1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
pembuatan jurnal berjudul ”Hubungan Aktivitas Pelaku dengan Pola Ruang pada Art and
Culture Center Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini diajukan sebagai
Tugas Mata Kuliah Seminar Arsitektur di Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya.
Penyelesaian proposal skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Abraham M. Ridjal, ST. MT selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Seminar Arsitektur, atas
ilmu serta bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan tugas akhir ini; kedua orang
tua, atas kasih sayang serta dukungan moril dan materiil; serta teman-teman Jurusan
Arsitektur Angkatan 2010, atas dukungan dan bantuannya.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
jurnal ini. Karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Malang, 20 November 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................. 2
Daftar Skema .......................................................................................................................... 3
Daftar Gambar ....................................................................................................................... 4
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 6
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 7
1.4 Kegunaan ......................................................................................................................... 7
Bab II Tinjauan Teori .............................................................................................................. 8
2.1 Perilaku Dalam Arsitektur ................................................................................................ 8
2.2 Karakteristik Generasi Muda ......................................................................................... 19
2.3 Desain Bangunan .......................................................................................................... 21
2.4 Studi Komparasi ............................................................................................................ 23
Bab III Metodologi ............................................................................................................... 37
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................................................... 37
3.2 Pengolahan Data ........................................................................................................... 37
3.3 Metode ......................................................................................................................... 38
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 45
3
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Pengaruh E dan P masing-masing terhadap B ................................................... 10
Skema 2.2 Pengaruh E dan P terhadap B ............................................................................ 10
Skema 2.3 Model Hubungan Manusia dengan Lingkungannya .......................................... 12
Skema 2.4 Desain Lingkungan Siberkinetik ......................................................................... 15
Skema 2.5 Diagram Perancangan Teori Positif.................................................................... 17
Skema 2.6 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Satu Lantai ........................................................ 25
Skema 2.7 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Dua Lantai......................................................... 25
Skema 2.8 Pola Awal Dua Lantai Menjadi Dua Lantai ......................................................... 25
Skema 3.1 Kerangka Berpikir............................................................................................... 37
Skema 3.2 Model Pengambilan Keputusan ......................................................................... 41
Skema 3.3 Model Perancangan ........................................................................................... 42
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tatanan Massa Pada Selasar Sunaryo Art Space ............................................. 32
Gambar 2.2 Pintu Masuk Selasar Sunaryo .......................................................................... 33
Gambar 2.3 Maket Studi Selasar Sunaryo ........................................................................... 34
Gambar 2.4 Ruang Dalam Selasar Sunaryo ......................................................................... 34
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Generasi muda Indonesia adalah generasi yang berpotensi untuk membawa perubahan
bagi bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya prestasi-prestasi yang
ditorehkan oleh para pemuda bagi Indonesia, baik di kancah nasional maupun internasional.
Prestasi yang diraih oleh para pemuda ini terdiri dari berbagai macam bidang, mulai dari
sains sampai dengan seni. Di bidang sains, ada Firman Azhari, mahasiswa Elektro ITB yang
mendapat penghargaan sebagai pemenang International Student Conference Cyber Security
lewat karya penelitian yang dilakukannya. Selain itu di bidang seni, Indonesia juga
dibanggakan oleh Tex Saverio, desain muda yang karya-karya digunakan oleh artis
internasional. Dengan banyaknya prestasi yang diraih, generasi muda merupakan potensi
besar untuk mengembangkan kemajuan negara.
Di Surabaya, kondisi generasi muda bermacam-macam. Banyak prestasi yang diraih oleh
pemuda Surabaya dalam berbagai bidang. Selain itu, generasi muda di Surabaya banyak
membuat komunitas-komunitas yang bergerak dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah
Save Street Child Surabaya yang bergerak dalam bidang pendidikan bagi anak jalanan yang
diusahakan oleh para pemuda. Ada juga Surabaya Youth Carnival, sebuah kegiatan yang
diselenggarakan oleh para pemuda untuk mengingkatkan kepedulian anak muda Surabaya
tentang berbagai isu sosial di sekitarnya.
Namun di sisi lain, banyak pula jumlah anak muda yang putus sekolah. Berdasarkan data
dari Bappeda Jawa Timur, tercatat lebih dari 6 ribu jiwa, pemuda Surabaya yang putus
sekolah di jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Para pemuda yang putus sekolah ini akhirnya
berujung dengan menjadi anak jalanan, pengamen, preman, atau pekerja kasar. Selain itu
dari data yang dikelola oleh Crisis Center Mitra Permata Hati, terdapat berbagai macam kasus
perilaku pemuda Surabaya yang menyimpang seperti merokok di usia dini, narkoba, bunuh
diri, HIV dan kehamilan dini. Hal ini merupakan permasalah pemuda Surabaya yang sampai
hari ini masih berusaha ditangani oleh pemerintah.
6
Pemuda dalam memajukan negara memiliki peran yang sangat penting sebagai tenaga
produktiv. Di usia 16-30 tahun, pemuda dapat menjadi sumber pemikiran untuk
mengembangkan negara di berbagai bidang seperti kewirausahaan, pendidikan, konservasi
alam, pembangunan lingkungan dan lain sebagainya. Melihat permasalahan pemuda di
Surabaya yang masih beraneka ragam, perlu adanya pembinaan bagi para pemuda untuk
memaksimalkan potensi yang dimilikinya sehingga menghasilkan kontribusi yang positif.
Terutama melihat perkembangan Surabaya hari ini yang semakin gencar menjadi kota bisnis
di kancah internasional.
Melihat kebutuhan untuk memaksimalkan potensi generasi muda di Surabaya, maka
diperlukan sebuah wadah untuk menjadi pusat pengembangan dan aktualisasi diri yang
dapat mewadahi generasi muda dengan berbagai latar belakang. Para peneliti dari Michigan
State University melakukan analisa terhadap kelompok Honors College yang lulus antara
1990 hingga 1995. Mereka menemukan, peserta yang pintar dalam sains, teknologi, teknik,
matematika, dan memiliki bisnis pribadi adalah mereka yang diajarkan seni delapan kali lebih
banyak dari anak-anak lain pada umumnya. Studi mengindikasikan, 93 persen lulusan sains
pernah rutin bermain musik, sementara orang rata-rata hanya 34 persen yang
melakukannya. Studi juga menemukan, dari mereka yang bermain musik, 42 persen yang
pandai di bidang elektronik berpeluang memperoleh paten, 30 persen yang pandai di bidang
fotografi berpeluang memperoleh penghargaan, dan yang menekuni bidang arsitektur
berpeluang 87,5 persen lebih tinggi untuk mendirikan perusahaan pribadi. Oleh karena itu,
fungsi Art and Culture Center dipilih untuk menjadi wadah yang dapat memaksimalkan
potensi generasi muda di Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan analisa hubungan aktivitas pelaku terhadap pola ruang dalam
perancangan art and culture center yang dapat mewadahi generasi muda di Surabaya
untuk mengembangkan diri?
7
1.3 Tujuan
Mengetahui penerapan analisa hubungan aktivitas pelaku terhadap pola ruang
dalam perancangan art and culture center yang dapat mewadahi generasi muda di
Surabaya untuk mengembangkan diri.
1.4 Kegunaan
1. Bagi perancang dan pelajar arsitektur
Memberi penjelasan mengenai pola ruang dalam art and culture center yang
dipengaruhi oleh aktivitas penggunanya, yaitu generasi muda. Selain itu juga memberi
penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam membuat pola ruang guna
mewadahi sasaran dalam fungsi tersebut.
2. Bagi akademisi
Sebagai wacana untuk dikemukakan para akademisi arsitektur mengenai bangunan
art and culture center sebagai wadah pengembangan diri generasi muda dengan
memperhatikan aktivitas dan karakter pelaku dalam menentukan pola ruang dalam
bangunan.
3. Bagi ilmuwan
Memberikan penjelasan mengenai analisis aktivitas pelaku yang sangat berpengaruh
dalam menentukan pola ruang dalam suatu bangunan untuk mencapai tujuan dengan
optimal.
4. Bagi Masyarakat Umum
Sebagai masukan bagi pembangunan dan pengembangan bangunan-bangunan
kesenian atau fasilitas lain yang ditujukan bagi generasi muda.
5. Bagi Pemerintah
Memberikan masukan mengenai seberapa pentingnya untuk menjaga dan
mewadahi generasi muda guna memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki melalui
fasilitas seni dan budaya seperti art and culture center.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Perilaku Dalam Arsitektur
Ilmu perilaku (behavorial sciences) adalah suatu istilah bagi pengelompokan yang
mempunyai cakupan luas. Termasuk di dalamnya antroplogi, sosiologi, dan psikologi.
Kadang kala ilmu politik atau ekonomi juga digolongkan ke dalam kelompok ilmu perilaku.
Semuanya adalah bidang ilmu yang bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai
kegiatan manusia, sikap, dan nilai-nilai.
1. Pengertian Perilaku
Setelah psikologi berkembang luas dan dituntut mempunyai ciri-ciri suatu disiplin
ilmu pengetahuan maka jiwa dipandang terlalu abstrak. Sementara itu, ilmu
pengetahuan menghendaki objeknya bias diamati, dicatat dan diukur.
Hal ini membawa J.B. Watson (1878-1958) memandang psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang perilaku karena perilaku lebih mudah diamati, dicatat dan diukur.
Arti perilaku mencakup perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis, memasak,
melihat, bekerja, dan perilaku yang tidak kasatmata seperti fantasi, motivasi, dan proses
yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.
Sebagai objek studi empiris, perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Perilaku itu sendiri kasatmata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung
mungkin tidak dapat diamati.
- Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereotip,
seperti perilaku binatang bersel satu, perilaku kompleks seperti perilaku social
manusia; perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses
mental biologis yang lebih tinggi.
- Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang
menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan gerakan fisik dalam berperilaku.
- Perilaku bias disadari dan bias juga tidak disadari.
9
2. Latar Belakang Ilmu Perilaku-Lingkungan
Dalam sejarahnya, studi ini kembali ke bidang psikologi, tetapi bukan bagian inti dari
pendalaman psikologi. Secara historis merupakan bagian dari program social untuk
kesejahteraan masyarakat dan fokusnya adalah hubungan saling menunjang Antara
manusia sebagai individu ataupun kelompok dan lingkungan fisiknya, untuk
meningkatkan kehidupan melalui kebijakan perencanaan dan perancangan (Moore
dalam Laurens, 1976).
Dua orang tokoh yang mengawali studi ini adalah Kurt Lewin (1890-1947) dan Egon
Brunswik (1903-1955). Brunswik yang dilahirkan di Budapest dan dibesarkan di Vienna,
percaya bahwa lingkungan fisik mempengaruhi manusia tanpa manusia sendiri
menyadarinya. Seperti pengaruh lampu TL terhadap kepuasan kerja seseorang pekerja
atau produktivitasnya meskipun ia sendiri tidak menyadarinya. Apabila lingkungan
sungguh mempengaruhi manusia secara psikologis, diyakininya hal ini dapat dipelajari
secara sistematis. Brunswik inilah orang pertama yang menggunakan istilah psikologi-
lingkungan.
Kurt Lewin seorang penganut psikologi Gesalt, yang dilahirkan di Prussia dan
menjalani pendidikan di Jerman, merupakan salah seorang tokoh yang pertama kali
memberi pertimbangan terhadap pengaruh lingkungan fisik pada perilaku manusia. Ia
menekankan adanya pandangan individual mengenai lingkungan. Ia membimbing banyak
penelitian dan studi-studi mengenai perubahan social. Ia membuat rumusan bahwa
tingkah laku (B=behavior) merupakan fungsi dari keadaan pribadi seseorang (P=person)
dan lingkungan tempat orang itu berada (E=environment) atau B = f (P,E).
Sementara itu, kaum nativis beranggapan bahwa factor manusialah (factor P) yang
berperan dalam menentukan tinglah laku manusia sehingga apabila P bersifat x (Px) maka
tingkah laku orang itu menjadi x pula (Bx). Demikian pula Py akan menimbulkan By.
Seperti seseorang memiliki sifat pemarah akan marah dalam situasi menghadapi
kesulitan. Sementara itu seorang penyabar akan bertambah sabar dalam menghadapi
kondisi serupa.
Di pihak lain, kaum empiris berpendapat bahwa factor lingkunganlah (factor E) yang
menentukan sehingga Ex akan menimbulkan Bx dan Ey menghasilkan By. Misalnya, jika
10
sesorang dimarahi maka ia akan merasa tidak senang, sedangkan apabila ia dipuji, ia akan
merasa senang.
Setelah era Lewin, kedua factor itu dianggap sama penting, tetapi fokusnya tetap
pada pengaruh E dan P masing-masing terhadap B. Perkembangan selanjutnya muncul
teori psikologi kognitif, yaitu hubungan E dan P dalam proses kognisi manusia lebih
mendapat perhatian (skema 2.2).
Murid-murid mereka, seperti Roger Barker dan Herbert Wright, mengembangkan
bidang studi itu. Kemudian, dikenal dengan teori psikologi ekologis dan melahirkan
konsep mengenai tata perilaku sebagai suatu unit sosiofisik dalam skala kecil yang
mencakup aturan-aturan social dan aspek ruang fisik dalam kehidupan sehari-hari dan
membentuk pola perilaku tertentu. Konsep ini menekankan adanya pola perilaku yang
bisa kita temui di sebuah restoran atau di sebuah pertandingan bola. Meskipun ada
variasi dalam tingkah laku individu, pola perilaku yang terjadi tetap sama.
Kemudia konsep ini dikembangkan oleh Wicker (1987 dalam Laurens, 2004) yang
mengatakan bahwa tata perilaku ini bukanlah suatu entitas yang statis, melainkan
dilahirkan, tumbuh, beradaptasi, berjuang, dan kemudian mati.
Pada akhir tahun 1950-an, Robert Sommer dan Humphrey Osnond, mulai melakukan
perubahan-perubahan elemen fisik secara sistematis pada bangunan-bangunan di
Sumber: Laurens, 2004
Sumber: Laurens, 2004
11
Kanada dan melakukan pengamatan bagaimana perubahan itu berpengaruh terhadap
perilaku manusia. Pada masa itu pula Robert Sommer mulai melakukan studi mengenai
ruang personal. Di New York, William Ittelson dan Harold Proshansky mengembangkan
psikologi pasien di rumah sakit mental.
Konferensi pertama yang kemudia melahirkan psikologi arsitektur diadakan di
Universitas Utah tahun 1961 dan 1966. Kemudian, mulai muncul jurnal ilmiah yang
membahas mengenai perilaku dan lingkungan (seperti Journal of Environmental
Psychology, sehak 1981, dan tahun 1987 terbit Handbook of Environmental Psychology)
dan bidang ilmu ini semakin mendapat pengakuan dengan dibentukknya organisasi
perilaku lingkungan yang rutin melakukan pertemuan tahunan sejak tahun 1960.
Dalam perjalanan perkembangan ilmu perilaku-lingkungan ini banyak dilakukan
penelitian dan pengembangan teori. Akan tetapi, tidak ada satu pun teori yang dianggap
dapat menjawab semua permasalahan dalam psikologi lingkungan. Berbagai model
ditawarkan untuk menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dengan
lingkungannya. Salah satu model tersebut sebagai berikut:
3. Hubungan Manusia dan Lingkungan
Beberapa masalah muncul bersamaan dengan ideology gerakan arsitektur modern.
Ini disebabkan rancangan dibuat sebagai manifestasi dari prinsip-prinsip desain, tetapi
Sumber: Laurens, 2004
Skema 2.3 Model Hubungan Manusia dengan
Lingkungannya
12
tidak berperan dalam memenuhi tuntutan gaya hidup. Misalnya, pada kasus proyek
Pruitt-Igoe, St. Louis, yang demikian terkenal. Ketika dibangun, 43 gedung apartemen ini
disambut sebagai “karya cemerlang pada cakrawala kota, dengan harapan baru bagi
kaum miskin di kota ini”. Namun, lima belas tahun kemudian bangunan ini didinamit
dengan sengaja oleh para sponsornya sehingga rata dengan tanah sebagai pengakuan
atas kegagalannya yang membawa malapetaka. Menajdi model perumahan yang nyaman
dengan uang sewa murah, proyek ini justru menjadi sarang penjahat dan perusuh.
Apartemen yang direncanakan sebagai tempat berlindung yang nyaman dan aman bagi
kaum miskin kemudian menjadi pangkalan yang penuh terror di atas tanah tak bertuan.
Halaman rumput yang direncanakan sebegai tempat bermain bagi anak-anak ternyata
berserakan sampah, kaleng bir, dan kotoran manusia. Akhirnya, Pruitt-Igoe harus
dibongkar karena perencanaannya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
penggunanya.
Desain arsitekturnya membuat apartemen ini menjadi seperti penjara. Lift hanya
berhenti pada setiap tiga lantai sehingga terciptalah perangkap pada lantai-lantai di
antaranya. Akibatnya perampok dan pemerkosa dapat memanfaatkan ujung tangga dan
ruangan tangga yang gelap untuk melakukan perbuatan kriminalnya. Bangunan ini benar-
benar menjadi tempat yang tidak aman.
Demikian pula yang terjadi pada rancangan unit lingkungan di Chandigarh, India, yang
terasa tak bermakna kecuali sebagai penanda lokasi. Dikarenakan taman kota sepi dan
tidak menunjang gaya hidup pemakainya. Chandigarh, dirancang oleh arsitek Le
Corbusier sesuai dengan gagasan-gagasan baru dalam perencanaan kota barat modern,
yang memperhatikan kebutuhan manusia akan cahaya, ruang dan udara segar. Namun,
yang tidak dipertimbangkan dalam perencanaan tersebut adalah pola hidup di kota India
lama. Masyarakatnya lebih suka berjubel daripada berada di ruang lengang dan lebih
menyukai penataan fasilitas ala India daripada ala Eropa.
Alexander mengatakan bahwa karya arsitektur modern adalah karya tidak “nyata”,
sebab dipertanyakan apakah memang orang ingin dan menikmati tinggal di sebuah
rumah kaca dan baja, atau semua itu lebih sebagai usaha untuk membuktikan bahwa ia
mengerti arsitektur modern?
13
Dengan munculnya arsitektur post-modern, meningkatlah kepedulian akan nuansa
simbolis dari lingkungan binaan. Tetapi, hanya ada sedikit kepedulian terhadap hal-hal
kemanusiaan atau bagaimana orang mengalami makna-makna simbolis dari lingkungan
di sekitarnya, atau apa pentingnya makna tersebut bagi masyarakat pengguna. Berbagai
kritik yang muncul dalam beberapa decade terakhir ini menengarai lemahnya dasar teori
arsitektur dari para praktisi arsitektur, lemahnya pengetahuan mereka mengenai
hubungan lingkungan dengan perilaku manusia berpengaruh pada karya desain mereka.
Kurangnya model manusia debagai dasar bagi ideology arsotektur mengakibatkan
munculnya kesalahpahaman mengenai hubungan Antara manusia dengan
lingkungannya/ dalam desain dikenal hubungan berdasarkan model hubungan stimulus-
respons (S-R) anatara lingkungan dan perilaku manusia. Dalam model ini lingkungan
dianggap sebagai stimulus dan perilaku manusia sebagai respons. Akibatnya, timbul
anggapan seakan-akan arsitektur dapat secara langsung menentukan perilaku manusia
melalui bentuk desain.
Anggapan ini merupakan suatu kesimpulan yang keliru karena dalam hal ini
oraganisasi social tidak diperhitungkan sama sekali. Jika pun diperhitungkan, dianggap
sebagai sesuatu yang pasti dan menetap. Sesungguhnya, arsitektur menciptakan
suasana, membentuk ruang kegiatan, yang menjadi salah satu fasilitator atau penghalang
perilaku. Akan tetapi, arsitektur sendiri tidaklah menentukan terbentuknya perilaku.
Kini telah banyak disadari bahwa variable social lebih berperan daripada factor
arsitektur dalam pembentukan pola social. Jelaslah bahwa kemungkinan perilaku
manusia – spasial, kognitif, ataupun emosional merupakan suatu fungsi yang kompleks
dari kebiasaan dan maksud seseorang. Seperti juga halnya factor lain yang dianggap
pemicu perilaku seseorang.
Dalam proses arsitektur yang kreatif, empat dimensi studi perilaku-lingkungan, yaitu
manusia, perilaku, lingkungan dan waktu merupakan hal yang mendasar.
4. Pendekatan Desain
Berikut adalah pendekatan desain yang digunakan dalam teori arsitektur yang
mempertimbangkan manusia sebagai suatu entitas spiritual, bukan hanya sebagai entitas
fisik, agar hasil desain dapat mencapai sasaran yang dituju.
14
1. Cybernetics
Sistem pendekatan desain lingkungan sibernetik menekankan perlunya
mempertimbangkan kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya
bagi pengguna lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistic mengaitkan berbagai
fenomena yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk
lingkungan fisik dan social.
Desain lingkungan sibernetik dapat menjadi wahana untuk mengubah dampak
negative dari perencanaan lingkungan yang berwawasan sempit, menjadi lingkungan
yang dapat mempunyai kualitas sebagai ruang tempat berhuni yang nyaman.
Foester (1985 dalam Laurens, 2004) menjelaskan bahwa dalam system pendekatan
sibernetik yang merupakan pendekatan multi-disiplin, dibuat evaluasi perbandingan
antara apa yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria kinerja
yang diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara eksplisit
oleh arsitek. Proses umapan balik ini bertujuan memberi koreksi sebagai hasil evaluasi
bagi perencanaan.
Skema 2.4 Desain lingkungan sibernetik
Untuk itu dibuatlah pengelompokan-pengelompokan seperti berikut ini.
a. Keinginan klien, dikelompokkan ke dalam tiga tingkat kinerja sejalan dengan
kebutuhan pengguna, yaitu tingkat kesehatan atau keselamatan dan keamanan,
tingkat fungsi dan efisiensi, dan tingkat kenyamanan dan kepuasan psikologis.
b. Elemen-elemen yang termasuk dalam kerangka penghunian, yaitu bangunan atau
setting. Pengertian setting di sini dapat disamakan dengan tata perilaku (behavior
Sumber: Laurens, 2004
15
setting) dari Barker (1968; dalam Laurens, 2004) atau tempat-tempat archetypal
yang diuraikan oleh Spivak (1973; dalam Laurens, 2004)
c. Penghuni, dibedakan berdasarkan siklus kehidupan, misalnya anak-anak, remaja,
orang tua, atau penyandang cacat fisik dan cacat mental. Masing-masing kelompok
mempunyai kebutuhan tersendiri.
d. Kebutuhan lain seperti kebutuhan budaya dan adat.
Tujuan pembedaan ini untuk mengetahui serinci mungkin kebutuhan lingkungan
yang harus dipenuhi, yaitu dengan mengetahui bagaimana pribadi yang berbeda beraksi
berbeda pul terhadap lingkungan yang beragam (misalnya perbadaan perilaku penghuni
dan pengunjung apartemen bertingkat banyak dengan sebuah rumah tinggal).
Dengan demikian, kerangka penghunian ini dapat menghubungkan lingkungan fisik
dengan manusia penggunak dan kebutuhannya secara lebih tepat atau lebih sesuai.
2. Teori Posistif
Teori positif merupakan suatu proses kreatif yang mencakup pembentukan struktur
konseptual, baik untuk menata maupun untuk menjelaskan hasil suatu pengamatan.
Tujuannya adalah agar struktur ini dapat digunakan untuk menjelaskan apa yang terjadi
dan membuat prediksi mengenai apa yang mungkin akan terjadi.
Nilai dari teori positif ini bergantung pada kekuatan penjelasan dan prediksinya.
Teori-teori yang berhasil adalah teori yang sederhana, tetapi mampu
menggeneralisasikan fenomena dunia dan dalam penggunaannya dapat membantu kita
melakukan prediksi dengan akurat. Hal ini memungkinkan seseorang mendapatkan
sejumlah pernyataan deskriptif dari sebuah pernyataan yang sederhana.
Dalam perancangan, salah satu fungsi teori positif adalah meningkatkan kesadaran
mengenai perilaku mana dalam lingkungan yang penting bagi manusia sehingga dalam
pengambilan keputusan desain, hal tersebut tidak luput menjadi bahan pertimbangan.
Kalau semula hal tersebut disimpulka secara intuitif, seperti prinsip teriteriolitas, yang
sesungguhnya merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh setiap orang, tetapi dalam
desain seringkali diabaikan atau tidak diperhatikan secara sadar. Oleh karena itu, dengan
teori positif berbagai isu ini dapat didiskusikan dengan jelas dan gambling sehingga dapat
menjembatani celah yang ada Antara rancangan yang intuitif dan ketidak sadaran akan
16
perilaku yang penting bagi manusia karena berbagai aspek dalam desain dapat dijelaskan
secara eksplisit.
Berbeda dengan teori normative yang berangkat dari consensus tentang segala
sesuatu yang disepakati untuk waktu tertentu atau tentang patokan apa yang seharusnya
dilakukan, sebah teori positif akan memperhiyungkan adanya pengalaman dari
beragamnya karakter manusia yang mengakibatkan beragam pula bentuk tuntutan akan
lingkungan fisik.
Skema 2.5 Diagram Perancangan Teori Positif
3. Perilaku sebagai pedekatan
Pendekatan perilaku menekankan keterkaitan diakletik antara ruang dengan manusia
atau masyarakat yang menghuni atau memanfaatkan ruang tersebut. Pendekatan ini
menekankan perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat dalam
memanfaatkan ruang. Ruang dalam pendekatan ini dilihat mempunyai arti dan nilai yang
plural dan berbeda, tergantung tingkat apresiasi dan kognisi individu-individu yang
menggunakan ruang tersebut. Dengan kata lain, pendekatan ini melihat bahwa aspek-
aspek norma, kultur, psikologi masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan
wujud ruang yang berbeda (Rapoport, 1977; dalam Haryadi, 2010). Karena
Sumber: Laurens, 2004
17
penekanannya lebih pada interaksi manusia dengan ruang, pendekatan ini cenderung
menggunakan istilah seting daripada ruang.
Secara konseptual, pendekatan perilaku menekankan bahwa manusia merupakan
makhluk berpikir yang mempunyai persepsi dan keputusan dalam interaksinya dengan
lingkungannya. Konsep ini dengan demikian meyakin bahwa interaksi antara manusia
dengan lingkungan tidak dapat diintepretasikan secara sederhana dan mekanistik,
melainkan kompleks dan cenderung dilihat sebagai sesuatu yang “probabilistic”. Di dalam
interaksi yang kompleks ini, pendekatan perilaku mengenalkan apa yang disebut sebagai
proses kognitif, yakni proses mental tempat orang mendapatkan, mengorganisasikan,
dan menggunakan pengetahuannya untuk memberi arti dan makna terhadap ruang yang
digunakannya.
Secara umum, pendekatan studi perilaku mulai mendapatkan momentum yang
menarik dan penting, ketika beberapa disiplin ilmu terutama psikologi, geografi, social
dan perancangan secara kolektif bekerja sama dan saling berbagi ilmu pengetahuan
untuk menguak kompleksitas hubungan antara lingkungan dan perilaku.
Makna dapat juga mempengaruhi perilaku manusia. Reaksi manusia terhadap
lingkungannya tergantung makna yang ditangkap manusia dari lingkungannya. Manusia
menyukai atau tidak menyukai terhadap suatu lingkungan yang dapat berupa kota,
kampong, rumah atau ruang, tergantung dari makna lingkungan tersebut. Ditinjau dari
teori, pendekatan makna dapat dilakukan dengan tiga macam pendekatan yaitu
pendekatan semiotik, simbolik, dan komunikasi non verbal. Pendekatan semiotic adalah
pendekatan studi tentang pertanda yang terdiri dari tiga hal yaitu pertanda tersebut, apa
yang menjadi acuan (makna) dari tanda tersebut, dan apa pengaruhnya terhadap
manusia yang nampak dalam perilakunya. Tiga komponen dari semiotic adalah sintak,
semantik, dan pragmatik. Sintak adalah hubungan antara pertanda dalam satu sistem
pertanda. Semantik adalah hubungan antara pertanda dengan sesuatu yang diwakilinya,
yang menjelaskan makna pertanda tersebut. Pragmatik menggambarkan hubungan
pertanda dengan perilaku manusia.
18
Perilaku manusia dapat juga dipelajari melalui pendekatan simbolik. Simbol adalah
unsur khusus suatu lingkungan binaan yang dapat diintepretasikan artinya melalui latar
belakang budaya manusia.
2.2 Karakteristik Generasi Muda
1. Definisi Generasi Muda
Generasi muda adalah suatu masa di mana:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang
rekatif lebih mandiri (Muangman, 1980: 9; dalam Sarwono, 2010)
Di Indonesia generasi muda digolongkan menggunakan batasan usia antara 11-24 tahun
dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai
tampak (kriteria fisik).
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balig, baik menutut
adat maupun agama, sehingga tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak
(kriteria sosial).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti
tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi
mereka yang samapi batas usia tersebut masuk menggatungkan diri pada orang tua,
belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa.
2. Seni Sebagai Strategi Kreatif Membentuk Karakter Generasi Muda
Anak muda pada dasarnya berada dalam sebuah fase dalam hidup mereka yang
didalamnya mereka melakukan eksperimen dengan berbagai kognisi baru dan kompleks.
19
Mereka telah mampu untuk berpikir secara lebih abstrak dan akibatnya, umumnya
mampu memahami dan menggunakan simbol, metafora, dan berbagai bentuk
representasi kreatif lainnya. Banyak anak muda menggunakan metode artistik untuk
mengekspresikan diri mereka dan menyampaikan makna hidup mereka kepada orang
lain. Sebagai contoh, kita sering melihat anak muda membuat sketsa atau grafiti untuk
mengekpresikan diri mereka, melepaskan emosi, dan menyampaikan pesan kepada
orang lain.
Seni visual tidaklah menakutkan bagi kebanyakan anak muda dan menyediakan
sebuah cara bagi mereka untuk mengeskpresikan pemikiran, perasaan dan gagasan.
Melukis dapat membuat mereka mampu mengeluarkan pemikiran atau perasaan,
dengan menempatkan mereka dalam sebuah gambar, sehingga semua pemikiran atau
perasaan tersebut dapat diamati secara terpisah dari diri mereka sendiri.
Dalam berlangsungnya proses untuk mengenal anak muda, karya seni bisa menjadi
sumber informasi yang berharga dalam hubungannya dengan isu dan masalah mereka
saat itu. Seni memungkinkan seorang anak muda untuk membuat pernyataan yang keras
yang mungkin dalam pandangan sosial bisa diterima atau tidak diterima sama sekali.
Selain itu seni juga dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman anak
muda terhadap diri mereka sendiri. beberapa strategi berikut ini dapat bermanfaat
dalam membuat anak muda mampu mendapatkan pemahaman pribadi:
- Menggambar pohon buah untuk merepresentasikan diri
- Menggambar potret diri.
Masih banyak lagi cara untuk menggunakan seni sebagai strategi dalam
mengembangkan dan membentuk karakter anak muda, termasuk juga seni oeran. Seni
peran dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu:
- Untuk mendapatkan sebuah pemahaman tentang peran dan hubungan.
- Untuk dapat bersentuhan dengan perasaan.
- Untuk mengekplorasi berbagai bagian diri.
- Untuk menetapkan pilihan.
- Untuk mengeksternalisasi kepercayaan atau perasaan.
- Untuk mempraktikkan dan melakukan eksperimen pada perilaku baru.
20
2.3 Desain Bangunan
1. Bangunan Kebudayaan dan Kesenian
Kebudayaan harus selalu diperkenalkan agar kebudayaan yang sudah ada tidak
hilang melainkan terus dipelihara dan dikembangkan. Untuk memperkenalkannya
dibutuhkan suatu wadah, dimana wadah tersebut dipakai untuk memperkenalkan
hasil-hasil kebudayaan yang baik. Dan hasil kebudayaan yang diperkenalkan tersebut
harus dapat memberikan kepuasan emosionil. Wadah tersebut sering kita sebut
sebagai bangunan kebudayaan. Atau lebih jelasnya, Bangunan Kebudayaan adalah
wadah untuk menampilkan hasil karya manusia yang baik, terpilih dan teratur kepada
masyarakat secara langsung, dalam rangka memperkenalkan, memelihara dan
mengembangkan kebudayaan, yang pelaksanaannya dilakukan secara teratur,
terencana, serta dikelola dan terus menerus. Berdasarkan ketiga wujud kebudayaan,
yaitu :
- Wujud pertama: Ide
Sifatnya abstrak, lokasinya ada di dalam alam pikiran dari warga masyarakat
dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi
menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideel
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideel juga banyak terdapat dalam disk,
tape, arsip, koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder dan tape
komputer .
- Wuiud kedua : tata laku berpola
Sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan.
Kebudayaan tata laku terdapat dalam tarian, drama, musik dan nyanyian.
21
- Wujud ketiga: materiil
Sering disebut kebudayaan fisik, berupa seluruh hasil fisik dari aktivitas manusia
dalam masyarakat, sifatnya konkrit dan berupa benda-benda. Kebudayaan fisik
(materiil) terdapat dalam bentuk barang-barang rumah tangga, lukisan, patung,
photo dan sebagainya. Yang disampaikan kepada masyarakat, terutama dengan cara
audio visual.
Dengan demikian terdapat tiga kelompok bangunan kebudayaan, yaitu :
1. Kelompok bangunan kepustakaan :
kelompok bangunan yang menampilkan bahan-bahan pustaka (rekaman,
terbitan, cetakan, tulisan dan sebagainya).
2. Kelompok bangunan pagelaran :
kelompok bangunan yang menampilkan aktivitas gerakan berpola (tarian, drama,
musik, nyanyian dan sebagainya)
3. Kelompok bangunan pameran :
kelompok bangunan yang menampilkan benda-benda yang mempunyai arti
dalam kehidupan manusia (barang seni, alat produksi, peninggalan sejarah, dan
sebagainya).
2.4 Studi Komparasi
Studi Komparasi 1
Pengaruh Kegiatan Berdagang Terhadap Pola Ruang-Dalam Bangunan Rumah Toko
Di Kawasan Pecinan Kota Malang
(Aryanti Dewi, Antariksa, San Soesanto)
1.1 RESUME
Dalam tata ruang Kota Malang, kawasan Pecinan sering menjadi pusat
perkembangan karena merupakan pusat perdagangan yang ramai. Kawasan ini
memiliki kepadatan bangunan yang sangat tinggi dengan sebutan rumah-toko.
Ciri khas dari rumah-toko ini adalah sempit dan memanjang ke belakang dengan
22
lantai bertingkat. Ciri bangunan ini sesuai untuk memanfaatkan lahan yang
sempit.
Namun mengikuti perkembangannya, nama Pecinan yang seharusnya berarti
kawasan yang dihuni oleh orang Cina, saat ini sudah tidak terlihat lagi fungsi
huniannya. Pada awalnya kegiatan berdagang dilayani sepenuhnya oleh penjual.
Namun saat ini banyak muncul swalayan di mana pembeli bisa memilih sendiri
barang-barang kebutuhannya. Perubahan aktivitas antara penjual dan pembeli ini
berpengaruh pada pola ruang-dalam pada bangunan rumah-toko. Pada mulanya
perubahan hanya terjadi pada sebagian kecil ruang yang digunakan untuk etalase,
namun kemudian semakin meluas sehingga ruang dengan fungsi hunian tergeser
dan berubah menjadi fungsi dagang.
Pola ruang bangunan rumah-toko ikut berubah karena berubahnya aktivitas yang
ada di dalamnya, sehingga pola rumah toko tidak berfungsi sebagai hunian dan
dagang, namun lebih mengarah ke fungsi dagang saja.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan
pola ruang dalam pada bangunan rumah-toko di Pecinan Malang sampai saat ini
dan faktor kegiatan berdagang apa saja yang mempengaruhi perubahan pola
ruang dalam pada bangunan rumah-toko.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bangunan
rumah-toko masyarakat Cina, sehingga akan diketahui karakteristik perubahan
pola ruang dalam bangunan rumah-toko dan menganalisa faktor-faktor kegiatan
berdagang yang berpengaruh pada pola ruang dalam bangunan rumah-toko.
1.2 METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuanitatif
dengan meneliti perubahan pola ruang dalam bangunan ruko lewat gambar atau
pengamatan langsung dan interview dengan penghuni untuk menggali data
23
dokumenter. Perubahan dilihat dengan membandingkan gambar awal dengan
gambar terakhir. Pengamatan perubahan menggunakan sampel denah yang telah
terkumpul. Klasifikasi tingkat perubahan dihitung berdasarkan jumlah perubahan
ruang-ruang yang ada dalam sebuah bangunan, menjadi 5 kalasifikasi yatitu: (1)
tidak berubah, (2) perubahan kecil, (3) perubahan sedang, (4) perubahan besar
dan (5) berubah total.
1.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Perubahan Pola Ruang-Dalam
Pola perubahan dalam rumah-toko diklasifikasikan menjadi 3 macam pola
perubahan, yaitu:
1. Pola awal merupakan bangunan satu lantai mengalami perubahan pola ruang
namun tetap satu lantai.
Skema 2.6 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Satu Lantai
2. Pola awal merupakan bangunan satu lantai mengalami perubahan pola ruang
dan menjadi dua lantai.
Skema 2.7 Pola Awal Satu Lantai Menjadi Dua Lantai
24
3. Pola awal merupakan bangunan dua lantai mengalami perubahan pola ruang
namun tetap dua lantai.
Skema 2.8 Pola Awal Dua Lantai Menjadi Dua Lantai
Perubahan ruang-ruang yang terdapat pada rumah-toko akibat berubahnya aktivitas
perdagangan adalah sebagai berikut:
1. Ruang Hunian
- Ruang keluarga
Dari 60 bangunan yang diteliti, 53 diantaranya memiliki ruang keluarga. Sekarang
hanya ada 9 bangunan yang masih memiliki ruang keluarga.
- Ruang tamu
Dari 60 bangunan, 48 di antaranya memiliki ruang tamu. Sekarang hanya 2
bangunan yang masih memiliki ruang tamu.
- Ruang altar
Dari 60 bangunan, 17 di antaranya memiliki ruang altar. Sekarang hanya 16
bangunan yang masih memiliki ruang altar.
- Ruang cuci
Dari 60 bangunan, 21 di antaranya memiliki ruang cuci. Sekarang hanya 10
bangunan yang masih memiliki ruang cuci.
- Ruang dapur
Dari 60 bangunan, 57 di antaranya memiliki ruang cuci. Sekarang hanya 35
bangunan yang masih memiliki ruang cuci.
25
- Ruang jemur
Dari 60 bangunan, 22 di antaranya memiliki ruang jemur. Sekarang hanya 12
bangunan yang masih memiliki ruang jemur.
- Ruang karyawan
Dari 60 bangunan, ada 6 yang memiliki ruang karyawan. Saat ini ada 38
bangunan yang telah menyediakan ruang karyawan.
- Ruang makan
Dari 60 bangunan, 32 diantaranya memiliki ruang makan. Sekarang hanya 9
bangunan yang masih memiliki ruang makan.
- Kamar mandi
Seluruh bangunan yang diteliti awalnya menyediakan kamar mandi. Sekarang
ada 3 bangunan yang tidak menyediakan ruang mandi.
- Ruang tidur
Dari 60 bangunan, 58 di antaranya memiliki kamar tidur. Sekarang hanya 34
bangunan yang masih menyediakan ruang tidur.
- Ruang kerja
Dari 60 bangunan, 56 di antaranya memiliki ruang kerja. Sekarang hanya ada 1
bangunan yang menyediakan ruang kerja.
- Gudang
Dari 60 bangunan, tidak ada yang memikiki gudang.
- Toko
Rata-rata luas toko pada kondisi awal adalah 33,625 ± 15,283 m2 dengan luas
minimal sebesar 12 m2 dan luas maksimal sebesar 72 m2. Sekarang luas minimal
toko sebesar 16 m2 dan luas maksimal sebesar 127 m2.
26
Analisis Faktor Kegiatan Berdagang Penyebab Perubahan
Terdapat beberapa kegiatan berdagang yang menimbulkan perubahan pola
ruang, antara lain:
- pola pelayanan
- jenis materi yang dijual
- jenis toko
Studi Komparasi 2
JUDUL: Karakter Atraktif Dalam Perancangan Taman Petualangan Anak (Hastuti
Saptorini dan Renata Heryawati Hess)
RESUME
Dalam desain arsitektur ada lima aspek yang harus di penuhi, yaitu fungsi, sosial,
kebutuhan fisik, fisiologis, dan psikologis. Sedangkan taman petualangan anak
merupakan bangunan pendidikan anak melalui permainan tantangan untuk melatih
keterampilan anak dalam menghadapi tantangan.
Fasilitas ini diperuntukkan untuk anak usia 1-12 tahun. Ragam permainan dalam
taman petualangan ini adalah individu dan komunal, dengan permainan komunal
yang lebih dominan.
Diharapkan taman petualangan anak ini mampu memberikan fasilitas yang
mampu membangun mental anak melalui tantangan, sambil berolahraga yang
rekreatif. Ada empat hal yang dituntut dalam fasilitas ini, yitu nilai alami, nilai
tantangan, menyenangkan, dan bermakna. Dengan berdassar pada empat hal
tersebut, taman bermain anak ini dirancang “seolah-olah” berada di alam bebas.
Kemudian karena sasaran taman petualangan ini adalah anak-anak maka estetika dan
desain yang digunakan dalam lansekap, interior, dan tampilan bangunan disesuaikan
dengan apa yang disenangi anak-anak sebagai pembangkit imajinasi mereka.
METODE
Penelitian ini menyentuh persoalan hubungan antara manusia, lingkungan, dan
perilaku, yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma
27
rasionalistik dengan pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan
pada pemahaman yang holistik terhadap suatu fenomena yang pada akhirnya
menghasilkan suatu hipotesis (Haryadi, 1999:21). Secara menyeluruh, kerangka
metode penelitian ini dirancang melalui sekuens dengan detail penjabaran sebagai
berikut.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter arsitektural yang telah
disimpulkan dari Kajian Pustaka dan Landasan Teori. Parameter letak, orientasi,
bentuk, konstruksi, warna, bahan, pola, konstruksi, dan tekstur dikumpulkan dengan
cara pengamatan, pemotretan, dan pendiagraman, sedangkan parameter jarak,
tinggi, dimensi, dan lebar dikumpulkan dengan cara pengukuran. Cara analisis
dilakukan dengan metode induktif. Data yang diperoleh diolah dengan cara
kategorisasi yang disusun dalam tabel. Kategorisasi didiskripsikan atas dasar
karakteristik yang relatif sama dan mendukung parameter teknis arsitektural atas
dasar aspek psikologis. Hasil kategorisasi, kemudian ditransformasikan ke dalam
rancangan, baik dari sisi tata ruang dan penampilan bangunan.
KONTRIBUSI
Penerapan tolok ukur rancangan bagi Taman Petualangan Anak yang atraktif
didasarkan pada
temuan kategorisasi ungkapan arsitektural dari sejumlah kasus bangunan yang
disurvey. Sebagai bangunan yang mengakomodasi kegiatan pembelajaran dan latihan
mental, bermain sambil berekreasi, Taman Petualangan Anak dirancang atas dasar
konsep tata ruang luar yang ‘se-olah-olah’ berada di alam bebas. Dimensi ruang
dalam dikemas sesuai dengan ‘ruang’ berproporsi anak-anak, yang memiliki estetika
lansekap, interior dan penampilan bangunan sebagai pembangkit imajinasi anak.
Transformasi ke tata ruang luar (lansekap) dilandasi oleh pola pergerakan yang
dinamis. Dalam hal ini berimplikasi terhadap pola gubahan masa radial dengan jalur
sirkulasi menyebar ke sudut-sudut tapak.
Transformasi ini merupakan ekspresi pergerakan pengguna dengan sirkulasi yang
organis, sebagai harapan tercapainya kesan menyenangkan dari aspek psikomotorik.
Open space diletakkan di tengah masa dan di antara lengan sirkulasi dengan
memanfaatkannya sebagai kolam yang dikelilingi vegetasi agar berkesan alami.
28
Bentuk masa diungkapkan melalui repetisi bentuk geometris segi empat yang
digubah secara bersusun agar dinamis.
Studi Komparasi 3
JUDUL: Pengaruh Tata Ruang Bangsal Rumah Sakit Jiwa Terhadap Keselamatan dan
Keamanan Pasien (Titien Saraswati, Ranu Haryangsyah)
RESUME
Rumah Sakit Jiwa pada dasarnya dihuni oleh pasien yang sakit “mental”, baik ringan,
sedang, maupun berat. Dengan sendirinya karakteristik pasien maupun tata ruang
dalam bangsal RSJ agak berbeda dengan rumah sakit pada umumnya. Pasien
penghuni RSJ nantinya akan mengikuti program rehabilitasi. Program ini
membutuhkan waktu yang cukup lama karena merupakan rangkaian kegiatan yang
melibatkan banyak hal mulai dari yang bersifat medik, sosial, pendidikan ataupun
vokasional (DepKes RI, 1985). Sehingga masa sebelum mengikuti program rehabilitasi
ini pasien diwadahi di bangsal atau unit rawat inap. Intensitas penggunaan bangsal
yang tinggi oleh pasien mental membutuhkan perhatian yang lebih besar terhadap
tata ruang dalam bangsal tersebut.
Bangsal suatu Rumah Sakit Jiwa (RSJ) digunakan sebagai tempat tinggal untuk pasien
mental rawat inap. Harapannya ialah bahwa pasien mental akan bisa disembuhkan,
atau paling tidak diperkecil “sakit”nya sebelum mengikuti proses rehabilitasi. Namun
dari penelitian ditemukan bahwa justru aspek-aspek pada elemen tata ruang dalam
bangsal itu sendiri yang bisa memberikan pengaruh negatip terhadap keselamatan
dan keamanan pasien mental dewasa. Dalam hal keselamatan pasien mental dewasa
antara lain memudahkan pasien untuk terlukai atau melukai sesama pasien. Dalam
hal keamanan pasien mental dewasa antara lain memudahan pasien untuk melarikan
diri.
Hubungan manusia dan lingkungannya ini akan menghasilkan perilaku. Karena
peranan perilaku manusia bisa menjadi titik sentral dalam hubungan manusia dengan
lingkungannya, sehingga peranan psikologi, khususnya psikologi lingkungan menjadi
sangat penting (Sarwono,
29
1995:3). Dalam penelitian ini manusia adalah pasien mental dewasa, sedangkan
lingkungannya ialah ruang dalam bangsal P3/Klas 2 RSJ Prof. dr. Soeroyo, Magelang.
Adanya berbagai kecelakaan yang dialami pasien mental laki-laki dewasa pada
bangsal rawat inap P3/Klas 2 RSJ Prof. dr. Soeroyo di Magelang, baik kecelakaan yang
dilakukan oleh pasien itu sendiri (misalnya: bunuh diri) maupun kecelakaan yang
disebabkan oleh faktor lain menimbulkan dugaan bahwa ada aspek-aspek pada
elemen-elemen tata ruang dalam bangsal itu yang ikut berperan sebagai penyebab
kecelakaan itu terjadi.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple-method research
approach. Analisis dilakukan dengan melakukan superimposed dari pemetaan
perilaku (behavioral mapping) dari Sommer dan Sommer (1980). Menurut Sommer
dan Sommer (1980: 160-161) pemetaan perilaku ini disebut juga pemetaan kegiatan
(activity mapping). Dari tujuan penelitian yang dirumuskan, maka pemetaan perilaku
ini terfokus pada placecentered mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-
orang menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu. Jadi superimposed
terhadap pemetaan perilaku ini meliputi pemetaan pelaku, kegiatan serta
sirkulasinya, ruang, dan elemen-elemen tata ruang dalamnya.
KONTRIBUSI
Rekomendasi dari hasil penelitian:
1. Pengawasan oleh perawat dengan menempatkan perawat lebih banyak di bangsal
itu. Atau pada saat tertentu perawat berpindah tempat kedudukan. Bila mungkin,
penyusunan organisasi ruang diusahakan perawat bias mengawasi dengan jelas
semua ruang dari tempat duduknya. Konsekuensinya ada perubahan rancangan
denah dan organisasi ruang.
2. Bila perabotan/furniture tidak sedang digunakan, terutama di ruang makan, maka
diusahakan disingkirkan atau ditaruh merapat dinding agar jalur sirkulasi lebih lebar,
untuk menghindari pasien saling bersenggolan.
30
3.Peninggian langit-langit dimungkinkan namun bisa merubah rancangan tampak
yang ada, bisa merubah design bangunan keseluruhan.
Studi Komparasi 4
Selasar Sunaryo Art Space
Ruang Seni Selasar Sunaryo memiliki 3 syarat utama dalam perancangannya, yaitu
yang pertama bangunan harus didesain dengan fungsi yang bagus sebagai tempat
menampilkan karya-karya seni. Kedua, seluruh desainnya harus menggunakan
elemen-elemen arsitektur khas Jawa Barat. Dan ketiga, desainnya harus
merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya Sunaryo.
Gambar 2.1 Tatanan Massa pada Selasar Sunaryo Art Space
Sumber: http://fariable.blogspot.com/
Letak Selasar Sunaryo yang berada di kawasan perbukitan sangat menentukan pola
peletakan fungsi massa bangunan yang mengisi ruang seluas 5000m2 dengan tingkat
kemiringan sekitar 20-40%. Maka dalam perancangannya dilakukan pemisahan
massa bangunan berdasarkan pengelompokan fungsi aktivitas.
31
Gambar 2.2 Pintu Masuk Selasar Sunaryo
Sumber: www.architectoo.com
Arti kata Selasar adalah koridor, merefleksikan konsep desain dengan area terbuka
yang menyambut semua orang untuk menikmati seni secara unik dengan
pengaturan yang sangat publik.
Untuk merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya Sunaryo, arsitek
menggunakan pendekatan desain dengan berkolaborasi langsung dengan Sunaryo
dan memahami karakter karya-karyanya. Karena kuatnya karakter karya-karya
Sunaryo, akhirnya desain yang muncul adalah bangunan sebagai latar belakang
karya-karyanya, dengan kesederhanaan tata ruang dan fleksibilitas untuk
mengakmodasi berbagai karyanya yang penuh dengan energi.
32
Gambar 2.3 Maket Studi Selasar Sunaryo
Sumber: www.architectoo.com
Gambar 2.4 Ruang Dalam Selasar Sunaryo
Sumber: fariable.blogspot.com
33
Kesimpulan
kesimpulan komparasi
1 Komparasi 1
Pengaruh Kegiatan
Berdagang Terhadap Pola
Ruang-Dalam Bangunan
Rumah Toko Di Kawasan
Pecinan Kota Malang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis kuanitatif dengan meneliti perubahan pola ruang
dalam bangunan ruko lewat gambar atau pengamatan
langsung dan interview dengan penghuni untuk menggali
data dokumenter. Perubahan dilihat dengan
membandingkan gambar awal dengan gambar terakhir.
Pengamatan perubahan menggunakan sampel denah yang
telah terkumpul. Klasifikasi tingkat perubahan dihitung
berdasarkan jumlah perubahan ruang-ruang yang ada dalam
sebuah bangunan, menjadi 5 kalasifikasi yatitu: (1) tidak
berubah, (2) perubahan kecil, (3) perubahan sedang, (4)
perubahan besar dan (5) berubah total.
Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah klasifikasi
perubahan pola ruang yang dibuat sebagai hasil analisa untuk
melihat seberapa jauh pengaruh aktivitas perilaku dalam
perubahan pola ruang.
2 Komparasi 2
Karakter Atraktif Dalam
Perancangan Taman
Petualangan Anak
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter
arsitektural yang telah disimpulkan dari Kajian Pustaka dan
Landasan Teori. Parameter letak, orientasi, bentuk,
konstruksi, warna, bahan, pola, konstruksi, dan tekstur
dikumpulkan dengan cara pengamatan, pemotretan, dan
pendiagraman, sedangkan parameter jarak, tinggi, dimensi,
dan lebar dikumpulkan dengan cara pengukuran. Cara
analisis dilakukan dengan metode induktif. Data yang
diperoleh diolah dengan cara kategorisasi yang disusun
dalam tabel. Kategorisasi didiskripsikan atas dasar
karakteristik yang relatif sama dan mendukung parameter
teknis arsitektural atas dasar aspek psikologis. Hasil
kategorisasi, kemudian ditransformasikan ke dalam
rancangan, baik dari sisi tata ruang dan penampilan
bangunan.
34
Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah proses desain
mulai dari pengumpulan data hingga hasil berupa kategorisasi
yang dapat ditranformasikan dalam desain.
3 Komparasi 3
Pengaruh Tata Ruang
Bangsal Rumah Sakit Jiwa
Terhadap Keselamatan dan
Keamanan Pasien
Analisis dilakukan dengan melakukan superimposed dari
pemetaan perilaku (behavioral mapping) dari Sommer dan
Sommer (1980). Menurut Sommer dan Sommer (1980: 160-
161) pemetaan perilaku ini disebut juga pemetaan kegiatan
(activity mapping). Dari tujuan penelitian yang dirumuskan,
maka pemetaan perilaku ini terfokus pada placecentered
mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-orang
menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu.
Jadi superimposed terhadap pemetaan perilaku ini meliputi
pemetaan pelaku, kegiatan serta sirkulasinya, ruang, dan
elemen-elemen tata ruang dalamnya.
Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah cara analisa yang
menggunakan pemetaan perilaku terhadap pola ruangnya.
4 Komparasi 4
Selasar Sunaryo Art Space
Untuk merepresentasikan karakter dan identitas karya-karya
Sunaryo, arsitek menggunakan pendekatan desain dengan
berkolaborasi langsung dengan Sunaryo dan memahami
karakter karya-karyanya. Karena kuatnya karakter karya-
karya Sunaryo, akhirnya desain yang muncul adalah
bangunan sebagai latar belakang karya-karyanya, dengan
kesederhanaan tata ruang dan fleksibilitas untuk
mengakmodasi berbagai karyanya yang penuh dengan
energi.
Yang dapat diambil dari komparasi ini adalah pendekatan
desain dan konsep desain yang diterapkan dalam fungsi ruang
seni.
35
BAB III
METODOLOGI
3.1 Kerangka Berpikir
a. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan dengan menganalisa berdasarkan tinjauan teori.
Berikut adalah kebutuhan data, analisis data dan hasil sintesa data:
DATA ANALISIS HASIL
data karakteristik generasi muda yang akan menjadi
mengidentifikasi karakter generasi muda yang akan
mendapatkan karakter khusus generasi muda yang nantinya akan
PENGUMPULAN
DATA
ANALISA
DATA
KOMPARASI
TINJAUAN TEORI
KRITERIA DESAIN
KONSEP DESAIN
HASIL DESAIN
Proses berpikir dalam perancangan dimulai dari
pengumpulan data-data yang dibutuhkan; data
yang terkumpul dianalisa berdasarkan tinjauan
teori yang didapat; mencari obyek komparasi
yang mendukung topik utama; hasil analisa
data, tinjauan teori dan analisa komparasi
diolah hingga menghasilkan kriteria desain;
konsep desain dibuat berdasarkan kriteria
desain yang sudah dirumuskan; hasil desain
dibuat berdasarkan konsep desain.
Skema 3.1 Kerangka Berpikir
Sumber: Hasil Analisa
36
sasaran utama dalam art & culture centre.
diwadahi dalam art & culture center.
diperhatikan dalam perancangan desain.
data kondisi generasi muda di Kota Surabaya, jumlah, pendidikan, prestasi, dan permasalahannya.
mengidentifikasi kondisi generasi muda di Kota Surabaya, yang merupakan lokasi perancangan art & culture center.
mendapatkan hasil analisa yang berguna untuk membuat solusi desain yang dibutuhkan dalam perancangan berkaitan dengan kondisi generasi muda di Surabaya.
data aktivitas dan kegiatan yang digeluti generasi muda di Surabaya dalam keseharian mereka.
analisa aktivitas pelaku dengan metode pemetaan kegiatan (activity mapping).
hasil pemetaan kegiatan dapat menjadi landasan untuk menentukan kebutuhan ruang dalam art & culture center.
data lingkungan sosial dan budaya Surabaya yang dekat dengan generasi muda setempat.
analisa lingkungan sosial dan budaya sebagai pendekatan desain simbolik.
hasil analisa menjadi landasan perilaku sebagai pendekatan desain dengan cara pendekatan simbolik yang dapat diterapkan dalam desain fasad atau ruang dalam.
data kondisi bangunan seni dan budaya yang sudah ada di Kota Surabaya.
menganalisa kelebihan dan kekurangan dari fungsi bangunan serupa yang sudah terlebih dahulu ada di Surabaya.
hasil analisa berguna untuk menentukan solusi desain yang tepat dalam perancangan dengan memenuhi kekurangan yang masih ditemukan pada fungsi bangunan serupa di Surabaya.
data bangunan seni & budaya lain yang sudah ada.
menganalisa bangunan seni dan budaya lain yang sudah ada sebagai obyek komparasi, baik dari metode perancangannya hingga konsep desainnya.
hasil komparasi dapat menjadi masukan dalam perancangan.
data tapak yang digunakan dalam perancangan art & culture center.
menganalisa kondisi tapak yang digunakan dalam perancangan art & culture center.
hasil analisa tapak berguna dalam peletakan massa, orientasi bangunan, sirkulasi dan lain-lain pada perancangan art & culture center.
37
b. Metode
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain:
1. Metode behavior mapping (pemetaan perilaku) dengan melakukan pengamatan
langsung di lapangan dan mendata semua aktvititas pelaku. Pemetaan perilaku
digambarkan dengan sketsa dan diagram mengenai suatu area dimana manusia
melakukan berbagai kegiatannya. Pemetaan perilaku akan mengikuti 5 prosedur: (1)
sketsa dasar area atau setting yang akan diobservasi, (2) definisi yang jelas tentang
bentuk-bentuk perilaku yang akan diamati, dihitung, dideskripsikan dan didiagramkan,
(3) satu rancana waktu yang jelas kapan pengamatan akan dilakukan, (4) prosedur
sistematis yang jelas harus diikuti selama observasi, (5) serta sistem coding yang efisien
untuk mengefisiensikan pekerjaan selama observasi.
2. Metode pendekatan fenomenologis yang menekankan pada pemahaman yang holistik
terhadap suatu fenomena yang pada akhirnya menghasilkan suatu hipotesis.
3. Wawancara dilakukan terutama untuk mengetahui pendapat atau opini responden
secara lebih luas, atau menggali berbagai kemungkinan jawaban tentang mengapa dan
bagaimana suatu kejadian terjadi. Wawancara dilakukan dengan terstruktur.
permasalahan pendekatan teknik riset
memperoleh informasi perilaku
manusia dan tempat umum
mengamati yang bersangkutan observasi natural
menemukan bagaimana manusia
berperilaku dalam kegiatan
pribadi
meminta sampel untuk mencatat di
buku harian
dokumen-dokumen
pribadi
mengetahui kemana orang pergi menggambaran pergerakan mereka pemetaan perilaku
mengevaluasi hasil rancangan evaluasi purnahuni observasi dan wawancara
memahami/mempelajari hasil
rancangan
precendent analisis isi/ dokumen
Sumber: Sommer, 1986 dalam Haryadi,2010
38
Metode Analisa
Metode yang digunakan dalam menganalisis data antara lain metode korelasional
yang mendeteksi kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya dalam obyek studi
terpilih dan komparasi. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan panduan perencanaan
dan perancangan.
Analisis juga diakukan dengan metode superimposed dari pemetaan perilaku yang
terfokus pada place centered mapping, yaitu menunjukkan bagaimana orang-orang
menata dirinya di dalam suatu setting atau ruang tertentu.
Selain itu metode induktif juga dapat digunakan dalam melakukan analisis. Secara
sederhana metode induktif ini dilakukan dengan membandingkan dan
mengkomparasikan unit-unit data (fakta dan informasi) yang dipandang mempunyai
kesamaan dalam kategori-kategori. Data yang diperoleh diolah dengan cara kategorisasi
yang disusun dalam tabel. Kategorisasi ini dideskripsikan atas dasar karakteristik yang
relatif sama dan mendukung parameter teknis arsitektural. Hasil kategorisasi kemudian
ditransformasikan ke dalam rancangan.
Metode Desain
Metode desain yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode
antropometrik yang memperhatikan proporsi dan dimensi tubuh, serta karakteristik
fisiologis lainnya yang mempengaruhi perancangan unsur-unsur arsitektural; metode
perancangan lima langkah yang terdiri dari permulaan, persiapan, pengajuan usul,
evaluasi dan tindakan; pendekatan simbolik dimana simbol adalah unsur khusus suatu
lingkungan binaan yang dapat diintepretasi artinya melalui latar belakang budaya
manusia.
Proses Desain
1. Model Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dalam perancangan merupakan bagian penting. Ada
beberapa model yang biasa dipakai para arsitek dan perencana. Proses ini melibatkan
beberapa tahap, yaitu tahap analisis untuk mengidentifikasi dan memahami masalah
39
yang ada; tahap desain atau pembuatan alternatif dan evaluasi solusi desain; tahap
pilihan, yaitu tahap untuk pemilihan alternatif.
Skema 3.2 Model Pengambilan Keputusan
Model pengambilan keputudan tidak dapat dianggap sepenuhnya linier ataupun
sepenuhnya siklis karena terdapat interaksi antar tahapan yang perlu dipertimbangkan.
Masing-masing tahap terdiri atas analisis, desain dan pemilihan. Artinya, pada setiap
tahap itu terdapat proses pengambilan keputusan.
2. Model Perancangan
Pada model desain berikut ini, terlihat perlunya dibuat beberapa kelompok aktivitas
dalam proses desain untuk menghindari terjadinya kegagalan bangunan.
Skema 3.3 Model Perancangan
Sumber: Laurens, 2004
Sumber: Laurens, 2004
40
a. Tahap Intelegensi
Dimulai dengan persepsi akan sebuah kebutuhan dan diakhiri dengan suatu program
mengenai kebutuhan fungsional dn psikologikal yang harus dapat dipenuhi oleh desain.
Persepsi kebutuhan akan bergantung pada situasi yang ada dan orang yang terlibat,
dengan pertimbangan bahwa setiap orang mempunyai tujuan dan sasaran yang unik.
Orang yang terlibat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok
alien, sponsor proyek atau pengembang. Kedua, kelompok bukan pengguna yang terlibat
dalam proyek, yaitu arsitek dan para profesional terkait, pemerintah kota atau daerah,
kontraktor, dan kelompok terakhir adalah kelompok pengguna.
Pada tahap ini, kontribusi studi perilaku-lingkungan pada desain arsitektur adalah
memberi masukan mengenai masalah-masalah yang sesungguhnya harus diselesaikan.
Tanpa mengetahui hal ini, desain arsitektur akan membuat solusi yang tidak bermanfaat.
Hasil observasi dan penelitian dapat memberi pengertian mengenai perilaku
pengguna dan bagaimana hal itu dapat diakomodasikan dalam desain. Selain
pengumpulan informasi tersebut, pada tahap ini juga ditekankan perlunya pengetahuan
tentang ekologi dalam tapak, finansial, bahan bangunan, teknologi dan kemungkinan
perkembangan di masa mendatang.
b. Tahap desain
Adalah tahap sintesis yang kompleks dan aktif. Suatu proses konseptualisasi. Terdapat
dua pendekatan dalam proses sintesis ini. Pertama, pendekatan desain berdasarkan
kebiasaan dan kedua pendekatan yang melibatkan usaha kreatif. Karena persyaratan
desain sering kali kontradiktif, usaha kreatif sangat diperlukan. Perencana harus dapat
menekankan sasaran dan tujuan dari masing-masing kelompok yang terkait. Tahap
desain ini dimulai dengan analisis mengenai sistem dan komponen program dan
mengorganisasikannya ke dalam satu daftar hirarki kepentingan.
Untuk sampai pada solusi, seorang arsitek membutuhkan loncatan kreativitas. Arsitek
yang kreatif sering kali melihat adanya serangkaian affordances, dan melihat struktur
masalah dengan baik. Kendala bagi arsitek dalam membuat solusi yang kreatif adalah
keterampilan metodologis dan pengetahuan secara kuantitatif ataupun kualitatif.
41
Klarifikasi tentang hubungan dasar antara perilaku manusia dengan lingkungan yang
dirancang dapat dipakai untuk mengembangkan alternatif solusi.
c. Tahap pilihan
Tahap ini meliputi evaluasi solusi dan keputusan tentang alternatif desain yang sesuai
dengan persyaratan dan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Apabila ternyata tidak ada
alternatif yang sesuai maka proses berikutnya harus kembali ke tahap analisis atau
desain. Evaluasi dan pilihan desain yang baik bergantung pada prediksi dan pengertian
tentang pengguna dan perkembangannya.
Penampilan desain dapat dievaluasi dengan beberapa cara. Pertama, secara
tradisional berdasarkan logika. Kedua, melalui eksperimen yang hanya berlaku untuk
konstruksi prototipe. Ketiga, melalui simulasi.
d. Tahap implementasi
Biasanya tahap ini menjadi tidak terlalu penting lagi apabila pada tahap sebelumnya,
yaitu tahap analisis, desain dan pilihan telah dijalankan dengan baik. Namun mengenal
perilaku dan komunikasi di antara pihak terkait dalam proses desain tetap penting seperti
mengenal siapa pengguna dan bagaimana penggunaan dari hasil desain.
e. Tahap evaluasi
Produk dan proses biasanya merupakan tahapan yang diabaikan oleh arsitek. Namun,
dengan berkembangnya minat dan perhatian arsitek terhadap kepuasan pengguna, kini
semakin banyak dilakukan penelitian pasca penghunian.
Penggunaan model desain ini memberi keuntungan, antara lain memungkinkan
arsitek untuk mengerti, mengstrukturisasi, dan memeriksa desainnya sendiri sehingga
arsitek dapat mengetahui kapan ia bebas mengekspresikan diri dan kapan ia terkait pada
persyaratan tertentu.
Dengan cara ini, arsitek juga dapat menghayati keterbatasan pengetahuannya
mengenai hubungan antara manusia dan lingkungannya. Hal ini dapat menjadi masukan
bagi studi perilaku-lingkungan untuk melakukan penelitian mana yang menjadi minta
42
arsitek. Melalui model ini maka pendekatan desain tidak lagi dilakukan secara intuitif
semata, tetapi dengan pendekatan yang sadar dan eksplisit.
43
DAFTAR PUSTAKA
Laurens, Joyce Marcella. 2004. Jakarta: Grasindo. Arsitektur dan Perilaku Manusia
Haryadi & B. Setiawan. 2010. Yogyakarta: UGM Press. Arsitektur, Lingkungan dan
Perilaku. Pengantar ke Teori, Metodologi dan Aplikasi
Snyder, James C. 1991. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pengantar Arsitektur
Mintosih, Sri, dkk. 1997. Jakarta: CV. Eka Dharma. Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan
dan Perilaku Budaya Tradisional Pada Generasi Muda Di Kota Surabaya.
Tedjo, Baskoro. 2012. Jakarta: PT. Imaji Media Pustaka. Extending Sensibilities Through
Design
Sarwono, Sarlito. W. 1989. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Psikologi Remaja.
Gerald, Kathryn. 2011. Jakarta: Pustaka Pelajar. Konseling Remaja (Pendekatan
Proaktif Untuk Anak Muda)
Laurens, Joyce M. 2006. Pendekatan Perilaku-Lingkungan Dalam Perancangan
Pemukiman Kota
Saraswati, Titien. 2003. Pengaruh Tata Ruang Bangsal Rumah Sakit Jiwa Terhadap
Keselamatan Dan Keamanan Pasien
Saptorini, Hastuti. 2007. Karakter Atraktif Dalam Perancangan Taman Petualangan
Anak
Top Related