PROPOSAL PENELITIAN
NAMA : KHARIS FADLULLAH HANA
NIM : 209175
PROGDI : SYARI’AH EKONOMI ISLAM
JUDUL : ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN
TERHADAP TINGKAT KEPUASAN NASABAH PADA BMT
HARAPAN UMAT UNDAAN KUDUS
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting
dalam memperlancar jalannya pembangunan suatu bangsa. Saat ini perbankan
syari’ah telah memasuki persaingan berskala global, merupakan suatu tantangan
yang harus dihadapi dan ditangani oleh bank syari’ah untuk dapat memberikan
kontribusi dalam pembangunan bangsa melalui pemberdayaan ekonomi umat.
Banyaknya bank syari’ah yang berdiri, konsumen akan dihadapkan pada banyak
pilihan akan produk bank syari’ah yang ditawarkan. Bagi nasabah pelayanan
yang bermutu sangat penting. Menurut Royne dalam Tatik Suryani (2001:273),
“kualitas pelayanan menjadi komponen utama karena produk-produk utama bank
yaitu kredit merupakan suatu penawaran yang tidak berbeda dan pelayanan bank
juga mudah ditiru”. Oleh karena itu persaingan akan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan bank memberikan pelayanan terbaik yang bermutu dibandingkan
pesaingnya.
Era sekarang ini yang ditandai oleh revolusi teknologi komunikasi dan
informasi mengakibatkan terjadinya perubahan (change) yang luar biasa. Adanya
kemudahan yang diperoleh dari komunikasi dan informasi muncul kompetisi
yang sangat ketat yang berakibat pelanggan (customer) semakin banyak pilihan
dan sangat sulit untuk dipuaskan karena telah terjadi pergeseran yang semula
hanya untuk memenuhi kebutuhan, meningkat menjadi harapan (expectation)
untuk memenuhi kepuasan. Sehingga bagi perusahaan, kunci kearah profitabilitas
bukan lagi volume penjualan melainkan kepuasan jangka panjang bagi
pelanggan.
1
Kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan erat. Kualitas memberikan
suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan
perusahaan. Ikatan seperti ini dalam jangka panjang memungkinkan perusahaan
untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka,
dengan demikian perusahaan tersebut dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang
menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan
yang kurang menyenangkan.
Perusahaan yang gagal memuaskan pelayanannya akan menghadapi
masalah yang kompleks. Umumnya pelanggan yang tidak puas akan
menyampaikan pengalaman buruknya kepada orang lain dan bisa dibayangkan
betapa besarnya kerugian dari kegagalan memuaskan pelanggan. Oleh karena itu,
setiap perusahaan jasa wajib merencanakan, mengorganisasikan,
mengimplementasikan, dan mengendalikan sistem kualitas sedemikian rupa,
sehingga pelayanan dapat memuaskan para pelanggannya. Penilaian akan
kualitas layanan dikembangkan oleh Leonard L. Barry, A. Parasuraman dan
Zeithaml yang dikenal dengan service quality (SERVQUAL), yang berdasarkan
pada lima dimensi kualitas yaitu tangibles (bukti langsung), reliability
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy
(empati) (Kotler, 1997:53).
Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian Konsumen
terhadap tingkat pelayanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat
layanan yang diharapkan (expected service). Kepuasan pelanggan dalam bidang
jasa merupakan elemen penting dan menentukan dalam menumbuhkembangkan
perusahaan agar tetap eksis dalam menghadapi persaingan. Demikian pula
dengan bisnis perbankan, merupakan bisnis yang berdasarkan pada azas
kepercayaan, masalah kualitas layanan (service quality) menjadi faktor penting
dalam menentukan keberhasilan bisnis ini. Hal itu juga terjadi di BMT Harapan
Umat Undaan Kudus sebagai tempat penelitian ini, kualitas pelayanan merupakan
hal penting yang perlu diperhatikan. Sesuai dengan slogannya "Pertama Murni
Syari'ah", tentunya segala pelayanan BMT Harapan Umat Undaan Kudus harus
selalu disesuaikan dengan syari'ah Islam, apalagi di tengah-tengah persaingan
2
Bank syari’ah yang semakin pesat, BMT Harapan Umat Undaan Kudus dituntut
untuk tetap menjaga kemurnian syari’ah dalam setiap produk dan proses
pelayanannya. Masyarakat Islam saat ini semakin kritis, sehingga ketika bank
syari'ah yang selama ini dirindukan kehadirannya ternyata pelayanannya tidak
sesuai syari'ah Islam maka akan berakibat merugikan bank itu sendiri dan
menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap bank syari'ah. BMT Harapan
Umat Undaan Kudus sebagai salah satu lembaga kepercayaan masyarakat harus
mampu memberikan pelayanan yang berkualitas untuk memberikan kepuasan
bagi nasabah. Peningkatan kualitas pelayanan BMT Harapan Umat Undaan
Kudus dilakukan melalui perluasan jaringan maupun dalam bentuk kerja sama
dengan lembaga lain. BMT Harapan Umat Undaan Kudus memperluas jaringan
dengan membuka kantor kas yang akan dibuka pada bulan Agustus 2006,
sedangkan bentuk kerjasama diantaranya dengan BCA berupa pelayanan ATM
dan ATM bersama, Asuransi Takaful, Kantor Pos berupa kartu Shar-e dan juga
dengan beberapa yayasan dan pondok pesantren yang ada disekitar wilayah
Kudus. Hal ini dilakukan BMT Harapan Umat Undaan Kudus sebagai langkah
untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi nasabah.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan oleh Bank Muamalat cabang Solo
bersifat inovatif dan berorientasi pada kepuasan nasabah. Namun masih muncul
pertanyaan, apakah hal tersebut telah benar–benar dapat memberikan kepuasan
bagi nasabah Bank Muamalat cabang Solo bila dilihat dari lima dimensi
pelayanan yaitu tangibles (bukti langsung), reliability (kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) danempathy (empati). Bank
Muamalat cabang Solo perlu mengidentifikasi apakah pelayanan yang selama ini
diberikan telah sesuai dengan harapan nasabah. Hal ini sebagai bukti perhatian
BMT Harapan Umat Undaan Kudus terhadap kepuasan nasabahnya. Apabila
harapan nasabah lebih besar dari tingkat layanan yang diterima, maka nasabah
tidak puas. Sebaliknya apabila harapan nasabah sama/lebih kecil dari tingkat
layanan yang diterima, maka nasabah akan puas. Lima dimensi pelayanan
tersebut, manakah yang paling dominan mempengaruhi kepuasan nasabah Bank
Muamalat cabang Solo. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui
lebih jauh lagi tentang kepuasan nasabah setelah menerima pelayanan dari BMT
3
Harapan Umat Undaan Kudus, dengan ini bisa diketahui dimensi pelayanan
manakah yang paling dominan memberikan kepuasan bagi nasabah. Penelitian ini
diharapkan BMT Harapan Umat Undaan Kudus lebih meningkatkan lagi
pelayanan yang belum dominan mempengaruhi kepuasan nasabah dan
mempertahankan pelayanan yang dominan mempengaruhi kepuasan nasabah
tentunya dengan tetap berlandaskan pada syaria'ah Islam, sehingga BMT Harapan
Umat Undaan Kudus dapat meningkatkan market share dan tetap eksis dikancah
persaingan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH KUALITAS
PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN NASABAH PADA
BMT HARAPAN UMAT UNDAAN KUDUS”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan-permasalahan
yang dapat diidentifikasi adalah:
1. Persaingan antar bank syari'ah semakin meningkat, sehingga dituntut untuk
lebih meningkatkan pelayanan.
2. Bentuk penawaran bank seperti produk dan fasilitas antara bank yang satu
dengan bank yang lain tidak berbeda dan bentuk pelayanan seperti itu mudah
ditiru.
3. Nasabah semakin banyak pilihan dan sulit dipuaskan sehingga segala bentuk
pelayanan diarahkan pada kepuasan jangka panjang bagi nasabah.
4. Bank yang gagal memuaskan pelayanannya, maka akan ditinggalkan para
nasabahnya sehingga bank akan mengalami kerugian.
C. Batasan Masalah
Pembatasan ruang lingkup penelitian ditetapkan agar dalam penelitian
nanti terfokus pada pokok permasalahan yang ada beserta pembahasannya,
sehingga diharapkan tujuan penelitian nanti tidak menyimpang dari sasarannya.
Ruang lingkup penelitian kami lakukan terbatas pada bagaimana
pengaruh kualitas pelayanan yaitu dimensi tangibles (bukti langsung), reliability
4
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy
(empati) terhadap tingkat kepuasan nasabah BMT Harapan Umat Undaan Kudus,
serta bagaimana konsep pelayanan dalam perspektif Islam.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini antara lain :
1. Apakah kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat kepuasan nasabah di BMT Harapan Umat Undaan Kudus?
2. Variabel apa dari dimensi kualitas pelayanan yang paling dominan
mempengaruhi kepuasan nasabah di BMT Harapan Umat Undaan Kudus?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengukur kualitas pelayanan dilihat dari sudut dimensi
layanan yaitu dimensi tangibles (bukti langsung), reliability (kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy (empati)
terhadap kepuasan nasabah BMT Harapan Umat Undaan Kudus.
2. Untuk menganalisis dimensi kualitas layanan (service quality) yang
paling dominan pengaruhnya terhadap kepuasan nasabah BMT Harapan
Umat Undaan Kudus.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi akademisi
Sebagai bahan referensi untuk penelitian dibidang kualitas pelayanan jasa
dimasa yang akan datang dan sebagai bahan untuk menambah khasanah
pustaka dibidang pemasaran berdasarkan penerapan yang ada dalam
kenyataan.
2. Bagi BMT Harapan Umat Undaan Kudus
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pihak bank dalam usaha
meningkatkan kualitas pelayanan supaya lebih memuaskan nasabah serta
5
untuk mempertahankan tingkat pelayanan yang menguntungkan dimasa kini
dan dimasa mendatang. Hasil penelitian ini juga membantu pihak bank
apabila ingin meningkatkan kepuasan nasabah dengan menekankan pada
dimensi-dimensi service quality yang paling signifikan berpengaruh pada
kepuasan nasabah.
G. Kajian Pustaka
1. Pemahaman Konsep Kualitas
a. Definisi Kualitas
Definisi kualitas sangat beranekaragam dan mengandung banyak
makna. Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan
sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Goetsch dan Davis (1994)
dalam Fandy Tjiptono (1996:51) mendefinisikan “kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Menurut Buddy (1997) dalam Anis Wahyuningsih (2002:10),
“kualitas sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang
dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan
eksternal, secara eksplisit dan implisit”. Sedangkan definisi kualitas
menurut Kotler (1997:49) adalah “seluruh ciri serta sifat suatu produk
atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Ini jelas merupakan
definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat
memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang diberikan dapat
memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Berdasarkan beberapa pengertian kualitas diatas dapat diartikan
bahwa kualitas hidup kerja harus merupakan suatu pola pikir (mindset),
yang dapat menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasar konsumen
dalam suatu proses manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus
menerus tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar
konsumen tersebut.
b. Persepsi Terhadap Kualitas
6
Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk
mewujudkan kualitas suatu produk/jasa. David dalam Fandy Tjiptono
(1996:52), mengidentifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas
yang biasa digunakan, yaitu:
1) Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate
excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya
diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni
tari, dan seni rupa. Meskipun demikian suatu perusahaan dapat
mempromosikan produknya melalui pernyataan-pernyataan maupun
pesan-pesan komunikasi seperti tempat berbelanja yang
menyenangkan (supermarket), elegen (mobil), kecantikan wajah
(kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-
lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan
suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai
dasar manajemen kualitas.
2) Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah
beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan
ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam
selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3) User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang
subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan
yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
7
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan
maksimum yang dirasakannya.
4) Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama
memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan,
serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan
persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat
dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan
ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secar
internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan
produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas
adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
5) Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga,
kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas
paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi
yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli
(best-buy).
2. Pemahaman Konsep Jasa
a. Definisi Jasa
Jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan
cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan
lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Definisi jasa dalam strategi pemasaran harus diamati dengan baik, karena
pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan
cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian
pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak
produsen (J. Supranto, 1997:227).
8
Kotler (1994) dalam Fandy Tjiptono (1996:6), “jasa adalah setiap
tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangibles (tidak berwujud fisik)
dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Produksi jasa bisa
berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.
Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (1997:23), “jasa sebagai
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual”.
Rambat Lupiyoadi (2001:5) juga mendefinisikan jasa adalah
“semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam
bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang
sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah
(seperti misalnya kenyamanan, hiburan kesenangan atau kesehatan) atau
pemecahan akan masalah yang dihadapi konsumen.”
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diartikan bahwa
didalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan
pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari.
Jasa bukan merupakan barang tetapi suatu proses atau aktivitas yang tidak
berwujud.
b. Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (1997) dalam Fandy Tjiptono (1996:15)
karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Intangibility (tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu
objek, alat, atau usaha maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja
(performance) atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya
dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli.
2) Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu
dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru
kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi
antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam
9
pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa
tersebut.
3) Variability (bervariasi)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan
nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan
jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut
dihasilkan.
4) Perishability (mudah lenyap)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan.
c. Proses Jasa
Fokus dari proses jasa adalah untuk menghasilkan output dengan
input tertentu. Semakin besar rasio output terhadap input, maka semakin
produktif suatu operasi. Hal ini dijelaskan dalam gambar berikut:
Gambar 1
Model Proses Generik
KAPABILITAS
INPUT OUTPUT
Sumber: Fandy Tjiptono “Prinsip-prinsip Total Quality Service”, 1997:28
Keterangan:
1) Input terdiri atas sumber daya manusia, mesin, metode, bahan baku,
ukuran, dan lingkungan.
2) Proses merupakan transformasi input menjadi output
3) Kontrol merupakan mekanisme untuk menjamin bahwa proses
menghasilkan apa yang diharapkan.
4) Kapabilitas adalah kemampuan proses untuk bekerja hingga mencapai
kinerja yang diharapkan.
10
KONTROL
PROSES
Fokus dalam proses jasa adalah untuk memberikan hasil (manfaat)
yang memenuhi dan atau melampaui kebutuhan, keinginan pelanggan,
dan harapan pelanggan. Selain itu elemen penting yang terkait dalam
kualitas jasa adalah pemilik. Pemilik proses jasa adalah orang yang
memiliki atau diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan
dan mengarahkan perbaikan terus-menerus ditentukan oleh batas-batas
proses (boundaries of the process). Sebagai contoh:
Proses individual kepemilikan individual
Proses fungsional kepemilikan berbasis unit
Proses lintas fungsional kepemilikan tidak jelas
Operasi jasa dalam lingkungan jasa, dimungkinkan berlangsung
secara berurutan (sequential) maupun berbarengan dalam waktu yang
sama. Hal ini menyebabkan penentuan batas-batas proses menjadi lebih
sukar dan kompleks.
3. Konsep Total Quality Service
a. Pengertian Total Quality Service (TQS)
Total Quality Service merupakan derivasi TQM dalam industri
jasa yang mempunyai inti konsep bahwa dalam usaha meningkatkan
kualitas jasa perusahaan harus melibatkan komitmen dan kesadaran
seluruh level kerja dalam perusahaan yang mana usaha ini harus
dilaksanakan terus-menerus sepanjang waktu sehingga akan didapatkan
peningkatan penjualan serta pangsa pasar yang lebih luas. Fandy Tjiptono
(1997:56) mendefinisikan TQS sebagai:
“Sistem manajemen strategi integratif yang melibatkan semua
manajer, karyawan serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif
untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi
agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan
konsumen.”
Konsep TQS berfokus pada lima bidang yaitu:
1) Fokus pada pelanggan (customer focus). Identifikasi
pelanggan (internal, eksternal dan atau perantara) merupakan prioritas
utama bagi organisasi.
11
2) Keterlibatan total (total involvement). Manajemen harus
memberikan peluang perbaikan kualitas bagi semua karyawan dan
menunjukkan kualitas kepemimpinan yang bisa memberikan inspirasi
positif bagi organisasi yang dipimpinnya.
3) Pengukuran (measurement). Pengukuran diperlukan untuk
menetapkan beberapa bentuk dasar pengukuran internal dan eksternal
bagi perusahaan dan pelanggan.
4) Dukungan sistematis (systematic support). Manajemen
bertanggung jawab dalam mengelola proses kualitas dengan cara
membangun infrastruktur kualitas yang dikaitkan dengan struktur
manajemen internal dan menghubungkan kualitas dengan system
manajemen yang ada.
5) Perbaikan berkesinambungan (continual improvement).
Kreatifitas dan inovasi dilakukan secara terus-menerus untuk
memenuhi selera konsumen.
b. Dimensi Service Quality (SERVQUAL)
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry telah mengidentifikasi lima
dimensi pelayanan yang berkualitas, yaitu:
1) Bukti langsung (tangibles)
Definisi bukti langsung dalam Rambat Lupiyoadi (2001:148)
yaitu "kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensi
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang
meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya) ,
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya".
Bukti langsung dalam Fandy Tjiptono (1996:70) adalah "bukti
fisik dari jasa, bisa berupa fisik, peralatan yang dipergunakan,
representasi fisik dari jasa (misalnya, kartu kredit plastik)". Sedangkan
Philip Kotler (1997:53) mengungkapkan bahwa bukti langsung adalah
12
"fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang
professional".
2) Kehandalan (reliability)
Kehandalan dalam Rambat Lupiyoadi (2001:148) adalah
"kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan
harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik,
dan dengan akurasi yang tinggi".
Fandy Tjiptono (1996:69) mendefinisikan kehandalan adalah
"mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti
perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama
(right the first time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang
bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya
sesuai dengan jadwal yang disepakati". Secara singkat definisi
kehandalan dalam Fandy Tjiptono (1997:14) adalah "kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan".
3) Daya tanggap (responsiveness)
Menurut Rambat Lupiyoadi (2001:148) daya tanggap adalah
"suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian
informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya
suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam
kualitas pelayanan". Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (1996:70)
daya tanggap adalah "keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tangga".
4) Jaminan (assurance)
Definisi jaminan dalam Rambat Lupiyoadi (2001:148) yaitu
"pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
13
perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),
kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy)". Senada
dengan pengertian di atas Fandy Tjiptono (1996:70) mendefinisikan
jaminan adalah "mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya,
risiko, atau keragu-raguan".
Sedangkan menurut Philip Kotler (1997:53) jaminan adalah
"pengetahuan dan kesopanan dari karyawan, dan kemampuan untuk
mendapatkan kepercayaan dan keyakinan".
5) Empati (empathy)
Rambat Lupiyoadi (2001:148) menerangkan empati adalah
"memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan".
Menurut Fandy Tjiptono (1996:70) empati adalah "kemudahan
dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi,
dan memahami kebutuhan para pelanggan". Lebih singkat lagi Philip
Kotler (1997:53) mendefinisikan empati adalah tingkat perhatian
pribadi terhadap para pelanggan".
4. Konsep Kepuasan Pelanggan
a. Definisi Kepuasan Pelanggan
Definisi kepuasan/ketidakpuasan pelanggan menurut Day dalam
Tse dan Wilton (1988) adalah “respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actualproduk yang
dirasakan setelah pemakaiannya”. Engel (1990) dalam Fandy Tjiptono
(1996:146) mengungkapkan bahwa “Kepuasan pelanggan merupakan
evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
14
memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak
memenuhi harapan pelanggan.
Sedangkan Wilkie (1990) dalam Fandy Tjiptono (1995:24)
mendefinisikannya sebagai “suatu tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa”. Kotler (1997:36)
memberikan arti dari kepuasan konsumen yaitu tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan performansi (atau hasil) yang ia
rasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan
merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapannya. Apabila kinerja dibawah harapan, maka konsumen akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, konsumen akan puas.
Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, konsumen akan sangat puas.
Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,
komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan
saingannya. Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif
terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan.
b. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Perusahaan perlu melakukan pemantauan dan pengukuran
terhadap kepuasan pelanggan karena hal ini telah menjadi hal yang
esensial bagi setiap perusahaan. Langkah tersebut dapat memberikan
umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan
implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan.
Menurut Kotler (1997:38) metode-metode yang dapat
dipergunakan setiap perusahaan untuk memantau dan mengukur kepuasan
pelanggan adalah sebagai berikutk:
1) Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion
system)
Organisasi yang berwawasan pelanggan akan membuat
pelanggannya memberikan saran atau keluhan, misalnya dengan
memberikan formulir bagi pelanggan untuk melaporkan kesukaan atau
keluhan, penempatan kotak saran. Alur informasi ini memberikan
15
banyak gagasan balik dan perusahaan dapat bergerak lebih cepat
untuk menyelesaikan masalah.
2) Survey pelanggan (customer surveys)
Kepuasan pelanggan dapat diukur melalui pelanggan atas
persepsinya terhadap kepuasannya.
3) Pembeli bayangan (ghost shopping)
Cara lain untuk mengukur mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan menyuruh orang berpura-pura menjadi pembeli dan
melaporkan titik-titik kuat maupun lemah yang mereka alami sewaktu
membeli produk perusahaan.
4) Analisa Kehilangan Pelanggan (Lost customer
analysis)
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat
memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil
kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi
pemantauan customer loss rate juga penting, dimana peningkatan
customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan pelanggannya.
H. Metodologi penelitian
1. Waktu dan Wilayah Penelitian
a. Waktu
Waktu yang direncanakan dimulai dari penyusunan usulan penelitian
sampai terlaksananya laporan penelitian ini.
b. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di BMT Harapan Umat Undaan Kudus yang
beralamat di Jl. Kudus-Purwodai km.5, Pasar Wates, Undaan Lor,
kecamatan Undaan Kudus. Pertimbangan yang mendorong penulis untuk
melakukan penelitian dilokasi tersebut adalah :
16
1) BMT Harapan Umat Undaan Kudus merupakan bank
yang beroperasi secara syari’ah.
2) Senior penulis yakni provost Sa’di merupakan pegawai
BMT Harapan Umat Undaan Kudus, sehingga memudahkan penulis
dalam mengambil data.
3) Sahabat penulis merupakan nasabah BMT Harapan
Umat Undaan Kudus, sehingga memudahkan penulis dalam
mengambil data.
4) BMT Harapan Umat Undaan Kudus bersedia dijadikan
tempat penelitian dan juga bersedia untuk memberikan data secara
lengkap yang diperlukan dalam penelitian ini.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini membahas tentang pengaruh kualitas pelayanan
terhadap tingkat kepuasan nasabah sesuai dengan permasalahan dalam
penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuantitatif deskriptif.
3. Variabel-Variabel
a. Variabel bebas (independent)
Variabel bebas (independent) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain. Variabelindependent dalam penelitian
ini adalah dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari: tangibles (bukti
langsung), reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap),
assurance (jaminan) dan empathy (empati).
b. Variabel terikat (dependent)
Variabel terikat (dependent) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independent. Adapun variabel (dependent)
dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan nasabah.
4. Operasional Variabel
Instrumen survey dalam penelitian ini berupa kuesioner, yang terdiri atas:
1. Pertanyaan yang dirancang untuk mengukur kualitas pelayanan jasa
BMT Harapan Umat Undaan Kudus yang didasarkan pada lima dimensi
SERVQUAL mencapai 22 item, yaitu:
17
a. Tangibles, terdiri dari 4 item (nomor 1 sampai dengan nomor
4)
b. Reliability, terdiri dari 5 item (nomur 5 sampai dengan
nomor 9)
c. Responsiveness, terdiri dari 4 item (nomor 10 sampai dengan
nomor 13)
d. Assurance, terdiri dari 4 item (nomor 14 sampai dengan
nomor 17)
e. Empathy, terdiri dari 5 item (nomor 18 sampai dengan
nomor 22)
2. Pertanyaan yang dirancang untuk mengukur tingkat kepuasan nasabah
yang dirasakan mengenai kualitas pelayanan jasa Bank Muamalat cabang
Solo mencapai lima (5) item.
Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala lima
alternatif pilihan (skala likert). Variabel kualitas pelayanan jasa diberikan
penilaian sebagai berikut:
1: sangat tidak baik 4: baik
2: tidak baik 5: sangat baik
3: netral
Sedangkan dalam variabel kepuasan nasabah diberikan penilaian
sebagai berikut:
1: sangat tidak puas 4: puas
2: tidak puas 5: sangat puas
3: netral
Alasan digunakan skala likert karena memiliki beberapa kebaikan
dibandingkan tipe yang lain yaitu selain relatif mudah, menurut Lissita dan
Green (1975) dalam J. Supranto (1997) skala likert juga tercermin dalam
keragaman skor (variability of score) sebagai akibat penggunaan skala antara
1 sampai dengan 5. Dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan
tercermin dalam daftar pertanyaan, memungkinkan pelanggan
mengekspresikan tingkat pendapat mereka dalam pelayanan yang mereka
terima, lebih mendekati kenyataan yang sebenarnya. Berdasarkan pandangan
18
statistik, skala dengan lima tingkatan (dari 1 sampai dengan 5) lebih tinggi
keandalannya dari skala dengan dua tingkatan yaitu ya atau tidak.
Pengukuran tingkat pelayanan terhadap kepuasan nasabah BMT
Harapan Umat Undaan Kudus berdasarkan kuesioner dengan menggunakan
skala likert di atas maka akan diketahui tingkat kepuasan nasabah terhadap
pelayanan Bank Muamalat cabang Solo. Kepuasan nasabah menentukan
adanya gap antara harapan nasabah dan tingkat layanan yang diterima,
apabila harapan nasabah lebih besar dari tingkat layanan yang diterima maka
nasabah tidak puas dan apabila harapan sama/lebih kecil dari tingkat layanan
yang diterima maka nasabah akan puas.
5. Populasi dan Sampel
Menurut Djarwanto dan Pangestu Subagyo (1993:107), “populasi
adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan/individu-individu) yang
karakteristiknya hendak diduga”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pemakai jasa pelayanan pada Bank Muamalat cabang Solo pada bulan Juli
2006 yang terdiri dari 8.000 nasabah. Sampel menurut Djarwanto dan
Pangestu Subagyo (1993:108) adalah “sebagian dari populasi yang
karakteristiknya hendak diselidiki, dan dianggap bisa mewakili keseluruhan
populasi (jumlahnya lebih sedikit daripada jumlah populasi)”. Roscoe dalam
Sugiyono (1999) menyatakan bahwa dalam penelitian yang akan melakukan
analisis dengan multivariat (korelasi atau regresi misalnya), maka jumlah
anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variable yang diteliti. Jumlah
sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 5 variabel x 10 = 50
nasabah tabungan BMT Harapan Umat Undaan Kudus.
Metode pengambilan sampel dinamakan sampling. Metode sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
danaccidental sampling. Menurut Masri S dan S Effendi (1989), Purposive
sampling adalah pemilihan sampel yang bersifat tidak acak, di mana sampel
dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Purposive sampling
dalam penelitian ini yaitu nasabah Bank Muamalat cabang Solo yang tidak
menggunakan kartu Shar-e, nasabah yang tidak menggunakan kartu Shar-e
dinilai mampu memberikan penilaian secara objektif terhadap kualitas
19
pelayanan bank. Accidental sampling adalah siapa saja yang melakukan
transaksi yang ditemui untuk dijadikan sampel.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode :
a. Observasi
Metode observasi yaitu kegiatan pemusatan perhatian terhadap
suatu objek dengan menggunakan seluruh panca indera.1 Metode ini
digunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan gedung BMT, letak
geografis, keadaan karyawan, keadaan manajer, keadaan direktur, keadaan
pelanggan dan fasilitas lain.
b. Dokumentasi
Dalam arti sempit dokumen diartikan sebagai kumpulan data verbal
yang berbentuk tulisan, sedangkan dalam arti luas dokumen juga meliputi
monumen, artifact, tape, foto dan sebagainya.2
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang sejarah
berdirinya BMT, perkembangan BMT, keadaan direktur, keadaan manajer,
keadaan karyawan, keadaan pelanggan, struktur BMT dan dokumen
penghasilan dan pengeluaran di BMT Harapan Umat Undaan Kudus.
c. Metode Angket
Metode Angket yaitu metode penelitian yang menggunakan
sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden
tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.3 Metode ini digunakan
untuk mengumpulkan data tentang kualitas pelayanan karyawan.
7. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang
dikumpulkan untuk mencapai tujuan penelitian.
1. Data primer
1 Suharsimi Arikunto, Metode penelitian, Jakarta: Bina aksara, 2001,h. 67.2 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1991, h. 243 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Praktis, Jakarta : Bina Aksara,2002, h. 24
20
Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (1999:146), “data
primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui media perantara)”. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dengan menyebar kuesioner kepada para pemakai
jasa pelayanan BMT Harapan Umat Undaan Kudus.
2. Data sekunder
Sedangkan data sekunder menurut Nur Indriantoro dan Bambang
Supomo (1999:147) merupakan “sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan
dicatat oleh pihak lain)”. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari perusahaan yang dapat dilihat pada dokumentasi perusahaan, buku-
buku referensi dan informasi lain yang berhubungan dengan penelitian.
8. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, maka dilakukan
teknik analisis data dengan tiga langkah, yaitu :
a. Analisis Pendahuluan
Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat
kepuasan nasabah BMT Harapan Umat Undaan Kudus, yaitu dengan
menganalisis data yang terkumpul dari hasil angket yang masih berupa
data kualitatif untuk dijadikan data kuantitatif, yakni dilakukan langkah-
langkah dengan memberi nilai pada setiap item jawaban pada masing-
masing pertanyaan dalam angket untuk responden yaitu :
- Untuk alternatif jawaban a dengan nilai 5
- Untuk alternatif jawaban b dengan nilai 4
- Untuk alternatif jawaban c dengan nilai 3
- Untuk alternatif jawaban d dengan nilai 2
- Untuk alternatif jawaban e dengan nilai 1
b. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini merupakan jenis analisis yang bertujuan untuk menguji
hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Adapun tehniknya dari hasil analisis
21
lebih lanjut dengan menggunakan statistik “regresi linier sederhana”
dengan langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) membuat tabel penolong untuk menghitung persamaan
regresi dan korelasi
2) Mencari nilai korelasi antara variabel dependent dengan
variabel independent menggunakan rumus :
Keterangan :
r : Korelasi Product Moment Pearson Item dengan nilai sikap
X : Total nilai keseluruhan subyek per item
Y : Total nilai sikap per subyek
N : Jumlah sampel yang menjadi obyek penelitian.4
3) Menghitung harga dan dengan rumus sebagai
berikut :5
4) Menyusun persamaan regresi
Setelah harga dan ditemukan, maka persamaan regresi linier
sederhana disusun dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
: Subyek dalam variabel dependent yang diprediksikan
: Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
: Angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependent yang
didasarkan pada variabel independent
4 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, Andi Offset, 1987, h. 250
5 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan kelima, Bandung: Alfabeta, 2008,, h. 245
22
: Subyek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu.6
c. Analisis Lanjut
Analisis lanjut adalah jawaban atas benar tidaknya hipotesis yang
dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pembuktian mengenai pengaruh
kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan nasabah BMT Harapan Umat
Undaan Kudus dan akan dibandingkan atau dikonsultasikan besarnya r
observasi yang telah diperoleh dengan r tabel pada taraf signifikan 1 % dan
5 %.
Jika “Freg” sama dengan atau lebih besar dari “r tabel”, maka
hasilnya ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan
nasabah BMT Harapan Umat Undaan Kudus dan hipotesis alternatif dapat
diterima kebenarannya (Ha).
Dan apabila hasilnya lebih kecil, maka interpretasinya adalah tidak
ada pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan terhadap tingkat
kepuasan nasabah BMT Harapan Umat Undaan Kudus dan hipotesis yang
diajukan ditolak (Ho).
6 Ibid., h. 244
23
Top Related