Download - PRINT SAUS

Transcript
Page 1: PRINT SAUS

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS

DAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS

PADA PEDAGANG PKL SEKITAR SD KOTAMADYA MALANG

Proposal Tugas Akhir

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Gizi Kesehatan

Oleh :

Kinanthi Dwi Utami

NIM. 0810730044

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2011

Page 2: PRINT SAUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan yang baik

adalah pangan yang bergizi dan juga harus bebas dari bahan-bahan pencemar, baik

cemaran kimia, mikroba, dan cemaran lainnya (Badan POM RI, 2008).

Pada golongan usia sekolah khususnya usia sekolah dasar (SD), sejak bangun tidur

di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari, waktu yang dimiliki anak lebih banyak

dihbiskan di luar rumah baik di sekolah maupun tempat bermain. Hal ini mempengaruhi

kebiasaan waktu makan mereka yaitu pada umumnya ketika lapar anak lebih suka jajan

(Sihadi, 2004).

Jajanan adalah pangan yang beresiko tinggi terhadap kualitas sumber daya manusia

dalam jangka panjang karena selain berhubungan dengan zat gizinya juga rawan terhadap

kontaminasi bibit penyakit, akibat rendahnya kualitas makanan dan tingkat kebersihan

penjamah makanan (Sampurno, 2004)

Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik

(biasanya merah) atau bubur daging, mempunyai aroma dan rasa yang merangsang

(sama dengan tanpa rasa pedas). Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus

mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan

seringkali diberi pengawet. Tidak bisa dipungkiri, saus telah menjadi salah satu

kebutuhan bagi masyarakat modern saat ini baik yang hidup di perkotaan maupun di

pedesaan. Saat ini saus telah digunakan sebagai penyedap beragam makanan atau

masakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Rasa, aroma, tekstur, serta warna saus

yang khas dan menarik menyebabkan masyarakat menjadikannya sebagai bagian dari

menu kesehatan (Arkham, Mubarak, dan Kurniawan, 2010).

Contoh jajanan yang dikonsumsi menggunakan saus adalah cilok. Pedagang cilok

bisa ditemui hampir di setiap sekolah di kota Malang. Sampai sejauh ini masih belum ada

data yang pasti mengenai kualitas saus pada jajanan cilok yang dijual di kota Malang

apabila ditinjau dari segi bakteriologis serta dari kandungan zat kimia berbahaya. Padahal,

Page 3: PRINT SAUS

di beberapa pemberitaan mengenai kasus keracunan anak sekolah dasar, jajanan cilok

diduga sebagai penyebabnya (Jawa Pos, 2008).

Terdapat beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri

patogen. Salah satunya adalah penyakit Staphylococcal gastroenteritis, yaitu radang saluran

pencernaan yang disebabkan mengonsumsi makanan yang mengandung satu atau lebih

enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus (Nugroho, 2004).

Penggunaan bahan pewarna sintetis dimaksudkan untuk memberikan warna yang

mencolok pada makanan supaya menarik tetapi dengan harga yang lebih murah. Rhodamin

B adalah zat warna sintetis yang biasa digunakan untuk pewarnaan kertas, tekstil atau tinta.

Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan serta merupakan

zat yang bersifat karsinogenik. Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan

kerusakan pada hati (Putri, 2009). Namun, walaupun sudah ada peraturan yang melarang

penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan, Rhodamin B masih dapat ditemukan

dalam beberapa produk makanan dan minuman seperti saus, kerupuk, dan es (Dalimunthe,

2010).

Sebagai upaya melindungi konsumen, BPOM menguji makanan jajanan anak di 195

sekolah dasar pada 18 provinsi. Di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar

Lampung, Denpasar, dan Padang. Jumlah makanan 861 contoh. Hasil uji menunjukkan :

39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Es sirup atau buah

(48,19%) dan minuman ringan (62,50%) juga mengandung bahan berbahaya dan tercemar

bakteri pathogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus dan sambal (61,54%)

serta kerupuk (56,25%). Hasil analisis dengan parameter uji cemaran mikroba menunjukkan,

sebagian sampel tercemar mikroba melebihi persyaratan (Depkes, 2005).

Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah seperti keracunan

makanan adalah dengan menegakkannya undang-undang mengenai keamanan pangan.

Menurut UU Pangan No. 7 1996, pangan yang aman adalah pangan yang tidak

mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik (Samiatun,

2008).

Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran kualitas

bakteriologis saus tomat dibandingkan dengan SNI No. 04-7388-2009 dan keamanan saus

dari cemaran kimia Rhodamin B dibandingkan dengan SNI 01-2895-1992 sehingga akan

dapat diketahui apakah saus layak untuk dikonsumsi. Alasan penelitian dilakukan di

sekolah-sekolah antara lain anak sekolah sering mengonsumsi makanan jajanan di sekitar

sekolah serta adanya kejadian food born disease di satu SD di kota Malang.

Page 4: PRINT SAUS

1.2. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: “Apakah saus tomat tercemar secara

bakteriologis dan bahan kimia berbahaya?”

1.3. TUJUAN

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas saus pada jajanan anak SD

ditinjau dari kualitas dan kuantitas bakteriologis serta cemaran bahan kimia

Rhodamin B.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui Angka Lempeng Total saus.

1.3.2.2. Mengetahui APM Koliform saus.

1.3.2.3. Mengetahui jumlah bakteri Staphylococcus aureus dalam saus.

1.3.2.4. Mengetahui adanya bahan kimia Rhodamin B dalam saus.

1.4. MANFAAT

1.4.1. MANFAAT AKADEMIS

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan

penelitian lanjutan yang melibatkan jumlah sampel yang lebih besar dan karakreristik

responden yang beragam.

1.4.2. MANFAAT PRAKTIS

1.4.2.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat, khususnya para orang tua yang memiliki anak setingkat SD,

untuk lebih teliti dan bijak dalam membimbing anaknya dalam memilih

makanan, sehingga resiko keracunan makanan dapat dicegah.

1.4.2.2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat keamanan

saus untuk dikonsumsi dan memotivasi instansi kesehatan untuk

memberikan penyuluhan khususnya tentang keamanan pangan.

Page 5: PRINT SAUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SAUS

Saus adalah produk berbentuk pasta yang dibuat dari bahan baku buah atau sayuran dan

mempunyai aroma serta rasa yang merangsang. Saus yang umum dikonsumsi di Indonesia

adalah saus tomat dan saus cabai, ada pula yang membuat saus papaya, tetapi biasanya

papaya hanya digunakan sebagai bahan campuran. Saus dapat disimpan dalam jangka

waktu cukup lama, hal tersebut disebabkan selain mengandung asam, gula, dan garam pada

saus juga ditambahkan bahan pengawet (Hambali, et al., 2006).

Saus dapat berupa thick sauce atau saus kental dan thin sauce atau saus encer, dengan

dasar utama rasa asam, manis, pedas, asin, dan sebagainya. Ketchup adalah contoh saus

yang kental (Susanto dan Saneto, 1994).

2.1.1. BAHAN DASAR SAUS TOMAT

2.1.1.1. TOMAT

Tomat tergolong sayuran buah yang bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, warna,

tekstur, rasa, maupun kandungan bahan padatnya, semua komponen tersebut

mempengaruhi mutu buah. Umumnya ukuran buah tomat berdiameter 3-10cm,

bentuknya ada yang bulat dan lonjong. Warna kulit buah masak pun beragam

mulai dari merah, merah keunguan, dan kuning (Musaddad dan Hartuti, 2003).

Warna jingga pada buah tomat merupakan kandungan karoten yang berperan

sebagai provitamin A, sedangkan warna merah menunjukkan kandungan likopen

yang juga sangat baik untuk mencegah penyakit kurang vitamin A (xeropthalmia),

sementara rasa asam disebabkan oleh kandungan asam sitrat dapat befungsi

sebagai penggumpal (Rukmana, 1994).

Jenis tomat ada bermacam-macam, tetapi yang terkenal diantaranya adalah sub

spesies tomat apel (Lycopersicum pyriformae) yang bentuk buahnya bulat, kompak

dan sedikit keras. Tomat biasa (Lycopersicum commune) yang bentuk buahnya

pipih, lunak bentuknya tidak teratur dan sedikit beralur-alur di dekat tangkainya.

Tomat kentang (Lycopersicum grandifolium) bentuknya bulat besar, kompak hanya

sedikit lebih kecil daripada tomat apel. Tomat keriting (Lycopersicum validin)

bentuk buahnya agak lonjong, keras, daunnya rimbun berkeriting, dan warna hijau

kelam (Rukmana, 1994).

Page 6: PRINT SAUS

Dari seluruh bagian tanaman tomat, yang terpenting adalah buahnya, buah tomat

yang masih muda yang berwarna hijau muda dapat dimakan, tetapi nilai gizinya

masih sangat rendah. Buah tomat muda kebanyakan dimasukkan ke dalam

golongan sayuran, dan tidak banyak mengandung vitamin dan enzim-enzim yang

penting bagi kesehatan. Sebaliknya buah tomat yang masak mengandung banyak

vitamin, enzim, mineral, dan sejenis antibiotic (zat “tomatin”) (Rismunandar, 2001).

Komposisi tomat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Tomat per 100g

Komponen JumlahKalori (Kal) 20.00Protein (g) 1.00Lemak (g) 0.30Karbohidrat (g) 4.20Kalsium (mg) 5.00Fosfor (mg) 27.00Besi (mg) 0.50Vitamin A (SI) 1500.00Vitamin B1 (mg) 0.06Vitamin C (mg) 40.00Air (mg) 94.00BDD (%) 95.00

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

2.1.1.2. PEPAYA

Pepaya (Carica papaya L) tergolong tanaman herba, batangnya berongga,

bergetah, tidak bekayu dan tidak bercabang. Tinggi tanaman dapat mencapai 10m,

daunnya berwarna hijau tua, tangka daunnya panjang berongga, bunganya

berbentuk terompet berwarna putih kekuningan dan membentuk bunga majemuk

(Rukmana, 1994).

Buah pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh hampir seluruh

penduduk penghuni bumi ini. Daging buahnya lunak dengan warna merah atau

kuning, rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Nilai gizi

buah ini cukup tinggi karena banyak mengandung provitamin A dan vitamin C, juga

mineral kalsium. Selain itu dengan mengonsumsi buah pepaya akan memperlancar

buang air besar ( Kalie, 1996).

Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Daun pepaya yang muda, bunga

dan buah yang masih mentah dapat dipakai sebagai bahan sayuran. Selain itu,

buah pepaya terutama yang masak mengkal, digunakan juga dalam asinan dan

Page 7: PRINT SAUS

rujak. Di samping sebagai buah segar, buah papaya dapat dibuat manisan, buah

dalam sirup, saus, selai dan sebagainya ( Kalie, 1996).

Komposisi pepaya disajikan pada table 2.

Tabel 2. Komposisi Buah Pepaya Masak per 100g

Komponen JumlahKalori (Kal) 46.00Protein (g) 0.50Lemak (g) -Karbohidrat (g) 12.20Kalsium (mg) 23.00Fosfor (mg) 12.00Besi (mg) 1.70Vitamin A (SI) 365.00Vitamin B1 (mg) 0.04Vitamin C (mg) 78.00Air (mg) 86.70BDD (%) 75.00

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)

2.1.2. BAHAN PELENGKAP SAUS

2.1.2.1. GULA

Gula dikonsumsi dalam jumlah besar baik dalam bentuk gula yang biasa

digunakan dalam rumah tangga maupun sebagai makanan seperti biskuit,

kembang gula, coklat, es krim, selai buah, dan minuman ringan (Gaman dan

Sherrington, 1994).

Kelompok gula pada umumnya mempunyai rasa manis, tetapi masing-masing

bahan dalam komposisi gula ini memiliki suatu rasa manis yang khas yang saling

berbeda. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu jenis pemanis, konsentrasi, suhu dan sifat mediumnya. Tujuan penambahan

gula adalah untuk memperbaiki flavor bahan makanan sehingga rasa manis yang

timbul dapat meningkatkan kelezatan (Sudarmadji, et al., 1988).

Penambahan gula dalam produk bukanlah untuk menghasilkan rasa manis saja

meskipun sifat ini penting. Gula juga bersifat menyempurnakan rasa asam dan

citra rasa lainnya dan juga memberikan kekentalan. Gula sering dipakai dalam

pengawetan bahan pangan adalah karena daya larutnya yang tinggi dan

kemampuan mengurangi kelembaban, serta kemampuan mengikat air (Buckle, et

al., 1987).

2.1.2.2. GARAM

Page 8: PRINT SAUS

Garam dapur (NaCl) merupakan racun untuk jasad renik atau mikroba. Jika

dikombinasikan dengan asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih

kuat (Satuhu, 1996). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botulinum

dengan pengecualian pada Streptococcus aureus dapat dihambat dengan

konsentrasi garam 10-12% (Buckle, et al., 1987).

Penambahan garam pada produk tertentu dapat berfungsi untuk meningkatkan cita

rasa dari produk itu sendiri. Kebutuhan garam adalah sebanyak 2-5% dari total

bahan bakunya (Suprapti, 2000).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, sehingga dapat

mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa organism seperti bakteri

halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi

mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh

dan selanjutnya terjadi pembusukan (Buckle, et al., 1987).

2.1.2.3. XANTHAN GUM

Xanthan gum merupakan penstabil yang dipakai dalam es krim, kuah sayur, saus,

pudding, pengisi kue, dan banyak makanan lain. Penstabil ini dapat juga dipakai

untuk partikel tetap tersuspensi, seperti misalnya partikel coklat disuspensi dalam

susu coklat. Banyak dari penstabil ini mengandung pati yang dimodifikasi seperti

gelatin, pektin, gom selulosa, alginate, karagenan, dan berbagai gom lain (De Man,

1997).

Xanthan gum banyak digunakan sebagai pengemulsi, pengental, dan pemantap

sehingga bahan ini sering dipakai sebagai bahan tambahan yang dapat membantu

membentuk atau memantapkan system disperse yang homogen pada makanan

(Winarno, 1990).

Xanthan gum merupakan polisakarida dengan berat molekul yang tinggi.

Polisakarida ini digunakan sebagai rheologi agent (zat pengontrol reologi) pada

sistem yang encer dan sebagai penstabil untuk emulsi dan suspense,. Adapun

fungsi-fungsi utama dari xanthan gum antara lain :

Menstabilkan emulsi

Mempertinggi mouth feel

Memberi kekentalan

Menstabilkan pulp

2.1.2.4. BUMBU-BUMBU

Page 9: PRINT SAUS

Di dalam pembuatan saus ditambahkan beberapa bumbu seperti gula, asam cuka,

garam, pala, merica, cengkeh dan bahan lainnya yang berfungsi memberikan rasa

khas pada saus dan juga akan memberikan warna gelap pada saus dengan

adanya tannin dalam bumbu tersebut (Cruess, 1958).

Bawang putih juga digunakan dalam pengolahan saus. Bawang putih termasuk

tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan.

Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang

membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera sehingga tanpa

kehadirannya masakan akan terasa hambar. Allicin adalah komponen utama yang

berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif yang

bersifat antibakteria (Wibowo, 1995).

Selain bawang putih, bawang merah juga ditambahkan dalam pembuatan saus.

Bawang merah sangat penting sebagai bahan bumbu dapur dan penyedap

masakan sehari-hari. Bawang merah juga bermanfaat alam pengobatan misalnya

sebagai obat masuk angin dan penyembuhan luka atau infeksi (Rukmana, 1994).

Lada putih dapat dimanfaatkan dalam bentuk bumbu dalam berbagai masakan.

Lada memberikan aroma yang sedap dan dapat menambah kelezatan masakan

(Sarpian, 1999). Biji lada sangat digemari sebagai bumbu masakan karena :

Rasanya yang pedas, yang diakibatkan adanya zat piperin, piperanin,chavicin

yang merupakan persenyawaan piperin dengan golongan alkaloid.

Aromanya khas, akibat dari adanya minyak atsiri yang terdiri dari beberapa

jenis minyak terpene (terpentin) (Rismunandar, 2000).

Cengkeh banyak digunakan di bidang industry sebagai bahan pembuat rokok,

sedangkan di bidang farmasi cengkeh berperan dalam pembuatan minyak atsiri.

Sekarang cengkeh mulai dikembangkan sebagai rempah-rempah yang dapat

memberikan aroma dan rasa pada produk tertentu seperti saus (Najiyati dan

Danarti, 1990).

Bumbu lain yang ditambahkan dalam pembuatan saus adalah kayu manis. Kayu

manis sudah lama dimanfaatkan dalam pengolahan makanan dan minuman

sebagai pewangi dan pengikat cita rasa, di antaranya minuman ringan, agar-agar,

kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Risnmunandar dan Paimin, 2001).

Asam terutama asam asetat dan asam laktat dapat berada dalam makanan awet

sebagai akibat dari penambahan asam pada bahan-bahan pangan yang tidak

Page 10: PRINT SAUS

difermentasi atau sebagai hasil fermentasi dari mikroorganisme pada jaringan-

jaringan karbohidrat dan bahan-bahan dasar lainnya (Buckle, et al., 1987).

Pada pembuatan saus, asam asetat ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa

dan sekaligus sebagai pengawet. Untuk pembuatan saus dengan bahan baku 5 kg

dibutuhkan asam asetat 25% sebanyak 8ml (Musaddad dan Hartuti, 2003).

2.1.3. BAHAN PENGAWET

Bahan pengawet adalah suatu zat kimia yang ditambahkan ke dalam bahan pangan

untuk mencegah atau meghambat terjadinya kerusakan bahan pangan. Zat kimia yang

sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam

benzoat atau garamnya, sulfit dan metabisulfit (Buckle, et al., 1987).

Natrium benzoat lebih banyak digunakan daripada asam dan garam lainnya, sebab

natrium benzoat lebih mudah larut dalam sari buah, di samping itu garam ini tidak

bersifat akumulatif dan pada konsentrasi tertentu tidak mempengaruhi rasa dan bau

(Frazier dan Westhoff, 1978).

2.1.4. BAHAN PEWARNA

Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan uncertified color.

Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang diijinkan penggunaannya dalam

makanan (Tabel 1). Uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan

alami (Tabel 2) (Winarno, 2004). Beberapa zat pewarna sintetik yang dilarang

penggunaannya dalam makanan adalah Rhodamin B, Sudan-I, Metanil Yellow, dan

Ponceau 3R (Tabel 3).

Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu untuk

memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menutupi

perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna

selama penyimpanan (BPOM, 2003).

Tabel 1. Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan di Indonesia

PewarnaNomor Indeks

Warna (C.I.No.)

BatasMaksimum

PenggunaanAmaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 SecukupnyaBiru berlian Brilliant blue FCF : CI 42090 SecukupnyaEritrosin Food red 2

Eritrosin : CI45430 Secukupnya

Page 11: PRINT SAUS

Hijau FCF Food red 14 Fastgreen FCF : CI

42053 Secukupnya

Hijau S Food green 3Green S : CI. Food

44090 Secukupnya

Indigotin Green 4Indigotin : CI.Food

73015 Secukupnya

Ponceau 4R Blue IPonceau 4R : CI

16255 Secukupnya

Kuning Food red 7 74005 SecukupnyaKuinelin Quineline yellow

CI. Food yellow 1315980 Secukupnya

Kuning FCF Sunset yellow FCFCI. Food yellow 3

- Secukupnya

Riboflavina Riboflavina 19140 SecukupnyaTartrazine Tartrazine Secukupnya

Sumber: Cahyadi (2008).

Tabel 2. Zat Pewarna Alami bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan di

Indonesia

Warna Nama Nomor Indeks NamaMerah Alkanat 75520Merah Cochineal red ( karmin ) 75470Kuning Annato 75120Kuning Karoten 75130Kuning Kurkumin 75300Kuning Safron 75100Hijau Klorofil 75810Biru Ultramarin 77007Coklat Karamel -Hitam Carbon black 77266Hitam Besi oksida 77499Putih Titanium dioksida 77891

Sumber: Winarno (2004)

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna

(C.I.No.)Citrus red No.2 12156Ponceau 3 R (Red G) 161155Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700Rhodamine B (Food Red No. 5) 45170Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085Magenta (Basic Violet No. 14) 42510Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270Butter Yellow (Solveent yellow No. 2) 11020Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055

Page 12: PRINT SAUS

Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065Auramine (Ext. D & C Yellow No.1) 41000Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140

Sumber: Cahyadi (2008).

2.1.5. PEMBUATAN SAUS

2.1.5.1. Peralatan dalam Proses Pembuatan Saus

Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan saus adalah sebagai berikut :

1. Pisau perajang dan landasan perajang. Alat ini digunakan untuk merajang

buah tomat yang telah dikupas dan dibuang bijinya. Hasl perajangan adalah

burupa potongan-potongan tomat berukuran 2-3 cm (alat perajang mekanis

juga dapat digunakan).

2. Penggiling rajangan tomat. Alat ini digunakan untuk menggiling rajangan

tomat menjadi bubur tomat (dalam jumlah kecil bida menggunakan blender).

3. Wadah pemasak saos. Wadah ini adalah untuk memasak bubur tomat yang

telah diberi bumbu. Wadah ini harus terbuat dari bahan tahan karat, bagian

dalamnya licin dan mudah dibersihkan.

4. Alat pemanas :

Kompor. Kompor bersumbu digunakan untuk memasak saus dalam

jumlah kecil (kompor bertekanan udara digunakan untuk memasak saus

dalam jumlah besar).

Tungku. Tungku hemat energi dapat dijadikan alternatif. Panas tungku

lebih sulit diatur. Keuntungannya adalah hemat dalam pemakaian

bahan bakar kayu sehingga biaya pengoperasiannya lebih murah.

5. Wadah timbang. Digunakan untuk penimbangan sebelum saus dikemas.

6. Timbangan. Timbangan digunakan untuk menakar berat bahan yang

digunakan. Kapasitas timbangan disesuaikan dengan jumlah bahan yang

diolah (BPP Teknologi, 2001).

2.1.5.2. Proses Pembuatan Saus

Proses pembuatan saus dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tomat dicuci. Bagian tangkai tomat yang agak hitam dibuang kemudian

direndam air yang telah diberi kaporit 10ppm sekama 10menit. Setelah itu

tiriskan.

2. Papaya dikupas dan dibersihkan bijinya.

Page 13: PRINT SAUS

3. Tomat dan papaya digiling atau diblender sampai halus sehingga diperoleh

bubur tomat.

4. Bubur tomat dicampur dengan bawang putih, bawang merah, merica, kayu

manis, garam, bahan pewarna, asam sitrat dan asam benzoate. Kemudian

diaduk sampai rata. Setelah itu dimasak dan dibiarkan mendidih selama

20menit dengan api kecil sambil diaduk-aduk.

5. Setelah itu ditambah gula pasir. Pendidihan dilanjutkan sambil diaduk selama

10menit. Kemudian pengadukan dan pemanasan diteruskan dengan api sangat

kecil sekedar mempertahankan bahan tetap panas. Lakukan sampai dirasa

saus telah benar-benar rata dan siap dikemas (Hasbullah, 2001).

2.2. Cemaran Kimia Rhodamin B

2.2.1. Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna

tekstil (Djalil, dkk., 2005). Nama lazim dari rhodamin B adalah tetraethylrhodamine

rhodamine B chloride dengan rumus kimia C28H31N2O3Cl, rumus bangun rhodamin B

(pada Gambar 1).

Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama (kronis)

akan mengakibatkan kanker dan ganggua n fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar

Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut

keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan

mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala

keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda.. Selain

melalui makanan dan minuman, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang

terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata

kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.Jika terpapar pada bibir

dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir

terkelupas (Yulianti, 2007).

Page 14: PRINT SAUS

2.1.4.2. Metode Identifikasi Rhodamin B

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

b. Metode Tetes dengan Test Kit

2.2. Organisme Penyebab Penyakit

2.2.1. Bakteri

2.2.1.1. Koliform

Koliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator

adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,

susu dan produk-produk susu. Adanya bakteri koliform di dalam makanan atau

minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroorganisme yang bersifat

enteropatogenik dan/atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan.

Untuk mengetahui jumlah koliform dalam contoh digunakan metode MPN (Most

Probable Number) dengan medium cair di dalam tabung reaksi. Perhitungan

dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh

mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang

positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas

dalam tabung (Fardiaz, 1989).

2.2.1.2. Staphilococcus aureus

Staphylococcus merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana seperti

udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh

manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di dalam saluran

pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Penyakit muncul

apabila mengonsumsi makanan yang mengandung racun yang dihasilkan

(enterotoksin) bakteri. Racun ini memiliki sifat tahan dalam suhu panas

(thermostabil), meskipun bakterinya telah mati dengan pemanasan namun

enterotoksin yang dihasilkan tidak akan rusak (Stehulak, 1998). Albrecht &

Summer (1995) menambahkan, meskipun dengan pendinginan ataupun

pembekuan, enterotoksin yang dihasilkan masih dapat bertahan.

Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan

bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus

aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-

positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora.

Tabel 4. Keracunan Makanan Karena Bakteri

Page 15: PRINT SAUS

Intoksika Infek1. Intoksikasi stapilokoki

(enterotoksin stapilokoki diproduksi oleh Staphylococcus aureus)

2. Botulism : neurotoksin diproduksi oleh Clostridium botulinum.

1. Salmonellosis : enterotoksin dan sitotoksin dari Salmonella sp.

2. Clostridium perfringens : enterotoksin diproduksi selama sporulasi. C. perfringens tipe A dalam saluran pencernaan.

3. Bacillus cereus : entrotoksin diproduksi selama sel lisis dalam saluran pencernaan.

4. Escherichia coli enteropatogenik.5. Campylobacter jejuni. C. coli.6. Listeria monocytogenes7. Yersiniosis

ShigelosisVibrio parachaemolyticuz

Sumber : Siagian, 2002

Tabel 5. Waktu Inkubasi dan Gejala Penyakit yang Ditimbulkan oleh Bakteri

Patogen

Jenis bakteri dan Penyakit

Waktu inkubasi

Gejala

Clostridium botulinum (Botulism)

12-36 jam, atau lebih lama atau lebih pendek

Gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan muntah. Bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut konstifasi, Double fision, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa membengkak dan tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa menyebar kehati dan saluran pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari.

Intoksikasi staphylococcus aereus

1-7 jam, biasanya 2-4 jam

Pusing, muntah-muntah, kram usus, diare berdarah dan berlendir pada beberapa kasus, sakit kepala, kram otot, berkeringat, menggigil, detak jantung lemah, pembengkakan saluran pernafasan

Salmonella(Salmonellosis)

12-36 jam Pusing, muntah-muntah, sakit perut bagian bawah, diare. Kadang-kadang didahului sakit kepala dan mengggil

Infeksi clostridium perfringes

8-24 jam, rata-rata 12 jam

Sakit perut bagian bawah diare dan gas. Demam dan pusing- pusing jarang terjadi.

campylobacter 2-3 hr tapi bisa 7-10 hr

Sakit perut bagian bawah, kram, diare, sakit kepala, demam, dan kadang-kadang diare berdarah.

Infeksi vibrio para haemolyticus

2-48 jam, biasanya 12 jam

Sakit perut bagian bawah, diare berdarah dan berlendir, pusing, muntah-muntah, demam ringan, menggigil, sakit kepala, recoveri dalam 2-5 hari

Infeksi E. colienteropatogenik

Tipe invasif : 8-24 jam,rata-rata 11

Tipe invasif: Panas dingin, sakit kepala, kram usus, diare berair seperti shigellosis; tipe enterotoksigenik: diare, muntah-

Page 16: PRINT SAUS

jam; tipe enterksigenik : 8-44jam, rata- rata 26 jam

muntah, dehidrasi, shock.

Sumber : Siagian, 2002

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Untuk mendukung pertumbuhannya, bakteri memerlukan faktor-faktor yang kompleks,

antara lain : (Nurwantoro, 1997)

2.2.2.1. Faktor Intrinsik, meliputi:

a. Kandungan Nutrisi

Bakteri membutuhkan nutrisi untuk menunjang kehidupannya. Nutrisi yang

diperlukan bakteri meliputi: air, sumber energy, sumber karbon, sumber

nitrogen, dan sumber mineral.

b. Nilai pH

Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH mendekati netral (pH 6.5-7.5).

namun ada beberapa bakteri yang dapat tumbuh pada pH di bawah 5.0

yaitu bakteri asam asetat. Bakteri Vibrio sp. Dapat tumbuh di pH tinggi.

c. Aktivitas Air

Aktivitas air merupakan parameter yang tepat untuk menggambarkan

aktivitas mikroba pada bahan pangan.

d. Senyawa Antimikroba

Beberapa bahan pangan memiliki zat antimikroba alamiah yang dapat

menghambat pertumbuhan mikroba. Seperti minyak atsiri pada cabai,

laktinin pada susu, dan aldehid siamat pada kayu manis.

e. Struktur Biologi

Struktur biologi seperti lapisan kulit tomat berperan mencegah masuknya

mikroba ke dalam tomat. Sehingga dalam keadaan segar, tomat terbebas

dari cemaran mikroba.

2.2.2.2. Faktor Ekstrinsik, meliputi:

a. Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam pertumbuhan dan aktivitas mikroba.

Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi

thermofil (40-55°C), mesofil (20-30°C), psikhrofil (10-15°C), psikhrotrof (25-

37°C).

b. Kelembaban Udara

Page 17: PRINT SAUS

Kelembaban udara relatif berhubungan dengan Aw. Semakin banyak air

yang terserap akan meningkatkan nilai Aw sehingga pangan tersebut

mudah dirusak oleh bakteri.

c. Atmosfir

Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakeri dibagi mejadi 2 golongan yaitu

bakteri aerob dan anaerob.

2.2.2.3. Faktor Implisit, meliputi:

a. Sinergisme

Kemampuan dua atau lebih mikroorganisme untuk malakukan perubahan,

di mana saling ketergantungan satu sama lain.

b. Antagonism

Terhambatnya pertumbuhan suatu mikroorganisme yang disebabkan oleh

organisme lain yang dominan.

2.2.2.4. Faktor pengolahan

Mikroba spesifik yang terdapat dalam bahan pangan dapat dikurangi jumlahnya

dengan berbagai jenis metode pengolahan atau pengawetan, misalnya

pengasinan (Nurwantoro, 1997).

2.2.3. Uji Mikrobiologi Bakteri

Uji mikrobiologi yang dilakukan terhadap saus tomat didasarkan pada SNI meliputi uji

Angka Lempeng Total (ALT), APM Koliform, bakteri Staphylococcus aureus, serta uji

Rhodamin B.

2.3. Standar Keamanan Pangan

Keamanan pangan saus tomat disajikan dalam suatu standar nasional batas cemaran

mikroba di Indonesia sebagai berikut :

Kategori Pangan Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum

12.6 Saus dan produk sejenisnya

Saus tomat, saus cabe,

dan saus non emulsi

lainnya.

ALT (30°C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g

APM Koliform 100/g

Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g

Kapang 5 x 101 koloni/g

Sumber : SNI 7388:2009

Page 18: PRINT SAUS

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. HIPOTESIS

Saus tomat tercemar secara bakteriologis dan bahan kimia berbahaya Rhodamin B.

Pembuatan Saus Pewarna & Pengawet

Sumber air yang kurang steril

SAUS CILOK

Bahan lain (garam, gula)Tomat & PepayaAir

Hygiene sanitasi penjamah

Rhodamin B

APM Koliform Staphylococcus Angka Lempeng Total (ALT)

Page 19: PRINT SAUS

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. RANCANGAN PENELITIAN

Desain penelitian adalah observasional dengan menggunakan studi cross sectional,

untuk mengetahui adanya kandungan zat pewarna Rhodamin B dan mikroba patogen

koliform dan Staphylococcus aureus pada saus cilok yang didapat dari pedagang kaki lima

di sekitar sekolah SD di kota Malang.

4.2. POPULASI DAN SAMPEL

4.2.1. BATASAN POPULASI

Pedagang PKL jajanan cilok/bakso di sekitar sekolah SD Kotamadya Malang.

4.2.2. KRITERIA

4.2.2.1. Kriteria Inklusi

Saus berwarna merah menarik

Saus tidak pedas

4.2.2.2. Kriteria Eksklusi

Saus tidak berwarna merah (oranye atau kehitaman)

Saus pedas

4.2.3. PROSEDUR DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

4.2.4. BESAR SAMPEL

4.3. VARIABEL PENELITIAN

4.3.1. Variable Terikat

Angka Lempeng Total (ALT).

APM Koliform.

Kuantitas bakteri Staphylococcus aureus.

Kandungan Rhodamin B.

4.3.2. Variabel Bebas

Hygiene & sanitas penjamah.

Kebersihan sumber air.

Page 20: PRINT SAUS

4.3.3. Variabel Pengganggu

Alat pengambilan sampel tidak steril.

Alat uji yang digunakan tidak steril.

4.4. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

4.4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel : Sekitar sekolah SD di kota Malang

Lokasi uji APM Koliform : Laboratorium Mikrobiologi FK-UB

Lokasi uji Staphylococcus aureus : Laboratorium Mikrobiologi FK-UB

Lokasi uji Rodhamin B : Laboratorium

4.4.2. Waktu Penelitian

Februari 2011

4.5. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN

4.5.1. Angka Lempeng Total (ALT)

4.5.2. Uji APM Koliform

Alat dan bahan yang digunakan pada uji APM Koliform adalah sampel, lactose broth,

pipet, tabung Durham, dan table mc Crady.

4.5.3. Staphylococcus aureus

4.5.4. Identifikasi Rhodamin B

Alat dan bahan yang digunakan pada identifikasi Rhodamin B adalah sampel, reagent A,

reagent B, dan botol uji.

4.6. DEFINISI OPERASIONAL

Saus : Saus dalam istilah masak-memasak berarti cairanyang digunakan sewaktu memasak

atau dihidangkan bersama-sama makanan sebagai penyedap.

Cemaran : bahan kimia, fisik, biologik yang keberadaannya dalam pangan melebihi batas

tertentu dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Bakteri : Bakteri adalah makhluk hidup bersel tunggal, yang memiliki dinding sel,

berkembang biak dengan membelah diri dan mempunyai empat bentuk utama yaitu

kokus (bulat), basil (batang), koma dan spiral.

Page 21: PRINT SAUS

Angka Lempeng Total (ALT) : Jumlah total keseluruhan bakteri yang ada pada sampel.

APM Koliform (Angka Paling Mungkin Koliform) : Jumlah perkiraan bakteri yang ada dalam

sampel. Menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, perhitungan dilakukakn

berdasarkan pada jumlah tabung yang positif timbul gas.

Staphylococcus aureus: Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang

menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan

tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter

sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37°C dengan

waktu pembelahan 0,47 jam. Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal

manusia.

Rhodamin B : Rhodamin B merupakan pewarna yang dipakai untuk industri cat, tekstil, dan

kertas. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan

merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Rodamin B merupakan

zat warn a sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan,

dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (berfluorescensi).

4.7. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

4.8. PROSEDUR PENELITIAN

4.8.1. Angka Lempeng Total (ALT)

4.8.2. Analisis APM Koliform.

1. Tambahkan 10 ml sampel pada 5 tabung yang berisi 10 ml medium lactose

broth.

2. Tambahkan 1 ml sampel pada 5 tabung yang berisi 5 ml medium.

3. Tambahkan 0.1 ml sampel pada 5 tabung yang berisi 5 ml medium.

4. Inkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam

5. Pada hari berikutnya mengamati pembentukan gas pada tabung Durham.

Tabung yang positif, yaitu tabung yang ditumbuhi mikroba yang dapat ditandai

dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham.

4.8.3. Analisis kuantitas Staphylococcus aureus dapat dilakukan dengan metode cawan,

metode permukaan yang menggunakan contoh asli atau contoh yang telah

diencerkan sebanyak 0.1ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 37C selama 24-28 jam.

Page 22: PRINT SAUS

4.8.4. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan metode tetes.

1. Siapkan sampel sebanyak 2-3 ml.

2. Tambahkan air sebanyak 10 ml. Lalu campur.

3. Ambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian teteskan reagent A sebanyak 4 tetes.

Kocok dengan keras.

4. Warna merah pada larutan akan menghilang.

5. Tambahkan 4 tetes reagent B, kocok kembali. Warna merah kembali muncul

menandakan terdapat kandungan Rhodamin B pada sampel.

4.8. ANALISA DATA

Hasil pemeriksaan bakteriologis saus tomat akan dibandingkan dengan SNI 7388:2009

mengenai batas cemaran mikroba, sehingga nantinya akan diketahui apakah saus tomat

layak dikonsumsi. Hasil analisa uji Rhodamin B dalam saus tomat, jika positif mengandung

Rhodamin B, maka saus tomat tidak layak konsumsi dan menyalahi

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: PRINT SAUS

Buckle, K.A., R.A.Edwards, G.H.Fleet and M.Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan,

H.PURNOMO dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Cruess, W.V., 1958. Commercial Fruit and Vegetable Product. Mc Graw Hill Book Company Inc,

New York.

De Man, J.M., 1997. Kimia Makanan. Terjemahan K.Padmawinata. ITB-Press, Bandung.

Departemen Kesehatan R.I., 1996. Daftar Komposisi bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara,

Jakarta.

Frazier, W.C., and D.C.Westhoff, 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book Co. Inc, New Delhi.

Hambali, E., A. Suryani dan M. Ihsanur, 2006. Membuat Saus Cabai dan Tomat. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Hasbullah, 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil. Dewan Ilmu Pengetahuan, Sumatera

Barat.

Jawa Pos. 31 Juli 2008. Sekolah & Desa Selamatan, Polisi Kesulitan Lacak Pedagang Cilok,

(Online, http://www.jawapos.co.id/radar).

Musaddad, R dan A. Hartuti, 2003. Aneka Olahan Tomat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Najiyati, S., dan Danarti, 1990. Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Cengkih. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Nurwantoro, Siregar A. Djarijah, 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati. Kanisius. Yogyakarta.

Ray, B. 1996. Fundamental Food Microbiology, CRC Inc., US, p.33-41.

Rismunandar, 2000. Lada, Budidaya dan Tata Niaganya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rismunandar, 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Rismunandar, dan F.B. Paimin, 2001. Kayu Manis, Budidaya dan Pengolahan. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Rukmana, R., 1994. Tomat dan Cherry. Kanisius, Yogyakarta.

Sarpian, T., 1999. Lada, Mempercepat berbuah, Meningkatkan Produksi, Memperpanjang Umur.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1988. Prosedur Analisa Untuk Bahan makanandan

Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Page 24: PRINT SAUS

Suprapti, L., 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus Agrisarana, Jakarta.

Susanto, T dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Winarno, F.G., 1990. Bahan Tambahan Makanan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wibowo, S., 1995. Budidaya bawang. Penebar Swadaya, Surabaya.