Download - Profil penderita hipertensi

Transcript
Page 1: Profil penderita hipertensi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskular setiap tahun menjadi

masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan data Global

Burden of Disease (GBD) tahun 2000 50% dari penyakit kardiovaskular

disebabkan oleh hipertensi (Shapo, 2003). Data dari The National Health and

Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-

2000 insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti

terdapat 58-65 juta penderita hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15

juta dari data NHANES tahun 1988-1991 (Yogiantoro, 2006).

Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus

meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,

aktifitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi atau tekanan darah tinggi

merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Hipertensi sering diberi

gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi.

Hipertensi bisa menyebabkan berbagai komplikasi terhadap beberapa organ lain

seperti menyebabkan timbulnya penyakit jantung, stroke, dan gangguan fungsi

ginjal (Depkes, 2007).

Hampir di setiap negara hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai

penyakit yang paling sering dijumpai. Angka kejadian hipertensi ini terus

meningkat seiring dengan pertambahan usia dan biasanya lebih sering menyerang

usia 65 tahun keatas (Sheldon, 2006). Untuk jenis penyakit yang tidak menular di

Indonesia, stroke dan hipertensi merupakan penyebab kematian terbesar dengan

proporsi masing-masing stroke sebesar 15,4% dan hipertensi 6,8%. Di Aceh,

prevalensi hipertensi tercatat sebesar 12,6% (Riskesdas, 2007). Hasil studi Dinas

Kesehatan Provinsi Aceh menyatakan bahwa hipertensi menempati urutan ke

empat penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat Aceh dengan jumlah kasus

sekitar 3.474 kasus (Dinkes Provinsi Aceh, 2009).

Umumnya perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan

dengan pria. Prevalensi hipertensi di luar Jawa lebih besar dibandingkan di Pulau

Page 2: Profil penderita hipertensi

2

Jawa. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan terutama konsumsi garam yang

umumnya lebih tinggi di luar Pulau Jawa. Suku Batak cenderung terkena

hipertensi karena pola makan sedangkan pada suku Jawa lebih cenderung karena

masalah psikis termasuk tekanan batin atau stres (Martuti, 2009).

Berdasarkan uraian diatas angka kejadian hipertensi di dunia maupun di

Indonesia cukup tinggi. Data yang diambil oleh peneliti dari Dinas Kesehatan

Kota Banda Aceh tahun 2010 menunjukkan angka kejadian hipertensi pada

seluruh puskesmas yang ada di kota Banda Aceh sangat tinggi mencapai 9040

kasus pada tahun 2009. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui tentang profil

hipertensi pada pasien yang datang berobat ke puskesmas di kota Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana profil pasien yang menderita hipertensi di Puskesmas

Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pasien

hipertensi di Puskesmas Kecamatan Kuta Alam.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adanya tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengatahui profil penderita hipertensi yang dinilai berdasarkan umur

b. Mengetahui profil penderita hipertensi yang dinilai berdasarkan jenis

kelamin

c. Mengetahui profil penderita hipertensi yang dinilai berdasarkan riwayat

keluarga

d. Mengetahui profil penderita hipertensi yang dinilai berdasarkan faktor

resiko (status gizi, pola makan, stres, merokok dan aktifitas fisik)

Page 3: Profil penderita hipertensi

3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat praktis untuk pelayanan

Memberi gambaran profil penderita hipertensi yang dapat dipergunakan

sebagai acuan dalam membuat program perencanaan, peningkatan pelayanan dan

perbaikan kinerja dalam penanganan hipertensi

1.4.2 Manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan

Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut yang khusus

meneliti hubungan kausatif dari faktor resiko yang diperoleh dari penelitian ini

terhadap peningkatan insidensi hipertensi khususnya di Aceh

Page 4: Profil penderita hipertensi

4

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial dimana tekanan

sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price dan

Wilson, 2005). Definisi lain menyatakan hipertensi adalah tekanan darah sistolik

lebih atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih atau sama

dengan 90 mmHg atau mengkonsumsi obat antihipertensi atau telah dinyatakan

mengalami tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan setelah melakukan

pemeriksaan minimal sebanyak dua kali (AHA, 2010)

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun keatas yang

tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit

serius dalam jangka waktu tertentu menurut Sevent Report of the Joint National

Committee, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :

Kategori Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi stadium 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 ≥ 100

Dikutip dari: (JNC VII, 2003).

Page 5: Profil penderita hipertensi

5

2.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi

renal (Schrier, 2000).

1. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Hipertensi jenis ini

meliputi sekitar 95% dari total kasus hipertensi yang terjadi di populasi. Banyak

faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem

saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi natrium,

peningkatan natrium dan kalsium intraseluler dan faktor-faktor yang

meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat pada 5% kasus. Penyebab

hipertensi sekunder yang telah diketahui antara lain penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom

cushing, feokromositoma, koarktasio aorta dan hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan (Gray, 2009).

2.4 Patofisiologi Hipertensi

Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh berbagai penyebab yang

berpengaruh dalam sistem kardiovaskular seperti volume plasma, kontraktilitas

jantung, sistem renin angiotensin dan reabsorpsi garam dan air.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi

apabila peningkatan volume plasma yang berkepanjangan sebagai akibat

gangguan metabolisme garam dan air oleh ginjal atau kosumsi garam yang

berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron atau penurunan aliran

darah ke ginjal dapat mengubah pengaturan air dan garam oleh ginjal.

Peningkatan volume plasma juga disebabkan oleh efek pelepasan renin

angiotensin, aldosteron yang menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir

sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan

Page 6: Profil penderita hipertensi

6

Total Peripheral Resistance (TPR) atau peningkat afterload yang berlangsung

lama dapat terjadi akibat peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arterial,

responsitivitas yang berlebihan dari arterial terhadap rangsangan normal. Kedua

hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh (Corwin, 2009).

Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan berbagai macam

mekanisme diantaranya vasokonstriksi pembuluh darah, stimulasi penghasilan

aldosteron dan pelepasannya serta menimbulkan reabsorbsi natrium, stimulasi

haus dan pelepasan antidiuretik hormon angiotensin II juga meningkatkan aliran

sinyal simpatik dari otak. Hal terpenting adalah angiotensin II menimbulkan

hipertrofi serta hiperplasia sel jantung dan pembuluh darah secara langsung

melalui aktifasi reseptor angiotensin II tipe I (AT1), sedangkan secara tidak

langsung dengan stimulasi pelepasan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin.

Aktifasi reseptor AT1 menimbulkan pelepasan tyrosine genase yang

memfosforilasi residu tirosin pada beberapa protein sehingga menimbulkan

vasokontriksi pembuluh darah (McConnaughey et al, 1999; Mulvany, 2002).

Pada peningakatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat yang

menyebabkan peningkatan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah

melintasi pembuluh darah yang menyempit. Apabila peningkatan afterload

berlangsung lama, maka ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi (penambahan

masa otot). Akibat hipertofi tersebut kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin

meningkat sehingga ventrikel harus memompa darah secara lebih keras lagi

memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai

teregang melibihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan

penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Corwin, 2009).

Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan di atas dapat

terjadi akibat peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis atau mungkin

responsivitas berlebihan dari tubuh terhadap rangsangan simpatis normal dapat

menyebabkan hipertensi. Hal ini dapat terjadi pada stres jangka panjang yang

diketahui melibatkan pengaktifan sistem simpatis atau mungkin akibat kelebihan

genetik reseptor norepinefrin di jantung atau otot polos vaskular (Corwin, 2009).

Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah. Melalui sistem

renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis

Page 7: Profil penderita hipertensi

7

natrium. Renin yang di keluarkan oleh jukstaglomerulus ginjal mengubah

angiotensinogen plasma menjadi angiotensin I, kemudian diubah menjadi

angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II

meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer yang

merupakan efek langsung pada sel otot polos vaskular dan volume darah

(stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus

distal) (Kumar dkk, 2007).

2.5 Faktor Resiko Hipertensi

Faktor resiko terjadinya hipertensi terbagi dua yaitu faktor resiko yang

tidak dapat di modifikasi dan faktor resiko yang dapat di modifikasi (Depkes,

2007).

2.5.1 Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi, yaitu:

a Riwayat keluarga penderita hipertensi

Korelasi tekanan darah pada kembar monozigot lebih tinggi dibandingkan

dengan kembar homozygote (underwood). Hipertensi akan cenderung terjadi

apabila dalam keluarga terdapat dua atau lebih yang terdiagnosis hipertensi. Kasus

hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila hipertensi di

temukan pada kedua orang tua maka predisposisi anak menderita hipertensi

esensial akan lebih besar pada anaknya (Moraes dkk, 2000).

b Usia

Prevalensi hipertensi meningkat dari sekitar 7% pada usia antara 18-39

tahun menjadi 67% pada usia 60 tahun keatas (Ostchega et al, 2008).

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang. Arteri yang

tidak lentur dan cenderung kaku berakibat diperlukan tekanan yang lebih tinggi

untuk mengalirkan darah. Setelah umur 45 tahun dinding arteri juga akan

mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan

otot sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi

kaku. Peningkatan usia juga meningkatkan resistensi perifer dan aktivitas simpatik

serta berkurangnya peran baroreseptor dalam pengaturan tekanan darah (Kumar

and Robins, 2007).

Page 8: Profil penderita hipertensi

8

c Jenis kelamin

Prevalensi hipertensi pada wanita lebih besar daripada pria masing-masing

25 persen dan 24 persen (Tesfaye et al. 2007). Wanita yang belum mengalami

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan

kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi

merupakan faktor pelindungan dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.

Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

perempuan pada usia premenopause. Pada pasca menopause perempuan mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan usia perempuan secara

alami yang umumya mulai terjadi pada perempuan usia 45-55 tahun (Kumar and

Robins, 2007).

2.5.2 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, yaitu:

a. Status gizi

Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan gaya hidup pada

usia sekitar 50 tahunan. Kondisi ekonomi yang membaik dan tersedianya berbagai

makanan siap saji yang enak dan kaya energi. Terjadi asupan makanan dan zat-zat

gizi melebihi kebutuhan tubuh. Keadaan kelebihan gizi yang dimulai pada awal

usia 50 tahunan akan membawa lansia pada keadaan obesitas. Kenaikan berat

badan yang berlebih memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.

Penelitian berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang

berlebih memberikan resiko 65-70% untuk terkena hipertensi primer (Guyton dan

Hall, 2007).

Kelebihan berat badan meningkatkan faktor resiko terjadinya hipertensi

karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang

dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti

volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga

memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.

Page 9: Profil penderita hipertensi

9

Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air sehingga

volume darah meningkat (Sheldon, 2005).

Hubungan antara kelebihan berat badan dengan hipertensi dapat dijelaskan

sebagai perubahan fisiologik yaitu resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi

sistem saraf simpatik, aktivasi sistem renin-angiotensin serta perubahan organ

ginjal. Peningkatan asupan energi juga berhubungan dengan peningkatan insulin

plasma yang berperan sebagai faktor natriuretik dan menyebabkan peningkatan

reabsorbsi natrium ginjal sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah

(Krummel, 2004).

b. Pola makan

Salah satu yang paling berpengaruh terhadap timbulnya penyakit adalah

pola makan. Pengaturan pola makan bisa mencegah atau menahan agar sakit tidak

tambah parah. Mengkonsumsi garam berlebihan menyebabkan haus dan

mendorong kita untuk minum. Hal ini meningkatkan volume darah dalam tubuh.

Jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini

berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak garam dan air. Karena

masuknya harus sama dengan pengeluaran dalam sistem pembuluh darah, jantung

harus memompa lebih kuat dengan tekanan lebih tinggi (Soeharto, 2002).

Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara

terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat

mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan

akibat kesamaan dalam gaya hidup. Penelitian juga melaporkan bahwa, sekitar

separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor

pola makan sejak awal masa kanak-kanak (Beevers, 2002).

Natrium Clorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal

dapat membantu tubuh mempertahankan kesimbangan cairan tubuh untuk

mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat

menahan air sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus

bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik (Sustrani,

2004).

Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh juga erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang beresiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak

Page 10: Profil penderita hipertensi

10

jenuh juga meningkatkan resiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan

tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh (terutama lemak dalam makanan

yang bersumber dari hewan) dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh

secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang

bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Beevers, 2002).

c. Stres

Stres merupakan reaksi fisik dan psikis terhadap perubahan-perubahan

yang dialami individu, reaksi fisik antara lain detak jantung cepat, tekanan darah

naik tinggi dan muncul penyakit lain seperti tukak lambung dan migren. Reaksi

psikis dapat berupa sikap penarikan diri dan mekanisme pertahanan ego. Orang

yang mengalami stres mempunyai resiko untuk menderita hipertensi sebesar 2,5

kali dibandingkan dengan orang lain yang tidak stres. Hubungan antara stres

dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi

berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hormon

epinefrin (adrenalin) dan kortisol yang dilepas saat stres akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan

meningkatkan tekanan jantung. Besarnya peningkatan tekanan darah tergantung

pada beratnya stres dan sejauh mana kita dapat mengatasinya. Pengaruh stres yang

akut biasanya hanya sementara namun jika secara teratur menderita stres maka

kenaikan tekanan darah dalam jangka lama akan menyebabkan kerusakan jantung,

arteri, otak, ginjal, dan mata (Sheldon, 2005).

d. Merokok

Merokok akan meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan

darah. Penelitian melaporkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah.

Nikotin akan meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan

dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat

toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah

(sistolik maupun diastolik), peningkatan denyut jantung, peningkatan kontraksi

otot jantung, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada koroner meningkat

dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Gray, et al. 2005). Dalam

Page 11: Profil penderita hipertensi

11

penelitian kohort prospektif terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada

riwayat hipertensi menyimpulkan bahwa kejadian hipertensi terbanyak pada

kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari

(Bowman, 2007).

e. Aktifitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih

tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem

penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar

metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan

tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh

serta mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dari tubuh (Armilawati, 2007).

Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang, memiliki kecenderungan

30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang aktif. Penelitian dari

Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat dapat

mencegah kejadian stroke. Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30-45 menit per

hari sangat penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan pengelolaan

hipertensi. Olahraga atau aktivitas fisik mampu membakar 800-1000 kalori akan

meningkatkan high density lipoprotein (HDL) sebesar 4.4 mmHg (Khomsan,

2004).

Page 12: Profil penderita hipertensi

12

Gambar 2.1 Berbagai faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi

Dikutip dari: (Oparil et.al, 2003).

2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi

mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini

menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang

bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit

kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah

marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur dan mata berkunang-

kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan

kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal.

Namun deteksi dini dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah

morbiditas dan mortalitas (Brunner & Suddarth, 2001).

2.7 Diagnosis

Menurut Jones (2007), seseorang dikatakan hipertensi jika pada dua kali

atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua

atau lebih pengukuran setiap kunjungan, tekanan darah diastolik 90 mmHg atau

lebih, dan atau tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih. Pengukuran tekanan

Page 13: Profil penderita hipertensi

13

darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensimeter yang dipasang atau

dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk, berdiri atau tiduran.

Tekanan darah diukur dalam posisi duduk atau berdiri, penurunan lengan dari

posisi hampir mendatar (setinggi jantung) ke posisi hampir vertikal dapat

menghasilkan kenaikan pembacaan dari kedua tekanan darah sistolik dan

diastolik. Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan

darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat 5 menit. Bila

perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran selang waktu 5 sampai 20 menit pada

sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil. Sebaiknya lebar

manset 2/3 panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/3

lengan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk

mencegah kontak dengan stetoskop. Balon dipompa sampai di atas tekanan

sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut

jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama

(Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar

lagi (Korotkoff V) (Depkes.RI, 2006).

2.8 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi juga dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang sering

ditemukan pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut (Yusuf, 2008).

1. Otak

Komplikasi neurologi dibagi menjadi dua, yaitu retinal dan sistem saraf

pusat. Disfungsi saraf pusat muncul pada pasien hipertensi berupa sakit kepala

oksipital pada pagi hari, pusing, vertigo dan tinnitus yang disebabkan karena

adanya sumbatan pembuluh darah, perdarahan dan ensefalopati. Selain itu

hipertensi merupakan faktor risiko utama gangguan peredaran darah otak (stroke),

terutama perdarahan intraserebral dan infark serebral iskemik. Hubungan antara

frekuensi kejadian stroke dan tekanan darah bersifat berkelanjutan dan sangat erat

(WHO, 2001; Santoso, 2006).

2. Jantung

Page 14: Profil penderita hipertensi

14

Jantung mengalami peningkatan kerja akibat peningkatan tekanan darah

sistemik mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Kemudian katup akan

mengalami kemunduran fungsi, dilatasi kavitas, sehingga gejala dan tanda gagal

jantung akan muncul (Santoso, 2006). Komplikasi jantung merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada hipertensi esensial. Tujuan utama dari terapi

adalah mencegah komplikasi jantung tersebut. Hipertropi ventrikel kiri dapat

menyebabkan atau mempermudah berbagai macam komplikasi jantung akibat

hipertensi, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard

dan meninggal secara mendadak (Massie, 2002).

3. Ginjal

Hipertensi yang lama/berat dapat menyebabkan kerusakan ginjal sehingga

fungsi ginjal menurun. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan darah yang

disaring menjadi berkurang sehingga jumlah urin yang dihasilkan menurun dan

zat-zat yang seharusnya dibuang seperti urea menumpuk dalam darah/plasma

sehingga lama kelamaan dapat meracuni tubuh. Kerusakan ginjal juga

menyebabkan peningkatan albumin dalam urin sehingga dapat menyebabkan

kekurangan albumin (hipoalbuminemia) yang dapat menyebabkan keluarnya

cairan dari pembuluh darah ke jaringan dengan segala manifestasinya seperti

ascites, edema tungkai dan lain-lain. Untuk itu pada pasien hipertensi harus

diperiksa fungsi ginjal (serum kreatinin, creatinin clearence, protein urin) dan

albumin (Yusuf, 2008).

Terjadinya kerusakan dan gagal ginjal secara perlahan sering ditemukan

pada hipertensi menahun khususnya dengan kontrol yang tidak teratur dan lebih

sering pada kulit hitam. Hilangnya kemampuan pemekatan urin akan

menyebabkan terjadi nokturia. Mikroalbuminuria berlanjut dengan proteinuria

yang lebih hebat dan peningkatan kreatinin. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal

tahap akhir dan memerlukan dialisis (Gray dkk, 2005).

4. Pembuluh darah

Page 15: Profil penderita hipertensi

15

Hipertensi menyebabkan pembuluh darah terutama arteri menjadi kaku

dan hipertensinya bertambah parah. Penyebab kerusakan pembuluh darah tersebut

dapat melalui akibat langsung atau tidak langsung dari kenaikan tekanan darah.

Penyebab tersebut diantaranya autoantibodi terhadap reseptor AT-I angiotensin II,

stres oksidatif, diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar

dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah

akibat meningkatnyaa ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). Adanya

kerusakan organ target terutama pada jantung pada pembuluh darah akan

memperburuk prognosis pasien hipertensi (Yogiantoro, 2006).

2.9 Pengobatan Hipertensi

Jika sudah didiagnosa hipertensi maka hal yang biasanya dilakukan adalah

pengobatan. Ada dua pilihan terapi yang bisa dipilih, yakni pengobatan

farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis dilakukan dengan

menggunakan obat-obatan antihipertensi. Pada kasus-kasus ringan dan sedang

salah satu dari jenis obat saja biasanya sudah dapat mengontrol hipertensi

(Indriyani, 2009).

Jenis-jenis obat antihipertensi adalah :

1. Diuretik

Obat golongan ini biasanya merupakan obat yang pertama diberikan untuk

mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air yang

akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga daya pompa jantung

menjadi lebih ringan dan mengurangi tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan

pelebaran pembuluh darah dan menyebabkan hilangnya kalium melalui urine

sehingga kadang-kadang diberikan tambahan kalium atau obat penambah kalium.

Contoh obat diuretik antara lain chlorthalidone, furosemide, hydrochlorothiazide,

metolazone, indapamide, bumetanide, spironolactone, torsemide, dan eplerenone.

2. Penyekat Reseptor Beta

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya

pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui

mengindap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Contoh obat golongan ini

adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada penderita

Page 16: Profil penderita hipertensi

16

diabetes harus hati-hati karena dapat menutupi gejala hipoglikemia terutama

golongan yang non kardio selektif.

3. Penyekat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan zat

Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan darah). Contoh obat

antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril,

Moexipril dan Lisinopril.

4. Penyekat Reseptor Angiotensin

Obat-obat golongan ini melindungi pembuluh darah dari efek

angiotensin II, sebuah hormon yang menyebabkan pembuluh darah menyempit.

Beberapa contoh obat-obatan golongan ini adalah Candesartan, Irbesartan,

Losartan, olmesartan, Telmisartan, dan Valsartan.

5. Penyekat Saluran Kalsium

Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah menghambat influks

kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah,

antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol sedangkan vena kurang

dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan

vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropiridin

(Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia

karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Contoh obat antihipertensi

dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil dan Nifedipine.

6. Penyekat Reseptor Alfa

Obat golongan ini membuat otot-otot polos pembulus darah menjadi

rileks dan membantu pembuluh darah yang kecil tetap terbuka. Contoh obat

antihipertensi dari golongan ini adalah Doxazosin dan Terasozin.

7. Clonidine

Clonidine adalah obat antihipertensi yang bekerja di pusat kontrol sistem

saraf di otak. Clonidine menurunkan tekanan darah dengan memperbesar arteri di

seluruh tubuh.

Page 17: Profil penderita hipertensi

17

8. Direct Vasodilator

Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot

polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin

dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah

pusing dan sakit kepala.

9. Direct Renin Inhibitor

Obat ini bekerja dengan menghambat sistem renin angiotensin

aldosteron pada proses pengaturan tekanan darah. Hasilnya berupa pembuluh

darah mengalami relaksasi (vasodilatasi) sehingga darah lebih mudah mengalir

dan menurunkan tekanan darah. Direct renin inhibitor menurunkan tekanan darah

pada orang hipertensi stadium ringan sampai sedang. Obat ini efektif digunakan

sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat antihipertensi yang lain. Direct

renin inhibitor adalah obat hipertensi terbaru yang di setujui oleh U.S. Food and

Drug Administration (FDA) pada tahun 2007 (McMurray et al, 2008).

Pengobatan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya

hidup. Faktor gaya hidup merupakan salah satu penyebab hipertensi yang bisa

dimodifikasi. Langkah awal yang biasanya dilakukan adalah dengan menurunkan

berat badan penderita hipertensi sampai batas ideal, mengurangi pemakaian garam

(sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya),

mengurangi/tidak minum minuman beralkohol, berhenti merokok, olah raga

aerobik ringan, jalan kaki, berenang dan lain-lain.

Page 18: Profil penderita hipertensi

18

2.10 Kerangka Teori

Hipertensi = peningkatan CJ dan/atau Peningkatan TP

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan

hipertensi

Asupan garam

berlebih

Jumlah nefron

berkurang

Stres Perubahan genetis

Obesitas

Bahan – bahan yang berasal dari

endotel

Retensi natrium

ginjal

Penurunan permukaan

filtrasi

Aktifitas berlebih

saraf simapatis

Renin angiotensin

berlebih

Perubahan membran

sel

Hiper insulinemia

Volume cairan

Konstriksi vena

preload Kontraktilitas Kontriksi fungsional

Hipertrofi struktural

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X TAHANAN PERIFER

Page 19: Profil penderita hipertensi

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif cross-sectional.

Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara subjektif.

3.2 Definisi Oprasional

Hipertensi adalah suatu peningkatan kronis tekanan darah arteri sistolik dan

diastolik yang disebabkan oleh berbagai faktor (faktor resiko). Hipertensi

didefinisikan oleh JNC VII sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari

140/90 mmHg (Price dan Wilson, 2005).

Status gizi adalah keadaan fisiologis yang merupakan keseimbangan antara

kebutuhan dengan penggunaan zat gizi oleh tubuh yang dimanifestasikan

dalam bentuk ukuran tubuh responden. Status gizi ditentukan berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT) (Bustan, 2007).

Merokok adalah kebiasaan seseorang dalam menghisap rokok dengan menilai

dari banyaknya rokok yang dihisap penderita perhari, serta lamanya pasien

merokok (Bustan, 2007).

Pola makan adalah suatu konsumsi makanan baik itu jenis, frekuensi, jumlah

dan mutu makanan yang dikonsumsi (Bustan, 2007).

Aktifitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh seseorang yang

menunjukkan penggunaan energi, yang dapat dibedakan menjadi aktifitas

ringan, sedang dan berat (Armilawati, 2007).

Stres adalah ketegangan emosional seseorang yang didasarkan pada responden

dan situasi lingkungan yang menimbulkan frustasi, ketakutan, permusuhan

dan perasaan tidak pada tempatnya (WHO, 2003).

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Page 20: Profil penderita hipertensi

20

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kuta Alam Banda

Aceh. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan cara acak sederhana dari

11 Puskesmas yang ada di Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan dari bulan

Januari sampai May 2012.

3.4 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang

berobat ke Puskesmas Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh yang memenuhi

kriteria inklusi.

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dinyatakan dari rumus besar sampel untuk

penelitian proporsi tunggal seperti dibawah ini.

Sampel awal:

Keterangan :

n1 = sampel awal

α = batas kemaknaan biasanya dipakai 5%

Zα = untuk α 5%, dari tabel 2 arah didaptkan Zα =1,64

p = proporsi subyek penelitian pada pasien hipertensi adalah

12,6% (Riskesdas 2007).

q = 100% - p

D = kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 10%

Berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel :

n1 = 29,5 (dibulatkan menjadi 30 subjek penelitian).

3.6 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Page 21: Profil penderita hipertensi

21

3.6.1 Kriteria Inklusi

Seluruh pasien penderita hipertensi yang telah di diagnosis oleh dokter

puskesmas

3.6.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang menderita riwayat penyakit diabetes mellitus, penyakit

ginjal, dan kelainan pada korteks adrenal.

3.7 Cara Penelitian

a) Peneliti mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Unsyiah dan

Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh.

b) Peneliti membawa surat izin dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh kepada

kepala Puskesmas Kecamatan Kuta Alam untuk mendapat persetujuan untuk

melakukan penelitian dari pihak Puskesmas.

c) Meminta bantuan dan kerjasama dengan pihak Puskesmas Kecamatan Kuta

Alam untuk membantu menunjukkan pasien yang dapat dijadikan sampel

penelitian.

d) Kemudian peneliti melakukan wawancara terhadap pasien yang menjadi

sampel penelitian.

e) Setelah memeriksa semua sampel, peneliti melakukan pengolahan data untuk

mendapat hasil penelitian.

3.8 Validitas dan Reliabilitas

3.8.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunujukkan tingkat kevalidan dan

kesahihan suatu instrumen. Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan

dengan membandingkan nilai r tabel dan nilai r hitung. Nilai korelasi dari

pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid bila nilai r hasil > r tabel. Dari hasil

pengujian validitas didapatkan nilai r hitung untuk pertanyaan kuesioner adalah >

0,632 (nilai kritis untuk 10 responden) terlihat dari Correction Item Total

Correlation maka pertanyaan kuesioner dinyatakan valid (Notoatmodjo, 2010).

3.8.2 Reliabilitas

Page 22: Profil penderita hipertensi

22

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil

pengumpulan itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap masalah yang sama. Untuk menentukan nilai reliabilitas dilakukan

Cronbach’s Alpha Test yaitu dengan membandingkan r hasil (nilai alpha) dengan

r tabel. Bila nilai r alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel.

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas kuesioner, didapatkan nilai r alpha >

0,632, maka pertanyaan yang diuji dinyatakan reliabel (Notoatmodjo, 2010).

3.9 Alat dan Bahan Penelitian

3.9.1 Lembaran Wawancara

Lembaran wawancara berisikan check list pemeriksaan yang berhubungan

dengan faktor resiko hipertensi yang akan ditanyakan pada pasien.

3.9.2 Timbangan Injak atau Seca

Alat timbangan berat badan dengan menggunakan timbangan injak atau

seca dengan kapasitas 200 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg untuk mendapatkan

data tentang berat badan responden.

3.9.3 Sphygmomanometer

Sphygmomanometer atau tensimeter merupakan alat untuk mengukur

tekanan darah.

3.9.4 Microtoise

Microtoise sebagai pengukur tinggi badan dengan panjang 200 cm untuk

mengukur tinggi badan responden.

3.9.5 Body Mass Indeks (BMI)

Merupakan suatu pengukuran yang membandingkan berat badan dan

tinggi badan yang bertujuan untuk melihat status gizi seseorang dengan

menggunakan rumus seperti dibawah ini

Berat Badan (Kg)BMI =

Page 23: Profil penderita hipertensi

23

Tinggi badan (m2)

3.9.6 Kuesioner Depression Stress Scale 21 (DASS21)

Merupakan suatu kuesioner yang terdiri dari 21 butir ukuran kuantitatif

untuk mengukur kondisi emosional negatif depresi, kecemasan dan stres. Pada

penelitian ini peneliti mengambil kategori stres yang terdiri dari 7 butir

pertanyaan yang mana dari tiap-tiap pertanyaan tersebut memiliki poin jawaban

0,1,2,3 dan jumlah jawaban akan dikali dua, kemudian akan disesuaikan dengan

skala ukur sebagai berikut

Normal : 0-14

Ringan : 15-18

Sedang : 19-25

Berat : 26-33

Sangat Berat : > 37

3.10 Pengolahan Data

3.10.1 Coding

Coding yaitu pemberian kode pada data yang diperoleh untuk

memudahkan pengelolaan data.

3.10.2 Editing

Editing yaitu memeriksa kembali data untuk memeriksa kembali data

untuk menghindari kesalahan data, menjamin data sudah lengkap dan benar.

3.10.3 Tabulating

Tabulating yaitu memasukkan data yang telah diperoleh kedalam tabel.

3.10.4 Cleaning

Cleaning yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari kesalahan

dan pengulangan data.

Page 24: Profil penderita hipertensi

24

3.11 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan

analisis univariat. Analisis univariat adalah adalah analisis yang dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang di persentasikan dalam bentuk

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.