SILATURAHIM DALAM PERSPEKTIF HADIS
( Kajian Tematik Hadis)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Ulfatun Najah
1110034000113
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2017 M
i
ABSTRAK
Ulfatun Najah
SILATURAHIM DALAM PERSPEKTIF HADIS ( Kajian Tematik Hadis )
Skripsi ini membahas tentang masalah suatu keadaan yang
menggambarkan tentang hubungan seseorang dengan manusia lainnya. Dari
hubungan terdekat bersama keluarganya ataupun hubbungan yang sangat jauh
melalui teman, tetangga dan yang lainnya. Dalam hal ini juga dikaitkan dengan
masalah etika dalam berdakwah. Sebagaimana manusia hidup perlu
mengedepankan etika, tata krama atau akhlak sehingga berkesinambungan antara
Habl min al-Allāh dan Habl min al-Nāsi.
Penelitian ini bermaksud mencari tahu bagaimanakah hadis memandang
silaturahim yang notabennya sangat berkesinambungan dengan fitrah manusia.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian library reseach ( penelitian
kepustakaan). Sumber primer dalam penelitian ini yaitu kitab Shahihain ( Shahih
Bukhāri dan Shahih muslim ) dan dibantu dengan kitab syarah dan buku buku
terkait dengan silaturahim .
Dalam penelitian ini saya menemukan bahwa hadis tentang silaturahim
memiliki kandungan berupa anjuran dan larangan berprilaku terhadap kerabat,
sebagai wujud nyata penerapan hak-hak dasar kemanusiaan terhadap sesama
muslim. Kemudian, relevansi hadis-hadis Silaturahim dengan konteks kehidupan
sekarang sangat relevan, hal ini dapat dilihat dari adanya penerapan hadis-hadis
tentang kewajiban terhadap sesama Muslim dan masih berlangsungnya ikatan
silaturahim antar sesama Muslim sampai sekarang.
Keyword: Silaturahim, Hadis.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah serta Puji syukur sama-sama kita ucapkan kehadirat Allah SWT.
yang telah memberikan taufiq, hidayah, serta berbagai pertolongan-Nya kepada
kita. Alhaamdulillah dengan rahmat dan kasih sayang Allah SWT. tersebut,
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dalam bentuk skripsi dengan judul
“SILATURAHMI DALAM PERSPEKTIF HADIS ( Kajian Tematik Hadis )
dengan dukungan dari berbagai pihak. Shalawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. semoga kita semua mendapatkan
syafa’atnya kelak di hari kiamat. Dengan terselesaikannya skripsi ini saya
menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak sebagai berikut:
1. Kepada Yang terhormat Segenap civitas Akademika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Dede Rosyada (Rektor), Prof. Dr. Masri
Mansoer, M. A. Selaku Dekan fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah jakarta.
2. Kepada Yang terhormat Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. A. Selaku ketua
jurusan Program Studi Tafsir-Hadis dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd.
Selaku sekretaris Program Studi Tafsir-Hadis.
3. Kepada Yang terhormat Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Jurusan
Tafsir-Hadisyang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
ilmu dan motivasi selama di bangku kuliah serta dukungannya kepada
penulis dalam batasan-batasan tertentu yang dapat penulis terima, sehingga
iii
penulis sedikit banyak mengetahui informasi tentang dinamika
pengetahuan yang ada.
4. Kepada Yang terhormat Bapak Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M. Ag,
Selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu , pemikiran
untuk berdialog dengan penulis serta memberikan motivasi yang sangat
luar biasa dan berharga. Semoga Allah SWT. senantiasa menjaga
kesehatan belaiu, memberikan keberkahan hidup serta kebahagian dunia
akhirat atas perjuagan beliau membeeimbing saya dalam menyelsaikan
skripsi ini dengan baik.
5. Kepada orang tuaku Bapak Saiman Abdul Rasyid dan Mama Aminah,
doaku selalu terlantun untuk kalian, serta orang tua ke-dua-ku KH. Syarif
Rahmat, RA. SQ. MA dan Hj. Uswatun Chasanah, MA., yang tak pernah
lelah membimbing penulis, Yayu Umi Sa’adah, S. Hum, Ka Hamzah,
Gopiz, Aang Asep Rahmat dan Mba Ulan serta Dede Dewi Nazilul
Rahmah, serta Adik Adikku tercinta: Iim imayatul Wardah, Ening
Purwaningsih, calon S. Hum, ayo kejar cita dan cinta kalian, jangan kaya
yayu serta my little brother Aa Akhmad Zakaria yang sholeh, teruskan
semangat belajarmu ya A.
6. Terimakasih untuk seluruh Pendidik keluarga besar Pondok Pesantren
Ummul Qura, terutama guru-guruku Bunda Siti Nuriyah, M.Pd, Bu
Endang, Bu Yeni, Pa Aziz, Pa Ghoni, Pa Ibnu, Pa Rosyadi, Pa Ibnu, Pa
Mukmin, tanpa kalianlah penulis tidak akan sampai seperti ini.
iv
7. Untuk segenap pengajar MI Ummul Qura, TK Islam Ummul Qura, Paud
PUSPITA, TPA Ummul Qura, Bu Ayu ( best friend ), Bu Novi, Bu Nurul,
Bu Tuty, Bu Uun, Bu Mia, Bu Latifah, Bu Hera, Bu Aan ( teteh paling
adem), Bu Cipa, Bu Dakhlia, Bu Devi terimakasih atas suport dan
dukungannya.
8. Untuk Seluruh Pengurus, Akhi wa Ukhti , Kaka Kaka Keceh Dewan
Kelurahan Banat dan Banun Pondok Pesantren Ummul Qura, yang
sama-sama berjuang, terutama untuk Pak Lurah Ahmad Fauzan dan Bu
Lurah tercinta Nova Siti Nurlaela ( my unch....unch..) syukron katsiron
atas kebersamaannya. Berpisah dengan kalian adalah salah satu penyebab
luka di hati.
9. Untuk sahabat hatiku Para Pejuang Ijazah dan Ijabsah, Nenk Any,
Nda, Beby, hayu semangat, kita lulus bareng tahun ini. Ijazah dan Ijabsah
menanti dan melambai lambaikan tangan tuh, hayu....hayu..
10. Untuk Hubby Shaleh calon Imamku “Mas Ahmad Hilman Riyadli,
S.Pd.I”, terimakasih sudah sabar menanti, serta sudah banyak
memberikan kado kado doa yang indah, tanpamu aku tidak bisa sampai
menulis namamu disini.
11. Untuk all of my child in MI Ummul Qura, Rina, Nau, Zaki, Mas Aksal,
Satya Sholeh, Puput, Aulia,Aisyah, Rachel, Atha, Radit, Rama, Pakhri dan
yang lainnya terimakasih telah menemani hari perjalanan Skripsi bu guru.
12. Untuk seluruh santriwan dan santriwati PPUQ fillah, syukron jazilan atas
segala keadaan kalian yang menemaniku hingga pada akhiranya harus
v
sampai titik dimana kaka berada diujung tombak dan kalian masih berada
jauh dibawah mulai meanjat tombak tombk tersebut.
13. Untuk My Superhero Mas Fatih dan Mas Agus, terimakasih sudah
menjadi mas masku yang baik hati.
14. Untuk Tafsir Hadits C, terimakasih atas kebersamaannya walaupun ulfa
termasuk as sabiqunal akhirun.
15. Untuk seluruh Personil KKN Damar Wulan, Mba Idoh, Mba Novi, Bu
Bendum Ema Pratiwi, Bu Ayu, Bang Chabib, Bang Ezza, Bang Hafidz,
Bang Adi, Ketum Bang Adib, Bang Muhdi, Bang Syaoqi, Bang Ale,
bahagia sekali rasanya akhirnya ulfa bisa nyusul kalian.
Demikian kata pengantar yang saya buat, semoga dalam prosesnya mengandung
banyak manfaat, terutama bagi penulis sendiri.
Jakarta, 12 Juli 2017
Ulfatun Najah
vi
SILATURAHIM DALAM PERSPEKTIF HADIS
( Kajian Tematik Hadis )
ABSTRAK ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 15
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 16
D. Kajian Pustaka .............................................................................................. 17
E. Metodologi Penelitian ................................................................................... 18
F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 21
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SILATURAHIM ....................................... 22
A. Definisi Silaturahim ................................................................................... 22
B. Hukum Silaturahim ....................................................................................... 29
C. Keutamaan Silaturahim ................................................................................. 29
D. Hikmah Bersilaturahim ................................................................................. 32
E. Klasifikasi Hadis Silaturahim ....................................................................... 33
BAB III HADIS-HADIS TENTANG SILATURAHIM ............................................. 36
A. Teks dan Terjemah Hadis ........................................................................... 36
1. Hadis Silaturahim ................................................................................... 36
a. Hadis tentang Silaturahim ................................................................ 37
b. Hadis Ancaman memutuskan silaturahim ........................................ 37
2. Anjuran bersilaturahim .......................................................................... 38
vii
3. Bentuk - bentuk silaturahim .................................................................. 04
4. Adab – adab Silaturahim ........................................................................ 43
5. Faktor Pemutus Silaturahim ................................................................... 50
6. Ancaman memutuskan silaturahim ........................................................ 52
B. Latar Belakang Turunnya Hadis (al-Asbāb al-Wurūd) dan Kandungan Hadis
................................................................................................................. .....59
C. Kedudukan Hadis ......................................................................................... 66
D. Aplikasi Pemahaman Hadis Silaturahim dengan Konteks
Kehidupan Sekarang .................................................................................... 68
E. Relevansi Hadis Silaturahim dengan Konteks Kehidupan Sekarang ........... 73
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 77
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 77
B. Saran ................................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 79
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Indonesia Inggris
A A ا
B B ب
T T ت
Ts Th ث
J J ج
Ḥ Ḥ ح
Kh Kh خ
D D د
Dz Dh ذ
R R ر
Z Z ز
S S س
Sy Sh ش
Ṣ Ṣ ص
Ḍ Ḍ ض
Ṭ Ṭ ط
Ẓ Ż ظ
„ „ ع
Gh Gh غ
F F ف
ix
Q Q ق
K K ك
L L ل
M M م
N N ن
W W و
H H ه
„ ‟ ء
Y Y ي
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, alih
aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـ
I Kasrah ـ
U ḏammah ـ
x
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي___ Ai
a dan i
و___ Au a dan u
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ا
Ī i dengan topi di atas ي
Ū u dengan topi di atas و
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dalam bahasa Indonesia dialih aksarakan menjadi huruf
“l”, baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan
ar-rijāl, al-diwān bukan ad-diwān.
xi
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tashdid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis aḏ-
darūrah melainkan al-darūrah.
Ta Marbūṭah
Jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (h). Misalnya, طريقة (ṭarīqah). Jika huruf
ta marbūṭah tersebut diikuti dengan kata benda, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf (t). Misalnya, وحدة الوجود (waḥdat al-wujūd)
Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan arab huruf capital tidak dikenali, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, (contoh: Abū Ḥāmid Al-
Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi).
xii
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini. Misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku ini ditulis dengan cetakan miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Terkait dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akan katanya
berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd
al-Ṣamad al-Palīmbānī; Naruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al Quran merupakan karunia agung yang diberikanAllah swt kepada kaum
muslimin. Al Quran sebagai “al-Syifā “ bagi umat yang mau mengamalkan
makna sertaisinya. Secara harfiah Al Quran mengandung makna“ bacaan yang
sempurna”. Tidak ada bacaan seperti Al Quran yang dipelajari bukan hanya
karena susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungan yang
tersurat, tersirat bahkan sampai kepada pesan yang ditimbulkannya.1
Al Quran juga memperkenalkan dirinya sebagai“ huda li al-ňās”
petunjuk bagi manusia) pada umumnya dan orang – orang yang bertakwa pada
khususnya.2 Kajian dan kandungannya meliputi berbagai aspek, mulai dari kisah
dan sejarah masa lalu umat manusia, kejadian alam, kejadian manusia, janji dan
ancaman, hukum, hingga kesudahan alam raya dan nasib manusia di kemudian
hari dan lain sebagainya. Semua itu dikemas dengan gaya bahasa yang indah lagi
memikat bagi mereka yang memahami aspek sastra bahasa Arab.3 Bahkan bagi
umat islam yang mempunyai keterbatasan ilmu tersebut sudah lebih mudah
memahaminya dengan membaca terjemahan dan tafsiran karya-karya ulama
setempat yang dikemas dan dirangkum dalam bahasa yang sederhana.
1M. Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’iy Atas Berbagai Persoalan
Umat ( Bandung: Mizan, 1996), hal 3
2 Lihat Q.S. Al Baqarah 2:2
3 Akmalin Noor dan Ahmad Fuad Muklis, “Al Quran Tematis Kisah Kisah Al Quran”.
(Jakarta: Rajawali Pers. 2008 ) hal 67
2
Para ulama dari zaman ke zaman sepakat bahwa hadis merupakan sumber
syari‟at islam yang paling otoritatif setelah Al Quran. Hadis diperlukan bukan saja
setelahRasulullah saw.. wafat, melainkan diperluka pula pada waktu beliau masih
hidup. Misalnya, perintah shalat atau zakat selalu diulang dalam wahyu Makiyyah
dan Madaniyah, tetapi bagaimana praktiknya dalam kehidupan sehari-hari tidak
disebutkan. Perintah Al Quran hanyalah aqīmuṣ-ṣalāh ( tegakkan salat). Adapun
pelaksanaan salatnya adalah berdasarkan praktik salatRasulullah saw.. sendiri,
yaitu dengan memberi contoh kepada kaum muslim bagaimana salat dilakukan
sehingga Rasulullah bersabda,
صلوا كما رأي تمني اصلي
“ Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat. ”4
Demikian pula Al Quran memerintahkan kapada kaum muslim untuk
membayar zakat dengan ungkapan ātuz-zakāh ( bayarlah zakat ). Namun yang
mengatur bagaimana zakat itu dibayar dan dikumpulkan adalah berdasarkan
praktikRasulullah saw.sendiri.5
Belakangan ini, banyak kaum muslimin yang kurang memperhatikan apa
yang diajarkan Nabi saw melalui hadis secara signifikan. Sehingga banyak
mengalami kesulitan dalam memahami dan mengaplikasikan isi kandungan serta
kualitas hadis Nabi saw, oleh sebab itu diperlukan penelitian Takhrīj al-Hadīs
4 HR. Bukhari No. 628, HR. Muslim No. 1533
5 Rachmat Taufiq Hidayat dkk, “ Almanak Alam Islami ( Sebuah Rujukaan Keluarga
Muslim Milenium Baru ). (Bandung: Pustaka Jaya, 2000), h.27
3
dengan mengungkapkan pemahaman, interpretasi, penafsiran secara komprehensif
yang baik dan benar.6
Upaya untuuk memahami hadis telah dilakukan oleh para ulama klasik
bahkan kontemporer, banyak kalangan akademisi menggunakan teori ini dalam
membahas matan hadis, antara lain; ilmu garīb al-hadis yakni ilmu yang
menjelaskan kata-kata hadis Nabi saw yang kurang jelas maknanya, ulama
pertama yang menyusun kitab dalam bidang garīb adalah al-Hasan al-Nazīr ibn
Syamīl al-Mazāny yang wafat pada tahun 203 H. Selanjutnya ikhtilāf al-hadis
dipelopori oleh Ibnu Idrīs al- Syāfi‟ī yang wafat pada 204 H dan ilmu naskh al-
mansukh.7
Selain itu, dalam memahami hadis, kita tidak bisa langsung meyakini
bahwa hadis tersebut adalah şahīh, melainkan kita harus melakukan sebuah
pengkajian kualitas sebuah hadis demi memberikan keyakinan penuh dalam
pengaplikasiannya. Untuk menentukan kualitas sebuah hadis diperlukan
serangkaian penelitian. Selain metodologi yang digunakan untuk menentukan
kualitas sanadnya juga digunakan metodologi untuk menentukan kulaitas matan,
karena kualitas matan dan sanad tidak selalu sejalan.8
Untuk memahami matan hadis telah dilakukan oleh para ulama hadis
terdahulu, seperti yang telah dibuktikan dari ilmu-ilmu yang diteliti, diantaranya;
6 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Teras, 2008), h.5
7 Muhammad “Ajjaj al-Khātib, Uşūl al-Hadis. Terj. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 252 8 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h.
115
4
ilmu Rijāl al-Hadis9, adapun beberapa kitab tentang Rijāl al-Hadis dalam cabang
ilmu hadis seperti al-Işābah dan Tahdzīb al- Tahdzīb karya Ibnu Hajar al-
„Asqalānī. 10
Dengan melakukan penelitian matan dapat diketahui bahwa sebuah
hadis tersebut maqbul atau mardud, sehingga dapat diketahui kualitas hadis
tersebut secara keseluruhan baik dilihat dari sanad dan matannya dalam proses
penentuan kualitas hadis tersebut pada hasil akhir.
Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu hidupnya tak dapat terlepas
dari kehidupan bersama manusia lainnya. Dan dengan sendirinya manusia
individu itu memasyarakatkan dirinya menjadi satu lebur dalam kehidupan
bersama. Maka apapun yang diperbuatnya dapat mempengaruhi dan akan
mempunyai makna bagi masyarakat pada umumnya dan sebaliknya apapun yang
terjadi di masyarakat akan mempengaruhi perkembangan pribadi tiap individu
yang ada di dalamnya. 11
Nabi Musa As. adalah seorang nabi dan termasuk Ulul
Azmi. Seolah-olah ia merasa tidak mampu sendirian untuk berdzikir dan
beribadah. Ia membutuhkan orang untuk bisa membantunya.12
Hal ini
menunjukkan bahwa Nabi Musa juga tidak bisa hidup sendirian, ia perlu
bermasyarakat, berkomunikasi dan berhubungan dengan orang banyak demi
menjalankan syariat agama islam. Allah swt pun berfirman:
9 Ilmu Rijāl al-Hadis adalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para rawi dari
kalangan sahabat, tabi‟in, dan itba‟ tabi‟in. Ulama hadis mendefinisikan ilmu rijāl al-hadis, yaitu
ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ranah kajian ilmu hadis karena kajian
ilmu hadis pada dasarnya terletak pada sanad dan matan yang secara khusus membahas perihal
para rawi hadis dengan penekanan pada aspek-aspek tanggal kelahiran, nasab atau garis keturunan,
dan sumber hadis. (lihat M. Hasbi As- Siddiqiey, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1987), h. 153 10
M. Solahudin, dkk. Ulumul Hadis. ( Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h. 112
11
Drs. Asmaran As, MA. “ Pengantar Studi Akhlak”. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 1994).hal 51
12
Dr. Amr Khaled, “ Buku Pintar Akhlak ( Memandu Anda Berkepribadian Lebih Asyik,
Lebih Otentik). (Tangerang: Zaman, 2007), h. 234
5
“ Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini;
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas”.
Ayat di atas menunjukkan bahwa manusia sadar dalam hidupnya
membutuhkan manusia lainnya menimbulkan perasaan bahwa setiap pribadi
manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi dirinya dan
orang lain. Islam mengajarkan bahwa manusia paling baik adalah manusia yang
paling banyak mendatangkan manfaat kepada orang lain. Sebagaimana Allah
menjelaskan dalam surat Ar Ra‟d ayat 17 :
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-
lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang.
dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau
alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan”.
6
Rasulullah pun bersabda dalam hadisnya:
ل ، و ف ل ؤ ي و ف ل أ عن جابر قال : قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : المؤمن ي ن م ي ف ر ي
اس لن ل م ه ع ف ن أ اس الن ر ي ، و ف ل ؤ ي ل ، و ف ل أ ي ل
Diriwayatkan dari Jabir berkata,Rasulullah saw. bersabda: “Orang beriman itu
bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah.
Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.”. 13
Kesadaran berbuat baik sebanyak mungkin untuk berbuat baik kepada
orang lain ini melahirkan sikap dasar untuk mewujudkan keselarasan, keserasian
dan keseimbangan dalam hubungan antar manusia, baik pribadi maupun
lingkungan.
Sebagai individu tidak dapat memisahkan diri dari keluarga dari
masyarakat. Ia mempunyai tugas tertentu yang harus dijalani, diantaranya tugas
dalam keseharianya terhadap keluarganya. Ia harus menemui, bersikap ramah dan
menyayangi mereka. Ia harus mengetahui kesulitan dan problematika yang
dihadapi dan berusaha sekuat mungkin membantu menyelesaikannya. Ia bersama
mereka baik suka maupun duka, sehati dengan mereka. Sikap seperti inilah yang
akan menimbulkan dampak bahwa dalam kesulitan, mereka tidak merasa
sendirian dan membuat hati mereka terhibur.14
Sedang tugas dalam masyarakat
salah satunya ialah menjaga hubungan baik dengan sesama ( Silaturahim ).
Karena pada dasarnya semua manusia di dunia ini adalah bersaudara, dengan satu
keturunan ( nenek moyang ) yaitu Nabi Adam As. dan Siti Hawa. Ketika sesama
13 Abul Qasim Sul;aiman bin Ahmad bin Ayyub bin muthoir al- Lakhmi As-Syami‟ Al-
Thabrani,Mu’jam al-Kabir.( Beirut: Dar al-Ilmiyyah, 1990 ), h 177 14
Ilyas Abu Haidar, Etika Islam (Dari Keshalehan Individual Menuju Keshalehan Sosial),
(Jakarta: Al Huda, 2003), h. 37
7
muslim dinyatakan sebagai orang yang bersaudara, maka sesama saudara itu harus
memperkokoh tali hubungan persaudaraan yang sering disebut dengan silaturahim
yang tidak boleh putus.15
Rasulullah saw.. bersabda: “tidak ada dosa yang disegerakan siksanya oleh
Allah kepada pelakunya didunia (dengan siksanya di akhirat) selain dari
memutuskan silaturahim, khianat dan dusta.” 16
Sesuai dengan firman Allah swt:
ويكم انما المؤمن و وة فأصلحوا ب ين أ ( ۰۱وات قوا اهلل لعلكم ت رحمون ) ن ا “Sesunggunya orang-orang mukmin itu bersaudara, sebab itu perbaikilah
hubungan antara kedua saudaramu itu”. (QS. Al-Hujurat : 10)
Dalam ajaran islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih
mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat islam. Betapa
pentingnya silaturahim dalam kehidupan umat islam, terutama dalam pendidikan.
Hal ini karena silaturahim juga berpengaruh pada pendidikan, karena bekal hidup
di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturahim tentunya akan
memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu faktor
yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha, selain dengan
memperbanyak teman, berarti akan memperbanyak saudara, dan ia akan
meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt, hal ini karena telah melaksanakan
perintahnya, yakni menghubungkan silaturahim.
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan hubungan antar
sesama manusia. Hal itu digambarkan dengan adanya berbagai syariat tentang
15
M. Fauzi Rachman, Islamic Relationship, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 161 16
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-
Ju‟fa Al-Bukhāri, Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 432
8
hubungan manusia baik yang menyangkut hubungan keluarga maupun
masyarakat. Untuk mempererat hubungan antar keluarga, Islam mensyariatkan
silaturahim. Dalam pandangan al-Quran dan hadis, silaturahim memiliki
kedudukan yang sangat penting. Al-Quran menggambarkan bahwa silaturahim
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan ibadah seorang hamba kepada Rabb-
nya. Dan hadis melukiskan bahwa orang yang senantiasa silaturahim akan
dipanjangkan umurnya serta diperluas rizkinya.17
Dalam hadis juga dikatakan :
من : ي قول صلى اهلل عليو وسلم اهلل سمعت رسول قال : انس بن مالك رضياهلل عنو عن ) ارجو البخاري ( 18فى أثره ف ليصل رحمو او ي نسأ و رزق سره ان ي بسط لو
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. berkata: saya pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: “ Barang siapa yang suka apabila Allah membentang luaskan rizki
baginya dan memanjangkan umurnya19
, maka hendaklah ia bersilaturahim.”
Abu Laits As Samarqandi berkata : arti bertambah umur itu ada dua
macam. Sebagian ulama berpendapat bertambah kebaikanya, da nada juga yang
mengartikan bertambah umur sebagaimana disabdakan olehRasulullah saw.. ada
pula yang berpendapat tidak dapat ditambah umur sebagaimana firman Allah :”
Idzā jā a ajaluhum lā yasta khirūna sā’atan wa lā yastaqdimūn” ( Jika telah tiba
ajal mereka, maka tidak dapat diundurkan / ditunda sesaat dan tidak dapat
17
Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada. “Ensiklopedi Adab Islam ( jilid II ).
Diterjemahkan oleh Abu Ihsan al Atsari. ( Pustaka Imam Syafi‟i : 2007 ) hal 118
18
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah
al-Ju‟fa Al-Bukhāri, Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 543 19
Makna “ yubsatha”: dilapangkan rizkinya, sedang makna “yunsa-a lahu fī atsarihī”:
ditangguhkan ajalnya.
9
dimajukan). Tetapi arti bertambah umur yaitu dicatat terus pahalanya sesudah
meninggalnya, maka tercatatnya pahala tersebut sama saja dengan bertambah
umurnya.20
Sebaliknya banyak keterangan yang menjelaskan bahwa orang yang
memutuskan hubungan silaturahim tidak akan masuk surga, amalnya tidak akan
diterima, serta masih banyak ancaman yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai
muslim kita harus senantiasa memelihara silaturahim demi keselamatan dunia
akhirat.
Silaturahim dapat dilakukan seperti berbuat baik kepada orang tua dan
sesama. Tetapi ada perbedaan dimana berbuat baik kepada orang tua
kedudukannya lebih tinggi dibanding dengan berbuat baik kepada sesama. Karena
yang berbuat baik kepada orang tua berarti melimpahkan kebaktian dan kebaikan,
sedang berbuat baik kepada sesama adalah tidak memutuskan hubungan
persaudaraan. Oleh sebab itu orang yang meninggalkan perbuatan baik kepada
orang tua disebut pendurhaka, dan orang yang meninggalkan perbuatan biak
kepada sesama disebut pemutus. Maka Nabi SAW bersabda:
قال : قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : ) ل –رضي اهلل عنو –مطعم وعن جب ير بن ل الجنة قاطع ( ي عني : قاطع رحم .يد
“ Tidaklah masuk surga seorang Pemutus” yakni pemutus silaturahim.
Silaturahim dalam Al Quran dan Sunah disebutkan secara mutlak.21
20
Abul Laits As Samarqandi. Tanbihhul Ghafilin ( Peringatan Bagi yang Lupa Vol 1),
Alih bahasa oleh H. Salim Bahresiy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1987), h. 174
21
Abul Laits As Samarqandi. Tanbihhul Ghafilin ( Peringatan Bagi yang Lupa Vol 1),h.
173
10
Abu Laits As Samarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah
bin Abi Aufa r.a. berkata:
: م ل س و و ي ل ع ى اهلل ل ص ف قال النبي م ل س و و ي ل ع ى اهلل ل اهلل ص شية عرفة عندرسول جلوسا ع كنا قو ليجالسنى من امسى قاطع الرحم لي قم عنا. ف لم ي قم احدا ال رجل كان من اقصى الحل
ر بعيد ثم جاء. ف قال لو فمك رك ؟ قال ث غي رسول اهلل : مالك لم ي قم احد من الحلقة غي الة لى كانت تصارمنى ) ت قطعنى( ف قالت : ماجاء بك نبي اهلل سمعت الذى ق لت فات يت
ب رت ها بالذي ق لت ف ماىذا دأبك. ف و ي ل ع ى اهلل ل است غفرت لى واست غفرت لها. ف قال النبى ص ا أحسنت اجلس ال ان الرحمة ل ت نزل على ق وم فيهم قاطع رحم. م ل س و
“ Pada waktu sore hari Arafah kami duduk bersama Nabi saw. tiba – tiba Nabi
saw. bersabda: Jangan duduk bersama kami siapa yang memutus hubungan
dengan family, supaya bangun dari tengah-tengah kami, maka tidak ada seorang
pun kecuali seseorang dibelakang sendiri, tetapi tidak lama ia kembali. Maka
ditanya oleh Nabi saw. mengapakh engkau, sebab tidak ada orang yang bangun
kecuali engkau? Jawabaannya: Ya Rasulullah, ketika saya mendengar sabdamu
itu, segera saya pergi ke ruamh bibiku yang memutuskan hubungan dengan aku,
lalu dia (bibiku) bertanya: mengapa engkau dating, ganjil sekali kedatanganmu
ini. Maka saya beritahu apa yang saya dengar daripadamu, maka ia membacakan
istigfar untukku dan aku juga membaca istigfar untuknya.Rasulullah saw..
bersabda: bagus engkau, duduklah sekarang sebab rahmat ridak akan turun pada
suatu kaum jika ada diantara mereka seorang yang memutus hubungan family”.22
Silaturahim umumnya orang indonesia menyebut “silaturahim” karena
logat atau pengucapan lidah orang indonesia berbeda dengan pengucapan orang
arab. Banyak kegiatan yang dilakukan umat islam untuk menyambung tali
silaturahim. Diantaranya dengan mengunjungi rumah sanak saudara dan teman,
memberikan bingkisan kado, saling bertukar komunikasi, bahkan ada yang
melakukannya dengan menikahkan putra-putrinya agar dapat menyambung
22
Al Bani, M. Nashirudin. “ Mukhtashar Shahih Muslim”. Jakarta: Gema Insani Pers.hal
427
11
silaturahim. Allah sendiri memerintahkan untuk bersilaturahim yang dijelaskan
pada Q.S. An Nisa : 1 yang berbunyi:
للاه للاه
Pada ayat di atas terdapat kata “ al Arhām “ yang diartikan sebagai nama
yang melengkap hubungan kekerabatan yang tidak membedakan antara famili dan
kerabat lainnya. Telah menjadi kesepakatan seluruh umat bahwa silaturahim
adalah hal yang wajib ditunaikan dan memutuskanya adalah haram hukumnya,
berdasarkan hadis shahih bahwa Nabi SAW bersabda kepada Asma tatkala ia
bertanya kepada beliau:
ك م ى أ ل ، ص م ع ي ؟ ن أم ل ص أ أ
“Apakah saya harus menyambung silaturahim dengan ibuku ?
Beliau menjawab : “ya, sambunglah silaturahim dengan ibumu”.
Rasulullāh saw. . memerintahkan untuk menjaga silaturhim dengan ibunya
walaupun berbeda aqidah dengannya.23
Silaturahim juga merupakan perkara
besar yang diperintahkan oleh Allah swt sehingga tidak boleh disia-siakan.
Perintah yang menunjukkan amal bakti kepada orangtua juga nampak dari
sabdaRasulullah saw.. yang berbunyi:
ان من اب ر البر ان يصل احد اىل ود أبيو ب عد ان ي ولى
23
Al Qurthubi, “ Tafsir Al Qurthubi”. Penerjaemah : Ahmad Rijali Kadir ( Jakarta:
Pustaka Azzam: 2008 ) hal 17
12
“Sesungguhnya anak yang paling berbakti kepada orang tua adalah
silaturahim seseorang kepada keluarga sahabat ayahnya setelah ayahnya
meninggal”.
Dalam hadis di atas Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bila seorang anak
menghormati dan berbuat baik kepada mereka yang dihormati dan disayangi oleh
orangtuanya selama mereka masih hidup. Kebaktian yang dianjurkanRasulullah
saw. ini mempunyai dampak social kemasyarakatan yang besar. Tugas penting
yang dibebankan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya di muka bumi ialah
menegakkan hubungan antar keluarga dan membuang jauh permusuhan antar
mereka serta menghilangkan penyebab timbulnya kebencian dalam jiwa mereka.24
Didalam sebuah hadis dikatakan:
وجل عز ان اهلل عن أبي ىري رة رضي اهلل عنو قال : قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : لقو قالت الرحم : ىذا مقام العا ئذ بك من القاطعة قال: ن ا ف رع م ذ ى ا ت ح ق ل خ ال ق ل
ن عم ، ام ت رضين أن اصل من وصلك ، واقطع من قطعك ؟ قالت : بلى يا رب قل : ف هو لك قال رسول اهلل : فاقرءوا ان شئتم : )
” Sesungguhnya Allah menciptakan seuruh makhluk, hingga ketika Allah selesai
menciptakannya, Rahim berkata; ini ( sebuah tempat di tiang „arsy ) adalah tempat
orang-orang yang berlindung kepada Mu dari memutuskan silaturahim” Allah
berfirman: “ Ya, tidaklah engkau suka aku menyambung hubungan dengan siapa
saja yang menyambung hubungan denganmu dan aku akan memutus siapa saja
yang memutus hubungan denganmu. “ Maka Rahim pun berkata: Tentu saja, ya
Rabbku.” Allah berfirman : itulah bagianmu.”Rasulullah saw. bersabda: bacalah
jika kalian mau:” Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah
24
Al Buthy, Dr. Muhammad Sa‟id. “ Manhaj Robbani”. (Solo: CV. Pustaka Mantiq.
1994), h. 93
13
orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan Nya telingan mereka dan
dibutakan Nya penglihatan mereka”.
Allah dan rasulnya telah menjanjikan pahala yang sangat besar di akhirat
kelak bagi orang yang bersilaturahim. Disamping itu, dia memberikan manfaat
duniawi yang sangat banyak, seperti rasa kasih di dalam hati kepada makhluk,
luasnya rizki, sebutan yang baik, dan beberapa manfaat terpuji lainnya.25
Dalam hal inilah islam sejatinya digambarkan, islam merupakan agama
yang indah dan paripurna yang mengajarkan adab dan akhlak yang tinggi,
menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, menjaga keharmonisan
hubungan keluarga dan menghilangkan hal – hal yang dapat merusak hubungan
persaudaraan.
Dalam sebuah kitab “ Syu‟abul Iman “ juga diterangkan:
ن لخلقك ت رحم واستحي ربك احسنا للوالد # رحما فصل حس
“ Malu pada tuhan baiklah pada orangtuamu #
Silaturahim baik budi kau disayang tuhan Mu”
Alangkan indah nian sya‟ir karya ulama ini yang menjelaskan betapa
Allah mengasihi orang-orang yang mau menyambung silaturahim26
.
Islam sangat menganjurkan silaturahim. Bahkan, silaturahim merupakan
inti dari ajaran islam, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Umamah r.a. dia
berkata:” Amr bin „Abasah as Sulami berkata: “ Aku berkata : “Dengan apa Allah
mengutusmu?”Rasulullah saw. menjawab: “ Allah mengutusku dengan
25
Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada. “Ensiklopedi Adab Islam ( jilid II ).
Diterjemahkan oleh Abu Ihsan al Atsari. ( Pustaka Imam Syafi‟i : 2007 ) h117 26
KH. Zaini Munim. “ Mandzumatus Syu’abul Iman “. Diterjemahkan Oleh KH. Syarif
Rahmat RA, SQ, MA. Cetakan ke III. ( Tangerang: Sabila Pe, : 2008 ) h 4
14
silaturahim untuk menghancurkan berhala dan agar Allah ditauhidkan, Dia tidak
disekutukan dengan sesuatupun.”27
Pada kenyataannya sekarang, seiring berkembangnya tekhnologi canggih
penulis merasa peran silaturahim seperti yang diajarkan olehRasulullah saw..
berkurang, dahulu manusia untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya
harus melalui pertemuan, tetapi sekarang sudah ada HP, Face Book, Whats App,
BBM, Line, dsb yang secara akal rasional memudahkan manusia untuh saling
berkomunikasi tetapi justru mengurangi nilai silaturahim yang sesungguhnya.
Lebih tepatnya masalah ini penulis ambil dari kisah nyata yang terdapat dalam
keluarga penulis itu sendiri, dimana salah seorang anggota keluarga penulis
pernah mengalami hal yang akan dibahas. Yaitu paman penulis pada tahun 2004-
2010 pernah memutuskan hubungan kekeluargaan dengan orangtuanya sendiri
(nenek penulis) dikarenakan mengikuti salah satu aliran yang menurut penulis
kurang bertanggungjawab, sehingga menjadikannya lupa diri akan hubungan
kekeluargaannya. Tetapi pada tahun 2011 dengan izin Allah, alhamdulillah kami
(keluarga) dengan paman penulis sudah melakukan ikatan kembali layaknya
keluarga yang utuh. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw. Yang mengatakan
bahwa tidak dikatakan sebagai silaturahim jika menyatukan hubungan tanpa
adanya perkara yang memutuskannya.
قال سفيان: لم ي رف عو العمش الى النبي صلى اهلل عليو -عن مجا ىد عن عبداهلل بن عمر عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال : ليس الواصل بالمكافئ، –وسلم : ورف عو حسن وفطر
ولكن الواصل الذي اذا قطعت رحمو وصلها.
27 Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-
Ju‟fa Al-Bukhāri, Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 577
15
Dari Mujahid, dari Abdullah bin Amr- Sufyan berkata: (Al „Amasy tidak
melibatkan kepada nabi Muhammad SAW, namun Al Hasan dan Fithr
menisbatkannya kepada Nabi Saw), dari Nabi SAW beliau bersabda: “ orang
yang mempererat hubungan kekeluargaan bukan membalas jasa, tetapi orang
yang mempererat hubungan kekeluargaan adalah apabila diputuskan
hubungannya maka dia mempereratnya kembali.”28
Oleh karena itu, pada edisi kali ini penulis akan sedikit membahas tentang
silaturahim, agar dapat menumbuhkan rasa semangat bersilaturahim dan agar
silaturahim yang kita lakukan sesuai dengan ajaran Islam.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kekeliruan dan kerancuan dalam pembahasan,
maka penulis perlu membatasi masalah yang dikaji dengan hanya meneliti
hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Şahihain ( Şahīh Bukhārī dan Şahīh
Muslim ) dan buku-buku yang berkenaan dengan silaturahim.
2. Perumusan Masalah
Setelah tertuang latar belakang masalah dan diadakan pembatasan
masalah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis memilih untuk
merumuskan masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana hadis menjelaskan masalah silaturahim ?
2. Relevansi Hadis Silaturahim dengan konteks sekarang ?
28
I Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 78
16
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Sebagaimana mestinya, sebuah penelitian karya ilmiah pasti mempunyai
tujuan dan manfaat sebagai acuan ingin seperti apa karya ilmiah tersebut
disampaikan. Berikut adalah tujuan dan manfaat yang penulis inginkan, yaitu:
Tujuan Penelitian :
1. Untuk mengetahui dan memahami hadis tentang anjuran bersilaturahim
2. Untuk mengetahui dan memahami hadis bentuk – bentuk silaturahim.
3. Untuk memahami dan mengetahui hadis ancaman bagi orang yang
memutuskan silaturahim.
Manfaat Penelitian:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan mengenai hadis
silaturahim, baik dari segi kandungan hadis atau segi sanad dan matannya.
Selain itu penelitian ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan dan
mampu menjawab masalah yang telah dipaparkan penulis pada bagian
latar belakang, terutama masalah internal si penulis tersebut.
2. Kegunaan Praktisi
Penelitian ini mempunyai kegunaan praktisi yakni untuk
memberikan sebuah bahan pertimbangan untuk melakukan pengkajian
secara mendalam terhadap hadis yang diterima dengan melakukan kajian
takhrij hadis dan analisis kandungan hadis, agar ditemukan sebuah
kesimpulan yang komprehensip. Penelitian ini juga diharapkan
mampumemberikan pengetahuan kepada masyarakat terutama yang
17
mempunyai hubungan keluarga berjarak (renggang) karena faktor
tertentu, agar tercipta kembali hubungan silaturahim yang harmonis. dan
diharapkan juga penelitian ini bisa menambah database perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bahan pertimbangan untuk mahasiswa
yang akan membahas tema yang sama.
D. Kajian Pustaka
Untuk menghindari dari adanya penyalah gunaan karya ilmiah atau sering
disebut plagiat, penulis mencoba mencari beberapa skripsi yang telah membahas
tema silaturahim. Setelah melakukan pencarian di perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Maka hasil nya pencarian yang didapat sebagai berikut;
1. “ Retorika KH. Abdul Hayyie M. Na’iem dalam pelaksanaan dakwahpada
forum silaturahim Kuliah subuh sekelurahan Cipete Selatan”. Oleh Ita
Sari ( Mahasiswa Jurusan KPI, Fakultas Ilmu komunikasi dan Dakwah )
tahun 2009.
2. “Repsesentatif symbol agama dalam iklan komersial di televise : Studi
Semioka pada iklan provider IM3saatnya silaturahim”. Oleh Dini Utami (
Mahasiswa KPI Fakultas Ilmu komunikasi dan Dakwah ) tahun 2010.
3. “Implementasi Standart Operating Procedures ( SOP ) penyelenggaran
umrah pada PT. Tur Silaturahim Nabi ( Tursina Tours ) Jakarta. Oleh
Fauzi Pahlevi (Mahasiswa Jurusan KPI, Fakultas Ilmu komunikasi dan
Dakwah ) tahun 2014.
18
4. ” Analisis Program Kajian Silaturahim Trans 7”. Oleh Fitri Nurjanah
(Mahasiswa Jurusan KPI, Fakultas Ilmu komunikasi dan Dakwah ) tahun
2007.
5. “ Shilat al Rahim dalam perspektif Al Quran”. Jurnal Oleh Lilik Ummi
Kaltsum ( Sekekertaris Jurusan Tafsir Hadis). Tulisan ini dimuat pada
jurnal Al Fanar ( Jurnal Ulum Al Quran dan Hadis Fakultas Ushuluddin
IIQ Jakarta, vol. 3. No. 2 Desember 2011, ISSN 2085-8175 )
Dan kesimpulannya dari beberapa skripsi yang mengkaji tentang term
silaturahim belum ditemukan tentang skripsi hadis. Melainkan dalam sebuah
jurnal yang hampir didalamnya membahas silaturahim, hanya perbedaan yang ada
dalam jurnal pembahasan yang dikaji merupakan perspektif Al Quran , jadi itu
merupakan salah satu jalan penulis untukn mengambil judul skripsi yang
berkaitan dengan hadis. Penulis ingin membahas dari perspektif hadisnya. Untuk
menghindari kemiripan dalam pembahasan penulis membatasi hadis yang akan
digunakan untuk penelitian, bahwa pembahasan yang akan dikaji sesuai dengan
outline di muka.
E. Metodelogi Penelitian
Sebuah karya ilmiah yang berawal dari problem akademik membutuhkan
metode sebagai alat untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode kajian hadis maudu’i. Menurut Mustafā Muslim
maudu’i adalah mengumpulkan ayat-ayat atau hadis-hadis yang bertebaran dalam
al-Quran atau hadis-hadis yang terkait dengan topik dan tujuan tertentu kemudian
19
disusun sesuai dengan pemahaman dan penjelasan, pengkajian dan penafsiran
dalam masalah tersebut.29
Berdasarkan penjelasan di atas lngkah-langkah pengkajian hadis
dengan metode maudu’i antara lain adalah:
a. Menentukan tema atau masalah yang akan dibahas
b. Mengumpulkan data hadis-hadis yang terkait dalam satu tema, baik
secara lafadz maupun secara makna melalui Takhrīj al-Hadis
c. Melacak latar belakang turunnya hadis (al-Asbāb al-Wurūd Hadis)
dan menganalisis isi kandungan hadis
d. Melakukan pengembangan dan pengembaraan makna dengan
pendekatan kontekstual
e. Mengambil kesimpulan
Dengan demikian, penulis akan membagi beberapa metodologi berupa:
1. Jenis Penelitian
Untuk menjawab persoalan yang telah diuraikan pada pokok
masalah, maka penelitian ini dibutuhkan data-data deskriptif, yakni
berupa kata-kata tertulis bukan berupa angka atau hasil lapangan.
Dengan demikian, penelitian ini tergolong pada penelitian kualiatif30
deskriptif, atau bisa disebut dengan metode dokumentasi. Sementara
itu, jika dilihat dari tempatnya, penelitian ini termasuk kategori
penulisan konsep, yaitu jenis penelitian studi kepustakaan (Library
29
Mustafā Muslim, Mabāhis fi al Tasir al Maudu’i, (Damaskus: Dar al-Qalam 1410H/1989M), cet. I Vol. 2h. 218
30 Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penulisan
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati.
20
research), yaitu melalui data yang lebih mmemerlukan olahan filosofik
dan teoritik dari uji empirik.31
Dalam hal ini, penulis menggunakan
serta memanfaatkan literatur-loteratur yang berkaitan dengan
permasalahan yang dikaji.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data tentang penelitian ini dengan cara
mengumpulkan data-data primer juga dengan data-data sekunder, ada
pun macam-macam sumber primer adalah pertama; Kitab Şahīhain (
Şahīh al-Bukhārī dan Şahīh Muslim ) serta kitab syarah hadits yang
memuat hadis tentang silaturahim. Ada pun dalam proses pencarian
hadis peneliti menggunakan Pustaka Lidwa i-software. Sedangkan data
sekunder dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku, majalah,
artikel-artikel, atau melalui media internet atau yang lebih dikenal
dengan google, yang tentunya terkait dengan tema yang dikaji dalam
penelitian ini.
3. Metode Penulisan
Metode penulisan ini mengacu pada buku pedoman penulisan
skripsi, tesis dan desertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif
hidayatullah Jakarta tahun 2010 /2011.
31
Lexy J. Moleong. Metodologi Penulisan Kualitatif.(Bandung: Rosdakarya, 2005), h.3
21
F. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan diperlukan agar penguraian penelitian menjadi
sempurna, mudah dipahami dan terfokus pada objek penelitian. Sistematika
penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
Bab I , dalam bab ini penulis menjelaskan latar belakang masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Metodologi Penelitian, Tujuan dan Manfaat Penelitian
dan Sistematika Penelitian.
Bab II, dalam bab ini yang dibahas adalah: Definisi Silaturahim, Hukum
Silaturahim, Keutamaan Silaturahim, Hikmah Silaturahim dan Klasifikasi Hadis
Silaturahim.
Bab III, bab ini terdiri dari Pembahasan Teks dan terjemah hadis, Latar belakang
Turunnya ( Al-Asbāb al- Wurūd) dan Kandungan Hadis, Kedudukan Hadis,
Aplikasi Pemahaman Hadis dan Relevansi Hadis Silaturahim dengan Konteks
Sekarang.
Bab IV, di dalam bab ini meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang
dibuat oleh penulis, serta saran-saran yang insya Allah mendapat manfaatnya.
22
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SILATURAHIM
A. Definisi Silaturahim
Kata Silaturahim sudah sangat baku di telinga masyarakat Indonesia.
Penulisan alih kata (translatter) yang tepat untuk “ṣilaturahmi” adalah silaturahim,
sesuai dengan pengertian bahasa dan etimologi yang akan kita bahas dalam tulisan
ini. Penulisan alih kata yang kurang tepat, dan sering kita temukan di media cetak
untuk “ṣilatur rahim” adalah dengan “silaturahmi” karena tidak sesuai dengan
pengertian etimologi dan terminologi.
Silaturahim menurut etimologi adalah tali persahabatan atau persaudaraan,
malam atau tali32
. Dalam perspektif bahasa Arab, Ahmad Warson mengungkap
bahwa silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم .
Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan tarkib idhofi, yaitu tarkib
(susunan) yang terdiri dari mudhof ( ةصل ) dan mudhof ilaih (الرحم). Untuk
memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan
tentang makna صلة dan الرحم , kemudian makna silaturahim.33
32
Kementerian Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), Cet IV, h. 1065 33
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif. 1984), h.810
23
1. Makna Ṣilah
Lafadz صلة merupakan maṣdar dari وصل , Ahmad Warson
mengartikan bahwa صلة adalah perhubungan, hubungan, pemberian dan
karunia.34
Kata Ṣilah dimaknai dua aspek, yaitu:
a. Sebagai alat. Maknanya adalah
ما يوصل بو شيئ
Sesuatu yang menghubungkan sesuatu.
Artinya bisa dikatakan jembatan / pengikat antara yang satu dengan
yang lain. Seperti halnya jual beli barang, si penjual dan si pembeli tidak akan
ada hubungan dalam akad pembelian jika tidak ada yang menghungungkan
(menjadi tujuan) mereka melakukan transaksi tersebut. Dalam hal ini barang
atau kebutuhan si pembeli menjadi jembatan atau alat yang menghubungkan
antara si penjual dan si pembeli.35
b. Sebagai aksi atau perbuatan.
نسان واصلا فعل ما ي عد بو ال
“Perbuatan yang dianggap ma36
nusia sebagai persatuan”
Sedangkan secara istilah menurut Ibnu Hajar Haitsami
حسان الصلة ايصال ن وع من ال
34 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
(Surabaya: Pustaka Progressif. 1984), h.1562 35
Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia ( Cara Praktis Hidup Sehari-hari),
(Bandung: Marja‟, 2004), h. 83 36
24
“ As Ṣilah adalah menghubungkan / menyampaikan sesuatu kebaikan
“37
2. Makna Rahim
Ahmad Warson mengartikan, رحم adalah rahim, peranakan dan
kerabat.38
Adapun kata ar Rahim, Ar rahm, Ar Rihm mempunyai susunan huruf
yang sama yakni ra, ha, mim. Secara hakikat memiliki arti yang sama yaitu:
ب يت منبت الولد و وعاءه
“ Rumah dan wadah tempat pertumbuhan anak”.39
Dari Abu al Anbas, dia berkata:
حدثنا موسى بن اسماعيل قال : حدثنا أبوا عوانو ، عن عثمان بن المغيرة ، عن أبي –يعنى أرضاا لو بالطائف –عنبس قال : دخلت على عبداهلل بن عمرو فى الوىط
من الرحمن ، ة ن ج ش م ح الر قال : ف اصبعو النبي صلى اهلل عليو وسلم عطف لنافقال : من يصلها يصلو ، ومن قطعها قطعو لها لسان طلق ذلق ي وم القيامة
“Telah mengabarkan kepada kami Musa bin Ismail dia berkata, telah
mengabarkan kepada kami Abu „Awwanan dari Ustman bin al-Mughirah,
dari Abu „Anbas dia berkata: “ aku mengunjungi Abdullah bin Umar
dikampung Wahth –yakni tanahnya yang di thaif- lalu berkata: Rasulullāh
saw. merapatkan jarinya kepadaku lalu bersabda: “Rahim adalah bagian
dari Ar-Rahman ( yang Maha pengasih ). Barang siapa menjalinnya (
hubungan silaturahim), maka Allah akan menyambungnya dan barang siapa
memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya. Rahim mempunyai
lisan yang fasih dan lancar pada hari kiamat.”40
37
Ibn Hajar al- Maliki al-haitami, Al Zawajir „an iqtaraf al- kabair, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 1993), Jilid 2, h. 65 38
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap h. 483
39 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid XXIX,
h. 52 40
Pusaka Lidwa i-Software
25
حدثنا اسماعيل قال: حدثنى سليمان ، عن معاوية بن ابي مزرد ، عن يزيد بن رومان ، عن عروة بن الزب ير، عن عائشة رضي اهلل عنها ، أن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال :
اهلل و ع ط ا ق ه ع ط ق ن م و اهلل و ل ص ا و ه ل ص و ن م ، اهلل ن م الرحم شجنة “ Telah mengabarkan kepada kami Ismail dia berkata, telah mengabarkan
kepadaku Sulaiman, dari Mu‟awiyah bin Abu Muzarrod, dari Yazid bin
Rauman, dari „Urwah bin Az Zubair, dari Aisyah ra. Bahwasannya Nabi
SAW bersabda: “Rahim itu sebagian rahmat Allah. Barang siapa menjalin
hubungan silaturahim, maka allah akan menjalin hubungannya. Dan barang
siapa memutus silaturahim, maka Allah akan memutuskannya.”41
Rahim adalah yang menghubungkan seseorang dengan yang lannya,
bahkan melalui rahim persamaan sifat, fisik, psikis yang tidk dapat diingkari,
kalaupun persamaan itu tidak banyak tetapi pasti ia ada. Rahim ibu yang
mengandung pertemuan sperma bapak dan indung telur ibu, dapat membawa
gen dari nenek dan kakeknya yang dekat atau yang jauh. Betapapun itu,
dengan rahim telah terjalin hubungan yang erat, atau tepatnya Allāh swt
menjalinkan hubungan yang erat antar manusia.42
Berdasarkan dua pengertian dua diatas, maka makna silaturahmi
secara etomologi adalah menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan
yang menghendaki kebaikan. Sedangkan secara terminologi makna
silaturahmi, antara lain dapat dipahami dari apa yang dikemukakan Al-
maraghi menyebutkan, “Yaitu menyambungkan kebaikan dan menolak
sesuatu yang merugikan dengan kemampuan”43
.
41 Muhammad ibn Ismāiīl al-Bukhāri, Al- Adab al-Mufrod, ( Beirut: Dar al-Kitab al-
ilmiyyah, 1990), h. 29
42
M. Quraiṣ Ṣihab,Tafsir AL Misbah: Pesan,kesan dan keserasian AL-
Quran,(Tangerang:Lentera Hati, 2007), Cet.2, h. 334
43
Ahmad Musthafa Al Marghi, Tafsir Al Maraghi, ( Kairo: Musthafa al-Babl al-Halabi,
1962), Jilid 3, h. 26
26
3. Makna Silaturahim Menurut Pandangan Ulama
Ibnu hajar Al Asqalani berkata: Ar Rahimu Syijnah , bahwa Rahim adalah
hubungan kekerabatan yang saling terkait44
. Secara umum yang dimaksudkan
dengan Rahim adalah hubungan kerabat. Antara mereka yang mempunyai
garis keturunan ( nasab ), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai
mahram atau tidak”.45
Imam Al Qurthubi berpendapat bahwa hubungan yang dipererat ada yang
bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Adapun yang bersifat umum
adalah hubungan kekeluargaan dalam agama. Ini menjadi kewajiban untuk
mempereratnya dengan kasih sayang, saling menasehati, bersikap adil,
objektif serta melaksanakan hak-hak yang wajib maupun yang dianjurkan.
Sedangkan yang bersifat khusus diberi tambahan nafkah untuk kerabat,
memperhatikan keadaan mereka, serta mengabaikan kesalahan mereka.46
Imam al-Şan‟āni mendefinisikan bahwa silaturahmi adalah kiasan tentang
berbuat baik kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab dan menurut
mayoritas mufassir maknanya adalah silaturahmi dengan memberikan
hadiah.47
44
Ibnu Hajar Al Asqalani. Fathul Bāri. ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari )¸( Jakarta:
Pustaka Azzam, 2011), Jilid XXIX h. 65 45
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari, Jilid X , h.
414 46
Ibnu hajar al asqalani. Fathul baari. Juz 29. Kitab adab. Jakarta. Pustaka azzam. 2009.h
65 47
Al Imām Muhammad bin Ismāīl al-Amīr al-Yamānī ṣan‟anī,. Subūl al-Salām Syarh
Bulūgh al-Marām min jami‟ abdillah al-Ahkam. (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah. 2014), h. 295
27
Al-Raghib mengkaitkan kata rahim dengan rahim al-mar`ah (rahim
seorang perempuan) yaitu tempat bayi di perut ibu. Yang bayi itu punya sifat
disayangi pada saat dalam perut dan menyayangi orang lain setelah keluar
dari perut ibunya. Dan kata rahim diartikan “kerabat” karena kerabat itu
keluar dari satu rahim yang sama.48
Al-Raghib juga mengutip sabda Nabi, yang isinya menyebutkan,
ketika Allāh swt menciptakan rahim, Ia berfirman, “Aku al-Rahman dan
engkau al-Rahim, aku ambil namamu dari namaku, siapa yang
menghubungkan padamu Aku menghubungkannya dan siapa yang
memutuskan denganmu Aku memutuskannya”. Ini memberi isyarat bahwa
rahmah-rahim mengandung makna al-Riqqatu (belas-kasihan) dan al-Ihsân
(kedermawanan, kemurahan hati).49
Ibn al-Katsir mengungkapkan bahwa silaturahim adalah kinayah
tentang berbuat baik kepada para kerabat baik menurut garis keturunan
maupun perkawinan, berlemah lembut dan saling mengasihi mereka serta
menjaga keadaan mereka. 50
48
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid XXIX,
h. 215
49 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid XXIX,
h. 216 50
Al Mubarak bin Muhammad al- Jazari ibn al-Atsir, Al- Nihayah fi Gharib al- Hadith
wa al-Atsar,( Beirut: Dar al-Fikr, 1979), Jilid V, h. 425
28
Ibnu Abu Jamrah berkata:
من الخير ودفع ما امكن من الشر بحسب الطاقة ىو ايصال ما امكن صلة الرحم
“Silaturahim adalah menyampaikan kebaikan semaksimal mungkin dan
menolak kejelekkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan”.51
Imam Nawawi memberi batasan, “Ṣilatur rahim artinya berbuat baik
kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang
disambung. Kadang kala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam,
dan lain-lain.”52
Ibnu Manzhur menjelaskan adanya kaitan antara kedua pengertian
etimologi dan terminologi. Ia katakan, “Ṣilatur rahim merupakan kiasan
tentang berbuat baik kepada kerabat yang ada hubungan nasab maupun
perkawinan, bersikap sayang dan santun kepada mereka, memperhatikan
kondisi mereka, meskipun mereka jauh atau menyakiti. Qath‟ur rahim adalah
lawan katanya. Seolah-olah dengan berbuat baik kepada mereka hubungan
kekerabatan, perkawinan, dan hubungan sah telah terjalin.”53
Mengenai batasan rahim yang wajib disambung, Nawawi berkata,
“Para ulama berbeda pendapat tentang batasan rahim yang wajib disambung.
Ada yang berpendapat, setiap rahim itu muhrim. Di mana jika salah satunya
perempuan dan yang lain laki-laki, tidak boleh menikah. Ada lagi yang
berpendapat, ia bersifat umum mencakup semua yang ada hubungan rahim
51 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid X, h.
418 52
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, Riyad al-Ṣalihin,(Jakarta: Dar al-
Haq, 2002), h. 153 53
Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadhl Jamaluddin Ibnu Manzhur al-Anṣari ar-
Ruwaifi'i al-Afriqi , lisan al-„Araby, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1990), h. 200
29
dalam hak waris. Antara yang muhrim dan tidak, sama saja. Inilah pendapat
yang benar sesuai dengan sabda Rasulullāh saw. ., “Sesungguhnya kebaikan
yang paling baik adalah jika seseorang menyambung kerabat cinta ayahnya.”
B. Hukum Silaturahim
Al-Qadhi „Iyad rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat,
bahwasanya hukum silaturahim adalah wajib (secara umum) dan memutus
silaturahim adalah dosa besar. Namun, menyambung silaturahmi mempunyai
beberapa tingkatan dan yang paling rendah adalah menyambung kembali
hubungan yang telah putus dengan berbicara atau hanya sekedar mengucapkan
salam, supaya tidak masuk ke dalam pemutusan hubungan kerabat. Dan itu
berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan, ada yang wajib dan ada
yang sunnah. Jika seseorang menyambung sebagian hubungan kerabat tapi tidak
sampai seluruhnya, maka dia tidak bisa dikatakan memutus hubungan kerabat.
Tetapi, jika kurang dari kewajaran yang semestinya dari silaturahmi, maka belum
bisa seseorang disebut menyambung.”54
Kesimpulanya menurut penulis yaitu menyambung silaturahim ( hubungan
kekeluargaan ) hukumnya diperbolehkan dan yang meninggalkan atau memutus
tali hubungan kekeluargaan dijatuhi hukuman dosa.
C. Keutamaan Silaturahim
Islam adalah agama yang indah nan sempurna. Tidaklah Islam
memerintahkan sesuatu, kecuali pasti ada kebaikan dan keutamaan yang akan
54 Al-Qurthubi, Al-Jāmi‟ al-ahkām ( Tafsir al-Qurthubi), ( Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), h. 19
30
didapatkan pelakunya, sebagaimana silaturahmi ini. Diantara keutamaan
silaturahmi ialah:
1. Merupakan Sebagian dari Konsekuensi Iman dan Tanda-tandanya.
فو, ومن كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر من كان ي ؤمن باهلل والي وم اآلخر ف ليكرم ضي ف ليصل رحمو
Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu berkata, Rasulullah ṣallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” 55
2. Mendapatkan Keberkahan Umur dan Rizki
عن سعيد بن أبي سعيد عن أبي ىري رة رضي اهلل عنو قال : سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ي قول : من سره أن ي بسط لو فى رزقو وي نسأ لو فى أثره ف ليصل رحمو56
Dari Sa‟id bin Abi Sa‟id, Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah ṣallallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizqinya dan diakhirkan
(dipanjangkan) usianya57
, maka hendaklah mempererat hubungan
kekeluargaanya.” 58
Dipanjangkan umurnya yang dimaksud diatas ialah ajalnya. Ajal
dinamai atsar ( jejak ) karena ia mengikuti umur. Kata itu berasal dari bekas /
jejak perjalanan ditanah. Apabila seseorang meninggal, amaka tidak tersisa
gerakannya sehingga jejak kakinya tidak membekas ditanah.
Ibnu hajar al asqalani mengatakan bahwa dipanjangkan / tambahan umur
yang dimaksud ialah tambahan dari keberkahan umur karena mendapatkan
55
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-
Ju‟fa Al-Bukhāri,. Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 1660 56
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-
Ju‟fa Al-Bukhāri,. Sāḫīḫ al-Bukhārī. h 1665
57 kata “dipanjangkan umurnya “ telah dibahas penafsirannya pada bab sebelumnya.
58 Pusaka Lidwa i-Software
31
taufik kepada ketaan, mengisi waktunya dengan perbuatan perbuatan yang
bermanfaat baginya di akhirat, dan menjaganya dari perbuatan yang sia-sia.59
Kesimpulannya, mempererat hubungan silaturahim menjadi sebab
mendapat taufik dan hidayah pada ketaatan dan dijaga dari kemaksiatan, maka
setelah meninggal namanya tetap harum dan terkenang, seakan-akan dia belum
meninggal.60
3. Salah Satu Penyebab Utama Masuk Surga dan Jauh dari Neraka
Terdapat suatu riwayat dari Abu Ayyub al-Anṣari radhiyallahu „anhu,
sesungguhnya seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku
amalan yang memasukkan aku ke dalam Surga dan menjauhkan aku dari
Neraka.” “Dari Ibnu Utsman bin Abdullah bin Mauhab dan bapaknya Utsman bin
Abdullah, bahwa keduanya mendengar Musa bin Thalhah, dari Abu Ayyub
Al Anṣari RA, sesungguhnya seorang laki-laki berkata: “ Wahai Rasulullah,
beritahukan kepadaku amalan yang memasukkanku kedalam surga.” Orang
–orang berkata; “ ada apa dengannya...ada apa denannya ...” Rasulullāh
saw. bersabda: “ Dia memiliki keperluan.” Nabi SAW bersabda: “
Hendaklah engkau menyembah Allah, tidak mempersekutukan sesuatu
dengan-Ny, mendirikan ṣalat, mengeluarkan zakat dan mempererat
hubungan kekeluargaan. Tinggalkanlah dia.” Dia berkata: “ Seakan akan
dia berada diatas hewan tunggangannya.”61
Seperti yang tertera pada kitab Fath al Baari bahwa hadis diatas
menceritakan tentang salah seorang yang diketahui berasal dari suku arab badui
dan berdasarkan penelitian para ulama yang menemukan adanya kecocokkan
hadis dari riwayat Abu Ayyub dan Abu Hurairah ( hanya saja ada perbedaan
59
I Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 50 60
I Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 58 61
Pusaka Lidwa i-Software
32
redaksi pada riwayat Abu Ayyub yaitu pada kata “ ia memiliki kepentingan “.
Kata tersebut tidak terdapat dalam hadis yang Abu Hurairah riwayatkan) bahwa
nama orang Arab badui yang dimaksud adalah Laqith Ṣabrah, utusan bani Al
Muntafiq.62
Kata ar rahim dipakai dipakai untuk ahli kerabat yang memiliki
hubungan nasab, baik tergolong ahli waris atau bukan, mahram maupun bukan
mahram. Sedangkan menurut sebagian kata tersebut hanya untuk mereka yang
menjadi mahram saja. Namun, pendapat pertama dianggap lebih kuat, sebab
konsekuensi pendapat kedua bahwa anak anak paman dari pihak bapak dan
anak-anak paman dari pihak ibu tidak termasuk keluarga ( rahim ). Padahal
tidak demikian.
4. Merupakan Amalan yang Paling Dicintai Allah dan Paling Utama
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wa sallam,
“Ya Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab,
“Beriman kepada Allah.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau
menjawab, “Kemudian menyambung silaturahmi.”
D. Hikmah Silaturahim
Diantara hikmah silaturahim adalah sebagai berikut:
1. Silaturahim mengandung pengagungan masalah hubungan keluarga
2. Bersilaturahim adalah perbuatan yang disukai dan dianjurkan
3. Memutuskan silaturahim adalah termasuk dosa besar dengan adanya
ancaman keras bagi yang melakukannya
62
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 12
33
E. Klasifikasi Hadis Silaturahim
Dalam hadis ada beberapa hal yang menjelaskan tentang silaturahim,
diantaranya juga tentang klasifikasi atau golongan orang yang
menyambung silaturahim, dibawah ini merupakan klasifikasi hadis
silaturahim
1. Orang yang bersilaturahim dijalin dengan jalinanya
Dari Qais bin Abi Hazim, sesungguhnya Amr bin Al Aṣ berkata, Áku
mendengar Nabi SAW dengan suara keras tidak samar bersabda, “
Sesungguhnya keluarga Abu….- Amr berkata dalam kita Muhammad bin
Ja‟far, “ dikosongkan”- bukanlah para waliku. Hanya saja waliku adalah
Allah dan orang-orang Ṣalih di kalangan kaum mukminin.” Anbasah bin
Abdul Wahid menambahkan dari Bayan, dari Qais, dari Amr bin Al Aṣ,
dia berkata: Aku mendengar Nabi SAW bersabda: “ Akan tetapi mereka
memiliki hubungan kekeluargaan yang aku menjalinnya dengan
jalinanya.” Maksudnya aku menyambungnya.
Al Khathtahbi mengemukakan kemungkinan bahwa makna “ aku
menjalin hubungan dengannya karena jalinanya” untuk di akhirat nanti.
Maksudnya aku akan memberi syafaat dengan sebab jalinan kekeluargaan
di hari kiamat.63
2. Orang yang bersilaturahim (mempererat hubungan kekeluargaan)
bukanlah orang yang membalas jasa.
قال سفيان: لم ي رف عو العمش الى النبي صلى اهلل عليو -عن مجا ىد عن عبداهلل بن عمر عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال : ليس الواصل بالمكافئ، –وسلم : ورف عو حسن وفطر
لذي اذا قطعت رحمو وصلها. ولكن الواصل اDari Mujahid, dari Abdullah bin Amr- Sufyan berkata: (Al „Amasy
tidak melibatkan kepada nabi Muhammad SAW, namun Al Hasan dan
63
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 80
34
Fithr menisbatkannya kepada Nabi Saw), dari Nabi SAW beliau bersabda:
“ orang yang mempererat hubungan kekeluargaan bukan membalas jasa,
tetapi orang yang mempererat hubungan kekeluargaan adalah apabila
diputuskan hubungannya maka dia mempereratnya kembali.”64
Maksudnya ialah orang yang tidak diberi ia tetap memberi. Ath –
Thaibi berkata: maknanya hakikat mempererat hubungan kekeluargaan
bukanlah orang yang senantiasa berbuat baik dengan keluarganya seperti
kebaikan yang dilakukan terhadapnya.
3. Orang yang bersilaturahim (mempererat hubungan kekeluargaannya) pada
saat musyrik, kemudian Masuk islam.
يا عن الزىر ي قال : أخب رني عروة بن الزب ير أن حكيم بن حزام اخب ره انو قال :صلة وعتا قة وصدقة ، ىل اهلل أرايت أموراا كنت اتحنث بها فى الجاىلية من رسول
ها من أجر ؟ قال حكيم : قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: أسلمت على لى في ما سلف من خبر. وي قال أيضاا عن أبي اليمان : أتحنث. وقال معمر وصالح وابن
المسافر. وقال ابن اسحاق: أتحنث التب رر. وتاب عهم ىشام عن ابيو. Dari Az Zuhri dia berkata: Urwah bin Az Zubair mengabarkan kepadaku,
sesungguhnya Hakim bin Hizam mengabarkan kepadanya, dia berkat : “
Wahai Rasulullah, bagaiman pendapatmu dengan urusan-urusan yang
aku lakukan pada masa jahiliyyah sebagai ibadah, baik berupa
mempererat hubungan kekeluargaan, memerdekakan budak dan
bersedekah. Apakah ada pahala untukku ? “Hakim berkata, Rasulullāh
saw. bersabda: “engkau masuk islam dan mendapatkan pahala atas
kebaikan yang telah kamu lakukan.” Dikatakan pula dari Abu Al Yaman
dengan kata „ atahannatu‟. Sementara Ma‟mar dan Ṣalih serta Ibnu Al
Musafir mengatakan „ atahannatsu‟. Ibnu Iṣaq berkata, “ At Tahannuts
64
I Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 78
35
artinya membersihkan diri.” Dia disetujui Hisyam dalam riwayatnya dari
bapaknya.65
Maksudnya hal ini berkenaan pahala orang yang – ketika masih
beragama non muslim – ketika ia berbuat baik setelah masuk islam amal
nya yang dahulu tetap mendapatkan pahala atas kebaikanya. Ini diperkuat
pula oleh hadis dari jalur Abu Sa‟id al-Khudri yang disebutkan oleh al-
Bukhari dalam ṣahihnya secara ta‟liq dari Malik dan dikeluarkan oleh an-
Imam Muslim dalam ṣahihnya, yang berbunyi:
اذا أسلم العبد فحسن اسلمو ، كتب اهلل لو كل حسنة كان أزلفها ، ومحيت عنو كل زلفها ، ثم كان ب عد ذلك القصاص ، الحسنة بعشرة أمثالها الى سبع مائة شيئ كان أ
ها 66ضعف، والسيئة بمثلها ال ان يتجاوز اهلل عز وجل عن .
“ Jika seseorang masuk islam lalukeislamannya menjadi baik maka Allah
akan menuliskan setiap kebajikannya yang telah dia lakukan dahulu
untuknya dan menghapus setiap kesalahan yang pernah dia lakukan.
Setelah itu adalah qiṣaṣ ( balasan amal secara normal dalam islam ) satu
kebaikan diganjar sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat,
sedangkan keburukan akan diganjar sepadan saja, kecuali kalau Allāh swt
memaafkannya.”67
65
Muhammad bin Ismāīl al-Bukhārī, al-Adab al-Mufrad, ( Beirut: Dār al-Kitab al-
Ilmiyyah, 1990), h.26 66
Imām Abi Husain Muslim bin al-Hajāj al-Qusyairī. Al-Naisabūrī, ṣhahīh Muslim.
(Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah. 1991), h. 576
67 Imām Abi Husain Muslim bin al-Hajāj al-Qusyairī. Al-Naisabūrī, ṣhahīh Muslim. h.
247
36
BAB III
KAJIAN HADIS TENTANG SILATURAHIM DALAM
KITAB ŞAHĪHAIN (ŞAHĪH AL-BUKHĀRĪ DAN ŞAHĪH MUSLIM)
A. Teks Hadis Silaturahim
1. Takhrij Hadis
Ṣilat al-Rahm pada kenyataannya sangat berkaitan erat dengan
kelangsungan hidup manusia. Dari beberapa term yang menjelaskan
maksa ṣilat dan Rahm penulis akan menguraikan mengenai hadis
silaturahim yang terdapat dalam kitab Şahīh ain. Langkah pertama yang
akan penulis ambil untuk melacak hadis tersebut yaitu menggunakan
metode takhrīj al-Hadīts68
. Dengan melihat kamus hadis diantaranya
kitab al-Mu‟jam al-Mufahrās Li Alfāz al-Hādits al-Nabawī ( pencarian
melalui lafadz ) karya A.J Wensink, Mausû‟ah Athrāf al-Hādits al-
Nabawiyah ( pencarian melalui awal matan ) karya Abu Zuglul. Kata
demi kata menjadi kunci untuk menelusuri dimana hadis tersebut
didapat, dibawah ini merupakan data data yang telah penulis temukan
dalam kamus kamus hadis. Dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahrās Li
Alfāz al-Hādits al-Nabawī penulis memulai mencari dengan
menggunakan kata Ṣillah dan Rahim. Dari penelusuran lafaz Rahim,
penulis menemukan beberapa hadis yang terdapat pada kitab Şahīh ain:
68 Takhrij hadis adalah “Ibras al – Hadits li al- Nas Bidzikri Mahrajih” , yaitu
mengungkapkan atau mengeluarkan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para
perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai mengeluarkan hadis. Seadangkan
metode takhrij adalah proses penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis
sumber hadis yang bersangkutan
M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Sanad Hadis Nabi (Jakarta: Bulan
Bintang,1993), h.43
37
a. Hadis tentang Silaturahim
Terdapat dalam Şahīh al- Bukhārī :
- Kitab Adab hadis ke 10,9,8,7,15,12
- Kitab al-Buyu‟ hadis ke 13 69
عن انس بن مالك رضياهلل عنو قال : سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم يػقول : 70رزقو او يػنسأ فى أثره فػليصل رحمو من سره ان يػبسط لو
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. berkata: saya pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: “ Barang siapa yang suka apabila Allah
membentang luaskan rizki baginya dan memanjangkan umurnya71
, maka
hendaklah ia bersilaturahim.”
b. Hadis tentang ancaman memutus silaturahim
Terdapat dalam Kitab Şahīh muslim:72
69
Takhrij hadisnya adalah:
- Dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahrās Li Alfāz al-Hādits al-Nabawī:
مه احة ان يثسط 5
١،٩،٨،٧۰،٧١،٧١خ اذب
٧١تيوع
- Sedangkan dalam kitab Mausû‟ah Athrāf al-Hādits al-Nabawiyah:
٥١٤: ١۰فتح
١۰٨ال :
٣٣ترغية :
٥٥مك :
٥٩٩٤كىز : 70
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-
Mughīrah al-Ju‟fa Al-Bukhāri, Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 543
71 Makna “ yubsatha”: dilapangkan rizkinya, sedang makna “yunsa-a lahu fī
atsarihī”: ditangguhkan ajalnya. 72
Takhrij hadisnya adalah:
- Dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahrās Li Alfāz al-Hādits al-Nabawī:
38
- Kitab Birri hadis ke 19,18
ثػنا سفيان عن ر بن حرب وابن ابي عمر قال حد ثني زىيػ الزىيري عن حدبن جبػير بن مطعم عن ابيو عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال ال د محم
يػعني قا طع الرحم ن أبي عمر قال سفيانيدخل الجنة قا طع قال اب
Dari ibnu Syibah, bahwa Muhammad bin JUbair bin Muth‟im
berkata bahwa Jubair bin Muth‟im mengabarkan kepadanya,
sesungguhnya dia mendengar Nabi SAW bersabda: “ Tidak akan
masuk surge orang yang memutuskan ( hubungan kekeluargaan
).”73
2. Anjuran bersilaturahim
Sebelum membahas keutamaan (fadhīlah) bersilatur rahmi,
terlebih dahulu akan dipaparkan alasan penting yang mengharuskan
untuk bersilaturrahmi. Allah swt berfirman dalam surah an-Nisa‟[4]:1
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
ال يدخل الجنة قاطع ......... 6 ٨١،٨١م بر
- Sedangkan dalam kitab Mausû‟ah Athrāf al-Hādits al-Nabawiyah:
ال يدخل الجنة قاطع
١٨,١٩رمق ٥الرب والصةل ٥ :٨خ 73
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, ṣaḫih
Muslim, (Beirut : Dar al-Jalil, tt) Juz.1, h.1300
39
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu”74
Berdasarkan ayat ini, hukum bersilaturrahmi adalah wajib,
karena ia adalah perintah Allah . Bersilaturrahmi merupakan bentuk
ketaatan kepada perintah-Nya. Dalam ayat tersebut, perintah untuk
menjalin hubungan silaturrahmi ditempatkan setelah perintah untuk
bertakwa kepada Allah swt. ini menunjukkan arti penting silaturrahmi
dalam kehidupan.
Ali aṣ-Ṣubuni menafsirkan, diiringkannya perintah untuk
bertakwa dan bersilaturrahmi dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa
interaksi antar manusia sangat penting. Sebab, semua manusia berasal
dari satu keturunan (yakni Nabi Adam a.s) dan mereka adalah
bersaudara. Jika manusia berpegang teguh pada ayat tersebut, niscaya
mereka hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.75
Telah mengabarkan kepada kami Musa bin Ismail, ia berkata,
telah mengabarkan kepada kami Abu Awanah, dari Abdul Malik bin
Amir, dari Musabin Thalhah, dari Abu Hurairah, ia berkata, ketika
turun ayat
رتك االقػربين وانذر عشيػ“ Dan berilah kepada keluargamu yang paling dekat”
76
74 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qurān dan Tafsirnya, ( Universitas
Islam Indonesia, 1990), Jilid II, h. 116
75
Muhammad Ali al-Ṣabuni, Ṣafwatut Tafasir: Tafsir – Tafsir Pilihan, ( Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 154
76
Muhammad ibn Ismāiīl al-Bukhāri, Al- Adab al-Mufrod, ( Beirut: Dar al-Kitab
al-ilmiyyah, 1990), h. 28
40
Nabi berdiri lalu bersabda:” Wahai bani Ka‟ab bin Luay,
selamatkan diri kalian dari siksa api neraka. Wahai Bani Abdul Manaf,
selamatkan diri kalian dari siksa api neraka. Wahai Bani Hasyim,
selamatkan diri kalian dari siksa api neraka. Wahai Bani Muthallib,
selamatkan diri kalian dari siksa api neraka. Wahai Fatimah binti
Muhammad, selamatkan dirimu dari siksa api neraka. Sesungguhnya aku
tidak memiliki kekuasaan apapun dari Allah kecuali hanya ikatan yang
dapat aku sambung dengan kalian. 77
3. Bentuk bentuk Silaturahim dalam kehidupan sehari – hari
a. Berbuat baik kepada Allah swt78
Berbuat baik kepada Allah swt yaitu dengan cara :
- Percaya Kepada Allah swt
Setiap muslim harus memulai hubungannya kepada
Allah swt dengan percaya sepenuhnya bahwa Allah swt
Tuhan yang Maha Esa. Hal ini karena Allah swt merupakan
tuhan yang Maha menciptakan dan berkuasa atas segala
sesuatu, termasuk menciptakan kita sebagai umat yang
mendapat amanah menjadi khalifah di muka bumi ini. Allah
swt berfirman dalam Q.S. Nuh : 13-14 sebagai berikut:
77 Muhammad bin Ismāīl al-Bukhārī, al-Adab al-Mufrad, h.28
78 M. Fauzi Rachman, Islamic Relationṣip, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 163
41
“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak
mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?
Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka
mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.
Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada
kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa
azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita
bohong itu.”79
Apabila seseorang sudah mampu beriman kepada
Allah swt, maka ia akan berlaku baik dalam hal – halyang
memang menjadi keharusan antara manusia dengan Allah
swt sebagai tuhannya.
- Berbaik Sangka kepada Allah swt80
Berbaik sangka kepada Allah swt merupakan sikap
yang sangat penting, karena dari sikap inilah kita akan
menjalani kehidupan sebagaimana yang ditentukan Allah
swt. Nabi ibrahim dan istrinya, Siti Hajar, telah menunjukkan
sikap yang sangat positif kepada Allah swt. Sebgaimana kita
ketahui bahwa Nabi Ibrahim AS mendapat perintah untuk
memindahkan Siti Hajar dan anaknya Ismail AS ke Mekah,
terasa berat untuk melakukan hal ini, bukan semata – mata
79
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qurān dan Tafsirnya, ( Universitas
Islam Indonesia, 1990), Jilid II, h. 234 80
M. Fauzi Rachman, Islamic Relationṣip, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 167
42
harus memindahkan sang istri dan anak, tapi juga di Mekah
pada waktu itu belum ada kehidupan, tidak ada manusia,
tumbuh – tumbuhan, binatang, bahkan air sekalipun. Sikap
berbaik sangka kepada Allah swt ini membuat Nabi Ibrahim
AS dan istrinya yakin bahwa tidak mungkin Allah swt
mempunyai maksud yang buruk dalam memerintahkan
sesuatu. Begitu pula halnya dengan perintah penyembelihan
Nabi Ismail AS. Apabila orang sudah berbuat baik kepada
Allah swt, maka sudah otomatis ia merasa bahwa ada hari
esok yang lebih baik. Inilah pelajaran yang dapat kita ambil
hikmahnya dari kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya.81
b. Bertamu / Bekunjung ( Bertemu langsung ) 82
Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalam
rangka mempererat tali silaturahim. Maksudnya orang lain disini bisa
tetangga, saudara ( sanak saudara ), teman seprofesi dan lainnya.
Bertamu mesti ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk
orang yang sakit, mengobrol biasa, membicarakan masalah bisnis dan
yang lainnya. Tujuan utama beratmu menurut islam adalah
menyambung silaturahim. Tidak hanya bagi saudar sedarah, tapi juga
saudara seiman. Allah swt memerintahkan agar kita umat islam
menyambung hubungan baik dengan orang tua, sanak saudara,
81
M. Fauzi rahman, Islamic relationṣip, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 3
82
M. Fauzi rahman, Islamic relationṣip,h. 4
43
tetangga agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong
– menolong dan saling membantu.
رصداهلل لو على مدرجتو ملكا فػلما أتى عليو الو فى قػرية أخرى فا خ ان رجال زار ا قال ىل لك عليو من نعمة تػربػها قال اين تريد ؟ قال اريد أخالى فى ىذه القرية.
ر انى احببتو فى اهلل عز وجل . قال فانى رسول اهلل اليك بان اهلل قد قال ال غيػ احبك كما احببتو فيو.
“Sesungguhnya ada seseorang yang ingin mengunjungi saudaranya
dikota lain. Allah lalu mengutus malaikat untuknya dijalan yang akan
ia lalui. Malaikat itu pun berjumpa dengan seraya bertanya:” Kemana
engkau akan pergi ? “ lalu ia menjawab: “ Aku ingin mengunjungi
saudaraku di kota ini.” Mailaikat itu bertanya kembali: “ Apakah ada
suatu nikmat yang terkumpul untukmu karena sebab dia?” ia
menjawab: “Tidak. Aku hanya mencintai dia karena Allah „azza wa
jalla.” Malaikat itu berkata: “ Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
untukmu. Allah sungguh mencintaimu karena kecintaanmu
padanya.”83
4. Adab – Adab Silaturahim
a. Niat yang baik
Niat merupakam tujuan awal seseorang melakukan sesuatu.
Tercapainya suatu pekerjaan tergantung pada niatnya. Niat yang baik
akan mendatangkan hal yang baik, sedangkan niat yang buruk akan
mendatangkan kemafsadatan. Hal ini pun berlaku pada semua
kegiatan termasuk bersilaturahim. Jika dilandasi dengan harapan
untuk memperoleh ridha Allah , niat untuk berSilaturahim akan
dicatat sebagai amal yang baik dan berpahala. Sebaliknya,
Silaturahim yang diniatkan untuk tujuan duniawi hanya akan
83Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, ṣaḫih
Muslim, (Beirut : Dar al-Jalil, tt) Juz.1, h.1374
44
menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkan84
. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw. dalam hadisnya yang berbunyi:
ثػنا يحيى بن ثػنا سفيان قال حد ثػنا الحميدي عبد اللو بن الزبػير قال حد حدبػرني محمد بن إبػراىيم التػيمي أنو سمع علقمة بن سعيد النصاري قال أخ
قال وقاص الليثي يػقول سمعت عمر بن الخطاب رضي اللو عنو على المنبر إنما العمال بالنػيات وإنما سمعت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم يػقول
لكل امرئ ما نػوى فمن كانت ىجرتو إلى دنػيا يصيبػها أو إلى امرأة يػنكحها فهجرتو إلى ما ىاجر إليو
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az
Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang
berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al
Anṣari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqaṣ
Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab
diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah ṣallAllah u 'alaihi
wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan
(balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan;
Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau
karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
adalah kepada apa dia diniatkan"85
Sudah menjadi kebiasaan umum ketika seseorang berkunjung
kepada sanak kerabat, sahabat, rekan kerja, atasan, dan sebagainya, ia
akan mengatakan, “kedatangan saya ke sini adalah untuk
berSilaturahim,” kemudian ia menyamppaikan maksud dan
kepentingannya.
84Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia ( Cara Praktis Hidup Sehari-
hari), ( Bandung: Marja‟, 2004), h. 79
85
Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri) (Beirut: Daar al-Fikr, tt), h. 1713
45
Kadang ada juga Silaturahim yang sekedar dijadikan “bumbu
penyedap” atau pengantar dari kepentingan tertentu, misalnya
berSilaturahim untuk membahas kerja sama, berSilaturahim untuk
berutang, berSilaturahim untuk meminta sumbangan, berSilaturahim
untuk mengajukan lamaran, dan sebagainya. Untuk membedakan
antara Silaturahim yang dijalin itu sekedar embel-embel dan yang
murni dalam rangka memenuhi perintah Allah dan Rasulnya. Tolak
ukurnya adalah niat. Tidak ada yang mengetahui niat kecuali Allah
dan pelakunya sendiri.
b. Ramah sopan santun
Sifat ramah termasuk akhlah yang terpuji. Dalam sifat ramah
melekat juga sifat lemah lembut dan kasih sayang. Sifat inilah yang
perlu dimiliki oleh setiap orang yang beriman karena sifat tersebut
termasuk akhlak Rasulullah saw. , baik dalam berdakwah maupun
dalam bergaul dengan sesama manusia dan sifat tersebut merupakan
hiasan dalam bergaul sehari-hari86
. Islam mengajarkan agar umatnya
saling bergaul secara akarab, saling menghormati, saling
menyayangi, dan bersikap ramah tamah. Setiap orang diharapkan
agar selalu sopan santun dalam berbicara, ramah dalam bertutur kata,
86 Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia ( Cara Praktis Hidup
Sehari-hari), h. 41
46
rukun dan damai terhadap sesama manusia. Hal ini sesuai dengan
hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muttafaq „alaih87
ها زوج النبي صلى عن ابن شهاب عن عروة بن الزبػير أن عائشة رضي اهلل عنػاهلل عليو وسلم قالت : دخل رىط من اليػهود على رسول اهلل صلى اهلل عليو
ة : فػفهمتػها فػقلت : وعليكم السام وسلم فػقالوا : السام عليكم . قالت عائش ان واللعنة . قالت : فػقال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : مهال يا عائشة،
ع . فػقلت : يا رسول اهلل ، أولم تسم اهلل رفيق يحب الرفق فى االمر كلو .ماقالوا ؟ قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : قد قػلت وعليكم
Dari ibnu Syihab, daru Urwah bin Az Zubair, sesungguhnya Aisyah
RA ( Istri Nabi SAW ) berkata: “ Sekelompok orang-orang Yahudi
masuk kepada Rasulullah saw. , dan berkata : Assaamu „alaikum (
kebinasaan atasmu ). Aisyah berkata, “ Aku pun memahaminya.”
Aku berkata, “ Wa „alaikumus saamu walla‟natu ( kebinasaan dan
laknat atas kalian ).” Aisyah berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “
Sesungguhnya Allah ramah dan lunak, Dia suka kepada keramahan
dalam segala urusannya.” Aku berkata: “ Wahai Rasulullah,
tidakkah engkau mendengar apa yang mereka katakan”? Rasulullah
saw. berkata: “ Aku telah mengatakan wa‟alaikum ( dan atas kamu
kebinasaan).” ( Muttafaq „Alaih )88
c. Memelihara Ucapan
Berbicara merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan manusia. Karena itu, dunia ini tidak pernak sepi dari
katifitas berbicara. Adanya aktivitas berbicara membuat sesuatu
kejadian bisa diinformasikan, ilmu pengetahuan bisa diajarkan, dan
nilai – nilai kebenaran, atau kebaikan bisa disebarluaskan. Namun,
dengan aktivitas berbicara keburukan, kebathilan atau kemungkaran
87
Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri) (Beirut: Daar al-Fikr, tt), h. 1787
88Pusaka Lidwa i-software
47
juga bisa diinformasikan, kesombongan bisa ditunjukkan dan
permusuhan antar sesama manusia bisa terjadi diseluruh dunia. 89
Memelihara ucapan disini maksudnya ialah berbicara yang
baik, tidak menyakiti perasaan orang lain baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Seorang mukmin yang ingin memiliki
kepribadian terpuji tentu akan selalu berusaha berbicara dalam
kerangka kebaikan dan kebenaran. Karenanya, hal ini bisa menjadi
ukuran keimanan seseorang. Dalam hadis, Rasulullah saw. .bersabda:
را او ليصمة من كان يػؤمن باهلل واليػوم االخر فػليػقل خيػ
“ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah
ia berkata yang baik atau dia.” ( HR. Bukhari dan Muslim )90
Ketika seseorang telah berbicara yang baik, dia telah
menunjukkan salah satu manfaat dari keberadaanya sebagai manusia,
ini akan mengantarkannya menjadi manusia yang terbaik. Rasulullah
saw. . bersabda:
ر الناس انػفعهم للناس خيػ
“ Sebaik – baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat
untuk orang ( lain).” 91
Berbicara yang baik juga dapat mencegah kita masuk
kedalam neraka. 92
Rasulullah saw. . bersabda:
89 Drs. Ahmad Yani. h. 317
90
Pusaka lidwa i-software 91
Pusaka lidwa i-software
48
النبي صلى اهلل عليو وسلم النار ثمة عن عدي بن حاتم قال : ذكر عن خي ها واشاح بوجهو. قال شعبة ها واشاح بوجهو، ثم ذكر النار فػتػعود منػ فػتػعود منػ
، فان لم تجد : أما مرتػين فال أشك . ثم قال : اتػقوا النار ولو بشق تمرة فبكلمة طيبة.
Dari Khaitsama, dari Adi‟ bin Hatim, dia berkata, “ Nabi SAW
menyebutkan neraka, lalu beliau berlindung darinya dan
memalingkan wajahnya, kemudian beliau menyebutkan neraka dan
berlindung darinya serta memalingkan wajahnya.” Syu‟bah berkata”
Adapun dua kali maka aku tidak ragu”. Kemudian beliau bersabda: “
Peliharalah dirimu dari neraka meskipun hanya dengan separuh
kurma. Jika tidak mendapatkan, maka dengan perkataan yang
baik.”93
Ibnu Baththal berkata, “ Perkataan yang baik termasuk amal
yang paling baik dan keberadaan kalimat yang baik sebagai sedekah,
adalah bahwa memberikan harta itu dapat menggembirakan hati
orang yang diberi, sekaligus menghilangkan perasaan tidak senang
dalam hatinya. Demikian juga dengan perkataan yang baik. Disinilah
letak kesamaan diantara keduanya.”94
d. Senyum
Dalam islam diajarkan bahwa dengan siapa saja kita bertemu
dan berbicara, tampakanlah wajah yang riang dan gembira, wajah
dan suara kita tidak seharusnya menunjukkan kekasaran dan
kekerasan. Sebuah senyuman diwajah kita dan perilaku kita yang
baik adalah sedekah dan memperlihatkan keramahan adalah
92 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), Jilid
XXIX, h. 166 93
Pusaka lidwa i-software 94
Ibnu hajar al asqalani, fathul baari jilid 29. „ kitab Adab, (Jakarta: Putaka
Azzam, 2009), h.166
49
kebaikan95
. „Abdullah bin Harits ra. meriwayatkan bahwa ia tidak
pernah melihat orang yang paling sering tersenyum selain Nabi Saw.
Abu Dzar ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Tersenyumlah dan perllihatkanlah wajah yang menyenangkan
ketika bertemu dengan seorang muslim.”96
Senyum adalah ṣadaqah yang paling ringan.
e. Mengharap Pahala
Hendaknya seorang muslim bersilaturahim untuk
memnantikan dan mengejar pahala dari Allah swt, sebagaimana yang
telah dijanjikan. Janganlah seseorang yang bersilaturahim menunggu
balasan yang setimpal dari manusia. Namun, hendaknlah ia semata-
mata mengharapkan pahala dari Allah swt.97
Sebagai orang yang bersaudara, sangat bagus apabila sesama
muslim saling mendoakan dalam kebaikan. Karena saling mendoakan
merupakan hal yang amat baik, maka apabila kita minta kepada Allah
swt untuk diberikan kepada orang yang kita doakan akan membuat
kita memperoleh apa yang kita mohonkan tersebut98
. Rasulullah saw.
bersabda:
اذا دعا الرجل الخيو فى ظهر الغيب قال الملك : ولك مثل ذلك
95 Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia ( Cara Praktis Hidup
Sehari-hari), (Bandung: Marja‟, 2004), h. 82 96
Imam Abi Hausain Muslim bin al Hajaj Al-Qusyayri al-Naisaburi, Ṣahih
Muslim. h 1714
97„Abdul „Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedia Adab Islam Menurut al-
Quran dan as-Sunnah, (Surabaya: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2007), Jilid 2, h. 118 98
Drs. H. Ahmad Yani. Menjadi Pribadi terpuji,(Jakarta: Al Qalam, 2007), h. 230
50
“Jika seseorang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya,
malaikat berkata engkau juga mendapatkannya”99
5. Faktor Putusnya Silaturahim
a. Sibuk
Banyak manusia yang tidak menyadari bahwa semakin
meningkatnya jadwal kegiata merupakan benih benih dari
kerenggangan bersosial. Hal ini dapat dilihat seperti contohnya
seseorang yang mempunyai jadwal lebih padat diluar rumah akan
memiliki lebih sedikit waktu berkumpul bersama keluarga dan
kerabatnya. Justeru ia akan lebih sering menghabiskan waktu
dakwahnya kepada orang lain dari pada sibuk dengan keluarganya.
Padahal mereka lebih berhak mendapatkan kebaikan. Allah swt
berfirman pada Q.S. As Syu‟ara:214100
,
رتك القػربين وانذر عشيػ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Tafsirannya:
Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw agar
menyampaikan agama Allah kepada keluarganya yang dekat,
menyampaikan kepada mereka janji dan ancaman Allah terhadap
orany yang memungkiri dan mensyarikatkan Nya.
99 Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Ṣahīh
Muslim, Juz.1, h.1374
100
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qurān dan Tafsirnya, ( Universitas
Islam Indonesia, 1990), h.175
51
b. Ketidaktahuan bahaya memutuskan tali silaturahim.
Ketidaktahuan seseorang tentang anjuran bersilaturahim dan
bahaya memutuskannya merupakan salah satu sebab yang akan
menimbulkan berkurangnya rasa peduli kepada sesama, sehingga
banyak masyarakat yang merasa tidak penting hidup dalam
bermasyarakat. Mereka akan lebih mengutamakan kehidupan
individualnya daripada bermasyarakat. 101
c. Sombong
Sesungguhnya Allah swt mencela takabur pada beberapa
tempat dari kitab-Nya. Dan mencela tiap-tiap orang yang perkasa,
yang bersikap takabur. Allah swt berfirman:102
ركون فى نا امنين ما ىه أتػتػ
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini)
dengan aman.
Juga dikatakan dalam firmannya:
ايعدكم أنكم اذا متم وكنتم تػرايا وعظاما أنكم مخرجون
Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa kamu telah
mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?
Dikatakan dalam hadis Nabi:
101
Diangkat dari Qathiati Ar Rahmi Al Mazhahiru Al Asbabu Subulu Al Llaji,
karya Muhammad bin Ibrahim a. Hamd. Penerbit : Kementerian Urusan Agama, Wakaf dan
Dakwah KSA Cet.II Th 1423 H
102
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qurān dan Tafsirnya, ( Universitas
Islam Indonesia, 1990), h.143
52
كم عن حارثة بن وىب الخزاعي عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال: أال اخبر باىل الجنة ؟ كل ضعيف متضاعف لو اقسم على اهلل لبػره. أال أخبركم باىل
كل عتل جواظ مستكبر.النار؟ Dari Haritsah bin Wahb al- Khuza‟I, dari Nabi SAW beliau
bersabda: “Maukah kamu aku beritahutentang penghuni surge?
Semua yang lemah dan sanngat lemah. Kalau bersumpah atas
Allah niscahya Dia menunaikannya. Maukah kamu aku beritahu
tentang penghuni neraka? Semua yang kaku, kasar, dan angkuh
(sombong).
Ar-Raghib berkata103
: kata kibr, takabbur dan istikbār
memiliki makna yang tidak jauh berbeda. Kibr (angkuh/sombong)
adalah keadaan dimana seseorang merasa takjub dengan dirinya. Dia
melihat dirinya lebih hebat dari selainnya. Kondisi paling buruk
adalah dia merasa hebat atas tuhannya dengan cara menolak
menerima kebenaran dan tidak mau tunduk dalam tauhid dan
ketaatan. Sikap angkuh ini lahir karena dua hal. Pertama, perbuatan-
perbuatan baik yang melebihi orang lain. Kedua, memaksakan diri
untuk itu dan membebani apa yang tidak ada padanya.
6. Ancaman Bagi Pemutus Silaturahim
بن د ثػنا سفيان عن الزىيري عن محم ر بن حرب وابن ابي عمر قال حد ثني زىيػ حديدخل الجنة قا طع قال جبػير بن مطعم عن ابيو عن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال ال
104يػعني قا طع الرحم نن أبي عمر قال سفيااب
103 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bāri ( Penjelasan Kitab Ṣahih al Bukhari ), h.
302
104
Al-Naisabūrī, ṣhaḫīh Muslim, hadis ke 2556, h. 1981
53
Diriwayatkan dari Ibn Asākīr dari „Abd Allah bin Abī Aufā,
diriwayatkan dalam jami‟al-kābir dari „Abd Allah bin Ubay berkata:
kami pernah duduk bersama Nabi saw. kemudian Nabi saw. bersabda:
“Tidak boleh duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan
silaturahim”. Tiba-tiba berdirilah seorang pemuda dari kerumunan
orang. Tak lama setelah itu muncul pula seorang wanita (bibinya) yang
ternyata keduanya telah lama tidak berbaikan. Maka, pemuda terssebut
meminta maaf kepadanya dan demikianlah pula bibinya, akhirnya
keduanya kembali duduk bersama Rasulullah saw. .105
Ancaman lain bagi yang memutuskan silaturahim ialah sebagai
berikut:
a. Dibuta dan ditulikan
ثني معاوية بن أبي مزرد عن ثػنا سليمان قال حد ثػنا خالد بن مخلد حد حدوسلم عن النبي صلى اللو عليو سعيد بن يسار عن أبي ىريػرة رضي اللو عنو
قال خلق اللو الخلق فػلما فػرغ منو قامت الرحم فأخذت بحقو الرحمن فػقال لو مو قالت ىذا مقام العائذ بك من القطيعة قال أال تػرضين أن أصل من
عك قالت بػلى يا رب قال فذاك قال أبو ىريػرة اقػرءوا إن وصلك وأقطع من قط شئتم
ثػنا { فػهل عسيتم إن تػوليتم أن تػفسدوا في الرض وتػقطعوا أرحامكم } حدثػنا حاتم عن معا ثني عمي أبو الحباب سعيد بن إبػراىيم بن حمزة حد وية قال حد
يسار عن أبي ىريػرة بهذا ثم قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم اقػرءوا إن
105 Ībn Hamzah al-Husaini al-Hanafī al-Dimasyqī, Asbāb al- Wurūd 2 terj: M.
Suwarta Wijaya, Zafrullah Salim, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2994), h. 477
54
ثػنا بشر بن محمد أخبػرنا عبد { فػهل عسيتم }شئتم اللو أخبػرنا معاوية بن أبي حد فػهل عسيتم } اللو عليو وسلم واقػرءوا إن شئتم ا قال رسول اللو صلىالمزرد بهذ
}106
Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad Telah
menceritakan kepada kami Sulaiman dia berkata; Telah
menceritakan kepadaku Mu'awiyah bin Abu Muzarrad dari Sa'id bin
Yasar dari Abu Hurairah radliAllah u 'anhu dari Nabi ṣallAllah u
'alaihi wasallam beliau bersabda: 'Setelah Allah Azza wa Jalla
menciptakan semua makhluk, maka rahim pun berdiri bangkit dan
memegang pinggang Ar Rohman, lalu ia berkata; 'Inikah tempat bagi
yang berlindung dari terputusnya silaturahim (Menyambung
silaturahim).' Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab: Tidakkah
kamu rela bahwasanya Aku akan menyambung orang yang
menyambungmu dan memutuskan yang memutuskanmu? ' Rahim
menjawab; 'Tentu wahai Rabbku.' Allah berfirman: 'ltulah yang
kamu miliki.' Abu Hurairah: 'Jika kamu mau, maka bacalah ayat
berikut ini: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan? (QS. Muhammad 22). Telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Hamzah Telah menceritakan kepada kami Hatim
dari Mu'awiyah dia berkata; Telah menceritakan kepadaku pamanku,
Abu Al Khabab Said bin Yasar dari Abu Hurairah mengenai Hadits
ini. Kemudian Rasulullah ṣallAllah u 'alaihi wasallam bersabda: Jika
kalian mau, bacalah oleh kalian: Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan? (Muhammad: 22). Telah
menceritakan kepada kami Bisyr bin Muhammad Telah
mengabarkan kepada kami Abdullah Telah mengabarkan kepada
kami Mu'awiyah bin Abu Al Muzarrad mengenai Hadits ini.
Rasulullah ṣallAllah u 'alaihi wasallam bersabda: jika kalian mau,
bacalah ayat: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan? (Muhammad: 22)107
.
b. Tidak Masuk Surga
106
Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri), 444
107 Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri), h.445
55
ر بن مطعم محمد ب عن ابن شهاب أن ن جبػير بن مطعم قال : ان جبػيػ أخبػره أنو سمع النبي صلى اهلل عليو وسلم يػقول : ال يدخل الجنة قاطع .
Dari ibnu Syibah, bahwa Muhammad bin JUbair bin Muth‟im
berkata bahwa Jubair bin Muth‟im mengabarkan kepadanya,
sesungguhnya dia mendengar Nabi SAW bersabda: “ Tidak akan
masuk surge orang yang memutuskan ( hubungan kekeluargaan
).”
c. Tidak diterima amal ibadahnya
ثػنا الخزرج ثػنا موسى بن اسماعيل قال: حد أبوا –بن عثمان حدمولى عثمان بن –ني أبوا أيػوب سليمان ر قال : أخبػ السعدي –الخطاب
لة الجمعة فػقال : احرج –عفان قال: جائػنا ابوا ىريػرة ، عشية الخميسليػالثا . على كل قاطع رحم لما قام من عندنا . فػلم يػقم احدا . حتى قال ث
ها. فػقالت لو : يا ة لو قد صرمها منذ سنتػين . فذخل عليػ فاتى فػتى عميػقول كذا وكذا ، قالت: ابن اخي ! ما جاء بك ؟ قال سمعت ابا ىريػرة
قال : سمعت النبي صلى اهلل عليو وسلم ارجع اليو فسلو لم قال ذالك ،لة جمعة، فال يػقبل يػقول : ان اعمال بنى ادم تػعرض كل عشية خميس ليػ
عمل قاطع رحم
“ Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, dia berkata:
telah mengabarkan kepada kami Al-Khazraj bin „Utsman –
Bapaknya yang berbicara – As-Sa‟diy, dia berkata: Telah
mengabarkan kepadaku Abu Ayyub Sulaiman – Pembantu
„Utsman bin „Affan- dia berkata: Telah datng kepada kami Abu
Hurairah, pada sore hari Kamis malam Jum‟at. 108
d. Ditutupnya pintu langit
واخرج الطثراوى مه حديث اته مسعود ان اتواب السماء مغلقة دون
قاطع الرحمImam at-Thabrani mentakhrij dari Ibnu Mas‟ud sesungguhnya
pintu-pintu langit tertutup bagi pemutus silaturahim.109
108
Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri), h.446 109
Abu‟Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Al-Jāmi‟ al-
Bukhāri (Ṣahih Bukhāri), h.447
56
e. Tidak mendapatkan rahmat
ثنا : سمعت نا سليمان ابػوا ادام قال بػر عبػيد اهلل بن موسى قال: اخ حدعبداهلل بن أبي أوفى يػقول عن النبي صلى اهلل عليو وسلم ، قال: ان
.الرحمة التػنزل على قػوم فيهم قاطع الرحم
“Telah mengabarkan kepada kami „Ubaidillah bin Musa, dia
berkata: telah mengabarkan kepada kami Sulaiman Abu Idam,
dia berkata: Saya mendengar Abdullah bin Abu Aufa, dia
berkata dari Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya rahmat tidak
turun kepada kaum yang diantara mereka ada orang yang
memutuskan hubungan kekeluargaan.”110
Ath-Thaibi menyebutkan bahwa kemungkinan maksud
“kaum” disini adalah mereka yang membantu si pelaku dan tidak
mengingkarinya. Namun, mungkin juga maksud “rahmat” disini
adalah hujan. Hujan tidak diturunkan kepada manusia secara umum
akibat buruknya perbuatan memutuskan hubungan silaturahim.111
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin „Ala, ia
berkata, telah mengabarkan kepada kami Mu‟awiyah bin Hiyam,
dari syaiban, dari Farras, dari „ Athiyyah, dari Abi Sa‟id,
bahwasannya Nabi SAW bersabda:
110 Lidwa Pusaka i-software
111
Muhammad bin Ismāīl al-Bukhārī, al-Adab al-Mufrad, ( Beirut: Dār al-Kitab
al-Ilmiyyah, 1990), h.29
57
“Barangsiapa yang tidak memberi rahmat ( kasih sayang ) tidak
akan dirahmati”.
Berkenaan dengan hadis diatas, al-Mutawaffā dalam kitab
Tuhfah al-Ahwazī mengatakan bahwa orang yang menghubungkan
silaturahim berada dalam rahmat Allah swt dan mendapat
kemuliaan-Nya, sebaliknya orang yang memutus tali silaturahim
akan diputuskan dari rahmat-Nya.112
Dalam hadis yang diriwayatkan
al-Baihaqī dalam kitab Syu‟ab al-īmān bahwa ancaman memutuskan
silaturahim ialah tidak akan diturunkannya rahmat bagi yang
memutuskannya.113
Sehingga begitu kerasnya ancaman bagi yang
memuttuskan silaturahim, hendaknya hal ini menjadi suatu
peringatan bagi umat islam serta sebagai isyarat betapa pentingnya
menjalin silaturahim dengan jaminan munculnya rasa aman dan
percaya.114
f. Segera mendapat adzab didunia dan akhirat
Dari Abu Bakrah ra. Dia mengatakan Rasulullah saw. bersabda:
نة بن عبد الرحمن قال: ثػنا عيػيػ ثػنا شعبة قال: حد ثػنا ادم قال: حد حدث عن ابي بكرة قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو سمعت أبي يحد
112 Al- Imām al-Hāfiz Abī al-Ulā Muhammad “abd al-Rahmān bin Abd al-Rahīm
al-Mūbārakahfurī al-mutawwaffā, Tuhfah al- Ahwazī Syarh Jāmi‟ al-Tirmizī, (Beirut: Dār
al-Fikr, 1995), h. 14
113
Al- Imām al-Hāfiz Abī al-Ulā Muhammad “abd al-Rahmān bin Abd al-Rahīm
al-Mūbārakahfurī al-mutawwaffā, Tuhfah al- Ahwazī Syarh Jāmi‟ al-Tirmizī, (Beirut: Dār
al-Fikr, 1995), h
114
M. Quraiṣ Ṣihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur ān dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006 ), h. 78m
58
نػياى لصاحبو العقو ما من ذنب أجدر أن يجعل اهلل تػعال وسلم : -بة في الدعة الرحم -لو في االخرة مع ما يدخر مثل البػغي وقطيػ
“Telah mengabarkan kepada kami Adam dia berkata: telah
mengabarkan kepada kami Syu‟bah, dia berkata: telah
mengabarkan kepaada kami „Uyainah bin „Abdurrahman, dia
berkata: Saya mendengar bapakku telah mendapat kabar dari
Abu Bakrah, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Tidak ada
dosa yang pantas untuk disegerakan hukumannya oleh Allah
bagi pelakunya di dunia bersamaan ( hukuman ) yang disimpan
untuknya di akhirat, dari pada kezaliman dan pemutus
silaturahim” 115
g. Seperti memakan bara api yang sangat panas
Petunjuk Rasulullah saw. ini melukiskan sebuah gambaran
yang menakutkan tentang siksaan yang akan diberikan kepada orang
– orang yang sombong dan angkuh terhadap kaum kerabat dan yang
memutuskan hubungan kekeluargaan.116
Dikisahkan ada seseorang yang pernah datang kepada
Rasulullah seraya berkata: “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
mempunyai beberapa kerabat yang senantiasa aku sambung tali
kekeluargaanya, tetapi mereka memutuskan hubungan kekeluargaan
denganku, aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat
buruk kepadaku, aku berbuat santun kepada mereka, tetapi mereka
malah bersikap bodoh kepadaku.” Maka Rasulullah menjawab, “
Apabila kamu benar berbuat seperti yang engkau katakan, maka
mereka seakan-akan menelan bara api yang sangat panas. Dan Allah
115
M Ahmad bin Hanbal. Musnad Imām bin Hanbal. Riyadh: Bait al-Afkār al-
Dauliyah.1998h. 336
116 Dr. Muhammad Ali Al Hasyimi, jati diri muslim, (Jakarta, 1999).h 119
59
akan senantiasa bersamamu mengalahkan mereka selama engkau
berbuat seperti itu.” 117
Hadis diatas bisa kita lihat bagaimana Allah swt membantu
orang yang menyambung tali silaturahim yang senantiasa sabar atas
perlakuan tidak baik dan pemutusan hubungan dari kaum
kerabatnya, dimana Allah akan mengisi hatinya dengan kesabaran
atas perlakuan yang menyakitkan dari mereka, serta membantunya
untuk berteguh hati mempertahankan akhlak yang mulia itu.
Rasulullah saw. mempermisalkan besarnya dosa orang yang
memutuskan tali silaturahim seperti pemakan bara api yang sangat
panas, sebagai balasan terhadap perbuatannya memutuskan
hubungan silaturahim yang dilakukan oleh orang yang
menyambungnya.
B. Latar Belakang Turunnya Hadis (al-Asbāb al-Wurūd) dan
Kandungan Hadis
Para ahli bahasa mengartikan bahwa “sebab” ( sabab ) adalah “al
habl” berarti tali, yang menurut lisan al „arab dinyatakan bahwa: kata ini
dalam bahasa arab berarti “ saluran”, maksudnya “ segala sesuatu yang
menghubungkan satu benda ke benda lainnya. Atau menurut istilah adalah
segala sesuatu yang mengantarkan kepada tujuan. Sementara itu para ahli
117
Al- Imām al-Hāfiz Abī al-Ulā Muhammad “abd al-Rahmān bin Abd al-Rahīm
al-Mūbārakahfurī al-mutawwaffā, Tuhfah al- Ahwazī Syarh Jāmi‟ al-Tirmizī,, h. 174
60
hukum islam mengartikannya dengan “ suatu jalan menuju terbentuknya
suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu.
Adapun arti wurud (sampai:muncul) menurut bahasa adalah” air
yang memancar atau air yamg mengalir”, sedangkan menurut istilah adalah
“sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkenaan dengan arti umum
atau khusus, mutlak atau terbatas, di nasikh ( hapus ) dan seterusnya” atau “
suatu arti yang dimaksud oleh sebab suatu hadis saat kemunculannya”.118
Pada bagian ini penulis menelusuri bagaimana kisah atau sabab
musabab berawal turunnya hadis tentang sialturahim ini. Tapi setelah
melalui pencarian penulis hanya menemukan penggalan penggalan makna
hadis yang serumpun dengan silaturahim. 119
Diantaranya pada hadis
Rasulullah saw. yang berbunyi:
صلى اهلل عليو وسلم قال : من يرحم الرفق يرحم الخير ) رواه عن جرير عن النبي المسلم (
“ Dari Jarir, dari Nabi SAW, beliau bersabda:” Barang siapa yang
tidak mau bersikap kasih sayang / lemah lembut, maka ia akan
terhalang dari kebaikan.”120
Al-Asbāb al-Wurūd Hadis:
Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Aisyah ra, beliau berkata: “
Suatu ketika Rasulullah saw. pergi menuju suatu dataran tinggi. Rupanya
beliau ingin pergi ke daerah badawah ( daerah perkampungan )‟ lalu beliau
mengirimkan onta yang baik kepada saya ( aisyah ). Beliau kemudian
bersabda:
118
Taufiqullah, Afif Mohammad, Asbabul Wurud Al Hadis Proses Lahirnya
Sebuah Hadis.(Bandung : Pustaka Salman ITB),h. 5 119
Said Agil Husin Munawwar, MA, Studi kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-
Historid-Kontekstual ASBABUL WURUD, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 180 120
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi,
ṣaḫih Muslim, (Beirut : Dar al-Jalil, tt) Juz.1, h.1330
61
يا عائشة ! ارافقي فأن الرفق لم يكن فى شئ قط اال زانو ، وال نزع من شئ اال شانو
“ Hai Aisyah ! bersikap lemah lembut / sayang, karena
sesungguhnya tidak ada sikap lemah lembut kepada siapapun,
kecuali akan menghiasi kebaikan orangnya. Dan tidak ada sikap
kasar kepada suatu apapun, kecuali akan merusakannya.”121
Penyebab adanya hadis diatas adalah ketika menaiki seekor unta
pemberian Rasulullah yang sulit dikendalikan. Hal ini membuatnya
memukul unta berulang-ulang. Maka Rasulullah berkata sebagaimana bunyi
hadis diatas. 122
Kandungan Hadis
رضياهلل عنو قال : سمعت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم يػقول : عن انس بن مالك 123من سره ان يػبسط عليو رزقو او يػنسأ فى أثره فػليصل رحمو
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. berkata: saya pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: “ Barang siapa yang suka apabila Allah
membentang luaskan rizki baginya dan memanjangkan umurnya124
, maka
hendaklah ia bersilaturahim.”
Sebagian orang mendapatkan kesulitan memahami hadits di atas
dengan keberadaan dalil yang menafikkan pertambahan umur manusia
sebagaimana dibawakan di bawah :
121 Prof, Dr. H Said Agil Husin Munawwar, MA. Studi kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historid-Kontekstual ASBABUL WURUD, h.181 122
Abdul Hayyie Al-Kattanie, “ Sunah Rasul Sumber Ilmu Pengetahuan dan
Peradaban”. (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h.170 123
Imām al-Hāfiz Abī „Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin al-
Mughīrah al-Ju‟fa Al-Bukhāri, Sāḫīḫ al-Bukhārī. (Riyadh: Maktabah al-Rusy. 2006), h 543
124 Makna “ yubsatha”: dilapangkan rizkinya, sedang makna “yunsa-a lahu fī
atsarihī”: ditangguhkan ajalnya.
62
Allah ta‟ala berfirman :
قص من عمره إال في كتاب وما يػعمر من معمر وال يػنػ
“Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang
dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam
Kitab (Lauh Mahfudh)” [QS. Faathir : 11].
Ibnu Katsīr rahimahullah berkata :
قص من عمره إال في كتاب (وقولو: أي: ما يعطى بعض النطف من )وما يػعمر من معمر وال يػنػقص من عمره (العمر الطويل يعلمو، وىو عنده في الكتاب الول، الضمير عائد على )وال يػنػ
علم اهلل ال ينقص من عمره، وإنما الجنس، ال على العين؛ لن العين الطويل للعمر في الكتاب وفي قال ابن جرير: وىذا كقولهم: "عندي ثوب ونصفو" أي: ونصف آخر. عاد الضمير على الجنس.
“Dan firman-Nya : „Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang
berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah
ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh), yaitu : apa yang telah diberikan
kepada sebagian nuthfah berupa umur panjang, Allah mengetahuinya dan
hal itu di sisi-Nya terdapat dalam catatan yang pertama. Tentang firman-
Nya : „dan tidak pula dikurangi umurnya‟; kata ganti/dlamiir dalam ayat
tersebut kembali kepada jenisnya (yaitu umur secara umum), bukan kembali
pada umur orang tertentu. Hal itu dikarenakan panjangnya umur dalam
Kitaab dan dalam ilmu Allah tidaklah berkurang dari umurnya. Kata ganti
itu hanyalah kembali pada jenisnya. Ibnu Jariir berkata : „Ini seperti
perkataan mereka : Aku punya baju dan setengahnya. Yaitu, setengah bau
yang lain”125
Allah ta‟ala juga berfirman :
وما كان لنػفس أن تموت إال بإذن اللو كتابا مؤجال
125
Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-„Azhim (Tafsir Ibnu
Katsir), (Jakarta: Gema Insani, 1999), Jilid 6, h 538
63
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” [QS. Aali „Imraan :
145].
Ibnu Katsīr rahimahullah berkata :
أي: ال يموت أحد إال وقولو: } وما كان لنػفس أن تموت إال بإذن اللو كتابا مؤجال {
بقدر اهلل، وحتى يستوفي المدة التي ضربها اهلل لو؛ ولهذا قال: }كتابا مؤجال { كقولو قص من عمره إال في كتاب { ]فاطر: [ وكقولو } ىو 11} وما يػعمر من معمر وال يػنػ
وىذه اآلية [.2جال وأجل مسمى عنده { ]النعام:الذي خلقكم من طين ثم قضى أ قص من فيها تشجيع للجبناء وترغيب لهم في القتال، فإن اإلقدام واإلحجام ال يػنػ
حدثنا العباس بن يزيد العبدي قال: سمعت العمر وال يزيد فيو كما قال ابن أبي حاتم:وىو -، قال: قال رجل من المسلمين أبا معاوية، عن العمش، عن حبيب بن صهبان
} -يعني دجلة-: ما يمنعكم أن تعبروا إلى ىؤالء العدو، ىذه النطفة؟ -حجر بن عدي وما كان لنػفس أن تموت إال بإذن اللو كتابا مؤجال { ثم أقحم فرسو دجلة فلما أقحم
ديوان، فهربوا أقحم الناس فلما رآىم العدو قالوا:
“Dan firman-Nya : „Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin Allah‟; yaitu : seseorang tidak akan mati kecuali dengan
ketentuan/takdir Allah, dan hingga ia memenuhi waktu yang telah Allah
tentukan baginya. Oleh karena itu Allah berfirman : „sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya‟, seperti firman-Nya : „Dan sekali-kali tidak
dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh
Mahfudh)‟ (QS. Faathir : 11). Dan juga seperti firman-Nya : „Dialah Yang
menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal
(kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit)
yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya)‟ (QS. Al-
An‟aam : 2). Ayat ini terdapat dorongan semangat (keberanian) bagi para
penakut dan pemberian motivasi bagi mereka untuk berperang, karena maju
atau mundurnya dari berperang tidaklah mengurangi atau menambah umur,
sebagaimana dikatakan Ibnu Abi Haatim : Telah menceritakan kepada kami
Al-„Abbaas bin Yaziid Al-„Abdiy, ia berkata : Aku mendengar Abu
Mu‟aawiyyah, dari Al-A‟mas, dari Habiib bin Shuhbaan, ia berkata : Ada
64
seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin – ia adalah Hujr bin „Adiy -
: “Apa yang menghalangimu menyeberangi sungai Tigris ini menuju
musuh-musuh itu ?. „Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”.
Setelah itu, ia memacu kudanya menyeberangi sungai Tigris, dan kemudian
orang-orang pun mengikutinya. Ketika mereka melihat musuh, mereka
berkata : “Dīwān (lembar catatan)”. Mereka (musuh) pun lari ke
belakang”.126
Oleh karena itu, sebagian ulama menafsirkan pertambahan (ziyādah)
umur dalam hadits di awal adalah pertambahan keberkahannya, sehingga
usianya penuh dengan amal-amal yang besar.
Namun sebagian ulama lain tetap menafsirkan pertambahan umur itu
adalah pertambahan hakiki, dengan penjelasan sebagai berikut :
Sesungguhnya takdir itu ada dua macam. Pertama, taqdir mutlak,
yaitu takdir yang tertulis dalam Lauh al-Mahfūż. Takdir inilah yang
dimaksud dalam nash-nash di atas. Kedua, takdir mu‟allaq atau muqayyad,
yaitu takdir yang tertulis dalam lembaran malaikat yang masih mungkin
untuk dihapuskan atau ditetapkan.
Syaikh al-Islām rahimahullah berkata :
من سره أن والجل أجالن: مطلق يعلمو اهلل، وأجل مقيد، وبهذا يتبين معنى قولو :
يبسط لو في رزقو، وينسأ لو في أثره فليصل رحمو. فإن اهلل أمر الملك أن يكتب لو أجال، وقال: إن وصل رحمو زدتو كذا وكذا، والملك ال يعلم أيزداد أم ال، لكن اهلل
يعلم ما يستقر عليو المر، فإذا جاء الجل ال يتقدم وال يتأخر
“Ajal itu ada dua macam, yaitu ajal mutlak yang hanya diketahui oleh Allah,
dan ajal muqayyad. Dengan demikian menjadi jelas makna sabda
beliau shallallaahu „alaihi wa sallam : „barangsiapa yang suka diluaskan
126
Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-„Azhim (Tafsir Ibnu
Katsir), (Jakarta: Gema Insani, 1999), Jilid 2, h 129-130
65
rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung
silaturahim‟. Sesungguhnya Allah memerintahkan malaikat untuk
menuliskan baginya ajal, dan berfirman : „Apabila ia menyambung
silaturahim akan bertambah sekian dan sekian‟. Dan malaikat sendiri tidak
mengetahui apakah bertambah ataukah tidak. Akan tetapi Allah mengetahui
apa-apa yang telah Ia tetapkan pada orang tersebut. Apabila datang ajal
padanya, maka tidak dapat dimajukan ataupun dimundurkan”127
Di kesempatan lain ketika menjelaskan tentang rizki, Syaikh al-
Islām rahimahullah berkata :
اهلل أن يرزقو، فبهذا ال يتغير، والثاني: ما كتبو، وأعلم الرزق نوعان: أحدىما: ما علمو
بو المالئكة فهذا يزيد وينقص بحسب السباب
“Rizki ada dua macam. Pertama, rizki yang hanya diketahui oleh
Allah, ini tidak berubah. Kedua, rizki yang Allah tulis dan Ia beritahukan
kepada malaikat. Rizki jenis ini dapat bertambah dan dapat berkurang
tergantung sebabnya.”128
السباب التي يحصل بها الرزق ىي من جملة ما قدره اهلل وكتبو؛ فإن كان قد تقدم بأن يرزق العبد بسعيو واكتسابو ألهمو السعي واالكتساب، وذلك الذي قدره لو باالكتساب
يأتيو بغير -كموت مورثو -قدره لو بغير اكتساب ال يحصل بدون االكتساب، وما اكتساب
“Sebab-sebab yang menghasilkan rizki sendiri termasuk apa-apa yang
telah Allah tentukan dan tulis. Seandainya sejak semula Allah menentukan
memberikan rizki kepada seorang hamba dengan usaha dan kerja yang
dilakukannya, maka Allah akan mengilhamkan kepadanya untuk berusaha
dan bekerja. Dan rizki itulah yang Allah tentukan baginya melalui
perantaraan usaha dan bekerja; dan ia tidak bisa mendapatkannya tanpa
melalui bekerja. Dan rizki yang telah Allah tentukan baginya tanpa melalui
127
„Abd al-Rahman Ibn Qasimah al-„Ashimi al Hambali, Majmu‟ Fatawa Syaikh
al-Islam Ahmad ibn Taimiyyah, (Saudi Arabia: Riasatu al‟ „Ammah, 1404), Jilid 8, h. 517 128
„Abd al-Rahman Ibn Qasimah al-„Ashimi al Hambali, Majmu‟ Fatawa Syaikh
al-Islam Ahmad ibn Taimiyyah, h. 540
66
bekerja – misalnya dengan kematian ahli warisnya - , maka rizki itu datang
kepadanya tanpa bekerja”129
C. Kedudukan Hadis
Setelah melakukan penelitian terhadap beberapa hadis silaturahim
dalam kitab Şahīh ain (karangan imam al- Bukhāri dan Imam Muslim ), dan
hasilnya adalah:
1. Pada hadis anjuran silaturahim penulis menemukan susunan
sanadnya sebagai berikut :130
- Ibrāhīm bin Mundzir
- Muhammad bin Ma‟an
- Ma‟an bin Muhammad
- Sa‟id bin Abi Sa‟id Kaisan
- Abū Hurairah
Mendapat komentar dari beberapa ulama:131
Ibn al-Madinī, Muhammad bin Sa‟d, Al „Ajli, Abū
Zuhrah, al- Nasāi, Ibnu Kharasy, Abū Dāud, al-
Daruquthny, Ibnu Waddah, Ibn Hajar al- Asqālany
mengatakan Tsiqah.
Yahya bin Ma‟in mengatakan Laitsa bihi ba’s.
Dan terdapat sahabat Abū Hurairah yang
meriwayatkan sehingga Şaduq
129
‘Abd al-Rahman Ibn Qasimah al-„Ashimi al Hambali, Majmu‟ Fatawa Syaikh
al-Islam Ahmad ibn Taimiyyah, h. 541 130
Lidwa i-software 131
Lidwa i-software
67
2. Pada hadis ancaman memutuskan silaturahim, penulis
menemukan susunan sanadnya sebagai berikut:132
- Yahya bin Bukhair
- Laits bun Sa‟ad bin Abdurrahman
- Uqail bin Khalid bin Uqail
- Ibn Syihhāb
- Muhammad bin Jubair
- Jubair bin Muth‟im
Mendapat komentar dari beberapa ulama:133
Al-Dzahābi mengatakan Hafiz
Al-Khalilī, Ibn Qāni‟, yahya bin Ma‟in, Ahmad bin
Hanbal, Abū Zur‟ah, Muhammad bin Sa‟d, Ibn
Madinī, al-NasāI, Al „Ajli, Ibn Hibban, Ibn Kharasy,
Ibn Hajar al- Asqālany mengatakan Tsiqah.
Dan melalui riwayat sahabat Jubair bin Muth‟im
mengatakan Şaduq.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kedudukan hadis silaturahim
yang dikaji penulis adalah Şahīh . Karena mayoritas ulama mengatakan
Tsiqah. Artinya bahwa hadis yang telah penulis paparkan diatas dapat
digunakan sebagai hujjah.
132
Lidwa i-software 133
Lidwa i-software
68
D. Aplikasi Pemahaman Hadis Silaturahim Terhadap Konteks
Kehidupan Sekarang
Silaturahim atau persaudaraan (ukhuwwah) menjadi sumbu yang
sangat di perhatikan oleh Rasulullah saw. . dalam membangun masyarakat
Madinah di awal kehidupannya. Begitu pula dengan sekarang, Penerapan
ukhuwwah menjadi tantangan yang harus dibangun kembali seoptimis
mungkin. Terjalinnya ukhuwwah umat islam menjadi sarana yang sangat
penting, dimana umat islam kini sudah tersebar di seluruh dunia dengan
segala keberagamannya. Keberagaman tersebut bisa dilihat dari sisi
perbedaan etnis, budaya sampai ke pemikiran. Namun perbedaan tersebut
merupakan fitrah manusia, dan islam sendiri merupakan agama
kemanusiaan yang didalamnya ssejalan dengan fitrah kemanusiaan.134
Penerapan silaturahim sangat berpengaruh terhadap perkembangan zaman
ini sangat bervariatif. Begitu pula dengan bentuk – bentuk yang ada pada
zaman sekarang. Misalkan cara bersilaturaim kita disatukan pada zaman
tekhnologi canggih, bisa kita lihat dari berkembang pesatnya penggunaan
media sosial dari semua kalangan. Tetapi hal tersebut tidak merubah pola
pikir manusia untuk menghilangkan budaya silaturahim, justeru
mempermudah menjangkau tali silaturahim yang terputus. Terlebih dalam
kehidupan sesama muslim telah terikat suatu jalinan persaudaraan yang
134 Nurcholis Madjid, Satu Islam Sebuah Dilema, (Bandung: Mizan. 1991), h.24
69
haram jika diputuskan.135
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. .
tentang hak dan kewajiban sesama muslim yang menjadi salah satu bagian
dari silaturahim.136
Diantaranya yaitu menjawab salam/ menyebarkan salam.
Menjawab salam adalah salah satu tanda adanya rasa persaudaraan antar
muslim, atau dengan hanya bertegur sapa yang di dalamnya sudah
mengandung doa dan keberkahan, sebagaimana dalam hadis Nabi Saw:137
Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibn Abi Syu‟aib
berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata: telah
menceritakan kepada kami al-„A‟masy dari Abi Salih dari Abi
Hurairah ia berkata: “Rasulullah saw. . bersabda: “Demi Dzat jiwaku
ada dalam tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga
beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga saling menyayangi.
Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara yang jika kalian
amalkan maka kalian akan saling menyayangi? Tebarkanlah salam
diantara kalian” 138
Selain itu, mendoakan sudaranya ketika bersin, memenuhi
undangan, menjenguk saudaranya yang sakit, mengantarkan jenazah dan
saling menasehati adalah termasuk kewajiban antara seorang muslim dengan
muslim lainnya. Penerapan hadis hak sesama muslim masih berlaku sampai
saat ini, dimana menjenguk saudara sesama muslim ketika sakit telah
menjadi budaya dikalangan umat Muslim.139
Al-Qurān telah memerintahkan
untuk berbuat baik dan saling membantu dalam hal kebaikan antar sesama
135 Imam Abi Hausain Muslim bin al Hajaj Al-Qusyayri al-Naisaburi, Ṣahih
Muslim. Kitab Salam bab Hak Muslim atas Muslim yang lain, h 1704
136
Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis. Yogyakarta:Lkis Printing.2011.h
171
137
Abū Daūd Sulaimān bin al-Asy‟aṣ al- ṣijistānī, Sunan Abū Daūd (kitab Adab
Bab Ifsyāu al- Salām), h. 939
138
Lidwa Pusaka i-software
139
Lihat: Tesis Lilik Ummi Kultsum, ” Konsep Ṣilat al-Rahim dalam perspektif
AL-Quran ( Kajian Tafsir Tematik), (Tesis S2 Program Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 54
70
muslim, serta melarang untuk saling membantu dalam hal kemungkaran.
Sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Al Maidah ayat 2:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang
had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan
(pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393]
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah , Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya.
Quraiṣ Ṣihab mengatakan ayat tersebut menjadi prinsip dasar dalam
menjalin kerjasama dengan semua kalangan selama kerjasama yang dijalin
itu memiliki tujuan baik dan taqwa.140
Persaudaraan islam menjadi faktor
penting dalam suatu ikatan spiritual dan kasih sayang yang menyatukan
semua anggota masyarakat dengan tujuan menegakkan dan menjaga sistem
140 Quraiṣ Ṣihab, Tafsir al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati), h. 14
71
sosial yang adil, dengan menjaga serta melindungi hak individu dan
menangani kepentingan sosial bersama.141
Begitupun dengan hadis silaturahim yang dapat dicontohkan dan
diwujudkan dalam kehidupan Muslim di Indonesia dalam bentuk saling
mengunjungi rumah saudaranya baik saudara dekat (tetangga) atau saudara
yang jauh di setiap ada kesempatan, khususnya silaturahim antar Muslim
yang rutin dilakukan setiap kali idul fitri, selain itu tradisi memberi hadiah
ketika ramadhan, atau hari-hari yang lainnya. Bahkan, di zaman tekhnologi
seperti sekarang silaturahim lebih modern yaitu silaturahim melalui alat
komunikasi seperti telpon dan alat elektronik lainnya.142
Bentuk lain dari
silaturahim dan sekaligus realisasi dalam wujud hak dan kewajiban sesama
Muslim, juga bisa dilakukan dengan mengunjungi saudaranya yang tertimpa
musibah kematian. Bentuk silaturahim ini telah banyak diaplikasikan oleh
umat muslim Indonesia bahkan seluruh dunia.
Ajaran islam menginginnkan adanya keselarasan antara teori dan
praktek sosial dengan melaksanakan segala dakwah dan perilaku umat
Muslim yang mampu mengintegrasikan antara al-Qurān dan hadis serta
pedoman umat islam lainnya dengan ilmu pengetahuan, tekhnologi dalam
kehidupan beragama di lingkungan sosial masyarakat Muslim, sehingga
mampu memperkuat persaudaraan umat islam.143
Dengan demikian, benih-
benih persaudaraan secara kontineu dan senatiasa bertambah kuat dan erat.
141 Muhammad Husaini Bahesyti, Intisari Islam: Kajian Komprehensif tentang
Hikmah Ajaran Islam, (Jakarta: Lentera, 2003), cet. 1, h. 460
142
Quraiṣ Ṣihab, Menabur Pesan Ilahi, h. 72
143
Yūsuf Qardādawī, Islam Agama Peradaban, h. 189
72
Quraiṣ Ṣihab mengatakan, ada dua point utama yang ditunjukkan Rasulullah
saw. . dalam pendayagunaan silaturahim yang dilakukan umat islam, yaitu
adanya perpanjangan usia yang memiliki makna keharuman nama baik
setelah kematian, keberkahan waktu yang telah dioptimalkan untuk hal yang
berdampak maslahat, kemudian juga bertambahnya rezeki yang dihasilkan
dari hubungan baik (silaturahim) akan memberikan peluang dalam hal
pekerjaan yang didalamnya mengandung keberkahan rezeki.144
Sebaliknya, terdapat ancaman serta balasan yang keras bagi orang
yang memutuskan silaturahim dengan dasar adanya kebencian yang sudah
diketahuinya. Bahkan memutuskan silaturahim menurut Imām al-Nawāwī
adalah kafir, bahkan tidak akan masuk surga bagi yang memutuskan
silaturahim.145
Dari konsep ukhuwwah Rasulullah saw. . inilah yang masih
berkesinambungan dengan ukhuwwah silaturahim pada kehidupan sosial
saat ini, dimana keduanya adalah komponen-komponen yang akan
memperkuat persaudaraan dan syiar islam dalam bentuuk ini didasarkan
pada cinta dan kasih sayang yang menghilangkan beban dan penderitaan,
menghilangkan perbedaan dan menumbuhkan toleransi, serta saling
memahami penderitaan dan kebahagiaan saudaranya.146
Karena pada dasarnya, manusia menginginkan adanya perdamaian
dan kesejahteraan, bukan pertikaian yang menyebabkan kehancuran.
Sehingga apabila mampu menempatkan sesuatu seharusnya ada pada
144Quraiṣ Ṣihab, Menabur Pesan Ilahi, h. 69
145
Imām Muhyī al-Dīn Abī Zakariyyā Yahyā bin Syaraf al- Nawāwī, AL-Minhaj,
h. 88
146
Ahzami Samiun Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Al-Quran, h. 268
73
tempatnya, maka persatuan dan kesatuan umat islam akan semakin kuat
serta kejayaan agama Allah swt. Juga semakin kuat.
E. Relevansi Hadis Silaturahim dalam Konteks Kehidupan Sekarang
Islam hadir melauli Nabi Muhammad di wilayah Jazirah Arab
dengan membawa suatu kehidupan baru yang lebih baik bagi bangsa Arab.
Beliau membawa kabar gembira berupa al-Quran sebagai kita akhlak, yang
memiliki nilai-nilai moral yang tidak hanya berlaku bagi penduduk Arab,
melainkan juga untuk seluruh umat manusia dan alam semesta.
Dalam sejarah islam, Rasulullah saw. . banyak memberikan
perubahan yang signifikan dan memperbaiki akhlak manusia. Melaui
hijrahnya dari Makkah ke Madinah, beliau mengatur tata kehidupan sosial
dengan sedemikian rupa untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang
harmonis. Sehingga terbentukalh persaudaraan (ukhuwwah) antar sesama
Muslim, bahkan dapat berhubungan baik dengan non muslim. Salah satu
upaya yang dilakukan Rasulullah saw. . untuk menyatukan umat muslim
saat hijrah adalah membangun masjid sebagai pusat kebudayaan islam.
Masjid pertama yang dibagun setelah kenabian Rasulullah saw. . adalah
Masjid Quba‟ yang terletak di perkampungan Bani‟Amr bin Auf. Kemudian
beliau juga membangun masjid Nabawi yang kemudian dilanjutkan dengan
mempersudarakan kaum Muhajirin dan Anṣar saat beliau tiba di
Madinah.147
147 Syaikh ṣafi al-Rahmān al-Mubarakfurī, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), h. 251
74
Al Qurthubi dalam kitab tafsirnya berpendapat mengenai ayat di
atas, bahwa kaum Ansar merupakan penduduk yang telah menempati kota
Madinah dan telah menganut keimanan jauh sebelum kaum muhajirin
datang, dan mereka mengikhlaskan kota Madinah untuk ditempati juga oleh
kaum Muhajirin serta dengan sukarela membagi hartanya.148
Selain mempersaudarakan dua kaum besar –Kaum Muhuajirin dan
Kaum Ansār- Rasulullah saw. . juga berhasil mempersaudarakan para
sahabat, yaitu antara Hamzah bin‟Abd al-Muthallib ( paman Nabi Saw.) dan
Zaid bin Harotsah yang merupakan seorang budak yang telah dimerdekakan
oleh Nabi Saw., Ja‟far bin Abī Thālib ( si pemilik dua sayap) yang
dipersaudarakan dengan Muaz bin Jabal ( salah seoranng dari Banī
Salamah), dan kemudian masih ada beberapa sahabat lain yang telah
dipersaudarakan Nabi Saw.149
Dari pemaparan tentang ukhuwwah masa Nabi Saw. diatas, kita bisa
lihat bahwa silaturahim merupakan salah satu penerapan ukhuwwah yang
tidak hanya menjadi persoalan umat di kehidupan sekarang. Tetapi
silaturahim menjadi sebuah prinsip ajaran islam yang sangat dianjurkan
kepada umat islam, bahkan Rasulullah saw. . sendiri memberikan contoh
sebagai teladan bagi umat sekarang agar mampu meneladaninya dan
mengaplikasikannya.
Silaturahim banyak dilakukan dengan beragam cara yang bertujuan
untuk menjalin hubungan kekerabatan internal maupun eksternal, baik
148 Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi.h 257
149
Ahzami Samiun Jazuli, Hijrah dalam Pandangan al-Quran, terj. Eko Yulianti,
(Jakarta: Gema Insni Press, 2006), h. 261
75
hubungan keluarga, hubungan sosial, hukungan pekerjaan ataupun yang
lainnya. Baik dari segi umur, segi tingkat kehidupan manusia, segi
kesuksesan manusia, ataupun tingkat kedewasaan masyarakat kita dapat
melihatnya dalam kehidupan sehari hari, contoh nya seperti mudik150
Bagi umat Islam, acara tahunan yang dilaksanakan sekitar lebaran ini,
merupakan momentum yang paling tepat untuk membina dan meningkatkan
hubungan silaturahim dengan semua anggota keluarga, di samping melepas
rindu lantaran sudah sekian lama tidak bertemu dengan mereka, hal
semacam ini sebenarnya sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dan
menjadi bukti keimanan seorang muslim. ”Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia menghubungkan Silaturahim,
Tak akan masuk sorga orang yang memutuskan hubungan
Silaturahim”. Dalam Hadits lain Nabi merangsang kita agar senantiasa
melakukan Silaturahim. Dalam konteks ini Nabi Muammad SAW
bersabda: ”Barangsiapa yang ingin dimurahkan Allah rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, hendaklah ia mempererat tali hubungan
Silaturahim”,
Dengan demikian, dalam budaya mudik terkandung semangat
Silaturahim yang tinggi, yang tentunya didasari oleh semangat religiusitas,
bukan untuk meneriakkan kesombongan kepada orang-orang kampung.
Dalam hubungan Silaturahim tersebut terwujud perilaku saling maaf-
maafkan atas segala dosa yang mungkin ada selama ini. Upaya saling maaf
150 Lies Marcoes, Achmad Fawaid, Kembali Ke Jati Diri: Ramadhan dan Tradisi
Pulang Kaampung dalam Masyarakat Muslim Urban, (Jakarta: Mizan, 2013), h. 276
76
memaafkan pada momentum idul fitri merupakan suatu keniscayaan, karena
dengan maaf memaafkan antar sesama manusia, maka segala dosa yang
terkait dengan orang lain dapat terhapus, sehingga seorang muslim yang
telah menjalankan ibadah puasa dan amaliyah Ramadhan lainnya benar-
benar menjadi manusia fitrah, bersih dari segala noda dan dosa, baik dosa
terhadap Allah maupun dosa terhadap manusia.
77
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penulis memaparkan pembahasan mengenai silaturahim, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa silaturahim yang dijelaskan dalam hadis
merupakan hubungan kerabat, berupa hubungan kasih sayang, tolong menolong,
berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan serta menolak keburukan dari
kerabat.
Dalam hadis yang telah penulis paparkan diatas bahwa Nabi saw
menjelaskan beberapa bagian tentang silaturahim, yaitu orang yang senantiasa
menyambung silaturahim akan dipanjangkan umurnya, dampak dari memutuskan
silaturahim sangat besar seperti: tidak akan masuk surga, tidak akan mendapat
rahmat, akan disegerakan hisbanya, ditutupnya pintu langit, dan mendapat azab
dunia dan akhirat.
Pada masa awal penyebaran agama islam, Rasulullah sangat
mengedepankan masalah hubungan persaudaraan. Apabila dikaitkan pada masa
sekarang, hubungan silaturahim yang Rasulullah ajarkan masih sangat relevan
dengan konteks kehidupan sekarang, yaitu dengan adanya penerapan hadis hadis
silaturhim yang menjadi acuan masyarakat untuk berlaku baik.
78
B. SARAN
Pada akhirnya penulis mampu menyelesakan skripsi ini, penulis memiliki
beberapa saran:
1. Penulis menyadari bahwa penulisan dan pembahasan yang dipaparkan
masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis memohon agar
pembahasan di atas tidak menjadi patokan utama para pembaca sebagai
bahan acuan.
2. Pembahasan di atas hanyalah secuil dari luasnya topik bahasan tentang
silaturahim, jadi masih sangat mungkin dikembangkan menjadi lebih baik.
Demikian yang dapat penulis paparkan, baiknya tulisan yang di atas tidak
akan terurai tanpa bantuan dari Allah swt, kurang lebihnya harap maklum.
79
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hanbal. Musnad Imām bin Hanbal. Riyadh: Bait al-Afkār al-
Dauliyah. 1998
Akmalin Noor dan Ahmad Fuad Muklis, Al-Qur ān Tematis Kisah Kisah Al-Qur
ān . Jakarta: Rajawali Pers. 2008 .
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bārī Syarh: ṣaḫiḫ al- Bukhārī Terj. Amiruddin.
Jakarta: Pustaka Azzam. 2011.
Bani, M. Nasarudin. Mukhtashar Shahīh al-Imām al-Bukhāri. Jakarta: Gema
Insani Pers. 2003.
Al-Bassām, Abdullah bin Abdurrahman. Syarh Bulūghul Marām terjemah
Thahirin Suparta, Adi Aldizar. M. Irfan. Jakarta: Pustaka Azzam.
2006.
Al-Bukhāri, Imām al-Hāfiz Abī ‘Abdullah Muhammad bin Ismāīl bin Ibrāhīm bin
al-Mughīrah al-Ju’fa. Sāḫīḫ al-Bukhārī. Riyadh: Maktabah al-Rusy.
2006
-------------------------. Sāḫīḫ al-Adab al-Mufrad. Beirut: Dār al-Kitab al-Ilmiyyah.
1990.
Buthy, Dr. Muhammad Sa’id Ramadhani. Manhaj Robbani. Terj. Salim
Bazemool. Solo: CV. Pustaka Mantiq. 1994
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qurān dan Tafsirnya, Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia. 1990.
................................... Mukhtashar Sahih Muslim. Jakarta: Gema Insani Pers.
2005.
Maghribi, Ali bin Muhammad. Kitab Fadhail A’mal 2 : Kumpulan Hadis Shahih
tentang Ibadah, Waktu dan Tempat yang Utama Jilid II. Jakarta:
Darul Haq. 2007.
Haidar, Ilyas Abu. Etika Islam : Dari Keshalehan Individual Menuju Keshalehan
Sosial. Jakarta: Al Huda. 2003.
Al Hasyimi, Muhammad Ali. Jati diri muslim, Jakarta: ALKautsar. 1999.
Haq, Anwarul. Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia: Cara Praktis Hidup Sehari-
har. Bandung: Marja’, 2004.
80
Ismail , M. Syuhudi, Metode Penelitian Sanad Hadis Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang. 1993.
Jazuli, Ahzami Samiun. Hijrah dalam Pandangan al-Quran, terj. Eko Yulianti.
Jakarta: Gema Insani Press. 2006.
Kaltsum, Lilik Ummi. “Konsep Shilat al-Rahim dalam perspektif Al-Quran (
Kajian Tafsir Tematik). Tesis S2 Program Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2003
Al-Kattanie, Abdul Hayyie. Sunah Rasul Sumber Ilmu Pengetahuan dan
Peradaban. Jakarta: Gema Insani Press, 1999
Kitab 9 Imam. Lidwa Pusaka i-software.
Madjid, Nurcholis. Satu Islam Sebuah Dilema. Bandung: Mizan. 1991
Al-Mubarakfurī, Syaikh ṣafi al-Rahmān. Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1997.
Munawwar, Said Agil Husin, Studi kritis Hadis Nabi Pendekatan Sosio-
Historid-Kontekstual Asbāb al-Wurūd. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al- Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progressif. 1984.Cet.1
Mun’im, KH. Zaini. Mandzumatus Syu’abul Iman. Terj. KH. Syarif Rahmat
RA, SQ, MA. Cetakan ke III. Tangerang Selatan: Sabila Press. 2008.
Al-Mutawaffā, AL-Imām al-Hāfiz Abī al-Ulā Muhammad Abd al-Rahmān bin
Abd al-Rahīm al-Mubarakfurī. Tuhfah al-Ahwazī Syarḫ Jāmi’ al-
Tirmizī. Beirut: Dār al-Fikr. 1995.
Nadā, ‘Abd al-Azīz bin Fatḫ al-Sayyid. Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-
Quran dan Sunnah terjemah Abu Ihsan al-Atsari. Jakarta: Pustaka
Imam As-Syafi’i. 2007.
Al-Naisabūrī, Imām Abi Husain Muslim bin al-Hajāj al-Qusyairī. ṣhahīh Muslim.
Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah. 1991.
Al-Qurṭubī, Syaikh Imām. Tafsir Al-Qurṭubī terjemah Dudi Rosyadi,
Fathurrahman, Facrurazi, Ahmad Khatib. Jakarta: Pustaka Azzam,
2009.
Rachmat Taufiq Hidayat dkk, Almanak Alam Islami : Sebuah Rujukaan Keluarga
Muslim Milenium Baru . Bandung : Pustaka Jaya. 2000.
81
Rahman, M. Fauzi Islamic relationship. Jakarta: Erlangga. 2012.
Al-Samarqandi, Abul Laits. Tanbihul Ghafilin : Peringatan Bagi yang Lupa Vol
1. Alih bahasa oleh H. Salim Bahresiy. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Offset. 1987
ṣan’anī, Al Imām Muhammad bin Ismāīl al-Amīr al-Yamānī. Subūl al-Salām
Syarh Bulūgh al-Marām min jami’ abdillah al-Ahkam. Beirut: Dār al-
Kutub al-Ilmiyyah. 2014.
Shalih, M. Muhammad bin. ” Syarh al Aqidah al Wasithiyah Li Syaikh al Islam
ibni Taimiyah “. Darul Haq. 2012.
Shihab, M. Quraish.“Wawasan Al-Qur ān : Tafsir Maudhu’iy Atas Berbagai
Persoalan Umat”. Bandung: Mizan, 1996.
------------------------------. Tafsir AL-Misbah. Tangerang: Lentera Hati.
2002.cet.IX.
------------------------------. Menabur Pesan IlahiL Al Qur’an dan Dinamika
Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati, 2006. Cet.II
Al-Sijistāni, Abū Dāud Sulaimān bin al-Asy’aŝ. Sunan Abu Daud. Riyadh:
Maktabah al-Ma’arīf li al-Naṣr wa al-Tauzī.Tt
Taufiqullah, Afif Mohammad, Asbabul Wurud Al Hadis Proses Lahirnya Sebuah
Hadis. Bandung : Pustaka Salman ITB. 2000.
Wensinck, A.J. Mu’jam al-Mufahras li-alfāz al-Hadīs. Leiden: E.J. Brill. 1936.
Top Related