dan berkembang secara terus
menerus, Teknologi Pendidikan akan memerlukan Pedagogi Kritis sebagai
teori yang menyokongnya dalam melihat kondisi sosio kultur dan realitas
kontekstual. Seperti yang disebutkan oleh Subkhan dalam Tilaar (2011:137)
dalam esai yang berjudul “Pedagogik Kritis dalam Teknologi Pendidikan”
menyebutkan bahwa sebuah kajian Teknologi Pendidikan tidak dapat
melepaskan dirinya dari konteks sosiokultural dan implementasi Teknologi
Pendidikan juga harus berangkat dari realitas kontekstual tersebut.
64
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013:3).
pendekatan penelitian secara umum juga dibedakan menjadi dua, yaitu
pendekatan penelitian kuantitatif dan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun
pengertian dari masing-masing metode penelitian tersebut seperti yang
dinyatakan oleh Soedarsono dalam Sutrisno Hadi (1988:4) yaitu: metode
penelitian kualitatif adalah informasi atau data yang dikumpulkan tidak
berwujud angka dan analisisnya berdasarkan prinsip logika, sedangkan metode
penelitian kuantitatif adalah semua informasi atau data yang diwujudkan dalam
bentuk kuantitatif atau angka dan analisisnya berdasarkan angka tersebut
dengan menggunakan analisis statistik. Tatang M Amirin (1986 :108-119) juga
menggolongkan penelitian menurut taraf pemberian Informasi, yaitu: penelitian
deskriptif, penelitian asosiasi, dan penelitian kausal.
Dalam penelitian ini, penulis berupaya untuk mendeskripsikan proses
pembelajaran yang dilangsungkan oleh Sanggar Anak Alam dengan
menggunakan perspektif Pedagogi Kritis. Penulis menggunakan pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus, karena data-data yang akan
diperoleh penulis tidak berwujud angka dan mengamati gejala dengan apa
adanya. Lalu jika dilihat dari jenis menurut tahap pemberian informasi seperti
yang digolongkan oleh Tatang M Amirin (1986:108-119), maka penelitian ini
65
tergolong penelitian deskriptif, karena penelitian ini menggambarkan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh Sanggar Anak Alam dari kacamata
Pedagogi Kritis.
Nasution (2003:12) menyebutkan bahwa ciri-ciri pendekatan kualitatif
yang bersifat naturalistik adalah :
1. Sumber data adalah situasi yang wajar
2. Peneliti sebagai instrumen penelitian
3. Sangat deskriptif
4. Mementingkan proses maupun produk
5. Mencari makna
6. Mengutamakan data langsung
7. Melakukan triangulasi
8. Partisipasi tanpa menganggu
9. Mengadakan analisis sesjak awal penelitian
10. Menonjolkan rincian kontekstual
11. Melakukan verifikasi
12. Desain penelitian sampel dalam proses penelitian
Pendapat di atas menjadi landasan bagi penulis untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, karena penulis tidak
mengubah situasi, lokasi, kondisi, dan semua tidak mengubah hal-hal alami
yang semestinya terjadi pada subjek penelitian.
66
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Sanggar Anak Alam yang beralamatkan
di Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Waktu penelitian direncanakan
dan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2015.
C. Sumber Data (Jenis-jenis Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian)
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) dalam Moleong (1989:122)
bahwa sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-
lainya. Moleong (1989:122) juga menambahkan bahwa kata-kata dan tindakan
orang yang diamati maupun diwawancarai merupakan sumber data utama dan
sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto atau film.
Dalam penelitian ini, sumber data utama adalah kata-kata yang
disampaikan oleh informan dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pebelajar dan fasilitator. Dalam mendapatkan kata-kata dari informan sebagai
sumber data, penulis memilih Ibu Sri Wahyaningsih sebagai key informan. Key
Informan Menurut Moleong (2009:9) adalah orang yang tidak hanya
memberikan keterangan tentang sesuatu kepada peneliti, tapi juga memberikan
saran tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu
terhadap sumber yang bersangkutan. Pemilihan Ibu Sri Wahyaningsih sebagai
Key Informan dilakukan atas dasar beliau adalah orang yang mendirikan
Sanggar Anak Alam, selain suami beliau yang bernama Bapak Toto Rahardjo.
67
Sebagai pendiri Sanggar Anak Alam, beliau tentu saja menentukan arah
berjalannya institusi tersebut, Baik dari tataran filosofis, administratif, maupun
teknis.
Sumber data yang lain adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pebelajar dan fasilitator pada tingkat Sekolah Menengah Pertama khususnya
pada proses pembelajaran yang dilakukan. Pencatatan sumber data tersebut
dilakukan melalui dengan menggunakan gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar, dan bertanya. Ketiga kegiatan tersebut adalah kegiatan yang biasa
dilakukan oleh semua orang, namun pada penelitian kualitatif kegiatan-
kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan
memperoleh suatu informasi yang diperlukan (Moleong: 1989,23)
Peneliti juga menambah sumber-sumber lain yang terkait seperti
dokumen-dokumen yang ada di Sanggar Anak Alam, baik itu foto,
artikel/tulisan dan hasil rekaman baik video/audio dari rekaman narasumber.
Peneliti juga menggunakan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri, di
samping foto yang diambil dari dokumen Sanggar Anak Alam. Kedua kategori
foto tersebut dapat digunakan sebagai sumber data dalam penelitian kualitatif.
Seperti yang disebutkan oleh Bogdan dan Biklen dalam (Moleong: 1989,125)
yaitu, ada dua kategori foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan
oleh peneliti sendiri.
68
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh pebelajar dan
fasilitator di Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Peneliti akan melihat aktivitas
yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh pebelajar dan
fasilitator di Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Februari sampai Maret 2015.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah langkah penting yang harus dikuasai
dan dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut menjadi mutlak karena tujuan dari
dilakukannya penelitian adalah untuk didapatkannya data. Data tersebut nanti
yang akah diolah hingga muncul suatu kesimpulan dari si peneliti.
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian kualitatif. Seperti yang disebutkan oleh Catherine Marshall,
Gretchen B. Rossman dalam (Sugiyono, 2013:309) yaitu
“the fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review”.
Berdasarkan pernyataan ahli di atas, maka peneliti akan menggunakan
tiga metode untuk mendapatkan data, yaitu : metode observasi, metode
wawancara, dan metode dokumentasi.
1. Metode Observasi
Nasution (1988) dalam (Sugiyono, 2013:310) menyatakan bahwa
observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, Para ilmuwan hanya
69
dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan
yang diperoleh melalui observasi. Marshal (1995) dalam (Sugiyono: 2013,
310) juga menyatakan bahwa:
“through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those bevavior”.
Metode observasi akan memberikan fakta-fakta berupa perilaku-
perilaku yang dilakukan oleh subjek penelitian. Peneliti akan mencoba
memaknai setiap perilaku yang dilakukan oleh subjek penelitian.
Peneliti akan menggunakan metode observasi, khususnya observasi
partisipatif/berperan serta. Bogdan (1972:3) dalam Moleong (1989:128)
mendefinisikan secara tepat pengamatan berperanserta sebagai penelitian
yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara
peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data
dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku
tanpa gangguan. Dikatakan pula oleh Sugiyono (2013:310) bahwa dalam
observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian,
sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.
2. Metode Wawancara
Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2013:317) mendefinisikan
wawancara sebagai berikut :
“a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
70
Dijelaskan pula oleh Lincoln dan Guba (1985:266) dalam Moleong
(1989:148) bahwa maksud dari diadakannya wawancara antara lain:
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi
kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada
masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan
manusia; dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. Metode
wawancara dapat dilakukan sebagai studi pendahuluan terhadap penemuan
masalah-masalah yang akan diteliti atau dapat digunakan sebagai teknik
untuk mengumpulkan data.
Peneliti akan menggunakan wawancara terstuktur dengan
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada
narasumber di Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Selain itu, peneliti juga
akan menggunakan beberapa alat bantu. Sugiyono (2013:319)
menyatakan bahwa untuk melakukan wawancara selain harus membawa
instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga
dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur, dan
material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi
lancar.
71
3. Dokumentasi
Guba dan Lincoln (1981:228) dalam Moleong (1989:176)
mendefinisikan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, yang
tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Adapun
bentuk-bentuk dokumen seperti yang disebutkan oleh Sugiyono
(2013:329) antara lain berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Data dokumentasi dapat digunakan untuk
melengkapi data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara.
Peneliti bisa mendapatkan dokumentasi-dokumentasi tentang sejarah
hingga pelaksanaan pembelajaran sanggar anak alam dari waktu ke waktu,
sehingga penelitian yang dilakukan lebih kredibel.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Moleong (1989:112) adalah proses mengor-
ganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Proses analisis data tersebut tentu
membutuhkan data-data yang telah dikumpulkan yang berupa catatan
lapangan, gambar, foto, artikel, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.
Setelah data yang begitu banyak tersebut terkumpul, maka selanjutnya
diorganisasikan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari data-data tersebut.
Dalam penelitian kualitatif, terdapat beberapa model analisis data
selama di lapangan. peneliti memilih untuk menggunakan model Miles and
Huberman dalam melakukan analisis. Miles dan Huberman dalam Sugiyono
72
(2013:337) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga data nya sudah jenuh. Ditambahkan pula bahwa, aktivitas data
terbagi menjadi tiga, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.
Aktivitas data yang pertama adalah data reduction yang dilakukan
dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu, dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan dara
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2013:338).
Setelah data-data tersebut direduksi, maka yang selanjutnya dilakukan
adalah melakukan penyajian data/data display. Penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram, dan sejenisnya.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang dilakukan dengan teks
yang bersifat narasi memang lazim dilakukan, namun disarankan pula untuk
menggunakan grafik, matrik, ataupun chart yang dapat mendukung data naratif
tersebut.
Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan memerlukan bukti-bukti yang kuat dan kredibel. Namun dalam
kesimpulan awal, hal-hal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat pada pengumpulan data
berikutnya. Kesimpulan yang kredibel dapat dihasilkan dari bukti-bukti
73
lapangan yang valid dan konsisten saat peneliti berada di lapangan.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, temuan tersebut dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan
kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2013:345).
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi, uji credibility
(validitas interbal), transferability (validitas eksternal), dependability
(reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas) (Sugiyono, 2013:366). Hal
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
(Sumber : Sugiyono, 2013:367)
Gambar 2. Uji Keabsahan Data
Kredibilitas data adalah hal yang perlu diusahakan oleh peneliti. Jika
data yang didapatkan oleh peneliti kredibel, maka hasil penelitian pun juga
kredibel. Sehingga kredibilitas merupakan hal yang penting. Uji kredibilitas
UjiKeabsahan
Uji Confirmability
Uji Kredibilitas Data
Uji Transferability
Uji Dependability
74
data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain
dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam
penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, dan
member check (Sugiyono, 2013:368). Dari teknik yang ada peneliti
menggunakan dua teknik pencapaian kredibilitas data, di antaranya adalah :
1. Triangulasi, Triangulasi yang digunakan adalah Triangulasi sumber
.Triangulasi sumber dilakukan untuk mengecek data yang telah diperoleh
dari berbagai sumber. Pada penelitian ini yang diamati adalah proses
pembelajaran, sehingga untuk menguji kredibilitas data, maka
pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan ke
pebelajar, fasilitator, pendiri, dan kepala Sekolah Sanggar Anak Alam
Yogyakarta.
2. Member check, melakukan pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data, tujuan membercheck untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data. member check dilakukan setelah peneliti mendapatkan data untuk
mendapatkan kesepakatan.
H. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen harus memiliki kesiapan
sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian. Peneliti harus
mempersiapkan beberapa langkah yang akan dilakukan dalam penelitian.
Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian,
75
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya (Sugiyono, 2013:306). Peneliti berinteraksi langsung dengan subjek
yang ada di Sanggar Anak Alam Yogyakarta.
I. Tahapan-tahapan Penelitian
Ada beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan
kegiatan penelitian. Tahapan tersebut yaitu:
1. Tahap Persiapan/pra lapangan.
Tahap persiapan merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
penelitian. Pada tahap ini, ada beberapa hal pokok yang perlu dilakukan
oleh peneliti (Moleong, 1989:93-101) yaitu menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki
dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan,
menyiapkan perlengkapan penelitian, persolan etika penelitian. Peneliti
juga rutin berkonsultasi dengan dosen agar kesalahan-kesalahan dalam
penelitian bisa terminimalisir.
2. Tahap Pelaksanaan/pekerjaan lapangan
Tahap pelaksanaan/pekerjaan lapangan merupakan tahap penelitian
yang dilakukan di Sanggar Anak Alam Yogyakarta dengan fokus
penelitian pada pelaksanaan pembelajaran di Sanggar Anak Alam dengan
menggunakan perspektif pedagogis kritis. Dimulai dengan menyerahkan
surat observasi, lalu peneliti meminta waktu untuk melakukan wawancara
awal sebagai modal untuk memasuki lapangan. Peneliti lalu memasuki
76
lapangan dengan terlibat aktif sebagai fasilitator di tingkat Sekolah
Menengah Pertama Sanggar Anak Alam. Dalam tahap ini Moleong
(1989:102) membagi tahap pekerjaan lapangan atas tiga bagian, yaitu
memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan
berperan serta sambil mengumpulkan data.
3. Tahap Pelaporan
Tahap pelaporan adalah tahap yang terakhir, dimana hasil hasil
penelitian yang berupa observasi, wawancara dan dokumentasi dirapikan
dan disusun dengan memperhatikan format-format yang berlaku. Tahap
pelaporan ini akan menjadi modal selanjutnya bagi penulis untuk
menganalisis data-data yang ada.
77
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sanggar Anak Alam Yogyakarta
yang berlokasi di JL. Nitiprayan, RT 04, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Sanggar Anak Alam didirikan oleh aktivis pendidikan pak Toto Rahardjo
dan Ibu Sri Wahyaningsih. Saat ini kepemimpinan Sanggar Anak Alam
diampu oleh mas Yudhis yang mulai menjabat pada tahun 2009. Ibu Sri
Wahyaningsih selaku pendiri Sanggar Anak Alam dan mas Yudhis selaku
pimpinan Sanggar Anak Alam merupakan key informan dari penelitian ini.
Kedua orang tersebut dipilih oleh peneliti sebagai key informan karena
dianggap paling paham dan mengerti tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas Sanggar Anak Alam.
Bangunan Sanggar Anak Alam dikelilingi oleh persawahan
penduduk. Berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya, bangunan
Sanggar Anak Alam tidak dikelilingi oleh pagar-pagar pembatas dan
bersinggungan langsung dengan persawahan milik penduduk. Interaksi
antara pebelajar Sanggar Anak Alam dengan para petani menjadi sesuatu
yang tidak asing yang dapat dijumpai di Sanggar Anak Alam. Bahan
bangunan Sanggar Anak Alam terdiri dari unsur-unsur yang ramah
lingkungan seperti bambu, yang dipadukan dengan beton dan semen.
Bangunan Sanggar Anak Alam terdiri dari beberapa bagian, yaitu : satu
78
ruang kantor administrasi, satu ruang tamu, sembilan ruang belajar/ruang
kelas, satu ruang komputer yang berisi 8 unit komputer, satu ruang
perpustakaan, satu ruang siaran radio, dua dapur, satu gudang, empat
kamar mandi/WC, tempat mencuci alat makan, halaman yang cukup luas,
tempat parkir sepeda, dan tempat parkir motor/mobil.
Gambar-3. Lingkungan Sanggar Anak Alam
g
GGambar -4. Salah satu ruang kelas Sanggar Anak Alam
79
Adapun data fasilitas-fasilitas yang terdapat di Sanggar Anak
Alam adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Fasilitas Sanggar Anak Alam
No Fasilitas Jumlah Kondisi
1 Bangunan 5 Baik
2 Ruang Kelas 9 Baik
3 Ruang kantor administrasi 1 Baik
4 Ruang tamu 1 Baik
5 Ruang Komputer 1 Kurang baik
6 Ruang Perpustakaan 1 Baik
7 Ruang siaran radio 1 Baik
8 Ruang Dapur 2 Baik dan kurang baik
9 Gudang 1 Baik
10 Kamar mandi dan wc 4 Baik
11 Tempat parkir 2 Baik
12 Tempat mencuci alat makan 3 Baik
13 Unit Komputer 8 Kurang baik
2. Profil Sanggar Anak Alam Yogyakarta
a. Latar Belakang Pendirian
Berbagai masalah sosial di masyakarat Indonesia muncul
disebabkan oleh faktor ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang rendah. Salah satu masalah sosial yang ditimbulkan adalah
urbanisasi yang berlebihan, sehingga memunculkan angka
pengangguran yang tinggi di kota. Pengangguran-pengangguran
tersebut akhirnya berpotensi memunculkan masalah sosial baru di kota
dengan menjadi gelandangan, pengemis, dan pengamen.
80
Desa sebagai tempat berlangsungnya kegiatan sosial
masyarakat seharusnya mampu menjadi sumber kehidupan dengan
berbagai sumber daya alam yang dimiliki. Masyarakat tidak perlu
melakukan urbanisasi untuk meningkatkan kesejahteraan melainkan
dengan melakukan pengolahan sumber daya alam secara baik untuk
menguntungkan pendudukan desa. Hal tersebut yang ingin digiatkan
kembali oleh Ibu Sri Wahyaningsih selaku penggagas Sanggar Anak
Alam. Setelah sekian lama melakukan aktivitas sosial di Yogyakarta,
Ibu Sri Wahyaningsih merasa terpanggil untuk pulang ke desa yaitu
Lawen Banjarnegara untuk membenahi masalah sosial dari akar. Di
desa Lawen tempat Ibu Sri Wahyaningsih berasal, terdapat berbagai
tantangan dari masalah sosial yang ada di masyarakat. Di desa
tersebut memiliki angka putus sekolah dan pernikahan dini yang
tinggi. Atas keprihatinan terhadap berbagai masalah sosial tersebut,
lalu dibentuklah Sanggar Anak Alam di desa Lawen Banjarnegara.
b. Sejarah berdirinya Sanggar Anak Alam
Sanggar Anak Alam memulai aktivitas pendidikan pada
tanggal 17 Oktober 1988 di Lawen Banjarnegara. Didirikan oleh Ibu
Sri Wahyaningsih semata-mata karena keresahan terhadap kondisi
sosial yang memprihatinkan. Pada tahun 2000, Ibu Sri Wahyaningsih
dan pak Toto Rahardjo memutuskan untuk kembali lagi ke kota
Yogyakarta dan mendirikan Sanggar Anak Alam. Aktivitas Sanggar
81
Anak Alam di Yogyakarta dimulai pada tanggal 20 Juni 2000. Konsep
awal dari Sanggar Anak Alam Yogyakarta adalah pendampingan
remaja. Hingga pada akhirnya tahun 2004 mengalami perkembangan
dengan membuka kelompok bermain dan taman anak. Dua tahun
kemudian menyusul dIbuka sekolah dasar dan pada tahun 2010
dilanjutkan membuka sekolah menengah pertama. Perkembangan
Sanggar Anak Alam Yogyakarta tidak terlepas dari support anggota
komunitas belajar yang dalam hal ini adalah orang tua pebelajar dan
masyarakat sekitar. Anggota komunitas belajar menginginkan agar
Sanggar Anak Alam berkembang dengan melanjutkan jenjang-jenjang
yang dibutuhkan komunitas belajar. Atas kerjasama dari pihak-pihak
yang berkepentingan, akhirnya Sanggar Anak Alam mampu tumbuh
dan berkembang hingga saat ini.
Sanggar Anak Alam Yogyakarta menyandang predikat
laboratorium pendidikan dasar yang dikategorikan sebagai lembaga
pendidikan non formal. Ide untuk mendirikan laboratorium pendidikan
dasar diperoleh Ibu Sri Wahyaningsih dari ucapan Romo Y.B
Mangunwijaya sewaktu masih aktif bersama-sama dalam kegiatan-
kegiatan sosial. Romo Y.B Mangunwijaya yang merupakan aktivis
kegiatan-kegiatan sosial terutama pemberdayaan masyarakat, pernah
berkata bahwa “perguruan tinggi itu penting, tapi pendidikan dasar
lebih penting”.
82
Sanggar Anak Alam sebagai lembaga pendidikan non formal
pada akhirnya disebut sebagai lembaga pendidikan alternatif, karena
memiliki bentuk pembelajaran yang dapat dikatakan berbeda dari
sekolah formal. Hal tersebut seperti yang diucapkan Ibu Sri
Wahyaningsih :
“Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritisi pendidikan formal yang ada, semestinya pendidikan itu belajar hal-hal yang mendasar dari kehidupan, semestinya sekolah dekat dengan kehidupan, sedangkan sekolah formal yang ada itu mengedepankan sisi kognitif dan tidak mengakar pada kehidupan masyarakat, seperti lembaga yang berdiri sendiri.”1
Wujud nyata dari mengkritisi pendidikan formal bagi Ibu Sri
Wahyaningsih sebagai salah satu penggagas Sanggar Anak Alam
adalah dengan menciptakan komunitas belajar yang menyenangkan
dan bermakna bagi anak-anak sekaligus menumbuhkan kepribadian
diri/karakter yang positif pada diri anak.
c. Visi , Misi dan slogan Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Sanggar Anak Alam sebagai lembaga pendidikan non formal
yang menyediakan ruang belajar bagi siapa saja yang ingin belajar,
memiliki visi, misi, dan slogan yang memandu seluruh anggotanya
dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Slogan Sanggar Anak Alam
diambil dari salah satu quote terkenal tokoh Konfusius, yaitu
:”mendengar saya lupa, mengingat saya ingat, melakukan sendiri saya
paham”. Lalu oleh Sanggar Anak Alam ditambah dengan
1 wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 20 Maret 2015, transkrip wawancara
83
“menemukan sendiri saya kuasai”. Sanggar Anak Alam
mengingingkan pembelajaran yang tidak hanya sekedar menerima
pengetahuan dari orang lain, namun pembelajaran sebagai sebuah
proses hingga pebelajar mampu menemukan sendiri pengetahuan atau
dengan kata lain produksi pengetahuan.
Penggunaan Slogan tersebut oleh Sanggar Anak Alam juga
bukan tanpa maksud. Sanggar Alam Alam ingin menyelenggarakan
pendidikan yang tidak hanya menekankan pada indera pendengaran
seperti yang banyak dilakukan pendidikan formal saat ini. Sanggar
Anak Alam mencoba mengoptimalkan seluruh indera yang ada pada
pebelajar dalam aktivitas pembelajaran sesuai dengan usia pebelajar.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Wahyaningsih:
“nah bagaimana mengoptimalkan panca indera/tubuh, sebagai alat untuk mencari data. Nah dari data lalu diolah, dianalisa, direfleksikan, dan sampai pada kesimpulan. Nah seperti itu, tubuh dan panca indera ya sesuai dengan tingkat usia nya, tentu berbeda antara KB dan SMP, namun apa yang ada di diri kita ini perlu kita optimalkan.”2
Lebih lanjut slogan tersebut dijabarkan dalam sebuah kerangka
visi dan misi yang memandu jalannya Sanggar Anak Alam. Adapun
visi dan misi Sanggar Anak Alam adalah sebagai berikut :
Visi
Terwujudnya sebuah komunitas sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan
pendekatan alam lingkungan serta sosial budaya setempat.
2 Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih,
84
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan alternatif yang berbasis alam,
lingkungan, sosial, budaya setempat.
2. Menyelenggarakan pendidikan keterampilan yang berbasis pada
kehidupan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat
d. Anggota Komunitas Belajar Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Sanggar Anak Alam sebagai lembaga pendidikan non formal
memiliki anggota-anggota yang menjalankan aktivitas pembelajaran,
baik secara kelembagaan (yang terstruktur) maupun tidak terstruktur.
Seperti dalam hasil Triangulasi data yang didapat oleh peneliti bahwa
Penyelenggaraan pembelajaran di Sanggar Anak Alam melibatkan
berbagai, antara lain: pebelajar, fasilitator, orang tua, dan masyarakat.
Kesemua pihak tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pihak-pihak tersebut kemudian tersusun dalam sebuah struktur
kepengurusan yang dimiliki Sanggar Anak Alam sebagai salah satu
fungsi administratif. Adapun struktur kepengurusan Sanggar Anak
Alam adalah sebagai berikut:
85
1) Pengurus PKBM
Pengurus PKBM adalah yang mengkoordinir seluruh
aktivitas pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam. Pengurus
PKBM terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Ketua PKBM
yaitu mas Yudhis merupakan salah satu key informan dalam
penelitian ini. Pengurus PKBM membawahi kepala sekolah
masing-masing jenjang dan para fasilitator yang terdaftar di
Sanggar Anak Alam dan menjadi penghubung utama an-tara
forum orang tua, pengawas sekolah, kerabat SALAM dan
fasilitator.
2) Pengawas Sekolah
Merupakan pengamat yang mengawasi segala aktivitas
pembelajaran di Sanggar Anak Alam agar sesuai dengan
paradigma yang digunakan dan dikembangkan di Sanggar Anak
Gambar 5. Struktur kepengurusan Sanggar Anak Alam
86
Alam. Salah satu pengawas sekolah adalah Ibu Sri Wahyaningsih
yang juga merupakan penggagas Sanggar Anak Alam dan salah
satu key informan dalam penelitian ini.
3) Kepala Sekolah setiap jenjang
Disetiap jenjang yang ada pada Sanggar Anak Alam
dipimpin seorang kepala sekolah yang bertanggung jawab atas
aktivitas pembelajaran pada setiap jenjang tersebut. Kepala
sekolah wajib melakukan koordinasi dengan fasilitator masing-
masing jenjang.
4) Fasilitator
Fasilitator Sanggar Anak Alam memiliki tugas untuk
mendampingi dan memfasilitasi segala keperluan belajar pebelajar
agar pebelajar tersebut mampu menemukan pengetahuannya
sendiri. Fasilitator berkoordinasi dengan kepala sekolah dari setiap
masing-masing jenjang.
5) Orang tua
Sanggar Anak Alam memiliki prinsip bahwa yang
melakukan aktivitas belajar tidak hanya pebelajar. Orang tua juga
dituntut aktif dalam pelaksanaan aktivitas pembelajaran yang
dilakukan di Sanggar Anak Alam. Bentuk keterlibatan aktif orang
tua adalah dengan adanya forum orang tua. Forum tersebut
dilakukan pada hari jumat bersama fasilitator dan pengawas
Sanggar Anak Alam. Tujuan dari dibentuknya forum orang tua
87
adalah untuk memberikan kontrIbusi dalam pembelajaran yang
diadakan Sanggar Anak Alam.
6) Kerabat SALAM
Adalah siapa saja yang ingin terlibat di dalam aktivitas
Sanggar Anak Alam. Dikutip dari (salam.wordpress.com pada 25
April 2015 pukul 13.35) bahwa kerabat SALAM adalah:
a) Volunteer (relawan): menjadi fasilitator anak-anak maupun
masyarakat di sekitar SALAM.
b) Menjadi donatur untuk :
i. beapebelajar anak-anak yang tidak mampu
ii. pengembangan sarana belajar
iii. kesejahteraan guru
c) Mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif sebagai
alternatif sumber pendanaan SALAM.
d) Menyelenggarakan workshop serta proses-proses pendidikan
untuk internal maupun umum, terkait dengan pilihan isu SALAM:
pangan, kesehatan, energi dan seni budaya.
e) Membangun jaringan (networking) untuk distrIbusi produk-
produk organik Kerabat Salam.
7) Pebelajar
Di dalam suatu lembaga pendidikan yang menjalankan
aktivitas pembelajaran, pasti terdapat pebelajar. Sebutan untuk
orang yang belajar di Sanggar Anak Alam tidak jauh beda dari
88
sekolah formal yaitu disebut pebelajar. Sanggar Anak Alam juga
membuka kesempatan bagi anak-anak ABK untuk belajar dan
membaur bersama anak-anak normal dalam satu kelas.
8) Masyarakat
Masyarakat sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari
Sanggar Anak Alam, karena aktivitas pembelajaran yang dilakukan
juga melibatkan masyarakat setempat.
e. Jenjang-jenjang pendidikan Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Sanggar Anak Alam sebagai penyedia ruang belajar bagi
masyarakat, mengadopsi jenjang-jenjang yang ada pada sekolah
formal. Adapun jenjang jenjang tersebut dimulai dari kelompok usia
4-6 adalah kelompok bermain dan taman anak, kelompok usia 6-13
adalah sekolah dasar 1-6, kelompok usia 13 keatas adalah SMP.
Sekalipun Sanggar Anak Alam memiliki jenjang-jenjang yang
sama seperti sekolah-sekolah formal, pada praktiknya Sanggar Anak
Alam tidak terlalu kaku dalam mengkategorisasikan pebelajar. Salah
satu contoh adalah anak ABK yang berumur 18 tahun yang ingin
belajar bersama-sama dalam aktivitas normal maka diikutkan jenjang
SMP.
89
3. Penyelenggaraan pembelajaran di Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Sanggar Anak Alam adalah sekolah yang berbasis pada
penggunaan alam sebagai sumber belajar utama, maka dari itu Sanggar
Anak Alam disebut pendidikan alternatif karena pembelajarannya yang
berbeda dengan sekolah formal. Seperti diketahui bahwa pembelajaran
sekolah formal bertumpu pada keahlian guru dalam memberikan materi
pelajaran. Sumber belajar pada sekolah formal adalah buku paket yang
telah terstandarisasi oleh kurikulum nasional.
Perbedaan antara sekolah formal dan pendidikan alternatif seperti
Sanggar Anak Alam tidak sepenuhnya bertolak belakang. Ada prinsip-
prinsip pada sekolah formal yang digunakan dalam proses pembelajaran di
Sanggar Anak Alam, yaitu terdapatnya perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
a. Perencanaan pembelajaran
Sanggar Anak Alam mengadakan kegiatan perencanaan
pembelajaran setiap akan memasuki semester baru. Perencanaan
pembelajaran yang dilakukan Sanggar Anak Alam berbentuk workshop
yang diikuti oleh seluruh pengurus sekolah dan fasilitator. Workshop
tersebut dipimpin oleh mas Yudhis selaku ketua PKBM dan Ibu Sri
Wahyaningsih selaku pendiri Sanggar Anak Alam. Workshop Sanggar
Anak Alam dilakukan selama 3 hari.
Agenda pada hari pertama workshop diisi dengan pemantapan
konsep pembelajaran khas Sanggar Anak Alam. Hal tersebut dipandang
90
perlu dilakukan oleh Sanggar Anak Alam karena belum sepenuhnya
fasilitator memahami konsep pembelajaran Sanggar Anak Alam. Di
forum tersebut diketahui pula bahwa Sanggar Anak Alam memiliki
model pembelajaran sendiri yang dinamakan “daur belajar”. Dalam
workshop tersebut Ibu Sri Wahyaningsih menjelaskan bahwa proses
pembelajaran yang dilakukan di Sanggar Anak Alam dilakukan dengan
mengikuti serangkaian proses dalam “daur belajar”. Dalam model daur
belajar khas Sanggar Anak Alam terdapat serangkaian tahap yang akan
dijalani oleh pebelajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Model
pembelajaran daur belajar tersebut menggunakan aktivitas riset sebagai
aktivitas dasar. Daur belajar merupakan pengejawantahan dari slogan
Sanggar Anak Alam yaitu “mendengar saya lupa, melihat saya ingat,
melakukan saya paham, menemukan sendiri saya kuasai.”
Gambar 6. Daur Belajar Sanggar Anak Alam
91
Lebih lanjut mengenai daur belajar dijelaskan oleh pak Toto
Rahardjo yang merupakan salah satu penggagas Sanggar Anak Alam
dalam buku yang berjudul “Sekolah Biasa Saja” (2014:27), adalah
sebagai berikut :
1. Lakukan/rangkai ulang (rekonstruksi)
Yakni menguraikan kembali rincian (fakta, unsur-unsur,
urutan, kejadian, dll) dari realitas tersebut. Pada tahap ini seseorang
juga bisa disebut berada dalam proses mengalami, karena proses ini
selalu dimulai dengan penggalian pengalaman dengan cara
melakukan kegiatan langsung. Melakukan kegiatan langsung yang
dimaksud adalah dengan riset. Riset dimaksudkan untuk mencari
dan mengumpulkan data terkait tujuan dan konteks yang telah
disepakati.
2. Ungkapkan
Setelah mengalami, maka tahap berikutnya yang penting
adalah proses mengungkapkan dengan cara menyatakan apa yang
sudah dialami.
3. Kaji-urai (Analisis)
Yakni mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-
kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut, yakni
tatanan, aturan, sistem yang menjadi akar persoalan.
92
4. Kesimpulan
Yakni merumuskan makna atau hakikat dari realitas
tersebut sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengertian
baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip, kesimpulan umum
dari hasil pengkajian atas pengalaman yang telah dilalui.
5. Terapkan/Tindakan
Tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan dan
melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan
hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas tersebut,
sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan realitas-
realitas baru yang juga lebih baik.
Pembelajaran yang akan dilakukan setiap semester pada masing-
masing jenjang yang ada di Sanggar Anak Alam harus mengacu pada
daur belajar. Proses yang ada di daur belajar tersebut yang akan
dilakukan oleh pebelajar untuk sampai pada menemukan sendiri
pengetahuannya, seperti yang disampaikan oleh mas Yudhis :
“Pembelajaran yang dilakukan di SALAM itu prinsipnya anak menemukan sendiri, artinya ia mengalami proses belajar, jika distrukturkan maka akan seperti sebuah daur. Dari dia mengalami, melakukan sesuatu, mengungkap data informasi yang diperlukan lalu data itu diolah, distrukturkan, di sistemasikan sehingga ia memahami alur dan kerangka nya, lalu bisa menyimpulkan”. 3
Dalam hal ini Sanggar Anak Alam telah melakukan usaha yang
serius dalam menciptakan dan mengembangkan suatu model
pembelajaran yang khas Sanggar Anak Alam. Hal tersebut sesuai
3 wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015,trankrip wawancara
93
dengan definisi pembelajaran menurut Degeng & Sudana (1997:1) yang
mengatakan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan
pebelajar, dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam
pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan
metode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan, bahkan kegiatan-kegiatan inilah yang sebenarnya
merupakan kegiatan inti pembelajaran.
Dalam pemantapan kali ini Ibu Sri Wahyaningsih juga
menekankan tentang 4 perspektif kehidupan yang harus diterapkan
dalam segala aktivitas Sanggar Anak Alam. keempat perspektif itu
adalah pangan, lingkungan, kesehatan, dan sosial budaya. Diingatkan
pula oleh Ibu Sri Wahyaningsih tentang slogan Sanggar Anak alam
yang berbunyi “mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan
saya paham, menemukan sendiri saya kuasai”.
Setelah pemantapan konsep pembelajaran khas Sanggar Anak
Alam selesai disampaikan oleh Ibu Sri Wahyaningsih, workshop
dilanjutkan dengan melakukan evaluasi kegiatan pembelajaran yang
telah dilalui pada semester sebelumnya. Pada sesi kali ini dipimpin oleh
mas Yudhis selaku ketua PKBM dengan format sharing and discussion.
Mereka mulai dengan mengidentifikasi kesulitan-kesulitan fasilitator
yang ada pada semester sebelumnya. Setelah kesulitan-kesulitas yang
ada teridentifikasi, para fasilitator saling memberi masukan. Selama
peneliti mengikuti sharing and discussion tersebut, masalah yang utama
94
adalah belum semua fasilitator memahami konsep pembelajaran yang
ada di Sanggar Anak Alam, khususnya penerapan daur belajar. Hal itu
merupakan alasan utama diadakan sesi pemantapan konsep
pembelajaran untuk mengawali workshop.
Agenda pada hari kedua workshop adalah merencanakan
pembelajaran selama satu semester kedepan. Dalam kegiatan
perencanaan pembelajaran tersebut, Sanggar Anak Alam menyiapkan
rencana pembelajaran yang mirip dengan silabus yang ada pada sekolah
formal. Hal tersebut peneliti lihat dalam kegiatan workshop dan
disampaikan langsung oleh mas Yudhis selaku ketua PKBM :
“Secara bersama-sama, di setiap mulai semester sebelumnya ada workshop jadi kita menyiapkan rencana belajar semacam silabus, di silabus kan ada materi-materi yang akan diajarkan. Tapi rencana belajar yang kami buat tidak sedetail silabus, rencana yang kami lakukan biasanya memilih tema riset, baru menyusun apa yang bisa dipelajari dari tema riset. Misal transportasi, yang bisa dipelajari misal profesi pak supir, atau biologi tentang kuda, tentang kehidupan sosial atau pengetahuan sosial kita belajar tentang fungsi transportasi sebagai alat transportasi zaman dulu, sekarang, dan kedepan nya. tentu saja kami juga mengacu pada kurikulum nasional, hanya kami mengambil indikator-indikator yang berkaitan dengan tema saja, yang penting dengan kehidupan anak-anak.”4
Dari pernyataan tersebut pula dapat diketahui bahwa dalam
perencanaan pembelajaran, Sanggar Anak Alam tidak menerapkan
standar yang kaku atau sedetail seperti sekolah formal, namun tetap
mengacu pada Sekolah formal dengan mengambil indikator-indikator
yang ada.
4 Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015,trankrip wawancara
95
Dalam merencanakan pembelajaran selama satu semester
kedepan, mula-mula yang dilakukan oleh fasilitator adalah melihat
cakupan/tujuan belajar yang harus dikuasai pebelajar. Cakupan
belajar/tujuan belajar tersebut diambil dari standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD) silabus turunan kurikulum nasional. Dalam
kurikulum nasional, SK KD dijadikan indikator penguasaan kompetensi
pebelajar. Namun dalam pembelajaran Sanggar Anak Alam, SK KD
dinamakan cakupan/tujuan belajar yang memiliki fungsi dokumentasi
dari konteks yang akan dijalani dan dipahami oleh pebelajar. Hal
tersebut diungkapkan oleh mas Yudhis selaku penanggungjawab KBM
Sanggar Anak Alam :
“...Misalnya ada cakupan belajar jika kita menyebutnya, nah itu seperti yang ada pada SKKD pada KTSP. Tetapi yang membedakan nya, KTSP berdiri sendiri-sendiri, sementara kita menjadi satu kesatuan. Kita meletakkannya pada fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi yang paling penting disini adalah fungsi pada pendokumentasian pengetahuan. Yang bisa kita pakai dalam pendokumentasian pengetahuan adalah teks/simbol, kita bisa pakai dengan bahasa/matematika. Maka itu ditempatkan pada posisi yang dimunculkan. Fungsi untuk menulis/teks/pendokumentasian. Teks tersebut berasal dari peristiwa/konteks.” 5
Sedangkan konteks adalah peristiwa-peristiwa yang akan
dipahami oleh pebelajar dengan menggunakan riset yang spesifik.
Sanggar Anak Alam sebenarnya telah membuat skema yang dinamakan
target dasar belajar yang di dalamnya terdapat identitas kelas dan
semester, tujuan membaca dan menghitung sebagai fungsi dokumentasi
yang diambil dari SK KD silabus turunan kurikulum nasional, dan
5 wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015,trankrip wawancara
96
konteks. Adapun beberapa contoh skema target belajar adalah sebagai
berikut:
Gambar 7.1 Skema target dasar belajar kelas satu semester satu
Gambar 7.2 Skema target dasar belajar kelas satu semester dua
97
Konteks kelas 1, Semester 2:
a. Tubuhku (bagaimana merawat dan menjaga kesehatannya, bisa kaitkan juga
untuk pengukuran satuan tak baku).
b. Makhluk hidup (kaitannya dengan bunyi huruf misal suara binatang)
c. Kebiasaan sehari-hari di rumah dan sekolah (kaitannya dengan membangun
tanggung jawab pribadi & kelompok).
d. Mengenal energi di sekitar rumah dan sekolah.
e. Mengenal benda-benda di sekitar rumah & sekolah (manfaat dan bagaimana
cara memperlakukannya/ merawatnya) pengantar masuk ke kebiasaan/
kesadaran menjaga lingkungan terdekat (sekolah, rumah).
Gambar 8.1 Skema target dasar belajar kelas dua semester satu
98
Konteks kelas 2, semester 2:
a. Kebiasaan sehari-hari di rumah & sekolah (kaitannya dengan membangun
tanggung jawab pribadi & kelompok) membangun. kesadaran/ kebiasaan
menjaga lingkungan sekitarnya.
b. Peristiwa penting dalam keluarga.
c. Peran anggota dalam keluarga masing-masing.
d. Pengenalan sumber energi dalam kehidupan.
e. Pengenalan benda2 alam, peristiwa alam dan pengaruhnya (kaitannya
matahari, bulan, bintang, berputar, siang, malam).
Gambar 8.2 Skema target dasar belajar kelas dua semester dua
99
Setelah mengetahui skema target dasar belajar seperti yang telah
dipaparkan di atas, fasilitator akan menentukan riset yang cocok dengan
konteks dan tujuan. Contohnya saja riset pasar yang dipilih oleh
fasilitator SMP atau riset pabrik gula oleh kelas 4. Fasilitator melakukan
pendataan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam riset,
seperti pihak-pihak mana saja yang akan dilibatkan, fasilitas apa saja
yang perlu dipersiapkan, dan perkiraan waktu selesai riset. Fasilitator
pula yang akan memastikan bahwa pebelajar menemukan data-data
yang diperlukan melalui riset yang telah dilakukan. Namun yang perlu
ditekankan adalah pilihan riset oleh fasilitator pada saat workshop
bukan merupakan sesuatu yang mutlak. Pilihan riset tersebut masih
merupakan opsi bagi pebelajar dan akan didiskusikan kembali dengan
Gambar 9. Skema target dasar belajar SMP semester dua
100
para pebelajar. Pebelajar berhak mengganti atau melaksanakan riset
pilihan dari fasilitator. Pada dasarnya di Sanggar Anak, pebelajar bebas
menentukan pilihannya sendiri.
“Iya lebih diberi kebebasan memilih, mencari, ya belajar untuk konsekuen dan akan apa yang ia pilih dan ia putuskan.”6
Namun kebebasan yang ada di Sanggar Anak Alam tidak pada
taraf yang benar-benar bebas sepenuhnya, kebebasan yang dilakukan
adalah upaya agar pebelajar menjadi lebih bertanggungjawab terhadap
pilihannya, seperti yang dikatakan oleh bu Avin :
“Kita memang membebaskan anak, tetapi kita ke kehidupan nyata aja lah. Kita kan mengajak anak-anak untuk melihat kehidupan nyata, di kehidupan nyata ini kan sebebas-bebasnya kita tidak bisa bebas banget kan, pasti ada kesepakatan-kesepakatan. Tidak bisa bebas banget, tetep ada lingkup nya.”7
Kegiatan workshop berlanjut pada hari ketiga dengan agenda
pemaparan hasil perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh
fasilitator ke forum workshop tersebut. Setelah pemaparan tersebut,
pengurus PKBM melakukan pendataan kebutuhan agar tugas fasilitator
dalam menjalankan kegiatan pembelajaran dapat terbantu.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, dalam
merencanakan pembelajaran, Sanggar Anak Alam telah sesuai dengan
prinsip learning system seperti yang disebutkan oleh Davis (1974:30)
dalam Tim Pengembang MKDP Kurikulum & Pembelajaran
(2011:132), yang menyebutkan bahwa learning system menyangkut
6 wawancara dengan bu Erna, 1 April 2015,trankrip wawancara
7 wawancara dengan bu Avin, 25 Maret 2015,trankrip wawancara
101
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar,
fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur
interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pembelajaran
Sanggar Anak Alam sebagai penyedia ruang belajar
memiliki waktu-waktu khusus yang sama seperti pada sekolah-
sekolah formal. Aktivitas pembelajaran Sanggar Anak Alam
berlangsung dari hari senin hingga kamis dengan pembagian waktu
sebagai berikut:
08.30-09.00 : Berdoa dan pemanasan kecil bersama di lapangan
09.00-10.00 : Belajar di ruang kelas atau tempat yang disepakati.
10.00-10.30 : Istirahat/snack time
10.30-12.00 : Belajar di ruang kelas atau tempat yang disepakati.
12.00-12.30 : Makan siang
12.30-13.00 : Refleksi pembelajaran dan membersihkan kelas
13.00- : Pulang
Setiap hari sebelum memulai aktivitas pembelajaran,
seluruh elemen Sanggar Anak Alam selalu berdoa dan melakukan
pemanasan kecil bersama-sama di lapangan. Aktivitas tersebut
menjadi pemicu semangat fasilitator dan pebelajar sebelum
memulai pembelajaran. Snack time atau istirahat dan makan siang
102
menjadi cara Sanggar Anak Alam untuk melatih kemandirian
pebelajar karena pebelajar harus mengambil snack dan makan
siang, serta mencuci piringnya masing-masing.
Pada hari Jumat seluruh pebelajar Sanggar Anak Alam
melakukan aktivitas olah tubuh yang sesuai dengan kesepakatan
mereka. Beberapa aktivitas olah tubuh yang peneliti temukan
adalah berenang, bulutangkis, jalan santai, membuat kue, dan lain
lain. Pada jadwal di atas dijelaskan pula bahwa belajar dapat
dilaksanakan di ruang kelas atau di tempat yang telah disepakati.
Misalnya pada saat pebelajar sedang melakukan riset atau
melakukan home visit, tentu mereka belajar di luar ruang kelas atau
di lokasi yang telah disepakati.
Sanggar Anak Alam seringkali memiliki agenda
pembelajaran yang sifatnya insidental. Beberapa agenda insidental
yang peneliti temukan di Sanggar Anak Alam adalah belajar
bersama komunitas pecinta hewan sugar glider, belajar musik
bersama Dian HP, dan kegiatan pesta panen atau wiwitan yang
diselenggarakan dalam rangka menyambut masa panen padi.
Seluruh elemen Sanggar Anak Alam termasuk para pebelajar
dianjurkan untuk mengikuti agenda insidental tersebut. Agenda
insidental tersebut bagi Sanggar Anak Alam termasuk upaya
mensinergikan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Dalam
103
sebuah wawancara mengenai agenda insidental wiwitan , Ibu Sri
Wahyaningsih menjelaskan betapa pentingnya kegiatan tersebut:
“Iya bentuk pensinergian dan juga kita mengembalikan kalau kita itu punya kearifan lokal, nenek moyang kita dulu menciptakan itu bukan tidak alasan, agar supaya orang menjaga keseimbangan alam, tidak mengeksploitir bumi, harus dipelihara, agar dapat diwariskan ke anak cucu, memayu hayuning bawana, itu sungguh terjadi, mengapa dulu waktu panen di share, anak-anak diutamakan, itu semua ada alasannya. Dari dulu nenek moyang sudah belajar simbol-simbol, walaupun bukan dalam bentuk tulisan, seperti dalam bentuk ubo rampe wiwitan kemarin. Jadi nenek moyang itu dulu memberi pelajaran, dan ini juga pembelajaran. Jadi membaca, itu tidak hanya sekedar membaca ba bi bu be bo, namun juga membaca suasana, membaca situasi, harus terus menerus dilakukan, itu kenapa kami disini melarang belajar membaca hanya ba bi bu be bo yang tidak bermakna, tapi kita membaca dari sesuatu yang nyata atau yang riil. Itu juga tantangan bagi fasilitator. Membaca dalam arti yang sesungguhnya. Kata orang timur yaitu pendidikan hati, setiap manusia adalah memiliki kehendak bebas.” 8
Argumen Ibu Sri Wahyaningsih di atas menggambarkan
bahwa kegiatan pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam
senantiasa terintegrasi dengan kehidupan agar pebelajar mampu
menemukan kearifan di dalamnya. Dengan begitu aktivitas
pembelajaran akan lebih bermakna bagi pebelajar.
2) Kegiatan pembelajaran
Pada hari pertama Peneliti masuk ke Sanggar Anak Alam,
peneliti langsung mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi
tersebut. Peneliti melihat bahwa sebelum memulai kegiatan
pembelajaran setiap harinya, Sanggar Anak Alam melakukan
aktivitas bersama yang diikuti oleh seluruh elemen Sanggar Anak
8 Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015
104
Alam, yaitu doa bersama dan pemanasan kecil yang dilakukan di
lapangan. aktivitas tersebut dilaksanakan setiap hari pada pukul
08.00-08.30. Peneliti melihat aktivitas tersebut sebagai salah satu
bentuk untuk memotivasi seluruh elemen yang ada di Sanggar
Anak Alam sebelum memulai kegiatan pembelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran Sanggar Anak Alam
terdapat target dasar belajar yang harus dipenuhi. Untuk
memenuhi target dasar belajar tersebut, Sanggar Anak Alam
menggunakan sebuah model pembelajaran yang dinamakan dengan
“daur belajar”. Daur belajar inilah yang akan dilalui bersama-sama
oleh fasilitator dan pebelajar.
Pada saat awal masuk untuk memulai semester baru
fasilitator, menjelaskan ke pebelajar mengenai skema target dasar
belajar yang harus dipenuhi, menawarkan pemilihan lokasi riset
untuk mendapatkan data, dan menyampaikan waktu yang harus
ditempuh dalam memenuhi target dasar belajar. Aktivitas Riset
dalam Sanggar Anak Alam merupakan tahap awal dimulainya
model pembelajaran daur belajar khas Sanggar Anak Alam. Riset
adalah pebelajar terjun langsung ke dalam suatu peristiwa untuk
melakukan, mengamati dan menga-mbil data sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran dengan didampingi oleh fasilitator.
Biasanya dalam melakukan pemilihan riset, per-timbangan
utamanya adalah konteks dan tujuan yang akan dicapai sesuai
105
dengan masing-masing jenjang (lihat gambar). Sehubungan de-
ngan hal tersebut, terdapat pernyataan dari fasilitator bernama
Timo:
“Jadi untuk belajar disini kita melakukan sesuatu dulu, biasa nya kita namakan riset, misalnya kita menanam cabe atau naik bis dulu, setelah itu baru kita belajar dari apa yang telah kita lakukan tersebut, jadi melakukan dulu baru belajar di kelas.”9
Seperti yang peneliti lihat dalam proses pemilihan riset
yang dilakukan oleh jenjang SMP Sanggar Anak Alam, bahwa pada
mulanya fasilitator menawarkan riset yang telah dibahas di
workshop fasilitator yaitu riset dengan tema pasar. Riset dengan
tema pasar dipilih karena dapat mencakup konteks dan tujuan yang
sesuai dengan jenjang SMP (lihat gambar) .Setelah hasil tersebut
ditawarkan kepada pebelajar, fasilitator mempersilahkan para
pebelajar untuk menanggapi dengan pertanyaan atau pendapat.
Salah satu pebelajar bernama Tanya berinisiatif untuk menawarkan
riset di pasar yang berada di dekat rumahnya, sekaligus
menawarkan rumahnya sebagai tempat transit. Pada akhirnya
seluruh anggota SMP setuju untuk melakukan riset di pasar
sambilegi yang tidak jauh dari rumah Tanya, sekaligus melakukan
home visit ke rumah Tanya.
Dalam kegiatan pemilihan riset di Sanggar Anak Alam
seperti yang telah dipaparkan di atas, sekali lagi peneliti melihat
bahwa pebelajar ditempatkan sebagai subjek pebelajar yang
9 Wawancara dengan timo, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
106
merdeka dan bebas memilih. Sedangkan peran fasilitator dalam hal
tersebut adalah memancing pebelajar untuk menyampaikan
pendapat. Adapun pendapat yang berhubungan tentang kegiatan
riset di Sanggar Anak Alam dikemukakan oleh salah satu pebelajar
bernama Nanda yang menyebutkan bahwa:
“Waktu riset itu kita dikasih tanggung jawab, kita milih sendiri apa yang mau kita gali lagi dan yang mau kita bikin riset. Banyak tanggung jawab waktu riset, dan tanggung jawab waktu riset itu susah.”10
Argumen di atas menunjukkan bahwa Sanggar Anak Alam
menempatkan pebelajar untuk bebas memilih sesuai dengan pilihan
pebelajar namun dengan batas-batas tanggung jawab yang juga
harus dimiliki oleh pebelajar. Seperti yang dikemukakan pula oleh
salah satu fasilitator:
“Iya lebih diberi kebebasan memilih, mencari, ya belajar untuk konsekuen dan akan apa yang ia pilih dan ia putuskan.”11
Bebas memilih yang diberikan Sanggar Anak Alam kepada
para pembelajarnya adalah upaya untuk menumbuhkan sikap
tanggung jawab dan konsekuen terhadap pilihan-pilihan yang
diambil. Setelah pemilihan riset dan lokasi riset ditentukan,
Fasilitator mengajak para pebelajar untuk menyusun rencana
kegiatan yang akan dilakukan selama kegiatan riset berlangsung.
Adapun kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan adalah
melakukan wawancara dengan narasumber yang diperlukan, 10 Wawancara dengan Nanda, 23 Maret 2015, transkrip wawancara11 wawancara dengan bu Erna, 1 April 2015,trankrip wawancara
107
mencatat, dan melakukan dokumentasi. Dalam perencanaan
kegiatan riset tersebut, fasilitator dan pebelajar membuat daftar
pertanyaan untuk ditanyakan kepada narasumber dan
mempersiapkan alat-alat yang dIbutuhkan seperti kamera untuk
keperluan dokumentasi.
Pada saat akan memulai semester baru, fasilitator juga
mengajak para pebelajar untuk membuat kesepakatan-kesepakatan
seputar kegiatan pembelajaran. Kesepakatan tersebut dimaksudkan
agar terciptanya situasi yang kondusif untuk belajar. Di Sanggar
Anak Alam sendiri terdapat kesepakatan umum atau slogan yang
menjadi landasan untuk dibuatnya kesepakatan-kesepakatan
dikelas. Adapun slogan tersebut adalah “menjaga diri, menjaga
teman, menjaga lingkungan”. Lebih lanjut mengenai penggunaan
slogan tersebut dalam pembuatan kesepakatan dijelaskan oleh bu
Wiwin:
“Kalau kesepakatan di SALAM sendiri sudah ada “menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”, kalau kesepakatan di kelas misalnya bagaimana di kelas kita buka forum bareng-bareng, kalau di kelas ada orang bicara sebaiknya gimana, mendengarkan atau bagaimana, kesepakatannya kalau ada orang bicara didengarkan dulu. Terus ada teman jatuh, lalu gimana yang harus dilakukan. Jadi kesepakatan-kesepakatan timbul dari konsolidasi.”12
12 wawancara dengan bu Wiwin, 30 Maret 2015,trankrip wawancara
108
Dari argumen di atas dapat dimengerti bahwa Sanggar
Anak Alam mengedepankan kesepakatan bersama yang dibangun
antara sesama warga Sanggar Anak Alam, sehingga tidak terjadi
keterpaksaan dan aturan-aturan ketat yang memberatkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat argumen dari mas
Yudhis yang merupakan ketua PKBM :
“Kita tidak membuat aturan, yang kita bangun adalah kesepakatan. Kesepakatan yang muncul dari pengalaman. Ketika hanya satu orang, maka keputusan ada pada diri sendiri, jika ada/melibatkan orang lain maka ada harus ada kesepakatan-kesepakatan karena disitu ada dua kepentingan karena itu lebih dari satu kepentingan agar semua terfasilitasi.”13
Dari argumen di atas juga dapat dimengerti bahwa tujuan
dibuatnya kesepakatan adalah agar semua kepentingan-
kepentingan dapat terfasilitasi sesuai dengan hasil kesepakatan.
Dengan dibuatnya keputusan bersama, para pebelajar akan terlatih
untuk dapat menerima perbedaan kepentingan diluar individu
dirinya dan belajar untuk bertoleransi.
13 Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
Gambar 10. Pebelajar kelas 3 sedang membuat kesepakatan kelas
109
Kegiatan riset Sanggar Anak Alam dilakukan pada jam
aktif sekolah yang dimulai pada pukul 08.00 dan selesai sesuai
keperluan. Sebelum kegiatan riset dilaksanakan, fasilitator
mempersiapkan pebelajar dengan melakukan briefing untuk
melakukan re-check perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan
oleh pebelajar untuk kegiatan riset. Hal tersebut peneliti lihat pada
kegiatan riset yang diikuti peneliti, yaitu di kelas 4 dan jenjang
SMP.
Dalam aktivitas riset yang dilakukan tersebut, pebelajar dan
fasilitator memiliki peran yang penting. Para pebelajar melakukan
kegiatan yang telah direncanakan seperti melakukan wawancara
dengan narasumber, mencatat hal-hal penting yang diperlukan, dan
melakukan dokumentasi. Peran fasilitator juga tidak kalah penting
dalam kegiatan riset. Fasilitator senantiasa mengawasi aktivitas
pebelajar selama kegiatan riset berlangsung. Fasilitator
memastikan pebelajar melakukan kegiatan yang telah
direncanakan. Fasilitator berkewajiban mendampingi pebelajar
dengan membuat kondisi dimana pebelajar dapat belajar. Hal
tersebut seperti yang diucapkan oleh Timo:
“...kita hanya mendampingi dan membuat kondisi dimana anak bisa belajar bisa. Istilah nya seperti memancing, kita hanya menyediakan pancing lalu mengajak ke sungai, nah bagaimana memancing nya itu anak sendiri yang melakukan kita hanya mendampingi, anak yang belajar sendiri.”14
14 Wawancara dengan mas Timo, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
110
Aktivitas riset Sanggar Anak Alam tidak hanya dilakukan
diluar lingkungan Sanggar Anak Alam. Riset juga dapat dilakukan
di dalam lingkungan Sanggar Anak Alam atau dari peristiwa
sehari-hari yang dialami pebelajar. Misalnya saja peneliti melihat
riset yang dilakukan oleh pebelajar kelas 1 dan kelas 2. Pada kedua
jenjang tersebut peneliti melihat bahwa pebelajar memanfaatkan
tanaman yang mereka tanam dalam acara wiwitan untuk diamati
Gambar 11. Fasilitator dan pebelajar sedang melakukan wawancara
Gambar 12. Pebelajar SMP melakukan wawancara Gambar 13. Pebelajar kelas 4 mencatat hasil
riset
111
perkembangannya. Riset dengan melihat perkembangan tanaman
tersebut sehubungan dengan konteks yang akan dicapai yaitu
pengenalan sumber energi dalam kehidupan.
Di Sanggar Anak juga dimungkinkan penggunaan riset
yang lebih dari satu. Seperti yang peneliti temui pada jenjang SMP.
Selain melakukan riset di pasar, jenjang SMP juga melakukan riset
ke benteng vredeburg. Riset dilakukan sesuai kebutuhan. Seperti
yang dikatakan oleh bu Wahyaningsih dalam workshop Sanggar
Anak Alam yang mengatakan :
“riset bisa lebih dari satu, jika memang dirasa kurang”15
Diadakannya riset lebih dari satu juga berdasarkan
kesepakatan warga kelas. Peneliti melihat alasan diadakannya riset
lebih dari satu di jenjang SMP karena terdapat pebelajar yang tidak
mengikuti riset yang sebelumnya sekaligus mengatasi kejenuhan
pebelajar. Fasilitator SMP pada saat itu menawarkan hal tersebut
ke forum kelas dan disetujui oleh seluruh warga kelas. Fasilitator
15 Argumen dari Bu Sri Wahyaningsih pada saat workshop Sanggar Anak Alam
Gambar 14. Pebelajar kelas 1 sedang riset tanaman Gambar 15. Pebelajar kelas 2 sedang riset energi
112
juga langsung mengajak pebelajar untuk memilih museum yang
akan dikunjungi. Para pebelajar dipersilahkan oleh fasilitator untuk
mencari museum yang cocok dengan melihat internet. Akhirnya
tercapai kesepakatan diantara mereka untuk mengunjungi museum
benteng vredeburg dengan menggunakan bis Trans Jogja. Peneliti
melihat yang terpenting dari hal tersebut adalah terciptanya
kesepakatan diantara warga kelas. Peran fasilitator dalam
memfasilitasi para pebelajar hingga muncul kesepakatan
merupakan hal yang penting.
Dalam pembelajaran Sanggar Anak Alam yang
menggunakan model pembelajaran Daur Belajar, pengalaman
memang merupakan aspek yang paling penting. Pengalaman-
pengalaman tersebut dapat berupa sesuatu kegiatan yang
direncanakan dan dilakukan bersama-sama, maupun pengalaman
pribadi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman-
pengalaman tersebut akan menjadi data bagi pebelajar untuk
Gambar 16. Pebelajar smp sedang riset ke vredeburg
113
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan hal
tersebut, mas Yudhis selaku ketua PKBM Sanggar Anak Alam
menyampaikan argumennya :
“Kalau kita bicara daur belajar itu proses sebenarnya di dalamnya ada proses pengalaman, pengalaman itu misalnya pengalaman sendiri, masing-masing anak memiliki sendiri walaupun dilakukan secara bersama-sama. Anak-anak juga punya data masing-masing, data itu kemudian di compare dengan data teman-teman lain. akhirnya menjadi data bersama, data milik kelas.”16
Pengalaman-pengalaman akan menjadi data bagi pebelajar
Sanggar Anak Alam untuk melakukan kegiatan pembelajaran,
data-data tersebut dapat berupa data pribadi maupun data bersama.
Data bersama didapatkan dari compare data diantara para
pebelajar. Namun tidak semua pengalaman dapat diangkat menjadi
data. Pengalaman yang diangkat menjadi data dan diolah menjadi
daur hanya yang sesuai dengan capaian atau tujuan belajar tertentu
yang telah ditetapkan dalam menjadi target dasar belajar yang
dibuat pada saat workshop setiap awal semester. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh mas Yudhis :
“Misalnya di dalam kelas memiliki capaian tertentu, untuk sampai kesana dia melakukan riset, dan riset itu yang disebut pengalaman. Pengalaman menjadi daur ketika kemudian data-data nya diungkap, dan data-data yang diungkap itu diolah sampai pada dia punya kesimpulan.”17
Peneliti juga melihat bahwa Sanggar Anak Alam juga
memfasilitasi pebelajar untuk menggali bakat minat serta
16 Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara17 Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
114
membantu pebelajar mengalami peristiwa yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari dengan membawa peristiwa tersebut ke
lingkungan sekolah. Dalam penggalian minat dan bakat, peneliti
mengikuti kegiatan jenjang SMP yang mengunjungi perpustakaan
kota. Fasilitator jenjang SMP mengajak anak-anak ke perpustakaan
kota dalam rangka untuk mengetahui minat anak dari buku yang
pebelajar baca
Upaya Sanggar Anak Alam untuk menghadirkan peristiwa
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari untuk dibawa ke
lingkungan sekolah adalah dengan diadakannya pasaran dan
wiwitan. Pasaran adalah miniatur dari praktik jual beli di pasar
pada umumnya. Kegiatan tersebut biasa dilakukan sebulan sekali.
Kegiatan pasaran tersebut diikuti oleh seluruh elemen
Sanggar Anak Alam, baik fasilitator, pebelajar, maupun pengurus
sekolah. Peran-peran yang terdapat dalam kegiatan pasaran antara
Gambar 17. Fasilitator SMP membantu pebelajar membaca Gambar 18. Fasilitator dan pebelajar smp di perpustakaan kota Yogyakarta
115
lain penjual, pembeli, petugas keamanan, petugas
kebersihan, dan petugas bank. Alat transaksi yang digunakan
dalam kegiatan tersebut adalah mata uang Sanggar Anak Alam
atau dengan barter jika tercapai kesepakatan antar penjual. Sebagai
modal awal dalam kegiatan tersebut, bank Sanggar Anak Alam
memberikan modal ke masing-masing pebelajar atau fasilitator
yang terlibat. Setelah kegiatan pasaran selesai, uang akan kembali
disimpan di bank Sanggar Anak Alam sesuai dengan atas nama
pemilik uang tersebut dan dapat dipergunakan lagi dalam kegiatan
pasaran selanjutnya.
Sedangkan wiwitan adalah kegiatan syukuran yang
dilakukan sebelum melakukan panen padi. Kegiatan wiwitan saat
ini sudah jarang ditemui di masyarakat modern, hal tersebut yang
ingin digiatkan kembali oleh Sanggar Anak Alam agar tradisi
tersebut tidak hilang. Selain itu dalam acara wiwitan tersebut,
Sanggar Anak Alam juga menyelenggarakan serangkaian acara
Gambar 19. Pebelajar mengantri di bank Sanggar Anak Alam
Gambar 20. Pebelajar sedang melakukan transaksi jual beli
116
yang mengajak pebelajar untuk aktif, seperti penanaman bibit
bersama dinas pertanian Yogya dan pentas seni. Sehubungan
dengan kegiatan wiwitan bu Sri Wahyaningsih selaku pendiri
Sanggar Anak Alam mengemukakan pendapatnya:
“Iya bentuk pensinergian dan juga kita mengembalikan kalau kita itu punya kearifan lokal, nenek moyang kita dulu menciptakan itu bukan tidak alasan, agar supaya orang menjaga keseimbangan alam, tidak mengeksploitir bumi, harus dipelihara, agar dapat diwariskan ke anak cucu, memayu hayuning bawana, itu sungguh terjadi, mengapa dulu waktu panen di share, anak-anak diutamakan, itu semua ada alasannya. Dari dulu nenek moyang sudah belajar simbol-simbol, walaupun bukan dalam bentuk tulisan, seperti dalam bentuk ubo rampe wiwitan kemarin. Jadi nenek moyang itu dulu memberi pelajaran, dan ini juga pembelajaran. Jadi membaca, itu tidak hanya sekedar membaca ba bi bu be bo, namun juga membaca suasana, membaca situasi, harus terus menerus dilakukan, itu kenapa kami disini melarang belajar membaca hanya ba bi bu be bo yang tidak bermakna, tapi kita membaca dari sesuatu yang nyata atau yang riil.”18
Dari pernyataan di atas peneliti melihat bahwa Sanggar
Anak Alam dalam mengembangkan pembelajaran, dimulai dari
sesuatu yang nyata atau riil dan mensinergikan kegiatan
18 Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015, transkrip wawancara
Gambar 21. Berdoa di depan padi yang akan dipanen Gambar 22. Penanaman bibit pada rangkaian acara wiwitan
117
pembelajaran dengan kearifan lokal atau budaya agar pembelajaran
menjadi kegiatan yang bermakna. Dari upaya pensinergian
tersebut, Sanggar Anak Alam mengharapkan pebelajar untuk
mampu membaca situasi dan suasana.
Berkaitan dengan peristiwa dan riset yang terdapat dalam
pembelajaran di Sanggar Anak Alam, peneliti melihat bahwa
semua jenjang yang ada di Sanggar Anak Alam selalu mengawali
proses pembelajaran dengan melakukan riset atau berangkat dari
peristiwa. Peneliti menyimpulkan bahwa riset adalah kegiatan
untuk mendapatkan pengalaman dari suatu peristiwa. Kegiatan
riset tersebut merupakan fase pertama dari model daur belajar yaitu
fase “melakukan”. Riset dapat berupa pengalaman dari peristiwa
yang direncanakan maupun tidak direncanakan. hasil riset yang
berupa pengalaman dari suatu peristiwa yang ada pada kehidupan
sehari-hari pebelajar tersebut tersebut dihubungkan dengan suatu
capaian atau tujuan tertentu yang ada pada target dasar belajar
Sanggar Anak Alam yang dibuat pada saat workshop untuk
memulai awal semester. Dari informasi yang peneliti dapatkan
dalam kegiatan workshop Sanggar Anak Alam pada awal semester,
Kegiatan riset yang dilakukan pebelajar dan fasilitator dapat lebih
dari satu atau disesuaikan dengan keperluan untuk mendapatkan
data guna kepentingan memenuhi capaian atau tujuan yang ada
pada target dasar belajar. Data-data yang ada pada riset akan diolah
118
dan diungkap melalui proses selanjutnya yang ada pada model daur
belajar, yaitu : Ungkapkan, analisis, kesimpulan, tindakan. Adapun
riset-riset yang terencana yang peneliti temui di Sanggar Anak
Alam antara lain: Kelas 1 SD yang melakukan riset dengan
mengamati pertumbuhan tanaman, kelas 2 juga mengamati
pertumbuhan tanaman, kelas 3 yang riset mengenai batu-bata dan
telur asin, kelas 4 yang melakukan riset di pabrik tahu, jenjang
SMP yang melakukan riset ke pasar dan benteng vredeburg.
Data-data yang didapatkan melalui kegiatan riset lalu
diungkapkan dan diolah dalam fase selanjutnya dari daur belajar,
yaitu fase ungkapkan. Dalam fase “ungkapkan”, data-data tersebut
dirapikan dengan melihat tujuan belajar yang ada pada skema
target dasar belajar pada masing-masing jenjang. Untuk
mempersiapkan pebelajar melakukan fase “ungkapkan”, fasilitator
mengajak pebelajar untuk melihat kembali hasil temuan dalam
kegiatan riset yang telah dilakukan. Fasilitator memancing
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan riset yang telah
dilakukan, misalnya : “hal-hal apa sajakah yang kalian temukan di
pasar?”, “pedagang apa saja yang kalian kunjungi?” atau dengan
menanyakan kesan mereka terkait riset yang telah dilakukan.
Peneliti melihat hal tersebut merupakan upaya bagi fasilitator
untuk mereview kegiatan riset. Usaha lain yang dilakukan oleh
fasilitator untuk melakukan review adalah dengan juga mengajak
119
pebelajar untuk menuliskan temuan-temuan menarik mereka di
papan tulis agar temuan dari masing-masing individu dapat
diketahui oleh sesama pebelajar maupun fasilitator. Misalnya saja
seperti yang telah dilakukan oleh jenjang SMP dan kelas 4 yang
menemukan hal-hal menarik dan dituliskan di papan tulis atau
kelas 1 yang menuliskan pertumbuhan tanaman yang mereka amati
dari hari ke hari di papan tulis.
Dengan dituliskannya hasil-hasil temuan pada kegiatan riset
di papan tulis, maka data pribadi yang dimiliki perseorangan akan
menjadi milik bersama. Sehingga data-data yang dimiliki masing-
masing individu dapat dibandingkan atau dilengkapi dari data milik
teman-teman sekelasnya. Hal tersebut sesuai dengan yang
disampaikan oleh mas Yudhis selaku ketua PKBM:
“Anak-anak juga punya data masing-masing, data itu kemudian di compare dengan data teman-teman lain. akhirnya menjadi data bersama, data milik kelas.”19
19 Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015
Gambar 23. Data para pebelajar yang ditulis di papan tulis
120
Jika dilihat dari argumen dan temuan peneliti tersebut,
dapat diketahui bahwa pebelajar Sanggar Anak Alam
mengedepankan sikap kolaboratif sesama pebelajar. Hal tersebut
juga tidak terlepas dari peran fasilitator yang memfasilitasi
terjadinya kolaborasi antar sesama pebelajar dengan mengajak
pebelajar untuk menuliskan hasil temuannya di papan tulis.
Fase ungkapkan adalah mengungkapkan kembali data-data
dari peristiwa yang dialaminya. Setelah data-data tersebut di-
kumpulkan dari masing-masing individu dan menjadi milik
bersama, dalam fase ungkapkan selanjutnya adalah melihat tujuan
belajar yang ada pada skema target dasar belajar pada masing-
masing jenjang. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa tujuan
belajar yang ada pada target dasar belajar memiliki fungsi
dokumentasi pengetahuan dari riset yang telah mereka lakukan.
Pada jenjang SMP misalnya, peneliti melihat bahwa
terdapat tujuan belajar pada skema target dasar belajar yang
menyebutkan bahwa “pebelajar mampu mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah sederhana, teks
pidato, surat pembaca”. Dari tujuan belajar tersebut, fasilitator
mengajak pebelajar untuk menuliskan karya ilmiah yang berbentuk
deskriptif mengenai pasar dan museum benteng vredeburg. Untuk
tujuan belajar yang berkaitan dengan menghitung peneliti melihat
jenjang SMP melakukan pengukuran benda-benda yang ada di
121
sekitar kelas, misalnya saja mengukur buku, meja, dan tempat
pensil. Fasilitator juga menggunakan data mengenai pengeluaran
biaya sewaktu melakukan riset di benteng vredeburg, yaitu harga
parkir, tiket masuk, dan sebagainya. Melalui riset Benteng
vredeburg pula para pebelajar SMP belajar tentang nasionalisme.
Pada jenjang sekolah dasar kelas 1, peneliti melihat
terdapat target dasar belajar yang menyebutkan bahwa “pebelajar
mampu melakukan penjumlahan dan pengurangan 1-20”. Dari
tujuan tersebut, fasilitator kelas 1 yaitu bu Wiwin, mengajak
pebelajar untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan dari
pertumbuhan tanaman yang mereka amati setiap harinya. Pada
jenjang sekolah dasar kelas 4 terdapat target dasar belajar yang
menyebutkan “mampu menulis jurnal harian, surat, puisi dan
naskah”. Dalam memenuhi tujuan tersebut, maka digunakanlah
data terkait riset ke pabrik tahu yang telah dilakukan oleh pebelajar
kelas 4 untuk membuat sebuah puisi. Untuk memperkuat
pemahaman pebelajar tentang puisi, mbak Vian selaku fasilitator
meminta pebelajar untuk mencari contoh puisi di internet.
Begitupula yang dilakukan oleh jenjang sekolah dasar kelas 3.
Mereka menggunakan rak-rak yang ada untuk meletakkan telur
asing untuk belajar perkalian. Jenjang kelas 3 juga belajar
bagaimana peristiwa dibuatnya telur bebek menjadi telur asin.
122
Peneliti melihat bahwa dalam fase ungkapkan tersebut,
pebelajar dan fasilitator menghubungkan antara pengalaman-
pengalaman yang didapat melalui riset dengan tujuan-tujuan
belajar yang ada dalam target dasar belajar. Pengalaman-
pengalaman yang ada pada riset akan membantu pebelajar
mencapai tujuan-tujuan belajar yang ada pada target dasar belajar.
Peneliti melihat peran fasilitator tidak kalah penting dalam fase
ungkapkan. Beberapa kelas yang peneliti amati, terdapat pebelajar
yang kurang begitu antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Misalnya saja pada jenjang SMP yang seharusnya menuliskan
cerita pendek mengenai pengalaman riset ke benteng vredeburg
dan jenjang kelas 4 yang membuat puisi dari data hasil riset. Pada
mulanya beberapa pebelajar di kedua jenjang tersebut malas
mengerjakan tugas yang telah disepakati yaitu menulis cerita
pendek dan membuat puisi. Pada akhirnya fasilitator memberikan
motivasi kepada kepada pebelajar agar mau mengerjakan tugas.
Cara fasilitator memberikan motivasi yaitu dengan membujuk
Gambar 24. Fasilitator mengajak pebelajar kelas 1 melakukan penjumlahan dan pengurangan berdasarkan data yang ditulis di
papan tulis
123
secara personal ataupun melakukan kegiatan ice breaking seperti
bernyanyi.
Fase daur belajar selanjutnya adalah analisis. Fase analisis
adalah kegiatan mengkaji ungkapan pengalaman, baik pengalaman
sendiri maupun pengalaman orang lain, kemudian mengkaitkannya
dengan pengalaman-pengalaman yang mengandung ajaran, nilai-
nilai atau makna yang serupa. Peneliti kurang mendapatkan secara
jelas gambaran mengenai fase analisis. Namun peneliti melihat
bahwa praktik dalam fase analisis adalah dengan mendiskusikan
kembali hasil riset yang telah diungkapkan menggunakan tujuan
belajar yang ada pada target dasar belajar. Misalnya saja peneliti
pernah mengikuti diskusi yang dilakukan oleh jenjang SMP
mengenai tulisan ilmiah mereka tentang pasar. Berdasarkan tulisan
para pebelajar tersebut, fasilitator memancing diskusi menjadi
lebih luas, yang semula membahas isi pasar menjadi membahas
tentang perbedaan pasar modern dan pasar tradisional, hingga
perkembangan tren masa kini yaitu online shop. Peneliti
menangkap salah satu hasil identifikasi pebelajar mengenai online
shop yang mengatakan “online shop memang lebih praktis, namun
sesama manusia tidak terjadi interaksi”.
Dari hasil riset di benteng vredeburg pebelajar SMP ,
fasilitator juga mengembangkan diskusi terkait nasionalisme.
Pebelajar dan fasilitator secara bersama-sama menguraikan tentang
124
nasionalisme dalam suatu forum diskusi. Masing-masing fasilitator
menyebutkan peristiwa-peristiwa sejarah yang menurut mereka
dapat menjadi contoh nasionalisme. Dari peristiwa-peristiwa yang
dipaparkan oleh fasilitator tersebut, lalu pebelajar dapat
menganalisis dan mencapai kesimpulan tentang nasionalisme.
Untuk memperkuat pandangan para pebelajar tentang sejarah
bangsa, fasilitator juga meminta pebelajar untuk mencari artikel-
artikel terkait di internet. Begitupula yang peneliti amati pada kelas
2. Setelah pebelajar kelas 2 mengukur perkembangan tumbuhan
yang mereka tanam, bu Avin fasilitator kelas 2 memancing dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar energi matahari, seperti “kenapa
kok tumbuhan kalian bisa bertambah tinggi?”, “kira-kira kalau
tidak ada matahari tumbuhan kalian bisa tambah tinggi nggak?”.
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul jawaban yang
berbeda-beda dari setiap pebelajar, lalu bu Avin sebagai fasilitator
membantu pebelajar untuk mengerucutkan kesimpulan.
Pada jenjang kelas 3 peneliti melihat mereka me-
ngidentifikasi tentang bagaimana proses telur bebek bisa menjadi
telur asin. Hingga mereka menyimpulkan langkah-langkah
membuat telur asin. Kelas 3 yang juga melakukan riset tentang
batu-bata mengidentifikasi pula bagaimana terbentuknya batu-bata.
Mereka juga berhasil menganalisis dan menyimpulkan bagaimana
batu-bata bisa terbentuk. Kesimpulan-kesimpulan dari hasil
125
analisis tersebut berada dalam fase keempat daur belajar yaitu
kesimpulan. Fase kesimpulan yaitu keharusan untuk me-
ngembangkan atau merumuskan prinsip-prinsip berupa kesimpulan
umum dari pengalaman tersebut. Menyatakan apa yang telah
dialami dan dipelajari dengan cara seperti ini akan membantu
masyarakat untuk merumuskan, merinci dan memperjelas hal-hal
yang telah dipelajari. Dalam fase analisis dan fase kesimpulan
tersebut peneliti melihat peran fasilitator juga sangat berpengaruh.
Peneliti melihat bahwa pada tahap analisis, peran fasilitator adalah
memancing terjadinya diskusi. Sedangkan pada fase kesimpulan,
fasilitator membantu pebelajar untuk mengerucutkan pembahasan
dalam diskusi sehingga pebelajar mampu menghasilkan
kesimpulan.
Fase daur belajar yang terakhir yaitu melakukan atau
menerapkan. Tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan
dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik
berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas
tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan
realitas-realitas baru yang juga lebih baik. Peneliti melihat bahwa
pada fase melakukan, pebelajar identik dengan membuat suatu
produk berdasarkan dari proses daur belajar yang dialaminya.
Produk-produk yang dihasilkan pebelajar berdasarkan dari
pemahaman baru yang didapatkan melalui proses daur belajar.
126
Adapun contoh-contoh produk pebelajar Sanggar Anak
Alam yang peneliti temukan antara lain : jenjang sekolah dasar
kelas 3 yang membuat telur asin dan membuat mading tentang
proses pembuatan batu bata, jenjang sekolah dasar kelas 4 yang
membuat kliping tentang proses pembuatan tahu, dan jenjang SMP
yang membuat mading yang berkaitan dengan minat para
pebelajar. Berdasarkan pengamatan peneliti, produk-produk
tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan antara fasilitator dan
pebelajar. Fasilitator memfasilitasi ide-ide pebelajar untuk
membuat produk akhir. Hal tersebut berdasarkan wawancara
dengan salah satu fasilitator bernama bu Erna :
“...memfasilitasi saja, memfasilitasi ide, keinginan, solusi-solusi mereka.”20
Produk akhir tersebut akan dipamerkan kepada orang tua
dalam acara pameran. Informasi tersebut peneliti peroleh dari Ibu
Sri Wahyaningsih:
“Jadi orang bisa mengapresiasi anak-anak dalam bentuk drama, pameran. Ini kan yang dipamerkan adalah hasil kristalisasi dari apa yang mereka dapatkan. Setiap akhir semester kan gelar bersama. Ada drama, musik, lukis, mading. Itu kan lebih asik, mereka benar-benar menguasai.”21
Dari pernyataan berikut peneliti dapat melihat bahwa
Sanggar Anak Alam berupaya untuk mengapresiasi pebelajar
20 Wawancara dengan bu Erna, Rabu 1 April 2015, transkrip wawancara21 Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015, transkrip wawancara
127
dengan sebaik mungkin. Orang tua akan dapat melihat secara jelas
hasil belajar pebelajar selama satu semester.
c. Penilaian hasil pembelajaran
Peneliti melihat bahwa sebagai penyedia aktivitas
pembelajaran, Sanggar Anak Alam juga mengadakan kegiatan
penilaian hasil pembelajaran atau evaluasi pembelajaran. Namun
penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh Sanggar Anak Alam
berbeda dari sekolah-sekolah formal. Pada umumnya kegiatan tersebut
di sekolah formal dilakukan dengan mengerjakan soal-soal yang telah
Gambar 25. Hasil karya pebelajar kelas 3 tentang langkah-langkah pembuatan batu-
bata dan telur asin
Gambar 26. Telur asin yang dibuat pebelajar kelas 3
Gambar 27. Pebelajar kelas 4 sedang membuat produk
128
dibuat oleh guru. Sedangkan Sanggar Anak Alam melakukan
berdasarkan kesepakatan antara pebelajar dan fasilitator. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Wahyaningsih :
“Kalau bentuk evaluasi itu kesepakatan, yang jelas setiap fasilitator harus mengawal proses agar tau sejauh mana anak itu sudah berproses. Nah ini kan dari pengamatan fasilitator dan pemahaman, tapi kita setiap akhir semester kan juga ada review, itu kan mulai mengulang kembali apa yang sudah didapatkan, ini penting saya pikir. Jadi fasilitator bisa memahami tentang pemahaman anak. Anak-anak juga bisa memilih review sendiri, misalnya ada yang mau berhitung saja, atau bahasa saja, lalu anak saling menukar hasil review nya. Jadi review itu kesepakatan bentuknya, ada juga yang kelas 3 smp atau kelas 6 itu juga menyesuaikan karena mereka akan ikut UN maka resume nya formal, bikin-bikin soal.”22
Dari pernyataan di atas juga dapat diketahui bahwa selain
review berdasarkan kesepakatan antara fasilitator dan pebelajar, peran
fasilitator dalam mengamati dan memahami pebelajar juga penting.
Hal tersebut dikatakan penting karena fasilitator akan membuat review
seusai dengan yang pebelajar minati dan pahami.
Pada beberapa jenjang peneliti juga mengamati bahwa
pembuatan produk dalam fase daur belajar yang terakhir yaitu
melakukan, sering dijadikan alternatif evaluasi oleh fasilitator. Pada
fase melakukan pebelajar membuat produk berdasarkan proses yang
telah dilalui sebelumnya, sehingga fasilitator dapat melihat pebelajar
menguasai pembelajaran selama satu semester atau tidak berdasarkan
pembuatan produk pebelajar.
22 Wawancara dengan bu Sri Wahyaningsih selasa 5 Mei 2015
129
Setelah kegiatan evaluasi pembelajaran selesai, para fasilitator
membuat rapot yang berisi pencapaian pebelajar selama satu semester.
Rapot tersebut akan diserahkan kepada orang tua pebelajar setiap
akhir semester, sekaligus fasilitator berbincang-bincang dengan para
wali pebelajar tentang kondisi para pebelajar selama kegiatan
pembelajaran.
Sehubungan dengan penilaian hasil pembelajaran, pada
sekolah formal pada umumnya hasil dari penilaian pembelajaran
dijadikan acuan bagi kenaikat tingkat ke jenjang kelas yang lebih
tinggi. Namun di Sanggar Anak Alam, penilaian hasil pembelajaran
tidak memiliki fungsi yang demikian, karena semua pebelajar selalu
naik ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan kata lain, di Sanggar Anak
Alam tidak ada istilah tinggal kelas.
Gambar 28.1 Contoh soal evaluasi Gambar 28.2 Contoh soal evaluasi
130
Sanggar Anak Alam yang merupakan lembaga non formal
tidak mengeluarkan ijasah formal bagi pebelajar yang ingin
melanjutkan jenjang di sekolah formal. Untuk itu Sanggar Anak Alam
memfasilitasi pebelajar yang menginginkan ijasah formal dengan
mendaftarkan pada ujian persamaan seperti ujian paket C. Hal tersebut
dilakukan Sanggar Anak Alam karena terdapat tuntutan dari orang tua
yang menginginkan anaknya yang belajar di Sanggar Anak Alam
untuk mendapatkan ijasah formal. Penilaian hasil pembelajaran oleh
Sanggar Anak Alam memang bukan dirancang sebagai acuan
kenaikan jenjang atau untuk mendapatkan ijasah, namun sebagai cara
merefleksi proses pembelajaran yang telah dilakukan selama satu
semester.
B. PEMBAHASAN
1. Pembahasan mengenai Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Ditinjau dari kajian teori mengenai sekolah alam, Sanggar Anak
Alam memang dapat diklasifikasikan sebagai sekolah alam. Menurut
Efrita Djuwita (2010) Suatu lembaga penyedia kegiatan pembelajaran
yang dapat dikatakan sebagai sekolah alam adalah yang menyediakan
pembelajaran alternatif dengan menggunakan alam sebagai sumber belajar
utamanya, dalam hal ini penggunaan alam sebagai media belajar
diharapkan pebelajar menjadi lebih perhatian dengan lingkungan dan
mampu mengaplikasikan pengetahuan yang dipelajari. Sekolah alam
131
memberikan suasana yang berbeda dalam aktivitas pembelajaran karena
mendekatkan pebelajar dengan lingkungan dan kehidupan nyata sehingga
terjadi interaksi langsung antara pebelajar dengan realitas. Peneliti melihat
aspek tersebut telah dilakukan oleh Sanggar Anak Alam dengan
mendirikan bangunan sekolah yang dekat dengan lingkungan pertanian
khususnya sawah. Dengan cara itu Sanggar Anak Alam menginginkan
terjadinya interaksi antara pembelajarnya dengan komunitas pertanian
yang ada di sekitar Sanggar Anak Alam. Menurut Lendo Novo (2009),
pendiri sekolah alam ciganjur, sekolah alam terinspirasi oleh pemanfaatan
alam, kehidupan, dan lingkungan sebagai media pembelajaran.
Berdasarkan pernyataan Lendo Novo tersebut, peneliti melihat Sanggar
Anak Alam telah melakukan hal yang serupa dengan melaksanakan
pembelajaran dengan berlandaskan pada alam, kehidupan, dan lingkungan.
Sanggar Anak Alam yang dekat dengan lingkungan tani dan pembelajaran
berbasis riset dari kehidupan sehari-hari membuktikan bahwa Sanggar
Anak Alam masuk dalam kategori sekolah alam.
Menurut Dian Purnama (2010 : 86), Sekolah alam tetap mengacu
pada kurikulum depdiknas tetapi sekolah alam juga tetap meramu sendiri
kurikulum sesuai dengan tujuan sekolah. Pembelajaran di Sekolah alam
tidak benar-benar terlepas dari kurikulum dekdiknas. Terdapat hal-hal dari
sekolah formal yang bisa diintegrasikan ke dalam sekolah alam, tentu saja
dengan diramu sesuai dengan tujuan-tujuan sekolah alam. Peneliti melihat
hal tersebut dalam perencanaan pembelajaran di Sanggar Anak Alam yang
132
meninjau kurikulum nasional. Dalam perencanaan pembelajaran Sanggar
Anak Alam, dibuat sebuah skema target dasar belajar yang mengambil
standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk dijadikan tujuan belajar.
2. Proses Pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta dari Perspektif Pedagogi Kritis
Pada Bab II mengenai kajian teori telah disebutkan tahap-tahap
pembelajaran Pedagogi Kritis. Tahap-tahap tersebut merupakan
serangkaian proses yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Pemaparan kajian teori di dalam Bab II mengenai tahap-tahap
pembelajaran telah disesuaikan dengan perspektif Pedagogi Kritis,
sehingga dari kajian teori tersebut dapat dilihat tentang proses
pembelajaran di Sanggar Anak Alam dari perspektif Pedagogi Kritis.
a. Perencanaan pembelajaran
Pada bab II mengenai kajian teori telah dijelaskan mengenai
perencanaan pembelajaran dalam perspektif Pedagogi Kritis. Dalam
perencanaan pembelajaran tersebut dijelaskan bahwa perlunya
penggunaan silabus dan RPP untuk memandu kegiatan pembelajaran.
Di dalam RPP dan silabus terdapat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Perencanaan pembelajaran dalam Pedagogi Kritis memang perlu
memperhatikan hal-hal di atas, namun perlu diperhatikan bahwa
133
perencanaan yang dibuat tidak terlalu kaku seperti dalam pembelajaran
konvensional dan dilakukan bersama-sama antara guru dan pebelajar
dengan dialog. Hal tersebut perlu dilakukan karena Pedagogi Kritis
menjunjung terciptanya ruang demokratis.
Peneliti melihat perencanaan pembelajaran di Sanggar Anak
Alam dilakukan setiap akan memasuki semester baru dalam acara
workshop fasilitator. Yang dihasilkan dari workshop fasilitator Sanggar
Anak Alam adalah sebuah skema yang dinamakan skema target dasar
belajar. Skema target dasar belajar adalah sebuah panduan bagi
fasilitator dan pebelajar dalam melaksanakan pembelajaran. Peneliti
melihat skema target dasar belajar memiliki fungsi yang sama seperti
RPP pada sekolah formal.
Dalam skema target belajar tersebut terdapat beberapa
komponen yang ada dalam RPP, yaitu: identitas kelas, tujuan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi yang ditulis
sebagai konteks yang akan dicapai. Tidak seluruh aspek dalam RPP ada
dalam skema target dasar belajar Sanggar Anak Alam, karena peneliti
melihat bahwa Sanggar Anak Alam tidak mengklasifikasikan
pembelajaran ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran tertentu seperti
pada sekolah formal. Perbedaan tersebut bukan berarti Sanggar Anak
Alam sepenuhnya berbeda dengan sekolah formal. Tujuan pembelajaran
yang ada pada skema target dasar belajar Sanggar Anak Alam diambil
dari standar kompetensi yang ada pada kurikulum nasional sesuai
134
dengan jenjang masing-masing. Standar kompetensi yang diambil
sebagai tujuan pembelajaran berasal dari pelajaran matematika dan
bahasa Indonesia. Sanggar Anak Alam menempatkan matematika
sebagai tujuan berhitung dan bahasa Indonesia sebagai tujuan
membaca. Tujuan berhitung dan tujuan membaca tersebut ditempatkan
sebagai fungsi dokumentasi bagi pengalaman-pengalaman yang dialami
oleh pebelajar.
Sanggar Anak Alam mengedepankan pengalaman atau realitas
kehidupan sebagai unsur pokok dalam pembelajaran, sehingga yang
tercantum dalam skema target dasar belajar adalah hal yang berkaitan
dengan pengalaman yang dialami pebelajar. Dalam skema target dasar
belajar ditekankan mengenai empat perspektif kehidupan yaitu pangan,
kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya. Keempat perspektif tersebut
menjadi dasar bagi Sanggar Anak Alam untuk menetapkan konteks.
Konteks yang dimaksud dalam hal ini memiliki kesamaan dengan
indikator pencapaian kompetensi yang terdapat pada RPP kurikulum
nasional, karena terdapat perilaku yang dapat diukur dan di observasi.
Konteks yang ada pada target dasar belajar akan menjadi bahan
pertimbangan dalam pemilihan tema riset.
Skema target dasar belajar yang telah selesai dibuat dalam
workshop fasilitator Sanggar Anak Alam akan dipaparkan ke pebelajar
sebagai bahan diskusi antara fasilitator dan pebelajar. Diskusi antara
fasilitator dan pebelajar tersebut dilaksanakan pada hari-hari pertama
135
persekolahan. Dalam diskusi tersebut fasilitator mula-mula
menyampaikan tentang tujuan dan konteks yang ada dalam skema
target dasar belajar dan dilanjutkan dengan menentukan riset yang akan
dilakukan oleh pebelajar dan fasilitator guna mencapai tujuan dan
konteks yang ada di skema target dasar belajar. Peneliti juga melihat
bahwa pebelajar diperbolehkan untuk memberi masukan terkait konteks
dan tujuan yang ada pada skema target dasar belajar, bahkan pebelajar
dipersilahkan untuk memilih tema dan lokasi riset yang sesuai dengan
konteks dan tujuan yang akan dicapai. Fasilitator bertugas untuk
memfasilitasi para pebelajar untuk menyampaikan gagasan dan
berdiskusi hingga tercapai kesepakatan yang diterima semua pihak.
Peneliti juga menemukan fakta mengenai dibuatnya kesepakatan kelas
berisi aturan-aturan dalam pelaksanaan pembelajaran yang dibuat pada
awal semester. Pembuatan kesepakatan kelas tersebut dilakukan
bersama-sama dengan menampung ide para pebelajar untuk
menentukan hal yang diperbolehkan dan dilarang dilakukan selama
pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti melihat dalam
perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Sanggar Anak Alam
telah sesuai dengan perencanaan pembelajaran dalam perspektif
Pedagogi Kritis. Hal tersebut dikarenakan Sanggar Anak Alam
memiliki skema target dasar belajar yang memiliki fungsi yang sama
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Walaupun tidak
136
semua unsur yang ada dalam RPP terdapat dalam skema target dasar
belajar Sanggar Anak Alam, namun keduanya berfungsi untuk
memandu kegiatan pembelajaran. Prinsip pembelajaran dalam
perspektif Pedagogi Kritis juga tampak dari keterlibatan pebelajar
dalam perencanaan pembelajaran di Sanggar Anak Alam dengan
mengajak pebelajar untuk aktif dalam menyumbangkan ide tentang
perencanaan pembelajaran dan pembuatan kesepakatan kelas. Pebelajar
ditempatkan sebagai pribadi aktif yang mampu menentukan dan
bertanggung jawab atas pilihannnya. Hal tersebut juga tidak terlepas
dari peran fasilitator Sanggar Anak Alam yang mengedepankan
kesepakatan bersama dengan pebelajar, sehingga komunikasi yang
terbangun adalah komunikasi dua arah. Sanggar Anak Alam yang
dalam perencanaan pembelajaran menekanan mengenai empat
perspektif kehidupan menunjukkan bahwa terdapat upaya-upaya
pengenalan realitas di dalam pembelajaran yang dilakukan.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran perspektif Pedagogi Kritis
terdapat 3 kegiatan pokok yang dilakukan, yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penjelasan lebih lanjut terkait
kegiatan-kegiatan tersebut telah dibahas pada bab II mengenai kajian
teori. Namun dapat dikatakan bahwa 3 kegiatan pokok tersebut telah
sesuai dengan pandangan Pedagogi Kritis. Pada sub bab ini peneliti
137
akan menelaah pelaksanaan pembelajaran di Sanggar Anak Alam
dengan pandangan Pedagogi Kritis.
1) Kegiatan Pendahuluan
Pelaksanaan aktivitas pembelajaran Sanggar Anak Alam
dilakukan setiap hari senin hingga hari Jumat. Di Sanggar Anak
Alam terdapat pembagian jenjang kelas seperti pada sekolah
formal, namun yang membedakan adalah Sanggar Anak Alam
mengedepankan penggunaan pengalaman sebagai bahan belajar
dan tidak mengklasifikasian belajar ke dalam mata pelajaran
tertentu. Sanggar Anak Alam menggunakan model pembelajaran
yang dinamakan daur belajar. Model daur belajar adalah
serangkaian proses yang akan dilalui oleh pebelajar dengan
memanfaatkan pengalaman atau realitas yang ada pada kehidupan
sehari-hari. Perbedaan dengan sekolah formal juga tampak dari
kegiatan pembuka pembelajaran sehari-hari Sanggar Anak Alam,
yaitu berdoa dan melakukan pemanasan kecil di lapangan secara
bersama-sama oleh seluruh elemen Sanggar Anak Alam. Kegiatan
pemanasan kecil yang dimaksud oleh peneliti adalah melakukan
kegiatan gerak tubuh ringan, ice breaking, atau bernyanyi. Peneliti
melihat bahwa kegiatan tersebut dilakukan untuk memotivasi
seluruh elemen Sanggar Anak Alam sebelum melakukan aktivitas.
Sanggar Anak Alam memulai pelaksanaan pembelajaran
dengan melakukan fase daur belajar yang pertama, yaitu fase
138
melakukan. Berdasarkan hasil penelitian, fase melakukan
merupakan kegiatan riset langsung ke kehidupan nyata atau dengan
kata lain pebelajar diajak untuk mengalami suatu realitas. Riset
adalah salah satu bukti bahwa Sanggar Anak Alam
mengedepankan penggunaan pengalaman pada peristiwa sehari-
hari dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam pembahasan mengenai tahap perencanaan
pembelajaran disebutkan bahwa pada setiap awal semester
fasilitator selalu menyampaikan skema target dasar belajar yang
akan dicapai pebelajar, lalu berdasarkan skema target dasar belajar
fasilitator dan pebelajar secara bersama-sama membuat
kesepakatan tentang tema dan lokasi riset. Ketika tema riset dan
lokasi riset telah ditentukan, fasilitator mengajak pebelajar untuk
melakukan persiapan-persiapan yang dIbutuhkan dalam kegiatan
tersebut. Persiapan-persiapan tersebut antara lain melakukan list
kebutuhan barang yang akan dibawa ke lokasi riset, menentukan
subjek yang akan dijadikan narasumber, dan membuat pertanyaan-
pertanyaan untuk ditanyakan kepada narasumber. Dalam
menentukan subjek dan membuat pertanyaan-pertanyaan,
fasilitator mengingatkan pebelajar tentang tujuan mereka
melakukan riset serta data-data seperti apa yang dIbutuhkan
pebelajar agar sesuai dengan konteks dan tujuan yang ingin dicapai
dalam skema target dasar belajar.
139
Peneliti melihat hingga tahap ini Sanggar Anak Alam telah
melakukan kegiatan yang memiliki kesamaan dengan kegiatan
pendahuluan yang ada pada tahap pelaksanaan pembelajaran
perspektif Pedagogi Kritis. Disebutkan dalam bab II mengenai
kegiatan pendahuluan bahwa guru menyiapkan pebelajar secara
psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Hal ini
peneliti lihat dari kegiatan sehari-hari Sanggar Anak Alam sebelum
memulai aktivitas, yaitu berdoa dan melakukan pemanasan kecil
bersama di lapangan. Aktivitas tersebut tidak hanya berpengaruh
pada pebelajar namun pada seluruh anggota Sanggar Anak Alam.
Peneliti yang mengikuti aktivitas tersebut melihat bahwa seluruh
anggota Sanggar Anak Alam lebih siap secara psikis karena setelah
aktivitas tersebut semua tampak ceria dan secara fisik karena
melakukan gerak tubuh ringan. Salah satu poin dari kegiatan
pendahuluan pada tahap pelaksanaan pembelajaran Pedagogi Kritis
juga menyebutkan bahwa guru menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan sesuai dengan silabus yang telah disepakati. Hal tersebut
peneliti temukan pada diri fasilitator yang dalam pertemuan awal
selalu menyampaikan tentang tujuan riset agar mendapatkan data
yang sesuai dengan konteks dan tujuan skema target dasar belajar.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa skema target dasar belajar
memiliki fungsi yang sama seperti silabus dan isinya telah
disepakati oleh pebelajar. Fasilitator yang mengajak pebelajar
140
untuk melakukan persiapan-persiapan yang dIbutuhkan dalam
kegiatan riset juga dapat digolongkan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mempersiapkan pebelajar dalam mengikuti proses
pembelajaran. Hal tersebut termasuk sesuatu yang dilakukan dalam
kegiatan pendahuluan dalam tahap pelaksanaan pembelajaran
Pedagogi Kritis.
2) Kegiatan Inti
Bagian selanjutnya dalam tahap pelaksanaan pembelajaran
Pedagogi Kritis adalah kegiatan inti. Kegiatan inti dibagi menjadi 3
hal yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan adalah
dengan senantiasa melibatkan pebelajar mencari informasi yang
luas dalam menentukan topik/tema materi yang akan dipelajari
dengan prinsip “alam takambang” jadi guru dan pebelajar
belajar dari aneka sumber; guru memfasilitasi interaksi yang
akan terjadi antara sesama pebelajar, pebelajar dengan-
lingkungan, dan dengan sumber belajar lainnya; melibatkan
pebelajar secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; guru
memfasilitasi pebelajar melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan. Peneliti melihat bahwa dalam fase
pertama daur belajar yaitu fase melakukan memiliki kegiatan
141
yang serupa dengan eksplorasi pada kegiatan inti pelaksanaan
pembelajaran Pedagogi Kritis.
Sebelum fase melakukan dimulai, pebelajar terlebih
dahulu diajak untuk menentukan tema dan lokasi riset. Setelah
tercapai kesepakatan mengenai tema dan lokasi riset, maka
fasilitator dan pebelajar bersama-sama datang ke lokasi riset
untuk mendapatkan data guna kepentingan pembelajaran.
Fasilitator memastikan pebelajar melakukan kegiatan yang telah
direncanakan di lokasi riset, yaitu melakukan wawancara
dengan responden, melakukan dokumentasi, dan mencatat hal-
hal yang penting. Dapat dikatakan bahwa fasilitator
memfasilitasi pebelajar untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan melibatkan pebelajar secara aktif. Dalam pengamatan yang
dilakukan peneliti, fasilitator selalu mendampingi pebelajar
dalam pelaksanaan riset, pebelajar tidak dilepas begitu saja
untuk melakukan riset. Bahkan terdapat fasilitator yang
membuka percakapan dengan responden karena pebelajar
merasa tidak percaya diri untuk memulai percakapan. Fasilitator
juga membagi pebelajar ke dalam beberapa kelompok dalam
melakukan riset. Pebelajar memiliki peran masing-masing dalam
kelompok tersebut. Hal tersebut adalah bentuk fasilitasi yang
dilakukan oleh fasilitator dalam rangka membangun interaksi
yang terjadi sesama pebelajar. Dalam jenjang SMP peneliti
142
bahkan melihat fasilitator memfasilitasi pebelajar untuk
mengunjungi perpustakaan kota guna menggali minat pebelajar.
Dalam skala yang lebih luas, Sanggar Anak Alam sendiri
juga memfasilitasi pebelajar untuk berinteraksi dengan realitas.
Cara yang ditempuh Sanggar Anak Alam adalah dengan
membuat kegiatan pasaran dan wiwitan. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab mengenai hasil penelitian, pasaran adalah
miniatur dari kegiatan jual beli di pasar dan diadakan sebulan
sekali. Sedangkan wiwitan adalah sebuah tradisi yang berupa
kegiatan syukuran untuk menyambut musim panen padi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan tersebut
diadakan oleh Sanggar Anak Alam untuk mendekatkan
pebelajar dengan realitas kehidupan dan melestarikan tradisi
yang ada di masyarakat. Dari hal tersebut peneliti melihat bahwa
Sanggar Anak Alam telah memfasilitasi pebelajar untuk
melakukan kegiatan eksplorasi yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran Pedagogi Kritis yakni meningkatkan partisipasi
dan keaktifan pebelajar dalam pembelajaran sehingga terwujud
manusia yang aktif dan mampu menemukan sendiri
pengetahuannya.
b) Elaborasi
Seperti yang dijelaskan pada bab 2 mengenai kajian
teori, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam elaborasi adalah
143
membiasakan pebelajar membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi
pebelajar melalui tugas, diskusi dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memberi kesempatan pebelajar untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
memfasilitasi pebelajar dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif; memfasilitasi pebelajar untuk membuat laporan
eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok; memfasilitasi pebelajar untuk
menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
memfasilitasi pebelajar melakukan pameran dari produk yang
dihasilkan; memfasilitasi pebelajar melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri.
Peneliti melihat aktivitas elaborasi ada di fase
selanjutnya dari model daur belajar, yaitu fase ungkapkan dan
analisis. Kedua fase tersebut dilakukan setelah pebelajar
mendapatkan data dari fase melakukan. Berdasarkan hasil
penelitian, data-data pribadi yang dimiliki oleh individu
dituliskan di papan tulis untuk dijadikan data bersama yang
dimiliki satu kelas. Dari hal tersebut peneliti melihat bahwa
fasilitator berupaya menciptakan kolaborasi antara sesama
144
pebelajar dengan berbagi data di papan tulis, sehingga data yang
dimiliki pebelajar akan semakin lebih lengkap.
Setelah data-data terkumpul di papan tulis, fasilitator
memberikan tugas-tugas kepada pebelajar berdasarkan tujuan
pembelajaran yang ada pada skema target dasar belajar. Peneliti
melihat dari hasil penelitian pada jenjang SMP misalnya,
terdapat tujuan belajar pada skema target dasar belajar yang
menyebutkan bahwa “pebelajar mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah
sederhana, teks pidato, surat pembaca”. Dari tujuan belajar
tersebut, fasilitator mengajak pebelajar untuk menuliskan karya
ilmiah yang berbentuk deskriptif mengenai pasar dan museum
benteng vredeburg. Pada jenjang sekolah dasar kelas 4 terdapat
target dasar belajar yang menyebutkan “mampu menulis jurnal
harian, surat, puisi dan naskah”. Dalam memenuhi tujuan
tersebut, maka digunakanlah data terkait riset ke pabrik tahu
yang telah dilakukan oleh pebelajar kelas 4 untuk membuat
sebuah puisi. Jenjang kelas 3 yang menggunakan rak-rak telur
pada riset telur asin mereka yang digunakan sebagai media
untuk belajar perkalian. Hal tersebut merupakan salah satu
bentuk kegiatan elaborasi yaitu memfasilitasi pebelajar dengan
memberikan tugas serta membiasakan pebelajar membaca dan
145
menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna.
Mengenai tujuan belajar yang terdapat dalam skema
target dasar belajar Sanggar Anak Alam, peneliti melihat bahwa
hal tersebut ditempatkan sebagai fungsi pendokumentasian pe-
ngetahuan karena Sanggar Anak Alam percaya bahwa meng-
kaitkan pengalaman dengan tujuan belajar akan menjadikan
pembelajaran lebih bermakna.
Peneliti juga melihat kegiatan elaborasi terdapat dalam
fase ketiga dari daur belajar Sanggar Anak Alam yaitu fase
analisis. Sanggar Anak Alam mendefinisikan fase analisis
adalah kegiatan mengkaji ungkapan pengalaman, baik
pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, kemudian
mengkaitkannya dengan pengalaman-pengalaman yang me-
ngandung ajaran, nilai-nilai atau makna yang serupa. Dalam
praktik fase analisis, peneliti seringkali melihat kegiatan yang
dilakukan adalah mendiskusikan kembali hasil riset. Fasilitator
selalu mengarahkan pebelajar untuk melakukan kegiatan
diskusi. Pada jenjang SMP misalnya, Riset mengenai pasar
dibahas kembali. Semula yang dibahas adalah komponen-
komponen pasar, lalu meluas mengenai perbedaan pasar
tradisional dan pasar modern hingga dampak berkembangnya
pasar modern di masyarakat.
146
Begitupula yang peneliti amati pada jenjang sekolah
dasar kelas 2. Setelah pebelajar mengukur perkembangan
tumbuhan yang mereka tanam, bu Avin fasilitator kelas 2
memancing dengan pertanyaan-pertanyaan seputar energi
matahari, seperti “kenapa kok tumbuhan kalian bisa bertambah
tinggi?”, “kira-kira kalau tidak ada matahari tumbuhan kalian
bisa tambah tinggi nggak?”. Dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut muncul jawaban yang berbeda-beda dari setiap
pebelajar, lalu bu Avin sebagai fasilitator membantu pebelajar
untuk mengerucutkan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa fase analisis memang identik dengan
kegiatan diskusi. Timbulnya diskusi di kelas merupakan tugas
fasilitator. Hal tersebut sesuai dengan kegiatan elaborasi pada
kegiatan inti pelaksanaan pembelajaran Pedagogi Kritis.
Kegiatan diskusi akan memberi kesempatan pebelajar untuk
berpikir dan menganalisis.
Fase keempat dari daur belajar adalah kesimpulan. fase
kesimpulan memiliki kemiripan dengan kegiatan konfirmasi,
sehingga peneliti terlebih dahulu peneliti akan membahas
mengenai fase daur belajar yang terakhir yaitu fase tindakan.
Sanggar Anak Alam mendefinisikan fase tindakan adalah
memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang
147
lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru
atas realitas tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk
menciptakan realitas-realitas baru yang juga lebih baik.
Peneliti melihat bahwa pada fase tindakan, pebelajar
identik dengan membuat suatu produk berdasarkan dari proses
daur belajar yang dialaminya. Pada setiap akhir semester,
Sanggar Anak Alam mengadakan pameran produk yang dibuat
oleh para pebelajar dan dihadiri oleh orang tua pebelajar.
Dengan diadakannya pameran produk pada setiap akhir
semester, peneliti melihat Sanggar Anak Alam mencoba
memfasilitasi pebelajar untuk menampilkan produk yang
dimiliki, sekaligus mengapresiasi hasil kerja para pebelajar. Para
orang tua yang menghadiri acara pameran akan menyaksikan
hasil belajar para pebelajar di Sanggar Anak Alam. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip kegiatan elaborasi yaitu memfasilitasi
pebelajar untuk melakukan pameran dari produk yang
dihasilkan, sekaligus menumbuhkan kebanggaan bagi para
pebelajar karena hasil kerja para pebelajar yang diapresiasi.
c) Konfirmasi
Pada kegiatan konfirmasi, hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah
terhadap keberhasilan pembelajar; memberikan konfirmasi
148
terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi pebelajar melalui
berbagai sumber; memfasilitasi pebelajar melakukan refleksi
untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar; guru memfasilitasi
dengan membantu menyelesaikan masalah; guru memberi acuan
pebelajar dalam pengecekan hasil eksplorasi; membantu
pebelajar untuk mendapatkan informasi untuk bereksplorasi
lebih jauh; guru memberikan motivasi kepada pebelajar yang
kurang berpartisipasi secara aktif.
Hal pertama yang peneliti temukan dalam pembelajaran
Sanggar Anak Alam yang sesuai dengan prinsip konfirmasi
adalah prinsip mengenai memfasilitasi pebelajar untuk
memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar. Hal tersebut sudah dapat dilihat sejak awal
pembelajaran yang dilakukan oleh Sanggar Anak Alam.
Kegiatan pembelajaran Sanggar Anak Alam selalu dimulai
dengan melakukan sesuatu untuk memperoleh pengalaman.
Seperti yang telah diketahui pula bahwa pengalaman tersebut
dlakukan untuk mencapai kompetensi yang ada pada skema
target dasar belajar Sanggar Anak Alam.
Prinsip kegiatan konfirmasi yang lain peneliti temukan
dalam fase kesimpulan. Fase kesimpulan dilakukan setelah fase
149
analisis selesai dilakukan. Pada fase kesimpulan fasilitator
membantu pebelajar untuk mengerucutkan hasil diskusi.
Sesekali untuk mengerucutkan hasil diskusi, fasilitator
menyampaikan pandangan-pandangan mengenai tema yang
sedang dibahas. Misalnya saja pada jenjang SMP yang
berdiskusi tentang nasionalisme. Pada mula diskusi pebelajar
mengungkapkan gagasan mengenai nasionalisme, lalu ketika
mereka berdiskusi dan belum menemukan kesimpulan,
fasilitator memberikan pandangan sendiri tentang nasionalisme.
Dari pandangan fasilitator tersebut, akhirnya para pebelajar bisa
menghasilkan kesimpulan. Pada jenjang kelas 4 peneliti juga
melihat peran fasilitator dalam mengonfirmasi tugas-tugas yang
dikerjakan pebelajar. Fasilitator yang bernama mbak Vian
melakukan koreksi kesalahan pada puisi yang dibuat oleh
pebelajar dan dilakukan pembenaran bersama-sama sehingga
pebelajar mengetahui letak-letak kesalahannya. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip konfirmasi yang menyebutkan bahwa guru
memfasilitasi dengan membantu menyelesaikan masalah dan
guru memberi acuan pebelajar dalam pengecekan hasil
eksplorasi.
Peneliti juga menemukan bahwa fasilitator mencoba
mengajak pebelajar untuk melakukan pengecekan dengan
menggunakan sumber lain atas hasil belajar yang didapat.
150
Seperti yang peneliti temukan pada jenjang kelas 4 dan jenjang
SMP. Fasilitator mengarahkan para pebelajar untuk mencari
informasi lain di internet tentang hal-hal yang telah mereka
pelajari. Peneliti melihat hal tersebut sebagai upaya untuk
menambah khasanah pebelajar melalui berbagai sumber. Hal
tersebut sesuai dengan prinsip kegiatan konfirmasi yang
menyebutkan bahwa guru membantu pebelajar untuk
mendapatkan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.
Prinsip kegiatan konfirmasi yang terakhir yaitu guru
memberikan motivasi kepada pebelajar yang kurang
berpartisipasi secara aktif juga peneliti temukan dalam kegiatan-
kegiatan pembelajaran di Sanggar Anak Alam, yaitu pada
jenjang kelas 1, kelas 4 dan SMP. Pada jenjang kelas 1,
fasilitator bernama bu Wiwin memberikan motivasi kepada para
pebelajar yang tampak kurang berpartisipasi aktif dengan
mengajak seluruh pebelajar melakukan ice breaking. Fasilitator
mbak Vian juga melakukan hal yang serupa ketika melihat
beberapa pebelajar kelas 4 tampak kurang antusias dalam
belajar. Cara lain dilakukan oleh fasilitator jenjang SMP untuk
memotivasi pebelajar dalam belajar. Peneliti melihat pada suatu
waktu terdapat salah satu pebelajar jenjang SMP yang bernama
tanya dan vena kehilangan semangat dalam kegiatan menulis
cerita mengenai kunjungan museum yang telah dilakukan.
151
Fasilitator bernama mbak Indah memotivasi Tanya dan vena
dengan membujuk dan memberi semangat. Akhirnya kedua
pebelajar tersebut mau untuk menuliskan cerita.
3) Kegiatan penutup
Pada kegiatan penutup hal-hal yang harus diperhatikan
adalah guru bersama-sama dengan pebelajar untuk membuat
rangkuman atau kesimpulan; melakukan refleksi terhadap kegiatan
yang telah dilaksanakan; guru memberikan umpan balik terhadap
proses yang telah dilakukan.
Peneliti melihat kegiatan penutup memiliki ciri-ciri yang
sama dengan kegiatan konfirmasi karena keduanya menekankan
pada kesimpulan dan refleksi yang dilakukan bersama-sama oleh
guru dan pebelajar. Seperti yang telah peneliti paparkan pada
pembahasan mengenai konfirmasi, bahwa setelah fase analisis
dilakukan, fasilitator dan pebelajar masuk ke fase kesimpulan.
Pada fase kesimpulan fasilitator dan pebelajar bersama-sama
mengerucutkan analisis mereka menjadi suatu kesimpulan. Namun
setelah fase kesimpulan dilakukan, fasilitator dan pebelajar masuk
ke fase daur belajar yang terakhir yaitu fase tindakan yang identik
dengan pembuatan produk. Sehingga peneliti melihat bahwa
kesimpulan yang dimaksud dalam kegiatan konfirmasi dengan
kesimpulan pada kegiatan penutup merupakan sesuatu yang
152
berbeda. Peneliti melihat bahwa kesimpulan pada kegiatan
konfirmasi adalah kesimpulan untuk yang dilakukan pada topik
atau tema tertentu. Sedangkan kesimpulan dan refleksi pada
kegiatan penutup adalah kesimpulan dan refleksi yang dilakukan
untuk menutup kegiatan pembelajaran.
Kegiatan kesimpulan dan refleksi sebagai kegiatan penutup
peneliti temukan pada kegiatan pembelajaran Sanggar Anak Alam.
Kegiatan kesimpulan dan refleksi dilakukan menjelang waktu
pulang sekolah. Pada kegiatan tersebut, fasilitator mengajak
pebelajar untuk mengungkapkan kembali hal-hal apa saja yang
dipelajari pada hari itu. Masing-masing pebelajar mengungkapkan
tentang pelajaran yang mereka dapatkan hari itu, sedangkan
fasilitator berusaha mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menjadi refleksi untuk hari itu.
Pemaparan mengenai kegiatan inti pembelajaran di Sanggar
Anak Alam memperlihatkan bahwa selama kegiatan tersebut unsur
yang paling utama adalah pemanfaatan alam atau realitas sebagai
sumber belajar utama. Upaya Sanggar Anak Alam dalam
memanfaatkan alam atau realitas sebagai sumber belajar senada
dengan pemikiran tokoh Pedagogi Kritis Paulo Freire. Freire
menyebutkan bahwa menjadi manusia berarti menjalin hubungan
dengan manusia dan dengan dunia, menjadi manusia adalah
mengalami dunia sebagai realitas objektif yang tidak tergantung
153
kepada siapapun dan dapat dimengerti (Paulo Freire, 1984:3).
Dalam kegiatan pembelajaran di Sanggar Anak Alam yang
menghadapkan pebelajar dengan realitas sesungguhnya telah
membantu pebelajar untuk berproses menjadi manusia.
c. Penilaian hasil pembelajaran
Pada kajian teori telah dijelaskan bahwa penilaian hasil
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
kompetensi yang telah didapatkan oleh pebelajar. Penilaian dilakukan
secara konsisten, sistematis, dan terprogram dengan menggunakan tes
dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek atau
produk, portofolio, serta penilaian diri. (Rusman, 2011:13). Pada
penilaian hasil pembelajaran perpspektif Pedagogi Kritis, bentuk
penilaian yang akan digunakan berdasarkan atas kesepakatan antara
guru dan pebelajar.
Peneliti melihat pada penilaian hasil pembelajaran Sanggar
Anak Alam ditekankan mengenai kesepakatan yang dibuat antara
fasilitator dan pebelajar. Dalam pembahasan telah dijelaskan mengenai
beberapa bentuk evaluasi yang ada di Sanggar Anak Alam, misalnya
fasilitator dan pebelajar melakukan review tentang hal-hal yang telah
didapatkan selama satu semester. Fasilitator dan pebelajar mengingat
dan mengulang kembali apa yang telah dilakukan selama satu semester.
154
Dalam hal ini fasilitator berperan untuk mengamati dan memahami
masing-masing pebelajar karena tidak semua pebelajar mendapatkan
hal yang sama selama satu semester. Bentuk-bentuk evaluasi lain yang
ada di Sanggar Anak Alam yaitu, melalui pembuatan produk oleh
pebelajar berdasarkan hasil belajar selama satu semester dan evaluasi
dalam bentuk soal-soal tertulis yang dibuat oleh fasilitator. Setelah
fasilitator menilai pebelajar dengan bentuk-bentuk evaluasi seperti yang
telah disebutkan di atas, fasilitator menuliskan ke dalam rapot yang
akan diserahkan kepada orang tua atau wali pebelajar.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti melihat bahwa Sanggar
Anak Alam memiliki variasi cara menilai pebelajar dikarenakan
fasilitator dan pebelajar dari setiap kelas memiliki kesepakatan yang
berbeda mengenai cara melakukan penilaian hasil pembelajaran. Hal
tersebut membuktikan bahwa prinsip penilaian hasil pembelajaran di
Sanggar Anak Alam telah sesuai dengan prinsip penilaian pembelajaran
dalam perspektif Pedagogi Kritis.
Secara keseluruhan dari perencanaan pembelajaran hingga
penilaian hasil pembelajaran, Sanggar Anak Alam telah melakukan
sesuai dengan perspektif Pedagogi Kritis. Semangat Sanggar Anak
Alam dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran sama dengan
semangat Pedagogi Kritis, yaitu pendidikan yang mendekatkan
pebelajar dengan realitas kehidupan dan pendidikan yang terhindar dari
praktik penindasan.
155
Pendidikan yang mendekatkan pebelajar dengan realitas
kehidupan diwujudkan dengan memanfaatkan alam dan realitas sebagai
sumber belajar utama. Hal tersebut tampak dalam pembahasan
mengenai kegiatan inti pembelajaran di Sanggar Anak Alam.
Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan yang terhindar dari
praktik penindasan adalah menempatkan pebelajar sebagai subjek aktif
yang mampu mencari pengetahuan sendiri. Hal tersebut nampak dari
peran pebelajar di Sanggar Anak Alam yang selalu diberi kesempatan
untuk menentukan pilihan sendiri. Pembelajaran yang dilakukan
Sanggar Anak Alam menggunakan konsep learning by doing seperti
dalam Pedagogi Kritis. Terdapat fasilitator yang membantu pebelajar
dalam kegiatan pembelajaran. Tugas fasilitator adalah mengakomodir
ide dan gagasan pebelajar, serta mengkondisikan agar pebelajar selalu
aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk dapat menemukan
pengetahuan sendiri.
3. Konsep pembelajaran Pedagogi Kritis dan konsep pembelajaran Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Pendidikan dalam perspektif Pedagogi Kritis merupakan sebuah
arena perjuangan untuk melawan ideologi dominan yang menindas
sehingga memungkinkan terjadinya transformasi sosial. Agar terwujud
suatu transformasi sosial, pendidikan perlu menciptakan ruang untuk
menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap ketidakadilan sistem dan
struktur yang diciptakan oleh ideologi dominan. Pendidikan dalam
perspektif Pedagogi Kritis berusaha memberdayakan masyarakat yang
156
tertindas oleh sistem dan struktur yang menindas untuk melakukan
transformasi sosial ke arah sistem dan struktur yang lebih adil. Dengan
begitu pendidikan dapat dikatakan memiliki sifat liberatif/pembebasan dan
emansipatoris bagi manusia agar terlepas dari belenggu ketidakadilan yang
membuat manusia mengalami dehumanisasi. Manusia Yang mengalami
dehumanisasi tidak mampu berperan aktif pada perubahan dunia karena
berada dalam kesadaran magis, bukan kesadaran kritis.
Pendidikan yang memiliki sifat membebaskan dan emansipatoris
akan membawa manusia melawan praktik-praktik ketidakadilan seperti
pembodohan, penindasan, dan kesewenang-wenangan. Pendidikan akan
membawa manusia kearah yang lebih kritis, bebas berpikir, bebas
berpendapat, egaliter, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat,
sehingga manusia akan menemukan kebermaknaan dalam hidup. Untuk
mewujudkan hal tersebut, Pedagogi Kritis mendorong dengan praktik-
praktik pendidikan yang menempatkan manusia sebagai subjek aktif dalam
mencari pengetahuan. Praktik pendidikan yang dimaksud di atas yaitu
pembelajaran.
Pembelajaran dari perspektif Pedagogi Kritis mengedepankan
peran manusia sebagai subjek aktif yang mampu menemukan pengetahuan
sendiri, karena pembelajaran Pedagogi Kritis menolak doxa yang
diberikan begitu saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pedagogi Kritis
menolak pola pembelajaran konvensional yang mengedepankan hubungan
searah oleh guru kepada pebelajar. Pedagogi Kritis menawarkan
157
pembelajaran alternatif yang mengedepankan dialog antar manusia sebagai
subjek aktif dan pembelajaran yang menghadapkan pebelajar dengan
realitas.
Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritik pendidikan formal
yang dianggap tidak memberdayakan dan justru menjauhkan manusia dari
kehidupan. Sanggar Anak Alam menganggap sekolah formal hanya
mengedepankan sisi kognitif dan melupakan integrasi yang seharusnya
dibangun antara sekolah, pebelajar, dan lingkungan. Berangkat dari hal
tersebut Sanggar Anak Alam menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
pada kehidupan dengan mengangkat empat perspektif yaitu pangan,
lingkungan, kesehatan, dan sosial budaya. Dengan mengangkat empat
perspektif kehidupan, Sanggar Anak Alam telah berusaha
mengintegrasikan pendidikan dengan aspek-aspek yang ada dalam
kehidupan. Sanggar Anak Alam yang mengkritik pendidikan formal
dengan menyelenggarakan pendidikan alternatif memiliki kesamaan
dengan Pedagogi Kritis yang menentang ideologi dominan yang dianggap
menindas dan diwujudkan dengan suatu praksis pendidikan yang baru
Menurut tokoh Pedagogi Kritis Paulo Freire (1984:3) menjadi manusia
berarti menjalin hubungan dengan manusia dan dengan dunia, menjadi
manusia adalah mengalami dunia sebagai realitas objektif yang tidak
tergantung kepada siapapun dan dapat mengerti. Usaha Sanggar Anak
Alam yang mendekatkan pebelajar dengan realitas kehidupan dalam
158
pandangan Pedagogi Kritis merupakan usaha manusia untuk mengalami
dunia sebagai realitas objektif.
Dalam hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses
pembelajaran Sanggar Anak Alam dari perspektif Pedagogi Kritis, dapat
diketahui bahwa Sanggar Anak Alam melakukan proses pembelajaran
yang dimulai dari perencanaan hingga penilaian hasil pembelajaran yang
sebagian besar sesuai dengan perspektif Pedagogi Kritis. Namun terdapat
beberapa hal dalam pembelajaran di Sanggar Anak Alam yang tidak sesuai
dengan konsep pembelajaran Pedagogi Kritis. Sehubungan dengan hal
tersebut, peneliti akan menjabarkan dalam tabel berikut :
Tabel 3. Persamaan konsep Pedagogi Kritis dan Sanggar Anak Alam
NO
PERSAMAAN KONSEP
Pedagogi Kritis Sanggar Anak Alam
1 Mengedepankan peran manusia sebagai subjek aktif dalam mencari pengetahuan sendiri.
Pebelajar diberi peran aktif seperti menentukan apa yang akan ia pelajari dan bagaimana ia belajar. Pebelajar me-mutuskan dan bertanggungjawab un-tuk dirinya sendiri.
2 Manusia belajar dari pengalaman terhadap realitas kehidupan yang kontekstual.
Pebelajar selalu belajar dari pengalaman yang nyata. Hal tersebut tampak dalam skema target dasar belajar yang memandu pebelajar untuk mendapatkan pengalaman. Aktivitas untuk mendapatkan pengalaman dinamakan riset. Setelah riset dilakukan maka pebelajar akan mendapatkan data. Sanggar Anak Alam selalu mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kearifan lokal, seperti kegiatan pasaran
159
dan wiwitan.
3 Mendapatkan tugas-tugas dari pengalaman yang bermakna, contoh: Paulo Freire melakukan program pemberantasan buta huruf bagi petani, yang digunakan untuk mengenalkan huruf adalah benda-benda yang memiliki mak-na seperti cangkul, dsb.
Pebelajar mendapatkan tugas-tugas dari data mereka yang didapatkan melalui riset. Menghubungkan tujuan dan konteks yang ada pada skema target dasar belajar.
4 Meniadakan hubungan searah antara guru dan pebelajar dan diganti dengan dialog dalam proses pembelajaran.
Di Sanggar Anak Alam tidak terdapat istilah guru atau pendidik, dan digantikan dengan peran fasilitator. Fasilitator memfasilitasi pebelajar dalam belajar. Fasilitator juga mengajak pebelajar untuk melakukan diskusi antar pebelajar dan menggunakan komunikasi dua arah, pebelajar bebas mengemukakan gagasan. Dengan memanfaatkan dialog antara guru dan pebelajar, Sanggar Anak Alam bahkan membuat kesepakatan berisi peraturan yang dipatuhi bersama, tanpa adanya pihak yang merasa ditindas terhadap peraturan tersebut.
5 Mengedepankan sikap kooperatif dan kolaboratif dalam pem-belajaran.
Pebelajar di Sanggar Anak Alam belajar dibiasakan untuk belajar secara kooperatif. Misalnya riset yang dilakukan secara bersama-sama dan data dari riset yang dimiliki individu akan dijadikan data bersama miliki satu kelas.
6 Menghargai perbedaan-perbedaan individu khususnya dalam bidang yang diminati
Sanggar Anak Alam tidak menuntut pebelajar untuk memiliki pengetahuan yang sama, Sanggar Anak Alam meghormati kecenderungan minat dari masing-masing pebelajar. Misalnya
160
dalam hal evaluasi pembelajaran, pebelajar bebas menentukan dengan cara seperti apa akan dievaluasi.
7 Melawan ideologi dominan yang dianggap tidak adil.
Sanggar Anak Alam menye-lenggarakan pendidikan alternatif di-karenakan mengkritik pendidikan formal saat ini yang menjauhkan pebelajar dari realitas. Sanggar Anak Alam menawarkan sebuah model belajar yang baru dan dinamakan Daur Belajar
Tabel 4. Perbedaan konsep Pedagogi Kritis dan Sanggar Anak Alam
NO
PERBEDAAN KONSEP
Pedagogi Kritis Sanggar Anak Alam
1 Menolak secara tegas konsep-konsep dari ideologi yang mendominasi yang dianggap tidak adil.
Sekalipun Sanggar Anak Alam mengkritik pendidikan formal saat ini dengan menyelenggarakan pendidikan alternatif, namun Sanggar Anak Alam masih mengadopsi indikator kompe-tensi dari kurikulum nasional, sehingga konsep “alternatif” di Sanggar Anak Alam dapat dikatakan ambivalen.
Beberapa pebelajar di Sanggar Anak Alam berorientasi untuk mendapatkan ijasah formal. Sanggar Anak Alam belum mampu mengatasi pebelajar yang masih bergantung pada ijasah formal yang dikeluarkan pemerintah sebagai representasi ideologi dominan.
161
Melalui kedua tabel di atas dapat diketahui bahwa pendirian
Sanggar Anak Alam merupakan pengejawantahan dari semangat Pedagogi
Kritis yang menolak ideologi dominan, sehingga dibentuklah suatu
lembaga alternatif yang menawarkan praksis pendidikan yang baru.
Praksis pendidikan atau dalam hal ini adalah pembelajaran pada Sanggar
Anak Alam, memiliki bentuk yang berbeda dari pembelajaran
konvensional. Bentuk yang berbeda tersebut antara lain diwujudkan
dengan penggunaan model pembelajaran khas Sanggar Anak Alam yang
disebut Daur Belajar.
Konsep model daur belajar Sanggar Anak Alam memiliki
kesamaan dengan konsep pembelajaran dalam perspektif Pedagogi Kritis,
karena pebelajar langsung belajar dari realitas. Dalam proses pembelajaran
Sanggar Anak Alam didorong pula penggunaan dialog dua arah baik
antara fasilitator-pebelajar, maupun pebelajar-pebelajar. Dari penggunaan
dialog tersebut, maka pebelajar akan dilatih untuk mengungkapkan ide dan
gagasan. Melalui kedua hal tersebut, yaitu belajar dari realitas dan dialog
dua arah, maka terdapat proses “memanusiakan manusia” dalam
pendidikan. Akan tetapi Sanggar Anak Alam belum sepenuhnya terlepas
dari sistem yang saat ini mendominasi. Hal tersebut tampak dari indikator
kompetensi kurikulum nasional yang diadopsi Sanggar Anak Alam se-
bagai tujuan dalam skema target dasar belajar dan orientasi pebelajar yang
menginginkan pengakuan dalam bentuk ijasah formal dari pemerintah.
162
BAB VKESIMPULAN, SARAN,
DAN KETERBATASAN PENELITIAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian proses penelitian dan pembahasan yang
dilakukan oleh peneliti di Sanggar Anak Alam Yogyakarta, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa Sanggar Anak Alam adalah suatu
lembaga penyedia kegiatan pembelajaran yang bersifat non formal atau
alternatif dengan memanfaatkan alam atau realitas sebagai sumber belajar
utama. Sanggar Anak Alam didirikan atas keprihatinan terhadap kondisi
sosial yang menindas dan terhadap penyelenggarapan pembelajaran
sekolah formal yang menjauhkan pebelajar dari realitas. Sanggar Anak
Alam berusaha membuka ruang bagi seluruh masyarakat yang ingin
belajar untuk terlibat di dalam komunitas belajar Sanggar Anak Alam yang
berbasis pada alam, lingkungan, kesehatan, dan sosial budaya.
Prinsip-prinsip pada proses Pembelajaran di Sanggar Anak Alam
identik dengan pembelajaran berbasis Pedagogi Kritis. Dalam proses
pembelajaran Pedagogi Kritis terdapat tahap-tahap yang harus dipenuhi,
yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian
hasil pembelajaran. Dari setiap tahap tersebut terdapat poin-poin yang
harus dipenuhi agar suatu proses pembelajaran dapat dikatakan sesuai
dengan perspektif Pedagogi Kritis. Sanggar Anak Alam menerapkan poin-
poin tersebut pada proses pembelajaran yang dilakukan.
163
Prinsip-prinsip yang penting dari pedagogi kritis peneliti temukan
di Sanggar Anak Alam. Di sini tampak peran manusia sebagai subjek aktif
dalam mencari pengetahuan sendiri. Sanggar Anak Alam memberikan
peran aktif bagi pebelajar seperti menentukan apa yang akan ia pelajari
dan bagaimana ia belajar. Pebelajar memutuskan dan bertanggungjawab
untuk dirinya sendiri. Pebelajar belajar dari pengalaman terhadap realitas
kehidupan yang kontekstual. Pebelajar mengawali pembelajaran dengan
melakukan aktivitas riset dengan turun langsung ke kehidupan nyata untuk
mendapatkan data. Sanggar Anak Alam juga mengadakan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan kearifan lokal, seperti kegiatan pasaran
dan wiwitan. Dengan menggunakan data-data tersebut, pebelajar
mendapatkan tugas-tugas yang sesuai dengan tujuan pada skema target
dasar belajar. Tugas yang dikerjakan lebih bermakna karena didasarkan
pada pengalaman nyata.
Sanggar Anak Alam tidak menggunakan istilah guru untuk orang
yang mendampingi pebelajar. Istilah yang digunakan adalah fasilitator,
karena Sanggar Anak Alam tidak menerapkan hubungan searah guru-
pebelajar seperti dalam pembelajar konvensional. Fasilitator mendampingi
dan membantu pebelajar untuk belajar secara kooperatif dengan fasilitator
maupun sesama pebelajar. Fasilitator menggunakan metode dialog dalam
berkomunikasi. Perbedaan individu dihormati di Sanggar Anak Alam.
Seperti dengan tidak menuntut pebelajar memiliki pengetahuan yang
sama. Hal-hal tersebut merupakan prinsip pada pedagogi kritis.
164
Namun dalam proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam,
terdapat prinsip pedagogi kritis yang tampak ambigu. Prinsip tersebut
yaitu penolakan terhadap ideologi dominan yang menindas. Di satu sisi
Sanggar Anak Alam menolak praktik pendidikan formal yang menjauhkan
pebelajar dari realitas, namun di sisi lain Sanggar Anak Alam
menggunakan indikator kompetensi pada kurikulum nasional yang dibuat
pemerintah untuk dijadikan acuan dalam menentukan tujuan pembelajaran
pada skema target dasar belajar. Masih terdapat pula pebelajar yang
menginginkan ijasah formal sebagai bentuk pengakuan terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan
prinsip pedagogi kritis. Pada pedagogi kritis, penolakan dilakukan pada
seluruh konsep yang diciptakan oleh ideologi dominan yang menindas.
B. Saran
Apresiasi dari peneliti bagi Sanggar Anak Alam yang telah
mencoba menyelenggarakan pendidikan alternatif dengan paradigma
pembelajaran yang berbeda dari sekolah formal. Bagi peneliti, proses
pembelajaran di Sanggar Anak Alam dapat menjadi tawaran baru di
tengah masyarakat modern yang telah terbiasa dengan sistem sekolah
formal. Termasuk adaptasi yang dilakukan oleh sejumlah elemen yang ada
di Sanggar Anak Alam.
Sanggar Anak Alam perlu lebih mempertegas posisinya terhadap
pendidikan formal. Pertama, mengenai penggunakan indikator kompetensi
pada kurikulum nasional. Peneliti memberikan saran bahwa sekiranya
165
Sanggar Anak Alam dapat menciptakan indikator pencapaian sendiri yang
berbeda dari kurikulum nasional. Kedua, perlu menekankan pada orang
tua pebelajar maupun pebelajar itu sendiri bahwa orientasi di Sanggar
Anak Alam berbeda dari sekolah formal. Terutama pada bentuk
pengakuan berupa ijasah. Bagi penyelenggara pendidikan alternatif, ijasah
justru akan mengurangi esensi dari kata “alternatif” itu sendiri. Sanggar
Anak Alam telah berusaha menyelenggarakan pendidikan alternatif yang
mengusung pendidikan yang humanis dan demokratis. Akan tetapi
diperlukan langkah yang lebih berani agar gerakan tersebut tidak
tercederai.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian mengenai proses pembelajaran Sanggar Anak
Alam dari perspektif pedagogi kritis, peneliti telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menghindari kemungkinan terdapatnya kekurangan-
kekurangan. Akan tetapi hal tersebut ternyata sulit dihindari.
Peneliti menemui hal yang menyebabkan penelitian ini memiliki
kekurangan. Pada latar belakang, peneliti menyebutkan bahwa pola
hubungan yang dibangun antara guru dan pebelajar saat ini adalah
hubungan satu arah. Pernyataan berikut tidak dapat peneliti dukung
dengan data yang valid. Pernyataan tersebut hanya didasarkan pada
pengalaman peneliti pada saat mengikuti program pendidikan formal.
Peneliti berharap keterbatasan tersebut dapat dimaklumi dan dapat
dijadikan pelajaran bagi peneliti maupun pembaca.
166
166
DAFTAR PUSTAKA
Agus Thohir. (2010). Sekolah Alam Sebuah Alternatif Pendidikan. Diakses darihttp://tpaudcahayailmu.blogspot.com pada tanggal 14 Agustus 2015 pukul 15.30.
Asri Budiningsih. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin & Wahyuni. (2009). Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Darmaningtyas. (2004). Pendidikan yang Memiskinkan. Yogyakarta: GalangPress.
Degeng & I Nyoman Sudana. (1989). Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud.
Degeng & I Nyoman Sudana. (1997). Strategi Pembelajaran: mengorganisasi isi dengan model elaborasi. Malang: IKIP Malang.
Deni Darmawan & Permasih. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dewi Salma Prawiradilaga. (2012). Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Efrita Djuwita (2010) Kelebihan Sekolah Alam. Diakses dari http://www.slideshare.net/firdausibnu/metode-pembelajaran-efektif-psekola. Pada tanggal 14 Agustus 2015 pukul 15.45.
Ester Lince Napitupulu. (2009). Sekolah Alam Ajarkan Belajar Nyata di Alam.Diakses dari http://edukasi.kompas.com. Pada tanggal 14 Agustus 2015 pukul 16.15.
Hill Winfred. (2012). Theories of Learning. Bandung: Nusa Media.
Januszewski & Molenda. (2008). Educational Technology: A Definition with Commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associates.
Lexy J. Moleong. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya.
Lexy J. Moleong. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
167
Oemar Hamalik. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Paulo Freire. (1984). Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan. Jakarta: PT Gramedia.
Paulo Freire. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas. LP3ES: Jakarta.
Purnama Dian. (2010). Cermat Memilih Sekolah yang Tepat Jakarta : Penerbit Gaga Media.
Rakhmat Hidayat. (2013). Pedagogi Kritis: Sejarah, Perkembangan, dan Pemikiran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugihartono dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutrisno Hadi. (1989). Metodologi Research: Untuk penulisan Paper, Skripsi, Thesis, dan Disertasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Syaiful Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran : untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar. Bandung: Alfabeta.
Tatang M Amirin. (1986). Menyusun Rencana Penelitian. Rajawali: Jakarta.
Tilaar, H.A.R. (2002). Perubahan sosial dan pendidikan: pengantar pedagogik transformasi untuk Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tilaar, H.A.R. (2003). Kekuasaan dan pendidikan : suatu tinjuan dari perspektif studi kultural. Magelang: Indonesia Tera.
Tilaar, H.A.R. (2011). Pedagogik Kritis: Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tri Wahyu Utami. (2011). Sri Wahyaningsih, perintis Sanggar Anak Alam. Diakses dari jogja.solopos.com pada tanggal 25 Oktober 2014, pukul 10.14 WIB.
168
Yusuf Hadi Miarso. (2009). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Zainal Arifin Ahmad. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain Sampai Implementasi. Pustaka Insan Madani: Yogyakarta.
169
LAMPIRAN
170
Lampiran 1. Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
HAL DESKRIPSI
1. Lokasi dan keadaan tempat
penelitian
a. Alamat
b. Status bangunan
c. Kondisi bangunan dan
fasilitas
2. Visi dan Misi
3. Struktur Kepengurusan
(formalitas)
4. Keadaan Pengurus (formalitas)
a. Jumlah
b. Lulusan Pengurus
5. Data Fasilitator
a. Jumlah
b. Status
c. Lulusan Fasilitator
6. Data Pebelajar
a. Jumlah
b. Asal
7. Pendanaan (formalitas)
8. Pelaksanaan Pembelajaran di
Sanggar Anak Alam
171
a. Jenjang kelas yang ada
b. Program pembelajaran yang
ada
c. Hasil dari pembelajaran
172
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Dokumen arsip tertulis
a. Sejarah berdirinya Sanggar Anak Alam
b. Visi dan misi berdirinya Sanggar Anak Alam
c. Arsip atau dokumen lain yang berkaitan dengan Sanggar Anak Alam
2. Foto dan video
a. Gedung atau bangunan Fisik Sanggar Anak Alam
b. Fasilitas yang dimiliki Sanggar Anak Alam
c. Pelaksanaan Pembelajaran
d. Kegiatan penelitian
173
Lampiran 3. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk ibu Sri Wahyaningsih selaku pencetus Sanggar Anak Alam
I. Identitas Diri
Nama :
Jenis Kelamin : (Pria/Wanita)
Jabatan :
Agama :
Usia :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
II. Identitas Lembaga
1. Lembaga apakah sesungguhnya Sanggar Anak Alam itu?
2. Kapankah Sanggar Anak Alam mulai melakukan aktifitas pembelajaran?
3. Hal-hal apa sajakah yang mendasari terbentuknya Sanggar Anak Alam?
4. Mengapa memilih aktifitas pembelajaran sebagai kegiatan utama Sanggar Anak Alam?
5. Apakah Di Sanggar Anak Alam terdapat jenjang-jenjang kelas?
6. Siapa sajakah yang terlibat dalam aktifitas pembelajaran di Sanggar Anak Alam? Adakah instansi atau lembaga lain yang terlibat dalam aktifitas Sanggar Anak Alam?
7. Bagaimana posisi Sanggar Anak Alam terhadap aturan-aturan terkait pendidikan yang dikeluarkan pemerintah selaku penyelenggara utama pendidikan?
174
8. Sebagai sebuah lembaga penyedia aktifitas pembelajaran, adakah kendala-kendala yang selama ini menganggu aktifitas Sanggar Anak Alam
III. Tentang Fasilitator
1. Apakah perbedaan antara fasilitator Sanggar Anak Alam dengan Guru sekolah formal?
2. Apa Sajakah Tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam?
3. Adakah kualifikasi khusus untuk menjadi fasilitator Sanggar Anak Alam?
IV. Tentang Pebelajar
1. Berapa jumlah pebelajar Sanggar Anak Alam saat ini?
2. Dengan format yang berbeda dari sekolah formal, adakah alasan khusus orang tua pebelajar menitipkan anak nya untuk belajar di Sanggar Anak Alam?
V. Tentang Pembelajaran
1. Bagaimana kah proses pembelajaran yang dilakukan Sanggar Anak Alam secara umum?
2. Sanggar Anak Alam memiliki slogan “mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham, menemukan sendiri saya kuasai”, bagaimana implementasi slogan tersebut dalam proses pembelajaran? Dan apakah seluruh anggota belajar di Sanggar Anak Alam sudah mengimplementasikan dengan baik?
3. Di Sanggar Anak Alam juga memiliki daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pembelajaran, seperti apa implementasi dari daur belajar tersebut?
4. Apakah Sanggar Anak Alam mengikuti kurikulum yang dibuat oleh pemerintah? Jika tidak, pedoman apakah yang dianut Sanggar Anak Alam dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran?
5. Bagaimanakah kedudukan antara fasilitator dengan pebelajar di dalam proses pembelajaran? Apakah sama dengan hubungan guru dan pebelajar di sekolah formal?
6. Karena pembelajaran Sanggar Anak Alam yang berbeda, apakah terdapat kesulitan yang dialami baik dari fasilitator maupun pebelajar di dalam proses pembelajaran nya?
175
7. Bagaimana bentuk evaluasi dari pembelajaran Sanggar Anak Alam?
8. Apakah tujuan utama Sanggar Anak Alam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran?
176
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Kepala Sekolah Sanggar Anak Alam
I. Identitas Diri
Nama :
Jenis Kelamin : (Pria/Wanita)
Jabatan :
Agama :
Usia :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
II. Identitas Lembaga
1. Apakah perbedaan Sanggar Anak Alam dengan sekolah-sekolah formal?
2. Apakah terdapat jenjang-jenjang kelas di Sanggar Anak Alam?
3. Siapa sajakah yang terlibat dalam aktifitas pembelajaran di Sanggar Anak Alam? Adakah instansi atau lembaga lain yang terlibat dalam aktifitas Sanggar Anak Alam?
4. Bagaimana posisi Sanggar Anak Alam terhadap aturan-aturan terkait pendidikan yang dikeluarkan pemerintah selaku penyelenggara utama pendidikan?
5. Apakah secara administratif Sanggar Anak Alam diakui oleh pemerintah?
6. Kendala-kendala seperti apa sajakah yang dirasa menghambat pengelolaan aktivitas Sanggar Anak Alam?
III. Tentang Fasilitator
1. Apakah perbedaan antara fasilitator Sanggar Anak Alam dengan Guru sekolah formal?
2. Apakah tugas fasilitator Sanggar Anak Alam?
3. Seberapa jauh keterlibatan fasilitator dalam proses pembelajaran?
177
4. Adakah kualifikasi khusus untuk menjadi fasilitator di Sanggar Anak Alam?
5. Apakah ada pelatihan khusus yang diberikan kepada calon fasilitator?
IV. Tentang Pebelajar
1. Berapa jumlah pebelajar Sanggar Anak Alam saat ini?
2. Apakah ada motivasi khusus baik dari pebelajar maupun orang tua pebelajar untuk terlibat dalam aktivitas pembelajaran di Sanggar Anak Alam?
3. Terdapat anak ABK di Sanggar Anak Alam, bagaimana perlakuan yang didapat? Apakah setara dengan anak normal?
V. Tentang Pembelajaran
1. Bagaimana kah proses pembelajaran yang dilakukan Sanggar Anak Alam secara umum?
2. Sanggar Anak Alam memiliki slogan “mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham, menemukan sendiri saya kuasai”, bagaimana implementasi slogan tersebut dalam proses pembelajaran? Dan apakah seluruh anggota belajar di Sanggar Anak Alam sudah mengimplementasikan dengan baik?
3. Apakah Sanggar Anak Alam mengikuti kurikulum yang dibuat oleh pemerintah? Jika tidak, pedoman apakah yang dianut Sanggar Anak Alam dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran?
4. Bagaimanakah kedudukan antara fasilitator dengan pebelajar di dalam proses pembelajaran? Apakah sama dengan hubungan guru dan pebelajar di sekolah formal?
5. Pernah saya melihat bahwa Sanggar Anak Alam memiliki daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pembelajaran, bagaimana contoh implmentasi daur belajar tersebut?
6. Karena pembelajaran Sanggar Anak Alam yang berbeda, apakah terdapat kesulitan yang dialami baik dari fasilitator maupun pebelajar di dalam proses pembelajaran nya?
7. Apakah ada aturan-aturan khusus yang diberlakukan bagi pebelajardalam selama proses pembelajaran? Siapa yang membuat aturan tersebut?
8. Apakah tujuan utama Sanggar Anak Alam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran?
178
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Fasilitator
I. Identitas Diri
Nama :
Jenis Kelamin : (Pria/Wanita)
Jabatan :
Agama :
Usia :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
II. Pertanyaan
1. Sejak kapan menjadi fasilitator di Sanggar Anak Alam?
2. Apakah motivasi khusus untuk menjadi salah satu fasilitator di Sanggar Anak Alam?
3. Apakah sebelumnya anda mengerti hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran seperti, metode, kurikulum, dsb?
4. Apakah anda mengerti tentang tugas-tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam?
5. Apakah selama ini anda merasa sudah menjalani tugas tersebut dengan baik?
6. Menurut anda, apa perbedaan fasilitator dengan guru?
7. Apakah anda memandang pebelajar yang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar? (jika tidak), bagaimana anda memandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
8. Bagaimana menurut anda pembelajaran yang dilakukan di Sanggar Anak Alam?
9. Selama anda menjadi fasilitator, pembelajaran seperti apa yang telah anda lakukan bersama pebelajar?
179
10. Di Sanggar Anak Alam terdapat daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pembelajaran, bagaimana implementasinya di dalam proses pembelajaran anda dan pebelajar?
11. Kendala-kendala seperti apakah yang selama ini anda alami saat menjadi fasilitator?
180
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pebelajar Sanggar Anak Alam
I. Identitas Diri
Nama :
Jenis Kelamin : (Pria/Wanita)
Jabatan :
Agama :
Usia :
Alamat :
Pendidikan terakhir :
II. Pertanyaan
1. Adik tau Sanggar Anak Alam dari siapa?
2. Siapa yang meminta adik untuk belajar di Sanggar Anak Alam?
3. Apakah adik pernah bertanya kepada yang meminta adik masuk Sanggar Anak Alam, alasan kenapa meminta adik belajar di Sanggar Anak Alam?
4. Setelah adik masuk Sanggar Anak Alam, bagaimana menurut adik belajar di Sanggar Anak Alam?
5. Apakah belajar di Sanggar Anak Alam membuat adik lebih bebas dalam menentukan apa yang akan dipelajari?
6. Di Sanggar Anak Alam kan ada daur belajar yang harus diikuti oleh adik, tahu atau tidak? Kalau tahu, seperti apa sih contoh dari daur belajar menurut adik-adik?
7. Menurut adik, perbedaan belajar di Sanggar Anak Alam dan di sekolah lain nya itu apa?
8. Adik tahu atau tidak tugas-tugas dari kakak fasilitator? Tahu beda nya antara guru dan fasilitator?
181
9. Adakah aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi tapi menurut adik itu mengekang? Siapa yang buat aturan-aturan itu? dibuat bersama atau bagaimana?
10. Menurut adik, manfaat belajar di Sanggar Anak Alam itu apa?
182
Lampiran 4. Catatan Lapangan
CATATAN LAPANGAN #1
Hari, Tanggal : 21/10/2014
Waktu : 10.00-11.00
Lokasi : Rumah bu Sri Wahyaningsih yang terletak di dekat Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Permohonan Ijin Penelitian dan diskusi
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 10.00 untuk melakukan ijin penelitian dan diskusi terkait Sanggar Anak Alam dengan bu Sri Wahyaningsih selaku perintis Sanggar Anak Alam. Begitu datang ke lokasi, peneliti langsung bertemu dengan bu Sri Wahyaningsih. Bu Sri Wahyaningsih adalah orang yang terbuka terhadap siapapun yang ingin berpartisipasi di Sanggar Anak Alam, baik sebagai fasilitator, kegiatan penelitian, atau hanya sekedar melihat-lihat saja. Kesempatan berdiskusi dengan bu Sri Wahyaningsih pun tidak disia-siakan peneliti untuk setidaknya mendapatkan gambaran awal tentang Sanggar Anak Alam. Peneliti juga menyampaikan maksud dan tujuan untuk melakukan penelitian di Sanggar Anak Alam. Peneliti pun mendapat masukan dari bu Sri Wahyaningsih tentang penelitian yang akan dilakukan, antara lain adalah: ikut bergabung menjadi fasilitator Sanggar Anak Alam sembari melakukan pencarian data, mengikuti workshop Sanggar Anak Alam pada akhir tahun untuk mengetahui seluk beluk pembelajaran di Sanggar Anak Alam, dan berdiskusi dengan mas Yudhis selaku kepala sekolah Sanggar Anak Alam.
Saran-saran beliau seperti yang dikemukakan diatas sangat membantu peneliti dalam menyusun alur penelitian yang harus dilakukan peneliti. Dalam diskusi awal tersebut peneliti juga mendapatkan gambaran-gambaran awal tentang pembelajaran yang dilaksanakan Sanggar Anak Alam.
Peneliti juga menyempatkan melihat-lihat lingkungan Sanggar Anak Alam. Lingkungan Sanggar Anak Alam sangat dekat dengan masyarakat dan kehidupan, terutama masyarakat tani karena berada di antara sawah-sawah. Bangunan nya juga tidak dibatasi oleh pembatas, sehingga memungkinkan para pebelajar untuk bersinggungan langsung dengan masyarakat. Bangunan Sanggar
183
Anak Alam didominasi dengan bambu. Beton dan semen hanya sebagai pelengkap bangunan. Peneliti izin untuk melihat-lihat seluruh ruangan yang ada. Terdapat ruang administrasi, ruang tamu, sembilan ruang belajar/kelas, ruang komputer yang berisi 8 unit komputer, ruangan perpustakaan, ruang siaran radio, dua ruang dapur, gudang, empat kamar mandi/wc, tempat mencuci alat makan, halaman yang cukup luas, tempat parkir sepeda, dan tempat parkir motor/mobil.
184
CATATAN LAPANGAN #2
Hari, Tanggal : 08/12/2014
Waktu : 10.00-11.30
Lokasi : Ruang Kepala Sekolah Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Permohonan Ijin Penelitian
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 10.00 untuk melakukan ijin penelitian. Sebelumnya peneliti telah mendapatkan kabar bahwa tanggal 09/12/2014 Sanggar Anak Alam akan mengadakan workshop. Peneliti bertemu dengan mas Yudhis selaku ketua PKBM Sanggar Anak Alam. Peneliti menyampaikan kepada mas Yudhis bahwa dulu pernah berkunjung ke Sanggar Anak Alam pada september tahun 2014 dan bertemu bu Sri Wahyaningsih. Peneliti menyampaikan saran-saran yang diberikan oleh bu Sri Wahyaningsih tentang kegiatan penelitian yang akan dilakukan.
Mas Yudhis selaku kepala sekolah mempersilahkan kepada peneliti untuk berpartisipasi menjadi salah satu fasilitator di Sanggar Anak Alam dan mengikutiacara workshop Sanggar Anak Alam yang akan digelar pada tgl 09/12/2014 agarpeneliti mendapatkan gambaran yang jelas mengenai konsep pembelajaran yang diusung Sanggar Anak Alam. Peneliti menerima tawaran dari mas Yudhis untuk menjadi fasilitator dan ditempatkan di SMP Sanggar Anak Alam. Peneliti menyampaikan pula kepada mas Yudhis bahwa partisipasi peneliti sebagai fasilitator adalah untuk keperluan penelitian dan jika diperkenankan dapat mengakses kelas-kelas lain untuk pencarian data. Akhirnya peneliti dan mas Yudhis pun mencapai kesepakatan.
185
CATATAN LAPANGAN #3
Hari, Tanggal : 09/12/2014
Waktu : 09.00-15.00
Lokasi : Kedai Merdesa (selatan Plengkung Gading)
Kegiatan : Mengikuti kegiatan Workshop Sanggar Anak Alam Hari I
Deskripsi :
Hari ini peneliti mulai mengikuti kegiatan workshop yang digelar selama 3 hari kedepan oleh Sanggar Anak Alam. Agenda workshop adalah kegiatan merencankan pembelajaran selama satu semester kedepan. Agenda Workshop ini selalu diadakan setiap akan memulai semester yang baru. Agenda workshop tersebut diikuti oleh bu Sri Wahyaningsih selaku perintis Sanggar Anak Alam, mas Yudhis selaku ketua PKBM Sanggar Anak Alam, dan seluruh fasilitator Sanggar Anak Alam dari semua jenjang. Workshop dimulai pukul 09.00 dengan agenda hari pertama adalah pemantapan konsep pembelajaran di Sanggar Anak Alam.
Pada pukul 09.00 bu Sri Wahyaningsih menyampaikan konsep pembelajaran Sanggar Anak Alam untuk memperkuat pemahaman fasilitator tentang konsep tersebut. bu Sri Wahyaningsih mengatakan “Segala yang dilakukan di SALAM harus berperspektif pada slogan mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan sendiri saya paham, dan menemukan sendiri saya kuasai”. Bu Sri Wahyaningsih juga menekankan bahwa semester ini pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam harus mengedepankan kesadaran pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya. Lalu bu Sri Wahyaningsihmenggambarkan skema proses manusia berpikir hingga menjadi karakter (lihat gambar 1). Jam telah menunjukkan pukul 12.00 dan forum tersebut ditunda untuk istirahat makan siang hingga pukul 13.00.
Istirahat pun berakhir pada pukul 13.00. Bu Sri Wahyaningsih melanjutkan kembali penjelasannya tentang konsep pembelajaran di Sanggar Anak Alam. Beliau mulai menjelaskan tentang model pembelajaran daur belajar yang khas Sanggar Anak Belajar. Daur belajar adalah serangkaian proses yang akan ditempuh pebelajar untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Adapun bentuk daur belajar adalah sebagai berikut (lihat gambar 2). Di dalam daur belajar tersebut, anak-anak memerlukan data-data yang perlu diolah untuk mereka menemukan pengetahuannya sendiri. data-data tersebut berasal dari riset yang disepakati antara fasilitator dan para pebelajar. Biasanya riset yang akan dijalani
186
pebelajar dan fasilitator berhubungan erat dengan tema pokok Sanggar Anak Alam (pangan, kesehatan, lingkungan, sosial budaya) dan cakupan-cakupan belajar yang perlu dikuasai anak. Diketahui pula bahwa Sanggar Anak Alam mengadopsi cakupan-cakupan belajar yang dimiliki silabus kurikulum nasional. namun untuk mencapai cakupan belajar tersebut Sanggar Anak Alam menerapkan model pembelajaran daur belajar.
Setelah bu Sri Wahyaningsih memaparkan seluruh konsep pembelajaran Sanggar Anak Alam kepada fasilitator, lalu terjadi diskusi. Salah satu pertanyaan dilontarkan oleh fasilitator kelas VI bernama mbak Happy. Mbak Happy bertanya “bagaimana jika di dalam satu riset tidak mencukupi untuk menyelesaikan cakupan-cakupan belajar yang ditargetkan?” . Bu Sri Wahyaningsih menjawab “riset bisa lebih dari satu, jika memang dirasa kurang” . Diskusi dilanjutkan dengan sharing and discussion seputar masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi pada semester sebelumnya. Diskusi tersebut dipimpin oleh ketua PKBM. Dari diskusi tersebut dapat diketahui masalah utama bagi para fasilitator adalah belum sepenuhnya fasilitator memahami tentang model daul belajar. Diskusi tersebut selesai pada pukul 15.00 lalu pulang.
(GAMBAR 1)
PANCA INDERA AKAL BUDI/HATI NURANI
INPUT DATA KEHENDAK BEBAS
DATA PROSES MANUSIA YANG BERKARAKTER
(GAMBAR 2)
MELAKUKAN
UNGKAP DATA
OLAH DATAKESIMPULAN
TERAPKAN
187
CATATAN LAPANGAN #4
Hari, Tanggal : 10/12/2014
Waktu : 09.00 -15.00
Lokasi : Kedai Merdesa (selatan Plengkung Gading)
Kegiatan : Mengikuti kegiatan Workshop Sanggar Anak Alam Hari II
Deskripsi :
Peneliti kembali menghadiri workshop Sanggar Anak Alam hari ke II. Agenda kali ini adalah merencanakan pembelajaran selama satu semester kedepan. dalam merencanakan pembelajaran, mas Yudhis selaku ketua PKBM memandu para fasilitator untuk melihat cakupan/tujuan belajar yang harus dikuaai pebelajar. Cakupan/tujuan belajar tersebut dilihat dari standar kompetensi dan kompetensi dasar silabus turunan kurikulum nasional, untuk selanjutnya dijadikan indikator penguasaan kompetensi pebelajar sesuai dengan usia dan jenjang. Dari forum workshop dan dari keterangan mas Yudhis, peneliti mengetahui bahwa Cakupan/tujuan belajar yang diambil dari SK KD kurikulum nasional tersebut memiliki fungsi dokumentasi. Setelah Fasilitator mengetahui Cakupan/tujuan belajar, selanjutnya setiap fasilitator dari masing-masing jenjang berkumpul untuk membuat sebuah skema yang dinamakan target dasar belajar. Di dalam skema tersebut terdapat cakupan/tujuan belajar dan konteks yang harus dikuasai pebelajar. Sebenarnya Sanggar Anak Alam telah memiliki skema membuat skema tersebut, sehingga pada workshop selanjutnya para fasilitator tidak perlu membuat dari nol, namun hanya merevisi jika ada yang perlu direvisi. Pukul 12.00 mereka beristirahat makan siang.
Setelah istirahat makan siang yaitu pada pukul 13.00 agenda merencanakan pembelajaran dilanjutkan. Setelah para fasilitator melihat dan melakukan revisi terhadap skema target dasar belajar, fasilitator memikirkan riset yang akan ditawarkan kepada para pebelajar. Riset tersebut harus dapat menampung seluruh konteks dan tujuan/cakupan belajar yang ada pada skema target dasar belajar. kebetulan pada saat itu peneliti diminta untuk ikut sebagai fasilitator pada jenjang SMP. Para fasilitator cukup laman memikirkan riset apa yang akan ditawarkan kepada pebelajar smp. Dalam pemilihan riset, ada beberapa hal yang dipertimbangkan antara lain tempat riset yang akan dituju, hal-hal yang perlu dipersiapkan, waktu pelaksanaan riset, dan kesulitan-kesulitan yang
188
kemungkinan akan muncul. Akhirnya setelah berdiskusi cukup lama, fasilitator jenjang smp memutuskan untuk menawarkan pasar sebagai lokasi riset. Diskusi hari itu berakhir pada pukul 15.00 lalu pulang.
189
CATATAN LAPANGAN #5
Hari, Tanggal : 10/12/2014
Waktu : 10.00 -15.30
Lokasi : Kedai Merdesa (selatan Plengkung Gading)
Kegiatan : Mengikuti kegiatan Workshop Sanggar Anak Alam Hari III
Deskripsi :
Kegiatan pada workshop hari ketiga adalah pemaparan hasil perencanaan pembelajaran pada hari kedua. Pemaparan ini dilakukan di forum besar yang terdapat seluruh fasilitator Sanggar Anak Alam. dari pemaparan tersebut timbul tanya jawab dari para fasilitator. Pemaparan tersebut dimulai dari jenjang yang paling rendah yaitu Kelompok bermain hingga ke jenjang yang paling tinggi yaitu SMP. Dalam pemaparan tersebut juga terjadi diskusi antara sesama fasilitator dan dengan pengurus Sanggar Anak Alam. mereka saling memberi saran dan kritik. Setelah memasuki pukul 12.00 mereka beristirahat makan siang. Di sela-sela makan siang, bu SW mempromosikan buku ciptaan pak Totok Rahardjo yang merupakan suami bu Sri Wahyaningsih sekaligus salah satu penggagas Sanggar Anak Alam. Buku Tersebut berjudul “sekolah biasa saja”. Di Buku tersebut dibahas tentang cita-cita Sanggar Anak Alam untuk mengadakan proses pembelajaran dan kegiatan-kegiatan Sanggar Anak Alam yang pernah dilakukan.
Pukul 13.00 dilanjutkan kembali dengan melanjutkan pemaparan perencanaan pembelajaran. Pemaparan perencanaan pembelajaran tersebut selesai sekitar pukul 14.00 dan mas Yudhis selaku ketua PKBM meminta untuk seluruh fasilitator menyerahkan draft perencanaan pembelajaran tersebut guna kepentingan dokumentasi. Setelah draft diserahkan, mas Yudhis mengakhiri kegiatan workshop yang telah berjalan 3 hari tersebut.
190
CATATAN LAPANGAN #6
Hari, Tanggal : 19/01/2015
Waktu : 09.00-13.00
Lokasi : Ruang kelas SMP Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Merencanakan riset dan pembelajaran
Deskripsi :
Pada hari Senin 19/01/2015 peneliti masuk pertama kali ke dalam kelas SMP karena mendapat rekomendasi dari ketua PKBM untuk menilik kegiatan pembelajaran yang ada di jenjang tersebut. sebelum memasuki kelas untuk belajar, seluruh fasilitator elemen Sanggar Anak Alam berkumpul di halaman untuk berdoa dan melakukan pemanasan kecil sekaligus memotivasi pebelajaruntuk belajar. kegiatan tersebut berlangsung pada pukul 08.30-09.00.
Pukul 09.00 peneliti masuk ke kelas smp dan langsung diperkenalkan kepada para pebelajar. Para pebelajar menyambut peneliti dengan ramah dan hangat. Hari ini merupakan hari pertama kegiatan pembelajaran di Sanggar Anak Anak dimulai. Telah diketahui sebelumnya bahwa fasilitator telah membuatperencanaan pembelajaran pada acara workshop. Dari perencanaan pembelajarantersebut telah dihasilkan sebuah skema pembelajaran yang akan menjadi panduan kegiatan pembelajaran selama satu semester kedepan.
Pada hari pertama masuk ini, fasilitator memberitahukan skema target dasar belajar yang telah dibuat kepada para pebelajar. Fasilitator menjelaskan konteks dan tujuan yang akan dicapai, serta pemilihan riset yang akan dilakukan guna mencapai konteks, tujuan yang diharapkan dan waktu yang harus ditempuh.Penjelasan fasilitator tersebut selesai pada pukul 10.00 dan dilanjutkan istirahat.
Setelah selesai istirahat pada pukul 10.30, mereka kembali membahas tentang target dasar belajar. para pebelajar dipersilahkan untuk bertanya dan memberikan pendapat. Dari pengamatan peneliti, para pebelajar aktif untuk bertanya kepada para fasilitator terutama dalam hal pemilihan tempat riset. Kebetulan yang dipilih oleh fasilitator SMP adalah riset ke pasar. Salah satu pebelajar menawarkan untuk melakukan riset di pasar sambilegi yang kebetulan dekat dengan rumahnya. Tawaran tersebut disampaikan ke forum kelas dan akhirnya pemilihan tempat di pasar sambilegi disepakati. Tanya juga menawarkan untuk singgah ke rumahnya sebelum dan setelah kegiatan riset. Hal tersebut juga
191
disetujui oleh forum kelas. Setelah pemilihan riset tersebut disetujui, selanjutnya mereka melakukan pendataan hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan. Mereka membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada para penjual dan pembeli. Mereka juga mendata kebutuhan pribadi yang diperlukan seperti bekal dan obat-obatan pribadi. Aktivitas hari ini selesai pada pukul 12.00 lalu dilanjutkan makan siang dan membersihkan kelas hingga pukul 13.00 lalu pulang.
192
CATATAN LAPANGAN #7
Hari, Tanggal : 20/01/2015
Waktu : 09.00-13.00
Lokasi : pasar sambilegi dan rumah Tanya
Kegiatan : Riset dan home visit
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti mengikuti jenjang SMP Sanggar Anak Alam yang akan mengadakan riset dengan tema pasar. peneliti ingin mengetahui bentuk nyata dari riset yang dilakukan pebelajar Sanggar Anak Alam.
Kegiatan riset dimulai pukul 09.00. para pebelajar diberikan waktu berkeliling mencari data di pasar +/- 1 jam. Pencarian data dilakukan dengan mengamati dan mencatat berbagai hal yang ada di pasar. Untuk mendapatkan data, mereka menggunakan cara wawancara dan pengamatan. Dalam riset kali ini, anggota SMP SALAM dibagi menjadi 3 kelompok. Yang datang pada riset kali ini ada 3 pebelajar dan 6 fasilitator.
Tim 1 ada pebelajar bernama Tanya yang didampingi oleh mas Haidar, mas Byan, dan peneliti sendiri. Mereka memasuki bagian pasar yang menjual biji-bijian. Tanya lalu melakukan wawancara kepada salah satu pedagang biji-bijian . pertanyaan yang diajukan Tanya yaitu seputar harga biji-bijian, omset/pemasukan sehari-hari, cara melayani pembeli, dan kendala-kendala yang dihadapi. Tim 1 juga berkunjung ke penjual ayam. Di tempat penjual ayam, Tanya praktek langsung cara menggunakan timbangan yang dipandu oleh sang penjual langsung.
Tim 2, ada pebelajar bernama Sekar dan fasilitator bernama mbak Nurul. Tim ini condong untuk mengamati bagian-bagian dan komponen-komponen dari pasar. Sekar mencatat infrastruktur apa saja yang ada di pasar, organisasi pasar, dan pembagian bilik-bilik pasar. Di samping itu, dia juga menyempatkan untuk mengobrol dengan beberapa pedagang.
Tim 3, ada pebelajar bernama Vena dan 2 fasilitator yaitu mbak Indah dan bu Rika. Tim ini juga mengamati komponen-komponen pasar.
Dalam kegiatan ini tampak peran fasilitator yang selalu mendampingi pebelajar dalam kegiatan pembelajaran. Fasilitator memotivasi pebelajar untuk aktif dalam kegiatan riset kali ini. Ketika anak sudah mulai malas, fasilitator
193
mengajak pebelajar untuk kembali aktif. Lalu riset berakhir pukul 10.00 dan dilanjutkan ke rumah Tanya untuk mengulas atau mereview tentang kegiatan riset dan makan siang hingga pukul 13.00 lalu pulang.
194
CATATAN LAPANGAN #8
Hari, Tanggal : 21/01/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Ruang kelas SMP Sanggar Anak Alam
Kegiatan : mengolah data hasil riset pasar
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti kembali mengikuti pembelajaran di SMP SALAM. Peneliti datang pukul 08.30. Setelah kemarin mereka melakukan riset di pasar sambilegi, kali ini mereka menguraikan poin-poin yang mereka dapatkan. Peneliti mulai mengetahui bahwa pebelajar SMP Sanggar Anak Alam tidaklah banyak. Hanya berjumlah 10 orang. Dalam jenjang SMP memang tidak diklasifikasikan per kelas. karena dari orang tersebut, 4 orang merupakan pebelajar yang baru masuk SMP, 3 orang adalah difabel, 3 orang sisanya adalah kelas 3 yang telah mengikuti ujian persamaan untuk masuk ke jenjang SMA dan sudah jarang datang untuk ikut kegiatan pembelajaran di Sanggar Anak Alam. Sehingga jika dihitung, pebelajar SMP yang benar-benar aktif hanya 4 orang. 3 orang yang difabel tetap ikut dalam pembelajaran namun dengan mendapatkan perlakukan dan bimbingan khusus. Sanggar Anak Alam memang tidak membedakan pebelajar normal ataupun berkebutuhan khusus, karena seperti yang telah dijelaskan bu Wahya dalam wawancara yang dilakukan peneliti bahwa Sanggar Anak tidak membeda-bedakan, dan mencoba memberi ruang bagi semua yang ingin bergabung dalam pendidikan alternatif.
Hari ini pebelajar diminta untuk membuat cerita deskriptif mengenai pasar. Membuat cerita deskriptif adalah salah satu indikator dari tujuan belajar yang diambil dari SKKD kurikulum nasional. lebih tepatnya tujuan membaca dengan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah sederhana, teks pidato dan surat pembaca. Namun sebelum mereka membuat cerita deksriptif, fasilitator memancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka mengingat pengalaman riset di pasar, seperti ; “hal-hal apa sajakah yang kalian temukan di pasar?”, “pedagang apa saja yang kalian kunjungi?”. Para pebelajar lalu menuliskan hasil temuan mereka di papan tulis untuk dapat dilihat oleh semua pebelajar di kelas. Waktu telah menunjukkan pukul 10.00 dan waktunya untuk beristirahat.
195
Pada pukul 10.30 mereka mulai belajar kembali. Pada kesempatan ini para pebelajar mulai diberi kesempatan bertanya oleh fasilitator seputar pasar, hingga terjadilah diskusi dn diskusi tersebut berakhir pada pukul 12.00 lalu mereka makan siang. Pada saat makan siang, terdapat pebelajar yang bertugas mengambil makan siang dan ada juga yang bertugas untuk mencuci piring. Setelah makan siang, fasilitator memipin pebelajar untuk melakukan review sejenak mengenai pembelajaran hari itu. kira-kira 15 menit review, mereka berdoa pulang. Setelah berdoa, bagi yang bertugas piket membersihkan kelas melakukan tugasnya. Hingga kurang lebih pukul 13.15 mereka pulang.
196
CATATAN LAPANGAN #9
Hari, Tanggal : 22/01/2015
Waktu : 08.30-13.00
Lokasi : Ruang kelas SMP Sanggar Anak Alam
Kegiatan : melanjutkan menulis deskripsi tentang pasar.
Deskripsi :
Peneliti kembali masuk ke dalam kegiatan belajar SMP SALAM. Seperti biasa kegiatan belajar dimulai pukul 08.30. sebelum kegiatan belajar dimulai, para anggota smp salam baik fasilitator maupun pebelajar, melakukan doa bersama-sama dan pemanasan kecil sebelum memulai kegiatan pembelajaran. Pemanasan yang mereka lakukan adalah dengan bernyanyi.
Pada pukul 09.00 mereka mulai masuk ke dalam kelas. peneliti melihatmereka mulai melanjutkan kegiatan menulis deskriptif mereka tentang pasar. Hasil identifikasi para pebelajar tentang pasar masih belum dihapus di papan tulis, sehingga memudahkan mereka untuk memulai membuat cerita deskriptif. Sebelum memulai membuat cerita, ternyata masih ada pebelajar yang belum mengerti apa itu yang dimaksud deskriptif. Bu Rika sebagai salah satu fasilitator pun menjelaskan tentang yang dimaksud dengan deskriptif. “deskriptif itu seperti yang pernah kalian lihat sewaktu dulu riset di museum kereta andong, kan terdapat penjelasan tentang kereta andong, dekskripsi itu menjelaskan sesuatu. Mbak Nurul akhirnya juga ikut menambahkan penjelasan dari bu Rika, “semisal gini, bu rika itu orangnya kayak apa, tingginya berapa, rambutnya gimana, beratnya berapa”. Akhirnya mereka mulai memahami tentang teks deskriptif. Hari itu ada 2 anak difabel yang datang, yaitu tanah dan henry. Tanah dibimbing oleh mbak zita yang telah mempersiapkan bahan untuk dikerjakan tanah, sedangkan henry selalu menuju ruang komputer untuk mengerjaka “proyek” nya Waktu menunjukkan pukul 10.00, mereka beristirahat. Yang bertugas piket mengambil snack melakukan tugasnya mengambil snack. yang mendapatkan jadwal piket tidak hanya pebelajar namun juga fasilitator. Biasanya setiap satu jenis piket tertentu dikawal oleh satu fasilitator. Semisal piket mengambil snack didapatkan oleh pebelajar bernama Vena dan fasilitator Mbak Indah misalnya. Setelah mengambil snack, mereka berdoa dan makan bersama-sama.
Kesempatan istirahat digunakan peneliti untuk berkeliling Sanggar Anak Alam. peneliti melihat Anak-anak bermain di halaman. Mereka bermain
197
permainan tradisional seperti gobak sodor dan bentengan. Keunikan dari Sanggar Anak Alam lainnya adalah tidak dipergunakannya pakaian seragam. Anak-anak bebas menggunakan pakaian. Peneliti juga menyempatkan datang ke ruang siaran radio. Beberapa anak dipandu oleh mas Banu selaku operator mengadakan siaran radio.
Waktu menunjukkan pukul 10.30 dan kembali masuk. Agenda selanjutnya yang dilakukan pebelajar SMP adalah kembali melanjutkan pekerjaan sebelumnya hingga pukul 12.00 lalu petugas piket makan siang mengambil makanan dan makan bersama. Setelah makan bersama dilakukan sedikit review seperti biasanya, lalu petugas piket membersikan kelas dan pulang.
198
CATATAN LAPANGAN #10
Hari, Tanggal : 23/01/2015
Waktu : 08.30-12.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Olah tubuh
Deskripsi :
Pada hari Jumat, anak-anak melakukan kegiatan olah tubuh. Kegiatan belajar di kelas memang hanya sampai hari kamis, sedangkan hari jumat dilakukan olah tubuh. Anak-Anak SALAM ada yang melakukan renang, membuat kue, bulutangkis, berlatih upacara, dll, tergantung kesepatakan dari setiap kelas.
Pebelajar Smp dan fasilitator menggunakan kesempatan ini untuk mengatur jadwal piket kembali yang masih berantakan. Jadwal piket tetap terdiri dari : piket membersihkan kelas, piket mengambil snack istirahat, piket mengambil makan siang, dan piket mencuci piring. Pengaturan piket sebelumnya masih belum tertata rapi dan hari ini mereka menata dengan membuat semacam sistem pengacakan setiap harinya. Hari itu selesai pukul 12.00.
199
CATATAN LAPANGAN #11
Hari, Tanggal : 26/01/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Masuk ke jenjang SMP
Deskripsi :
Peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30 dan langsung mengikuti doa bersama dan senam kecil di lapangan Sanggar Anak Alam. setelah itu para pebelajar dan fasilitator masuk ke kelas pada pukul 09.00. Peneliti kembali masuk ke dalam jenjang SMP.
Pada hari ini mereka belajar mengenai bangun datar. Pada waktu riset di pasar kemarin mereka kekurangan data untuk dapat dijadikan pembelajaran mengenai bangun datar. Akhirnya fasilitator mengajak para pebelajar untuk pengukuran langsung benda-benda yang ada di sekitar kelas. Vena mengukur buku, Tanya mengukur meja, Sekar mengukur tempat pensil, Zufa mengukur papan kursi. Setelah mereka melakukan pengukuran, mbak Indah selaku fasilitator mengajak para pebelajar untuk mencatat hasil pengukuran mereka di papan tulis. Mbak Nurul telah membuat tabel tentang panjang, tinggi, lebar, dsb yang berkaitan dengan bangun datar. Satu persatu pebelajar akhirnya mengisi kolom tersebut.
Setelah mereka mengisi tabel tersebut, mereka beristirahat karena waktu telah menunjukkan pukul 10.00. pada pukul 10.30 mereka kembali masuk ke kelas untuk melanjutkan pembelajaran. Setelah tadi para pebelajar mengukur benda-benda yang ada di sekitar mereka, mbak Nurul mempersilahkan para pebelajar untuk bertanya. Karena tidak ada pertanyaan, mbak Nurul menjelaskan tentang apa itu tinggi, panjang, lebar, dsb. Lalu mbak Nurul menjelaskan tentang bagaimana mengukur luas bangun datar. Kembali mbak Nurul mempersilahkan para pebelajar untuk bertanya. Karena tidak ada pertanyaan, makan mbak nurul memberi contoh soal untuk dikerjakan. Dari situ terlihat memang belum sepenuhnya para pebelajar paham. Vena, Tanya, Zufa masih kebingungan untuk menghitung. Vena dan Tanya didampingi mbak Nurul untuk memahami, sedankan Zufa dibantu bu Rika, sedangkan para pebelajar difabel seperti Tanah dipegang oleh mbak Zita dengan memberikan perlakukan khusus. Akhirnya kegiatan pada hari itu selesai pada pukul 12.00 dilanjutkan dengan makan siang.
200
Setelah makan siang, Akhirnya dilakukan review. Pada review kali ini mbak Nurul memberikan tugas untuk menyelesaikan soal dirumah dari soal yang diberikan mbak Nurul. Pada pukul 13.00 mereka pulang.
201
CATATAN LAPANGAN #12
Hari, Tanggal : 01/02/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : mengikuti Riset kelas 4
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti mengikuti pembelajaran di kelas 4. Kali ini mereka kembali mendatangi pabrik tahu yang sebelumnya telah mereka kunjungi pada tanggal 20 Januari. Setelah pada kunjungan sebelumnya mereka survey di pabrik tahu, saat ini mereka datang kembali untuk menyaksikan proses pembuatan tahu dan melakukan wawancara dengan pemilik dan pekerja di pabrik tahu tersebut.
Fasilitator kelas 4 berjumlah 2 orang dan para pebelajar kelas 4 yang berjumlah 7 orang berkumpul pada pukul 08.30 di samping Sanggar Anak Alam. setelah mereka berkumpul, mbak Vian selaku fasilitator menanyakan kepada para pebelajar perlengkapan yang mereka butuhkan apakah sudah dibawa dan dipersiapkan. Para pebelajar melakukan pengecekan. Setelah pebelajar melakukan pengecekan akhirnya mereka berangkat ke lokasi pabrik tahu.
Lokasi pabrik tahu ditempuh kurang lebih selama 15 menit. Sesampainya di pabrik tahu fasilitator masuk terlebih dahulu untuk meminta izin. Setelah fasilitator meminta izin, akhirnya para pebelajar masuk ke lokasi pembuatan tahu. disana mereka melakukan wawancara dengan pemilik dan pembuat tahu. ada juga yang melakukan dokumentasi dengan memotret. Aktivitas tersebut bertujuan untuk mengumpulkan data agar dapat dibawa ke pembelajaran di kelas. aktivitas pada hari itu diakhiri dengan review mengenai riset yang telah dilakukan dan selesai pada pukul 12.00 dilanjutkan makan siang lalu pulang.
202
CATATAN LAPANGAN #13
Hari, Tanggal : 02/02/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : mengikuti pembelajaran di kelas 4
Deskripsi :
Peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30 lalu berdoa bersama dan melakukan pemanasan kecil bersama-sama. Setelah selesai peneliti kembali masuk ke kelas 4 yang pada hari sebelumnya melakukan riset di pabrik tahu. peneliti masuk pada pukul 09.00.
Mbak Vian selaku fasilitator kelas 4 meminta para pebelajar untuk mereview tentang hasil riset di pabrik tahu kemarin. Mbak Vian menanyakan satu persatu kesan mereka setelah riset di pabrik tahu. lalu masing-masing dari pebelajar menyampaikan argumennya. Masing-masing dari pebelajar diminta untuk menuliskan temuannya yang menarik di papan tulis untuk dapat dilihat oleh teman-teman satu kelasnya. Mbak Vian meminta para pebelajar untuk menuliskan pengalaman mereka tersebut dalam sebuah cerita pendek. Para pebelajarmelakukan apa yang diminta oleh mbak Vian. Peneliti pada hari itu pulang lebih awal yaitu pada pukul 10.30.
203
CATATAN LAPANGAN #14
Hari, Tanggal : 23/02/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Kegiatan pasaran Sanggar Anak Alam
Deskripsi :
Pada hari senin tanggal 23 februari 2015, Sanggar Anak Alam melakukan acara yang bersifat insidental dan diadakan pada tanggal-tanggal tertentu yaitu kegiatan pasaran. Pasaran adalah miniatur dari praktek jual-beli seperti di pasar pada umumnya. kegiatan ini biasanya dilakukan sebulan sekali. Di pasaran ini anak-anak berperan sebagai pelaku-pelaku yang ada di pasar. Ada yang berlaku sebagai penjual yang menjual barang dagangannya, ada yang berlaku sebagai pembeli, ada yang berlaku sebagai petugas kebersihan, ada yang bertugas sebagai petugas keamanan, ada pula yang bertugas sebagai petugas bank. Di pasar salam ini, uang yang digunakan adalah mata uang salam sendiri. sehingga mereka tidak hanya berlatih transaksi yang baik dan benar, namun juga belajar mengelola uang. Dalam pasar SALAM ini, tidak hanya pebelajar saja yang aktif terlibat, namun fasilitator juga aktif dalam pasar SALAM, baik sebagai penjual/pembeli. Yang dijual di pasar SALAM tidak hanya barang, namun juga jasa. Seperti layaknya jual beli di pasar, di pasar SALAM juga terjadi proses tawar-menawar. Fasilitator juga turut membantu menawarkan barang-barang milik penjual kepada pembeli.Pasar SALAM sengaja dibuat untuk menghadirkan kegiatan pasar di lingkungan SALAM dengan keterlibatan seluruh elemen, baik pebelajar maupun fasilitator. Dalam pasar SALAM ini tidak dibedakan dalam klasifikasi kelas. seluruh kelas bercampur dalam kegiatan ini, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih daripada di dalam kelas.
Setelah Pasaran selesai kira-kira pukul 11.00, anak-anak kembali ke dalam ruangan kelas untuk melanjutkan kegiatan makan siang hingga pukul 12.00 lalu pulang. Kali ini dua pebelajar smp kelas 3 yang telah mengikuti ujian persamaan mulai datang kembali ke Sanggar Anak Alam. walaupun mereka tidak memerlukan lagi datang ke Sanggar Anak Alam, namun peneliti melihat antusias mereka terhadap aktivitas di Sanggar Anak Alam masih baik. Dua anak tersebut bernama Iris dan Nanda.
204
CATATAN LAPANGAN #15
Hari, Tanggal : 24/02/2015
Waktu : 09.00-13.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : kegiatan pembelajaran
Peneliti datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30 dan langsung mengikuti kegiatan rutin sebelum masuk kelas yaitu berdoa bersama di lapangan dan pemanasan kecil tubuh. Setelah kira-kira 15 menit, ketua PKBM mempersilahkan untuk kembali ke kelas masing-masing.
Kira-kira pukul 09.00 fasilitator dan pebelajar SMP Sanggar Anak Alam memulai kegiatan pembelajaran. Hari ini mereka merencanakan untuk melakukan trip museum. Usul tersebut disampaikan oleh salah satu pebelajar kelas 3 SMPyang telah selesai mengikuti ujian persamaan yaitu Nanda yang pada waktu kunjungan ke pasar tidak ikut. Setelah usul tersebut disampaikan ke forum ternyata disetujui seluruh pebelajar. Bu Rika selaku kepala fasilitator SMP menjelaskan kepada para pebelajar bahwa tidak apa-apa melakukan kunjungan lagi, namun data-data yang telah didapatkan di pasar jangan sampai hilang. Peneliti mengingat pada waktu di forum workshop pernah ada fasilitator yang bertanya kepada bu Sri Wahyaningsih tentang penggunaan riset yang lebih dari satu tidak menjadi masalah jika diperlukan dan sesuai kesepakatan. Akhirnya mereka bersepakat untuk melakukan trip ke museum. Mereka mulai mencari-cari museum yang cocok. Mereka melakukan searching di google untuk mendapatkan informasi seputar museum. Akhirnya setelah itu mereka sepakat untuk mengunjungi museum benteng vredeburg.waktu menunjukkan pukul 10.00 dan yang piket untuk mengambil snack melakukan tugasnya. Mereka istirahat makan snack hingga pukul 10.30.
Pukul 10.30 mereka melanjutkan kembali kegiatan pembelajaran mereka. Mereka mulai mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan ketika akan berkunjung ke museum. Tidak semua pebelajar merencanakan hal yang sama yang akan dilakukan di museum. Ada yang ingin melakukan wawancara dengan petugas di benteng vredeburg, ada yang ingin menggambar suasana sekitar benteng, ada yang ingin mencatat hal-hal menarik. Mereka juga bersepakat untuk berangkat bersama-sama menggunakan bus transjogja dari Sanggar Anak Alam. fasilitator mengingatkan mereka tentang tujuan mereka datang ke museum yaitu untuk
205
mengambil data. Fasilitator mempersilahkan mereka melakukan kegiatan yang mereka sukai asalkan bisa mendapatkan data. Kegiatan selesai pada pukul 12.00 lalu dilanjutkan makan siang, review pembelajaran pada hari itu, dan lalu pulang pada pukul 13.15.
206
CATATAN LAPANGAN #16
Hari, Tanggal : 25/02/2015
Waktu : 09.00-12.00
Lokasi : Benteng Vredeburg
Kegiatan : Visit Museum Benteng Vredeburg bersama pebelajarSMP
Deskripsi :
Pada hari rabu pukul 09.00 peneliti langsung datang ke museum benteng vredeburg dan tidak membersamai anggota SMP untuk menggunakan bus transjogja. Sesampainya di museum, peneliti bertemu dengan salah satu pebelajarbernama vena yang juga tidak ikut menggunakan bis karena arah rumahnya yang lebih dekat ke museum daripada ke Sanggar Anak Alam. setelah menunggu -/+ 30 menit, para anggota SMP akhirnya datang. Para anggota SMP yang ikut terdiri dari 4 orang fasilitator dan 6 orang pebelajar.
Pada pukul 09.30 mereka langsung memasuki museum dan menyempatkan diri untuk berfoto bersama didepan museum. Setelah mereka memasuki benteng , fasilitator melakukan briefing dengan anak-anak. Fasilitator mengingatkan tujuan mereka datang ke museum dan mengecek perlengkapan yang dibutuhkan. Setelah itu mereka melakukan doa bersama. Setelah berdoa selesai, kegiatan mencari data dimulai. Pertama kali yang mereka kunjungi adalah ruangan diorama yang berisi miniatur peristiwa-peristiwa bersejarah. Para pebelajar mulai mencatat hal-hal penting yang ada di diorama, sedangkan fasilitator mengawasi kegiatan para pebelajar. Di tengah-tengah pencarian data, para pebelajar juga terlihat bertanya kepada fasilitator tentang hal yang tidak mereka ketahui, terutama seputar peristiwa sejarah. Fasilitator juga memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman mereka.
Mereka akhirnya keluar dari ruangan diorama pada pukul 10.30. setelah mereka keluar, beberapa pebelajar melakukan wawancara dengan petugas museum dan ada pula yang menggambar suasana sekitar museum. Fasilitator juga dibagi ke beberapa bagian untuk mengawasi masing-masing aktivitas pebelajar.
Setelah kurang lebih pukul 12.00 mereka selesai melakukan aktivitas dan melakukan makan bersama di halaman benteng vredeburg. setelah makan siang, fasilitator kembali menanyakan kepada para pebelajar tentang kunjungan hari itu.
207
para pebelajar mengungkapkan apa yang mereka dapatkan dari pencarian data di museum tersebut. dapat diketahui selanjutnya bahwa data dari benteng vredeburg tersebut akan dibawa ke kelas untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam skema target dasar belajar. pada pukul 13.00 mereka pulang dengan menggunakan bus trans Jogja.
208
CATATAN LAPANGAN #17
Hari, Tanggal : 26/02/2015
Waktu : 08.30-12.00
Lokasi : Ruang kelas SMP Sanggar Anak Alam
Kegiatan : belajar sejarah perjuangan Indonesia dari hasil kunjungan museum
Deskripsi :
Pada hari peneliti masih masuk ke dalam kegiatan belajar anak-anak SMP SALAM. Setelah kemarin mereka mengambil data di benteng vredeburg tentang zaman pra kemerdekaan, sekarang para fasilitator mengajak anak-anak untuk mengolah data tersebut.
Pada pukul 09.00 setelah berdoa dan pemanasan, bu Rika selaku fasilitator kembali me-review aktivitas mereka di museum benteng vredeburg kemarin. Bu Rika meminta para pebelajar untuk menuliskan hal-hal menarin yang mereka temui di benteng vredeburg. satu persatu pebelajar menuliskan di papan tulis. Setelah seluruh pebelajar menulis di papan tulis, bu Rika meminta para pebelajaruntuk menuliskan cerita kunjungan mereka dari data-data yang ada di papan tulis tersebut. Tidak semua pebelajar menyepakati untuk menulis cerita tentang kunjungan mereka, yaitu Tanya dan vena. Namun mbak Indah selaku fasilitator membujuk dan ditanya mengapa tidak mau menulis. Ternyata mereka malas untuk menulis cerita, namun karena bujukan dari mbak Indah, akhirnya mereka mau menulis. mereka agar mau membuat cerita dari data yang telah mereka tulis di papan tulis. Akhirnya mereka mau melaksanakannya. Ketika waktu menunjukkan pukul 10.00 mereka beristirahat dan petugas piket mengambil snack.
Mereka beristirahat hingga pukul 10.30. setelah istirahat para pebelajarkembali melanjutkan membuat cerita. Akhirnya pada pukul 11.30 para pebelajarmenyelesaikan pekerjaan mereka. Setelah itu pekerjaan mereka dibacakan di forum kelas agar dapat dipedengarkan oleh seluruh warga kelas. Hingga pukul 12.00 mereka akhirnya selesai dan dilanjutkan makan siang. Setelah makan siang fasilitator dan para pebelajar melakukan review seperti biasa. Bu Rika meminta kepada para pebelajar untuk mencari artikel dari sumber apapun seputar perjuangan Indonesia dan dibawa pada hari selasa minggu depan. aktivitas pada hari itu selesai pada pukul 13.00.
209
CATATAN LAPANGAN #18
Hari, Tanggal : 27/02/2015
Waktu : 08.30-11.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Olah tubuh
Deskripsi :
Pada hari Jumat pukul 08.30 peneliti datang ke Sanggar Anak Alam untuk mengikuti kegiatan olah tubuh. Para pebelajar SMP terlihat sedang akan berlatih untuk upacara hari senin. Sedangkan kelas 4 sedang terlihat bermain bulutangkis. Kelas 1 sedang jalan-jalan di sektiaran Sanggar Anak Alam. sedangkan kelas lainnya ada yang berenang dan ada pula yang sepedaan.
Setelah selesai upacara para pebelajar smp bersama fasilitator membuat rujak dan dimakan bersama-sama dengan warga Salam yang sedang berada di SALAM. Peneliti pulang lebih awal pada pukul 11.00.
210
CATATAN LAPANGAN #19
Hari, Tanggal : 02/03/2015
Waktu : 08.30-13.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Belajar ekonomi dari data hasil riset
Deskripsi :
Pada hari ini kembali peneliti mengikuti proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam dengan masuk ke dalam kelas SMP. Hari senin ini, para anggota Salam melakukan kegiatan upacara bendera untuk mengawali aktifitas. Kali iniyang bertugas adalah elemen dari SMP SALAM, baik fasilitator maupun pebelajar. Fasilitator SMP menjadi pemimpin dan pembina upacara , sedangkan para pebelajar sebagai pengibar bendera, pembaca teks undang-undang, dan dirijen .
Setelah melakukan upacara bendera, pada pukul 08.30 seluruh pebelajarsalam kembali masuk ke dalam kelas masing-masing. Fasilitator dan Pebelajar-pebelajar SMP kembali melanjutkan pengolahan data dengan topik pasar.kali ini pembelajaran masuk ke dalam bahasan ekonomi. Yang diangkat adalah tentang pasar online. Bu Rika selaku koordinator fasilitator SMP memulai dengan melontarkan pertanyaan tentang gaya transaksi model baru dengan berbasis pada online shop. Dari situ anak-anak mulai menanggapi tentang model belanja baru online shop. Mereka mulai mengidentifikasi perbedaan pasar tradisional dengan online shop. Mula-mula Sekar mengemukakan pendapatnya. ia berpendapat bahwa online shop akan mengurangi esensi transaksi jual beli, karena antara si penjual dan pembeli tidak bertemu, dan tidak ada nya proses tawar menawar. Argumen Sekar tersebut ditambahkan oleh Nanda. Nanda mengatakan bahwa “online shop memang lebih praktis, namun sesama manusia tidak terjadi interaksi”. Lalu mbak Zita selaku fasilitator juga membenarkan argumen mereka tentang kemudahan online shop dan dampaknya terhadap kehidupan sosial. Mereka saling berdiskusi tentang online shop hingga makan siang pukul 12.00. setelah makan siang mereka pulang ke rumah masing-masing.
211
CATATAN LAPANGAN #20
Hari, Tanggal : 03/03/2015
Waktu : 08.30-12.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Belajar nasionalisme dari hasil kunjungan museum
Deskripsi :
Peneliti kembali memasuki kelas SMP. Seperti biasa kegiatan dimulai dengan berdoa di lapangan dan pemanasan kecil. Kegiatan pembelajaran di kelas dimulai pukul 09.00. Kali ini mereka membahas tentang artikel yang bertema perjuangan bangsa Indonesia. Mencari arrtikel tersebut merupakan tugas pada minggu yang lalu. kembali membuat cerita tentang hasil pengambilan data nya di benteng vredeburg. masing-masing pebelajar membacakan artikel tersebut di forum kelas. kebanyakan artikel yang mereka bawa diambil dari internet. Setiap anak selesai membacakan, fasilitator mempersilahkan pebelajar untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti. Aktivitas tersebut berhenti pada pukul 10.00 untuk beristirahat dan makan snack.
Pada pukul 10.30 mereka melanjutkan kembali aktivitas belajar mereka. Setelah semua pebelajar membacakan artikel mereka, sekarang bu Rika memancing pertanyaan tentang nasionalisme. para pebelajar terlihat tidak mengerti tentang arti nasionalisme dan maknanya. Akhirnya bu Rika melemparkan pertanyaan tersebut kepada fasilitator lain. Masing-masing fasilitator mengemukakan pendapatnya disertai contoh-contoh sejarah yang menurut mereka menggambarkan nasionalisme. mbak Zita mengemukakan pendapatnya tentang nasionalisme seorang Soekarno yang rela berjuang demi bangsa Indonesia. Mas Haidar berpendapat tentang nasionalisme anak muda saat ini yang mengembangkan industri kreatif untuk menyebarkan semangat nasionalisme. Setelah dari beberapa penjelasan tersebut, bu Rika meminta para pebelajar menarik kesimpulan tentang nasionalisme. Sekar yang merupakan pebelajar yang aktif mencoba memberi kesimpulan. Bu Rika tidak menyalahkan jawab Sekar namun menambahi sedikit kekurangan pada kesimpulannya. Akhirnya diskusi tentang nasionalisme tersebut selesai pada pukul 12.00 dan dilanjutkan makan siang, membersihkan kelas, lalu pulang.
212
CATATAN LAPANGAN #21
Hari, Tanggal : 10/03/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Perpustakaan Kota Yogyakarta
Kegiatan : Penggalian minat anak melalui buku favorit
Deskripsi :
Peneliti masih ikut ke dalam kegiatan belajar fasilitator dan pebelajar SMP SALAM. Hari ini mereka melakukan kunjungan ke perpustakaan kota yogyakarta. Bersama fasilitator, masing-masing dari mereka mencari buku-buku yang mereka senangi untuk mereka baca. Hari itu fasilitator yang berangkat adalah mas Timo, mbak Zita, mbak Nurul, mbak Indah, bu Rika, dan fasilitator sendiri. Sedangkan pebelajar yang berangkat ada Tanya, Zufa, Tanah, Vena, Nanda,Iris, dan Sekar. Aktifitas di perpustakaan ini dilakukan untuk menelusuri minat masing-masing anak. Misalnya seperti Vena, yang ia tertarik dengan buku Totto-Chan dan buku-buku seputar kerajinan tangan. Vena dipandu oleh bu Rika dalam mencari buku tersebut. vena condong menyakai novel yang berkaitan dengan anak-anak dan kerajinan tangan. Sedangkan Zufa mencari majalah fashion dan dipandu oleh mbak Nurul. Mbak Zita membantu Tanya dalam mencari buku-buku dan mengeja kata. Karena Tanah adalah ABK, maka mbak Zita memandu secara khusus tanah dalam mengeja kata. Peneliti mendampingi Sekar, Nanda, dan Iris mencari sendiri buku yang mereka sukai. Aktifitas di perpustakaan dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 12.00. Dilanjutkan makan siang hingga pukul 12.30 lalu pulang.
213
CATATAN LAPANGAN #22
Hari, Tanggal : 11/03/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Rumah Zufa
Kegiatan : Home Visit
Deskripsi :
Pada hari ini Rabu 11 Maret 2015 fasilitator dan pebelajar smp SALAM mengadakan home trip ke rumah salah satu pebelajar smp, yaitu Zufa. Anak-anak berangkat ke rumah Zufa pukul 08.30, dan aktifitas di rumah Zufa dimulai pukul 09.30.
Kegiatan di rumah Sufa memiliki tujuan untuk mengenal lebih dekat dengan keluarga Sufa. Aktifitas dimulai dengan melakukan pemanasan tubuh melalui gerakan-gerakan ice breaking yang dipimpin oleh peneliti dan mas Timo. Setelah melakukan aktifitas pemanasan tersebut, mereka kembali masuk ke dalam ruangan dan memainkan game-game kecil hingga pukul 10.00. pukul 10.00 mereka beristirahat.
Setelah beristirahat, para fasilitator kembali memancing anak-anak untuk melakukan/memainkan game-game kecil hingga jam makan siang. Pukul 12.00mereka dipersilahkan ibu nya Zufa untuk makan siang. Kegiatan hari itu selesai pukul 12.30 setelah makan siang.
214
CATATAN LAPANGAN #23
Hari, Tanggal : 12/03/2015
Waktu : 08.30-12.30
Lokasi : Ruang kelas SMP Sanggar Anak Alam
Kegiatan : belajar berhitung dan persiapan kegiatan wiwitan
Deskripsi :
Peneliti masih masuk ke smp untuk meneliti lebih jauh aktifitas pembelajaran yang identik dengan Sanggar Anak Alam. Hari kamis ini anak-anak smp seperti biasa masuk kelas pukul 08.30 setelah berdoa bersama di dan melakukan pemanasan kecil. Hari ini mbak Nurul mengajak para pebelajar untuk belajar berhitung. Kali berhitung yang dilakukan mbak Nurul adalah dengan menggunakan data di museum benteng vredeburg. Data yang dipakai adalah harga tiket benteng, harga parkir, dan sebagainya yang berupa angka.
Data-data terebut oleh mbak Nurul dibuat menjadi soal cerita yang akan dikerjakan oleh para pebelajar. Penggunaan cerita pada soal juga dengan menggunakan peristiwa yang mereka lakukan di benteng vredeburg. mereka mengerjakan soal tersebut hingga pukul 10.00. Pada pukul 10.00 anak-anak istirahat. Setelah istirahat pada pukul 10.30 mereka membicarakan persiapan kegiatan pesta panen “wiwitan” yang akan diselenggarakan di Sanggar Anak Alam. persiapan yang mereka lakukan adalah dengan mendata barang-barang apa yang diperlukan di acara wiwitan. karena setiap kelas wajib mempersiapkan alat-alat kebutuhan sendiri dalam acara wiwitan, seperti cethok, ember, dan pot untuk menanam. Aktivitas pada hari itu selesai pada pukul 12.00 dilanjutkan makan siang dan pulang.
215
CATATAN LAPANGAN #24
Hari, Tanggal : 13/03/2015
Waktu : 10.00 – 11.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan :Wawancara dengan narasumber Yudhis dan Timo
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti sengaja tidak masuk ke dalam kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Peneliti mencoba melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah SALAM, yang bernama mas Yudhis. Dalam wawancara ini peneliti menanyakan seputar pembelajaran di SALAM. Mula-mula adalah seperti apa SALAM memandang sebuah kegiatan pembelajaran, Bagaimana Posisi SALAM terhadap pembelajaran yang diselenggarakan pemerintah, hingga bagaimana SALAM memandang pebelajar sebagai subjek pebelajar. Mas Yudhis selaku kepala sekolah SALAM menjelaskan semua nya secara detail (dapat didengarkan di hasil wawancara). Kesimpulan yang didapat peneliti adalah Sanggar Anak Alam menerapkan model pembelajaran yang menempatkan anak sebagai subjek yang aktif mencari pengetahuannya sendiri dengan berbasis pada pengalaman nyata.
Setelah wawancara dengan mas Yudhis selaku kepala sekolah SALAM, peneliti lanjut melakukan wawancara kepada salah satu fasilitator SMP SALAM, yaitu mas Timo. Peneliti menanyakan seputar peran fasilitator di SALAM. Garis besar dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa fasilitator adalah orang yang membantu pebelajar dalam meraih pengetahuan nya sendiri. berbeda dengan guru yang selalu memberikan materi, fasilitator hanya membantu pebelajar untuk mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan guna meraih pengetahuan. Wawancara dengan mas Yudhis dan mas Timo dimulai pukul 10.00 dan berakhir pukul 11.30.
216
CATATAN LAPANGAN #25
Hari, Tanggal : 17/03/2015
Waktu : 08.30 – 16.30
Lokasi :Sanggar Anak Alam
Kegiatan :Mengikuti Serangkaian acara pesta panen “wiwitan”
Deskripsi :
Pada hari selasa ini, Sanggar Anak Alam mulai melaksanakan serangkaian kegiatan “wiwitan” menyambut pesta panen padi. Serangkaian acara “wiwitan” dimulai dengan diadakannya penyuluhan pertanian oleh PPL. Dalam penyuluhan pertanian/workshop ini, diikuti oleh anak-anak Sanggar Anak Alam dan perhimpunan petani wanita Nitiprayan. Anak-Anak Sanggar Anak Alam terlihat antusias mengikuti penyuluhan dan workshop tersebut. PPL mengadakan penyuluhan tentang bagaimana cara menanam bibit yang baik dan pemanfaatan barang-barang bekas untuk menanam tanaman. Penyuluhan tersebut dimulai pukul 09.30 dan berakhir pukul 10.15 lalu dilanjutkan dengan praktek penanaman bibit dengan menggunakan polybag.
Praktek penanaman bibit ini dimulai pukul 10.30 dengan dibimbing oleh salah satu orang dari PPL. Anak-anak Sanggar Anak Alam terlihat antusias dalam mengikuti praktek tersebut. antusias anak-anak terlihat dari keaktifan mereka dalam menanam. Mereka diajak mengenal langsung bagaimana cara menanam dan memanfaatkan polybag sebagai media menanam. Kegiatan menanam bibit tersebut juga diikuti oleh kelompok wanita tani desa Nitiprayan. Anak-anak Sanggar Anak Alam juga diajak mengenal kelompok wanita tani desa Nitiprayan tersebut. kegiatan workshop tersebut selesai pada pukul 12.00 dan dilanjutkan makan siang bersama.
Setelah jeda 3 jam, tepatnya pada pukul 15.00 acara dilanjutkan dengan sarasehan budaya bagi orang tua pebelajar, fasilitator SALAM, dan kelompok wanita tani. Sedangkan anak-anak mengikuti workshop lukis kaos yang dipandu oleh salah satu orang tua pebelajar SALAM yaitu pak Kido. Sarasehan budaya ini bertemakan “menggali filosofi dan tradisi wiwit”. Pembicara dalam sarasehan budaya ini bernama pak HY dan pak PJ. Dalam acara sarasehan budaya tersebut disinggung bahwa tradisi wiwit saat ini mulai ditinggalkan di zaman modern, padahal filosofi yang terkandung di dalam budaya wiwitan itu baik. Pak PJ mengatakan, bahwa setiap bagian-bagian yang terdapat dalam upacara wiwitan,
217
memiliki makna masing-masing yang ingin disampaikan orang-orang dulu kepada Sang Maha Pencipta sebagai tanda syukur. Dalam sambutan acara sarasehan tersebut, Bu Sri Wahyaningsih selaku perintis Sanggar Anak Alam mengatakan bahwa Sanggar Anak Alam ingin mencoba menggiatkan tradisi tersebut dan dihadirkan langsung kepada anak-anak agar tetap terjaga kelestariannya. Acara tersebut selesai pukul 16.30.
218
CATATAN LAPANGAN #26
Hari, Tanggal : 18/03/2015
Waktu : 09.00 – 17.00
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Mengikuti serangkaian acara pesta panen “wiwitan”
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti kembali mengikuti serangkaian acara wiwitan di Sanggar Anak Alam. Hari ini merupakan acara puncak dari prosesi wiwitan. Kegiatan hari ini dimulai pukul 09.00. pada pukul 09.00 acara puncak wiwitan dibuka dengan tari-tarian dan musik gejug lesung. Pembukaan tersebut berlangsung +/- 15 menit dan dilanjutkan dengan membawa ubo rampe (nasi dan lauk pauk yang telah di hias) ke tepi sawah. Untuk mengiringi ubo rampe ke tengah sawah, ada beberapa penari yang ikut mengiringi. Anak-anak Sanggar Anak Alam pun ikut mengiringi di belakang para penari. Ubo rampe dibawa ke tepi sawah untuk didoakan agar menjadi berkah bagi semua nya. acara pembawaan ubo rampe tersebut selesai pada pukul 10.30. dan dilanjutkan dengan menyantap makanan yang telah tersedia.
Acara dimulai lagi pada pukul 11.00. acara kali ini diisi oleh pentas seni anak-anak. Peneliti diminta mengisi sebagai MC pada acara pentas seni tersebut Pentas seni nya meliputi menari, menyanyi, memainkan instrumen alat musik dan berpantomim. Orang tua pebelajar juga tampil sebagai pengisi acara pentas seni tersebut. Acara hari itu tidak hanya dihadiri oleh kalangan internal Sanggar Anak Alam, namun juga dari pihak lain yang mendukung, seperti peliputan oleh media, Sanggar Tari Anak, dan juga sponsor acara. Acara selesai pukul 15.00 dan dilanjutkan dengan bersih-bersih bersama.
219
CATATAN LAPANGAN #27
Hari, Tanggal : 20/03/2015
Waktu : 09.00 – 12.30
Lokasi : Rumah bu Sri Wahyaningsih di sekitaran lingkungan Sanggar Anak Alam
Kegiatan : wawancara dengan bu Sri Wahyaningsih
Deskripsi :
Pada hari ini peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam guna melakukan wawancara kepada Bu Sri Wahyaningsih selaku perintis Sanggar Anak Alam. Peneliti ingin mengetahui bagaimana awal mula terbentuknya Sanggar Anak Alam dan apa yang menjadi cita-cita dari Sanggar Anak Alam. Peneliti datang pada pukul 09.00 dan langsung menemui bu SW.
Dalam wawancara yang dilakukan kepada Bu Sri Wahyaningsih, peneliti menggunakan recorder dan video, karena beliau sendiri sangat terbuka jika ada orang yang bermaksud untuk mewawancarai beliau terkait Sanggar Anak Alam.
Dalam wawancara ini peneliti langsung to the point menanyakan hal-hal esensial seputar Sanggar Anak Alam, seperti apa cita-cita Sanggar Anak Alam, bagaimana posisi Sanggar Anak Alam terhadap pendidikan formal dari pemerintah, bagaimana Sanggar Anak Alam memperlakukan Pebelajar sebagai subjek pebelajar, bagaimana proses pembelajaran Sanggar Anak Alam.
220
CATATAN LAPANGAN #28
Hari, Tanggal : 23/03/2015
Waktu : 09.00-12.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : Wawancara dengan narasumber Nanda dan Iris
Deskripsi :
Hari ini peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam guna melakukan wawancara kepada dua pebelajar SALAM. Peneliti datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 09.00. kebetulan sekali pada hari ini Sanggar Anak Alam sedang mengadakan pasaran rutin. Pasaran adalah miniatur dari aktifitas pasar tradisional. Di pasaran tersebut, seluruh elemen SALAM terlibat didalam nya. ada yang berlaku sebagai penjual, pembeli, petugas bank, petugas keamanan, dan petugas kebersihan. Sanggar Anak Alam juga memiliki mata uang sendiri yang khusus digunakan sebagai alat bertransaksi di pasaran Sanggar Anak Alam. Peneliti menyempatkan diri untuk bergabung di dalam pasaran tersebut. peneliti bertanya beberapa hal kepada pebelajar yang berlaku sebagai penjual. Dari hasil bertanya tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya kegiatan pasaran, pebelajar dapat mengetahui dan mengalami secara langsung cara melakukan nego dan melakukan transaksi. Kegiatan tersebut dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 11.00.
Setelah peneliti mengikuti kegiatan pasaran tersebut, peneliti melakukan wawancara kepada dua pebelajar SALAM, yaitu Iris dan Nanda. Peneliti bertanya seputar kegiatan pembelajaran yang dilakukan di SALAM.
221
CATATAN LAPANGAN #29
Hari, Tanggal : 25/03/2015
Waktu : 08.30-13.00
Lokasi : Ruang belajar kelas 2 SD Sanggar Anak Alam
Kegiatan :
Deskripsi :
Hari ini peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30. kali ini peneliti mencoba masuk ke kelas 2 untuk melakukan pengamatan. Kelas 2 juga memulai kegiatan pembelajaran dengan mengikuti doa bersama dan pemanasan tubuh di lapangan Sanggar Anak Alam yang dipimpin oleh ketua PKBM. Setelah kira-kira 15 menit, mereka masuk ke kelas masing-masing.
Kelas 2 saat ini sedang melakukan riset tentang energi. Bu Avin bercerita bahwa baru-baru ini mereka (kelas 2) baru saja membuat kompor sendiri untuk mengetahui cara kerja energi. Peneliti juga mengamati anak-anak kelas 2 yang sedang mengukur tinggi tanaman mereka yang sewaktu itu mereka tanam bibitnya di acara wiwitan. Mereka membuktikan bagaimana energi matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman mereka. Peneliti menyempatkan untuk melihat catatan salah satu anak bernama Oi. Ternyata mereka mencatat perkembangan tanaman seperti, tinggi tanaman, banyak daun, berapa tunas yang tumbuh, dari hari ke hari.
Setelah mereka mengukur tanaman milik mereka, bu Avin mengajak anak-anak untuk masuk ke dalam kelas. pukul 09.30 anak-anak masuk ke dalam kelas. Setelah masuk ke dalam kelas, bu AV mulai mengingatkan tentang kesepakatan Sanggar Anak Alam (menjaga diri, menjaga teman, dan menjaga lingkungan) dan kesepakatan kelas. Anak-anak selalu diingatkan tentang kesepakatan-kesepakatan yang ada oleh bu Avin. Setelah pembacaan kesepakatan, bu AV lalu menanyakan “siapa yang dapat jatah untuk membaca cerita pagi ya?”. Cerita pagi adalah cerita dari buku yang sebelumnya dibaca dirumah bersama orang tua sebelum berangkat ke Sanggar Anak Alam. Diketahui dari bu Avin bahwa cerita pagi bermaksud agar orang tua juga ikut membantu anak nya dalam belajar membaca. Sekarang adalah jatah pebelajar Sinta yang melakukan cerita pagi. Dengan terbata-bata Sintamembacakan sebuah cerita kepada teman-teman nya. Waktu yang diperlukan untuk membaca cukup lama, sekitar 15 menit untuk beberapa paragraf. Terdapat beberapa pebelajar yang tidak kondusif, sehingga bu Avin perlu mengingatkan
222
kembali tentang kesepakatan kelas agar menghargai orang yang sedang berbicara. Akhirnya kawan-kawan Sinta sesama kelas 2 mendengarkan dengan seksama apa yang dibacakan oleh Sinta. Membaca cerita pagi adalah hasil kesepakatan antara fasilitator dan pebelajar. Bu Avin mencoba mengusulkan penggunaan cerita pagi untuk mengawali kegiatan belajar mereka agar lebih termotivasi.
Cerita pagi pun berakhir. Pada pukul 10.00 anak-anak beristirahat karena telah masuk waktu snack time. Setelah snack time berakhir, bu Avin melanjutkandengan belajar bahasa. “teman-teman masih ingat tentang pelajaran bahasa yang kemarin telah kita lakukan?” tanya bu AV kepada anak-anak. “iya bu ingat, belajar tanda baca”, kata anak-anak. Bu Avin mencoba me-recall kembali ingatan mereka tentang pelajaran tanda baca yang pernah mereka lakukan. Hari itu mereka kembali belajar tanda baca dengan menggunakan buku-buku yang mereka sukai. Anak-anak dipersilahkan untuk mencari buku yang mereka sukai di perpustakaan, dan mencari kalimat-kalimat yang memiliki tanda baca. Kegiatan tersebut dimulai pukul 11.00 dan berakhir pukul 12.00, lalu dilanjutkan makan siang dan pulang.
Sebelum bu Avin pulang, peneliti melakukan wawancara dengan bu Avin terkait pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran di Sanggar Anak Alam bermula dari suatu riset yang disepakati bersama dengan anak-anak. Riset tersebut akan berkembang menjadi cakupan-cakupan belajar yang nanti nya akan dikuasai oleh anak. Ditambahkan oleh bu Avin bahwa dengan menggunakan riset, anak-anak dapat mengerti secara langsung suatu realitas dan dapat melakukan praktek secara langsung, tidak hanya teori-teori saja. Bu Avin juga mengatakan bahwa tugas fasilitator disini adalah mendampingi pebelajar untuk memperoleh pengetahuannya.
223
CATATAN LAPANGAN #30
Hari, Tanggal : 26/03/2015
Waktu : 08.30-13.00
Lokasi : Ruang belajar kelas 4 SD Sanggar Anak Alam
Kegiatan :mengikuti kegiatan pembelajaran pebelajar kelas 4 dan melakukan wawancara dengan mbak Vian
Deskripsi :
Hari ini peneliti kembali datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30 untuk melakukan pengamatan dan melakukan wawancara. Peneliti datang ke Sanggar Anak Alam pukul 08.30 dan langsung menemui mbak Vian selaku fasilitator kelas 4 Sanggar Anak Alam. Mbak Vian mempersilahkan saya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas 4 terlebih dahulu. Saya pun akhirnya masuk ke kelas 4 untuk mengamati pembelajaran yang mereka lakukan.
Tak jauh beda dari kelas-kelas lain nya, mereka memulai kegiatan dengan berdoa bersama dan melakukan pemanasan kecil di lapangan bersama elemen Sanggar Anak Alam lainnya. Setelah mereka selesai mengikuti doa bersama dan pemanasan kecil, mereka kembali masuk ke kelas masing-masing. Seperti telah diketahui bahwa kelas 4 telah menyelesaikan riset di pabrik tahu. Hari ini cakupan belajar yang direncanakan oleh mbak vian dan pebelajar-pebelajar kelas IV adalah agar anak-anak mengungkapkan ekspresi tentang risetnya di pabrik tahu dengan menggunakan puisi. Didalam target dasar belajar kelas 4 disebutkan bahwa salah satu tujuan belajar adalah mampu mengungkapkan ekspresi dengan puisi. pebelajar-pebelajar kelas 4 membuat puisi berdasarkan data riset mereka di pabrik tahu. Sebelum membuat puisi dari hasil riset, mbak vian mencoba mengingatkan kembali tentang riset yang dulu pernah dilakukan. Mereka kembali membuka catatan riset mereka. Mbak vian yang sebelumnya telah menjelaskan tentang puisi juga meminta para pebelajar untuk mengungkapkan kembali apa yang dimaksud dengan puisi. Beberapa pebelajar tampak tidak bersemangat untuk membuat puisi, namun mbak vian mencoba membangkitkan semangat pebelajar dengan bernyanyi bersama. Mbak Vian juga meminta pebelajar untuk mencari contoh puisi di internet untuk memperkuat pemahaman pebelajar tentang puisi. Review tersebut selesai pukul 10.00 dan dilanjutkan istirahat.
Setelah istirahat selesai, para pebelajar kembali melanjutkan untuk membuat puisi dari hasil risetnya. Mereka membuat puisi dengan diberi waktu 30 menit. Setelah puisi mereka selesai, mbak vian meminta para pebelajar untuk
224
membaca didepan kelas dan diberi koreksi jika ada yang kesalahan. Mbak vian yang menyuruh pebelajar untuk maju membacakan didepan kelas masih menunjukkan bahwa beberapa fasilitator masih terbawa dengan kebiasaan guru untuk menyuruh pebelajarnya, sehingga hal tersebut yang masih menjadi koreksi bagi tugas seorang fasilitator. Disisi lain, mbak vian sebagai seorang fasilitator telah memberi konfirmasi bahwa terdapat beberapa kesalahan dari puisi yang dibuat oleh para pebelajar. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran untuk mengkonfirmasi telah dilakukan dengan baik oleh mbak vian. Kegiatan hari itu selesai pada pukul 12.00 dan dilanjutkan makan siang. Setelah makan siang peneliti meminta waktu untuk melakukan wawancara dengan mbak Vian.
225
CATATAN LAPANGAN #31
Hari, Tanggal : 27/03/2015
Waktu : 08.30-13.00
Lokasi : Ruang belajar kelas I SD Sanggar Anak Alam
Kegiatan : mengikuti kegiatan pembelajaran pebelajar kelas 1 dan melakukan wawancara dengan bu Wiwin
Deskripsi :
Peneliti hari ini kembali datang ke Sanggar Anak Alam pada pukul 08.30.Peneliti peneliti mengikuti kegiatan berdoa bersama dan pemanasan kecil seperti biasa. Lalu kali ini peneliti masuk ke kelas 1 untuk melakukan pengamatan.
Di Kelas I ini dipimpin oleh fasilitator yang bernama bu Wiwin. Bu Wiwin merupakan fasilitator yang telah cukup lama berada di Sanggar Anak Alam. Bu Wiwin mempersilahkan peneliti untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas 1. Saat ini kelas 1 juga sedang mengolah data dari hasil riset mereka. Kebetulan mereka sedang riset tentang tanaman. Hari ini merupakan jadwal mereka untuk belajar berhitung dari hasil riset mereka. Riset mereka tentang tanaman adalah menanam bibit untuk diperhatikan pertumbuhannya. Saat peneliti masuk ke dalam kelas, anak-anak sedang mengukur pertumbuhan tanaman nya dengan penggaris. Setelah anak-anak mengukur, bu Wiwin mengajak mereka untuk melakukan gerak-gerak kecil agar mereka termotivasi. Bu Wiwin mengungkapkan bahwa anak kelas 1 cepat bosan, jadi harus ada pengalih kegiatan jika sudah mulai bosan.
Mereka menulis pertumbuhan nya dari hari ke hari. Bu Wiwin memandu anak-anak untuk mencatat di papan tulis perkembangan tumbuhan mereka selama seminggu terakhir. Bu Wiwin juga memancing anak-anak dengan pertanyaan “kalau hari ini tanaman si A tinggi nya 10 cm, dan seminggu yang lalu tinggi nya 5 cm, berarti tumbuhnya jadi berapa cm ya?”. Dan dari data mereka masing-masing, bu Wiwin selalu memandu anak-anak untuk menghitung. Kegiatan pembelajara kelas 1 dimulai pukul 08.30 dan istirahat pukul 10.00. lalu dilanjutkan kembali pukul 10.30 hingga 12.00 dan dilanjutkan makan siang lalu pulang.
Setelah memasuki jam pulang, peneliti meminta waktu kepada bu Wiwinuntuk melakukan wawancara seputar pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam.
226
CATATAN LAPANGAN #32
Hari, Tanggal : 01/04/2015
Waktu : 08.30-13.30
Lokasi : Ruang belajar kelas I SD Sanggar Anak Alam, ruang TA Sanggar Anak Alam.
Kegiatan : menggantikan bu Wiwin sebagai fasilitator kelas I SD Sanggar Anak Alam, mengikuti kegiatan komunitas sugar glider.
Deskripsi :
Pada hari itu peneliti peneliti seperti biasa datan ke Sanggar Anak Alam pukul 08.30. sebelum mulai kegiatan pembelajaran, seperti biasa seluruh anggota sanggar anak alam melakukan doa bersama di halaman Sanggar Anak Alam. Berdoa dipimpin oleh mas Yudhis. Setelah berdoa bersama, para fasilitator kumpul sebentar untuk memberikan informasi-informasi terbaru. Diketahui bahwa kelas I ada saat ini mengalami kekosongan fasilitator karena bu Wiwin sedang mengantarkan anaknya. Diketahui pula bahwa pukul 10.00 Sanggar Anak Alam akan kedatangan tamu dari komunitas pecinta hewan Sugar Glider. Kedatangan tamu tersebut dijelaskan oleh mas Yudhis bahwa diperlukan guna memperkuat isu Sanggar Anak Alam yang diangkat di semester ini, yaitu lingkungan. Sedangkan untuk mengisi kekosongan fasilitator kelas I pada hari ini, peneliti menawarkan diri untuk menjadi fasilitator di kelas I.
Peneliti masuk ke kelas I pada pukul 08.45. ketika fasilitator masuk, anak-anak sudah menyambut peneliti yang datang sebagai fasilitator. Peneliti mengisi kelas dengan melakukan game-game ringan karena waktu hanya singkat hingga jam 10 sebelum komunitas pecinta sugar glider datang. Game-game kecil dilakukan hingga pukul 09.30 lalu dilanjutkan dengan menggambar hingga pukul 10.00.
Pukul 10.00 komunitas pecinta sugar glider akhirnya datang. Ternyata komunitas pecinta hewan sugar glider mengajak serta komunitas pecinta hewan iguana. Seluruh pebelajar Sanggar Anak Alam berkumpul di ruang belajar TA yang cukup luas. Pukul 10.15 komunitas pecinta sugar glider dan komunitas pecinta hewan iguana memberikan penyuluhan seputar hewan-hewan tersebut, seperti asal hewan, cara merawat, dsb. Penyuluhan tersebut berakhir pukul 10.45. setelah penyuluhan selesai, mereka mempersilahkan anak-anak untuk memegang hewan-hewan tersebut dan memberikan makan. Anak-anak terlihat antusias pada
227
kegiatan tersebut. mereka saling berebut untuk memegang dan memberi makan. Anak-anak juga menanyakan hal-hal yang tidak ia mengerti tentang hewan-hewan tersebut. Dari situ terjadi diskusi kecil antara anak dengan pemilik hewan. Aktifitas tersebut selesai pukul 11.30 dan dilanjutkan makan siang lalu pulang.
228
CATATAN LAPANGAN #33
Hari, Tanggal : 01/04/2015
Waktu : 08.30-13.30
Lokasi : Ruang belajar kelas III Sanggar Anak Alam Yogyakarta
Kegiatan : pengamatan di kelas III Sanggar Anak Alam
Pada hari ini peneliti merencanakan untuk melakukan pengamatan di kelas III Sanggar Anak Alam Yogyakarta. Seperti biasa peneliti datang pada pukul 08.30 dan mengikuti kegiatan doa bersama. Lalu peneliti masuk ke kelas III.
Hari ini kelas III telah selesai melakukan riset dan sedang melakukan pengolahan data. Data tersebut diolah dan dibawa ke dalam perhitungan perkalian. Pertama kali bu Erna memulai kegiatan pembelajaran dengan mengulas kembali riset yang pernah dilakukan. Riset yang pernah dilakukan adalah riset tentang batu bata dan telur asin. Bu Erna langsung mempersilahkan para pebelajar untuk membuka data tentang jumlah telur asin yang masing-masing para pebelajar buat. Dari jumlah tersebut, lalu bu Erna membawanya ke tujuan belajar perkalian. Hingga pukul 10.00 mereka lalu beristirahat.
Pukul 10.30 mereka melanjutkan kembali tentang perkalian. Kali ini bu Erna meminta pebelajar untuk menyelesaikan soal-soal perkalian yang telah dibuat di papan tulis. Para pebelajar pun melanjutkan dengan mengerjakan soal. Setelah mengerjakan soal, bu Erna lalu membahas jawabannya bersama para pebelajar. Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 lalu piket memgambil makan siang dan para pebelajar pun makan bersama. Setelah pulang pada pukul 13.00, peneliti melakukan wawancara dengan bu Erna seputar proses pembelajaran yang dilakukan bersama para pebelajar.
229
CATATAN LAPANGAN #34
Hari, Tanggal : 08/06/2015
Waktu : 08.30-13.30
Lokasi : Sanggar Anak Alam
Kegiatan : melihat kegiatan evaluasi
Deskripsi :
Peneliti datang ke Sanggar Anak Alam setelah sekian lama tidak datang. Peneliti sengaja datang di akhir semester karena ingin melihat evaluasi yang dilakukan Sanggar Anak Alam. sebelumnya peneliti telah mengetahui dari wawancara yang dilakukan terhadap bu Sri Wahyaningsih bahwa evaluasi pembelajaran di Sanggar Anak Alam tidak kaku dan tergantung kesepakatan bersama.
Pada hari itu peneliti kelas 4 yang sedang melakukan evaluasi dengan membuat kliping yang berisi kegiatan selama satu semester. Para pebelajar kelas 4 mengumpulkan menempel foto-foto mereka pada saat riset dan memberinya keterangan. Hal yang sama juga dilakukan jenjang SMP yang membuat mading yang berisi kegiatan mereka selama satu semester, ada juga yang berisi tentang informasi-informasi yang berkaitan dengan minat mereka. Misalnya di salah satu kolom mading terdapat cara menjahit menggunakan kain perca. Diketahui bahwa menjahit adalah minat dari Vena salah satu pebelajar SMP. Jenjang kelas 3 telah membuat mading mengenai langkah-langkah membuat telur asin dan batu bata. Diketahui pula bahwa kelas 3 telah melakukan praktek membuat telur asin. Hasil penilaian berupa rapot diserahkan ke orang tua pada tanggal 20 Juni 2015.
230
Lampiran 5. Catatan Wawancara
Responden : Mas Yudhis
Kedudukan : Kepala Sekolah Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin : Pria
Hari/Tanggal : Jumat, 13 Maret 2015
Waktu : 11.00
Lokasi : Ruang administrasi Sanggar Anak Alam
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Apa perbedaan Sanggar Anak
Alam dengan sekolah-sekolah formal?
Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritisi pendidikan formal yang ada, semestinya pendidikan itu belajar hal-hal yang mendasar dari kehidupan, semestinya sekolah dekat dengan kehidupan, sedangkan sekolah formal yang ada itu mengedepankan sisi kognitif dan tidak mengakar pada kehidupan masyarakat, seperti lembaga yang berdiri sendiri. tapi sebenarnya kami tidak ingin membeda-bedakan juga.
2. Apakah di Sanggar Anak Alamterdapat jenjang-jenjang seperti dalam sekolah formal juga? Apa yang membedakan?
Anak-anak belajar sesuai dengan tahap perkembangan, kami membagi hampir sama dengan sekolah formal. Ada KB, TA, SD 1-6, dan SMP.Seperti yang telah dijelaskan tadi, dilihat dari prinsipnya, kami ingin belajar dari yang mendasar, dari kehidupan, belajar itu sederhana, orang memproduksi pengetahuan dari apa yang ia alami, dari situ muncul teks, sedangkan formal muncul dari teks dulu. Kalau kita berangkat dari konteks baru menuju teks.
3. Siapa saja yang terlibat dalam aktifitas pembelajaran Sanggar Anak Alam?
Yang jelas siapapun yang belajar disini, baik anak, orang tua, fasilitator, penyelenggara sekolah, maupun masyarakat. nah ini juga yang membedakan, sekolah pada umum nya adalah indikator yang ingin menjadikan pebelajar yang bla bla bla, kalau kita ingin membangun sebuah komunitas belajar yang melibatkan semua pihak. Itu yang menjadi perhatian kami.
4. Posisi Sanggar Anak Alamdengan aturan-aturan pemerintah itu bagaimana?
Yang jelas kalau berbicara pendidikan adalah hak dari warga negara, dan negara memiliki kewajiban untuk memberikan itu ke anak-anak. Salam sebagai warga negara juga mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan yang sesuai dengan esensi dari pendidikan itu sendiri. sebenarnya kalau ngomong aturan itu sudah ada di Undang-undang dasar tentang itu. Cuma kemudian yang menjadi multi tafsir itu turunan dari UUD kemudia pemangku kebijakan memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Lalu dari UUD menjadi teknik yang menyebabkan berbeda dari esensi. Misalnya di dinas ada yang namanya standarisasi, itu semestinya menjadi alat untuk memperkuat yang prinsipil, sementara standarisasi itu bisa menjadi penghambat. Kami berjalan juga mengkaitkan dengan Dinas Pendidikan terutama non formal karena lebih luwes dalam beberapa hal, seperti administrasi dan standarisasi.
5. Secara administrasi berarti diakui oleh pemerintah?
Kita di pemerintah masuk di dinas pendidikan non formal, dengan izin operasional berupa PKBM/Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
6. Adakah kendala-kendala yang menghambat pengelolaan
Kalau bicara hambatan, sebenarnya hambatan itu tergantung bagaimana kita menyikapi, jika dianggap hambatan maka akan
231
SALAM? menjadi hambatan, jika hal yang harus disikapi maka perlu strategi untuk menyelesaikan. Tergantung bagaimana kita mensiasati. Misalnya terkait dengan fasilitator, ketika membutuhkan 6 fasilitator ternyata hanya ada 2, bagaimana kita mensiasati nya.
7. Apakah perbedaan fasilitator SALAM dengan Sekolah formal?
Kalau bicara beda sebenarnya tidak ingin membedakan, namun prinsipnya tugas fasilitator disini adalah memfasilitasi, akrena yang kita upayakan adalah anak bisa menemukan sendiri. kecenderungan guru di sekolah formal adalah memberitahu, sehingga proses nya adalah transfer ilmu, sementara kita tidak mentrasfer ilmu tapi bagaimana kita memfasilitasi agar anak dapat menemukan ilmu nya sendiri, oke kita sudah tau, tapi jangan kita kemudian memberitahu. Fasilitator tidak mengajar tetapi memfasilitasi, misal nya kita mengajak atau menggerakkan anak untuk bertanya-tanya agar anak mencari tau.
8. Adakah kualifikasi khusus jika ingin menjadi fasilitator?
Yang penting, orang itu mau belajar, kalau kita mau belajar maka akan mudah ketika menemani anak-anak mencari tau, lalu yang kedua dia harus punya keasikan dengan anak-anak, seperti berkomunikasi, pendekatan untuk menjadi teman bisa mudah jika punya keasikan, lalu yang ketiga dia punya keterbukaan untuk kerja tim, baik dengan anak-anak, orang tua, maupun fasilitator yang lain, yang keempat adalah komitmen waktu.
9. Adakah pelatihan-pelatihan khusus untuk menjadi fasilitator?
Kita tidak memakai model yang konvensional, tetapi ya sama, fasilitator itu seperti anak-anak agar dapat menemukan agar bisa menguasai begitu. Kita punya ruang belajar, ketika kita bersama dengan anak-anak dan kumpul setiap jumat untuk sharing dengan sesama fasilitator, nah disitu ruang belajarnya. Bisa juga diskusi intensif dengan koordinator unit.
10. Untuk jumlah pebelajar di Sanggar Anak Alam sendiri ada berapa ?
Sekitar 140 orang.
11. Apa sebenarnya motivasi orang tua menyekolahkan anaknya di Sanggar Anak Alam?
Motivasi nya beragam, yang jelas mereka kesini karena mencari sekolah yang bisa memberi ruang anak nya untuk ber eskplorasi, ada juga yang kesini karena anak nya mendapatkan penolakan dimana-mana.
12. Bagaimanakah proses pembelajaran yang dilakukan Sanggar Anak Alam secara umum?
Pembelajaran yang dilakukan di SALAM itu prinsipnya anak menemukan sendiri,artinya ia mengalami proses belajar, jika di struktur kan maka akan seperti sebuah daur. Dari dia mengalami, melakukan sesuatu, mengungkap data informasi yang diperlukan lalu data itu diolah, distrukturkan, di sistemasikan sehingga ia memahami alur dan kerangka nya, lalu bisa menyimpulkan. Jika sudah menyimpulkan dapat diterapkan ke hal-hal yang lain. Daur itu ada daur kecil dan besar. Misalnya daur kecil itu sebagai contoh anak dalam proses harian sedang bermain, tiba-tiba ia menangis. Kita harus cari data kenapa dia menangis, misal nya kesenggol teman lalu jatuh, apakah sengaja atau tidak, lalu informasi tersebut dikumpulkan dan maka anak akan tau penyebabnya.
13. Secara lingkup yang lebih luas/besar, daur belajar itu seperti apa?
Daur belajar diterapkan di kelas dan memang di fasilitasi oleh anak sendiri secara langsung. Sebenarnya daur itu tidak terpisah, namun kita tidak perhatikan. Misal nya di dalam kelas memiliki capaian tertentu, untuk sampai kesana dia melakukan riset, dan riset itu yang disebut pengalaman. Pengalaman menjadi daur ketika kemudian data-data nya diungkap, dan data-data yang diungkap itu diolah sampai pada dia punya kesimpulan.
14. Sedangkan slogan-slogan SALAM “mendengar saya lupa,
Kan kalau dilihat itu yang paling pokok itu “menemukan sendiri saya kuasai”, nah itu yang saya ceritakan tadi, bahwa anak mengalami
232
melihat saya ingat, melakukan saya paham dan menemukan sendiri saya kuasai” dan daur belajar itu implementasi nya seperti apa?
sebuah peristiwa, dan jika peristiwa itu dibongkar dan di strukturkan akan menjadi daur belajar. jadi daur belajar dan peristiwa itu tidak terpisah.
15. Berarti bisa disebut Sanggar Anak Alam belajar nya berbasis pada pengalaman?
Iya..
16. Apakah dengan belajar dari pengalaman ini tampak sesuatu yang berbeda dari anak-anak?
Jika anak-anak memutuskan sesuatu pasti berdasarkan data, artinya ketika misalnya anak akan membeli sesuatu, pasti dia akan mengecek dulu makanan ini sehat atau tidak. Namun kita tidak bisa memukul rata pada setiap anak mampu seperti itu, karena untuk sampai disitu, kecepatan anak berbeda-beda.
17. Untuk metode-metode pembelajaran yang digunakan SALAM sebenarnya ada pakem nya tidak ?
Kalau kita bicara daur belajar itu proses sebenarnya didalamnya ada proses pengalaman, pengalaman itu misalnya pengalaman sendiri, masing-masing anak memiliki sendiri walaupun dilakukan secara bersama-sama. Anak-anak juga punya data masing-masing, data itu kemudian di compare dengan data teman-teman lain.akhirnya menjadi data bersama, data milik kelas. nah data milik kelas akan ditarik lagi ke sendiri-sendiri. nah lalu dari situ diolah, lalu sampai pada kesimpulan, itu ada kesimpulan umum/bersama dan ada kesimpulan masing-masing.
18. Jadi metode nya lebih pada pengalaman dengan menggunakan pencarian dan pengolahan data?
Iya, sehingga, dia menjadi tau, karena dia memproses data yang dimiliki. Oh ada yang seperti ini, seperti ini, dan seperti ini. Lalu mereka melihat pola dan sampai kesimpulan.
19. Untuk Sanggar Anak Alam apakah mengacu pada kurikulum pemerintah?
Kita sebenarnya membuat kurikulum sendiri tetapi kita tetap memperhatikan kurikulum yang dibuat dinas. Misalnya ada cakupan belajar jika kita menyebutnya, nah itu seperti yang ada pada SKKD pada KTSP. Tetapi yang membedakan nya, KTSP berdiri sendiri-sendiri, sementara kita menjadi satu kesatuan. Kita meletakkannya pada fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi yang paling penting disini adalah fungsi pada pendokumentasian pengetahuan. Yang bisa kita pakai dalam pendokumentasian pengetahuan adalah teks/simbol, kita bisa pakai dengan bahasa/matematika. Maka itu ditempatkan pada posisi yang dimunculkan. Fungsi untuk menulis/teks/pendokumentasian. Teks tersebut berasal dar peristiwa/konteks. Kalau konteks di mata pelajaran itu bisa mengambil dari IPA/IPS, seperti alam,kemanusiaan, atau sosial. Kalau di SALAM, itu menjadi media riset nya. lalu yang menilai-nilai itu ada di sikap ketika ia berinteraksi dengan pekerjaan, teman, lingkungan. Nilai-nilai muncul disitu. Lalu kaitannya dengan muatan sosial/budaya, seni itu ada di proses. Ketika dia menulis, menuangkan gagasan, berkomunikasi dsb, yang kesemuanya melibatkan rasa.
20. Lalu, Apakah fungsi/peran fasilitator dalam proses pembelajaran di SALAM? Jika dilihat dari pernyataan sebelum-sebelumnya, berarti metode yang digunakan antara fasilitator dan pebelajar bukan metode satu arah dan lebih condong ke diskusi?
Sebenarnya yang punya peran penting itu individu-individu anak sendiri. mereka yang akan menjadi penemu-penemu. Jika anak tidak punya data maka tidak bisa berdiskusi. Maka dalam model ini, anak harus punya data dulu. Jika tidak punya, dia hanya akan dapat cerita.
21. Adakah hal-hal yang perlu disikapi dari perbedaan antara
Yang penting bagaimana kita punya kesepakatan dengan orang tua, diskusi diawal dengan orang tua menjadi penting, dengan memberitahu
233
SALAM dan sekolah formal, contohnya dari lingkungan sekitar yang memandang pakem sekolah itu adalah sekolah formal, sedangkan SALAM tidak sesuai dengan pakem sekolah pada umum nya?
prinsip-prinsip belajar yang ada di Sanggar Anak Alam. Jika sepakat maka terus, jiak tidak maka mundur, mesti tegas di awal.
22. Adakan aturan-aturan khusus yang dimiliki Sanggar Anak Alam?
Kita tidak membuat aturan, yang kita bangun adalah kesepakatan. Kesepakatan yang muncul dari pengalaman. Ketika hanya satu orang, maka keputusan ada pada diri sendiri, jika ada/melibatkan orang lain maka ada harus ada kesepakatan-kesepakatan karena disitu ada dua kepentingan karena itu lebih dari satu kepentingan agar semua terfasilitasi.
23. Peneliti juga pernah dengar tentang forum orang tua SALAM pada hari jumat, apa saja yang dibahas?
Forum orang tua pada prinsip nya adalah forum belajar atau forum yang membicarakan tentang proses pembelajaran yang ada di kelas. forum kecil adalah forum kelas, itu untuk membicarakan bagaimana mendukung proses-proses pembelajaran di kelas, sedangkan forum besar untuk memfasilitasi yang lebih besar.
24. Peneliti juga pernah mendengar bahwa SALAM sengaja memilih posisi bangunan dekat dengan sawah agar bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar khususnya masyarakat tani, apakah benar begitu dan apa maksud yang sebenarnya dari hal itu?
Pertama, SALAM memang berada disini karena bu Sri Wahyaningsihsebagai pendiri itu tinggal disini. Kedua, kita memanfaatkan apa yang ada. Lalu kembali pada prinsip tadi, kita ingin belajar dari kehidupan, kehidupan bermasyarakat. Masyarakat itu hidup berdampingan, maka kita tidak merubah apapun yang ada disini, kita memanfaatkan yang ada untuk belajar.
25. Tujuan Sanggar Anak Alam itu sebenarnya apa?
Tujuan utama nya adalah memberikan ruang bagi anak atau pendidikan dasar untuk berada pada esensi, mengembalikan esensi pendidikan dasar, itu yang ingin kita upayakan. Esensi nya pendidikan dasar berarti hal-hal yang mendasar yang kita pelajari, kemanusiaan, kehidupan manusia sendiri, maka itu perlu mendapat perhatian, maka ada 4 perspektif yang kami giatkan yaitu pangan, kesehatan, lingkungan dan sosial budaya. Belajar nya alamiah seperti yang ada dalam daur belajar itu.
26. Berarti harapannya anak-anak juga bisa melek terhadap realitas kehidupan?
Iya, ketika dia punya kesadaran dan kekritisan maka ia dapat mengetahui apa yang harus dia lakukan, sebagai diri, sebagai warga komunitas, dan sebagai warga negara.
234
Responden : Mas Timo
Kedudukan : Fasilitator Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin : Pria
Hari/Tanggal : Jumat, 13 Maret 2015
Waktu : 13.00
Lokasi : Ruang Belajar SMP Sanggar Anak Alam
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan menjadi fasilitator
Sanggar Anak Alam?Bergabung di Salam ikut workshop nya desember 2013, sekitar 1 tahun 3 bulan sudah.
2. Apakah ada motivasi khusus untuk menjadi fasilitator Sanggar Anak Alam?
Kebetulan saya sudah sarjana, waktu itu tertarik dengan SALAM karena metode belajar yang unik dan suasana disini, ingin ikut belajar saja, karena membuka kesempatan untuk itu
3. Tadi mas katakan bahwa ada metode belajar yang unik di Sanggar Anak Alam? Itu seperti apa ya?
Jadi untuk belajar disini kita melakukan sesuatu dulu, biasa nya kita namakan riset, misalnya kita menanam cabe atau naik bis dulu, setelah itu baru kita belajar dari apa yang telah kita lakukan tersebut, jadi melakukan dulu baru belajar di kelas.
4. Apakah sebelumnya pernah belajar atau tau tentang metode pembelajaran, kurikulum , dsb, yang berkaitan dengan pembelajaran?
Saya tidak tau, saya lulusan psikologi, sebenarnya pernah ada mata kuliah psikologi pendidikan, tapi saya tidak tertarik, namun setelah di SALAM saya menjadi tertarik, walaupun tidak tau istilah-istilah pendidikan seperti pedagogi, dsb.
5. Apakah tugas-tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam?
Ini yang unik , daripada sekolah yang saya ketahui. Kalau disini kan guru disebut fasilitator. Sesuai istilah tersebut, jadi kita disini hanya menfasilitasi anak-anak, kita hanya mendapingi dan membuat kondisi dimana anak bisa belajar bisa. Istilah nya seperti memancing, kita hanya menyediakan pancing lalu mengajak ke sungai, nah bagaimana memancing nya itu anak sendiri yang melakukan kita hanya mendampingi, anak yang belajar sendiri. jika seperti itu.
6. Secara spesifik perbedaan guru dan fasilitator?
Secara spesifik di pendampingan. Kalau di guru umum nya, guru lebih sering menyampaikan materi, terus kita ikuti, lalu ada pertanyaan kita tanyakan lalu guru menjawab. Kalau disini fasilitator hampir sama, hanya proses nya berbeda, di awalnya kita melakukan dahulu kalau ada anak yang ingin bertanya baru kita jawab. Bukan kita menjelaskan dahulu, anak-anak melakukan dulu baru bertanya jika ada pertanyaan.
7. Selama ini apakah sudah menjalankan tugas fasilitator secara baik?
Secara bersama-sama, di setiap mulai semester sebelumnya ada workshop jadi kita menyiapkan rencana belajar semacam silabus, di silabus kan ada materi-materi yang akan diajarkan. Tapi rencana belajar yang kami buat tidak sedetail silabus, rencana yang kami lakukan biasanya memilih tema riset, baru menyusun apa yang bisa dipelajari dari tema riset. Misal transportasi, yang bisa dipelajari misal profesi pak supir, atau biologi tentang kuda, tentang kehidupan sosial atau pengetahuan sosial kita belajar tentang fungsi transportasi sebagai alat transportasi zaman dulu, sekarang, dan kedepan nya. tentu saja kami juga mengacu pada kurikulum nasional,
235
hanya kami mengambil indikator-indikator yang berkaitan dengan tema saja, yang penting dengan kehidupan anak-anak. Setelah rencana itu, kami juga melakukan evaluasi berdasarkan hasil pekerjaan-pekerjaan anak, mana yang sudah berhasil dilakukan dan mana yang belum, selama ini sih kami rasa sudah bisa melakukan tugas dengan baik.
8. Berarti untuk indikator mengambil dari kurikulum nasional namun proses nya disesuaikan dengan cara Sanggar Anak Alam?
Iya begitu.
9. Apakah anda memandang pebelajaryang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar ? bagaimana anda memandang pebelajar?
Kalau anak-anak dalam proses pembelajaran, saya mencari istilah namun tidak ketemu mas, tapi bisa dibilang teman belajar. jadi, anak–anak itu sebagai teman belajar, mereka belajar sesuatu juga kita untuk belajar sesuatu juga mas. tentang bagaimana biar mereka motivasi belajar nya ada, kita bagaimana membantu mereka menciptakan kondisi belajar yang mereka sukai dan antusias. Jadi anak-anak ini sebagai subjek, jadi kita memanusiakan dia. selama ini pengalaman saya dari SD-SMA itu merasa belajar itu nggak ada gregetnya, dan belajar hanya saat ujian saja, karena tidak menantang dan tidak perlu. Kalau disini dengan memperlakukan anak-anak sebagai teman belajar, menganggap mereka bisa belajar sendiri, nah itu mereka akan belajar akhirnya akan menjadi sesuatu yang mereka butuhkan dan menyenangkan, dan bukan membosankan dan tidak penting.
10. Selama menjadi fasilitator pembelajaran seperti apa yang pernah dilakukan? Contoh riset mungkin?
Dulu kami pernah melakukan, setau saya dulu riset profesi yang ada di Indonesia. Tapi sekitar sini mas, tidak perlu jauh-jauh, di lingkungan sekitar sini saja sudah cukup, anak-anak mewawancarai ada yang profesi nya sebagai pekerja salon, penjual angkringan, petani, pokoknya di sekitar lingkungan sini. Selain itu juga dulu kita belajar transportasi, dulu sepeda, belajar sampai dulu kita merakit sepeda, lalu transportasi kereta api, dan terakhir kemarin andong.
11. Apa saja metode-metode yang digunakan di SALAM? Tadi kan disebutkan bahwa anak tidak diberi materi? Lalu seperti apa?
Lebih banyak memang diskusi akhirnya, juga memberikan tugas-tugas, tapi tugas-tugas tidak seperti yang ada di sekolah-sekolah, namun justru disini tugas kadang-kadang menjadi awal mula kita membuat sesuatu, menjawab tugas-tugas tersebut dari berbagai referensi, setelah dikerjakan lalu kita bahas bersama-sama.
12. Implementasi daur belajar dengan pebelajar seperti apa ?
Daur belajar itu kan dari lakukan, lalu analisis, dan seterusnya, saya agak lupa. Implementasi nya kami lakukan. Kami lakukan dengan misalnya tadi profesi, kami melakukan wawancara dengan petani, mbak salon, penjual soto. Kita wawancara dulu, lalu kita dapat data, olah data, lalu kita analisis, lalu dibuat kategorisasi profesi itu ada apa saja. Kurang lebih seperti itu.
13. Apa kendala menjadi fasilitator? Kalau boleh jujur, lebih pada semangat. Menjaga semangat untuk datang kesini, menunjukkan semangat ke anak-anak agar semangat belajar, kadang-kadang kan situasi di sekolah kan tidak semangat. Jadi kalau fasilitator nggak semangat, maka itu jadi dampak. Nah itu menjadi tantangan. Menjaga semangat itu kadang kurang konsisten saya lakukan, kadang semangat kadang tidak. Begitu.
236
Responden : Ibu Sri Wahyaningsih
Kedudukan : Pendiri Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin : Wanita
Hari/Tanggal : Jumat, 20 Maret 2015
Waktu : 10.00
Lokasi : Teras Rumah Bu SW
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Lembaga apakah sesungguhnya
Sanggar Anak Alam?Kalau kami sebetulnya komunitas yang menitiberatkan pada pendidikan.
2. Kapankah Sanggar Anak Alam memulai aktifitas pembelajaran?
Kami memulai sejak tahun 1983, dulu di Lawen Banjarnegara, di Yogyakarta tahun 2000.
3. Hal-hal apa yang mendasari terbentuknya Sanggar Anak Alam?
Sebetulnya sangat panjang, jadi kami melihat ada kesenjangan dan ada juga masalah-masalah terkait dengan anak-anak. Awalnya di lawen banyak anak putus sekolah dan pernikahan dini, kemudian kami merasa perlu dan terpanggil apa yang dapat saya lakukan dari situasi itu, dari pernikahan usia dini akan menimbulkan rantai anak momong anak, dan akan menjadi masalah besar karena secara psikis mereka belum siap, dan ini akan menjadi rantai yang tidak terputus. Nah bagaimana memutus mata rantai tersebut agar menjadi perbaikan.
4. Berarti Sanggar Anak Alam bermula dari adanya kesenjangan sosial di masyarakat?
Iya, dan juga sebelum ke lawen saya tahun 1983 bergabung dengan Romo Mangunwijaya di lembah code, dan itu juga banyak menghadapi gelandangan-gelandangan, pengemis, dan banyak masalah sosial yang banyak di kota, dan ternyata orang tersebut banyak dari desa. Dulu transmigrasi lalu gagal, mau pulang ke desa mereka sudah tidak punya akses, dan terdampar di kota jadi gelandangan. Sehingga saya terpanggil kalau hanya melayani mereka itu ibarat mengobati luka tidak dari akar nya, sehingga saya terpanggil untuk pulang ke desa, dan ternyata demikian yang ada di desa bahwa banyak anak putus sekolah dan pernikahan dini.
5. Siapa sajakah yang terlibat dalam pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam?
Kalau disini yang belajar tidak hanya anak, karena ini komunitas, maka yang harus belajar juga fasilitator, orang tua dan masyarakat. jadi kita menjadi satu kesatuan, menciptakan ruang belajar bagi siapapun.
6. Posisi Salam terkait dengan aturan pemerintah?
Kalau kami tidak masalah, ada tiga pilar pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sebenarnya kami ingin menjalankan itu, nah kalau perkembangan sekarang, sekolah menjadi institusi tersendiri yang mengurangi keterlibatan orang tua dan masyarakat, itu menurut saya justru kekeliruan besar. Karena pendidikan harus berlangsung di dalamnya, kalau bermasyarakat manusia adalah makhluk sosial, jadi tidak mungkin sendiri. kelaurga harus menjadi proses pembelajaran yang utama dan pertama, itu yang harus dilakukan.
7. Apakah sebenarnya peran fasilitator di Sanggar Anak Alam?
Sebenarnya kami memakai nama fasilitator itu juga bukan tanpa alasan, kami sangat banyak alasan, karena kami percaya bahwa anak adalah maha guru bagi dirinya, sehingga yang
237
dibutuhkan adalah fasilitator itu tadi, pendamping , jadi bagaimana kita mendampingi, juga sama seperti yang Ki Hajar Dewantara katakan bahwa Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangunkarso, Ing Ngarso sung Tuladha. Itu sebenarnya pembelajaran yang aktif. Jadi kita sejajar dengan anak-anak. Pada dasarnya anak adalah maha guru, kita harus memberi keleluasaan supaya mereka mampu menemukan ilmu pengetahuannya sendiri, kita mem back up, nah itu makanya kita katakan fasilitator atau pamong jadi bukan guru, kalau guru kan cenderung menggurui. Kata fasilitator itu lebih setara dengan anak-anak.
8. Apakah perbedaan antara fasilitator Sanggar Anak Alam dengan Guru sekolah formal? Apakah metode yang digunakan atau hal yang lain?
Tidak hanya sekedar metode, ini adalah paradigma. Kalau metode bermacam-macam, kalau ini adalah yang mendasari yaitu pola pikir seperti itu, kita benar-benar mendudukan anak sebagai subjek, belajar itu produktif harus menghasilkan ilmu pengetahuan, bukan hanya sekedar transfer, kalau guru lebih tau dulu lalu mentransfer ilmu nya kepada anak-anak. Ini perbedaan yang mendasar. Jadi bagaimana kita menghantar anak, mendapimngi anak agar anak mampu menemukan ilmu pengetahuannya sendiri, ia menjadi subjek yang aktif, dia menjadi pembelajar, sama fasiliatator juga harus menjadi pembelajar. Sesungguhnya mengajar itu orang yang tidak bisa belajar tidak mungkin bisa mengajar.
9. Ada berapa Jumlah pebelajarSanggar Anak Alam saat ini/
Kalau pertahun nya kurang lebih 140. Rata-rata setiap tahun nya 140.
10. Adakah Jenjang-jenjang di Sanggar Anak Alam?
Mulai dari TA, KB, SD, SMP. Sekalipun kita tidak terlalu ketat dalam hal itu. ada juga anak Autis disini, kalau secara akademis kan mereka tidak bisa ikut kelas, tapi ini angkatan saja agar mereka punya teman yang sama, karena bagaimanapun anak-anak seperti itu perlu pengakuan dan dihargai, jadi mereka tetap naik kelas.
11. Berarti juga anak-anak akan naik kelas setiap tahun nya?
Memang kita tidak mengenal tinggal kelas, namun kita mendampingi, jadi kalau mereka ada yang belum mampu dari target yang ditentukan, misalnya pada target kelas 1,2,3 yaitu calistung, kemudian kelas 4 keatas yaitu mengaplikasian calistung untuk mempelajari sesuatu yang lebih luas lagi.
12. Dengan format yang berbeda dari sekolah formal, adakah alasan khusus orang tua pebelajar menitipkan anak nya untuk belajar di Sanggar Anak Alam?
Ada, jadi yang disini kan yang di tes orang tua nya, anak-anak tidak kami permasalahkan, orang tua yang harus diyakinkan, agar tidak terjadi bahwa Salam bohong, karena tidak seperti sekolah lain. Ini di depan harus clear agar orang tua paham tentang proses pembelajaran di SALAM, orang tua juga harus terlibat, keterlibatan sejauh apa, bagaimana, dan agar sinergi antara sekolah dengan rumah. dan orang-orang yang sudah memantapkan diri, itu adalah orang yang siap untuk bersama-sama. Karena menurut saya, pendidikan adalah gerakan. Bukan hanya output akademis, namun juga proses hidup, yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kita bersama memperjuangkan agar anak Indonesia punya karakter Indonesia dan karakter kuat. Dan ini bukan hanya tugas sekolah saja, namun juga tugas orang tua dan keluarga.
13. Bagaimanakah proses pembelajaran Sanggar Anak Alam secara umum? Apakah sama dengan sekolah formal yang mengikuti kurikulum atau
Kurikulum sebanarnya kan pedoman, output atau capaiannya mau apa, pedoman mestinya mengarahkan kita mau kemana. Sudah saya katakan tadi, untuk kelas 1 2 3 bagaimana menghantarkan anak agar bisa calistung. Kemudian membaca apa, menulis apa, nah itu yang harus dibicarakan bersama. Nah
238
seperti apa? kita punya cakupan-cakupan belajar, misal untuk kelas 1 menguasai berapa suku kata, dsb. nah capaian-capaian ini yang telah kita sepakati di awal, kita mengambil dari kurikulum nasional lebih pada cakupan. Nah isi atau proses nya kita sesuaikan karena disini adalah belajar melalui pengalaman. Semua harus melalui riset, harus mengalami sendiri. jadi bukan buku paket, tapi dari alam semesta ini. Dari peristiwa yang dihadapi setiap hari, melalui penelitian atau riset kecil-kecilan. Bagaimana mereka tau tentang simbol-simbol seperti angka dengan menggunakan benda yang ada di sekitarnya. Kemudian huruf juga berawal dari bunyi, mereka mulai mengenal bunyi-bunyian, mendengarkan, nah bagaimana mengoptimalkan panca indera/tubuh, sebagai alat untuk mencari data. Nah dari data lalu diolah, dianalisa, direfleksikan, dan sampai pada kesimpulan. Nah seperti itu, tubuh dan panca indera ya sesuai dengan tingkat usia nya, tentu berbeda antara KB dan SMP, namun apa yang ada di diri kita ini perlu kita optimalkan.
14. Di Sanggar Anak Alam juga memiliki daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pembelajaran, seperti apa implementasi dari daur belajar tersebut?
Nah itu tadi memang daur belajar. mulai dari merencanakan, melakukan, menganalisa, mengambil kesimpulan, nah jadi kita belajar yang terstruktur sebetulnya. Jadi tidak kemudian sudah menentukan materi, menentukan tema, namun bagaimana anak menemukan tadi kan harus ada strukturnya, jadi menggunakan struktur itu, sebenarnya untuk belajar orang dewasa, namun ternyata anak lebih mudah dengan model seperti itu.
15. Slogan mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan sendiri saya pahami, menemukan sendiri saya kuasai., itu apa yang dimaksud?
Itu tadi, mereka diberi kesempatan, kalau misal mendengar kan itu sekedar diceritain tadi, kalau melihat itu anak hanya melihat gambar-gambar, tapi disini justru mereka melakukan sendiri. mulai dari perencanaan, riset akan apa, melakukan dan sampai mereka menemukan. Jadi itu mereka lakukan, tidak hanya slogan, nah anak-anak beraktifitas yang riil dan juga fasilitator juga harus mengamati dan bersama-sama dalam riset, baik pebelajar maupun fasilitator. Supaya bisa kroscek apakah yang ditemukan anak-anak itu benar nggak. Misal nya kemarin anak kelas 1, mereka kan belum bisa menulis lancar, kebetulan kemarin kan riset nya pasar ikan, mereka bisa bertanya atau mengingat, namun kan daya ingat terbatas, harus dicatat, dan mereka kan mencatat masih ada salah, nah kalaun fasil tidak menyertai nya dari mana bisa membetulkan jika ada yang keliru, sehingga harus dilakukan bersama. Kemudian nanti di kroscek apa yang ditemukan fasilitator dan anak lalu timbul diskusi. Nah itu lalu fungsi nya analisa tadi. Nah itulah fungsi nya belajar tidak hanya sendiri, namun bersama dengan teman-teman nya, dengan fasilitator itu bisa terjadi.
16. Dengan perbedaan pembelajaran yang ada pada Sanggar Anak Alam, Selama ini adakah kendala-kendala yang dirasakan? Misalnya hubungan antara fasilitator dan anak atau kendala yang lainnya?
Ya banyak, dulu fasilitator kan mendapatkan pelajaran bukan seperti yang ada disini, jadi keinginan untuk mengajar itu kuat. Dan ada rasa tidak percaya terhadap anak-anak untuk belajar, inti nya kepercayaan fasilitator terhadap anak-anak. Itu kadang-kadang ragu-ragu. Saya menyadari bahwa fasilitator juga perlu berproses, maka dari itu yang berproses bukan hanya anak namun fasilitator, dia harus menemukan juga. Yang riset bukan hanya anak namun fasilitator, kan selama ini belajar dari buku, hanya transfer pengetahuan, namun belum tentu bahwa itu benar. Misal nya seperti kemarin itu seperti mencangkok tanaman, ternyata mereka nggak yakin yang dicangkok ranting nya sebesar apa, nah karena belajar dari buku. Dari situ timbul
239
keragu-raguan. Maka perlu bertanya kepada yang lebih tau. Kadang-kadang fasilitator tidak yakin karena belajar nya tidak dari pengalaman dan hanya dari buku, dan menerjemahkan yang dari buku ke kenyataan itu berbeda. Seperti juga kemarin SMP belajar transportasi. Ternyata alat transportasi dari awal nya hanya sebagai alat untuk memindahkan barang/orang, tetepi sudah bergeser menjadi alat gengsi, ada nilai yang kesana. Nah ini juga pengalaman, ternyata orang punya mobil dengan merk tertentu ternyata bukan hanya alat transportasi, tetapi juga alat untuk menaikan harga diri yang semu sebetulnya, nah ini pengalaman-pengalaman yang ada. Juga seperti dalam hitung-hitungan, lima kurang satu, nah kurang itu apa artinya, bisa mati bisa dicuri, dulu waktu mereka memelihara ikan, ternyata tidak ada bangkai nya, nah ini bisa saja dicuri. Nah jadi kita belajar hitung pun bisa menjadi masalah sosial. Nah ini yang kadang-kadang fasilitator tidak sampai kesana, karena dulu belajar nya sendiri-sendiri, matematika sendiri, sosial sendiri, bahasa sendiri, sementara dengan praktek langsung dengan riset, bisa mempelajari banyak hal. Ini yang menjadi kendala, sejauh mana fasilitator memiliki paradigma.
17. Sebenarnya apa Tujuan utama atau tujuan pokok dari Sanggar Anak Alam?
Ya kami sebetulnya menciptakan ruang, karena pendidikan itu sepanjang masa, hiduplah, itu bagaimana proses ini benar-benar dilalui, kami tidak mengerdilkan arti pendidikan hanya sekolah, nah ini pelajaran hidup, sehingga yang dipelajari adalah hal-hal yang kita berkaitan dengan kehidupan. Kenapa kita kemarin melakukan pesta panen, nah itu juga dalam rangka itu. menjadi wujud nyata bahwa kita menciptakan ruang belajar bagi semua.
18. Berarti pesta panen dan ada pasar SALAM itu bentuk pen-sinergian antara
Iya bentuk pensinergian dan juga kita mengembalikan kalau kita itu punya kearifan lokal, nenek moyang kita dulu menciptakan itu bukan tidak alasan, agar supaya orang menjaga keseimbangan alam, tidak mengeksploitir bumi, harus dipelihara, agar dapat diwariskan ke anak cucu, memayu hayuning bawana, itu sungguh terjadi, mengapa dulu waktu panen di share, anak-anak diutamakan, itu semua ada alasannya. Dari dulu nenek moyang sudah belajar simbol-simbol, walaupun bukan dalam bentuk tulisan, seperti dalam bentuk ubo rampe wiwitan kemarin. Jadi nenek moyang itu dulu memberi pelajaran, dan ini juga pembelajaran. Jadi membaca, itu tidak hanya sekedar membaca ba bi bu be bo, namun juga membaca suasana, membaca situasi, harus terus menerus dilakukan, itu kenapa kami disini melarang belajar membaca hanya ba bi bu be bo yang tidak bermakna, tapi kita membaca dari sesuatu yang nyata atau yang riil. Itu juga tantangan bagi fasilitator. Membaca dalam arti yang sesungguhnya. Kata orang timur yaitu pendidikan hati, setiap manusia adalah memiliki kehendak bebas.
240
Responden : Bu Avin
Kedudukan : Fasilitator
Jenis kelamin :Wanita
Hari/Tanggal : Rabu, 25 Maret 2015
Waktu : 10.30 & 12.30
Lokasi : Ruang belajar Kelas II SD Sanggar Anak Alam
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan menjadi fasilitator di
Sanggar Anak Alam?Sudah sejak 2010, namun sempat off hampir 2 tahun.
2. Adakah motivasi khusus menjadi fasilitator Sanggar Anak Alam?
Tidak ada, simple aja. awalnya sih ingin jadi full time mother, Cuma karena keadaan ekonomi belum menunjang. Ya sudah saya cari yang bisa tetap dengan anak-anak dan mendapat pendapatan. (kedua anak bu AV semua nya pebelajarSALAM). Ternyata disini saya enjoy, selain bisa ngawasin anak, saya juga enjoy disini. 2 tahun disini saya pikir bukan mengajar, tapi belajar dari mereka.
3. Sebelumnya apakah mengerti tentang pembelajaran seperti metode, kurikulum ,dsb?
Saya nggak mengerti sama sekali, Cuma dulu itu waktu cari sekolah untuk anak, saya sudah tidak suka dengan pendidikan sekarang ini, jadi saya survey beberapa sekolah yang seperti SALAM ini. Saya kemari hanya modal hati aja. Dengan niatan nanti belajar aja lah. Lalu kan di dalam nya nanti ada dinamika dan ada workshop
4. Apakah anda mengerti tentang tugas-tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam?
Tugas fasilitator sebenarnya, kita Cuma mendampingi anak-anak untuk mencoba mengerti akan kebutuhan mereka.
5. Menurut anda, apa perbedaan fasilitator dengan guru?
Mereka hanya memberi, jadi memang benar-benar, seperti lagu dulu itu kalau guru Cuma memberi, kalau ada buku ya berarti memberi dari buku itu. kalau disini kan menurut saya pribadi, kami (fasilitator) mengajak anak-anak mengerti akan kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan akademik, disitu yang kita akan masuk di bagian akademik, sebenarnya ya tugas fasilitator ya itu tadi.
6. Apakah anda memandang pebelajaryang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar? (jika tidak), bagaimana anda memandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
Tidak sih, semua orang bisa pintar, saya lebih suka dengan anak cerdas, dari persepsi saya pintar itu bisa dilihat dari nilai, sementara nilai itu orang nyontek aja bisa, saya lebih suka cerdas, sementara jika kita lihat anak sebenarnya semua cerdas, Cuma bagaimana persepsi kita melihat dari mana, bagaimanapun setiap anak itu berbeda, mereka punya kecerdasan masing-masing. Ingin nya dari kecerdasan masing-masing, mereka sadar akan kebutuhan mereka.
7. Bagaimana menurut anda pembelajaran yang dilakukan di Sanggar Anak Alam?
Kita memang membebaskan anak, tetapi kita ke kehidupan nyata aja lah. Kita kan mengajak anak-anak untuk melihat kehidupan nyata, di kehidupan nyata ini kan sebebas-bebasnya kita tidak bisa bebas banget kan, pasti ada kesepakatan-kesepakatan. Tidak bisa bebas banget, tetep ada lingkup nya, dan ada kesepakatan-kesepakatan bersama, seperti menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan. Sebenarnya itu sudah mencakup semuanya kan. Jadi tinggal bagaimana kita
241
menjabarkan itu ke anak-anak untuk mengaplikasikannya itu. 8. Tadi dijelaskan bahwa ada
kesepakatan-kesepakatan di Sanggar Anak Alam, siapa yang membuat kesepakatan-kesepakatan tersebut?
Kalau kesepakatan yang menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan, saya tidak tau, Cuma sebenarnya penjabaran dari ketiga nya itu dijabarkan di kelas masing-masing, biasanya dilakukan di awal tahun dengan dibuat bersama pebelajar. Kesepakatan itu enak, sangat membantu fasilitator, jadi saat anak agak rewel lalu tinggal diminta melihat lagi kesepakatan yang telah kita buat bersama.
9. Jadi kesepakatan itu yang membuat fasilitator dan pebelajar?
Iya, malah kalau bisa dari mereka, dari benar-benar mereka yang buat, itu juga jadi senjata fasilitator.
10. Di Sanggar Anak Alam terdapat daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pem-belajaran dan ada riset, ba-gaimana implementasi nya di dalam proses pembelajaran anda dan pebelajar?
Ya sebenarnya contoh aja seperti yang tadi, kalau dalam daur belajar nya salam kan biar mereka mencari sendiri kan, lalu menganalisis kemudian nanti kita lihat-lihat lalu aplikasi. Nah seperti tadi kan kita mau masuk ke tanda baca, sebenarnya kalau umpamanya kita susah kan mengajarkan tanda baca secara teoritis, kalau seperti tadi yang saya bikin, dengan memberikan misi berburu tanda baca yang ada di bacaan, kemudian tadi ada muncul tanda-tanda yang belum mereka mengerti, tapi ditulis aja. Setelah di dapat dalam kalimat, lalu dibaca. Setelah ketemu, lalu kita cari referensi, apa itu benar tanda nya, jadi referensi untuk memperkuat.
11. Kalau pengaplikasian riset itu? Sebenarnya media kita kan riset, tapi tidak semua hal bisa dikaitkan dengan riset. Seperti di kelas 2 ini riset nya tentang sumber energi, tapi dari situ nanti bisa diambil berhitung nya, kemarin saya mulai dari apa itu sumber energi, lalu ke makan dan tidur, jam makan dan jam tidur, lalu belajar jam. Kemudian kalau bahasa , setiap pagi saya buka dengan kelas bercerita. Sebenarnya agak meleset dari tujuan. rencana nya sih mereka membaca di rumah bersama orang tua, di sekolah tinggal menceritakan. Tapi yang terjadi hanya satu dua orang tua aja yang melakukan itu, selebihnya anaknya hanya dibawakan buku, disuruh membaca sendiri di sekolah. Maksudnya kan ketika pada saat membaca bersama orang tua di rumah kan orang tua bisa tau kemampuan membaca anak. Kalau kita bilang SALAM kan yang belajar bukan Cuma PKBM, namun juga orang tua.
12. Apakah daur belajar akan tetap berjalan terus?
Ya lumayan, walaupun sering tidak, seperti di SALAM kita punya tujuan kan, tapi bukan menjadi suatu target, yang penting proses nya, seperti tadi kita bilang kumpul jam 11.00 tapi ternyata yang kumpul hanya satu orang, yang penting mereka paham akan yang mereka lakukan.
13. Kendala-kendala seperti apa-kah yang selama ini anda alami saat menjadi fasilitator?
Kalau boleh bilang, yang paling sulit adalah orang tua yang masih sulit bekerja sama. Banyak orang tua yang masih menganggap bahwa mereka menyerahkan anak ke sekolah dan silahkan anak diolah. Sementara kita selalu berkoar-koar bahwa SALAM bukan Cuma fasilitator dan anak. Namun juga kita bertiga, yaitu orang tua, PKBM, dan anak. Jadi tidak bisa hanya anak dan fasilitator yang berproses. Bagaimanapun kan mereka lebih lama berproses dengan anak.
14. Jadi di SALAM pun perlu koneksi antara orang tua dan masyarakat?
Jadi dari dulu trik saya, saya mendekatkan diri orang tua, komunikasi sudah enak, saya bisa kadang-kadang saya meledek mereka, “itu lho anak kae lho itu lho, moco belum lancar, pasti nggak diopeni”, jadi lebih enak, karena bagaimanapun memang yang terpenting kan orang tua.
242
Istilahnya kita disini sudah membikin kesepakatan, kesepakatan ini tidak hanya berlaku di sekolah, tapi dimana-mana. Saya tularkan kepada orang tua, apa artinya kalau kesepakatan hanya berlaku di sekolah, sementara di rumah mereka sesuakanya. Ya jadi mentah lagi.
243
Responden : mbak Vian
Kedudukan : Fasilitator
Jenis kelamin/usia :wanita/23 tahun
Hari/Tanggal : Rabu, 26 Maret 2015
Waktu : 12.45
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan menjadi fasilitator di
Sanggar Anak Alam?Awalnya saya jadi volunteer mulai agustus 2014. Menjadi fasilitator januari 2015. Sebelum bergabung, kalau dulu setiap liburan kuliah sering jadi volunteer disini.
2. Apakah motivasi khusus untuk menjadi salah satu fa-silitator di Sanggar Anak Alam?
Secara pribadi, pembelajaran di SALAM ini unik, berbeda dari sekolah formal, dimana anak mencari data sendiri, diolah, baru dijadikan pembelajaran, kalau di sekolah formal kan belajar sangat terpaku buku, kalau disini anak aktif untuk mencari data dan mencari tau sendiri apa yang ingin dipelajari, jadi saya tertarik pembelajaran di SALAM.
3. Apakah sebelumnya anda mengerti hal-hal yang ber-kaitan dengan pembelajaran seperti, metode, kurikulum, dsb?
Kalau selama saya kuliah sih sedikit banyak tau tentang kurikulum, media, cara mengajar.
4. Kalau dari cara mengajar yang mbak ikuti dan dapati dibangku kuliah dan di SALAM itu berbeda tidak?
Sebenarnya metode kan banyak ya, mungkin di salam ini lebih pada metode menemukan sendiri, tidak jauh beda dari yang saya pelajari dulu.
5. Selama anda menjadi fasilitator, pembelajaran se-perti apa yang telah anda lakukan bersama pebelajar?
Kalau dengan kelas IV itu ya inquiry, menemukan sendiri, terus mencari data lalu mengolah. Dan diolah dalam pengolahannya saya menggunakan metode lain, seperti snow ball throwing, untuk pemantapan hal yang telah dipelajari, lalu juga menempel soal dan jawaban di lingkungan sekolah. Mereka sambil jalan-jalan mencari soal, ketika mendapati ada soal, mereka berhenti dan menjawab pertanyaan.
6. Di Sanggar Anak Alam terdapat daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pem-belajaran, bagaimana im-plementasi nya di dalam proses pembelajaran anda dan pebelajar?
Ya itu tadi, mencari data, lalu kita mengolah data itu.
7. Jadi kalau belajar di kelas berdasarkan dari data yang ada?
Dari riset, riset itu kan dalam rangka mencari data itu.
8 Sudah berapa riset yang pernah dilakukan?
Kelas IV baru 2 riset.
9. Biasa dikembangkan ke pelajaran apa?
Membaca dan berhitung, juga menulis. Mereka menulis laporan dari riset, seperti waktu ke pabrik tahu, setelah riset dilakukan, lalu menulis laporan, menulis jurnal harian secara sederhana, hingga sampai sekarang masih menulis
244
apa yang dilakukan di sekolah. Kalau berhitung sudah masuk satuan dan pecahan.
10. Kendala-kendala seperti apa-kah yang selama ini anda alami saat menjadi fasilitator?
Kalau kendala mungkin karena saya relatif baru, metode-metode unik untuk menghadapi anak yang berbagai macam, memotivasi anak, mungkin juga kendala di awal saat akan membangun motivasi anak.
11. Apakah anda memandang pebelajaryang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar? (jika tidak), bagaimana anda memandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
Tidak, kalau saya menyebut mereka itu teman-teman, kita saling sharing saja, saya belajar dan mereka juga belajar, mereka tidak diberi materi pun juga mereka bisa belajar, kita belajar dari apa yang mereka tanyakan.
12. Sekarang untuk SD kelas IV sedang belajar tentang apa?
Kita dari baru masuk capaian puisi.
13. Bahan untuk puisi diambil dari mana?
Kita mau banyak referensi dulu tentang puisi, mereka dikenalkan dengan puisi bebas dari manapun sumber nya, setelah banyak referensi, baru akan diabwa ke riset. Ending nya akan membuat puisi tentang riset nya, baik itu berkaitan tahu, pangan sehat, atau pemilik produk tahu. sekarang sih masih pengenalan puisi.
14. Hanya tentang puisi atau ada arah lain?
Iya ada, kemarin sudah berhitung campuran selama 2 minggu, namun agar tidak bosan masuk ke puisi dulu. Namun tetap dengan menggunakan riset nya sebagai sumber nya.
15. Contoh berhitung pakai riset seperti apa?
Kan kmrn sudah melihat sendiri proses membuat tahu,dengan memakai cetakan kayu, dan bentuknya besar, biar jadi kecil kan dipotong kecil-kecil. Nah kan kita masuk dari situ, satu cetakan ada 169, dari situ kita masuk. Kita masuk dari peristiwa, misal bapak nya dapet pesenan berapa ratus, nah harus berapa kali dia membuat tahu. begitu.
16 Kenapa memilih riset tahu? Disini kan mengacu pangan, kesehatan, lingkungan, sosbud. Agar semua kecakup itu, maka kita memilih tahu. kan tahu makanan sehat, nanti sosbud nya dengan adanya pabrik tahu bisa membantu masyarakat sekitar, kalau lingkungan bisa dengan apakah limbahnya mencemari lingkungan nya. Jadi kita tidak hanya memikirkan capaiannya tapi juga empat pokok itu tadi.
17 Awal riset apakah ada kesepakatan dengan anak-anak?
Awalnya saya yang menentukan riset kemana dan dibantu bu DN yang merupakan salah satu wali pebelajar kelas 4 yang juga fasilitator.
18 Di Salam ada kesepakatan, termasuk kesepakatan di kelas, bagaimana membuat kesepakatan?
Mengacu pada kesepakatan SALAM, menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan. Itu kan yang pokok, nah kalau di kelas itu membuat kesepakatannya dengan diskusi. Fasilitator juga terlibat diskusi. Semua yan terlibat dalam diskusi itu terlibat dalam kesepakatan. Mereka dilatih untuk berpendapat, berdiskusi, mendengarkan pendapat, konsekuensi juga mereka yang memilih.
245
Responden : Bu Wiwin
Kedudukan : Fasilitator
Jenis kelamin : Wanita
Hari/Tanggal : Senin, 30 Maret 2015
Waktu : 13.10
Lokasi : Ruang komputer Sanggar Anak Alam
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan menjadi fa-silitator di
Sanggar Anak Alam?Sejak tahun 2007 atau 2008, tapi sewaktu itu belum di SD masih di KB
2. Apakah motivasi khusus un-tuk menjadi salah satu fasilitator di Sanggar Anak Alam?
Sebenarnya awalnya kan saya wali pebelajar, dan waktu itu masih berkarir di tempat berbeda, sering kesini dan akhirnya ikut, saya melihat ada sesuatu yang berbeda, itu yang saya cari, kebetulan anak saya juga keberatan di tempat lain karena waktu lebih pendek dengan dia, kebetulan dia sekolah disini. Dan kebetulan bu Sri Wahyaningsih sering ngobrol dengan saya dan pengen mengajak saya berkarya disini. Saya ada ketertarikan dan bu SW juga mengajak, begitu.
3. Bagaimana menurut anda pembelajaran yang dilakukan di Sanggar Anak Alam?
Saya melihat disini, sederhana sekali, belajar itu, saya dulu kan mengalami belajar yang sekolah formal, disini belajar sangat menyenangkan, belajar dari peristiwa dari apa yang mereka alami lalu mereka ungkapkan, kalau di sekolah formal dulu yang terlalu banyak dipelajari adalah teori, saya pikir bagi anak usia dasar, sangat tidak cocok hanya dengan teori, mereka harus mengalami sendiri, mereka harus melakukan, nah dari pengalaman itu lah rasa ingin tahu nya akan muncul.
4. Apakah anda memandang pebelajaryang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar? bagaimana anda memandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
Saya pribadi dan konsep SALAM ternyata memang nyambung ya, jadi kita menganggap pebelajar itu ya mereka juga ribadi yang utuh yang sudah punya bekal, punya motivasi, punya pengetahuannya sendiri, dan saya bertugas tidak untuk memberi pengetahuan, tapi mendampingi mereka untuk menemukan pengetahuan mereka, belajar sendiri, tidak usah memberi tahu banyak tentang teori, mereka mengalami sendiri, kita hanya mendorong untuk anak agar ingin tahu lebih banyak.
5. Apakah anda mengerti tentang tugas-tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam? Apakah tugas-tugas fasilitator Sanggar Anak Alam?
Maksudnya tanggung jawab fasilitator disini adalah mendampingi mereka, mendorong mereka,dan kalau ada hal-hal, kalau disini kan tidak hanya belajar secara akademis, namun perilaku, kebiasaaan, dari itu kan juga belajar bareng-bareng, jadi tanggung jawab fasilitator disitu, megajak anak-anak untuk menghargai kesepakatan bersama, karena disini ada kesepakatan yang telah kita sepakati bersama. Jadi disini tidak ada aturan yang misalnya yang dipaksakan fasilitator, ketika mengingatkan mereka ya dikembalikan ke kesepakatan. Jadi sama-sama tidak merasai di gurui, namun sama-sama menang karena kan kembali kepada kesepakatan bersama.
6. Siapa yang membuat kesepakatan-kesepakatan tersebut?
Kalau kesepakatan di SALAM sendiri sudah ada “menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”, kalau kesepakatan di kelas misalnya bagaimana di kelas kita buka forum bareng-
246
bareng, kalau di kelas ada orang bicara sebaiknya gimana, mendengarkan atau bagaimana, kesepakatannya kalau ada orang bicara didengarkan dulu. Terus ada teman jatuh, lalu gimana yang harus dilakukan. Jadi kesepakatan-kesepakatan timbul dari konsolidasi.
7. Jadi kesepakatan tersebut dibuat bersama dengan diskusi?
Iya, buka forum bareng-bareng yang secara sederhana.
8. Apakah sebelumnya anda mengerti hal-hal yang berkaitan dengan pembe-lajaran seperti, metode, kurikulum, dsb? adakah metode khusus yang diterapkan di Sanggar Anak Alam?
Pernah tau, sebenarnya kan kita perlu tau kurikulum diluar, pokoknya seperti apa, kalau ada hal-hal yang tidak perlu dalam kurikulum tidak kita sampaikan ke anak, kalau ada garis besar seperti alam sekitar, anggota tubuh, kita ambil,jadi kita memang biar anak bisa juga mengikuti perkembangan kurikulum sekolah formal, namun strategi nya berbeda. Jadi kurikulum kita ambil yang kira-kira kami anggap benar, sistem yang digunakan untuk menyampaikan ke anak-anak yang berbeda.
9. Berarti antara kurikulum SALAM dan kurikulum formal berbeda?
Sebenarnya kita juga menyesuaikan, kurikulum nasional pun juga sistem nya dengan tema-tema, ada pokok-pokok lah, kita ambil pokok-pokok namun dengan pembelajaran yang berbeda. Cara kita yang berbeda.
10. Di Sanggar Anak Alam terdapat daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pem-belajaran, bagaimana im-plementasi nya di dalam proses pembelajaran anda dan pebelajar?
Kalau daur belajar sebanarnya kita lebih luwes, saya kurang hafal juga. Itu kan sebenarnya hubungannya dengan riset , karena sistem belajar kita kan akai riset, dari situ memang ada yang menerapkan, dsb , itu ada disitu. Awalnya anak melihat, lalu mengungkapkan, anak membuat sesuatu, lalu kesimpulan. Nah sebenarnya yang dilakukan itu seperti itulah, alur nya begitu. Kalau kelas 1 ya lebih sederhana.
11. Apakah riset akan berhenti pada riset itu saja atau ada pengolahan lebih lanjut?
Kalau selama ini kita lakukan, kemarin riset tentang alam sekitar, kalau kelas 1 kan pendek-pendek, seperti keluarga, anggota tubuh, dan tanaman. Dari riset kan kita hanya belajar calistung. Riset itu hanya metode untuk belajar calistung dan membaca, itu strategi yang digunakan saja.
12. Konkret nya bentuk riset seperti apa?
Seperti tadi tentang tanaman, tadi anak-anak melakukan sendiri, melakukan pengamatan, terus pengembanganya kita lihat perkembangannya tumbuh berapa pada hari kesekian, lalu muncul angka, baru lah mereka membuat tabel, mereka menghitung hari kesekian tumbuh berapa, tinggi nya berapa, akan muncul angka. Jadi disitulah implementasi nya. jadi saaat mereka menuliskan hasil yang mereka lihat, secara tidak sadar mereka belajar menulis, mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka belajar menulis, belajar menulis tidak melulu ayo belajar menulis. Dari situ mereka dibiasakan berpikir secara logika, dsb. riset itu ya kita hanya mengabdi pada anak-anak dan belajar membaca dan berhitung, tapi bagaimana membuat belajarmembaca dan berhitung itu menjadi sesuaut yang disitu banyak hal yang dipelajari juga, norma, cara berpikir, dsb, dan bukan hanya belajar membaca yang tidak ada apa-apa, tapi belajar membaca menulis yang disitu mereka terbiasa untuk berfikir secara logika, melihat sendiri, pengamatan, anak-anak kan menarik sekali kalau melakukan pengamatan.
13. Selama anda menjadi fa-silitator, pembelajaran se-perti apa yang telah anda lakukan bersama pebelajar? Dan sedang melakukan riset apa untuk saat ini?
Sedang tanaman, dulu riset lingkungan sekitar bisa berkembang banyak. Memang banyak improvisasi untuk kelas 1, rencana kita hari ini riset apa, tapi saat kita jalan-jalan lalu mereka menemukan sesuatu yang menarik buat mereka, ya kita akan ikuti alur yang anak-anak temukan. Seperti kemarin saat jalan-jalan anak-anak menemukan sebuah teratai, lalu suatu saat
247
mereka jalan-jalan teratai nya hilang, disana ternyata menjadi sebuah cerita yang judul nya “teratai yang hilang”, lalu mereka membuat tokoh-tokoh dan menjadi sebuah cerita, lalu mereka pentaskan di workshop kelas, ada sesuatu yang tidak terencana tapi jadi sesuatu yang menarik untuk anak-anak.
248
Responden : Bu Erna
Kedudukan : Fasilitator
Jenis kelamin : wanita
Hari/Tanggal : Rabu, 1 April 2015
Waktu : 12.13
Lokasi : Ruang belajar kelas III SD Sanggar Anak Alam.
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan menjadi fasilitator di
Sanggar Anak Alam?Sebelumnya 2009 masuk lalu off sekitar sebelum anak saya masuk, kurang lebih 2 tahunan off. Lalu sekarang baru 6 bulan ini.
2. Apakah motivasi khusus untuk menjadi salah satu fasilitator di Sanggar Anak Alam?
Pengen belajar, ingin mencoba mengembalikan semangat, disini kan dinamika lebih banyak, disini kadang mendidik anak itu lepas, saya mencoba disini karena lingkungan disini sangat mendidik dan beranekaragam.
3 Apakah sebelumnya anda mengerti hal-hal yang ber-kaitan dengan pembelajaran seperti, metode, kurikulum, dsb?
Pernah belajar.
4 Kalau di SALAM, metode apa yang biasa dipakai?
Semuanya, karena nggak jauh dari kehidupan sehari-hari,ya ngomongin gaul sama flo, sena, mau nggak mau dia memberi income buatku. Seperti tadi flo belum nggarap kenapa belum ngerjain sendiri, dia punya semangat turun, dan bagaimana kita mengapresiasi dia. Ternyata flo ada perubahan sedikit merasa malu karena belum nggarap, itu buat income aku, ketika ada seperti itu saya harus bagaimana.
5 Bagaimana menurut anda pembelajaran yang dilakukan di Sanggar Anak Alam?
Seperti kehidupan sehari-hari.
6 Konkret nya seperti apa? Ya kaya makan atau mengambil keputusan anak-anak. Toh kalau ngomong satu kelas pikiran anak-anak kan banyak, kalau kita memasukkan pikiran kita itu sulit, makanya masuk ke dunia anak-anak, menyatukan ide mereka, mencari solusi dari mereka, keinginan mereka, itu asik.
7. Berarti anak lebih diberi kebebasan?
Iya lebih diberi kebebasan memilih, mencari, ya belajar untuk konsekuen dan akan apa yang ia pilih dan ia putuskan.
8. Di SALAM ada belajar calistung juga tidak bu? Dan dasar belajar nya itu apa? Apakah sama dengan sekolah formal lainnya atau bagaimana?
Dasar calistung dari mereka sendiri, dari yang mereka lakukan, sebenarnya fasilitator juga sudah punya rencana namun itu ada di tingkat kita, namun anak-anak ada perencanaan sendiri, bisa sama bisa berlainan, tergantung bagaimana fasilitator menggiringnya. Misalnya kita mencoba mengambil peristiwa, kalau seperti kelas 1 menanam lalu menghitung tinggi, banyak daun, dan di kelas 2 juga begitu. Ketika mereka menghitungkan belajar tinggi nya berapa, kita sebagai fasilitator tidak harus ngomong “tingginya begini pakai garisan”, tapi itu melalui proses yang sangat panjang untuk belajar mengukur
249
tinggi. Sebenarnya pakai apa bisa mengukur, kita mengenal ada ukuran baku dan tidak, apa saja baku dan apa saja tidak, oh kalau baku ada garisan, garisan seperti apa, bentuknya bagaimana, ada apa di garisan, itu proses panjang, lalu buat garisan, dan kita belum mengenalkan garisan sesungguhnya. Setelah kita buat terus akhirnya ditunjukkan asli nya yang baku. Jadi tidak serta merta “ini garisan” walaupun baku tapi secara proses nya tidak begitu. Seperti belajar jam pada waktu itu.
9. Jadi belajar nya dari peristiwan dan baru dibawa ke calistung?
Iya begitu.
10. Apakah anda mengerti tentang tugas-tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam? Apa tugas fasilitator? Apakah sama dengan guru.
Beda sekali, sebagai memfasilitasi saja, memfasilitasi ide, keinginan, solusi-solusi mereka.
11. Di Sanggar Anak Alam terdapat daur belajar sebagai langkah-langkah dalam pem-belajaran, bagaimana im-plementasi nya di dalam proses pembelajaran anda dan pebelajar?
Bagus baik, dipakai terus, itu sebagai sudut pandang atau cara berfikir, kalau lepas ya sudah. Kadang memang kita berangkat dari formal, tapi mencoba untuk itu menjadi patokan. Ya sambil belajar.
12. Apakah di SALAM ada kesepakatan-kesepakatan? Jika ada siapa yang membuat kesepakatan?
Ada kesepakatan. Yang membuat ya kita bersama, ya anak-anak dan kita. Jadi diskusi gitu. Kalaupun ada kesepakatan yang dilanggar itu konsekuensi nya sesuai dengan kesepakatan.
13. Pembelajaran seperti daur belajar dsb itu murni dibuat salam atau ada hubungannya dengan kurikulum formal?
Kupikir murni, tapi tidak menutup kemungkinan itu sebagaibahan acuan. Bukan sebagai hal yang patok atau paten, sebagai pengetahuan kita.
14. Disini tujuan belajar nya apa sih sebenarnya? Adakah tujuan nasional yang seperti kurikulum?
Tidak ada tujuan baku, karena setiap orang berbeda berfikir nya, sudut pandang berbeda, dan mencoba untuk menjadi baik, sebenarnya agak bingung dengan tujuan, tapi yang jelas menjadi lebih baik dengan cara yang kita sepakati bersama
15. Apakah anda memandang pebelajaryang belajar di Sanggar Anak Alam bersama anda adalah objek yang harus di-beri materi agar menjadi pintar?, bagaimana anda me-mandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
Saya juga belajar kok dari mereka. Sama –sama belajar.
16. Kendala-kendala seperti apa-kah yang selama ini anda alami saat menjadi fasilitator?
Sebenarnya bukan bentuk kendala, tergantung bagaimana kita menyikapi. Kalau bilang kendala yang maka akan kendala. Kalaupun ada yang berbeda, itu bagaimana kita menyikapi nya
17. Sulit tidak awalnya menjadi fasilitator?
Enggak kaget sih, Cuma kayak begini.aku Menempatkan anak-anak juga belajar. nggak begitu sulit. Ya aku ingin belajar aja. Ya gampang lah walaupun awalnya agak kaget, karena basic ku disni bukan pada umum nya, aku mencari sekolah yang model lain, aku agar trauma dengan sekolah formal, ternyata disini menjadi ruang yang sesuai dengan keinginan ku, sesulit apapun kalau aku sudah suka maka tidak sulit.
250
Responden : Iris
Kedudukan : Pebelajar Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin/usia : wanita/16 tahun
Hari/Tanggal : Senin, 23 Maret 2015
Waktu : 13.30
Lokasi : Ruang belajar SMP Sanggar Anak Alam.
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Adik tau Sanggar Anak Alam dari
siapa?Dari papa dan mama, dulu adik udah sekolah disini duluan.
2. Siapa yang meminta adik untuk belajar di Sanggar Anak Alam?
Aku sendiri sebenarnya, nggak ada paksaan.
3. Apakah adik pernah bertanya kepada yang meminta adik masuk Sanggar Anak Alam, alasan kenapa meminta adik belajar di Sanggar Anak Alam?
Ingin mencoba berbeda dari SD dulu, dulu kan SD ngeeri, ada sedikit kekapokan disana, terus jadi nya ingin pindah ke yang non formal
4. Apa beda nya waktu dulu sekolah di sekolah formal dan di SALAM?
Yang terlihat yang mesti di negeri kan pakai seragam semua, cara belajar berbeda, cara menghargai pebelajar berbeda.
5. Memang seperti apa pembelajaran nya?
Kita nggak terpaku buku, lebih ke praktek nya
6. Setelah adik masuk Sanggar Anak Alam, bagaimana menurut adik belajar di Sanggar Anak Alam?
Menyenangkan.
7. Disebutkan lebih banyak praktek daripada teori, misal nya seperti apa?
Jadi waktu itu kita pernah ke ternak lele, langsung ke ternak, memelihara lele sampai besar, lalu balik modal.
8. Apakah belajar di Sanggar Anak Alam membuat adik lebih bebas dalam me-nentukan apa yang akan dipelajari?
Kadang iya kadang tidak
9. Bagaimana peran fasilitator bersama pebelajar?
Ya mereka belajar bareng, kita saling belajar dan bekerja sama.
10. Tahu atau tidak tugas-tugas dari kakak fasilitator? Tahu beda nya antara guru dan fasilitator?
Beda, kalau guru nggak terlalu dekat dengan pebelajar, kalau fasilitator dekat. Kalau guru mereka ngomongin teori dan pendampingan kurang, kalau fasilitator itu mereka mendampingi kita dan memfasilitasi
11. Maksudnya fasilitator tidak mengajar seperti guru?
Iya tidak mengajarkan, tetapi menemani dan membimbing
12. Di Sanggar Anak Alam kan ada daur belajar yang harus diikuti oleh adik, tahu atau tidak? Kalau tahu, seperti apa sih contoh dari daur
Pernah dengar, tapi kurang tau.
251
belajar menurut adik-adik?
13. Adakah aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi tapi menurut adik itu mengekang? Siapa yang buat aturan-aturan itu? dibuat bersama atau bagaimana?
Tidak ada, tapi mungkin sering punya kesepakatan bersama. Ada menjaga diri, teman, lingkungan. Yang membuat ya kita sepakati bersama, misal ada masalah apa, terus penyelesaiannya gimana.
14. Berarti untuk membuat kesepakatan itu dengan diskusi?
Iya diskusi
15. Menurut adik, manfaat belajar di Sanggar Anak Alam itu apa?
Banyak, kalau aku belajar di SALAM selama 4 tahun aku bisa membatik, banyak lebih bisa nya dari pada tidak, karena kita lebih praktek.
252
Responden : Nanda
Kedudukan : Pebelajar Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin/usia : wanita/15 tahun
Hari/Tanggal : Senin, 23 Maret 2015
Waktu : 14.00
Lokasi : Ruang belajar SMP Sanggar Anak Alam.
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Adik tau Sanggar Anak Alam dari
siapa?Adikku tadi nya sekolah disini, waktu itu baru ada playgroup,
padahal aku udah TK, jadi nya baru bisa masuk waktu SMP.
2. Siapa yang meminta adik untuk belajar di Sanggar Anak Alam? Kenapa ingin masuk Sanggar Anak Alam?
Karena keinginan sendiri. Nggak suka sama sistem sekolah formal
3. Bagian mana nggak suka sistem sekolah formal nya?
Pebelajar nya nggak dibebasin, wadah berekspresi itu sedikit, nggak di fasilitasi dengan baik, kalau di SALAM itu fasilitator mengusahakan supaya kita itu punya wadah buat berekspresi itu.
4 Apakah belajar di Sanggar Anak Alam membuat adik lebih bebas dalam me-nentukan apa yang akan dipelajari?
Di bebasin, tidak terpaku sama buku, nggak kayak sekolah formal baca buku terus ngerjakan soal, nggak gitu. Kita bisa belajar dari mana saja, misal dari ngelakuin sesuatu atau hal-hal lain
5. Contoh belajar dari mana saja itu seperti apa?
Kan ada fasilitator, fasilitator tidak seperti guru yang ngasih pelajaran. Fasilitator itu mendapingi dan menfasilitasi, misal kita mau belajar sesuatu, fasilitator itu pasti mengusahakan.
6. Berarti di SALAM lebih bebas? Iya.7. Di Sanggar Anak Alam kan ada
daur belajar yang harus diikuti oleh adik, tahu atau tidak? Kalau tahu, seperti apa sih contoh dari daur belajar menurut adik-adik?
Tau dikit, tau prakteknya. Prakteknya nggak tau persis nya sih.
8. Pernah dengar kalau di Salam itu belajar memakai riset ya?
Riset kadang menyenangkan kadang tidak. Waktu riset itu kita dikasih tanggung jawab, kita milih sendiri apa yang mau kita gali lagi dan yang mau kita bikin riset. Banyak tanggung jawab waktu riset, dan tanggung jawab waktu riset itu susah.
9. Riset apa saja yang pernah dilakukan?
Riset tentang pekerjaan di sekitar sini, terus tentang transportasi
10. Lalu setelah riset apa yang dilakukan?
Bisa jadi artikel, bisa jadi produk
11. Adik tahu atau tidak tugas-tugas dari kakak fasilitator? Tahu beda nya antara guru dan fasilitator?
Fasilitator ya mendampingi terus, memfasilitasi terus, bukan kayak guru yang terus membentuk pebelajar-pebelajar nya.
12. Adakah aturan-aturan khusus yang Nggak ada, paling kita bikin kesepakatan bareng-bareng,
253
harus dipatuhi tapi menurut adik itu mengekang? Siapa yang buat aturan-aturan itu? dibuat bersama atau bagaimana?
supaya ya gitu deh, biar semua nya nyaman.
13. Menurut adik, manfaat be-lajar di Sanggar Anak Alam itu apa?
Jadi ngerti banyak hal, nggak cuman kita mengerjakan soal terus dapet nilai bagus, nggak gitu. Lebih ke prakteknya.
14. Lebih suka belajar di Sanggar Anak Alam atau di sekolah formal?
Yang ada enak nya dan ada enggak enak nya.
254
Responden : Nane
Kedudukan : Pebelajar Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin/usia : wanita/10 tahun
Hari/Tanggal : Kamis, 26 Maret 2015
Waktu : 13.20
Lokasi : Ruang tamu Sanggar Anak Alam.
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Kenapa adik ingin sekolah di
Sanggar Anak Alam?Nggak tau
2. Siapa yang menyuruh adik sekolah di Sanggar Anak Alam?
Aku masuk sini dari playgroup.
3. Setelah adik masuk Sanggar Anak Alam, bagaimana me-nurut adik belajar di Sanggar Anak Alam?
Senang aja, banyak temen, bisa main di sawah.
4. Punya temen dari sd negeri lain? Menurut adik, per-bedaan belajar di Sanggar Anak Alam dan di sekolah lain nya itu apa?
Apa ya, nggak tau juga sih. Hmm, nggak pakai seragam dan sepatu.
5. Belajar di Sanggar Anak Alam sama siapa?
Disini belajar sama mbak VN, sebagai fasilitator.
6. Yang dirasain tentang fasilitator itu kyk apa? Nga-jarin nya kayak apa?
Nggak galak, nggak ngajarin, belajar nya bareng-bareng.
7. Adik tahu atau tidak tugas-tugas dari kakak fasilitator? Tahu beda nya antara guru dan fasilitator?
Mendampingi aku dan teman-teman untuk belajar dan bermain
8. Belajar di Sanggar Anak Alam itu seperti apa?
Kadang-kadang petualangan, kadang-kadang di kelas.
9. Kemarin katanya habis riset ke pabrik tahu? di pabrik tahu ngapain aja?
Disana tanya-tanya, wawancara sama pemilik pabrik, terus lihat bikin nya.
10. Setelah belajar ke pabrik tahu terus apa yang dilakukan?
Di bahas, diinget-inget.
11. Berarti belajar nya dari riset? Karena riset nya tahu ya belajar nya ke pabrik tahu
12. Adakah aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi tapi menurut adik itu mengekang? Siapa yang buat aturan-aturan itu? dibuat bersama atau bagaimana?
Kalau di SALAM nggak tau siapa yang buat, kalau di kelas ya bareng sama temen-temen, yang melanggar kesepakatan nyuci piring.
255
Responden : Satiti
Kedudukan : Pebelajar Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin/usia : wanita/11 tahun
Hari/Tanggal : Rabu, 1 April 2015
Waktu : 12.55
Lokasi : Ruang tamu Sanggar Anak Alam.
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Sejak kapan sekolah di Sanggar
Anak Alam?Sejak KB.
2. Siapa yang meminta adik untuk belajar di Sanggar Anak Alam?
Itu temen ku, ngasih tau sekolah ini, terus bagus, terus masuk, aku yang pengen.
3. Setelah adik masuk Sanggar Anak Alam, bagaimana menurut adik belajar di Sanggar Anak Alam?Me-nurut adik, perbedaan belajar di Sanggar Anak Alam dan di sekolah lain nya itu apa?
Ya beda lah, kalau di formal itu pakai buku-buku, kalau ipa ada buku dan gambar, kalau disini nanam ya nanam beneran, nyoba nyangkok beneran.
4. Apakah belajar di SALAM ada calistung juga?
Ada, dulu kalau kakak ku nggak bisa baca sama bapak dimarahin, kalau aku dah bisa baca sendiri, itu nggak dimarahin terus bilang nya sekolah nya bagus
5. Katanya belajar di SALAM itu menggunakan riset, misalnya seperti apa?
Misal nya riset kayak tanaman, dibagi kelompok, lalu meneliti tanaman apa gitu.
6. Dari riset nya tersebut, lalu data nya untuk apa?
Peresentasi terus dikasih ke orang tua
7. Apakah diiolah juga ke suatu pelajaran?
Iya, misalnya tanaman jagung nya, kalau matematika ya diitung taneman nya ada berapa gitu.
8. Apakah sulit berjalan menggunakan riset? Enak atau tidak?
Nggak sih, kadang nggak enak kalau temennya nggak bisa diajak kerjasama.
9. Berarti Belajar nya dengan menggunakan diskusi?
Iya diskusi, tapi kalau ada yang nggak setuju kadang marah, sampai setuju, terus ditanya maunya gimana, terus dipertimbangkan, terus iya.
10 Sama tidak guru dengan fasilitator? Tahu beda nya antara guru dan fasilitator?
Nggak tau sama nggak, belum pernah ke sekolah formal. Setauku guru itu galak, fasilitator tidak.
11. Fasilitator ngasih materi seperti guru tidak?
Ya gimana ya, beda lah intinya. Kan kakak ku formal, aku sering tanya, terus kakak ku bilang guru galak.
12. Adik tahu atau tidak tugas-tugas dari kakak fasilitator?
Ngajar tho.
13. Mengajar nya seperti apa? Ya dijelasin dulu terus ada yang kurang jelas boleh tanya lagi, nggak Cuma tulisan aja, cerita ke temannya biar tambah tau. Nggak Cuma dari cerita terus gambar.
14. Adakah aturan-aturan khusus yang Nggak sih, kalau kesepakatan sekolah dari sekolah, kalau
256
harus dipatuhi tapi menurut adik itu mengekang? Siapa yang buat aturan-aturan itu? dibuat bersama atau bagaimana?
kesepakatan di kelas ya anak-anak, misalnya konsekuensi nya apa terus ngapain, sekarang udah gak buat kesepakatan karena mesti berangkat pagi sekarang.
15. Jadi dibuat satu kelas dan disetujui semua? Konse-kuensi nya?
Iya, konsekuensi nya terserah mereka sih, kalau nggak setuju ya sendiri-sendiri, aku ingin apa mereka ingin apa.
16. Menurut adik, manfaat belajar di Sanggar Anak Alam itu apa?
Ya gimana ya, asik aja, beda gitu, asiknya ya asik, pokoknya asik.
257
Responden : Ibu Sri Wahyaningsih
Kedudukan : Pendiri Sanggar Anak Alam
Jenis kelamin : Wanita
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Mei 2015
Waktu : 10.30
Lokasi : Teras Rumah Bu Sri Wahyaningsih
No Pertanyaan Pernyataan/jawaban1. Kapan mulai beroperasional
Sanggar Anak Alam di Lawen dan di Yogyakarta?
Lawen itu tanggal 17 oktober 1988 kalau Yogyakarta 20 Juni 2000
2. Apakah dulu Sanggar Anak Alam langsung membuka dengan format sekolah?
Dulu kalau di Yogya mulai nya dari pendampingan anak remaja, mulai 2004 baru dibuka taman bermain, lalu ada kelompok bermain. Lalu 2 tahun kemudian baru dibuka pendidikan dasar. Untuk smp tahun 2012. Kalau di lawen itu kelompok belajar, karena mereka pada umum nya putus sekolah atau pagi sekolah di formal lalu sore nya di SALAM. Ini perkembangan nya kebutuhan komunitas. Kami berinteraksi, lalu orang tua meminta melanjutkan jenjang lainnya. Bahkan sekarang ada yang minta untuk SMA, tapi kan kita belum siap.
3. Apakah benar cakupan belajar menyadur dari kurikulum nasional?
Sebenarnya kurikulum nasional itu kristalisasi dari, misalnya dulu ki hadjar dewantara , sebetulnya sudah menanamkan tri nga, ngerti ngroso ngelakoni. Ngerti itu yang supaya peserta didik itu bisa mengerti memahami dan juga merasa-rasakan apakah ada faedah nya dengan kehidupan, tahap berikutnya nglakoni itu mengaplikasikan. Itu sebenarnya di teori modern kan ada kognitif afektif konatif. Sebenarnya sama, karena Ki Hadjar Dewantara itu belajar juga dari montessori, froebel, rabindranath tagore dan dipadukan lalu disesuaikan untuk Indonesia. Apalagi jawa pada umumnya itu juga di aplikasikan. Bagaimana alau ki hadjarr pendidikan harus sesuai dengan budaya setempat. Kemudian secara kognitif, kenapa kita capek2, karena pemerintah punya patron, misalnya cakupan kelas 1 sekian, kelas 2 sekian. Namun itu hanya tuntunan atau indikator saja, bisa dikembangkan atau dikurang. Setidaknya kita punya pedoman, ini lho yang dijalankan pemerintah. Jangan sampai yang sekolah di SALAM tiba2 nggak bisa ngikutin yang lain juga,dan buktinya lulusan sini yang ke negeri juga tidak masalah, malah ada yang berprestasi cukup baik.
4. Berarti cakupan belajar itu tidak saklek/pakem?
Iya.
5. Apa benar cakupan belajar itu untuk upaya pendokumentasian pengetahuan?
Iya sebenarnya kan di dunia ini tidak ada yang berdiri sendiri, jadi pasti ada kaitannya, jadi berhitung pun juga berkaitan dengan hal-hal lain. Jadi bagaimana belajar itu jadi sesuatu yang holistik, yang satu kesatuan, bukan berdiri sendiri. saya kira kalau otak anak dikotak-kotakan dengan jam, bagaimana kita dalam waktu singkat untuk switch itu kayaknya agak susah, kalau kita lebih belajar yang holistik menyatu, dan kemudian kita bisa memberi titik berat misalnya pada berhitung ya
258
diarahkan sana, misal pengembangan bahasa, ya seperti itu. jadi ada fleksibilitas dan ada kenyamanan. Makanya fasilitator harus lebih terbuka dan harus membekali diri. Kadang-kadang terjebak, misalnya sekarang ada kurikulum, pada kurikulum kan tujuannya untuk memudahkan, sebuah tujuan kan capaiannya apa kan ada di kurikulum. Tetapi ketika ada kurikulum dan buku paket, itu kdang membuat guru menjadi ketergantungan, meniadi kemandegan. Ini yang membuat guru tidak berkembang. Sedangkan ilmu pengetahuan itu berkembang terus.jadi mungkin anak lebih enjoy kalau itu dikaitkan hal-hal yang sedang hangat. Mungkin sedang musim sepakbola , bisa lewat itu. melalui isu yang hangat dan anak sedang memperbincangkan, itu akan mudah sekali masuk. Karenamereka ngerti, karena yang mereka hadapi itu bukan sesuatu yang ada di alam sana yang mereka nggak ngerti, tapi riil, nyata.
6. Cakupan belajar berarti benar hanya untuk pendokumentasian pengalaman?
Iya, misal dalam satu grup itu ada berapa orang, terus ada cadangan, dll. Nah dari situ bisa, terus ada ketentuan seperti apa. Nah bisa dari situ. Misal nya dengan tiket juga butuh berapa. Terus pertandingan di jakarta perlu naik bis, itu bagaimana caranya kesana. Kita bisa kok menghadirkan peristiwa dari sesuatu hal yang sedang hangat dibicarakan, sedang ada peristiwa nya.
7. Apakah pendokumentasian menggunakan cakupan belajar itu ada di fase ungkapkan?
Sebenarnya keseluruhan ya. Ungkapkan itu kan data dari lakukan. Nah data itu bisa dipakai misalnya kalau kurang ditambah, lebih bisa disimpan dulu. Dari data itu lalu di analisa. Nah dari analisa kalau seperti ki hadjar dewantara itu dipahami dimengerti dirasa-rasakan, rasa-rasakan itu kan sebenarnya analisa mana yang ada faedah nya mana tidak. Karen ilmu pengetehuan tanpa didasari pertimbangan moral dan nilai luhur, itu bisa menjadi bumerang. Ilmu pengetahuan yang lebih didasari oleh kerakusan, keingingan untuk pengembangan ekonomi setinggi-tinggi nya, ini bisa menjadi bumerang dan menghancurkan manusia sendiri. ada istilahnya maka pendidikan itu harus memanusiakan manusia. ilmu pengetahuan itu harus terus-menerus tidak boleh kehilangan nilai luhur. Maka daur belajar itu supaya kita terus menerus mengawal itu. jadi ilmu pengetahuan itu seperti pedang bermata dua, bisa mensejahterakan dan bisa menghancurkan. Paradigma guru atau fasilitator ya disitu, bagaimana mengawal sampai anak-anak paham.
8. Kalau dikembalikan ke daur belajar berarti memang ungkapkan menggunakan dokumentasi cakupan belajar hingga di analisis?
Iya, Lakukan itu juga pengembangan dari fungsi-fungsi panca indera, kseluruhan tubuh, kalau diibaratkan itu komputer punya perangkat keras dan lunak, nah ini perangkat keras yaitu untuk mencari data dengan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan ini butuh latihan, dan latihan juga pada akhirnya sampai hati, kan kemudian dianalisa dirasakan. Ini nanti nya kalau jadi pemimpin, itu tidak mudah mengambil kebijakan dan selalu harus didukung data. Ini permulaan melatih orang untuk peduli sekitarnya. Oleh karena itu tuhan memberikan kita alat-alat untuk menangkap data itu dari pancaindera dan dari seluruh badan. Tidak sekedar berhenti pada cakupan tadi tapi juga latihan mulai dari misalnya belajar kata, belajar kalimat kan belajar dari bunyi, dari pendengaran. Agar kelak kemudian, kita bisa mendengar aspirasi masyarakat. pendidikan ini masalah budaya karena memerlukan pembiasaan terus menerus, bukan
259
yang didoktrinkan. Itu membutuhkan kemampuan dan kenapa kita harus memiliki paradigma yang luas.
9. Fase terapkan apakah itu hasil kesimpulan dan bentuk nya apakah produk?
Produk itu sebenarnya bukan saja dalam arti fisik. Bisa juga dalam fisik. Tapi juga bisa pemikiran baru. Bisa berbentuk tindakan.
10. Apakah konteks itu berisi pengalaman yang berasal dari kesepakatan?
Bisa jadi seperti itu, bisa jadi juga apa yang terjadi. Kita mengapresiasi apa yang terjadi. Misalnya ketika kita punya konsensus berhitung melalui melihat bagian rumah, lalu muncul ada perselsihan karena satu nya rumah ada dapur yang satu enggak, nah disitu kan ada peristiwa. Sebenarnya itu yang tadinya tidak kita konteks kan, tapi itu kita mengapresiasi peristiwa yang ada, jadi kita harus siap untuk yang seperti itu. kalau tidak ada ya kita hadirkan. Kalau peristiwa yang kita hadirkan tadi kan misalnya melihat bagian-bagian rumah, di dalam peristiwa yang kita hadirkan tersebut lalu muncul peristiwa baru, ada konteks baru. Dari situ ya harus kita amati dan kita analisa. Penelitian itu mau sampai kapan saja sebenarnya nggak masalah, yang penting anak dekat dengan peristiwa nyata. Sebenarnya harus ada tabungan pengalaman dan dicatat fasilitator. Buku pelajaran disini kan bukan teks tapi alam semesta.
11. Bagaimana benetuk evaluasi di Sanggar Anak Alam?
Kalau bentuk evaluasi itu kesepakatan, yang jelas setiap fasilitator harus mengawal proses agar tau sejauh mana anak itu sudah berproses. Nah ini kan dari pengamatan fasilitator dan pemahaman, tapi kita setiap akhir semester kan juga ada review, itu kan mulai mengulang kembali apa yang sudah didapatkan, ini penting saya pikir. Jadi fasilitator bisa memahami tentang pemahaman anak. Anak-anak juga bisa memilih review sendiri, misalnya ada yang mau berhitung saja, atau bahasa saja, lalu anak saling menukar hasil review nya. Jadi review itu kesepakatan bentuknya, ada juga yang kelas 3 smp atau kelas 6 itu juga menyesuaikan karena mereka akan ikut UN maka resume nya formal, bikin-bikin soal. Penelitian mereka tentang soal-soal. Jadi dikaji soalnya, diulang sampai dipahami, jadi tidak hanya hafalan, kalau kita ngikutin itu kan itu hanya multiple choice, kita beri kesempatan anak untuk memahami, untuk bisa menceritakan kenapa kamu memilih itu.
12. Produk nya bebas atau bagaimana? Bagaimana pameran akhir yang dibuat Sanggar Anak Alam pada kahir semester?
Jadi orang bisa mengapresiasi anak-anak dalam bentuk drama, pameran. Ini kan yang dipamerkan adalah hasil kristalisasi dari apa yang mereka dapatkan. Setiap akhir semester kan gelar bersama. Ada drama, musik, lukis, mading. Itu kan lebih asik, mereka benar-benar menguasai. Jadi sekolah itu sangat menyenangkan seharusnya. Sebenarnya kan pendidikan di desain untuk memanusiakan manusia kok. Kadang kan kita salah kaprah, kita bilang kurikulum nasional atau pendidikan nasional, tapi tolak ukurnya itu amerika atau eropa, ngapain kita mesti ngukur kesana. Itu bukan ukuran untuk menyepadankan. Karena ukuran nya sejauh mana pendidikan membawa manfaat untuk Indonesia, sejauh mana sudah memberi kesejahteraan untuk masyarakat Indonesia. Mestinya itu jadi tolak ukur, bukan disejajarkan berbasis internasional. Itu bukan pendidikan nasional. kalau toh nanti kita menjadi orang dengan taraf internasional itu dampak dari pendidikan yang serius yang meningkatkan derajat kehidupan manusia.
260
13. Dari mana sumber pendanaan Sanggar Anak Alam?
Kita memang saat ini masih bertumpu pada orang tua pebelajar, tapi bukan satu-satu nya ya. Karena kita juga ada orang tua asuh, kita juga ada usaha. kadang-kadang ada donasi-donasi. Sebenarnya kita pengen ada usaha mandiri. Kita sedang mencari bentuk yang pas.usaha juga kalau bisa memberi dampak yang baik bagi lingkungan sekitar. Saya juga membuktikan kok bahwa tanpa intervensi dari pemerintah , Salam juga masih bisa eksis sampai sekarang.
261
Lampiran 6 . Dokumentasi
Gambar 3. Visi dan Misi Sanggar Anak Alam
Gambar 2. Bangunan kelas Sanggar Anak Alam Gambar 3. Bangunan kelas Sanggar Anak Alam
Gambar 1. Pebelajar kelas 4 riset di pabrik tahu Gambar 5. Pebalajar kelas 1 sedang riset tanaman
262
Gambar 6. Pebelajar kelas 2 sedang membacakan cerita pagi di kelas
Gambar 7. Pebelajar SMP riset di museum kereta
Gambar 8. Bel listrik produk dari PebelajarSanggar Anak Alam
Gambar 9. Pentas seni pada acara wiwitan Gambar 10. Suasana jual beli pada kegiatan pasaran
263
Lampiran 7 . Analisis data
UJI KEABSAHAN DATA (TRIANGULASI)
Analisa data : reduksi, penyajian, dan interpretasi
Apakah perbedaan Sanggar Anak Alam dengan sekolah-sekolah formal?
Mas Yudhis : Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritisi
pendidikan formal yang ada, semestinya pendidikan itu
belajar hal-hal yang mendasar dari kehidupan, semestinya
sekolah dekat dengan kehidupan, sedangkan sekolah formal
yang ada itu mengedepankan sisi kognitif dan tidak
mengakar pada kehidupan masyarakat, seperti lembaga
yang berdiri sendiri.
Bu Sri Wahyaningsih : Saya melihat disini, sederhana sekali, belajar itu, saya
dulu kan mengalami belajar yang sekolah formal, disini
belajar sangat menyenangkan, belajar dari peristiwa dari
apa yang mereka alami lalu mereka ungkapkan, kalau di
sekolah formal dulu yang terlalu banyak dipelajari adalah
teori, saya pikir bagi anak usia dasar, sangat tidak cocok
hanya dengan teori, mereka harus mengalami sendiri,
mereka harus melakukan, nah dari pengalaman itu lah rasa
ingin tahu nya akan muncul.
Hasil Pengamatan : Lingkungan Sanggar Anak Alam sangat dekat dengan
masyarakat dan kehidupan, terutama masyarakat tani.
Bangunan nya juga tidak dibatasi oleh pembatas, sehingga
memungkinkan anak untuk bersinggungan langsung dengan
masyarakat. Biasanya riset yang akan dijalani pebelajar dan
fasilitator berhubungan erat dengan tema pokok Sanggar
Anak Alam (pangan, kesehatan, lingkungan, sosial budaya)
264
Kesimpulan : Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritisi
pendidikan formal yang ada. Sederhana sekali, Sanggar
Anak Alam belajar dari apa yang anak alami, dari hal-hal
yang mendasar dari kehidupan seperti pangan, kesehatan,
lingkungan, dan sosial budaya. Selain itu letak nya juga
berada di tengah-tengah masyarakat tani, tanpa ada jarak
seperti pagar yang membatasi.
Bagaimanakah proses pembelajaran yang dilakukan Sanggar Anak Alam?
Mas Yudhis : Pembelajaran yang dilakukan di SALAM itu prinsipnya
anak menemukan sendiri,artinya ia mengalami proses
belajar, jika di struktur kan maka akan seperti sebuah daur.
Bu Sri Wahyaningsih : ....karena disini adalah belajar melalui pengalaman. Semua
harus melalui riset, harus mengalami sendiri. jadi bukan
buku paket, tapi dari alam semesta ini. Dari peristiwa yang
dihadapi setiap hari, melalui penelitian atau riset kecil-
kecilan. Bagaimana mereka tau tentang simbol-simbol
seperti angka dengan menggunakan benda yang ada di
sekitarnya. Kemudian huruf juga berawal dari bunyi,
mereka mulai mengenal bunyi-bunyian, mendengarkan, nah
bagaimana mengoptimalkan panca indera/tubuh, sebagai
alat untuk mencari data. Nah dari data lalu diolah, dianalisa,
direfleksikan, dan sampai pada kesimpulan.
Mas Timo : Jadi untuk belajar disini kita melakukan sesuatu dulu,
biasa nya kita namakan riset, misalnya kita menanam cabe
atau naik bis dulu, setelah itu baru kita belajar dari apa yang
telah kita lakukan tersebut, jadi melakukan dulu baru
belajar di kelas.
265
Hasil Pengamatan : Sanggar Anak Alam selalu membuat perencanaan
pembelajaran setiap awal semester. Perencanaan
pembelajaran menghasilkan skema pembelajaran yang
terdiri dari tujuan dan konteks yang akan dikuasai anak.
Untuk mencapai tujuan dan konteks tersebut Sanggar Anak
Alam menggunakan aktivitas riset dalam kegiatan
pembelajarannya. Riset dipakai untuk mendapatkan data-
data yang akan diolah dalam sebuah proses daur belajar
hingga anak mampu menemukan sendiri pengetahuannya.
Riset tersebut dilakukan di semua jenjang yang ada di
Sanggar Anak Alam. Riset yang akan dijalani pebelajar dan
fasilitator berhubungan erat dengan tema pokok Sanggar
Anak Alam (pangan, kesehatan, lingkungan, sosial budaya).
Misal nya anak-anak kelas 4 yang melakukan riset ke
pabrik tahu, anak-anak kelas 1 yang melakukan riset
tentang tanaman, anak-anak kelas 2 yang melakukan riset
dengan energi, anak-anak SMP yang melakukan riset
tentang pasar. evaluasi pembelajaran Sanggar Anak Alam
berdasarkan kesepakatan antara fasilitator dan pebelajar.
Selain berbentuk ujian tertulis, evaluasi juga bisa berbentuk
produk akhir yang dihasilkan.
Kesimpulan : Proses pembelajaran di Sanggar Anak Alam direncanakan
setiap awal semester dengan membuat skema pembelajaran
yang berisi tujuan dan konteks yang akan dikuasai
pebelajar. Untuk menguasai kedua hal tersebut, Sanggar
Anak Alam menggunakan aktivitas riset. Riset dipakai
untuk mendapatkan data-data yang akan diolah dengan
menggunakan daur belajar khas Sanggar Anak Alam.
Setiap masing-masing jenjang yang ada di Sanggar Anak
Alam mengawali proses pembelajaran menggunakan riset.
266
Riset diperlukan untuk mengambil data-data yang
diperlukan dalam pembelajaran dengan mengoptimalkan
panca indera yang dimiliki anak.
Di Sanggar Anak Alam juga memiliki daur belajar sebagai langkah-langkah
dalam pembelajaran, Apakah daur belajar itu? dan seperti apa impelementasi nya?
Mas Yudhis : Kalau kita bicara daur belajar itu proses sebenarnya
didalamnya ada proses pengalaman, pengalaman itu
misalnya pengalaman sendiri, masing-masing anak
memiliki sendiri walaupun dilakukan secara bersama-sama.
Dari dia mengalami, melakukan sesuatu, mengungkap data
informasi yang diperlukan lalu data itu diolah,
distrukturkan, di sistemasikan sehingga ia memahami alur
dan kerangka nya, lalu bisa menyimpulkan.
Bu Sri Wahyaningsih : mulai dari merencanakan, melakukan, menganalisa,
mengambil kesimpulan, nah jadi kita belajar yang
terstruktur sebetulnya. Jadi tidak kemudian sudah
menentukan materi, menentukan tema, namun bagaimana
anak menemukan tadi kan harus ada strukturnya, jadi
menggunakan struktur itu.
Bu Avin : kalau dalam daur belajar nya salam kan biar mereka
mencari sendiri kan, lalu menganalisis kemudian nanti kita
lihat-lihat lalu aplikasi.
Bu Wiwin : Awalnya anak melihat, lalu mengungkapkan, anak
membuat sesuatu, lalu kesimpulan. Nah sebenarnya yang
dilakukan itu seperti itulah, alur nya begitu.
Hasil Pengamatan : Peneliti mendapatkan penjelasan tentang daur belajar saat
mengikuti workshop yang digelar Sanggar Anak Alam di
267
Merdesa cafe, yaitu Daur belajar adalah sebuah serangkaian
proses yang akan ditempuh pebelajar untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. untuk melakukan serangkai proses
dalam daur belajar, anak-anak memerlukan data yang
diambil melalui riset. Daur belajar merupakan model
pembelajaran khas Sanggar Anak Alam
Dokumentasi :
Kesimpulan : Daur belajar merupakan model pembelajaran khas
Sanggar Anak Alam. Daur belajar adalah suatu rangkaian
proses yang meliputi “melakukan-mengungkap data-
mengolah data-mem-buat kesimpulan-menerapkan” dengan
menggunakan riset yang berbasis pada pengalaman untuk
mendapatkan data, dengan tujuan agar pebelajar dapat
menemukan pengetahuannya sendiri.
Sanggar Anak Alam memiliki slogan “mendengar saya lupa, melihat saya ingat,
melakukan saya paham, menemukan sendiri saya kuasai”, bagaimana
implementasi slogan tersebut dalam proses pembelajaran? Dan apakah seluruh
anggota belajar di Sanggar Anak Alam sudah mengimplementasikan dengan baik?
MELAKUKAN
UNGKAP DATA
OLAH DATAKESIMPULAN
TERAPKAN
268
Bu Sri Wahyaningsih:mereka diberi kesempatan, kalau misal mendengar kan itu
sekedar diceritain tadi, kalau melihat itu anak hanya
melihat gambar-gambar, tapi disini justru mereka
melakukan sendiri.
Mas Yudhis : Kan kalau dilihat itu yang paling pokok itu “menemukan
sendiri saya kuasai”, nah itu yang saya ceritakan tadi,
bahwa anak mengalami sebuah peristiwa, dan jika peristiwa
itu dibongkar dan di strukturkan akan menjadi daur belajar.
Hasil pengamatan : peneliti mengamati bahwa dalam kegiatan pembelajaran
Sanggar Anak Alam tidak didominasi dengan hubungan
searah yang menuntut pebelajar untuk mendengar. aktivitas
pembelajaran di Sanggar Anak Alam berpusat pada
pebelajar. Menuntut pebelajar untuk aktif dalam setiap
aktivitas pembelajaran.
Kesimpulan : Di Sanggar Anak Alam, pembelajaran berpusat pada
pebelajar. Para pebelajar belajar dengan melakukan sendiri
dan menemukan sendiri pengetahuannya dari peristiwa-
peristiwa yang mereka alami dan temui. Pembelajaran tidak
didominasi dengan hubungan searah yang menuntut anak
untuk mendengar.
Apakah Sanggar Anak Alam mengikuti kurikulum yang dibuat oleh pemerintah?
Jika tidak, pedoman apakah yang dianut Sanggar Anak Alam dalam
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran?
Mas Yudhis : Kita sebenarnya membuat kurikulum sendiri tetapi kita
tetap memperhatikan kurikulum yang dibuat dinas.
Misalnya ada cakupan belajar jika kita menyebutnya, nah
itu seperti yang ada pada SKKD pada KTSP.
269
Bu Sri Wahyaningsih : Kurikulum sebanarnya kan pedoman, output atau
capaiannya mau apa, pedoman mestinya mengarahkan kita
mau kemana. Sudah saya katakan tadi, untuk kelas 1 2 3
bagaimana menghantarkan anak agar bisa calistung.
Kemudian membaca apa, menulis apa, nah itu yang harus
dibicarakan bersama. Nah kita punya cakupan-cakupan
belajar, misal untuk kelas 1 menguasai berapa suku kata,
dsb. nah capaian-capaian ini yang telah kita sepakati di
awal, kita mengambil dari kurikulum nasional lebih pada
cakupan. Nah isi atau proses nya kita sesuaikan karena
disini adalah belajar melalui pengalaman.
Mas Timo : tentu saja kami juga mengacu pada kurikulum nasional,
hanya kami mengambil indikator-indikator yang berkaitan
dengan tema saja
Hasil Pengamatan : Dalam workshop Sanggar Anak Alam yang diikuti
peneliti, mas Yudhis menunjukkan kurikulum nasional
KTSP untuk melihat indikator-indikator umum. Sanggar
Anak Alam mengambil beberapa cakupan/capaian belajar
yang ada di KTSP. Dari indikator tersebut, Sanggar Anak
Alam membuat sebuah skema target dasar belajar yang
berisi tujuan dan konteks.
Kesimpulan : Sanggar Anak Alam tetap memperhatikan kurikulum
nasional yang dibuat pemerintah dengan memakai beberapa
cakupan/capaian belajar yang ada pada kurikulum nasional.
namun capaian tersebut diolah dengan menggunakan
pembelajaran khas Sanggar Anak Alam, yaitu dengan riset
dan daur belajar. Sanggar Anak Alam tetap membuat
perencanaan dengan mengambil capaian atau indikator
270
yang ada pada kurikulun nasional dan membuat skema
target dasar belajar yang berisi tujuan dan konteks.
Siapa saja yang terlibat dalam aktifitas pembelajaran Sanggar Anak Alam?
Bu Sri Wahyaningsih : Kalau disini yang belajar tidak hanya anak, karena ini
komunitas, maka yang harus belajar juga fasilitator, orang
tua dan masyarakat. jadi kita menjadi satu kesatuan,
menciptakan ruang belajar bagi siapapun.
Mas Yudhis : Yang jelas siapapun yang belajar disini, baik anak, orang
tua, fasilitator, penyelenggara sekolah, maupun masyarakat.
nah ini juga yang membedakan, sekolah pada umum nya
adalah indikator yang ingin menjadikan pebelajar yang bla
bla bla, kalau kita ingin membangun sebuah komunitas
belajar yang melibatkan semua pihak. Itu yang menjadi
perhatian kami.
Hasil Pengamatan : Ada pihak-pihak yang terlibat aktif dalam pembelajaran di
Sanggar Anak Alam, yaitu: fasilitator, pebelajar, dan orang
tua. Masyarakat sekitar juga terkadang terlibat di kegiatan
Sanggar Anak Alam, seperti dalam pesta panen.
Kesimpulan : Penyelenggaraan pembelajaran di Sanggar Anak Alam
melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut antara
lain: pebelajar, fasilitator, orang tua, dan masyarakat.
Kesemuanya menjadi satu kesatuan yang utuh.
Bagaimana posisi Sanggar Anak Alam terhadap aturan-aturan terkait pendidikan
yang dikeluarkan pemerintah selaku penyelenggara utama pendidikan?
271
Bu Sri Wahyaningsih : Kalau kami tidak masalah, ada tiga pilar pendidikan
menurut Ki Hadjar Dewantara, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Sebenarnya kami ingin menjalankan itu, nah
kalau perkembangan sekarang, sekolah menjadi institusi
tersendiri yang mengurangi keterlibatan orang tua dan
masyarakat, itu menurut saya justru kekeliruan besar.
Karena pendidikan harus berlangsung di dalamnya, kalau
bermasyarakat manusia adalah makhluk sosial, jadi tidak
mungkin sendiri. keluarga harus menjadi proses
pembelajaran yang utama dan pertama, itu yang harus
dilakukan.
Mas Yudhis : Yang jelas kalau berbicara pendidikan adalah hak dari
warga negara, dan negara memiliki kewajiban untuk
memberikan itu ke anak-anak. Salam sebagai warga negara
juga mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan
yang sesuai dengan esensi dari pendidikan itu sendiri.
Kesimpulan : Sanggar Anak Alam tidak mempermasalahkan aturan-
aturan yang dibuat pemerintah. Sanggar Anak Alam hanya
ingin menciptakan ruang untuk membuka jalan pendidikan
yang esensial dan juga sesuai dengan tiga pilar Ki Hadjar
Dewantara, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. .
Apakah sebenarnya tujuan utama Sanggar Anak Alam menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran?
Bu Sri Wahyaningsih : Ya kami sebetulnya menciptakan ruang, karena
pendidikan itu sepanjang masa, hiduplah, itu bagaimana
proses ini benar-benar dilalui, kami tidak mengerdilkan arti
pendidikan hanya sekolah, nah ini pelajaran hidup,
sehingga yang dipelajari adalah hal-hal yang kita berkaitan
272
dengan kehidupan. Kenapa kita kemarin melakukan pesta
panen, nah itu juga dalam rangka itu. menjadi wujud nyata
bahwa kita menciptakan ruang belajar bagi semua.
Mas Yudhis : Tujuan utama nya adalah memberikan ruang bagi anak
atau pendidikan dasar untuk berada pada esensi,
mengembalikan esensi pendidikan dasar, itu yang ingin kita
upayakan. Esensi nya pendidikan dasar berarti hal-hal yang
mendasar yang kita pelajari, kemanusiaan, kehidupan
manusia sendiri, maka itu perlu mendapat perhatian, maka
ada 4 perspektif yang kami giatkan yaitu pangan,
kesehatan, lingkungan dan sosial budaya. Belajar nya
alamiah seperti yang ada dalam daur belajar itu.
Kesimpulan : Sanggar Anak Alam bertujuan untuk menciptakan ruang
bagi pendidikan dasar terutama, dengan mengedepankan
hal-hal mendasar dari kehidupan manusia seperti pangan,
kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya.
Apakah perbedaan antara fasilitator Sanggar Anak Alam dengan Guru sekolah
formal?
Bu Sri Wahyaningsih : Tidak hanya sekedar metode, ini adalah paradigma. Kalau
metode bermacam-macam, kalau ini adalah yang mendasari
yaitu pola pikir seperti itu, kita benar-benar mendudukan
anak sebagai subjek, belajar itu produktif harus
menghasilkan ilmu pengetahuan, bukan hanya sekedar
transfer, kalau guru lebih tau dulu lalu mentransfer ilmu
nya kepada anak-anak. Ini perbedaan yang mendasar. Jadi
273
bagaimana kita menghantar anak, mendampingi anak agar
anak mampu menemukan ilmu pengetahuannya sendiri, ia
menjadi subjek yang aktif, dia menjadi pembelajar, sama
fasiliatator juga harus menjadi pembelajar.
Bu Erna : Beda sekali, sebagai memfasilitasi saja, memfasilitasi ide,
keinginan, solusi-solusi mereka.
Iris : Beda, kalau guru nggak terlalu dekat dengan pebelajar,
kalau fasilitator dekat. Kalau guru mereka ngomongin teori
dan pendampingan kurang, kalau fasilitator itu mereka
mendampingi kita dan memfasilitasi.
Hasil pengamatan : Peneliti melihat peran fasilitator memiliki perbedaan
dengan guru sekolah formal. Fasilitator berusaha lebih
banyak memfasilitasi pebelajar dan bukan memberi
pengetahuan kepada pebelajar. Fasilitator membetulkan apa
yang salah dari yang diungkapkan pebelajar. Fasilitator
memberi motivasi agar pebelajar selalu antusias untuk
belajar. Fasilitator juga belajar dari pebelajar.
Kesimpulan : Sanggar Anak Alam tidak hanya mengganti istilah guru
menjadi fasilitator. Namun didasarkan atas paradigma yang
ingin menempatkan pebelajar sebagai subjek aktif sebagai
pebelajar. Kebanyakan guru menempatkan posisi sebagai
orang yang lebih tau dulu lalu mentransfer ilmu nya kepada
anak-anak, sedangkan Fasilitator bertugas untuk
mendampingi. Memotivasi dan memfasilitasi apa yang
pebelajar perlukan untuk menemukan pengetahuannya.
Apa peran dan tugas Tugas fasilitator di Sanggar Anak Alam? Dan Seberapa jauh
keterlibatan fasilitator dalam proses pembelajaran?
274
Bu Sri Wahyaningsih : Sebenarnya kami memakai nama fasilitator itu juga bukan
tanpa alasan, kami sangat banyak alasan, karena kami
percaya bahwa anak adalah maha guru bagi dirinya,
sehingga yang dibutuhkan adalah fasilitator itu tadi,
pendamping , jadi bagaimana kita mendampingi, juga sama
seperti yang Ki Hajar Dewantara katakan bahwa Tut Wuri
Handayani, Ing Madya Mangunkarso, Ing Ngarso sung
Tuladha. Itu sebenarnya pembelajaran yang aktif. Jadi kita
sejajar dengan anak-anak. Jadi kita sejajar dengan anak-
anak. Kata fasilitator itu lebih setara dengan anak-anak.
Mas Timo : Sesuai istilah tersebut, jadi kita disini hanya menfasilitasi
anak-anak, kita hanya mendapingi dan membuat kondisi
dimana anak bisa belajar.
Nanda : Fasilitator ya mendampingi terus, memfasilitasi terus.
Hasil Pengamatan : Dalam pengamatan yang dilakukan peneliti, fasilitator
memang bertugas mendampingi dan memfasilitasi
keperluan belajar mereka. Seperti yang peneliti pernah
rasakan menjadi fasilitator di SMP Sanggar Anak Alam,
fasilitator mendampingi riset-riset yang dilakukan
pebelajar, lalu membantu pebelajar untuk membawa data-
data riset ke dalam kelas.
Kesimpulan : Fasilitator Sanggar Anak Alam memiliki tugas untuk
mendampingi dan memfasilitasi segala keperluan belajar
pebelajar agar mampu menemukan pengetahuannya sendiri.
kedudukan antara fasilitator dan pebelajar setara.
Apakah fasilitator memandang pebelajar yang belajar di Sanggar Anak Alam
bersama anda adalah objek yang harus diberi materi agar menjadi pintar?
bagaimana anda memandang pebelajar sebagai orang yang belajar?
275
Mas Timo : bisa dibilang teman belajar. jadi, anak–anak itu sebagai
teman belajar, mereka belajar sesuatu juga kita untuk
belajar sesuatu juga mas.
Mbak Vian : Tidak, kalau saya menyebut mereka itu teman-teman, kita
saling sharing saja, saya belajar dan mereka juga belajar,
mereka tidak diberi materi pun juga mereka bisa belajar,
kita belajar dari apa yang mereka tanyakan.
Bu Wiwin : jadi kita menganggap pebelajar itu ya mereka juga ribadi
yang utuh yang sudah punya bekal, punya motivasi, punya
pengetahuannya sendiri, dan saya bertugas tidak untuk
memberi pengetahuan, tapi mendampingi mereka untuk
menemukan pengetahuan mereka.
Hasil pengamatan : Peneliti melihat fasilitator sangat akrab dengan pebelajar.
Komunikasi yang terbangun antara pebelajar dengan
fasilitator baik seperti antara sesama teman. Namun peneliti
masih menemukan fasilitator yang berlaku layaknya
seorang guru yang memberi instruksi kepada pebelajarnya.
Kesimpulan : Fasilitator di Sanggar Anak Alam memandang pebelajar
sebagai teman belajar yang memiliki pengetahuannya
sendiri, kedua nya sama-sama berkepentingan untuk belajar
bersama. Namun masih ada beberapa fasilitator yang
berlaku seperti guru yang memberi instruksi.
Selama anda menjadi fasilitator, pembelajaran seperti apa yang telah anda lakukan
bersama pebelajar?
Mas Timo : ....riset profesi yang ada di Indonesia. Tapi sekitar sini
mas, tidak di lingkungan sekitar sini saja sudah cukup,
anak-anak mewawancarai ada yang profesi nya sebagai
276
pekerja salon, penjual angkringan, petani, pokoknya di
sekitar lingkungan sini. Selain itu juga dulu kita belajar
transportasi, dulu sepeda, belajar sampai dulu kita merakit
sepeda, lalu transportasi kereta api, dan terakhir kemarin
andong.
Mbak Vian : Sedang tanaman, dulu riset lingkungan sekitar bisa
berkembang banyak. Memang banyak improvisasi untuk
kelas 1, rencana kita hari ini riset apa, tapi saat kita jalan-
jalan lalu mereka menemukan sesuatu yang menarik buat
mereka, ya kita akan ikuti alur yang anak-anak temukan.
Hasil Pengamatan : Peneliti melihat fasilitator Sanggar Anak Alam membantu
anak-anak dalam menjalankan riset. Mulai dari
perencanaan hingga kesimpulan.
Kesimpulan : Fasilitator Sanggar Anak Alam memahami bahwa riset
adalah bagian yang penting dari pembelajaran di Sanggar
Anak Alam. Fasilitator membantu pebelajar mulai dari
perencanaan hingga kesimpulan. Fasilitator memahami
konsep pembelajaran yang digunakan di Sanggar Anak
Alam.
Apakah sebelumnya anda (fasilitator) mengerti hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran seperti, metode, kurikulum, dsb?
Mas Timo : Saya tidak tau, saya lulusan psikologi, sebenarnya pernah ada mata kuliah psikologi pendidikan, tapi saya tidak tertarik, namun setelah di SALAM saya menjadi tertarik, walaupun tidak tau istilah-istilah pendidikan seperti pedagogi, dsb.
Mbak Vian : Kalau selama saya kuliah sih sedikit banyak tau tentang kurikulum, media, cara mengajar.
277
Bu Erna : Pernah belajar.
Kesimpulan : Tidak semua fasilitator di Sanggar Anak Alam mengerti tentang hal-hal seputar pembelajaran, seperti kurikulum, metode, dll.
Apakah ada kualifikasi khusus untuk menjadi fasilitator Sanggar Anak Alam?
Mas Yudhis : Yang penting, orang itu mau belajar, kalau kita mau
belajar maka akan mudah ketika menemani anak-anak
mencari tau, lalu yang kedua dia harus punya keasikan
dengan anak-anak, seperti berkomunikasi, pendekatan
untuk menjadi teman bisa mudah jika punya keasikan, lalu
yang ketiga dia punya keterbukaan untuk kerja tim, baik
dengan anak-anak, orang tua, maupun fasilitator yang lain,
yang keempat adalah komitmen waktu.
Hasil Pengamatan : Dari beberapa tanya jawab peneliti dengan narasumber-
narasumber, terutama fasilitator, ternyata banyak fasilitator
Sanggar Anak Alam yang bukan berasal dari background
pendidikan, namun dari beragam latar belakang.
Kesimpulan : Tidak ada kualifikasi khusus untuk menjadi fasilitator
Sanggar Anak Alam. Tidak harus dari latar belakang
pendidikan. yang penting orang yang menjadi fasilitator
harus mau belajar, menemani dan berkomunikasi dengan
anak-anak, dan keterbukaan untuk bekerja secara tim.
Apakah ada aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi bagi pebelajar selama
proses pembelajaran? Siapa yang membuat aturan tersebut? Bagaimana
membuatnya (bersama atau seperti apa) ?
Mas Yudhis : Kita tidak membuat aturan, yang kita bangun adalah
kesepakatan. Kesepakatan yang muncul dari pengalaman
278
Bu Wiwin : Kalau kesepakatan di SALAM sendiri sudah ada
“menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”, kalau
kesepakatan di kelas misalnya bagaiamana di kelas kita
buka forum bareng-bareng, kalau di kelas ada orang bicara
sebaiknya gimana, mendengarkan atau bagaimana,
kesepaktannya kalau ada orang bicara didengarkan dulu.
Terus ada teman jatuh, lalu gimana yang harus dilakukan.
Jadi kesepakatan-kesepakatan timbul dari konsolidasi.
Bu Erna : Ada kesepakatan. Yang membuat ya kita bersama, ya
anak-anak dan kita. Jadi diskusi gitu. Kalaupun ada
kesepakatan yang dilanggar itu konsekuensi nya sesuai
dengan kesepakatan.
Satiti : Nggak sih, kalau kesepakatan sekolah dari sekolah, kalau
kesepakatan di kelas ya anak-anak, misalnya konsekuensi
nya apa terus ngapain.
Hasil Pengamatan : Di Sanggar Anak Alam terdapat kesepakatan “menjaga
diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”. Di setiap
masing-masing kelas terdapat kesepakatan yang dibuat
Pebelajar dan fasilitator.
Kesimpulan : Tidak ada peraturan-peraturan yang ketat di Sanggar Anak
Alam. Yang ada adalah kesepakatan. Kesepakatan umum
Sanggar Anak Alam yaitu “menjaga diri, menjaga teman,
menjaga lingkungan”. lalu antara fasilitator dan pebelajar,
membuat kesepakatan di kelas masing-masing dengan cara
berdiskusi berdasarkan kesepakatan umum Sanggar Anak
Alam. Semua kesepakatan berdarasarkan atas keputusan
bersama antara fasilitator dan pebelajar.
279
Apakah belajar di Sanggar Anak Alam membuat adik lebih bebas dalam
menentukan apa yang akan dipelajari?
Nanda : Di bebasin, tidak terpaku sama buku, nggak kayak sekolah
formal baca buku terus ngerjakan soal, nggak gitu. Kita
bisa belajar dari mana saja, misal dari ngelakuin sesuatu
atau hal-hal lain.
Iris : Kadang iya kadang tidak
Hasil Pengamatan : Dalam pengamatan yang dilakukan peneliti, tidak semua
yang dipelajari ditentukan oleh anak-anak. Ada materi-materi yang ditentukan
juga oleh fasilitator.
Kesimpulan : Pebelajar di Sanggar Anak Alam belum sepenuhnya bebas
menentukan apa yang akan mereka pelajari. Beberapa
materi masih ditentukan oleh fasilitator.
Karena pembelajaran Sanggar Anak Alam yang berbeda, apakah terdapat
kesulitan yang dialami baik dari fasilitator maupun pebelajar di dalam proses
pembelajaran nya?
Bu Sri Wahyaningsih : .....dulu fasilitator kan mendapatkan pelajaran bukan
seperti yang ada disini, jadi keinginan untuk mengajar itu
kuat. Dan ada rasa tidak percaya terhadap anak-anak untuk
belajar, inti nya kepercayaan fasilitator terhadap anak-anak.
Itu kadang-kadang ragu-ragu. Saya menyadari bahwa
fasilitator juga perlu berproses, maka dari itu yang
berproses bukan hanya anak namun fasilitator, dia harus
menemukan juga.
Bu Avin : Kalau boleh bilang, yang paling sulit adalah orang tua
yang masih sulit bekerja sama. Sementara kita selalu
280
berkoar-koar bahwa SALAM bukan Cuma fasilitator dan
anak. Namun juga kita bertiga, yaitu orang tua, PKBM, dan
anak.
Mbak Vian : mungkin karena saya relatif baru, metode-metode unik
untuk menghadapi anak yang berbagai macam, memotivasi
anak, mungkin juga kendala di awal saat akan membangun
motivasi anak.
Kesimpulan : Masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh Sanggar
Anak Alam dengan model pembelajaran nya yang berbeda
dari sekolah formal.
281
Lampiran 8. Surat izin penelitian
282
283
284
Lampiran 9. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian
Top Related