PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1341
FASIES GUNUNGAPI PURBA MANGANTI, KECAMATAN AYAH, KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH
Pendy Dwi Wibowo1*
Astika Aulia Rahmi1
Fadlin2
Siswandi2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi UNSOED, Jl.Mayjen Sungkono km 5 Blater, Kalimanah,
Purbalingga 2Staff dosen Teknik Geologi UNSOED, Jl.Mayjen Sungkono km 5 Blater, Kalimanah, Purbalingga
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Daerah penelitian terletak di sekitar pantai Manganti dengan koordinat 9.140.000 mN – 9.145.000 mN dan
322.000 mE – 327.000 mE, kecamatan Ayah kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi geologi dan persebaran fasies gunungapi purba Manganti, Pemetaan didasarkan
pada pemetaan detail di lapangan dengan menentukan: geomorfologi berupa citra SRTM dan peta
topografi dengan skala 1:25.000, struktur geologi dan vulkanostratigrafi menentukan jenis batuan secara
makroskopis maupun mikroskopis dengan analisis petrografi. Penyebaran produk aktivitas vulkanik
didaerah tersebut kearah barat daya – timur laut, berdasarkan pengukuran kemiringan asli batuan (initial
dip) bahwa fasies central berada sebelah timur laut.Dan pada daerah penelitian menempati fasies central –
proksimal.pada fasies central yaitu terdapat litologi intrusi andesit-basalt, lava andesit-basalt, dan breksi
piroklastik, sedangkan fasies proksimal ditemukan litologi satuan aliran lava Manganti, dan breksi
piroklastik yang terdapat struktur bomb sag sebagai penciri dekat dari pusat erupsi. Selain dari litologi
ditemukan pula struktur normal fault yang diindikasi sebagai struktur vulkanik akibat deflasi dan inflasi
yang merupakan bagian dari struktur radial gunung api yang menempati fasies central-proksimal. Pada
gunung api purba manganti diperkirakan telah mengalami 2 kali fase pembangunan (konstruktif) dan 1
kali fase penghancuran (destruktif). pada fase konstruktif magma mengalami evolusi dengan dibuktikan
adanya struktur xenolith, dan tekstur khusus oscillatory zoning dan sieve texture.
Kata Kunci: gunungapi purba, fasies sentral, fasies proksimal, Manganti.
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara pemilik gunung api terbanyak di dunia. Tatanan tektonik di
wilayah Indonesia berupa pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Hindia-Australia, Eurasia dan
Pasifik, sehingga menyebabkan terbentuknya rangkaian gunungapi.Gunungapi merupakan
tempat keluarnya magma yang berupa batuan pijar dan atau gas ke permukaan bumi melalui
bukaan (kawah), hasil kegiatan berupa bahan padat yang terkumpul di sekitar lubang biasanya
membentuk bukit atau gunung. Dimana aktivitas vulkanik sudah terjadi sejak dulu dengan
ditemukannya banyak batuan gunung api yang tersebar luas baik di daratan maupun di lautan
dengan berbagai tingkatan umur tetapi dengan sumber erupsi tidak diketahui atau dengan kata
lain bentuk gunung apinya telah hilang tererosi.
Daerah penelitian yaitu gunung api purba Manganti terletak di Kecamatan Ayah,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah dengan daerah pemetaan geologi seluas 25 km2
dengan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) 9140000 mN – 9145000 mN / 322000
mE - 327000 mE (Gambar 1), berdasarkan peta geologi Lembar Banyumas 1:100.000
(S.Asikin dkk, 1992) pada Tersier Oligosen-Miosen di daerah penelitian banyak dijumpai
batuan gunungapi yang masuk dalam Formasi Gabon (Tomg) dan dike Andesite (Tma). Batuan
gunung api di daerah penelitian belum diketahui dari mana asal sumber gunung api purbanya
serta tidak diketahui dengan jelas dimana pusat erupsinya baik bekas kawah, dan fasies gunung
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1342
api purbanya. Berdasarkan hal tersebut, untuk memecahkann permasalahannya dilakukan
pemetaan geologi yakni memetakan tatanan geologi pada daerah penelitian yang meliputi
geomorfologi, vulkanostratigrafi, struktur geologi, dan analisis model fasies gunung api.
2. Geologi Regional
Secara regional daerah penyelidikan termasuk kedalam wilayah Zona Pegunungan Selatan
dari fisiografi pulau jawa. Seperti sudah dikenal, van Bemmelen (1949) membagi fisiografi
pulau jawa bagian tengah menjadi 6 zona, masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Endapan Gunung Api Kuarter
2. Endapan Aluvium Jawa Utara
3. Antiklinorium Bogor
4. Pusat Depresi Jawa Tengah
5. Kubah dan Depresi Rangkaian pegunungan Serayu Selatan
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur
Dan untuk stratigrafi regional pada daerah penelitian mencakup tiga formasi yaitu : formasi
gabon (Tomg), formasi kalipucang (Tmk), dan dike andesit (Tma) yang berumur Tersier
Oligosen-Miosen (S.Asikin, 1992) (Gambar 2).
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian geologi permukaan ini diawali dari analisis peta topografi, peta geologi, dan
analisis citra satelit, kemudian dilakukan pemetaan geologi permukaan di lapangan.Selain itu
di lakukan analisis laboratorium berupa analisis petrografi sebanyak 9 sample.
Gunung api dalam perkembanganya mengalami siklus membangun (constructive) dan
merusak (destructive), selain itu juga mengalami proses pelapukan dan erosi. berdasarkan hal
tersebut Hartono (2000) membagi model bentuk tubuh gunung api menjadi tiga yaitu
bentukan gunung api aktif, gunung api erosi tingkat dewasa, dan gunung api tererosi tingkat
lanjut (Gambar 4.18).
Pada daerah penelitian termasuk kedalam gunung api tererosi tingkat lanjut, sehingga
dalam menentukan bentuk gunung api sulit untuk diidentifikasi, karena kenampakan
geomorfologi gunung api purba Manganti sudah tidak tampak lagi. Tetapi masih dapat
diidentifikasi dari berbagai faktor pendukung yang mencirikan adanya sisa tubuh gunung api.
Secara geologis, faktor-faktor pendukung terhadap keberadaan fosil gunung api purba
Manganti yaitu sebagai berikut:
3.1 Bentang Alam
Analisis bentang alam gunung api purba Manganti didasarkan pada pengamatan langsung
di lapangan maupun studi citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mapping) dan peta
topografi skala 1:25.000. berdasarkan analisis tersebut indikasi adanya gunungapi purba pada
daerah penelitian yaitu memperlihatkan relief yang kasar dibandingkan relief pada daerah
disekitarnya karena pada bekas gunungapi tersusun oleh batuan dengan resistensi sangat
beragam selain itu juga terdapat kenampakan bentukan setengah melingkar sebagai penciri
morfologi dari gunung api purba (Gambar`19). Dapat dilihat dari kenampakan SRTM pada
dome Karang bolong bagian selatan pada daerah penelitian memiliki relief yang kasar yaitu
berupa produk gunung api purba, bagian tengah berupa perbukitan kars dan bagian utara
berupa kipas bawah laut. Dan pada SRTM pada bagian timur laut dari daerah penelitian
memperlihatkan kenampakan setengah melingkar yang diperkirakan sebagai fasies central
utamanya.
Selain itu dalam analisis bentang alam penulis membagi morfologi pada daerah penelitian
berdasarkan klasifikasi Bentuk Muka Bumi (BMB) yang diajukan oleh Brahmantyo dan
Bandono (2006) pada daerah penelitian dibagi menjadi 2 bentang alam yaitu bentang alam
pegunungan gunung api yang terdiri dari 3 satuan : (1) satuan dinding kaldera manganti (2)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1343
satuan dataran kaldera manganti (3) satuan kerucut gunung api Manganti. dan bentang alam
karst yang terdiri dari 1 satuan yaitu satuan perbukitan karst Agropeni (Gambar 5)
3.2 Vulkanostratigrafi
Vulkanostratigrafi kawasan manganti umumnya disusun oleh batuan Formasi Gabon,
dike Andesit dan Formasi Kalipucang. Pada daerah penelitian yaitu masuk kedalam khuluk
Manganti, di dalam khuluk tersebut dibagi menjadi 2 gumuk yaitu gumuk manganti terdiri
dari satuan aliran lava Manganti, dan untuk gumuk Gadung terdiri dari satuan piroklastik
Karangduwur, aliran lava Karangduwur, dan intrusi andesit-basalt, dan terdapat satu satuan
batuan karbonat. Sedang penamaanya menggunakan sistem penamaan litostratigrafi tidak
resmi(Gambar 5)
Berdasarkan penyebaran vulkanostratigrafi pada daerah penelitian tersebut memberi
gambaran bahwa daerah penelitian berada pada fasies sentral-proksimal (Gambar 7).
Pada daerah penelitian fasies central yang terdiri dari litologi intrusi andesit-basalt, aliran
lava Gadung, dan breksi piroklastik yang menempati timur laut daerah penelitian, sedangkan
fasies proksimal yang terdiri dari aliran lava Manganti dan breksi piroklastik. Penyebaran
batuan gunung api purba Manganti ini relatif berarah barat daya-timur laut. Untuk penjelasan
masing-masing fasies ditinjau dari vulkanostratigrafi adalah sebagai berikut:
Fasies sentral
Fasies sentral gunung api yaitu merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke
permukaan. Pada fasies ini asosiasi produk batuan gunung apinya yaitu meliputi:
Satuan aliran lava Gadung (Gambar 8) satuan ini memiliki luasan 30 % dari daerah
penelitian, yang berada sepanjang barat laut sampai timur daerah penelitian, yang pada peta
geologi dicirikan dengan warna merah. Satuan ini terdiri dari litologi Basalt-Andesit dengan
karakteristik fisik berwarna abu-abu terang, derajat kristalisasi hipokristalin, granularitas
afanitik-porfiritik, relasi inequigranular, struktur vesikuler,berupa fenokris : plagioklas (35%),
hornblende (15%), kuarsa (2%), opak (5%), masa dasar (43%) : mikrolit berupa plagioklas,
hornblende serta opak.
Intrusi andesit-basalt (Gambar 9) menempati fasies central, satuan ini memiliki
karakteristik fisik berwarna abu-abu, derajat kristalisasi hipokristalin, granularitas porfiritik,
relasi inequigranular, struktur massif, tersusun oleh mineral berupa fenokris: piroksen (15%),
plagioklas (23%), kalsit (7%), glass (2%) dan opak (5%), masa dasar beupa mikrolit (48%)
yang terdiri dari plagioklas, piroken, opak. Satuan intrusi ini bereda menyebar didaerah
penelitian, terdapat 4 intrusi yaitu intrusi G.Beser, G.Gadung, Intrusi Sasak dan Intrusi
Karangtengah.Pada intrusi Karangtengah ditemukan struktur xenolith yaitu fragmen batuan
basalt yang tertanam pada andesit, ini terjadi akibat peleburan yang tidak sempurna dari
batuan samping di dalam magma yang mengintrusi.
Fasies Proksimal
Fasies proksimal merupakan kawasan gunung api yang paling dekat dengan lokasi
sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan produk gunung api pada fasies ini yaitu:
Satuan aliran lava Manganti (Gambar 10) menempati fasies proksimal dan disusun oleh
batuan beku ekstrusi lelehan berupa aliran lava, satuan ini memiliki luasan 5 % berada pada
selatan dari daerah penelitian, yang pada peta geologi dicirikan dengan warna merah muda.
Satuan ini terdiri dari litologi lava basalt dengan struktur columnar joint dan sitting joint dan
permukaan membreksi (autobreccias), dengan karakteristik fisik dengan warna abu-abu gelap,
derajat kristalisasi hipokristalin, granularitas porfiritik, relasi inequigranular, pada sayatan
tipis tersusun oleh mineral piroksen (15%), plagioklas (30%), opak (5%), klorit (5%), serisit
(5%), masa dasar (40%): mikrolit plagioklas. Satuan ini diperkirakan merupakan satuan yang
terbentuk pertama atau fase pertama pembangunan (konstruktif) gunung api.
Satuan Piroklastik Karangduwur
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1344
Satuan piroklastik Gadung (Gambar 11) menempati sebagian fasies proksimal dan
sebagian fasies central memiliki luasan 30 % dari daerah penelitian, berada di selatan dan
utara daerah penelitian, yang pada peta geologi dicirikan dengan warna coklat. Satuan ini
terdiri dari litologi breksi piroklastik satuan ini diendapkan diatas satuan aliran lava Manganti
dan menjemari dengan satuan aliran lava Karangduwur.Pada satuan ini memiliki karakteristik
fisik dengan fragmen andesit-basalt berwarna abu-abu tua sampai abu-abu muda. fragmen
menyudut dengan besar 10 – 70 cm, derajat kristalisasi hipokristalin, granularitas afanitik,
relasi inequigranular, struktur massif, tersusun oleh mineral plagioklas (25%), hornblende
(10%), dan mineral opak (5%) serta tersusun atas mikrolit berupa plagioklas, hornblende dan
gelas (60%), dan dengan matriks berupa piroklastik (tuff, lapilli) dengan komposisi mineral
piroksen (10%), plagioklas (30%), opak (8%), gelas (2%) dengan semen oksida besi (50%),
pada satuan ini banyak ditemukan struktur bomb sag ini menandakan bahwa endapan tersebut
berada didekat dari pusat erupsi.
Dan pada sayatan petrografi di temukan tekstur khusus oscillatory zoning dan sieve
texture (Gambar.12) ini menjelaskan bahwa telah terjadi evolusi magma.
3.3 Struktur Gunung Api Purba Manganti
Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian yaitu berupa normal fault yang
banyak di temukan pada selatan daerah penelitian, struktur ini memperlihatkan kenampakan
triangular facet dan struktur minor (Gambar 13a, 13b)
Struktur-struktur tersebut di perkirakan merupakan struktur radial akibat vulkanik yang
menempati fasies central-proksimal, ini disebabkan karena gerakan magma yang naik
kepermukaan bumi, dan dipandang sebagai gaya berarah vertikal sehingga terjadi inflasi dan
deflasi tubuh gunung api. Sehingga membentuk struktur geologi yang berbeda pada setiap
fasies gunung api. Pada daerah penelitian berdasarkan mekanisme struktur geologi gunung api
(Sutikno Bronto, 2013) (Gambar 14) yaitu meliputi 2 proses a dan b, untuk penjelasanya
yaitu:
Proses a. Mekanisme pembentukan struktur gunung api akibat gerakan magma yang
menyebabkan inflasi dan deflasi.
Proses b. Waktu inflasi, diameter kawah melebar dan membentuk kekar radier. Akibat
perbedaan rapat masa, efek grafitasi, dan alterasi hidrotermal untuk kesetimbangan
sehingga terbentuk sesar normal.
Selain itu pada daerah penelitian juga di lakukan pengukuran kemiringan asli batuan
(initial dip), pada pengukuran ini dapat dijadikan parameter untuk menentukan fasies central
dari gunung api purba, karena pada lereng kerucut gunung api komposit yang semakin terjal
ke arah puncak atau semakin landai ke arah kaki disebabkan oleh proses penumpukan bahan
erupsi gunung api, semakin jauh dari sumber erupsi atau kawah tumpukan bahan erupsi
semakin tipis sehingga membentuk lereng yang semakin landai. Konsekuensinya, bahan
piroklastika yang jatuh bebas akan mengendap mengikuti topografi sebelumnya yang sudah
miring. Sehingga perlapisan endapan jatuhan piroklastika membentuk jurus secara umum
berpola kosentris, sedangkan kemiringannya semakin landai dari fasies proksimal ke arah
fasies distal (gambar 15).
Berdasarkan pengukuran paleoslope (initial dip) tersebut diperkirakan fasies central
utamanya berada pada arah timur laut dari daerah penelitian.
3.4 Sejarah Gunung Api Purba Manganti
Gunung api dalam perkembanganya mengalami siklus membangun (constructive) dan
merusak (destructive), dimana berdasarkan data pada daerah penelitian diinterpretasikan
gunung api purba Manganti pada daerah penelitian telah mengalami 2 fase kontruksi dan 1
kali fase destruksi (Gambar 16). Untuk penjelasan masing-masing fase tersebut yaitu:
Fase Pembangunan (konstruksi) Pertama
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1345
Dalam fase konstruksi atau pembangunan pertama yaitu pada gunung api Manganti
mengalami fase pembangunan dalam fase ini menghasilkan produk gunung api dengan
komposisi basalt ini dibuktikan pada daerah penelitian ditemukan satuan aliran lava manganti
dengan komposisi basalt ini diperkirakan produk gunung api yang terbentuk pertama.
Fase Pembangunan (konstruksi) Kedua
Pada fase konstruksi kedua magma dalam perjalananya mengalami evolusi magma
menjadi andesit-basalt, pada daerah penelitian ditunjukan dengan ditemukanya struktur
xenolith basalt pada batuan andesit-basalt di intrusi Karangtengah, dan terdapat tekstur khusus
oscillatory zoning dan sieve texture pada sayatan petrografi breksi piroklastik. Sehingga pada
fase konstruksi tahap kedua ini menghasilkan produk gunung api dengan komposisi andesit-
basalt, pada daerah penelitian ditemukan litologi berupa breksi Karangduwur, lava
karangduwur dan intrusi. Setelah fase konstrusi kedua ini selanjutnya karena terjadi proses
inflasi dan deflasi terbentuklah struktur akibat vulkanik yaitu berupa normal fault yang
menyebar secara radial pada fasies central sampai proksimal yang terdapat pada daerah
penelitian.
Fase Destruktif
Setelah melalui fase konstruksi, gunung api ini kemudian mengalami fase destruktif atau
perusakan yaitu mengalami erupsi dan membongkar tubuh kerucut gunung api, sehingga
produk gunung api yang berada di dalam tersingkap ke permukaan dan pada daerah penelitian
banyak tersingkap berupa batuan intrusi.
4. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa gunung api purba manganti
pada daerah penelitian menempati fasies central-proksimal. Berdasarkan kenampakan bentang
alam pada SRTM memperlihatkan permukaan relif kasar.Sedangkan data litologi pada fasies
central yaitu terdapat litologi intrusi andesit-basalt, lava andesit-basalt, dan breksi piroklastik,
sedangkan fasies proksimal ditemukan litologi satuan aliran lava Manganti, dan breksi
piroklastik.Sedangkan struktur ditemukan struktur normal fault akibat vulkanik yang menempati
fasies sentral-proksimal.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dewan redaksi yang telah menerima makalah ini
dan mempublikasinya, dan kepada Astika aulia rahmi, bapak Fadlin,S.T., M.Eng., dan bapak
Siswandi, S.T., M.T. yang telah memberi masukan penting terhadap makalah ini.
Daftar Pustaka
Anonym.1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli Geologi Indonesia: 20-22
Anonym. 1998. Standar Nasional Indonesia, Penyusunan Peta Geologi Gunung Api. 13-4728 1998 ICS
07.060.
Asikin, dkk. 1992. Peta Geologi Lembar Banyumas, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Bemmelen, Van R.W. 1949. The Geology of Indonesia.The Hague.Gov. Printing Office, Nederland
Martinus Nidjhoff,.
Brahmantyo, B., & Bandono.(2006), Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk Pemetaan
Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika, 1,
71-78
Bronto, S. 2006. Fasies Gunung Api dan Aplikasinya. Bandung: Pusat Survey Geologi. Jurnal Geologi
Indonesia : vol. 1, no.2.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1346
Bronto, S. 2013. Geologi Gunung Api Purba. Bandung: Badan Geologi.
Hartono, G. 2011. Geologi Gunung Api Purba Gajahmungkur, Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal ilmiah
MTG, vol. 4, No.2
Hartono, Gendoet., Bronto, Sutikno. 2007. Asal-Usul Pembentukan Gunung Batur di daerah Wediombo,
Gunungkidul, Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia, Vol.2 No.3 : 143-158
Pratiwi, Widyaningsih, E. 2011. Geologi dan Studi Fasies Gunung Api Satuan Nglanggran, Daerah
Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Skripsi.Yogyakarta:
Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
Samsudin, S. 2015. Geologi dan Petrologi Batuan GunungApi Daerah Melikan dan Sekitarnya,
Kecamatan Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Skripsi.Yogyakarta: Teknologi
Mineral Institut Sains & Teknologi Akprind.
Syah, K. 2017. Studi Geologi dan Fasies GunungApi di Lereng Timur GunungApi Slamet, Karangreja,
Purbalingga, Jawa tengah.Skripsi. Purwokerto: Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman.
Tjia, H, D.-. Tjatatan Mengenai Stratigrafi Pegunungan Karangbolong, Djawa Tengah. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1347
Gambar 2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Gambar 3 Model Bentuk Tubuh Gunung Api (Hartono, 2000)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1348
Gambar.4 Kenampakan SRTM gunung api purba Manganti
Gambar 5. Peta Geomorfologi
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1349
Gambar 6.Peta Geologi
Gambar 7. Pembagian Fasies Gunung Api, Berdasrkan Komposisi Batuan Penyusunnya (Bogie &
Mackenzie, 1998) (Sutikno, 2006)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1350
Gambar 8. Kenampakan Satuan Aliran Lava Karangduwur
Gambar 9. Kenampakan struktur xenolith pada intrusi Karangtengah
Gambar 10. a.Kenampakan Aliran Lava Manganti dengan struktur kolumnar joint, b.Kenampakan
Aliran Lava Manganti dengan struktur sitting joint, c.Kenampakan breksi autoklastik
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1351
Gambar 11. Kenampakan Satuan Breksi Piroklastik
Gambar 12. Kenampakan tekstur khusus oscillatory zoning dan sieve texture pada breksi piroklastik
Gambar 13 a.Kenampakan triangular facet, b.Kenampakan struktur minor normal fault.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1352
Gambar 14. Mekanisme struktur geologi gunung api (Sutikno Bronto, 2013)
Gambar 15. Kanan- Sketsa jurus dan kemiringan perlapisan batuan gunung api yang berpola kosentris
(Sutikno Bronto, 2013). Kiri- jurus dan kemiringan perlapisan batuan pada daerah penelitian yang di
plot pada peta geologi
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1353
Gambar 16 Model Terbentuknya Gunung Api Purba Manganti
Top Related