PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), PRICE EARNING
RATIO (PER), DAN DEBT TO EQUITY RATIO (DER) TERHADAP
RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN
MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2007-2009
Oleh:
Ahmad Nizar Yogatama
07610011
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2010
PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), PRICE EARNING
RATIO (PER), DAN DEBT TO EQUITY RATIO (DER) TERHADAP
RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN
MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2007-2009
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
tingkat pertumbuhan penduduk terbesar kedua di dunia. Dengan jumlah penduduk
yang sangat fantastis seperti ini, tentunya akan sangat banyak memerlukan
perhatian ekstra dari pihak yang berkuasa, dalam hal ini pemerintah demi
meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya dengan cara mengurangi
kemiskinan.
Manusia pada umumnya, dalam kehidupan pasti mempunyai banyak
sekali kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan hidup itupun masih
dibagi lagi menjadi beberapa sub-kebutuhan. Diantara banyaknya kebutuhan
hidup masyarakat tersebut, kebutuhan pokok merupakan kunci dari terciptanya
kehidupan yang adil dan makmur, maka tidak heran Apabila bisnis yang bergerak
di kebutuhan primer atau kebutuhan pokok akan selalu berjaya di banyak kondisi
ekonomi apapun.
Industri yang bergerak di penyediaan barang-barang pokok atau primer
bagi masyarakat sangat banyak sekali jenisnya. Industri ini dinamakan industri
manufaktur. Industri manufaktur mempunyai banyak pula sub-industri
Diantaranya industri makanan dan minuman, tekstill, rokok, garmen dan sepatu,
kertas, bahan kimia, semen, otomotif, dan lain sebagainya.
Di era perkembangan ekonomi yang makin pesat seperti saat ini, industri
manufaktur juga berkembang dengan sangat cepat pula seiiring konsumen yang
semakin banyak dengan indicator adalah jumlah penduduk yang banyak, maka
kebutuhan masyarakat akan kebutuhan primer juga akan meningkat pastinya.
Tidak hanya itu saja, kebutuhan primer ini juga terkadang beragam pula jenisnya
karena walaupun secara umum di Indonesia saja, beras bukanlah satu-satunya
kebutuhan makanan pokok.
Perkembangan pesat ini, membuat industri sebesar manufaktur pun
kewalahan dalam menyediakan kebutuhan primer ini. Seiring perkembangan
teknologi pula, maka industri manufaktur khususnya dalam bidang makanan dan
minuman dapat menarik modal dari masyarakat dalam bentuk efek atau surat
berharga yang didalam surat berharga tersebut ada yang disebut dengan nama
saham.
Pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam meminjamkan modalnya
kepada perusahaan-perusahaan di bidang makanan dan minuman melalui bursa
efek dinamakan sebagai investor. Para investor, secara umum tentu tidak ingin
mengalami kerugian setelah menanamkan modalnya pada suatu perusahaan.
Dengan latar belakang seperti itu, maka investor tentu akan mempunyai begitu
banyak pertimbangan ketika akan menanamkan modalnya. Salah satu indicator
penting bagi investor sebelum menanamkan modalnya adalah seberapa besar
return saham yang akan diterimanya di kemudian hari.
Return saham tentu sangat mempunyai peran yang penting, karena pada
dasarnya investor dalam mengambil setiap keputusan investasi adalah berusaha
untuk meminimalisir risiko yang timbul, baik risiko yang bersifat jangka pendek
maupun risiko yang bersifat jangka panjang. Setiap perubahan berbagai kondisi
mikro dan makro ekonomi akan turut mendorong terbentuknya berbagai kondisi
yang mengharuskan seseorang investor memutuskan apa yang harus dilakukan
dan strategi apa yang harus dilakukan agar ia tetap memperoleh return yang
diharapkan.
Sebelum memikirkan seberapa besar return yang akan diterima, ada
baiknya sebagai investor terlebih dahulu memilih perusahaan mana yang pantas
dijadikan sasaran penanaman modal bagi seorang investor. Dalam menilai sebuah
perusahaan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satu cara yang paling
umum digunakan adalah dengan melakukan analisis rasio, yang didasarkan pada
data time series analysis.
Rasio-rasio yang digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan
ini secara umum terdiri dari lima jenis rasio dengan fungsi masing-masing. Yang
sangat umum digunakan oleh investor sebagai dasar sebelum melakukan investasi
adalah rasio likuiditas, dimana rasio ini menilai bagaimana suatu perusahaan dapat
memenuhi kewajiban jangka pendeknya, dan saham termasuk dalam kewajiban
jangka pendek tersebut.
Perlu diketahui, bahwa perusahaan dalam melakukan kegiatan bisnis tidak
pernah selamanya mulus, maka suatu perusahaan tersebut akan juga memerlukan
dana yang lebih besar dan memerlukan waktu yang lebih lama dalam waktu
pengembaliannya. Kewajiban jangka panjang adalah kewajiban lain yang harus
dipenuhi oleh perusahaan dalam menghapus atau mengurangi hutang-hutangnya.
Rasio yang digunakan dalam mengukur, bagaimana suatu perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya adalah denagan
menggunakan rasio leverage atau rasio solvabilitas. Secara umum rasio
solvabilitas ini mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kewajiban jangka
panjangnya. Setiap perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total
hutangnya lebih besar dibandingkan dengan total asetnya.
Dengan mengantisipasi perusahaan yang memiliki total hutang lebih
banyak dari total asetnya, maka perusahaan tersebut mempunyai risiko yang
sangat besar ketika seorang investor akan menanamkan modalnya, karena
kemungkinan terburuk ketika perusahaan tersebut tiba-tiba jatuh bangkrut, maka
selaku pemegang saham yang bertindak juga sebagai pemilik akan terkenan
dampak yang sangat besar pula, tentunya semua investor tidak menginginkan hal
ini, maka dengan hal ini analisis rasio solvabilitas sangat penting dilakukan
khususnya pada debt to equity ratio untuk melihat seberapa besar hutang
perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan total asset yang dimiliki
oleh perusahaan tersebut.
Selain rasio solvabilitas untuk mengetahui seberapa besar hutang
perusahaan, adapula rasio yang digunakan untuk melihat kondisi pasar. Hal ini
tidak kalah pentingnya, karena kondisi pasar sangat mempengaruhi nilai dari suatu
saham. Rasio nilai pasar yang paling difavoritkan oleh investor karena selain
mudah dihitung, juga sangat bagus dalam mengapresiasi kondisi pasar adalah
price earning ratio.
Price earning ratio (PER) menggambarkan apresiasi pasar terhadap
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini melihat PER harga
saham relative terhadap earning-nya. Perusahaan yang diharapkan akan tumbuh
tinggi (mempunyai prospek baik) mempunyai PER yang tinggi, sebaliknya
perusahaan yang diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah akan mempunyai
PER rendah.
Dari segi investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik
karena harga saham barangkali tidak akan naik lagi, yang berarti kemungkinan
memperoleh capital gain akan lebih kecil. Rasio ini cukup berarti bagi investor,
karena deviden yield merupakan Bagian dari toal return yang akan diperoleh
investor. Bagian return yang lain adalah capital gain, yang diperoleh dari selisish
positif antara harga jual dan harga beli. Apabila selisish negative yang terjadi
adalah capital loss.
Selain price earning ratio dalam rasio nilai pasar, seorang investor juga
harus mempertimbangkan earning per share. Earning per share digunakan oleh
investor dalam mengkalkulasikan laba bersih yang diperoleh per lembar saham.
EPS dilakukan oleh investor untuk melihat gambaran profitabilitas perusahaan
yang tergambar pada setiap lembar saham. Semakin tinggi niali EPS tentu saja
menyebabkan semakin besar labadan kemungkinan peningkatan jumlah deviden
yang diterima pemegang saham.
Dalam analisa fundamental, cukup banyak analisa ratio-ratio yang
dipergunakan. Salah satu ratio yang paling favorit dipergunakan adalah ratio
harga dengan laba bersih (price earning ratio). PER menjadi favorit karena cukup
mudah dipahami oleh investor maupun calon investor. PER sangat mudah
dihitung. Dengan mengetahui harga di pasar dan laba bersih per saham, maka
investor bisa menghitung berapa PER saham tersebut.
Semakin besar earning semakin rendah PER saham tersebut dan
sebaliknya. Namun perlu dipahami, karena investasi di saham lebih banyak terkait
dengan ekspektasi maka laba bersih yang dipakai dalam perhitungan biasanya
laba bersih proyeksi untuk tahun berjalan. Dengan begitu bisa dipahami jika
emiten berhasil membukukan laba besar, maka sahamnya akan diburu investor
karena proyeksi laba untuk tahun berjalan kemungkinan besar akan naik.
Besaran PER akan berubah-ubah mengikuti perubahan harga di pasar dan
proyeksi laba bersih perseroan. Jika harga naik, proyeksi laba tetap, praktis PER
akan naik. Sebaliknya jika proyeksi laba naik, harga di pasar tidak bergerak maka
PER akan turun. PER kerap dijadikan indikator oleh investor untuk membuat
keputusan investasi di saham. Ada asumsi, semakin rendah PER berarti semakin
murah harga saham yang bersangkutan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan debt to
equity ratio dan earning per share.
Dengan melakukan analisis rasio keuangan, investor banyak terbantu
dalam membuat keputusan investasi sebelum melakukan eksekusi. Adapun
dengan melihat hasil analisis rasio keuangan dapat diketahui pulA seberapa besar
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu perusahaan. Dari uraian diatas, maka
peneliti tertarik untuk mengambil judul “PENGARUH EARNING PER SHARE
(EPS), PRICE EARNING RATIO (PER), DAN DEBT TO EQUITY RATIO
(DER) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN MAKANAN
DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) 2007-2009”.
B. Rumusan Masalah
Perumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah earning per share (EPS) berpengaruh terhadap return saham pada
perusahaan makanan dan minuman.
2. Apakah price earning ratio (PER) berpengaruh terhadap return saham pada
perusahaan makanan dan minuman.
3. Apakah equity ratio (DER) berpengaruh terhadap return saham pada
perusahaan makanan dan minuman.
4. Apakah earning per share (EPS), price earning ratio (PER), dan debt to
equity ratio (DER) berpengaruh terhadap return saham pada perusahaan
makanan dan minuman.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji secara empiris apakah earning per share (EPS) berpengaruh
terhadap return saham pada perusahaan makanan dan minuman.
2. Untuk menguji secara empiris apakah price earning ratio (PER)
berpengaruh terhadap return saham pada perusahaan makanan dan
minuman.
3. Untuk menguji secara empiris apakah debt to equity ratio (DER)
berpengaruh terhadap return saham pada perusahaan makanan dan
minuman.
4. Untuk menguji secara empiris apakah earning per share (EPS), price
earning ratio (PER), dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap
return saham pada perusahaan makanan dan minuman.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Dari segi akademik, penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi
ilmu pengetahuan di bidang ekonomi khususnya tentang investasi saham pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI dan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat digunakan sebagai pedoman
pustaka untuk penelitian lebih lanjut.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
masukan bagi investor dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan
berkaitan dengan penanaman modal dalam saham, khususnya pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.
E. Tinjauan Pustaka
1. Landasan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengkaji tentang pengaruh kinerja keuangan terhadap
return saham dengan menggunakan debt to equity ratio (DER), earning per
share (EPS), price earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) oleh
Wahyu Wachid (2007), dengan memakai objek perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005, penelitian tersebut dilakukan
dengan menganalisis laporan keuangan tahunan perusahaan pada tahun 2005.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Wachid dengan
menggunakan debt to equity ratio (DER), earning per share (EPS), price
earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) pada perusahaan
manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2005 adalah
secara simultas DER, PER, EPS dan PBV berpengaruh secara signifikan
terhadap return saham.
2. Landasan Teori
Return saham adalah apabila seseorang membeli suatu saham, berarti
ia mengorbankan konsumsinya pada masa kini dengan harapan bahwa ia
mampu mengkonsumsikan yang lebih banyak di masa yang akan datang.
Pengharapannya akan konsumsi yang lebih tinggi dimasa yang akan datang
didasarkan atas deviden yang ia harapkan akan diperoleh, dan berharap
kenaikan harga sahamnya di waktu yang akan datang (Husnan, 1994).
Setiap investor mengharapkan return yang tinggi atas investasinya.
Return adalah pengembalian hasil atau laba atas suatu surat berharaga atau
investasi modal, besarnya dinyatakan dalam suatu tingkat presentase tahunan.
Dengan demikian, return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi dimana dihitung
berdasarkan data histories dan return ekspektasi yang belum terjadi dan
diharapkan akan terjadi di masa datang (Jogiyanto, 2000).
Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena investor
selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi
yang dihadapinya. Menurut Brigham et al. (1999:192), pengertian dari return
adalah “measure the financial performance of an investment”. Horne dan
Wachoviz (1998:26) mendefinisikan return sebagai “Return as benefit which
related with owner that includes cash dividend last year which is paid,
together with market cost appreciation or capital gain which is realization in
the end of the year”.
Menurut Jones (2000:124) “return is yield dan capital gain (loss)”.
Yield, yaitu cash flow yang dibayarkan secara periodik kepada pemegang
saham (dalam bentuk dividen). Capital gain (loss), yaitu selisih antara harga
saham pada saat pembelian dengan harga saham pada saat penjualan. Hal
tersebut diperkuat oleh Corrado dan Jordan (2000:5) yang menyatakan bahwa
”Return from investment security is cash flow and capital gain/loss”.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, dapat diambil
kesimpulan return saham adalah keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan
saham investor atas investasi yang dilakukannya, yang terdiri dari dividen dan
capital gain/loss. Dividen merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemegang saham dalam suatu periodik tertentu.
Capital gain/loss dalam suatu periode merupakan selisih antara harga
saham semula (awal periode dengan harganya di akhir periode). Bila harga
saham pada akhir periode lebih tinggi dari harga awalnya, maka dikatakan
investor memperoleh capital gain, sedangkan bila yang terjadi sebaliknya
maka investor dikatakan memperoleh capital loss.
Alokasi modal yang efisien merupakan salah satu kegiatan yang sangat
penting dalam melakukan suatu investasi (Rangkuti, 2001:204). Tindakan ini
berkaitan dengan kemampuan perusahaan terhadap bisnis yang digelutinya
dalam jangka panjang.
Masalah yang sering dihadapi para investor adalah bagaimana
meningkatkan return yang diperoleh dan memperkecil risiko yang akan
dihadapi, terutama dalam kondisi ekonomi yang sangat tidak menentu. Maka
sebelum melakukan investasi perlu dicari faktor-faktor apa yang
mempengaruhi return yang diterima yaitu dengan cara menganalisis dan
mengevaluasi kinerja perusahaan.
Analisis kinerja perusahaan antara lain dapat diamati melalui
serangkaian analisis terhadap laporan keuangan (Rangkuti, 2001:108). Hasil
analisis terhadap perusahaan bisa memberikan gambaran tentang nilai
perusahaan tersebut, karakteristik internalnya, kualitas perusahaan dan kinerja
manajemennya, serta tentu saja prospek perusahaan dimasa datang
(Tandelilin, 2001:231).
Return saham adalah keuntungan yang dinikmati investor atas
investasi saham yang dilakukannya. Return tersebut memiliki dua komponen
yaitu current income dan capital gain (Wahyudi, 2003). Bentuk dari current
income berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat
periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja fundamental perusahaan.
Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara
harga jual dan harga beli saham.
Besarnya capital gain suatu saham akan positif, bilamana harga jual
dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Ada anggapan bahwa
dengan menggunakan beragam jenis analisis teknikal yang dikombinasikan
satu sama lain disertai juga dengan analisis fundamental yang paling up to
date akan menghasilkan keputusan yang tepat atau setidaknya mendekati.
Namun kenyataannya pergerakan pasar yang selalu dinamis tetap sulit
diprediksi secara tepat. Oleh karena itu model-model analisis tersebut harus
ditempatkan sebagai fungsi alat bantu pengambilan keputusan atau analytical
tools (Haryanto, 2004). Menurut Adenso (1997) kinerja suatu saham dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk alat pengukur efisiensi perusahaan.
Jika harga saham merefleksikan seluruh informasi mengenai perusahaan di
masa lalu, sekarang dan yang akan datang, maka kenaikan harga saham dapat
dianggap sebagai indikasi perusahaan yang efisien.
Keuntungan investor dapat berupa deviden maupun capital gain. Nilai
perusahaan juga merupakan salah satu factor yang turut menentukan
perubahan harga saham yang diperdagangkan di lantai bursa.
Return = capital gain (loss) + yield
Atau
E(Rt) = (Dt/Pt-1) + ((Pt-Pt-1) / Pt-1)
Atau
Rit = (Pit – Pit-1)/pit-1
Dimana :
Rt = return saham pada tahun ke-t
Pt = harga saham pada tahun ke-t
Pt-1 = harga saham pada tahun sebelum t
Dt = deviden tahun ke-t
Rit = tingkat keuntungan saham ke-I pada periode t
Pit = harga penutupan saham i pada periode t (periode terakhir)
Pit-1 = harga penutupan saham I pada periode sebelumnya.
Earning per share adalah laba bersih suatu perusahaan dibandingkan
dengan jumlah saham yang diedarkannya. Dengan demikian yang menjadi
acuan bukan aset perusahaan melainkan penghasilannya. Metode ini selain
bisa digunakan untuk memprediksi pergerakan harga saham bisa juga
memprediksi kemungkinan nilai deviden (keuntungan yang diberikan
perusahaan pada pemegang saham secara langsung (tanpa harus menjual
sahamnya) yang akan diterima oleh investor (Rafid, 2009).
Laba per saham-LPS (earning per share-EPS) merupakan rasio yang
menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. EPS menggambarkan
profitabilitas perusahaan yang tergambar dalam setiap lembar saham. Semakin
tinggi nilai EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan
peningkatan jumlah deviden yang diterima pemegang saham (Tjiptono, 2008).
EPS dihitung dengan menggunakan rumus:
EPS = Laba Bersih / Jumlah saham Beredar
Atau apabila perusahaan tersebut terdapat saham preferen, maka
rumusnya adalah:
EPS = (Laba Bersih – Deviden Saham Preferen) / Jumlah Saham
Beredar
Pada rumus ini, terlebih dahulu laba bersih dikurangkan dengan porsi
deviden untuk saham preferen, baru kemudian dibagi dengan jumlah saham
biasa yang beredar. Di Indonesia, mengingat saham preferen tidak popular,
maka perhitungan umumnya menggunakan rumus sebelumnya, yaitu laba
bersih dibagi dengan jumlah saham (biasa) yang beredar.
Umumnya perhitungan EPS menggunakan basis laporan keuangan
akhir tahun (auditan), namun dapat pula menggunakan laporan keuangan
tengah tahunan, atau laporan keuangan kuartalan. Dalam praktiknya, laba per
lembar saham dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah rata-rata
tertimbang dari jumlah saham biasa yang beredar sepanjang tahun (Tjiptono,
2008).
Price earning ratio adalah indikasi berapa nilai dari mata uang yang
tersedia dibayar oleh investor untuk setiap earning (pendapatan) per saham
yang dihasilkan perusahaan. PER ratio merupakan indicator kepercayaan
pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan dan terdiri dari PER nyata
dan PER yang diperkirakan. PER nyata adalah sama dengan harga saham
sekarang dibandingkan dengan laba bersih per saham yang baru dibagikan.
PER yang diperkirakan adalah sama dengan perbandingan harga wajar saham
tersebut dengan laba per saham yang akan dihasilkan tahun ini (Lina, 2007).
Price earning ratio adalah rasio yang membandingkan harga pasar
saham dengan earning per share saham tersebut. Hal ini didukung dengan
penelitian Campbell dan Shiller (2001) dan dalam artikel Bierman (2002:60).
Price earning ratio (PER) manggambarkan apresiasi pasar terhadap
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER dihitung dalam satuan
kali (Tjiptono, 2008).
PER = Harga Saham / EPS
Pasar modal adalah pasar berbagai instrument keuangan jangka
panjang yang bia diperjualbelikan, baik dalam bentuk modal sendiri, yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta
(Husnan, 1996). Pasar modal Berfungsi sebagai alternative penghimpunan
dana selain sistem perbankan.
Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa adanya batasan dalam
menggunakan hutang. Keterbatasan tersebut diindikasikan dari debt to equity
ratio parusahaan yang terlalu tinggi, yang mengakibatkan biaya modal
perusahaan yang meningkat. Perusahaan akan terpaksa menahan diri untuk
memperluas usahanya bila sudah mencapai batasan tersebut, kecuali jika bisa
mendapatkan dana dalam bentuk modal sendiri (equity). Hal tersebut dapat
diatasi dengan adanya pasar modal yang memungkinkan perusahaan
menerbitkan sekuritas berupa surat tanda hutang (obligasi) dan surat tanda
kepemilikan (saham).
Salah satu cara untuk melakukan analisis investasi dalam bentuk
saham yakni analisis fundamental. Analisis fundamental menyatakan bahwa
setiap investasi saham mempunyai landasan yang kuat yang disebut nilai
intrinsik. Nilai intrinsik dapat ditentukan dengan melalui suatu analisis yang
hati-hati terhadap kondisi perusahaan pada saat sekarang dan prospeknya di
masa yang akan datang.
Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari faktor-faktor perusahaan
yang dikombinasikan untuk menghasilkan keuntungan (return) yang
diharapkan dengan suatu risiko yang melekat pada saham tersebut. Nilai inilah
yang diestimasi oleh para pemodal atau analis, dan hasil dari estimasi ini
dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (current market price) sehingga
dapat diketahui saham-saham yang overprice maupun yang underprice
(Husnan, 1998).
Pada saat melakukan investasi dalam bentuk saham, diperlukan
informasi untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis
teknikal. Thiagarajant dan Lev (1993) analisis fundamental menentukan nilai
dari surat-surat berharga perusahaan dengan suatu pengujian saksama paa
kunci value dirver, seperti laba, risiko, pertumbuhan, dan competitive
position.
Rasio solvabilitas adalah perbandingan antara dana yang berasal dari
pemilik dengan dana yang berasal dari kreditur (Clara, 2001). Perusahaan
yang mempunyai solvabilitas (leverage) rendah berarti perusahaan tersebut
mempunyai risiko kerugian lebih kecil ketika keadaan ekonomi merosot dan
juga mempunyai kesempatan memperoleh laba yang rendah ketika ekonomi
melonjak menjadi baik dan sebaliknya.
Para kreditur lebih menyukai leverage ratio yang rendah sebab
leverage ratio yang rendah berarti kreditur mempunyai tingkat keamanan
terhadap piutang yang lebih tinggi. Sementara itu semakin besar leverage
ratio berarti perusahaan semakin cepat menjadi insolvable.
Penambahan jumlah hutang akan menurunkan tingkat solvabilitas
perusahaan, karena bertambahnya hutang disertai bertambahnya aktiva
sehingga jumlah excess value dalam angka absolute adalah teta, tetapi dalam
angka relative atau prosentasenya semakin kecil. Sehingga pengaruh leverage
terhadap return saham adalah negative. Beberapa penelitian empiris telah
dilakukan seperti penelitianAffandi (2001); tuasikal (2001) memberikan bukti
bahwa pengaruh leverage ratio terhadap return saham adalah negative.
Rasio profitabilitas menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan
beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan
(Clara, 2001). Masalah rentabilitas dan profitabilitas lebih penting daripada
masalah laba. Efisien dapat diketahui dengan membandingkan laba yang
diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Laba
yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas adalah laba yang berasal
dari operasi perusahaan yang biasa disebut dengan laba usaha.
Investor akan menyukai perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas
yang tinggi karena perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas yang tinggi
mampu menghasilkan tingkat keuntungan yang besar dibandingkan
perusahaan yang memiliki rasio profitabilitas rendah.sehingga pengaruh rsio
profitabilitas terhadap return saham adalah positif.
Rasio nilai pasar menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan relative terhadap jumlah modal yang
diinvestasikan, semakin tinggi rasio tersebut maka semakin berhasil
perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham.
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir ini dibuat untuk menjelaskan bahwa untuk melihat
bagaimana pengaruh price earning ratio, debt to equity ratio, dan earning per
share terhadap return saham pada perusahaan di bidang makanan dan
minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 hingga
2009, dilakukan analisis terhadap laporan keuangan tahunan dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan, khususnya price earning ratio, debt to
equity ratio, dan earning per share, apakah dari masing-masing rasio tersebut
berpengaruh terhadap return saham, dan apakah justru dari ketiga rasio yang
dipakai tersebut berpengaruh terhadap return saham.
Dengan menggunakan tiga variable (EPS, PER, dan DER) tersebut,
diharapkan para investor akan dapat menilai kinerja perusahaan guna
memperkirakan return (pengembalian) atas investasi yang mereka tanamkan.
Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat diperlihatkan dalam gambar, yaitu:
G. Hipotesis
Berdasarkan latar belakng masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan
pustaka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Earning per share
Price earning ratio
Debt to equity ratio
Return saham
1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara EPS terhadap return
saham pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di
BEI tahun 2007-2009.
2. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara PER terhadap return
saham pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di
BEI tahun 2007-2009.
3. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara DER terhadap
return saham pada perusahaan makanan dan minuman yang
terdaftar di BEI tahun 2007-2009.
4. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara EPS, PER dan DER
terhadap return saham pada perusahaan makanan dan minuman
yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti ada dua yaitu, yang bersifat
menjelaskan (explanatory research) dan hubungan kasual. Explanatory
research menguraikan bahwa suatu permasalahan yang berkenaan dengan
variable itu sendiri.
2. Defenisi Operasional Variabel
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Variabel bebas (X)
Variabel bebas atau variabel dependen adalah variabel yang tergantung
atas variabel lain. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
a. EPS (Earning Per Share)
EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan
(return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham.
(Tjiptono Darmadji, 2001).
(Simamora, 2000)
b. PER (Price Earning Ratio)
PER merupakan suatu rasio yang lazim dipakai untuk mengukur
harga pasar (market price) setiap lembar saham biasa dengan laba
per lembar saham (Simamora, 2000).
(Siti Resmi, 2002)
c. DER (Debt to Equity Ratio)
DER merupakan rasio yang digunakan untuk menunjukkan
hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan
oleh kreditor dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh
pemilik perusahaan.
(Lukman Syamsuddin, 2001).
(Siti Resmi, 2002)
2. Return Saham atau Variabel terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah return saham berupa capital
gain (loss).
Rit = tingkat keuntungan saham i pada periode t.
Pit = harga penutupan saham i pada periode t (periode terakhir).
Pit-1 = harga penutupan saham I pada periode sebelumnya.
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
dokumenter yang berupa laporan keuangan tahunan selama tahun 2007
hingga 2009.
b. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, dalam hal
ini data sekunder dapat diperoleh atau yang diterbitkan oleh Bursa
Efek Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang atau dari website
resmi perusaaan yang bersangkutan.
4. Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang bergerak dibidang makanan dan minuman pada tahun 2007-2009.
pengambilan sample penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling. Peneliti menentukan kriteria-kriteria untuk memasukkan anggota
yang menjadi populasi ke dalam sample penelitian. Dalam penelitian ini
perusahaan yang diteliti memiliki criteria yang menjadi dasar atas pemilihan
sample yaitu:
a. Perusahaan manufaktur pada bidang makanan dan minuman
yang terdaftar di Indonesian Capital Market Directory pada
tahun 2007-2009.
b. Perusahaan manufaktur pada bidang makanan dan minuman
yang memiliki kelengkapan data keuangan pada tahun 2007-
2009.
5. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi yang
merupakan pengumpulan data dengan cara mencari data dari dokumen yang
diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang
dan dari website resmi perusahaan yang bersangkutan.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Regresi
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda
dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh Earning
Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Debt to Equity
Ratio (DER) terhadap return saham. Adapun bentuk model yang akan
diuji dalam penelitian ini, yaitu:
Dimana:
Y = return saham
bo = konstanta
b1, b2, b3 = koefisien persamaan regresi prediktor x1, x2, x3
x1 = variabel EPS, x2 = variabel PER, x3 = variabel DER
e = faktor pengganggu.
a. Uji Simultan (Uji F-statistik)
Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari
seluruh variabel independen secara bersama-sama atau simultan
terhadap variabel dependen. Pembuktian dilakukan dengan cara
membandingkan nilai F kritis (Ftabel) dengan Fhitung yang terdapat
pada tabel analysis of variance.
Untuk menentukan nilai Ftabel, tingkat signifikansi yang
digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan (degree of freedom)
df = (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah observasi, kriteria uji
yang digunakan adalah:
Jika F reg > F tabel, maka Ho ditolak
Jika F reg < F tabel, maka Ho diterima
H0 : b1, b2, b3 ≤ 0, artinya tidak terdapat pengaruh positif yang
signifikan secara bersama-sama antara variabel independen (x1, x2, x3)
terhadap variabel dependen (Y).
Ha : b1, b2, b3 > 0, artinya terdapat pengaruh positif yang
signifikan secara bersama-sama dari variabel independen (x1, x2, x3)
terhadap variabel dependen (Y).
b. Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial
dari variabel independennya. Untuk menentukan nilai t-statistik tabel,
ditentukan dengan tingkat signifikansi 5% dengan derajat kebebasan
df = (n-k-1), dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah
variabel.
Jika t hitung > t tabel (n-k-1), maka Ho ditolak
Jika t hitung < t tabel (n-k-1), maka Ho diterima
2. Koefisien Determinasi
Dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda, maka
masing-masing variabel independen yaitu EPS (Earning Per Share), PER
(price Earning Ratio), dan DER (Debt to Equity Ratio) secara parsial dan
simultan mempengaruhi variabel dependen, yaitu return saham (Y) yang
dinyatakan dalam R2 untuk menyatakan koefisien determinasi atau
seberapa besar pengaruh variabel EPS, PER, dan DER secara simultan
atau bersamasama terhadap return saham (Y), sedangkan r2 untuk
menyatakan koefisien determinasi parsial variabel independen terhadap
variabel dependen.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model
regresi yang diperoleh dapat menghasilkan estimator linear yang baik.
Agar dalam analisis regresi diperoleh model regresi yang bisa
dipertanggungjawabkan, maka harus diperhatikan asumsi-asumsi berikut
(Siti Resmi,2002):
a. Terdapat hubungan linear antara variabel bebas dan variabel terikat.
b. Besarnya varians error (faktor pengganggu) bernilai konstan untuk
seluruh nilai variabel bebas (bersifat homoscedasticity)
c. Independensi dari error (non autocorrelation)
d. Normalitas dari distribusi error.
e. Multikolinearitas yang sangat rendah.
Dalam analisis regresi linear berganda perlu menghindari
penyimpangan asumsi klasik maka harus dilakukan pengujian terhadap
empat asumsi klasik berikut ini:
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas
dalam penelitian ini mnggunakan analisis grafik. Untuk hasil yang
lebih handal selain menggunakan histogram, adalah dengan melihat
normal probability plot, yang membandingkan distribusi kumulatif
sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi normal, maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
2) Uji Multikolinearitas
Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan
linear antara variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun
untuk menunjukkan ada tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi di
antara variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas berkorelasi
dengan sempurna maka disebut multikolinearitasnya sempurna
(perfect multicoliniarity), yang berarti model kuadrat terkecil tersebut
tidak dapat digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji korelasi
antar variabel independen yaitu dengan matriks korelasi.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan yang terjadi di
antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun
dalam rangkaian waktu (time series data) maupun tersusun dalam
rangkaian ruang yang disebut data cross sectional. Salah satu
pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui adanya
autokorelasi adalah uji statistik Durbin Watson. Uji ini dihitung
berdasar jumlah selisih kuadrat nilai-nilai taksiran faktor-faktor
gangguan yang berurutan.
4) Uji Heteroskedastisitas
Penyimpangan asumsi klasik ini adalah adanya gejala
heteroskedastisitas, artinya varians variabel dalam model tidak sama.
Konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastisitas adalah penaksir
yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel besar maupun kecil
walaupun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya dalam
arti tidak bias. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan uji scatterplot.
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft
Indonesia.
Anoraga, Panji. 1995. Pasar Modal Keberadaan Dan Manfaatnya Bagi
Pembangunan. Jakarta: Rineka Cipta.
Darmadji, Tjiptino. 2001. Pasar Modal Di Indonesia Tanya Jawab. Jakarta: Salemba
Empat.
Hardiningsih, Pancawati. 2002. Pengaruh Faktor Fundamental Dan Risiko Ekonomi
Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Strategi Bisnis, Desember 2001.
Koetin. 1993. Analisis Pasar Modal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hanafi, M. Mamduh. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP-AMP
YKPN.
Harmono. 2009. Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard Pendekatan
Teori, Kasus, dan riset Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
Munawir. 2000. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Prihadi, Toto. 2008. Deteksi Cepat Kondisi Keuangan Tujuh Analisis Rasio
Keuangan Studi Kasus Perusahaan Indonesia. Jakarta. PPM.
Resmi, Siti.”Keterkaitan Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Return Saham”,
September 2002.
Simamora, Henry. 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis Jilid II.
Jakarta: Salemba Empat.
Soemarso. 1999. Akuntansi Suatu Pengantar2. Jakarta: Rineka Cipta.
Sangaji, Joko. 2003. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Studi
Kasus PT. Kimia Farma Tbk”. Jurnal Ekonomi Perusahaan.
Syamsuddin, Lukman.2001. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi
Dalam Perencanaan, Pengawasan Dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Subiyanto, Edi dan Fransisca Andreani. 2003. Analisa Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Harga Saham-Studi Kasus Parusahaan Jasa Perhotelan Yang
Terdaftar Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan,
September 2003.
Anastasia, Njo, Yanny dan Imelda. 2003. Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko
Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di BEJ. Jurnal Ekonomi
Akuntansi, November 2003.
Ulupui. 2006. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Dan
Profitabilitas Terhadap Return Saham-Studi Pada Perusahaan Makanan Dan
Minuman Dengan Kategori Industri Barang Konsumsi Di BEJ.
Pradono dan Yulius. 2004. Pengaruh Economic Value Added, Residual Income,
Earnings Dan Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh
Pemegang Saham-Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, November 2004.
Suharli, Michell. 2005. Studi Empiris Terhadap Dua Faktor Yang Mempengaruhi
Return Saham Pada Industri Food And Beverages Di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, November 2005.
Top Related