Download - Print Anak

Transcript
Page 1: Print Anak

I. ASFIKSIA NEONATORUMBatasan : Kegagalan bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir.

Etiologi Faktor ibu (diabetes mellitus, hipetensi dalam kehamilan, hipertensi kronik, anemia, perdarahan

nate partum, infeksi sistemik, gagal jantung, gagal ginjal, polihidramnion, oligohidramnion ). Faktor persalinan (persalinan dengan tindakan, korioamnionitis, kelainan letak,partus lama,

ketuban pecah dini, inersia uteri, air ketuban bercampur mekoneum, penggunaan anestesi umum, penggunaan narkotik < 4jam sebelum persalinan ).

Faktor janin (prematuritas postmaturitas, malformasi janin, gerakan janin berkurang, bradikardi janin, prolaps tali pusat, trauma lahir dsb)

PatogenesisGangguan pertukaran O2 dan CO2 hipoksia dan hiperkarbia asidosis metabolic, hipoglikemia, syok, ensefalopati hipoksik iskemik, gagal ginjal, gagal jantung dan edema otak defisit neurologik, kemunduran intelektual, kematian.

Bentuk KlinikBerdasarkan derajad : ringan, sedang dan berat.

KomplikasiAsidosis metabolic, hipoglikemia, hipokalsemia, ensefalopati hipoksik iskemik, gagal jantung, gagal ginjal serta defisit neurologik.

PrognosisAsfiksia berat kematian + 20%, yang hidup dengan sequelqe : gangguan intelektual, defisit neurologis dan epileps.

DiagnosisDasar diagnosis :Berdasarkan nilai Apgar 1 menit :

8 – 10 : tidak asfiksia5 – 7 : ringan3 – 4 : sedang0 – 2 : berat

Langkah diagnosis :o Sebelum lahir / ante partum

Keadaan ibu, masa gestasi/perkiraan persalinan, gawat janin perkiraan asfiksia

o Setelah persalinan :Penilaian bersama dengan langkah-langkah resusitasi. Sambil melakukan resusitasi menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10 menit. Setelah selesai resusitasi dipantau fungsi vital (nadi, pernafasan, kesadaran dan pengukuran miksi), mencari komplikasi dan penyakit penyerta (anamnesia kehamilan/persalinan serta pemeriksaaan fisik bayi, glukosa darah, Hb/leuko/ diff, serta pemeriksaan lain atas indikasi : foto thoraks, ECG,USG).

Algoritme Resusitasi : lihat lampiran.Ambil langkah diagnostik dan penatalaksanaan sesuai algoritme resusitasi.

Indikasi Rawat :

1

Page 2: Print Anak

Semua asfiksia berat, asfiksia sedang dengan pernafasan tidak pulih menjadi normal setelah resusitasi awal.

TatalaksanaSebelum melakukan langkah awal resusitasi lakukan penilaian awal :1. Apakah cairan amnion atau kulit bersih mekoneum ?2. Apakah bayi bernapas atau menangis ?3. Apakah warna kulit kemerahan ?4. Apakah tonus otot baik ?5. Apakah bayi cukup bulan ?Bila ada jawaban “ tidak “ dari kelima pertanyaan ini maka langkah awal resusitasi harus dimulai, sedangkan bila semua jawaban “ ya “ maka bayi tersebut hanya dilaku kan perawatan rutin saja (jaga kehangatan, bersihkan jalan napas dan keringkan )

Langkah awal resusitasi Letakkan bayi dimeja resusitasi dengan alat pemancar panas, keringkan, letakkan

pada posisi yang benar, lakukan penghisapan ( bila perlu ), rangsangan taktil dan nilai : pernapasan frekuensi jantung dan warna kulit

Ventilasi tekanan positipVentilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal ( ETT).□ Indikasi : Bila bayi apnu / megap-megap atau bernapas tetapi frekuensi jantung <100 kali permenit atau

atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen arus bebas 100 %. □ Ventilasi

Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali permenit selama 30 detik dengan oksigen 100%, lalu nilai kembali pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit

Frekuensi jantung Tindakan : ■ Di atas 100 ……………… 1. Bila napas spontan, VTP hentikan bertahap, lakukan stimulasi taktil

dan O2 aliran bebas 2. Bila tidak bernapas, atau megap-megap

lanjutkan ventilasi. ■ 60-100 …………………… Lanjutkan ventilasi, periksa kesempurnaan

ventilasi ( gerakan dinding dada?, bunyi napas adekuat ?, oksigen 100 % ? )

■ Di bawah 60……….……... 1. Lanjutkan ventilasi 2. Mulai kompresi dada

□ Evaluasi

Terdapat 3 tanda perbaikan pada bayi yang dilakukan ventilasi, yaitu frekuensi jantung meningkat > 100 kali per menit, perbaikan warna kulit dan bernapas spontan.Bila gagal lanjutkan ventilasi sambil memeriksa apakah letak sungkup sudah benar, posisi kepala baik dan aliran oksigen 100% dan mulailah penekanan dada, bila frekuensi jantung di bawah 60 kali permenit

Kompresi dada □ Indikasi : Frekuensi jatung < 60 kali permenit setelah 30 detik mendapat VTP dengan oksigen 100 %. □ Frekuensi

Sternum ditekan sedalam 1/3 diameter antero posterior rongga dada dengan 3 kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik ( 45 kali kompresi dada dan 15 kali ventilasi selama 30 detik )

□ Evaluasi 2

Page 3: Print Anak

Setelah 30 detik melakukan tindakkan kompresi dada dan ventilasi, periksa frekuensi jantung atau nadi. Bila frekuensi jantung :

■ Kurang dari 60 kali permenit : lanjutkan tindakan kompresi dada dan ventilasi dan pemberian epinefrin.

■ 60 kali permenit atau lebih : hentikan tindakan penekanan dada tetapi lanjutkan ventilasi dengan oksigen 100%.

Intubasi endotrakealVentilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal ( ETT) bila VTP dengan balon dan sungkup kurang efektif

□ Indikasi intubasi endotracheal adalah sebagai berikut :

■ Bila terdapat mekoneum dan bayi mengalami depressi napas, tonus otot atau denyut jantung maka intubasi dilakukan pada kesempatan pertama ( perlu melakukan penghisapan melalui trakhea untuk mengeluarkan mekoneum ), sebelum memulai tindakan resusitasi yang lain. ■ Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif ( tidak mengembangkan dada ) atau membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat sangat sangat rendah ( berat lahir kurang dari 1000 gram ). ■ Bila perlu kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi kompresi dada dan ventilasi dan memaksimalkan efisiensi VTP.

Obat-obatanObat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonatus bila tidak memberikan respon dengan pemberian ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada.

□ Epinefrin ■ Indikasi :

o Frekuensi jantung tetap dibawah 60 kali per menit walaupun telah dilakukan paling sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100 % dan penekanan dada

o Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi , epinefrin harus diberikan segera pada saat yang sama dengan VTP dan penekanan dada dimulai.

■ Pemberian Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg BB epinefrin 1 : 10.000 intra vena atau ETT, dapat diulang setiap 3 - 5 menit bila frekuensi jantung kurang dari 60 kali permenit

□ Natrium bikarbonat■ Indikasi : Setelah 5 menit dilakukan VTP dan kompresi dada serta emberian adrenalin belum ada pernapasan spontan atau apnu lama yang tidak memberikan respon

terhadap terapi lain ■ Pemberian : Dosis 2 mEq/kg BB, intravena, perlahan-lahan ( 1 mEq/kgBB/menit )

■ Tindak lanjut : Frekuensi jantung dibawah 100 kali per menit pertimbangkan pemberian ulang epinefrin dan lanjutkan dengan volum ekspander, ventilasi dan penekanan dada.

Bila bayi tidak memberikan respon terhadap resusitasi dan ada bukti kehilangan darah maka indikasi pemberian cairan penambah volume darah, yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis 10 ml/kgBBBila ibu mendapatmorphin atau petidin dalam waktu 4 jam terakhir dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit normal langsung diberikan Nalokson o,1 mg/kgBB intra vena melalui vena umbilikalis atau pipa endotrakeal Ingatlah, walaupun didapatkan frekuensi jantung nol, penekanan dan ventilasi harus dilanjutkan sampai diambil keputusan medik untuk menghentikan tindakan resusitasiResusitasi dihentikan bila semua langkah dilakukan dengan baik selama 15 menit frequensi jantung tetap nol

3

Page 4: Print Anak

Tindak Lanjut Observasi tanda-tanda vital. Awasi komplikasi : hipoglikemia (jittery, iritabel hipotonia, muntah, cyanosis), asidosis

metabolic (pernafasan cepat dan dalam), hipokalemia(iritabel, kejang,tremor), infeksi, gagal ginjal, edema otak dan SGNN. Bila ditemui tatalaksana sesuai dengan standard profesinya.

Bila mendapat IVFD, pada asfiksia sedang dan berat dilakukan retriksi cairan (3/4 kebutuhan).. Jika dilakukan pernafasan dengan bag selama ½ jam tidak muncul pernafasan spontan, dilakukan pernafasan mekanis. Cari penyakit penyerta/penyebab.

Indikasi Pulang :Tidak sesak, dengan frekuensi nafas 40 – 60 x/menit. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan bisa minum secara adekuat.

II. PENATALAKSANAAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)Perawatan

Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36.5-37 0C Bayi dengan RDS pengobatan lihat bab RDS Tentukan masa gestasi Bayi BB > 1500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda RDS dirawat gabung Bila bayi <1500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM Bayi-bayi KMK(Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 Jam setelah lahlir ). Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemiaKebutuhan Cairan Hari ke 1 : 80 cc/kgbb/24 jam Hari ke 2 : 100 cc/kgbb/24 jam Hari ke 3 : 120 cc/kgbb/24 jam Hari ke 4 : 130 cc/kgbb/24 jam Hari ke 5 : 135 cc/kgbb/24 jam Hari ke 6 : 140 cc/kgbb/24 jam Hari ke 7 : 150 cc/kgbb/24 jam Hari ke 8 : 160 cc/kgbb/24 jam Hari ke 9 : 165 cc/kgbb/24 jam Hari ke 10 : 170 cc/kgbb/24 jam Hari ke 11 : 175 cc/kgbb/24 jam Hari ke 12 : 180 cc/kgbb/24 jam Hari ke 13 : 190 cc/kgbb/24 jam Hari ke 14 : 200 cc/kgbb/24 jam

Jenis Cairan IVFD: BB > 2000 : dekstrose 10% 500 cc dan NaCl 15 % 6 cc BB < 2000 gram : dekstrose 7½% 500 cc dan NaCl 15% 6 cc

Hari ketiga diberi protein 1 gram/kgbb/hari, dinaikkan perlahan-lahan 1½ gram, 2 gram, 2½ gram, 3 gram/kgbb/hariPada bayi tanpa RDS (RR < 60 mnt) dapat langsung diberi minum peroral dengan menghisap sendiri atau dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidakl mentolerir semua kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat ditoleransi lambungnya dan sisanya diberikan sebanyak dengan IVFD.

4

Page 5: Print Anak

Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB<1500 gram secara sonde lambung, kemudian dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1 x/hari dilanjutkan 2-3 x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi dipulangkan.

Bayi dengan masa gestasi < 32 minggu diberikan: Theophilin per oral dosis awal 6 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai masa gestasi 34 minggu Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33-34 minggu bila bayi tersebut apnoe

yang disertai bradikardia da sianosis Bila bayi belum bisa makan peroral dapat juga diberikan aminophylin IV dosis awal 7-8

mg/kgbb dilanjutkan dosis 2 mg/kgbb tiap 8 jam

III. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA NEONATUS

1. Tersangka infeksi Keadaan yang merupakan predisposisi untuk infeksi adalah:

o Suhu ibu > 380Co Lekosit ibu > 25.000/mm3o Air ketuban keruh dan bau busuk o Ketuban pecah >12 jam o Partus kasepo Pada bayi di atas langsung diberikan anatibiotika Ampisilin dan Gentamisin selama3-5 hari. Bila

selama observasi ditemukan tanda infeksi baik klinis dan laboratoris, antibiotika diganti dengan ceftazidime

2. Sepsis Neonatorum Diagnosis secara klinis ditegakkan jika ditemukan gejala sepsis yang terdiri atas:

o Gejala umum : bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai penurunan berat badan, keadaan umun memburuk hilpotermi/hipertermi o Gejala SSP : letargi iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,hipotoni/hipertoni,serangan apnea, gerak bola mata tidak

terkoordinasi.o Gejala pernafasan : dispnu, takipnu,apnu,dan sianosiso Gejala TGI : muntah, diare,meteorismus,hepatomegalio Kelainan kulit : purpura, eritema, pustula,skleremao Kelainan serkulasi : Pucat/sianosis.takikardi/aritmia, hipotensi.edema,dingino Kelainan hematologi : perdarahan, ikterus,purpura

Pemeriksan yang harus dilakukan:Darah : Hb, lekosit,Diff.Count,trombosit,mikro LED, dan kulturLCS : Protein ,sel diff.Count, pengecatan gram dan kultur

Hasil laboratorium yang membantu untuk diagnosis sepsis adalah bila ditemukan lebih dari satu hasil laboratorium di bawah ini:

Lekosit <5000/mm3, atau > 25.000/mm3

I/T ratio 0.2 atau lebih Mikro LED >15 mm/jam CRP (+) > 9 mg/dl

5

Page 6: Print Anak

Pengobatan Antibiotika

Penderita yang mampu langsung diberi Ceftazidime 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis. Yang tidak mampu diberi : Ampisilin 100 mg/kgbb/hari IV dibagi dalam 2 dosis 2 kali pemberian . Gentamisin 21/2 mg/kgbb/kali IM tiap 18 jam pada umur 7 hari dan tiap 12 jam untuk bayi umur > 7 hari. Atau Netilmisin 3mg/kgbb diikuti 2 mg/kgbb tiap 12 jam. Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka diberikan Sefalosporin generasi ke 2, 50 mg/kgbb/hari dalam 2 kali pemberian, bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk. Pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya meropenem 20 mg/kgbb IV, tiap 8 jam atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 7-10 hari. Pemberian Cairan IVFD Dekstrose 71/2% atau 10% 500 cc dalam NaCl 15% 6 cc dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan bayi. Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi . Jika ada asidosis berikan dekstrose dan Bicnat (4 : 1) sampai secara klinis tidak ada tanda asidosis. Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dapat dikoreksi langsung dengan pemberian Bicnat 71/2 % secara perlahan-lahan. Bila belum bisa makan peroral beri larutan asam amino 2-3 g/kgbb/hari. Bila sudah bisa makan peroral beri ASI atau susu formula

Pengobatan suportifOksigen intranasal 1-2 liter/mnt bila sianosisBila ada apnu disertai bradikardi dan sianosis lebih dari 2 episode sehari cari etiologinya, yaitu hipoglikemia, hiponatremi dll. Dapat dipertimbangkan pemberian pernafasan mekanik (lihat bab RDS)

3. Meningitis Neonatal Klinis mirip dengan sepsis, Gejala dini umumnya iritabelPemeriksan cairan serebrospinalis: Tes Pandy : + atau ++ Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam > 100/mm3

: umur 2 s/d 7 hari > 50/ mm3

: umur > 7 hari > 22/ mm3

Diff.Count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun Pengecatan gram dan kulturPemeriksaan lain : darah rutin. urin rutin, kultur darah, kultur urin, dan USG transfontanellaPengobatan : Ceftazidime 100 mg/kgbb/hari dalam 2 kali pemberian. Lama pemberian minimal 14 hari.Pengobatan lain sama dengan dosis sepsis. LP ulang dilakukan pada hari ke tujuh. Bila tidak ada perbaikan klinis dipoertimbangkan untuk pindah antibiotika yang lebih baik antara lain Meropenem 120 mg/kgbb/hari dalam 3 kali pemberian.Pemeriksaan USG transfontanel dilakukan pada kasus 1-3 dengan meningitis, diulangi pada hari ke-14, bila belum ada perbaikan klinis da hasil USG pada hari 14, obat diteruskan sampai 3 minggu, USG ulangi lagi untuk melihat hasil terapi.

4. Gastroenteritis Pemberian cairan:

GEAD ringan-sedang Diberikan oralit diminum atau dengan nasogastrik drip, bila gagal berikan IVFD GEAD berat Dengan asidosis : dekstrose 5-10 % 480 cc +Bicnat 71/2 % 10-20cc

6

Page 7: Print Anak

Tanpa asidosis atau asidosis telah teratasi : dekltrose 5-10 % 500cc + NaCl 15 % 6 cc

Jumlah dan kecepatan pemberian 4 jam pertama 100 cc/kgbb atau 25 tetes/kgbb/mnt (mikrodrip) 20 jam berikutnya 150 cc/kgbb atau 71/2 tetes/kgbb/mnt

Obat-obatan: Antibiotika : Ampisilin 100 mg/kgbb/hari IV dalam 3-4 dosis .Gentamisin 21/2 mg/kgbb/kali IM tiap 12 jam, 18 jam atau 24 jam tergantung umur dan berat badan bayiAnti jamur : Mikostatin bila ada indikasi.Minum Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi mendapat PASI di rumah diberikan susu yang sama dengan pengenceran setengan kemudian penuh.

5. OmpalitisDasar diagnosi : indurasi, eritema sekitar umbilikus bau busuk kadang ada pusTerapi lokal : bersihkan pusat dengan alkohol 70% dan betadine

Terapi sistemik : Ampisilin 100 mg/kgbb/hari 3-4 dosis Gentamisin 21/2 mg/kgbb/kali I M tiap 12,18,24 jam

Lama pemberian 3-5 hari bisa lebih bila ada tanda-tanda sepsis dan dosis obat disesuaikan dengan sepsis

6. Bronkopneumonia Dasar diagnosis : sesak nafas, takipnu, dan biru, retraksi, ekspirasi grunting

Auskultasi : bunyi nafas vesikuler meningkat dapat terdengar ronki basah halus nyaring , segera dilakukan pemeriksaan foto toraks

Penatalaksanaan IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + NaCl 15% 6 cc diberikan ¾ kebutuhan Antibiotika

Ampisilin : 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis Gentamisin : 21/2 mg/kgbb/18 jam bila BB> 2000 gram Gentamisin : 21/2 mg/kgbb/24 jam bila BB < 2000 gram Bila umur > 7 hari berikan tiap 12-18 jamLama pemberian antara 7-10 hariBila tak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti antibiotika dengan Ceftazidime

7. Opthalmia Gonorrhoika Neonatorum Infeksi terjadi melalui kontak jalan lahir atau kontak setelah lahir

Klinis : timbul setelah 2-5 hari Pada mata ditemukan : sekret kuning, edema kelopak mata, palpebra/konjunctiva injection. Biasanya

mengenai satu mataDiagnosis : pengecatan gram dari sekret mata ditemukan kuman gram negatif diplokokus (bentuk biji

kopi )intra dan ekstra selTerapi : Isolasi, diberikan Ampisilin 100 mg/kgbb/hr IV dlm 3 dosis selama 7-10 hari Bila penderita tidak mampu diberikan Penisilin prokain 100.000 IU/kgbb/harii selama 7-10 hari. Dilakukan juga irigasi mata dengan NaCl fisioloogis sesering mungkin, diberikan antibiotika topical (penisilin salap mata) Profilaksis : tetrasiklin salep mata diberikan segera pada semua bayi baru lahir.

7

Page 8: Print Anak

8. MalariaEtiologi : dapat karena semua spesies malaria. Dapat menyebabkan abortus, lahir mati, dan kematian neonatus. Plasenta banyak mengandung parasit malaria selama kehamilan. Adanya kerusakan plasenta dapat menyebabkan malaria kongenital dan jarang terjadi tanpa ada riwayat serangan selama kehamilan.Klinis :

Masa inkubasi pasca natal 8-30 hari tergantung spesies plasmodium dan imunitas. Gejala dapat berupa demam, pucat dan kuning, Gejala saluran cerna, saluran nafas dan SSP

Diagnosis : Ditemukan parasit malaria dalam darah tepi/plasenta.

Terapi :Obat terpilih klorokuin dengan dosis 5 mg/kgbb/hari dalam dekstrose atau NaCl fisiologis, dosis diulang setelah 12-24 jam secara IV atau peroral dengan dosis 10 mg/kgbb/hari dilanjutkan

5 mg/kgbb/hari setelah 6,24, 48 jam. jika resistens dengan kloroquin seperti P.falsifarum diberikan kuinin peroral 20-30 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis selama 7-10 hari atau IV 10 mg/kgbb dilarutkan dalam NaCl 0.9 % diulang setelah 24 jam. Pemberian peroral lebih disukai karena efek toksik obat kurang.

9. Bayi Lahir dari Ibu HepatitisSetelah lahir segera dilakukan imunisasi hepatitis B secara aktif dan pasif. Pasif : pemberian hepatitis immunoglobulin (Hb Ig) 0.5 cc (200 mg) IM sebelum bayi berumur 24

jam Aktif : Vaksin Hepatitis B (Hbs Ag) 0.5 cc (10 Ug), ulang vaksinasi dengan dosis yang sama pada

umur 1 bulan dan 6 bulan

10. Bayi lahir dari Ibu TBC Ibu berobat teratur dan BTA (-)

Dilakukan rawat gabung dan foto toraks serta tes mantoux segera setelah lahir. Diulang setelah umur 6 minggu. Bila hasil negatif dilakukan BCG, bila positif diberikan INH profilaksis 10 mg/kgbb/hari

Ibu tidak berobat/ berobat tidak teratur dan BTA (+)Bayi diisolasi dari ibu dan dilakukan foto toraks dan tes mantoux segera setelah lahir . Diulang setelah 6 bulan, bila hasil ulangan BTA negatif beri BCG, isolasi sampai 6 minggu setelah pengobatan ibu dan hasill BTA negatif. Bila hasil ulangan positif berikan INH 10 mg/kgbb/hari

Ibu dengan TBC Milier1. Anak secara klinis baik :

Isolasi dari ibu Foto toraks dan tes mantoux segera setelah lair Aspirasi cairan lambung, lakukan pengecatan dan lultur INH 10 mg/kgbb/hari selama 3 bulan Ulang foto toraks dan tes mantoux setelah terapi INH. Bila (-) lakukan vaksinasi BCG

2. Anak Secara klinis tampak sakit : Isolasi dari ibu Foto toraks dan tes mantoux segara setelah lahir Aspirasi cairan lambung lakukan pengecatan dan kultur INH 15-20 mg/kgbb/hari selama 1 tahun

8

Page 9: Print Anak

IV. SINDROMA GAWAT NAFAS PADA NEONATUSPengobatan supportif pada SGN pada umumnya sama : Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head box IVFD dektrose 71/2 atau 10 % + NaCl 15 % 6 cc Antibiotika

Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis Gentamisin 21/2 mg/kgbb/18 jam bila BB >2000 gram Gentamisin 21/2 mg/kgbb/24 jam bila BB< 2000 gram

Mencari penyebab SGN dengan melakukan foto toraks cito Pemberian makanan peroral ditunda sampai frekuensi pernafasan <60 x/mnt Terapi khusus diberikan sesuai dengan penyebab SGN

1. Pneumotoraks Klinis : didapatkan tanda-tamnda SGN, bradikardi dengan isi dan teganga kurang, toraks asimetrik Tindakan : Transiluminasi toraks Foto toraks AP/Lateral Jika keadaan kritis diagnosis dan terapi dengan torakosintesis menggunakan wing needle 21 atau

spuit 5 cc serta three way stopcock, dilakukan aspirasi. Kalau terjadi tension peneumotoraks dilakukan pemasangan continuous suction

dengan pemasangan kateter interkostal. Kalau tidak ada tension pneumotoraks diberikan oksigen 100% selama 12 jam. Antibiotika polifragmasi

2. Penyakit Membran Hialin (PMH)Klinis : Terjadi pada bayi 1000-2000 gram atau masa gestasi < 36 minggu, jarang terjadi

pada bayi lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir dan tanda-tanda gawat

janin pada akhir kerhamilam Tanda-tanda gangguan pernafasan ini muncul 6 s/d 8 jam pertama setelah lahir dan

gejala karakteristik mulai tampak pada umur 24-72 jam Dispnu, hiperpnu, sianosis Retraksi suprasternal, interkostal, epigastrium, dan respirasi grunting serta bunyi

nafas melemah. Jika berat dapat terjadi bradikardi ,hipotoni,kardiomegali,hipotermi dan tonus otot

menurun Radiologi

Gambaran klasik terdapat infiltrat retikulogranuler disertai air bronkogramTerapi Memberikan lingkungan yang optimal Oksigen intranasal 1- 2 liter/mnt atau head box dengan konsentrasi oksigen 30-60 % IVFD Dekstrose 71/2 % atau 10% + NaCl 15% 6 cc Antibiotika polifragmasi (Ampisilin dan gentamisin/Netilmisin) Pemberian pernafasan bantu dengan CPAP atau ventilasi mekanik

3. Takipnu Sementara pada Neonatus (TSN)

9

Page 10: Print Anak

Defenisi : adalah kesulitan bernafas yang disebabkan oleh lambatnya reabsorpsi cairan paru fetal bersifat sementara

Diagnosis dibuat dengan menyingkirkan penyebab gangguan nafas lainnyaFaktor resiko : Bayi lair dengan operasi Caesar Bayi dari ibu yang mendapat sedasi berlebihan atau mendapat cairan bebas natrium Bayi laki-laki Polisitemia Makrosomia Persalinan yang lama

Manifestasi klinis : Sianosis, merintih, nafas cuping hidung, retraksi, takipnu, pada bebarapa jam pertama setelah lahir Perbaikan respirasi dan gambaran radiologik lebih dari 12-72 jam dan penyakit sembuh sendiri

dalam 2-3 hariGambaran radiologik : corak perihiler (“sunburst pattern) dengan cairan pada fissure dan penyakit

interlobarisPenatalaksanaan: tidak ada terapi spesifik.

Antibiotika Ampisilin dosis 10 mg/kgbb/hari IV dibagi 2 dosis dan Netilmisin 3 mg/kgbb tiap 12 jam, diberikan selama 3 hari, jika tidak ada infeksi antibiotika distop Pemberian O2 intranasal 1- 2 liter/mnt atau dengan head box dengan konsentrasi oksigen 30-60%

V. KEJANGKejang pada neonatal banyak penyebabnya, antara lain : Kelainan metabolik: hipoglikemi,hipomagnesemi,hiponatremi,defisiensi B6, kern icterus Infeksi : meningitis, sepsis Perdarahan intracranial, anoksia sersebri

Untuk menegakkan diagnosa dilakukan pemeriksaan dekstrostik, elektrolit darah, lumbal punsi,Hb, dan Ht berkala,darah rutin,kultur darah,bliirubin total,EKG, foto tulang kepala dan USG Bila ada hipoglikemia diberi dekstrose yang sebelumnya diperiksa dekstrostik Bila ada hipokalsemi,kalsium glukonas 10% 3 cc/kgbb diberikan secara perlahan-lahan melalui drip

( 10 cc Ca glukonas + 90 cc dekstrose 10 % + NaCl 15% 6 cc Bila ada kejang umum tonik klonik, luminal loading dose 20 mg/kgbb kemudian dilanjutkan dengan

3 mg/kgbb/kali setiap 12 jam per oral, kalau dosis awal kejang belum teratasi bisa diberikan lagi dosis 10 mg/kgbb. Pada bayi tanpa ikterus atau umur > 7 hari dapat diberikan valium dengan dosis awal 0.5 mg/kgbb dan dilanjutkan dengan 0.2 mg/kgbb/kali

Bila hipomagnesemi MgSO4 0.25 cc/kgbb IM Bila dicurigai defisiensi piridoksin diberikan piridoksin 25-50 mg IV (Bila semasa hamil ibu

banyak makan B6)

VI. NEONATAL HIPOGLIKEMIAUntuk menentukan adanya hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dekstrostik Klinis:dapat asimptomatik atau simptomatik berupa apatis,hipotoni muntah,sianosis, apnu,

twitching/kejang, nistagmus dan temperatur tidak stabil Diagnosis : Bayi : BB>2500 gran Umur < 3 hari glukosa darah <30mg%

Umur > 3 hari glukosa darah <40 mg% Bayi : BB< 2500 gram Umur < 3 hari glukoda arah <20 mg% Umur > 3 hari glukosa darah < 30 mg%

10

Page 11: Print Anak

Terapi : Bila asiptomatik pemberian makanan sedini mungkin, bila dua kali pemberian makan dini (interval 2 jam) tidak berhasil berikan IVFD dekstrose 10%Bila hipoglikemi simptomatik dekstrose10% dengan inisial 5 cc/kgbb diboluskan selama 10 menit dilanjutkan IVFD dekstrose 10% (jumlah cairan sesuai umur dan berat badan) monitor kadar gula darah setiap 2 jam dalam 6 jam pertama, selanjutnya setiap 4 jam. Bila 2 kali pemeriksaan kadar gula darah stabil tidak perlu dimonitor lagi. Bila kadar gula darah normal tidak tercapai dalam 4 jam, maka diberi dekstrose 12-15 %. Bila 4 jam belum tercapai kadar gula darah normal, maka ditambahkan hidrokortison 5 mg/kgbb dalam cairan infus setiap 12 jam atau prednison 2 mg/kgbb dibagi 3 dosis . Dalam keadaan lanjut (menjadi progresif) baru dipertimbangkan penyebab yang jarang seperti “inborn error of metabolism”, tumor pankreas, dan lain-lain.

VII. JEJAS AKIBAT PERSALINAN

1. Paralisis Ducchene Erb Kelainan ini terjadi karena trauma jaringan syaraf yang keluar dari segmen vertebrae servilkalis V - VI.

Trauma ini dikarenakan adanya kesukaran pada waktu mengeluarkan bahu pada presentasi verteks.Pemeriksaan fisik :

Lengan adduksi dan endorotasi Ekstensi sendi bahhhu Pronasi sendi bahu Fleksi pergelangan tangan Tidak didapat refleks moro , bisep maupun radius.

Tindakan. Immobilasi selama 2-3 minggu dengan posisi Hura yaitu: Abduksi 900 lengan atas Eksorotasi bahu Fleksi sendi bahu Supinasi penuh lengan bawah Ekstensi pergelangan tangan

Mulai fisioterapi setelah 2 minggu

2. Paralisis Klumke Kelainan ini terjadi karena persalinan sungsang atau presentasi verteks dengan kesukaran pengeluaran bahu/pundak.Gambaran klinis : pergelangan tangan lumpuh, parese otot –oto tangan

Refleks memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik. Tindakan : pergelangaan tangan diletakkan dalam posisi netral, diberi genggaman. Dalam keadaan

ringan dapat sembuh sendiri dalam 3-6 minggu. Bila tidak sembuh perlu pemeriksaan saraf bedah ortopedi

3. Paralisis N. Phrenikus Diagnosis ditegakkan dengan:

Pemeriksaan klinis Pemeriksaan fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan yang tertinggal pada diafragma yang

mengalami paralise Gambaran klinis :

Ditemukan pada bayi dengan trauma pleksus brakialis Jam-jam pertama setelah lahir terjadi kesukaran bernafas Takipnu Kasus yang berat gejala dapat tiba-tiba

11

Page 12: Print Anak

Pernafasan paradokdal atau gerakan see saw Pemeriksaan fisik didapatkan gerakan terhambat pada diagfragama Redup pada perkusi di hemidifragma yang terkena Suara nafas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yan terkena Suara nafas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yang terkena

Foto thoraks: tampak hemidiafragma yang lumpuh elevasi (lebih tinggi)Diagnosis banding : Hernia diafragmatika Eventrasi diafragma kongenital

Penatalaksanaan Tidak ada penatalaksanaan khusus Bayi ditidurkan miring pada posisi yang sakit Diberi oksigen Cairan nutrisi parenteral Rangsangan listrik perkutaneus pada N. Frenikus Antibiotika diberikan bila ada indikasi Tindakan bedah dilakukan bila terdapat gangguan pernafasan yang berat

dan terapi konservatif tidak ada perbaikan selama 3-4 bulan

4 Parese Saraf Fasialis PeriferTrauma lahir N. fasialis perifer terjadi akibat penekanan yang keras pada syaraf tersebut. Penekanan ini dapat terjadi karena jepitan daun cunam sekitar foramen stylomastoideum atau pada waktu serabut saraf melewati ramus mandibula. Dapat juga terjadi penekanan oleh os sacrum pada persalinan yang lama.Gejala klinis Gambaran klinis tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf Dapat terlihat segera setelah lahir , lebih jelas lagi pada hari kedua atau ketiga Bila ringan tampak muka asimetri saat menangis Pada kerusakan yang berat atau komplit , kelopak mata terbuka pada waktu menangis mata akan

terbuka lebih lebar pada sisi yang sakit pada keadaan istirahat dan plika nasolabialis mendatar serta muka tampak asimetris

Diagnosis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan Gejala klinis yang ditemui dan adanya riwayat trauma pada persalinan Pengobatan Tidak ada terapi spesifik Bila paralise komplit pengobatan terutama ditujukan agar kornea mata tidak mengalami kekeringan

dengan memberikan tetes metilselulose 1 % secara berkala setiap 4 jam Fungsi N. Fasialis harus diobservasi ketat, bila tidak ada menunjukkan perbaikan sampai hari ke 7-

10 dilakukan tes elektrodiagnostik untuk melihat Apakah ada syaraf yang mengalami degenerasi atau terputus. Bila ada, maka harus dilakukan bedah syaraf. Pada parese yang ringan biasanya akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

VIII. BAYI KEMBAR Pengelompokan bayi kembar antara lain:

Indentifikasi : kelamin ,berat badan, apakah bayi berasal dari satu/dua telur

12

Page 13: Print Anak

Laboratorium : HB.Ht,dekstrostik Klinis : Apakah ada fetofetal tranfusi.

Donor twin Resipien twin Anemi, takikardi Hipotensi Ht turun, anemi hipokrom mikrositer

Ratikulosit

Phletora Hipotensi dan payah jantung Ht darah vena meningkat

hipoviskositas (Ht > 6%) Polisitemia

Pengobatan Anemia berat tranfusi PRC Anemia ringan beri preparat

besi/sulfas ferosus 3 x 10 mg

Bila HT > 65 % serta terdapat gejaala polisitemia lakukan tranfusi ganti partial dengan plasma

Bila terjadi hiperbulirubinemia pertimbangkan foto terapi atau tranfusi ganti

RUMUS MENGHITUNG JUMLAH DARAH PADA TRANSFUSI TUKAR PARTIAL

IX. IKTERUS

Dasar diagnosis :

terlihat kuning pada sklera dan badan.Tentukan ikterus fisiologis atau patologis dan kadar bilirubin total saat itu. Indikasi foto terapi sesuai dengan kadar bilirubin total, umur dan berat badan (lihat table yang terlampir). Foto terapi dihentikan bila kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separoh dari kadar tranfusi tukar, bila bilirubin < 13-14 mg/dl. Tranfusi tukar dilakukan dengan golongan darah yang sesuai dengan golongan darah ibu dan anak. Jumlah darah diberikan 2 kali volume darah bayi. Sebelum dan sesudah tranfusi tukar lakukan terapi sinar. Cholestiramin diberikan pada semua kasus yang dapat terapi sinar, dosis 240 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosisIndikasi tranfusi tukar Hb tali pusat < 10 gr%, kadar bilirubin tali pusat > 5gr/dl diatas garis grafik. Bilirubin total meningkat > 5 gr/dl. Atau bila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki

melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi) Anemia dengan “ early jaundice “ dengan HB 10-13 gr% dan kecepatan

peningkatan bilirubin 0.5 mg %/jam Atau “mild moderate” anemia dengan bilirubin > umur bayi (jam) setelah umur 24

jam pertama Bilirubin total >25 mg/dl. Anemia progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia

Indikasi tranfusi tukar ulang Bilirubim menilngkat lagi > 1mg%/jam setelah tranfusi tukar Bilirubin meningkat lagi lebih dari 25 mg %

13

X =

Ht sekarang - Ht yang diinginkan Ht sekarang

X BB (Kg) X 85

Page 14: Print Anak

Persisten hemolitik anemia

Inkompatibilitas ABO Diagnosis inkompatibilitas ABO ditegakkan bila terdapat tanda-tanda anemia hemolitiik dan direct comb”s test (+) pada darah tali pusat, gambaran darah tepi menunjukkan retikulositosis, pada blood film ditemukan mikrosferosit. Penanganan ikterus sama dengan penanganan hiperbilirubinemia secara umum. Pada tranfusi tukar darah donor adalah golongan darah yang kompatibel dengan serum ibu dan anak.

Inkompatibilitas RHSecara umum penanganannya sama dengan inkompatibilitas ABO. Foto terapi langsung diberikan

begitu bayi lahir dan darah untuk tranfusi sudah disiapkan sebelum bayi lahir. Donornya rhesus negatif dengan golongan darah yang kompatibel dengan serum ibu dan anak . Sebelum anak lahir biasanya dipilih golongan darah rhesus (-) dengan titer anti A dan B yang rendah

Pakai bilirubin total Faktor risiko : “isoimmnue hemolytic disease”, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, temperatur tidak

stabil, sepsis, asidosis, atau albumin < 3,0 gr/dl Pada bayi yang sehat kehamilan 35-37 6/7 minggu, suatu pilihan untuk intervensi penurunan TSB

untuk bayi antara 35-37 6/7 minggu Suatu pilihan untuk menyediakan fototerapi konvensional di Rumah Sakit/rumah dengan level TSB

2-3 mg/dl (35-50 mmol/L), akan tetapi penggunaaab fototerapi di rumah jangan digunakan pada bayi yang ada factor risikonya

Garis yang terputus-putus pada 24 jam pertama mengindikasikan hubungan yang tiak bermakna antara gejala klinis dan respon terhadap fototerapi

Transfusi tukar direkomendasikan bila bayi menunjukkan ensefalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi) atau bila TSB > 5 mg/dL (85 umol/L) di atas garis

Faktor risiko : “isoimmnue hemolytic disease”, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, temperatur tidak stabil, sepsis, asidosis, atau albumin < 3,0 gr/dl

Periksa kadar albumin dan hitung rasio B/A Pakai bilirubin total Bila bayi sehat dengan umur kehamilan 35-37 6/7 minggu(risiko sedang) dapat dilakukan transfuse

tukar berdasarkan umur kehamilan

X. NEONATAL HEPATITISAdalah keadaan dimana terjadi peningkatan bilirublin terkonjugasi yang bukan disebabkan oleh

adanyan obstruksi billiaris 1. Etiologi a. Infeksi (virus,bakteri,syphilis )

b. Defisiensi alfa 1 antitrypsin c. Galactosemia d. Penyakit hemolitik e. Fibrosis kistik

2. Gejala klinik:a. Ikterus lebih dari 2 minggu (“prolong joundice) b. hepatomegali dan atau splenomegali

3. Pemeriksaan laboratorium a. BIlirubin total, bilirubin terkonjougasi b. Tes fungsi hati

14

Page 15: Print Anak

c. Biopsi d. Tergantung etiologi : serologi TORCH , kultur darah

4. Terapia. tergantung pada etiologinyab. Mengobati infeksi bila oleh karena penyakit infeksic. Luminal : 3-5 mg/kgbb/hari

d. kolestiramin 240 mg/kgbb/hsri

XI. LABIOPALATOSCIZISCacat celah bibir dapat dikoreksi dini (umur 3 bulan) bahkan beberapa center melakukannya sebelum bayi dipulangkan. Selanljutnya dibuat protese oleh bagian gigi. Cacat celah Langit dikoreksi sebelum anak belajar bicara (umur 18 bulan)

XII. MECONEUM PLUG SYNDROMEHal ini disebabkan oleh obstruksi akibat sumbatan mekoneum. Barium in loop menunjukkan : Kolon distal menyempit Gambaran segmen yang ditempati mekoneum Di atasnya gambaran kolon yang membesar dan setelah 24 jam pelebaran kolon

maju ke distalpenatalaksanaan Dengan colok dubur dimana plug bisa dikeluarkan Irigasi dengan H2O2 3 % 10 cc + 10 cc garam fisiologis

XIII. ATRESIA ESOFAGUS + FISTULA ESOFAGUSGejala klinik: Kehamilan /kelahiran sering dijlumpai adanya polihidramnion Hipersalivasi Regurgitasi Pemasangan kateter ke dalam esopagus tidak dapat masuk lebih dari 10 cm Adanya SGN yang hilang sementara pada pengisapan lendir dari faring. dan akan bertambah waktu

dicoba minum per oral.

Radiologis Pada foto lateral dan frontal toraks/ abdomen tampak ujung kateter nasogastrik yang bersifat

radio opaque, melingkar/berhenti pada ujung sumbatan esofaglus dan udara mengisi usus/gaster Jika perlu lakukan pemasukan bahan kontras ke kantong atresia sebanyak 2 ml dengan

bantuan floroskopis untuk menentukan tinggi dan jenis atresia cum fistula tersebut.

PenatalaksanaanPerawatan pre operatif Pasang kateter ke dalam kantong atresia dan lakukan penghisapan lendir Secara berkala setiap ½ - 1 jam , letakkan bayi dalam inkubator dengan posisi kepala lebih tinggi dengan kemiringan 600 atau anak dibaringkan dengan posisi tengkurap untuk mencegah regurgitasi cairan lambung. Pemberian cairan dan kalori secara IVFD, makanan peroral distop dan pemberian antibiotika profilaksis mengobati aspirasi pneumoniLakukan kerja sama dengan bagian bedah untuk tindakan paliatif dan defenitif.

15

Page 16: Print Anak

XIV. PENATALAKSANAAN ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS (EKN) Faktor predisposisi Asfiksia neonatoruom BBL < 1500 gram, premature Renjatan Sindrome kesulitan bernafas Apnu berulang Kehamilan multiple Perdarahan ante partum Kateterisasi pembuluh darah umbilikus Tranfusi tukar Ketuban pecah dini Kelainan jantung bawaan PDA Septikemia Polisitemia

Faktor kecurigaan EKNKlinis 1. tanda sistemik : suhu tidak stabil, apnu, letargi, atau iritabel, bradikardi, dan tanda spsis2. Tanda intestinal : anoreksia , residu lambung meningkat atau warna hijau, muntah, distensi

abdomen, perdarahan tersembunyi pada feses atau perdarahan segar peranumLaboratorium1. Feses : guayak tes (+) atau makroskopis darah segar2. Radiologis: BNO 3 posisi normal atau dilatasi intestinal, ileus ringan

Pengobatan atau tindakan1. Puasa2. IVFD 71/2 % atau D10% 500cc + NaCl 15% 6 cc, jumlah sesuai kebutuhan aminofusin 1-3

gram/kgbb/hari3. Antibiotika Ampisilin 200 mg/kgbb/hari dibagi 3-4 dosis Netromisin 5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis selama 3 hari 4. Dekompresi dengan pemasangan nasogastrik tube dan penghisapan secara berkala 5. BNO diulang 3 posisi telentang sinar vertikal dan telentang atau tidur sisi kiri sinar horizontal

setelah 3 hari atau bila ada perburukan klinis6. Apabila 3 hari tidak ada progresifitas dan pemeriksaan radiologist normal maka peroral/ASI dapat

diberikan

Faktor diagnosis AKN Definitif1. klinis : tanda sistemik : sda + asidosis metabolik ringan tanda intestinal : sda + peristaltik lemah dan negatif, nyeri tekan selulitis, abdominal dan benjolan

pada kwadran kanan atas2. laboratorium : feses : sda darah : trombositopenia ringan (100.000-150.000) radiologis : BNO 3 posisi, dilatasi usus, ileus , pneumotosis intestinalis udara v.porta, ascites

Pengobatan atau tindakan :

16

Page 17: Print Anak

a. Puasa minimal 7 hari b. IVFD 71/2% atau D 10% dan aminofusin pediatrik, jumlah sesuai kebutuhan bila asidosis koreksi

dengan bikarbonat.c. Antibiotika : Ampisilin, netromisin

Metronidazol dosis BB < 2000 gr, 10 mg/kgbb/12 jam BB > 2000 gr , 10 mg/kgbb/8 jamd. Dekompresi dan penghisapan secara berkalae. BNO serial 2 posisi diulang setiap 6-8 jam pada kasus berat dan 12 jam pada kasus ringan/sedang

atau atas indikasif. Konsul ke bagian bedahEKN Lanjut dan Indikasi OperasiKlinis :1. Klinis yang makin memburuk dengan gejala apnu, letargi,hipotermi, oliguri,bradikardi,hipotensi,

dan asidosis menetap2. Rangsangan peritoneum yang menetap3. Edema dan kemerahan kulit abdomen yang terfiksasi khusus sekitar umbilikus punggung dan

genitalia4. Masa infiltrat pada dinding abdomen yang terfiksasi 5. Perdarahan GIT bagian bawah banyak6. Pengobatan medikal gagal (setelah pengobatan 1 hari)

Radiologis:1. Adanya pneumoperitoneum (indikasi mutlak)2. Adanya dilatasi loop usus yang menetap selama >24 jam3. Udara dalam usus dengan tanda-tanda asites4. Adanya tanda peritonitis pada umumnya

Laboratorium1. Trombositopenia berat (100.000/mm3)2. Parasentese rongga peritoneum positif adanya kemungkinan gangrene usus yaitu bila dapat

dikeluarkan cairan rongga peritoneum 0.5 cc atau lebih berwarna coklat dan berisi bakteri pada pemeriksaan apus

XV. SPINA BIFIDAKelaian ini terjadi pada gangguan penutupan dari kanalis spinalis yang menyebabkan gangguan medulla spinalis, meningen atau kedua-duanya.

Pendekatan diagnosis Menentukan jenis spina bifida: Spina bifida non sistika

Sering terjadi di lumbosakral Sering dijumpai kelainan lain di daerah tersebut berupa hemangioma, rambut, lipoma,dimple

atau sinus. Spina bifida sistika

Menentukan jenis : Meningocele: tidak dijumpai defisit neurologi ,transiluminasi(+) Meningomyelocele: ada defisit neurologi, transiluminasi (-)

Menentukan diagnosisBila kiste ditekan ubun-ubun besar menonjol diagnosis pasti dengan eksplorasi bedah

17

Page 18: Print Anak

Pengobatan Konservatif dengan kompres NaCl fisiologis dan antibiotika profilaksis Koreksi bedah

XVI. KELAINAN PADA SENDI DAN EKSTREMITAS1. Kontraktur Sendi

Gambaran klinikTerbatasnya gerakan aktif dan pasif dengan sedikit rasa sakit bila sendi besar digerakkan secara bebas serta gerakan terhenti oleh rintangan yang keras dan tak elastis. Persendian terfiksir dalam posisi fleksi atau ekstensiPenatalaksanaan:Konservatif dengan melakukan manipulasi peregangan atau pemasangan gips secara serial, dilanjutkan dengan pemasangan splin pada malam hari dan untuk berjalan dipakai barace sampai usia 6 tahun. Fisioterapi untuk jangka panjang dengan tujuan untuk mencegah deformitas lanjut.

2. Dislokasi sendi panggul Gambaran klinisDislokasi sendi panggul dapat di tes dengan pemeriksaan Ortolani : bayi dibaringkan telentang dengan tungkai dan lutut 900. Tangan pemeriksa

memegang tungkai bayi dengan jari tangan pada trokanter mayor dan tungkai diangkat untuk mengeluarkan kaput femoris dari posisi dislokasi, Secara bersaama-sama dan perlahan-lahan dilakukan abduksi tungkai. Disebut (+) bila pemeriksaan mendengar dan merasakan adanya gerakan kaput femoris

Barlow : Satu tangan memegang panggul bayi dengan ibu jari pada simpisis pubis sementara jari-jari yang lain pada os koksigeus.Tangan yang lain memegang tungkai bayi dan dilakukan adduksi perlahan-lahan. Dislokasi akan terasa dengan keluarnya kaput femoris dan acetabulum ke arah posterior

Pemeriksaan radiologisTidak rutin dilakukan padabayi baru lahir. Dislokasi akan tampak lebih jelas setelah terjadi osifikasi pada epifise femur yaitu pada usis 3-4 bulanPenatalaksanaan Immobilisasi sendi panggul dalam posisi adduksi selama 2-3 bulan. Secara sederhana dapat digunakan double napkins atau dapat dipasang abductions splint. Pada dislokasi sendi panggul yang kaku yang tidak berhasil dengan terapi konservatif dilakukan terapi operatif

3. Talipes Equino varusGambaran klinisKaki tertekuk ke dalam dengan belakang dalam posisi talipes dan kaki depan dalam posisi equinovarus

Penatalaksanaan Deformitas yang ringan dapat dikoreksi dengan peregangan pasif dan fisioterapi. Pada deformitas yang lebih berat dilakukan pemasangan gips secara serial, dilanjutkan dengan fisioterapi. Kelainan yang tidak dapat dikoreksi secara konservatif dilakukan terapi operatif. Operasi sebaliknya dilakukan sebelum anak berjalan atau sebelum usia 2 tahun.

18

Page 19: Print Anak

XVII. HIDROP FETALISGejala klinis: Anemia, pucat Tanda dekompensasi kordis (hepatosplenomegali, kesulitan bernafas) Edema anasarka, kolaps sirkulasiBiasanya meningggal dalam kandungan atau beberapa saat setelah lahirEtiologi : Hematologik : Rh Inkompatibility, alfa thalasemia, feto-fetal tranfusi Infeksi : Lues, toxoplasmosis, leptospirosis Kardiovascular : CHF, a-v malformasi, trombosis vena umbilikalis Tumor : Neurobalstoma congenital, chorioangioma Pulmoner : Hipoplasia, limfangiectasis pulmoner Hepatorenal : hepatitis,nefrosis, trombosis vena renalis, atresia uretra Metabolik : Maternal DM, gaucer disease IdiopatikPenatalaksanaan : Konseling genetik dan diagnosis prenatal diterangkan kepada keluarga untuk menghindari terjadinya hidrop fetalis.

XVIII. FETUS HARLEQUINEtiologi :Penyebab pasti belum diketahui, bersifat herediter

Manifestasi klinik:Kulit bayi keras seperti pohon atau mirip kulit buaya, kakunya kulit tampak terutama di sekitar mata, telinga kecil atau tidak terbentuk, demikian juga kuku tidak terbentuk, Biasanya timbul sejak lahir dan hampir selalu mengenai seluruh permukaan tubuh. Tampak pembentukan skuama yang tebal dan pecah-pecah pada seluruh tubuh.Diagnosis:Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan histopatologi

PenatalaksanaanPenatalaksanaan sangat sulit dan sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif.Prinsip pengobatan:Mencegah seringnya infeksi pada kulit dan paru Pengobatan topikal dengan lanolin Pengobatan sistemik dengan menggunakan etinoid sisntetik, etertinat dan acitretin Pengobatan suportif : pemberian nutrisi adekuat, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,

pemberian oksigen dan inkubator.

XIX. LUKA BAKARDiagnosis:Luas luka bakar adalah prosentase dari luas permukaan tubuh Menurut rule of nine’s

Perineum : 1 % Kepala,muka, leher 2x 45 % : 9% Ekstremitas superior 2 x 9 % : 18 % Dada,perut depan/belakang 2 x 18 % : 36 % Ekstremitas inferior 2 x 18 % : 36 %

19

Page 20: Print Anak

Kedalaman luka bakar : Derajat Satu : hanya epidermis Derajat dua : sampai koreum Derajat tiga : keseluruhan ketebalan kulit mengalami kerusakan

Pengobatan 1. Resusitasi elektrolit

Formula Evans, 1 ml whole blood/kgbb dikalikan luas luka bakar dan 1 ml saline/kgbb dikalikan luas luka bakar dan ditambah glukosa 5 %

Formula Brooke : jumlah cairan yang diperlukan Elektrolit : 1.5 ml/kgbb dikalikan luas luka baker

Koloid : 0.5 ml/kgbb dikalikan luas luka bakerPemberian elektrolit dan koloid diberikan dalam 24 jam pertama, 8 jam pertama separo kebutuhan dan 16 jam kemudian sisanya

2. Pengobatan lokal: perawatan tertutup perawatan terbuka gabungan keduanyaa

Syarat-syarat obat topikal tidak toksis mempunyai efek antibakteri cukup kuat dan luas dapat melunakkkan dan menembus scar

Obat yang sering dipakai: Silver sulvadiazine (silvadine) Silver nitrat 0.5 ml/kgbb dalam bentuk kompres mefenide asetat (sulfamylon)

Bulla yang besar tidak booleh dipecahkan, cukup diaspirasi dengan jarum steril. Pada jaringan yang nekrotik dilakukan debridement

XX. ANOMALI ANOREKTALInsidens : 1 ; 3000 kelairan Harus dicari kelainan lain dari vertebra, anal, cor, trakea,esophagus, ren, linfe. Klasifikasi :

Anomali anorektal letak rendah : apabila ujung rektum terletak di bawah muskulus levaor ani.

Anomali anorektal letak tinggi : apabila ujung rektum terletak di atas muskulus levaor ani. Diagnosis :

Gejala klinik : Tidak dijumpai lubang anus

Bila tanpa fistula, distensi abdomen segera timbul dalam 24 jam pertama dan diikuti dengan muntah berwarna kehijauanBila dengan fistula, Gejala distensi abdomen dan tanda-tanda obstruiksi timbul lebih lambat

20

Page 21: Print Anak

Pemeriksaan radiologistDilakukan foto “lithotomi” position dengan maker 24 jam setelah lahir

Penatalaksanaan Anomali anorektal letak rendah dengan fistula dilakukan dilatasi dan selanjutnya dilakukan operasi definitive/rekonstruksi

Anomali anoektal letak tinggi dengan atau tanpa fistula dilakukan kolostomi. Operasi definitive dilakukan pada usia 2 tahun atau bila berat badan bayi minimal 10 kg

XXI. ATRESIA DUODENUMMerupakan suatu keadaan adanya obstruksi yang komplit dari lumen duodenum

Insiden : 1/500-10.000 kelahiran Harus dicari kelainan seperti atresia esophagus, anomali anorektal, 25-30 % ditemukan pada

sindroma Down Diagnosis:

Gejala klinik: Biasanya ibu dengan polihidramnion Muntah berwarna hijau Dinding abdomen biasanya skapoid karena tidak adanya gas/cairan yang masuk ke dalam

usus dan kolon Pemeriksaan radiologist

Pada foto polos yang terlihat gambaran gelembung ganda (double bubble appearance) dengan baris batas udara dan cairan yang jelas.

Penatalaksanaan Suportif : pemberian cairan parenteral Dekompresi lambung (gastric suction) Terapi bedah :

XXII. OMFALOKELOmfalokel merupakan hernia/protusi isi abdomen ke dasar tali pusat. Insiden : 1 dalam 5000 – 10.000 kelahiran , lebih sering pada prematur Gejala klinik :

Isi abdomen yang keluar diliputi peritoneum tanpa kulit. Besarnya kantong tergantung dari isinya, bila isinya hanya usus (kantong kecil), namun bila isi terdiri atas usus + hati + limpa (kantong besar). Tali pusat di ujung kantong. Sering bersama dengan kelainan kongenital yang lain seperti kelainan kongenital jantung dan hernia difragmatika (25 %- 40 %)

Terapi 1. Konservatif :

puasa, pasang pipa lambung makan parenteral kantong dioles dengan povidone iodine setiap hari sampai kantong menjadi keras dan

kering, digantung dengan bantuan kaos kaki.2. Operasi

operasi segera bila terjadi rupture bila tidak terjadi rupture maka operasi dilakukan setelah kantong menjadi keras dan kering

tergantung pada berat badan bayi dan adanya kelainan kongenital yang lain

XXIII. TERATOMAMerupakan neoplasma yang mengandung jaringan yang berasal dari ektoderm, mesoderm, dan entoderm

21

Page 22: Print Anak

teratoma sering terdiagnosis pada waktu lahir dan lebih kurang 50% dalam satu bulan pertama kehidupan

lebih dari 50% berlokasi di daerah sakrokoksigeal lebih jarang ditemukan di retroperitoneal teratoma biasanya besar, kistik atau padat namun dapat pula merupakan campuran bagian kistik

dan padat

Teratoma Sakrokoksigeal Insiden 1 dalam 40.000 kelahiran Sering ditemukan pada waktu lahir Biasanya tampak sebagai tumor yang besar berkapsul dan berlobus serta menonjol ke luar dari

koksik Terapi utama berupa pembedahan dan diusahakan pengangkatan tumor yang menyeluruh Pada pengangkatan yang tidak lengkap perlu diberi radiasi dengan kombinasi kemoterapi

XXIV. EMPYEMA TORAKSEtiologi 1) Bakteri aerob: staphylococcus, H. influenza, Staphylococcus pyogenes,P.aerogenosa. E. Coli,

Straptococcus viridans, S. pneumonia2) Bakteri anaerob : Fusobakterium, Eubacterium, Peptococcus,Lactobacillus, Bacteroides

melaninogenicuas Bacterioides fragilis, Pepto streptococcus, Vielonella.3) Organisme lain: Aspergilus fungiutus, Actinomycosisi, Sterptomycosis, Blastomycosia

Mekanisme Terjadinya efusi di dalam rongga pleura:1. Peningkatan tekanan hidrostatik pada sirkulasi mikrovascular pembuluh darah2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibat suatu proses peradangan

Penjalaran penyakit perkontinuitatum, misalnya pada bronkopneumoni,Tbc Secara hematogen dari fokus lalin infeksi dari luar dinding toraks yang menjalar ke dalam dinding pleura, mis: pada trauma, dan abses

dinding toraks.Manifestasi klinis

Demam, kesulitan bernafas, malise, nafsu makan menurun, berat badan menurun

Pada pemeriksaan fisik:Toraks asimetris bagian yang sakit menonjol pergerakan nafas tertinggal sela iga melebar , perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat, bising nafas melamah.

Radiologis Foto toraks dijumpai perselubungan homogen , penebalan pleura, sinus kostofrenikus menghilang, sela iga melebar

Diagnosis :Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, foto toraks, dan pungsi pleura

Pengobatan :

22

Page 23: Print Anak

Prinsip pengobatan pada empiema adalah dengan mengeluarkan pus sebanyak-banyaknya dengan pemasangan WSD Antibiotika diberikan Cefurox 50 mg/kgbb sebelum hasil kultur datang. Terapi diberikan selama 7-10 hari. Dosis disesuikan dengan berat badan dan umur.

XXV. MENGATASI PROBLEM LAKTASI

1. Asi kurang Dilakukan peragaan cara merawat payudara dan dinasehati agar hanya menggunakan ASI saja

pada bayinya.2. Puting susu lecet

Merangsang payudar agar ASI mengalir dengan lancar Keluarkan ASI sedikit dengan tangan sebelum menyusui Mulai menyusui dengan payudara yang sedikit lecetnya “Latch on” yang benar sebagian aerola harus masuk mulut bayi. Olesi putting susu dengan ASI untuk mempercepat sembuhnya lecet dan menghilangkan rasa

pedih setiap habis menyusui Biarkan putting susu kering sendiri di udara terbuka

Nasehat perawatan lainnya Letakkan es yang dibungkkus handuk bersih disekeliling putting susu untuk mengurangi

rasa sakit Lihat mulut bayi, bila curiga moniliasis diobati, pikirkan juga moniliasis pada putting susu

ibu yang lecet. Bila perlu dilobati dengan anti jamur

Nasehat pencegahan Jangan memberikan payudara dengan sabun atau krem yang dapat menyebabkan putting susu kering sehingga mudah lecet

3. Mammae bengkak Mammae bengkak berarti sakuran susu terganggu sehingga ASI yan g dihasilkan lebih banyak dari yang dihisap bayi. Untuk mengatasinya: Teknik menyusui yang benar Tidak memberi “ prelakteal feeding” makanan tambahan terlalu dini Apabila bayi pilek ibu diajarkan cara membersihkan lubang hidung Bila mulut sakit sariawan/ moniliasis beri pengobatan Bila ASI kurang lancar, menyusui lebih sering dan lama serta pada waktu menyusui posisi kepala

bayi lebih didekatkan ke payudara. Tangan ibu menahan kepala bayi agar tetap pada posisinya. Dengan demikian ASI dapat keluar dengan sempurna.

Bila mammae terlalu keras, keluarkan ASI sedikit sebelum menyusui, baru kemudian disusukan Berikan lebih banyak kesempatan pada ibu untuk merawat bayinya sendiri agar lebih mengenal sifat

dan cirinya.

4. Mastitis Ibu dianjurkan agar tetap menyusui bayinya agar tidak terjadi stasis dalam payudara yang

dapat menyebabkan terjadinya komplikasi abses Ibu diberi antibiotika dan bila perlu analgetik. Bila mungkin ibu dianjurkan melaksanakan senam laktasi yaitu menggerakkan lengan secara

berputar sehingga persendian bahu ikut bergerak ke arah yang sama. Gerakan ini akan membantu

23

Page 24: Print Anak

memperlancar peredaran darah limfe di daerah payudara sehingga stasis dapat dihindarkan yang berarti mengurangi terjadinya abses payudara.

PICU

24

Page 25: Print Anak

GAGAL NAFAS (RESPIRATORY FAILURE)

1. BatasanKegagalan sistem pernafasan melakukan pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia.

2. Etiologi

A. Ventilasi alveolar menurun. Paru-paru normal: =. Kontrol/ ker\ndali ventilasi menurun( sedasi, trauma kepala, penyakit SSP, Alkalosis)=. Penyakit neuro muskuler=. Sumbatan Saluran nafas atas ( sekret/lendir, edema/ stenosis subglotis, croup, trakeomalaia,laringomalasia, corpus alineum.=. Kelainan dinding torak dan abdomen (ttrauma, pneumothorax, pleural efusion, distensi abdomen, hernia diafragmatika

B. Ventilasi alveolar menurun, Paru-paru abnormal=. Penyakit paru obstruktif. Asthma bronkhiale, bronkhiolityis.

=. Penyakit alveolar: Pneumonia. ARDS, edema paru.

25

Page 26: Print Anak

Hampir tenggelam, Sepsis, dll

C. Ventilasi dead space meningkat

Page 27: Print Anak

Aliran darah keparu berkurang: Hipertensi pulmonal, syok, emboli paru

Overdistensi alveoli: asma bronkhilale, bronkhiolitis, corpus aleeneum

D. Produksi CO2 yang meningkat : panas, menggigil, kejang, sepsis, luka bakar

3. Patogenesis:

Gagal Ventilasi Gagal oksigenasi

Gagal mempertahankan

jalan nafas

R-L shunt ↑

Ventilasi/ perfusi mismatch

PaO2 ↓

Gagal Nafas

PaCO2 ↑ PaO2↓, PaCO2↑

Ekstraksi O2 ↑,

Volume alveolus ↓

Frekuensi nafas ↓ Alveolus

kolaps/ cairan dlm

Kerusakan parenkim

paru

Kebutuhan O2 ↑

Page 28: Print Anak

4. DiagnosisDitentukan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dan kriteria klinis setelah diberikan suplementasi Oksigen 100% serta penyakit yang mendasarinyaKriteria klinis: sangat bervariasi tergantung penyebab primerUmum: Kelelahan, berkeringatSSP: Perubahan mental. Agitasi hebat atau letargi, kesadaran menurun, penurunan respon termasuk terhadap sakit, KejangSistem kardiovaskular: Bradikardia/ takikardia, Hipotensi/ hipertensi, Vasokonstriksi perifer, kulit motledSistem respirasi:- Sianosis walaupun sudah diberikan oksigen 100 %- Upaya nafas meningkat : retraksi berat, nafas cuping hidung, stridor,

wheezing, nafas merinting, head bobbing pada bayi.- Pergerakan udara yang inadekuat : tangis lemah, pengembangan dada,

bunyi nafas menurun.- Apnue/ Bradipnue, Gasping, respiasi agonal, hipotensi

Kriteria fisologik/ Laboratorios- SpO2 < 90 % setelah diberikan 0ksigen 100%- Hipoksemia setelah diberikan terapi oksigen: Pa O2 < 60 mmHg, SaO2<90%- Hyperkarbia PaCO2 > 50 mmHg- Indeks Oksigen meningkat > 25-35 mmHg- PaO2/ Fi O2 <200 mmHg ( normal 500-600)- A-aDO2 > 20 mmHg ( normal < 15 mmHg)

5. Langkah diagnosisa. Adanya riwayat gangguan pernafasan dan penyakit/infeksi saluran nafas.

b. Tentukan gejala dan tanda keadaan distress pernafasan berat yang akan menjadi gagal nafas.(lihat tabel)- Anak tampak sakit berat, letargi, agitasi/ iritabel.- Takipnu, takikardi- Upaya nafas meningkat : retraksi berat, nafas cuping hidung, adanya stridor

dan wheezing, nafas merintih, head bobbing pada bayi.- Pergerakan udara/ ventilasi inadekuat : tangis lemah, pengembangan dada,

bunyi nafas menurun. - Berikan oksigen 100% selama 1 jam evaluasi klinis dan/ atau laboratoris (AGD)

c. Tentukan gejala telah terjadi gagal nafas- Penurunan kesadaran dalam respon termasuk terhadap sakit, - Takipnue dengan periode apnu. Bradipnu atau gasping- Kerja otot pernafasan sangat berat atau menurun.- Pergerakan aliran udara/ ventilasi menrun, tangis lemah- Bradikardi, perfusi sistemik menurun (kulit dingin, motled, pucat capillary

refil memanjang)- Hipoksemia meski telah diberikan suplementasi oksigen (PaO2<75 mmHg

dengan FiO2 1,0) atau SpO2< 90%- Adanya tanda peningkatan shunt intrapulmoner (lihat lampiran)

Peningkatan gradien oksigen alveolus/arteri (>25-50 mmHg)Penurunan rasio PaO2/FiO2 (<180-240 mmHg)Peningkatan Indeks Oksigenasi (>10)

Tabel.

4

Page 29: Print Anak

Assesment Kegawatan Respirasi Pada AnakGagal nafas/ Henti nafas

Mengancam gagal nafas

Airway/ jalan nafas

Obstruksi total atau hampir total

Obstruksi parsial, sekret banyak

Kerja pernafasan/ Usaha nafas

Melemah atau meningkat dengan periode melemah/apnu

meningkat

Suara nafas Merintih,sangat melemah, tidak ada

Wheezing/stridor, melemah

Frekuensi nafas

Takipnu, takipnu dengan periode bradipnu, bradipnu, apnu

takipnu

Gerak dinding dada

Menurun atau tidak ada Normal atau menurun

kulit Pucat, mottled, sianosis Normal/pucatSpO2 < 90% < 95%

6. Penatalaksanaan1. Anak dengan distress pernafasan, bebaskan dan pertahankan jalan nafas tetap

paten. Bila jalan nafas tidak bisa dipertahankan lakukan intubasi endotrakeal. Anak dengan gagal nafas segera dilakukan intubasi endotrakeall

2. Pertahankan oksigensi adekuat. Berikan oksigen 100%. Bila abnormalitas pertukaran gas ringan dan hanya membutuhkan sedikit lebih banyak F102, oksigen dapat diberikan melalui kanul nasal dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit, bila membutuhkan lebih banyak FiO2 dapat diberikan dengan sungkup (lihat tabel). Bila tidak ada perbaikan dan anak jatuh dalam kriteria gagal nafas berikan Oksigen 100 % dengan ventilasi mekanik.

3. Pertahankan ventilasi yang cukup. Bila ventilasi tidak dapat dipertahankan berikan bantuan ventilasi dengan ventilasi mekanik.

4. Bila sarana ada, lakukan pemeriksaan AGD, pertahankan PaO2 >60 mmHg dan saturasi oksigen arteri >90%.

5. Periksa elektrolit dan gula darah6. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit7. Foto thorax bila memungkinkan, untuk mencari etiologi8. Obati penyakit yang mendasari.

Cara pemberian oksigen, aliran oksigen yang digunakan dan hasil FiO2 yang didapat.

Cara pemberian Aliran Oksigen yang diberi

(L/menit)

%FiO2 yang didapat

Sistim aliran rendahKanul nasal

Sungkup oksigen tanpa reserviorSungkup dengan reservior

Sistim aliran tinggiSungkup venturiNebulizerOxygen tentOxygen hood

1/8 –2 (bayi)1-6 (anak)5-8*

6-10*

sesuai klep aliran8-101510-14

24-44

24-4460-99

24-5030-10024-10024-40

4

Page 30: Print Anak

Dibutuhkan aliran oksigen >5 L/menit untuk mengeluarkan udara ekspirasi dari sungkup.

KompilkasiCardio respiratory arrest

PrognosisTergantung dari etiologi dasar yang menyebabkan gagal nafas.Angka kematian 40-75%

SYOK

1. Batasan Kegagalan sistim sirkulasi yang menyebabkan defisiensi akut oksigen dan nutrient di tingkat selular.

2. Etiologi Syok a. Syok Hipovolemik

Terjadi akibat kekurangan volume intravaskular sehingga aliran darah ke jaringan dan organ menurun.

b. Syok kardiogenikTerjadi akibat disfungsi miokard. Terjadi kegagalan pompa jantung.

c. Syok distributifTerjadi akibat maldistribusi aliran darah. Venous return menurun karena darah terkumpul dipembuluh darah perifer, menyebabkan penurunan preload, cardiac output turun dan perfusi jaringan berkurang.Terdapat 3 jenis Syok anafilaktik, terjadi akibat adanya reaksi alergi, ditandai vasodilatasi

masif dan peningkatan permeabilitas kapiler. Syok Neurogenik, terjadi apabila tonus simpatis menjadi hilang,

menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena yang masif. Syok septik, terjadi karena infeksi.

Sebagian besar penyebab syok pada anak adalah syok hipovolemik, diikuti oleh sepsis dan kelainan jantung bawaan.

3. DiagnosisSecara klinis syok terbagi ke dalam 3 fase yaitu : fase kompensasi, dekompensasi dan irreversible.

Gejala Klinis Kompensasi Dekompensasi Irreversible Kehilangan darah (%)Frekuensi jantungVolume nadi

Pengisian kapilerKulitRRTingkat

Sampai dengan 25

Takikardi +

Normal/menurun

Normal/meningkat

Dingin, pucat

25-40

Takikardi ++

Menurun

Lambat (> 3 detik

Dingin, MottledTakipnu ++

>40

Takikardi/Brakikardi

Sangat Menurun

Sangat lambat

Pucat Sighing respirationBereaksi hanya kepada rasa

4

Page 31: Print Anak

kesadaran Takipnu +Agitasi ringan

Menurun sakit atau tidak responsif

3. Patogenesis

4. Langkah Diagnosis1. Tetapkan anak dalam keadaan syok dan fase syok 2. Tentukan etiologi dari anamnesis riwayat penyakit, riwayat kehilangan

darah/trauma dan lainnya

5. Penatalaksanaan PRINSIP Dasar: resusitasi, evaluasi, resusitasi, reevaluasi, reevaluasi1.1.Airway: Bebaskan dan pertahankan jalan nafas tetap paten5.2. Breathing: Berikan oksigen (FiO2 100%), bila perlu bantuan ventilasi5.3. Resusitasi awal ( fluid challenge) :

Pasang akses vaskuler secepatnya untuk resusitasi cairan dan berikan cairan kristaloid 20 cc/kgBB atau koloid sebanyak 5-10 cc/kgBB dalam waktu 10 menit

5.4. Pemantauan awal : Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge dengan memantau

status kardiovaskuler dan perfusi perifer. Bila status kardiovaskuler dan perfusi perifer menmbaik berarti respons baik, berarti penderita mengalami syok

4

Syok hipovolemik Syok septik/ anafilaktik

Syok kardiogenik

Mediator

Vasodilatasi Depresimiokard

Kebocoran Kapiler

Preload

Cardiac output

Kontraktilitas

Tekanan darah

Sistim simpatis ↑Terkompensasi

Cardiac output dan tekanan darah membaik

Vasokontriksi perifer denyut jantung Kontraktilitas

Perfusi miokardial Kebutuhan oksigen miokard

Cardiac output Iskemia jaringan

Fungsi sel

Kematian sel

Kematian

HilangnyaAutoregulasimikrosirkulasi

Pelepasan mediator

Syok neurogenik

Sistim simpatis↓

Vasodilatasi

Page 32: Print Anak

hipovolemik. Bila respons negatif bukan syok hipovolemik, stop pemberian cairan, fikirkan kemungkinan syok lainnya.

Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dnegan memantau produksi urin

Ambil pemeriksaan glukosa darah, elektrolit, urin, darah tepi cito. Bila ada sarananya periksa analisa gas darah. Kultur darah dan resistensi dan golongan darah).

5.5 Resusitasi lanjutan : Bila pada pemantauan awal respon positif tetapi syok belum teratasi maka

resusitasi dapat diulang 2-3 kali. Bila tidak ada respon, pikiran kemungkinan syok lain.

Bila resusitasi cairan telah diberikan lebih dari 3 kali (dimana kurang lebih 40-50% dari volume darah telah diberikan) namun masih belum ada respon yang adekuat, lakukan intubasi untuk bantuan ventilasi.

Evaluasi hasil analisa gas darah dan koreksi asidosis metabolik bila pH < 7,15. Evaluasi hasil gula darah dan elektrolit dan lakukan koreksi. Bila masih terdapat hipotensi dan nadi tidak teraba bila sarana dan

prasarananya tersedia sebaiknya dipasang kateter vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai CVP.

Bila tidak ada CVP, kecukupan volume bisa diperkirakan dengan cara chalenge berulang dengan cairan 10 cc/kg BB 10 menit sambil memantau Laju nadi/ heart rate. Bila pada challange berikutnya laju nadi tidak berkurang malah meningkat, menandakan cairan/ volume sudah mencukupi. Challenge distop

Bila volume cairan diperkirakan telah mencukupi, tapi syok belum teratasi berikan obat-obat inotropik/vaso aktif. Sebelum pemberian obat inotropik dimulai, evaluasi apakah efek inotropik negatif( Asidosis, hipoglikemia, gangguan elektrolit) yang terjadi pada syok telah dikoreksi, yakini tidak terdapat lagi hipovalemia dan oksigensi telah adekuat. Pilihan jenis obat tergantung kondisi hemodinamik penderita.

Bila kadar Hb< 5g/dl, koreksi dengan tranfusi PRC (10 ml/kgBB).

6. Medikamentosa1.1. Dopamin

Dopamin diberikan pada anak dengan hipotensi atau perfusi perifer buruk yang volume intravaskuler cukup dan irama jantung stabil.- Dosis 5-10 mcg/kg/min IV efeknya meningkatan kontraktilitas miokard, curah

jantung, meningkatkan konduksi otot jantung. - Dosis 10-20 mcg/kg/min IV vasokonstriksi perifer dan tekanan darah sentral. - Dosis > 20 mcg/kg/min IV menyebabkan vasokontriksi tanpa efek inotropik. - Dosis maksimum yang dianjurkan 15 mcg/kg/min. Bila dosis maksimum(12.5-15

mcg/kg/min) tercapai belum memberikan efek adekuat tambahkan inotropik lainnya sesuai keadaan hemodinamik. Dopamine dapat menyebabkan takikardia (meningkatkan kebutuhan oksigen miokard), aritmia, supra dan ventrikular takikardia dan hipertensi. Dopamin dosis tinggi dapat menyebabkan vasokontriksi perifer berat dan iskemia

1.2. DobutaminDobutamin diberikan penderita dengan hipoperfusi. Paling efektif untuk pengobatan gagal jantung kongestif berat atau syok kardiogenik terutama pada kardiomiopati karena bisa menurunkan resistensi vaskuler perifer. Dosis dimulai 5 mcg/kg/min dan dinaikan bertahap sampai 12.5 mcg/kg/min. Dobutamin sedikit

4

Page 33: Print Anak

dapat menyebabkan takikardia, takiaritmia atau ectopic beat. Efek samping lain adalah mual, muntah, dan hipotensi.

1.3. EpinefrinEpinefrin diberikan pada penderita dengan perfusi sistemik buruk atau hipotensi non hipovolemik, yaitu bila saat resusitasi terdapat bradikardia, asistole atau nadi tidak teraba. Dosis rendah < 3 mcg/kg/menit dapat meningkatkan kontraktilitas miokard,

laju denyut jantung, tekanan darah sistolik dan tekanan nadi. Dosis > 3 mcg/kg/menit menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik dan menyempitkan tekanan nadi. Epinefrin dapat menyebabkan supraventrikular, ventrikular takikardia dan ventrikular ektopik.

Berikan mulai dengan dosis 0.05 mcg/kg BB/menit dititrasi sampai keadaan hemodinamik yang akan dicapai

1.4.Norepinefrin merupakan vasopresor yang dipakai untuk hipotensi yang resisten terhadap pemberian bolus cairan dan dopamine dosis tinggi. Dosis hampir sama dengan epinephrine dimulai pada 0,05 mcg/kg/min.

7. Pemantauan Lanjut :7.1. Bila syok belum juga meberikan respons adekuat, cari lagi penyebab syok lainnya

yang mungkin terjadi ( misalnya: perdarahan akibat trauma tumpul abdomen, pneumothorak, syok kardiogenik, tamponade jantung, dll). Lakukan foto thoraks secepatnya ditempat (bila ada sarananya), konsultasi bedah bila diperlukan bila ada kecurigaan sebagai penyebab syok.

7.2. Pada syok yang berat dan syok berkepanjangan, setelah resusitasi cairan selesai diberikan cari kemungkinan disfungsi organ lain akibat syok.

Gagal prerenal (ATN = Acute Tubular Necrosis) periksa kadar ureum, kreatinin dan fraksi eksresi natrium.

ARDS = (Acute Respiratory Distress Syndrome/Shock Lung) edema dan kerusakan jaringan paru.

Perlu dicermati Gangguan koagulasi/pembekuan. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan (BT/CT, PT/PTT, FDP, Trombosit).

SSP, dan organ lainEvaluasi gejala sisa. SSP kemungkinan hipoksik iskemik. Demikian pula organ lainnya harus dipantau seperti hati dan saluran pencernaan.

8. Komplikasi:Disfungsi multi organ

9. Prognosa:Tergantung etiologi dan fase syok.

Syok Sepsis ( endotoksin)

1. BatasanSindroma respons inflamasi sistemik (SIRS) : respons system terhadap berbagai kelainan klinis berat (misalnya) infeksi, trauma, luka bakar).

4

Page 34: Print Anak

Sepsis : respons sistemik terhadap infeksi (SIRS plus infeksi)Syok Sepsis yang disertai hipotensi walaupun telah diberi resusitasi cairan adekuat.

2. Patofisiologi :Inflamasi tidak terkontrolKegagalan sistem imunDisfungsi endotel

3. Diagnosis :Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS) :

a. suhu tubuh > 38oC atau <36oCb. denyut jantung per menit > 2SD diatas nilai normal untuk umur.c. Laju nafas per menit > 2SB diatas nilai normal untuk umur.d. Hitung lekosit > 12 x 109/L atau <4 x 109 atau > 10% sel batang.e. Tanda hipoperfusi

Sepsis : Ditemukan paling sedikit 2 tanda SIRS dan terbukti disertai infeksiAtau ditemukan;

- Takikardia, takipnue, pereubahan status mentalis yang tidak dapat

diterangkan, perfusi perifer memburuk ( kutis mamorata, waktu pengisian kapiler memanjang),

- Menggigil,

- perubahan suhu tubuh,

- produksi urin menurun

- thrombosit menurun

- petekiie/ purpura

- perubahan jumlah lekosit, pergeseran kekiri

- hiperglikemi

Syok septik : Sepsis yang disertai hipotensi walaupun telah diberi resusitasi cairan adekuat, ditambah gangguan perfusi seperti pada sepsis berat.

Hipotensi : tekanan darah sistolik atau MAP < - 2 SD, Rumus TD sistolik -2 SD diatas 1 tahun: 70 + ( usia dalam tahun x 2)

- < 40 mmHg untuk usia 3-6 bulan

- MAP M< 45 mmHg untuk usia 6-12 bulan

- MAP M< 50 mmHg untuk usia 1-4 bulan

- MAP M< 55 mmHg untuk usia 4-10 bulan

4

Fokus infeksi

Produk dinding sel bakteri

Produk dinding sel bakteri Produk dinding sel bakteri

Aktivas sistim koagulasi Mediator primer(TNF, IL-1, lain-lain)

Aktivasi molekulEndotel / lekosit

Mediator sekunder(PAF, elcosanoids, interleukin lain)

Syok

MODS

Kematian

Vasodilatasi danKerusakan endotel

Stimulasi PMN

Kebocoran kapiler dan kerusakan endotel

Stimulasi Kallkrein-kinin

MAP < -2 SD

Page 35: Print Anak

- MAP M< 60 mmHg untuk usia 10-14 bulan

- MAP M< 65 mmHg untuk usia 14-18 bulan

Syok Septik tahap awal/ fase hiperdinamik ( syok septik hangat ): takikardia, nadi kuat, tekanan nadi lebar (tek diastolic menurun), pengisian kapiler melambat atau cepat, produksi urin menurun, ekstrimitas hangat, kesadaran menurun.

Tahap lanjut/fase hipodinamik: Syok Septik dingin: takikardia, nadi lemah, tekanan nadi sempit, pengisian kapiler melambat, produksi urin menurun, ekstrimitas dingin, kulit berbecak ( kutis marmorata), kesadaran menurun

Langkah diagnosa- Tetapkan adanya syok dan fase syok

- Tetapkan adanya sepsis

4. Penatalaksanaan :4.1. Sesuai prinsip tatalaksana syok hipovolemik pada umumnya.4.2.Jumlah cairan yang diberikan bisa diberikan sampai 200cc/kgBB. Bila masih juga

tidak ada perbaikan dapat diberikan koloid sampai 60 ml/kgBB. Cairan koloid lebih berhasil digunakan untuk mengatasi syok septik dibandingkan dengan cairan kristaloid. Perbandingan kristaloid dan koloid maksimal 2: 1

4.3. Prinsip resusitasi dan pemantauan mengacu pada tatalaksana syok umumnya. 4.4.Penilaian dan resusitasi harus dilakukan secara tepat dan cepat. Target inotropik

sudah harus mulai diberikan dalam waktu 6 jam pertama setelah resusitasi dimulai. Pilihan Inotropik pertama adalah dopamin mulai dari dosis 5-10 mcg/kgBB/menit dapat dinaikkan bila perlu. Bila tidak berhasil, maka dapat diberikan dobutamin dengan kombinasi dopamin dosis rendah akan memperbaiki curah jantung dan menguntungkan perfusi ginjal. Bila masih tidak berhasil dan hipotensi masih berlanjut dapat dicoba pemberian epinephrine atau norepinephrine. Epinephrine digunakan untuk cold shock , norepinephrine digunakan untuk warm shock

Pada syok septik yang berat dan berlanjut dimana telah terjadi peningkatan SVR dapat dipikirkan pemberian vasodilator perifer (sodium nitroprusside).

4.5.Berikan antibiotika sesuai dengan kuman penyebab. Pada tahap awal diberikan antibiotika yang bersifat broad spectrum, seperti Cefalosporin generasi ketiga sambil menunggu hasil kultur dan resistensi.

4.6.Bila setelah pemberian inotropik syok masih belum teratsai, berikan kortikosteroid tiap 6 jam selama 2-3 hari : Dexamethason 1-3 mg/kgBB/hari atau methylprednisolon 10-30 mg/kgBB/hari.

4.7.Koreksi hipoglikemia dan gangguan metabolik lainnya sesuai dengan SP yang berlaku.

6. Prognosis: Angka kematian 50 %

Syok Anafilaksis

1. BatasanSyok akut yang disebabkan pelepasan mediator inflamasi secara cepat dan progresif.

4

Page 36: Print Anak

2. Etiologi: Semua zat yang dapat memacu pelepasan mediator anaphilaksis IgE atau non-IgE. Makanan: ikan,shell fish, kacang tanah, kacang-kacangan lainnya Obat-obatan: Antibiotik (penicillins, cephalosporins), anesthetik lokal (lidocaine),

analgesik (aspirin, nonsteroidal anti-inflammatories [ibuprofen, opiat), media radiokontras

Biologik : Bisa serangga ( sengatan/ gigitan lebah atau semut), darah dan produk darah, ekstrak alergen

Bahan pengawet dan aditif: Metabisulfit, monosodium glutamat Lain-lain: Latex, unknown/idiopatik

2. Pathophysiology:Aktivasi cel mast dan basophil mengakibatkan pelepasan beberapa substans inflamasi dan vasoactif seperti histamin, prostaglandins, leukotriens, tryptase, dan platelet activating factor.. Akibat pelepasan ini menimbulkan urtikaria, angioedema, bronchospasm, bronchorrhea, laryngospasm, Meningkatkan permeabilitas vascular dan menurunkan tonus vascular masiif dan progresif.

3. Diagnosis

3.1. Riwayat terpapar zat alergen

3.2. Klinis ditemukan gejala anafiklaksis, paling sedikit kelainan 2 sistem organ salah satunya adalah gejala kardiovaskular. Kulit: Urtikaria, Angioedema pada muka dan atau ekstremitas Sistem respirasi: batuk, wheezing, Hoarseness, nyeri dada, Strido. Gastrointestinal: sulit menelan, rasa tercekik,mual/muntah, kram perut,

diarrhea (bisa berdarah), Kardiovaskular: takikardia, Arrhythmia, perfusi perifer menurun, Hipotensi Sistem saraf pusat: Perubahan status mental, pusing, Sincope, Coma

4. Langkah diagnosisTentukan adanya paparan allergenTentukan tanda klinis syokTetapkan memenuhi criteria anafilaksis

5. Penatalaksanaan 5.1. Lakukan manajemen airway dasar, berikan oksigen 100% dengan sungkup 6-8

l/min. Bila potensial gagal nafas (saturasi oksigen menurun dan/ataupenurunan kesadaran) intubasi endotracheal.

5.2. Berikan Epinephrin.Terapi initial: 0.01 mg/kg/dose (0.01 ml/kg/dosis 1:1000) IM tiap20 min maksimal 3 dosis ( 0.1-0.5 mg/dosis). Bila perfusi sangat buruk ( syok, nadi tidak teraba) berikan 0.1 ml/kg/dosis 1:10,000 IV/IO (maksimal 1 mg); dilanjutkan infus kontinyu: 0.1-1 mcg/kg/min IV/IO, titrasi sampai memberikan respons,

5.3. Pasang ases vaskular secepatnya. Berikan bolus cairan Ringer lactat atau normal salin 20 cc/kgBB secepatnya (10 menit)

5.4. Bila curah jantung tidak efektif setelah diberikan cairan atau terjadi hipotensi letakan penderita pada posisi trendelenburg, bila tidak respons berikan drip epinephrin

5.5. Bila tidak juga memberikan respon yang baik boleh ditambahkan dobutamin atau dopamin

5.6 AntihistaminBila tidak ada respons adekuat dapat ditambahkan

4

Page 37: Print Anak

o H1 blocker diphenhydramine, dosis 1 mg/kg/dose PO/IV/IM/IO tiap 6jam, max 300 mg/hari atau .

o Ranitidine dan cimetidine ( efek samping lebih sedikit). Ranitidin 0.75-1.5 mg/kg/dosis PO/IV/IM/IO tiap 6-8jam, max 300 mg/hari. Cimetidin 10 mg/kg/dosis PO/IV/IM/IO tiap 6jam

5.7. Pada penderita dengan bronkhospasme berikan nebulasi adrenalin (5 ml larutan 1:1000) dengan interval tiap 20 menit sampai bronkho spasme berkuran

5.8. SteroidDiberikan terakhir untuk mengurangi atau mengeleminasi reaksi bifasik “late reaction”. Pilihan pertama :Metil prednisolon (medrol) 1-2 mg/kg/BB iv/IO/p.o tiap 6 -12 jam. Bila tidak ada metal prednisolon bisa diberikan Hidrokortison 50 mg iv/im (usia 1-6 tahun), 100 mg im/ 1v lambat (usia 6-12 tahun), 100-500 mg im/iv lambat ( usia > 12 tahun. Dexamethasone 0.3 mg – o.6 mg/kg/BB

5.9. Setelah teratasi observasi selama 12-24 jam Berikan ranitidine atau simetidine selama 24- 48 jam

6. Komplikasi Gagal nafas Gagal sistem multiorgan

Disseminated intravascular coagulation

7. Prognosis: Buruk. Kematian biasanya akibat komplikasi respirasi dan kardiovaskular

`

4

Page 38: Print Anak

MATI BATANG OTAK

1. Definisi1.1. Penghentian seluruh fungsi otak dan batang otak secara permanen.1.2. Keadaan dimana otak penderita tidak berfungsi dan tidak akan berfungsi lagi

dengan bantuan kardio pulmonal terus menerus dalam waktu tertentu (1minggu).

2. Etiologi Trauma Perdarahan Infeksi (misal: ensefalitis, meningitis) Hipoksia (misal: cardiac arrest atau tenggelam) Edema serebral

3. DiagnosisKriteria Harvard mati batang otak adalah :

2. Tak reseptif dan tak responsif3. Tak ada gerakan (observasi selama 1 jam)4. Henti nafas (3 menit lepas dari ventilator)5. Tidak ada refleks-refleks6. EEG isoelektrik, penting untuk konfirmasi

Semua tes diulangi paling sedfikit 24 jam kemudian tanpa didapat perubahan.Kriteria Minnesota

1. Diketahui ada lesi intracranial yang tak dapat diperbaiki2. Tak ada gerakan spontan3. Henti nafas4. Refleks-refleks batang otak negative5. Semua hasil pemeriksaan tak berubah selama paling sedikit 12 jam6. EEG bukan suatu keharusan

4. Langkah Diagnosa4.1.Prakondisi harus disingkirkan sebelum mempertimbangkan diagnosa

MBO (mati batang otak):1. Pada pasien koma yang dalam

a. Singkirkan efek obat depresan (sedatif, hipnotik, narkotik)

4

Page 39: Print Anak

Jika terdapat pengaruh obat depresan, lama efek obat tersebut harus diketahui. Penting untuk diketahui efek toksik farmakologi penyebab koma dan kerusakan hipoksia otak. Waktu observasi tergantung pada farmakokinetik obat, dosis yang digunakan, waktu paruh, status hepar dan renal pasien. Biasanya pengaruh obat menghilang 8-12 jam.

b. Singkirkan kemungkinan hipotermi sebagai penyebabSuhu tubuh menjadi rendah karena depresi pengaturan suhu akibat obat atau kerusakan batang otak. Suhu rektal harus < 35°C.

c. Singkirkan kemungkinan gangguan metabolik atau endokrin sebagai penyebab. Ureum, elektrolit, asam basa atau konsentrasi gula darah harus dalam batas normal.

2. Pada pasien apnuPasien harus memakai ventilator jika tidak ada usaha bernafas secara spontan. Singkirkan efek dari muscle relaxan, opioid, anti depresan .

4.2 Test diagnostik untuk menentukan mati otak:4.2.1 Syarat sebelum melakukan pemeriksaan:

a. Semua faktor prakondisi sudah dilakukanb. Temperatur rektal minimal 35°Cc. Tekanan darah arteri harus dalam batas normal minimal sesuai

dengan usia penderita.d. Trauma

4.2.2 Test diagnostik a. Penderita koma dan apnub. Test fungsi batang otak

1. Test N.Oculomotorius (N.III). Sumber cahaya kuat harus digunakan di dalam ruangan yang

gelap untuk melihat reaksi pupil. Tidak ada reflek cahaya, pupil dilatasi maksimal dan terfiksasi di tengah. Yakinkan bahwa tetes mata (dilatator atau konstriktor tidak digunakan).

2. Test N. Trigeminal (N.V) Tidak ada reflek kornea tidak ada respon terhadap tekanan kuat

menggunakan lidi kapas pada kornea.3. Test N.Vestibulo-cochlear (N.VIII).Tidak ada reflek vestibulo-okular tidak ada gerakan mata setelah

injeksi lambat 20 cc air es ke dalam salah satu atau kedua telinga. Langkah pertama inspeksi (i) bersihkan jalan masuk ke membran timpani (ii) tidak terdapat penyakit/kerusakan telinga tengah. Kepala ditinggikan 30°, kateter kecil diletakkan pada saluran luar dekat membran timpani dan masukan pelan-pelan cairan dingin 50 cc dengan syringe. Kedua mata diamati selama 3 menit. Nistagmus dan gerakan penyimpangan bola mata tidak didapatkan. Prosedur yang sama dilakukan pada telinga lain. Adanya penyakit vestibulo koklear bilateral dan kerusakan atau riwayat ototoksisitas karena obat sebelumnya membuat tes ini onvalid. Perforasi membran timpani unilateral bukan kontrakindikasi. Tapi karena resoki infeksi, yang pertama diperiksa adalah telinga dengan membran timpani yang utuh.

4. Test N.Trigeminus (N.V) dan N. Facialis (N.VII)Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf cranial terhadap

rangsang adekuat pada area somatik. Sebelum memeriksa respon motorik terhadap stimulus nyeri, pertama pastikan bahwa tidak ada gerakan spontan. Bila ada, kematian otak tidak dapat dinyatakan. Respon nyeri diperoleh dengan memerikan tekanan kuat pada kedua saraf supraorbita. Stimulus kuat yang tiba-tiba pada tubuh dan kedua ekstremitas kadang-kadang menimbulkan relek spinal

4

Page 40: Print Anak

(kontraksi motorik dari otot-otot yang tidak berhubungan dengan distribusi saraf otak) pada penderita kematian otak. Pada kasus ini, kontraksi tidak berkala, tidak spontan dan tidak terlokalisir pada tempat stimulus. Adanya reflek spinal tidak menyingkirkan kematian otak, ia hanya menunjukkan bahwa spinal cord masih utuh. Sebaliknya respon nyeri dilakukan pada beberapa tempat (supratroklear, strenum, tulang iga dan bagian distal ekstremitas).

5. Tes N.Glossopharyngeal (N.IX) dan N.Vagus (N.X)Tidak ada reflek batuk dan reflek muntah terhadap rangsang faring,

laring dan trakea. Untuk mendapatkan reflek batuk dan reflek muntah digunakan kateter panjang untuk menghisap ke dalam bronkus melalui tube endotrakeal. Penghisapan pada tenggorokan bagian belakang saja bukan merupakan stimulus yang adekuat.

6. Tes apnuSyarat test apnu: PaCO2 minimal 45 mmHg

Cara test apnu:- Berikan O2 100% paling sedikit selama 5 menit.- Lepaskan dari ventilator, berikan O2 2-4 l/m melalui ETT untuk

mempertahankan oksigenasi.- Tunggu selama 5-10 menit.- Pada akhir pemeriksaan lakukan analisa gas darah.- Sambungkan lagi dengan ventilatorTest apnu tidak dilakukan bila tekanan darah turun dan SpO2 < 90. Untuk konfirmasi lakukan EEG.Test untuk apnu meliputi penghentian ventilator ketika PaCO2 mendekati normal, untuk memastikan PaCO2 mencapai batas dapat merangsang pusat medula dan mengamati pergerakan nafas. Normal PaCO2 50 mmHg (6,7 kPa) cukup merangsang pusat medula, tetapi direkomendasikan batas 60 mmHg (8 kPa). Analisa gas darah digunakan untuk mengatur PaCO2 (penurunan PH arteri menjadi 7,3 dapat juga diperkuat dengan rangsang respirasi yang kuat).

4.2.3 ElektroensefalografiPada kriteria Harvard, EEG digunakan untuk konfirmasi tetapi pada kriteria Minnesota, Eeg bukan suatu keharusan.

4.2.4 Cerebral blood flowDapat dipakai sebagai konfirmasi jika test diagnostik dan EEG tidak dapat dilakukan

5 Sertifikasi mati batang otak- Dikeluarkan setelah diperiksa dan dilakukan oleh 2 dokter yang

berpengalaman, salah satunya harus neurology atau bedah saraf.- Diperiksa secara terpisah- Dilakukan 2 dengan jarak waktu12-14 jam

Hal lain yang harus diperhatikan:1. Pemeriksaan lengkap dan terpisah. Observasi terhadap koma paling sedikit 4 jam,

tidak ada batuk, muntah dan aktivitas otot. Walaupun waktu observasi pada pemeriksaan pertama paling sedikit 12jam pada pasien kerusakan primer hipoksia otak. Setelah itu dilakukan test formal yang kedua dengan interval ½ jam. Waktu yang menyatakan mati pada sertifikat adalaj setelah pemeriksaan kedua.

4

Page 41: Print Anak

2. Test untuk menentukan mati otak harus dilakukan oleh 2 dokter yang berpengalaman dan ditunjuk oleh Rumah Sakit. Setiap dokter harus melakukan 1 pemeriksaan walaupun keduanya melakukan pemeriksaan yang sama.

3. Demonstrasi objektif terhadap tidak adanya aliran darah serebral. Dibutuhkan jika prasyarat tidak dapat memuaskan atau ragu terhadap diagnosis yang ada.

4. Reflek okulosefalik dan EEG adalah test yang selalu pada diagnosa mati otak.5. Keluarga pasien harus diberi dukungan. Ini adalah suatu keputusan medik untuk

meninggalkan bantuan hidup dan keluarga harus dibantu untuk menerima situasi ini.

Pencabutan respirator setelah kematian otak1. Pasien sudah dinyatakan mengalami kematian otak2. Keluarga harus diberitahu bahwa pasien telah mengalami kematian otak.3. Sekali pasien dinyatakan meninggal, respirator harus sesegera mungkin

dicabut. Pada kasus donor organ, respirator dicabut segera setelah pengangkatan organ.

4. Pencabutan respiratot harus dilakukan oleh dokter.5. Pencabutan respiratot tidak boleh dilakukan di depan keluarga.

STANDAR PENATALAKSANAAN BOKS INFEKSIBAGIAN IKA FK UNSRI/ RSMH

I. DEMAM TIFOID

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Gejala Klinis

a. Demam lebih dari 7 harib. Gangguan GIT: anoreksia, konstipasi/diare, rhagaden, typhoid tongue, meteorismus,

bau nafas tak sedapc. Hepatomegalid. Splenomegalie. Bradikardi relatiff. Kesadaran menurun

2. Laboratoriuma. Leukopenib. Trombositopenic. Aneosinofiliad. Anemiae. Limfositosis relatif

3. SerologisTiter O antigen > 1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu

4. MikrobiologisSalmonella Typhi (+) pada biakan darah, urine dan feses

B. DIAGNOSA1. Klinis Demam Tifoid Apabila ditemukan gejala klinis:

Panas lebih dari 7 hari Gangguan GIT: typhoid tongue, rhagaden, anoreksia, konstipasi, diare Hepatomegali

2. Demam Tifoid Demam Tifoid Klinis + Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urine atau feces dan/ atau pemeriksaan serologis didapatkan titer O Ag > 1/160 atau meningkat lebih 4 kali dalam

4

Page 42: Print Anak

interval 1 minggu. Gejala klinis lain kesadaran menurun, bau nafas tidak sedap, splenomegali, meteorismus, bradikardi relatif, kesadaran berubah. Laboratorium: leukopenia, trombositopenia, aneosinofilia, anemia, limfositosis relatif. Gejala klinik dan laboratorium di atas dapat menyokong diagnosis.

3. Demam tifoid beratDemam Tifoid + keadaan: lebih dari minggu kedua sakit, toksik, dehidrasi, delirium jelas, hepatomegali (& splenomegali), leukopeni < 2000/ul, aneosinofilia, SGOT/SGPT meningkat

4. Ensefalopati tifoid Demam tifoid atau demam tifoid klinis disertai satu atau lebih gejala:- kejang- kesadaran menurun : soporous sampai koma- kesadaran berubah/ kontak psikik tidak ada

C. PENGELOLAAN1. Perawatan

Isolasi Tirah baring sampai 7 hari bebas panas kemudian mobilisasi secara bertahap

2. Diet Bebas serat, tidak merangsang Tidak menimbulkan gas Mudah dicerna Tidak dalam jumlah banyak Bila perlu makan personde atau IVFD Bubur saring sampai tujuh hari bebas panas, bubur biasa 3 hari, kemudian makan biasa

3. Medikamentosa Obat pilihan pertama: Kloramfenikol 50-100 mg/kg BB/hari oral atau IV dalam 4 dosis (dosis maksimal 2 g/hari) sampai tujuh hari bebas panas, minimal sepuluh hari. Apabila Hb <8 g% dan atau leukosit <2000/mm3, kloramfenikol diganti dengan: Ampisilin 200 mg/kgBB/hari IV dalam 4 dosis, atau Trimetoprim–sulfametoksasol 10mg/kbBB/hari (TMP) atau 50 mg/kg BB/hari (SMX) oral

dalam 2 dosis bila alergi penisilin, atau Cefixim 10 mg/kgBB/hari peroral dalam 2 dosis selama 10 hari

tidak digunakan pada demam tifoid berat Demam tifoid berat: Ceftriakson 80 mg/kgBB/hari IV dosis tunggal diberikan selama 5-7

hari, Bila panas tidak turun dalam 5 hari pertimbangkan: komplikasi, fokal infeksi lain,

resisten, dosis tidak optimal, diagnosis tidak tepat pengobatan disesuaikan. Pada ensepalopati tifoid diberikan juga dexametason dengan dosis awal 3 mg/kgBB/kali,

dilanjutkan 1 mg/kg BB/6 jam, sebanyak 8 kali (selama 48 jam), lalu distop tanpa tapering off, reduksi cairan 4/5 kebutuhan, lakukan pemeriksaan elektrolit cairan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan, LP bila tidak terdapat indikasi kontra, koreksi asam basa (bila perlu).

Bila terdapat peritonitis atau perdarahan saluran cerna: pasien dipuasakan, pasang pipa nasogastrik, nutrisi parenteral, transfusi darah (atas indikasi), foto abdomen, antibiotik sefalosporin generasi III parenteral

Bila terjadi perforasi usus: laparatomi Pengobatan penunjang o Beri cairan iv bila: dehidrasi, KU lemah, tidak dapat makan peroral, atau timbul syok.

Skema terapi Demam Tifoid dengan syok lihat standar profesi Syok Septik.o Transfusi darah bila Hb <6gr% atau bila terdapat gejala perdarahan yang jelas.

4. Pengamatan

4

Page 43: Print Anak

Pada waktu penderita MRS selain pemeriksaan klinis dilakukan juga pemeriksaan darah rutin, gall kultur, kultur urine, kultur feses dan serologis (widal). Apabila pada pemeriksaan gall kultur (-), pemeriksaan diulang seminggu kemudian. Apabila pemeriksaan serologis titer O Ag < 1/160, maka pemeriksaan dilakukan secara berkala setiap minggu. Penderita dipulangkan setelah 7 hari bebas panas atau 2 hari setelah terapi dihentikan. Sebelum penderita dipulangkan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kultur feses dan urine. Kemudian diulangi lagi 1 minggu kemudian. Apabila dalam 2 kali berturut-turut dalam interval satu minggu Salmonella (-), berarti penderita sembuh dan tidak merupakan carrier.

Indikasi Pulang7 hari bebas panas atau 2 hari setelah obat dihentikan.

SKEMA PENGELOLAAN TYPHOID FEVER

4

DASAR DIAGNOSA DIAGNOSA PENATALAKSANAAN

Anamnesa Demam 7 hari Anoreksia, konstipasi/diare Nafas berbau tak sedap

Pemeriksaan fisik Ggn penurunan kesadaran Rhagaden Typhoid tongue Hepatomegali Splenomegali Relatif bradikardia Meteorismus

BakteriologisGaal kultur Salmonella (+)

SerologisWidal (+), titer O Ag > 1/160 atau kenaikan titer4 kali dalam 1 minggu

Perawatan Isolasi Bed

rest total sampai 7 hr bebas panas

Mobilisasi

Diet Bebas serat Tak merangsang Tdk mbtk gas Mudah dicerna Cukup cairan Kalori & protein

Medikamentosa

Chloramphenicol Dalam 10 hari panas tidak turun

Ampicillin atau Trimetoprim-sulfamethoxsazol bila :Hb < 8 gr %Lekosit < 2000/mm3

Bagian bedah

Ampicillin 400 mg/kgBB/hari dlm 4 dosis

Foto abdomen, perdarahan progresif transfusi bagian bedah

Observasi Typhoid fever

Typhoid fever

Typhoid fever komplikasi

PerforasiPeritonitis

Cholesistitis

Meningitis

Perdarahan usus

Page 44: Print Anak

II. DEMAM BERDARAH DENGUE / DBD (DHF/DSS)

A. BatasanPenyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian

B. Etiologi

Virus dengue tipe I,II,III,IV

C. Patogenesa

Aktifasi komplemen, agregasi trombosit, kerusakan sel endotel kebocoran kapiler, ektravasasi plasma, hemokonsentrasi, renjatan, efusi cairan, ensefalopati, hipoksia jaringan. Vasculopati + trombopati + koagulopati + trombositopenia perdarahan, ensefalopati.

D. Bentuk Klinis

Berdasarkan kepastian diagnosis: Tersangka demam berdarah (TDBD) Demam dengue (DD) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasar derajat penyakitDerajat I,II,III,IV. Derajat III dan IV DSS

E. Komplikasi

Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru , DIC, efusi pleura

F. Prognosis Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka kematian DSS di RS 5-10%.

Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

G. Diagnosis Dasar diagnosis

Berdasarkan “kriteria WHO (1997)” dengan indikator demam 2-7 hari. Tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan trombositopenia.

TDBD : Panas tinggi akut (+), manifestasi perdarahan paling sedikit test torniquet (+), tidak disertai bukti penyakit lain

Tersangka DD: Panas akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi sakit kepala,

4

Pemeriksaan penyokong Laboratorium Darah tepi

LeukopeniaLimfositosisAneosinofilia

Sumsum tulang makrofag (+) semua sistem

IVFD

PP 55.000 IU/kgBB/hari

Dexametason 3 mg/kgBB/kali dilanjutkan 1 mg/kgBB/6 jam sampai 48 jam atau 8 kali pemberian

Dehidrasi + asidosis

Bronko pneumonia

Renjatan

Typhoid encephalopati

Typhoid fever ggn kesadaran

Pe kesadaran

Page 45: Print Anak

sakit belakang bola mata, mialgia, atralgia, rash, manifesrasi perdarahan dan leukopenia tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis yang lain.

DBD : Minimal harus memenuhi kriteria sebagai berikuta. Panas atau riwayat demam akut berlangsung 2-7 hari kadang kadang bifasikb. Tendensi perdarahan dibuktikan dengan paling sedikit satu

dari test torniquet (+), ptekie, purpura, perdarahan gastrointestinal, perdarahan pada tempat injeksi atau tempat tempat lain, hematemesis dan atau melena.

c. Trombositopenia (< 100000/mm3)d. Adanya bukti kebocoran plasma yang terjadi karena kenaikan permeabilitas

kapiler dengan manifestasi sebagai berikut:oPeningkatan Ht > 20% diatas rata rata untuk umur, sex dan populasioTurunnya hematokrit setelah dilakukan volume replacement terapi >

20% dari data dasar.oBukti adanya kebocoran plasma misalnya : efusi pleura,

asites dan hipoproteinemia.Derajat I : Demam (+), gejala non spesifik (+), manifestasi perdarahan hanya uji torniquet (+)Derajat II : Derajat I + perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lainnyaDerajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lembut, hipotensi, takikardi, kulit lembab dan dingin, anak gelisah.Derajat IV : Renjatan berat, nadi tak teraba, tensi tak terukur.DSS : Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti

kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi sempit < 20 mmhg atau hipotensi untuk usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta

anak gelisah.

Langkah diagnosis Pemeriksaan klinis: panas, manifestasi perdarahan, tanda efusi, hepatomegali, tanda

kegagalan sirkulasi. Pemeriksaan laboratorium: uji torniquet, hematokrit dan hitung trombosit secara berkala serta

pemeriksaan serologi, pemeriksaan LPB, albumin darah, CT, BT, PT, PTT, gambaran darah tepi pada kecurigaan DIC.

Pemeriksaan penunjang: foto thorak pada dispneu untuk menelusuri penyebab lain disamping efusi pleura, USG bila ada, dapat dipakai untuk memeriksa efusi pleura minimal

Indikasi rawat Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau lebih sangat

dianjurkan untuk dirawat. Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau makan atau

muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.

Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki tangan dingin, tekanan darah menurun , oligouria harus dirawat.

Seluruh derajat II, III, IV

H. PenatalaksanaanSesuai dengan bagan penatalaksanaan (bagan 1,2,3,4)

I. Tindak Lanjut Pengamatan rutin

DSS : tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht, trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.

Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.

4

Page 46: Print Anak

Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran darah tepi.

Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan gambaran darah tepi bila curiga DIC.

Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita yang dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam periksa ureum dan kretinin.

Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik. Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau surat secara

mingguan.

Indikasi pulangKeadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.Keadaan umum baik ditandai dengan : nafsu makan membaik, keadaan klinis penderita membaik, tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi, hematokrit stabil, trombosit >50.000 mm3.

ALUR PENDERITA DBDDI BAGIAN IKA RSMH PALEMBANG

PENDERITA TERSANGKA DBD

POLIKLINIK UGD/ RPO

*Kegawatan (-): *Kegawatan (+):*Uji tourniquet (-) Muntah terus menerus*Trombosit > Kejang

100.000/mm Kesadaran menurunMuntah darahBerak hitam

RAWAT *Uji tourniquet (-)JALAN *Trombosit <

100.000/mm3

*Klinis sesuai DBD*Ht naik*Trombosit turun

4

Page 47: Print Anak

RAWATINAP

Tentukan Derajat DBD

PENATALAKSANAAN SESUAI DERAJAT DBD

TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

Tersangka DBD

Demam tinggi mendadak terusmenerus< 7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Muntah terus menerus

KejangKesadaran menurunMuntah darah Uji tourniqet (+) Uji tourniqet (-)Berak hitam

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat jalan < 100.000/ul > 100.000 Parasetamol

Kontrol tiap hariSampai demam hilang

Rawat Inap Rawat Jalan

Nilai tanda klinis Minum banyak 1,5-2 l/hr Periksa trombosit Parasetamol dan Ht bila

Kontrol tiap hari sampai demam menetap demam turun setelah hari sakit

periksa Hb, Ht, trombosit ke-3 tiap hari

Perhatian untuk orang tua:Pesan bila timbul tanda syok, yaitu

gelisah,Lemah, kaki tangan dingin, sakit

perut, berak hitam, kencing kurang,

4

Page 48: Print Anak

Lab : Hb, Ht naik dan trombosit turun

Segera bawa kerumah sakit

DBD DERAJAT I ATAU DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HT< 45

Gejala klinisDemam 2-7 hari Uji tourniquet positif atau Perdarahan spontan

LabHematokrit tidak meningkat Trombositopeni ringan

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien masih muntah terus-menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menitJenis minuman: air putih, teh manis,Sirup, jus buah, susu, oralit Pasang infus NaCl 0,9 % +Bila suhu > 38,5 beri parasetamol dekstrosa 5 % (1:3), tetesanBila kejang beri obat antikonvulsif rumatan sesuai berat badan

Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan Laboratorium perhatikan tanda syok Palapasi hati setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun Ukur diuresis setiap hari Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Infus ganti ringer laktat (RL)(tetesan disesuaikan, lihat bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang (lihat: kriteria memulangkan pasien)

Bagan 2. Tatalaksanan Kasus DBD derajat I dan Derajat II tanpaPeningkatan Hematokrit atau Ht < 45

DBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN HT > 20 % ATAU HT > 45

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9 % atau RLD 5/NaCl 0,9 % + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

4

Page 49: Print Anak

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah GelisahNadi kuat Distres pernapasanTekanan darah stabil Frekuensi nadi naik Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik(2ml/kgBB) Tek. Nadi <20 mmHgHt turun Diuresis kurang/tidak (2 kali pemeriksaan) ada

Tanda vital memburukHt meningkat

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan10-15 ml/kgBB/jam

Perbaikkan tetesan dinaikkan bertahap 5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan

3 ml/kg BBB /jam Distres pernafasan Ht turun Ht naik

IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/ Ht stabil, Diuresis cukup Koloid transfusi darah segar

20-30 ml/ kg BB 10 ml/kgBB

Perbaikan

Bagan 3. Tatalaksanan kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi > 20 % atau Ht 45

TATALAKSANA KASUS DSS ATAU DBD

DERAJAT III DAN IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 lt/menit) 2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/ Ringer asetat/ Nacl 0,9%10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balans cairan selam pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Keadaaan membaik Keadaan memburukNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distres pernafasan/sianosis

4

DBD Derajat IV

DBD Derajat III

Page 50: Print Anak

Ekstremitas hangat Kulit dingin dan lembabDiuresis cukup 2 ml/kgBB/jam Ekstremitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan kristaloid 15-20 ml/kgBB/jam

10 ml/kgBB/jam2. Tambahkan koloid/plasma dekstran/FPP

Evaluasi ketat 10 ml/kgBB/jam

Tanda vital Tanda perdarahan 3. Koreksi asidosisDiuresisPantau Hb, Ht, Trombosit Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Infus stop tidak melebihi 48 jam Transfusi darah koloid 20 ml/kgBBSetelah syok teratasi segar 10 ml/kgBB

Diulang sesuai kebutuhan

III. HEPATITIS

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Klinis

Demam, sakit kepala Anoreksia, mual, muntah Ikterus, BAK warna kuning tua Pruritus Hepatomegali

2. Laboratorium Urine: bilirubin (+) Darah: LFT abnormal, bilirubin total meningkat Enzimatis: SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkalin fosfatase

3. Serologis HBsAg Ig M anti HBc Ig M anti HAV

4. Virologis Virus hepatitis A dan B dapat ditemukan dalam feses5. Patologi anatomi

Spotty necrosis Submassive necrosis

6. Gejala Tambahan Spider nevi Palmar eritema Splenomegali Flapping tremor Foetor hepatitis Perdarahan Kesadaran menurun

4

Page 51: Print Anak

B. DIAGNOSA

B.1. HEPATITIS

Apabila pada anamnese dan pemeriksaan didapatkan: Demam, sakit kepala Anoreksia, mual ,muntah Ikterus , BAK warna teh tua Hepatomegali Urine: bilirubin (+) Darah: LFT abnormal, bilirubin total meningkat

a. Hepatitis A Bila ditemukan gejala klinis hepatitis dan pada pemeriksaan serologis didapatkan

IgM Anti HAV (+), HBsAg (-) dan IgM anti HBc (-)b. Hepatitis B

Bila ditemukan gejala klinis hepatitis dan pada pemeriksaan serologis didapatkan IgM Anti HAV(-), HBsAg (+), IgM anti HBc (-)

Berdasarkan perjalanan penyakit hepatitis dapat dibagia. Hepatitis akut

SGOT dan SGPT meningkat hebat, lebih dari 50 kali

Ratio = = 0,7 <1

Pemeriksaan PA : spotty necrosisPemeriksaan serologis : HBsAg (-) bulan II-III penderita HBV

b. Hepatitis kronis aktifSGOT dan SGPT meningkat hebat lebih dari 10 kali

Ratio = = 1-3

Pada pemeriksaan PA (sel hepar mengalami nekrosis yang luas dan infiltrasi sel plasma dan mononuklear)Pemeriksaan serologis: HBsAg (+), Anti HBe (-), HBeAg (+) setelah 3 bulan

c. Hepatitis kronis persisten SGOT dan SGPT meningkat kurang dari 10 kali

Ratio = <1

Serologis HBsAg (+), dan anti HBe (+), HBeAg (-) setelah 3 bulan

d. Fulminan HepatitisBila ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: Demam tinggi Kesadaran menurun sampai koma Manifestasi perdarahan Hipertensi portal dan asites Adanya asam amino dalam urinePemeriksaan PA: Necrosis submassive sel hepar Infiltrasi sel mononukleus dominan Acute yellow atrofi

4

Page 52: Print Anak

B.2 IKTERUS OBTRUKTIF/ CHOLESTATASIS

- Alkalin fosfatase meningkat

- Ratio = 3-6 (baru)

- Ratio = >6 (lanjut)

C. PENGELOLAAN1. Indikasi Rawat Penderita perlu dirawat bila:

Ikterus lebih dari 2 minggu Muntah hebat Intake tidak masuk SGOT-SGPT > 10 kali batas atas nilai normal Hiperpireksia Perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopati hepatitis fulminan Relapsing hepatitis untuk elaborasi faktor penyerta lain HBsAg (+)

2. Perawatan - isolasi - tirah baring3. Diet

- Bila penderita tidak toleran terhadap diet biasa Diet hepatitis: 70% karbohidrat

20% protein 10% lemak

- Bila perlu IVFD dengan komposisi cairan yang sesuai4. Medikamentosa

- Hepatoprotektor- Roboransia- Pada cholestasis karena hepatitis B pemberian prednison tidak dianjurkan lagi tetapi

pada cholestasis karena hepatitis A masih dapat digunakan prednison dengan dosis 30 mg pada hari-hari pertama dan diturunkan secara bertahap paling lama sampai 3 minggu. Pada fulminan hepatitis pemberian protein dibatasi 0-1/2 gram perhari, antibiotika (Neomisin) untuk sterilisasi usus, kortikosteroid dosis tinggi, laksansia/enema.

5. PengamatanJika selama waktu ikterus penderita masih panas harus dicari factor penyebab lainyaPemeriksaan laboratorium: - Urine: bilirubin dilakukan 2 kali seminggu sampai hasil (-) 2 kali berturut –turut- Darah: pemeriksaan LFT dilakukan

Pada saat MRS Secara berkala sampai 2 minggu sampai hasil normal Apabila pemeriksaan bilirubin urine hasilnya 2 kali (-) berturut-turut Setelah lima hari pemberian kortikosteroid pada penderitya cholestasis Setiap bulan selama 6 bulan setelah penderita dipulangkan

Pemeriksaan serologis dilakukan Setelah 2 minggu perawatan , klinis dan laboratories tidak ada kemajuan Terdapat hepatomegali tanpa gejala klinis yang jelasSebelum dilakukan PA, dilakukan USG bila dengan USG tidak jelas penyebabnya, perlu dilakukan PA.

Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik dan pemeriksaan LFT normal, dengan anjuran kontrol ke poliklinik. Dinasehatkan untuk istirahat dan tidak bekerja selama: - 3 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (-) - 6 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (+) - 6 bulan, bila ikterus lebih dari 2 minggu

4

Page 53: Print Anak

IV. DIFTERI

A. PETUNJUK DIAGNOSA 1. Klinis

Demam tidak terlalu tinggi Sakit menelan Suara serak Sesak nafas Lesu, pucat dan lemah Adanya membran putih kelabu, mudah berdarah, sukar diangkat pada

tonsil, faring, laring patognomonis Bull neck

Gejala obstruksi saluran nafas bagian atas sesuai derajat obstruksi sebagai berikut: Derajat I:

- Anak tenang- Dispneu ringan- Sridor inspiratoar- Retraksi suprasternal

Derajat II:- Anak gelisah- Dispneu hebat- Stridor masih hebat- Retraksi suprasternal dan epigastrium- Sianosis belum tampak

Derajat III:- Anak sangat gelisah- Dispneu makin hebat- Stridor makin hebat- Retraksi suprasternal dan epigastrium serta interkostal- Sianosis

Derajat IV:- Letargi

- Kesadaran menurun- Pernafasan melemah- Sianosis

4

Page 54: Print Anak

2. LaboratoriumBila sediaan apus dan biakan tenggorok ditemukan Corynebacterium diptheria

B. DIAGNOSA 1. Observasi difteri Bila ditemukan gejala klinis sebagai berikut:

Demam tidak terlalu tinggi Sakit menelan dan suara serak Adanya membran putih kelabu, mudah berdarah, sukar diangkat pada hidung, tonsil,

faring dan laring Tanda-tanda obstruksi saluran nafas bagian atas derajat I-III

2. Difteri Bila ditemukan gejala klinis seperti diatas (klinis observasi difteri) + pemeriksaan laboratorium ditemukan Corinebacterium diphtheria

C. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan

Isolasi penderita diruang khusus. Tirah baring 2-4 minggu pada penderita dengan komplikasi miokarditis , sampai miokarditis hilang. Diet makanan lunak yang mudah di cerna, tinggi kalori dan protein. Bila diperlukan dapat diberikan infus dengan cairan yang sesuai dan pemberian oksigen.

2. Medikamentosa Hari I: ADS 40.000 IU diberikan perdrip dengan pengenceran 20 kali dengan NaCl 0,9% sebelumnya dilakukan “skin test” bila (+) diberikan secara Besredka Hari II: ADS 40000 IU diberikan secara intra muskular P.P 50.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari Cortison 10-15 mg/kgBB selama 3 hari, diteruskan dengan prednison 2

mg/kgBB/hari per oral selama 3 minggu dosis penuh kemudian tapering off selama 1 minggu; 4 minggu dosis penuh kemudian tapering off selama 2-4 minggu bila disertai miokarditis.

Sedatif: bila anak gelisah diberikan largactil 1-2 mg/kgBB/hari atau luminal 4-5 mg/kgBB/hari

Laksansia: diberikan bila kesulitan defekasi. 3. Operatif

Tindakan operatif dilakukan dibagian THT bila terdapat obstruksi jalan nafas derajat II atau lebih

4. Pengamatan Pengamatan terhadap komplikasi miokarditis:

Pemeriksaan EKG dilakukan pada waktu penderita dirawat selanjutnya tergantung keadaan atau seminggu sekali.

Bila ada tanda-tanda heart blok, diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB/ hari selama 10 hari.

Bila pada pemeriksaan usap tenggorok Corinebacterium (-) maka pemeriksaan diulangi lagi besoknya 2 hari berturut-turut.

D. PENCEGAHANImunisasi dilakukan 4-6 minggu setelah pengobatan kortikosteroid di stop.

SKEMA PENGOBATAN DIFTERI

4

DASAR DIAGNOSA DIAGNOSAGRADASIOBTRUKSISALURANPERNAFASAN

PERAWATAN

Demam tidak tinggiSakit menelanNyeri kepalaSuara serakLesu,pucat dan lemah

Pemeriksaan fisik:PatognomonisMembran putih kelabuSukar diangkat dan mudah berdarah pada hidung, faring, tonsil.DispneuStridor inspiratoirRetraksi supra sternal,interkostal,epigastriumBull neckSianosisLaboratoriumSediaan apusBiakan DIFTERI

GRADE I- anak tenang- dispneu- stridor inspiratoar- retraksi supra sternal

GRADE II- anak gelisah- dispneu- stridor inspirator- retraksi supra sternal, epigastrium

GRADE III- sangat gelisah- stridor makin hebat- retraksi suprasternal, epigastrium + ICS- sianosis

GRADE IV- letargi- kesadaran menurun- kesadaran melemah- sianosis

1. P erawatan - Isolasi - Bed rest total - Pemeriksaan sediaan apus pada hari 1 MRS - Diulangi sampai 2 kali setiap minggu sampai hasil (-)

2. Diet - Mudah di cerna - Bila tidak mungkin beri IVFD cairan 2a - Cukup kalori dan protein

3. Medikamentosa - Hari I ADS: 40.000 IU diencerkan 20 x dlm NaCl 9% tes dulu bila (+) dilaku kan besredka - Hari II ADS 40.000 IU im - P.P 50.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari - Korticosteroid - Kortison 10-15 mg/kgBB/hr (3 hari) - Pednison 2 mg/kgBB/hr (3 minggu) - Miokarditis dosis penuh 4 minggu tapering off 2-4 minggu - Sedatif: bila anak gelisah largaktil 1-2 mg/kgBB/hr - Stool softner bila BAB sulit

4. Operatifobstruksi jalan nafas grade II atau lebih konsul THT untuk trakheostomi

Page 55: Print Anak

V. MORBILI

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Gejala Klinis a. Stadium prodromal

Demam Batuk pilek Conjungtivitis Fotofobia Nyeri tenggorok dan pembesaran kelenjar getah bening leher Terdapat bercak koplik dimukosa buccalis (patognomonis tetapi jarang dijumpai)

b. Stadium erupsi Demam dan batuk bertambah hebat Eksantema di palatum durum dan palatum molle Eritema makulopapuler yang mula-mula timbul di belakang dan di depan telinga

kemudian menyebar diantara bercak eritema makulopapuler terdapat kulit yang normal

Kadang-kadang terdapat gangguan gastrointestinal c. Stadium konvalesen

Suhu tubuh normal kembali Eritema makulopapuler akan berubah menjadi bercak-bercak hiperpigmentasi

4

Page 56: Print Anak

2. Laboratorium Leukopenia

B. DIAGNOSA Demam,batuk pilek,conjungtivitis ,fotofobia Eritema makulopapuler yang mula-mula timbul dibelakang dan didepan telinga, diantara

bercak-bercak tersebut terdapat kulit yang normal Hiperpigmentasi

C. KOMPLIKASI Pneumonia Otitis media Gastroenteritis Ensefalitis

D. PENGELOLAANIndikasi rawat: Morbili dengan komplikasi Morbili dengan: intake tidak masuk, muntah-muntah, KEPPenatalaksanaan Simptomatis : antipiretika, sedatif, antitusif Suportif : perbaiki KU, cairan parenteral bila intake tidak masuk Vitamin A: Usia < 1 tahun: 100.000 IU hari ke-1, 2 dan 14

Usia ≥ 1 tahun: 200.000 IU hari ke-1, 2 dan 14 Antibiotika : diberikan bila disertai infeksi sekunder Steroid : bila disertai ensefalitis

Dirawat bila terdapat komplikasi Penderita diisolasi Pengobatan terutama ditujukan terhadap komplikasi sesuai dengan komplikasi

VI. SEPSIS

A. PETUNJUK DIAGNOSA 1. Bentuk Klinis

Tersangka sepsis: panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardi, takipneu, kesadaran menurun, oliguria.

Sepsis: tersangka sepsis + (lekositosis/lekopenia, trombositopenia, granulosit toksik, hitung jenis bergeser kekiri, CRP (+), LED meningkat). Hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Syok septik: sepsis + tanda-tanda syok (tekanan darah, tekanan nadi, nadi lembut, kulit kemerahan)

Kegagalan organ multipel: fase terminal penyakit ditandai dengan kegagalan berbagai organ/ sistem: ginjal, hati, traktus respiratorius, jantung dan otak

B. DIAGNOSADasar diagnosis:Klinis : Panas disertai menggigil atau hipotermi Tampak toksik/ confusion Takikardi atau bradikardi, takipneu Flushing pada kulit/ruam kulit berupa petikie, ekimosis, pustular Kadang-kadang disertai kejang-kejang, ileus, menurunnya volume urine, inadequate

peripheral circulation Laboratorium:

Lekositosis/lekopenia, netropenia, trombositopenia, toksik granulosit (+) Hitung jenis bergeser kekiri, LED , CRP (+) Biakan darah/ urine/ LCS dapat (+) atau (-)

Langkah diagnosis:

4

Page 57: Print Anak

Pertimbangan klinis: Panas disertai menggigil atau hipotermi Tanda-tanda disfungsi organ: takikardi atau bradikardi, takipneu, ruam kulit, gangguan

kesadaran, gangguan sirkulasi, dsbLaboratorium

Kadar Hb, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi Hitung jumlah lekosit Hitung jenis lekosit LED, CRP, toksik granulosit, CT, CT Biakan darah, urine, atau LCS

C. PENGELOLAAN

Pertahankan keseimbangan cairan, bila perlu beri cairan intravena Sambil menunggu hasil biakan + uji resistensi berikan :

Sefalosporin generasi III secara iv (ceftriaxon 100 mg/kgBB/hari atau sefotaksim 200 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis atau ceftazidim 150 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis). Bila tidak memungkinkan: Ampisilin 200 mg/kgBB/hari + Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari iv. Bila perbaikan (-) dalam 48 jam atau memburuk dalam 24 jam I: AB diganti dengan sefalosporin generasi IV, atau gol. Karbapenem, atau quinolon pada anak >14 tahun, vancomycin bila curiga MRSA. Jika tidak memungkinkan: sefalosporin generasi III + gentamisinSelanjutnya sesuaikan antibiotika dengan hasil biakan kuman + uji resistensi serta klinis.

Bila disertai dengan syok Seyogianya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif. IVFD RL atau NaCl 0,9% 20cc/kgBB dalam 30 menit. Bila belum teratasi tambahkan

koloid 10-20 cc/kgBB dalam 1 jam, bila belum juga teratasi pasang kateter untuk pemeriksaan CVP untuk menjamin pemberian cairan adekuat..

Atasi asidosis. Kortikostiroid tiap 6 jam selama 2-3 hari : Dexametason 1-3 mg/kgBB/hari atau

Methylprednisolon 10-30 mg/kgBB/hari Oksigenisasi

D. Tindak LanjutPengamatan: Pemeriksaan klinis: tanda vital, monitor diuresis Pemeriksaan darah rutin, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, fungsi hati,

fungsi ginjal dilakukan secara serial. Pada penderita dengan syok lakukan analisa gas darah secara serial.

Bila anemia diberikan darah segar, gangguan fungsi ginjal lakukan dialisa, DIC berikan suspensi trombosit dan FFP 10 cc/kgBB

I. TERMINOLOGI SEPSIS

4

BAKTERI

FOKAL INFEKSI BAKTERIEMI

Page 58: Print Anak

II. PATOFISIOLOGI TERJADINYA SYOK SEPTIK

Infeksi

Komponen dinding sel bakteri

Endorphin Makrofag Aktivasi komplemen Faktor jaringan Cytokin C5a

Aktivasi Aktivasi Aktivasi PMN, pelepasan PAF,koagulasi & kalikrein,kinin produk asan arachidonat danfibrinolisis substansi toksik lain

penglepasan C3a, histamin

Vasodilatasi Kebocoran kapiler & dan kerusakan endotel Kerusakan endotel

Disfungsi Organ multipel

4

SEPSIS

SINDROM SEPSIS

SYOK SEPTIK AWAL

SYOK SEPTIK REFRAKTER

MODS

KEMATIAN

Bukti klinis adanya infeksi. Hipertermia,hipotermia,takikardi,takipneu,abnormalitas jumlah WBC

Adanya sindroma septic: hipotermia atau insufisiensi kapiler yang berespon tepat terhadap cairan IV dan/ interfensi farmakologi

Kombinasi dari:-DIC-ARDS-GGA-GNADisfungsi CNS akut

Adanya sepsis setidaknya satu diantara:-perubahan mental akut-Hipoksemia- plasma laktat

Adanya sindroma sepsis hipotensi atau insufisiensi kapiler lebih dari 1 jam meskipun sudah diberikan intervensi farmakologi

Page 59: Print Anak

Syok

Kegagalan organ multipel

VII. MALARIA

A. BATASAN Adalah penyakit yang bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium,

ditandai dengan panas, anemia dan splenomegali.

B. ETIOLOGI Terdapat 4 spesies dari genus Plasmodium yang menyerang manusia :

a. P. vivax : malaria tertiana/malaria vivax b. P. falciparum : malaria tropika/malaria falciparum c. P. malariae : malaria malariae d. P. ovale : malaria ovale

C. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles.

1. Siklus pada manusiaNyamuk anopheles menghisap darah manusia : sporozoit (kelenjar liur nyamuk) → peredaran darah (1/2 jam) → sel hati → tropozoit hati yang kemudian berkembang menjadi skizon hati (10.000-30.000 merozoit hati). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer (2 minggu). Pada P. vivax dan P. ovale : sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon → hipnozoit (dormant) → imunitas tubuh turun → aktif → relaps (kambuh).Merozoit hati → peredaran darah → menginfeksi sel darah merah → protozoa berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Siklus aseksual ini disebut skizogoni. Kemudian skizon pecah → merozoit keluar → menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit → stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk anopheles betinaNyamuk : menghisap darah yang mengandung gametosit (gametosit jantan dan betina) → pembuahan → zigot → ookinet → menembus dinding lambung nyamuk. Di dinding luar lambumg nyamuk : ookinet → ookista → sporozoit (infektif) → manusia.

D. MASA INKUBASI P. falciparum : 9-14 hari (12 hari) P. vivax : 12-17 hari (15 hari) P. ovale : 16-18 hari (17 hari) P. malariae : 18-40 hari (28 hari)

4

Page 60: Print Anak

E. PATOGENESIS1. Demam : timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah → antigen → sel-sel makrofag, monosit

atau limfosit → sitokin (TNF) → aliran darah hipotalamus → demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium (berbeda-beda) :

P. falciparum : 36-48 jam (demam dapat terjadi setiap hari) P. vivax/ovale : 48 jam (demam selang satu hari) P. malariae : 72 jam (demam selang 2 hari)

2. Anemia : terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi P. falciparum : seluruh stadium sel darah (anemia akut/kronis) P. vivax : sel darah merah muda (anemia kronis) P. malariae : sel darah merah tua (anemia kronis)

3. Splenomegali : limpa (organ RES) → plasmodium dihancurkanoleh sel-sel makrofag dan limfosit → penambahan sel-sel radang → limpa membesar.

4. Malaria berat : pada P. falciparum : eritrosit yang terinfeksi → proses sekuestrasi : tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler jaringan tubuh → obstruksi pembuluh darah kapiler → iskemia jaringan. Mekanisme ini bila disertai dengan pembentukan ‘rosette’ (bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya) dan proses imunologik → gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

F. DIAGNOSIS 1. Anamnesis

- Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal

- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria- Riwayat sakit malaria- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir- Riwayat mendapat transfusi darah - Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas

2. Pemeriksaan fisik - Demam (perabaan atau pengukuran dengan termometer) - Pucat pada konjungtiva palpebra atau telapak tangan - Splenomegali - Hepatomegali

3. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan dengan mikroskop : sediaan darah tepi tebal dan tipis, untuk menentukan :

a. ada tidaknya parasit malariab. spesies dan stadium plasmodiumc. kepadatan parasit : semi kuantitatif dan kuantitatif

Pada penderita tersangka malaria berat :a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3

hari berturut-turutb. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit

maka diagnosis malaria disingkirkan. - Tes diagnostik lain : deteksi antigen parasit malaria imunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Manifestasi Klinis Malaria Berat (WHO,1997)Malaria berat adalah ditemukannya plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis di bawah ini :

1. Malaria serebral : malaria dengan penurunan kesadaran2. Anemia berat (Hb < 5 g% atau hematokrit < 15%), hitung parasit > 10.000/uL3. Gagal ginjal akut (urin < 1 ml/kgBB/jam setelah dilakukan rehidrasi)4. Edema paru atau Acute Respiratiry Distress Syndrome5. Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%)6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan nadi ≤ 20 mmHg, disertai keringat dingin)7. Perdarahan spontan8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia9. Asidemia (pH : 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L)10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut

G. DIAGNOSIS BANDING Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat :

4

Page 61: Print Anak

1. Malaria ringan: demam tifoid, demam dengue, ISPA, leptospirosis ringan, infeksi virus akut lainnya.

2. Malaria berat: meningitis/ensefalitis, tifoid ensefalopati, hepatitis, leptospirosis berat, glomerulonefritis akut atau kronis, sepsis, DBD/DSS

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meliputi :1. Pemberian obat anti malaria :

- oral, untuk malaria ringan- parenteral, untuk penderita malaria berat atau yang tidak dapat minum obat

2. Pengobatan suportif- malaria ringan : simptomatik terhadap demam- malaria berat: perawatan umum, pemberian cairan dan pengobatan simptomatik: anti konvulsan

3. Pengobatan terhadap komplikasi organ pada malaria berat- tindakan dialisis atau pemasangan ventilator

1. Obat anti malaria Plasmodium falciparum

Pilihan I : Hari I : Klorokuin 10 mg/kgBB per oral Primakuin 0,75 mg/kgBB per oral Hari II : Klorokuin 10 mg/kgBB per oral Hari III : Klorokuin 5 mg/kgBB per oral

Pilihan II : Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan I dimana pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau ke-5 sampai hari ke-28 penderita belum sembuh atau kambuh, yaitu : Hari I : Sulfadoksin 25 mg/kgBB ; pirimetamin 1,25 mg/kgBB Hari II : Primakuin 0,75 mg/kgBB

Pilihan III: Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan II dan pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau hari ke-5 sampai hari ke-28 belum sembuh atau kambuh, yaitu : Hari I-VI : Kina 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis Hari I : Primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tunggal

Plasmodium vivax/ovale : Diberikan : Klorokuin : Hari I dan II : 10 mg/kgBB

Hari III : 5 mg/kgBB Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Bila resisten terhadap klorokuin, dimana pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau ke-7 sampai 14 hari belum sembuh, maka diberikan :

Kina : 30 mg/dibagi 3 dosis selama 7 hari Primakuin : 0,25 mg/kgBB selama 14 hari

Bila relaps/kambuh dimana penderita sudah menyelesaikan pengobatan klorokuin dan primakuin, pada pemeriksaan ulang hari ke-14 sampai ke-28 malaria positif, maka diberikan :

Klorokuin : 10 mg/kgBB, 1 kali setiap minggu selama minimal 8 minggu (8-12 minggu) Primakuin : 0,75 mg/kgBB, 1 kali setiap minggu, selama minimal 8 minggu (8-12 minggu)

2. Pengobatan malaria berat Penatalaksanaan kasus malaria berat meliputi :

a. Tindakan umum : pembersihan jalan nafas, pemberian O2, pemberian cairan dan observasi vital sign

b. Pengobatan simptomatik: antipiretik dan anti konvulsic. Pemberian obat anti malaria :

Kina HCl 25% per infus, dosis 10 mg/kgBB (bila umur < 2 bulan: 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10 ml/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat

Bila sudah sadar/dapat minum obat: dilanjutkan dengan kina sulfat per oral : 30 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis (total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus yang pertama) dan primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tuinggal.

d. Pengobatan komplikasi :

4

Page 62: Print Anak

Anemia: transfusi darah diberikan bila Hb ≤ 5 g/dL atau Hb > 5 g/dL dengan distress pernapasan anemia berat : transfusi darah PRC Kebutuhan total = ∆ Hb x BB x 4 cc

Malaria serebral- Berikan Kinin Hcl perdrip 10 mg/kgbb/hari 3 x per 24 jam selama penderita

belum sadar atau belum dapat makan peroral. Lanjutkan dengan kinin sulfat bila telah sampai 7 hari

- Dapat diberikan kortikosteroid seperti pada tipoid encephalopati

Malaria biliosa:- dosis obat malaria diberikan 1/2 dosis biasa dengan lama pEmberian 2 x lebih panjang

hipoglikemia : bolus glukosa 40% iv : 2-4 ml/kgBB syok hipovolemia : RL 10-20 ml/kgBB secepatnya sampai nadi teraba gagal ginjal akut : anuria : furosemide 1 mg/kgBB/kali perdarahan dan gangguan pembekuan darah : vitamin K injeksi 10 mg iv

I. PROGNOSISBaik : pada kasus tanpa komplikasi dan belum resisten obat anti malariaBuruk : pada malaria berat dengan komplikasi : kegagalan fungsi organ

J. TINDAK LANJUTPengamatan :- Selama pemberian obat anti malaria waspada terhadap penderita defisiensi G6PD- Pantau kadar gula darh terutama pada malaria falciparum- Pantau fungsi hati dan ginjal

K. INDIKASI PULANG Keadaan umum baik dan komplikasi teratasi

VIII. LARINGITIS AKUT

A. BATASAN Adalah infeksi akut pada laring non difteri sehingga terjadi reaksi radang yang dapat menimbulkan gejala-gejala sumbatan jalan nafas bagian atas.

B. ETIOLOGI

Dapat disebabkan oleh virus dan bakteri Infeksi bakteri oleh :streptokokus hemolitikus, pneumokokus, hemopilus Influenza dan stafilokokus.

C. PATOFISIOLOGIInfeksi akut reaksi radang edema laring gejala-gejala sumbatan jalan nafas atas.

D. GAMBARAN KLINIS

Panas Afonia (pada keadaan berat) Pada edema yang berat dapat terjadi: dispneu, stridor inspiratoar, retraksi supra sternal

dan infrasternal dan sianosis. Secara klinis laringitis akut sering melibatkan infeksi jalan nafas atas yang lain:

epiglottis, trakea, dan bronkus (laringitis akut, epiglotitis dan laringotrakeobronkitis)

E. GAMBARAN LABORATORIUM

Darah rutin : leukositosisBakteriologis : ditemukan kuman penyebab

4

Page 63: Print Anak

F. PEMBAGIAN SECARA KLINIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan fisik dan kuman penyebab.

G. PENGOBATAN

1. Medikamentosa Pada usia anak> 6 tahun diberikan

- PP 50.000 IU/hari 3-4 dosis- Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari/2dosis- Dexametason 0,5-1 mg/kgBB/hari/3 dosis

2. OperasiDilakukan trakeostomi apabila sudah terjadi edema laring yang hebat sehingga mengganggu jalan nafas (dilakukan dibagian THT)

3. Pemberian cairanPemberian cairan perinfus sesuai dengan kebutuhan pada keadaan edema laring yang hebat sehingga intake tidak dapat peroral.

IX. TAENIASIS

A. DIAGNOSADiagnosa ditegakkan dengan ditemukannya proglottid yang dikeluarkan malalui feses maupun pengamatan mikroskopis proglottid atau telur cacing pita

B. PENGOBATAN 1. Niklosamid (yomesan) dosis pemberian 60 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis dengan jarak 2 jam, obat makan dengan jalan dikunyah

2. Mebendazal dan albendazol Diberikan dengan dosis 2x 100 mg selama 3 hari berturut-turut 3. Pirantel pamoat

Bila obat-obatan niklosamid, mebendazol maupun albendazol tak tersedia, dapat dicoba dengan pirantel pamoat dengan dosis 11 mg/kgBB (maksimal 1g) dosis tunggal diulangi 2 minggu kemudian dengan dosis yang sama

4. PraziquantelBila obat obatan 1, 2, dan 3 tidak berhasil,diberikan obat praziquantel dengan dosis tunggal 10-20 mg/Kg BB. Obat ini sulit didapatkan, karena tidak tersedia di pasaran bebas/apotik di Indonesia

C. PENGAMATAN- Keberhasilan pengobatan diamati dengan pemeriksaan secara berkala feses penderita. Setelah

pemberian obat obatan tersebut diatas, feses penderita diperiksa selama 3 hari berturut turut kemudian 3 bulan kemudian.

- Bila ditemukan scolex atau tidak dijumpai lagi proglottid atau telur cacing pita, penderita dinyatakan sembuh.

D. PENCEGAHAN Menghindari kontak dekat dengan tikus, kera dan babi

X. RABIES

A. DEFINISIRabies adalah suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang disebabkab oleh firus rabies yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia (Soemargo sastrowarjito)Masa tunas:Lamanya masa tunas pada manusia bergantung kepada jumlah virus yang masuk dan besarnya luka. GIlROY mengatakan 1-3 bulan, KOPROWKI menyatakan 10 hari-12 bulan.

4

Page 64: Print Anak

B. DASAR DIAGNOSA 1. Gejala klinis

a. Gejala pendahuluanDemam, malaise umum, enek dan nyeri di tenggorokan selama beberapa hari, dan penderita merasa nyeri , rasa panas disertai kesemutan pada tempat luka. Kemudian disusul dengan gejala ansietas dan reaksi yang berlebih terhadap rangsang sensoris. Selanjutnya tonus otot-otot dan aktifitas simpatis meninggi dengan gejala hiperhidrosis,

b. Gejala stadium eksitasiAdanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal adalah hidrofobi, aerofobi, fotofobia, takut suara keras. Pada stadium ini dapat terjadi henti nafas, sianosis, takikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang kadang maniakal diselingi dengan saat-saat responsif. Gejala stadium eksitasi ini dapat terus tampak sampai penderita meninggal, sebelum kematian otot-otot justru melemas sehingga terjadi parese flaksid otot.

2. Laboratoriuma. Isolasi virus rabies dari saliva, cairan cerebrospinalis, urine dari hewan atau penderita

rabies yang masih hidupb. Setelah hewan atau penderita rabies mati, diagnosa dapat dibuat berdasarkan:

- Pemeriksaan mikroskopis dari cerebellum atau cerebrum dijumpai negri bodies - Pemeriksaan dengan cara FAT dari jaringan otak, kelenjar ludah, preparat sentuh

kornea yang dibekukan dengan CO2 padat.

C. PENGOBATAN

a. Bila belum ada gejala 1. Pengobatan lokal ada dua cara

- Mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen , kemudian luka dibersihkan lagi dengan alkohol 40-70 % atau larutan yang mengandung quartenary ammonium, kalau perlu diberikan ATS atau antibiotika.

- Luka dibersihkan dengan savlon alkohol, ditutup kain kemudian diberikan anestesi setempat secara infiltrasi. Obat yang dipakai: xylocain 2% atau lidokain 2% tanpa adrenalin. Setelah rasa sakit hilang disekitar luka maka dikerjakan explorasi dengan sayatan silang pada luka dengan H2O2 3%

2. Pengobatan khusus: memberikan vaksinasi terapi profilaksis dengan vaksin rabies, dilakukan apabila Hewan yang menggigit mati- Hewan berhasil ditangkap dan diawasi kemudian mati, pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan negri bodies.- Hewan berhasil ditangkap, dan diawasi dan kemudian mati, pada pemeriksaan

laboratorium tidak ditemukan negri bodies, tetapi pada anamnese sebelum dan waktu menggigit gejalanya tersangka rabies.

Bila pada 5 hari kemudian ternyata hasil laboratorium negatif, maka vaksinasi dapat dihentikan. Bila tersangka rabies selain vaksinasi profilaksis diberikan juga booster dan serum anti rabies dengan dosis 40 IU per kgBB pada hari ke-0

b. Bila sudah ada gejala 1. Bila luka sembuh tetap dilakukan pengobatan lokal

2. Pemberian VAR atau SAR tak ada gunanya lagi, pengobatan hanya simtomatis 3. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi penderitaan penderita:

- Pasien harus dirawat di rumah sakit- Penderita dirawat diruang isolasi- Pemberian IVFD

Cara pemberian vaksin anti rabies (VAR) bersama dengan serum anti rabies (SAR)1. Vaksin jaringan otak kera:

Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( umur 3 tahun) Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Booster : hari 10,20,90 setelah suntikan terakhir vaksin anti rabies 2

cc2. Vaksin duck embrio

Dosis : 2 cc

4

Page 65: Print Anak

Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Booster : 1 bulan setelah suntikan terakhir vaksin anti rabies 2 cc

3. Vaksin suckling mouse embrio Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( umur 5 tahun) Pemberian : subkutan Sebanyak : 7 kali Boster : hari 11,15, dan hari 25,35 90 setelah suntikan pertama

dengan dosis 0,25 cc dewasa dan 0,1 cc anak-anak4. Vaksin H.D.C

Dosis : 1 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 6 kali (hari ke 0,3,7,14,30,90)

Cara pemberian Vaksin anti rabies1. Vaksin jaringan otak kera

Dosis : 2 cc dewasa, 1cc anak Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Untuk profilaksis : dosis : 0,1-0,2 cc

Pemberian : intrakutan Sebanyak : 3 kali (interval 5-7 hari)2. Vaksin duck embrio

Dosis : 2 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Untuk profilaksis: dosis : 2 cc Pemberian : subkutan banyak : 3 kali ( interval 7 hari)

3. Vacsin suckling mouse brain Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( 5 tahun)Pemberian : intrakutan Sebanyak : 3 kali (interval 11- 15 hari)

4. Vaksin H.D.C Dosis : 1 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 6 kali 9 hari ke 0,3,7,14,30,90) Untuk profilaksis : Dosis : 1 cc

Pemberian : Subcutan Sebanyak : 2 kali ( hari ke 1 dan 31) Diulang sebanyak 1 kali setiap

tahun

Untuk kasus kasus yang menerima Pasteur treatment, maka perlu diperhatikan ketentuan dibawah ini:

Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalam waktu 3 bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka tidak perlu di vaksin lagi

Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalm waktu 3-6 bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka perlu diberi 2 kali suntikan rabies dengan jarak 1 minggu sebanyak 2 cc subkutan disekitar pusat

Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka pasien tadi dianggap pasien baru

4

Page 66: Print Anak

CARA PEMAKAIAN ANTI RABIESBERSAMA DENGAN SERUM ANTI RABIES

NO TIPE VAKSIN CARA PENYUNTIKAN BOSTER KET

Sesudah digigit Sebelum digigit(post exposure) (pre exposure)

1. Jaringan otak kera 14 kali suntikan @ Hari 10,20, dan 90 anak anak 3 2 cc dewasa(sc) setelah suntikan t tahun

1 cc anak anak terakhir VAR 2 ccsc

2. Duck embrio Vaccine 14 suntikan @ 1 bulan setelah2 cc (sc) suntikan terakhir

VAR 2 cc sc

3. Suckling mouse brain 7 x suntikan @ 2 Hari ke 11 & 15 anak anak 5cc dewasa (sc) setelah suntikan tahun1 cc anak pertama ditambah

booster lagi padahari ke 25,35 dan 90setelah suntikan perta-ma 0,25 cc pada dewa-sa, 0,1 cc pada anak

4. H.D.C ( human diploit 6x suntikan @ 1 cc 1 bulan setelah sunti-

cell) s.c pada hari 0,3,7 kan terakhir VAR 14,30 dan 90 2 cc,s.c

PEMBERIAN VAKSIN DAN SERUM ANTI RABIESKEADAAN HEWAN YANG MENGGIGIT

No MACAM GIGITAN PADA WAKTUMENGGIGIT

OBSERVASISLM 10 HARI

PENGOBATAN YANGDIANJURKAN

1. Kontak, tetapi tak ada lukaKontak tak langsungTidak ada kontak

Gila Tidak perlu diberikan pengobatan

4

Page 67: Print Anak

2. Jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet, luka kecil disekitar tangan, badan, kaki

a. Tersangka gila

b. Gila: hewan margasatwa, hewan yang tak mungkin diobservasi (lari/dibunuh)

Sehat

Gila

Segera diberikan vaksin dan hentikan vaksinasi tersebut apabila ternyata hewan yang tersangka masih sehat setelah 5 hari dalam observasi.

Segera diberikan vaksin dan diberikan serum apabila diagnose laboratorium (+) rabies

Segera diberikan vaksin dan serum

3. Jilatan mukosa, luka-luka yang berat (luka-luka yang banyak, dalam, di daerah muka, kepala, jari atau leher).Kontak langsung

Tersangka gila atau betul-betul gila, hewan margasatwa, hewan yang tak dapat diobservasi (lari/dibunuh)

Segera diberi serum + vaksin anti rabies dan apabila 5 hari di dalam observasi hewan yang bersangkutan masih sehat maka pengobatan perlu dihentikan

CARA PEMAKAIAN VAKSIN ANTI RABIES TANPA SERUM ANTI RABIES

VAKSIN CARA PENYUNTIKAN BOSTER KET

NO Sesudah digigit Sesudah digigit(post exposure) (pre exposure)

1. Jaringan otak kera 14x suntikan @ 3x suntikan i.c Anak anak 3 tahun2 cc dewasa (sc) 0,1-0,2 cc1cc anak-anak interval 5-7 hari

2. Duck embryo vaccine 14x suntikan 3 suntikan i.c @ 2 cc (s.c) interval 7 hari

3. sucking mouse brain 7x suntikan @ 0,25 cc dewasa hari ke-11&15 i.c anak-anak 3 tahun2 cc dewasa (sc) 0,1 cc anak anak setelah suntikan pertama1 cc anak anak 0,25 cc pada dewasa,

0,1 cc pada anak-anak

4. H.D.C (Human diploit 6x suntikan @ 2x suntikan @ 1 cell) 1cc s.c pada cc s.c dengan

4

Page 68: Print Anak

hari 0,3,7,14,30 interval 1 bulan dan 90 kemudian ulangi

1 kali per tahun

XI. ABSES PERITONSILER

A. BATASAN

Infeksi akut atau abses yang berlokasi di spatium peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat diantara tonsil dengan m. kontriktor superior, biasanya unilateral dan didahului oleh infeksi tonsilipharingitis akut 5-7 hari sebelumnya

B. ETIOLOGI

Streptokokus beta hemolitikus group A ,stafilicocus, kuman anaerob

C. PETUNJUK DIAGNOSA

1. Gejala klinis Biasanya didahului oleh infeksi tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya, berupa

demam,dapat mencapai 40,50C, nyeri tenggorokan, mialgia, malaise, sukar menelan (tanda khas berupa air liur yang menetes keluar), trismus (karena spasme pada m. pterygodeus internus), tidak mau makan dan bicara, spasme pada otot otot homolateral(torticolis)

2. Pemeriksaan FisikMukosa mulut merah dan sembab, tonsil meradang, uvula terdorong ke arah yang berlawanan, perabaan digital: fluktuasi di puncah anterior tonsil yang terkena

3. Laboratorium- Darah rutin : leukositosis- Kultur : Streptokokus beta hemolitikus group A,

Stafilokokus

D. DIAGNOSA BANDING Peritonsilitis Lues primer atau tersier Tumor Aneurisma a. carotis interna

4

Page 69: Print Anak

E. KOMPLIKASI

Sepsis, trombosis, abses parafaringeal,mediastinitis, osteomilitis sela tursika, oedema laring, obstruksi laring, tromboflebitis vena leher, angina ludovici

F. PENATALAKSANAAN

Istirahat, diet BB, kompres hangat Insisi dan drainage Kumur PK 1/10.000 Antibiotika: - Penisilin G prokain 50.000 IU/kgBB/hari atau - Ampicillin 100 mg/kgBB /hari atau - Eritromisin 50 mg/kg BB/hari selama 5-12 hari Tindak lanjut: bila ada riwayat tonsillitis kronis: tonsilektomi (rekurensi 10% bila ada

riwayat tonsilitis kronis)

XII. DEMAM SCARLATINA

A. BATASANSuatu infeksi saluran nafas atas dengan rash khas yang disebabkan infeksi eksotoksin pirogen yang diproduksi oleh Streptococcus grup A pada individu yang tidak mempunyai antibodi antitoksin

B. BENTUK KLINISRash timbul 24-48 jam setelah gejala infeksi saluran nafas atas. Mulai timbul sekitar leher dan menyebar ke badan dan ekstremitas rash difus papular, erupsi eritematous warna merah terang pada kulit dan memutih pada penekanan, terutama pada lipatan siku, aksila dan paha. Kulit seperti kulit angsa dan teraba kasar. Setelah 3-4 hari rash menghilang diikuti deskuamasi. Faring hiperemis. Lidah : coated tongue , papil bengkak, setelah kulit deskuamasi papil memerah prominen seperti strawberry tongue.

C. DASAR DIAGNOSISKultur dari swab tenggorok ditemuksn Streptococcus grup A.

D. DIAGNOSIS BANDINGMorbili, Roseola, Penyakit Kawasaki, erupsi obat.

E. KOMPLIKASIDemam Rematik, Glomerulonefritis Akut.

F. PENATALAKSANAANPenisilin V 30-60mg/kgBB/hari per oral dibagi 2-4x/hari atau Eritromisin 20-40mg/kgBB/hari terbagi 2-4x/hari, selama 10 hari. Atau dosis tunggal Benzatin Penisilin G 600.000iu (BB≤30kg) atau 1.200.000iu (BB>30kg) i.m.

G. PROGNOSISBila cepat diobati baik.

4

Page 70: Print Anak

XIII. MENINGOKOKSEMIA

A. BATASANPenyakit meningokoksemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis dengan gambaran penyakit : Bakteriemia tanpa sepsis Meningokoksemia (sepsis) tanpa meningitis Meningitis dengan atau tanpa meningokoksemia

B. MANIFESTASI KLINISBentuk klinis Meningokoksemia :1. Meningokoksemia Akut

Diawali faringitis, demam, mialgia, lemas, muntah, diare dan atau sakit kepala. Rash makulopapular timbul sebelum gejala berat terjadi septik syok ditandai dengan hipotensi, DIC, asidosis, perdarahan adrenal, gagal ginjal, gagal jantung dan koma. Petekia dan purpura dapat menonjol (purpura berat), dapat disertai atau tanpa meningitis. Tersering Meningitis dengan Meningokoksemia : sakit kepala, fotofobia, letargi, muntah, kaku kuduk dan gejala rangsang meningeal yang lain, kejang dan gejala neurologik fokal lebih sedikit dibanding meningitis lainnya.

2. Meningokoksemia KronisDemam, tampak tidak toksik, atralgia, sakit kepala dan rash mirip infeksi gonokokus. Lama penyakit 6-8 minggu.

C. DASAR DIAGNOSIS Kultur darah, LCS atau cairan sinovial Neisseria meningitidis. Kultur atau pengecatan gram dari petekia atau lesi papular N. meningitidis

D. DIAGNOSIS BANDING1. Sepsis2. Meningitis lainnya3. Rocky Mountain Spotted Fever4. Ehrlichiosis atau epidemic tifus5. Endokarditis bakterial6. Autoimun vaskulitis, serum sickness, SHU, ITP, erupsi obat7. Infeksi echovirus, coxsachievirus8. Vaskulitis lainnya9. Eksantem virus10. Penyakit Kawasaki

E. PENATALAKSANAANPenisilin G 250.000-400.000iu/kgBB/hari dibagi 4-6x/hari atau Cefotaxime 200mg/kgBB/hari atau Ceftriakson 100mg/kgBB/hari atau Kloramfenikol 75-100mg/kgBB/hari dibagi 4x/hari, lama pemberian 5-7 hari. Meningokoksemia dengan Meningitis liat SP Meningitis.

F. KOMPLIKASI Berat : vaskulitis, DIC, hipotensi. Kulit : pembentukan parut. Syaraf : tuli, empiema, subdural efusi, abses otak, ataxia, kejang, buta, obstruktif hidrosefalus. Perdarahan adrenal, endoftalmitis, artritis dan vaskulitis kutaneus (eritema nodosum),

endokarditis, perikarditis, miokarditis, pneumonia, abses paru, peritonitis.

G. PENCEGAHANProfilaksis segera pada keluarga serumah, sekolah dan orang yang kontak dengan sekret penderita selama 7 hari sebelum serangan penyakit : Anak-anak : Rifampisin 10mg/kgBB/dosis 2x/hari (2 hari), max 600mg Bayi <1 bulan : Rifampisin 5mg/kgBB/dosis 2x/hari (2 hari)

4

Page 71: Print Anak

Anak <12 tahun : Ceftriakson 125mg dosis tunggal i.m. Anak >12 tahun : Ceftriakson 250mg dosis tunggal 1.m. Usia ≥18 tahun : Ciprofloksazin 500mg dosis tunggal.

XIV. HISTIOSITOSIS

Sindroma histiositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi berbagai manifestasi klinis yang terjadi akibat proliferasi dan infiltrasi dari sistem sel fagosit mononuklear dan mengalami akumulasi sel dalam jaringan ikat. Dapat disertai atau tidak reaksi inflamasi dengan peran serta eosinofil, netrofil dan sel mononuklear kedalam jaringan kulit, tulang dan viscera.

Dasar DiagnosisManifestasi klinis, laboratorium dan patologi anatomiTerdapat 3 tipe :1.Tipe I : Langerhans cell histiocytosis (LCH)/Histiositosis X :

PA : proliferasi spesifik sistem monosit-makrofag (sel Langerhan) dengan Birbeck’s granule, disertai atau tidak reaksi inflamasi.Laboratorium : anemia, perdarahan karena trombositopeni. Protein total < 5,5g%, albumin < 2,5g%, LDH ↑, PTT memanjang (pada kegagalan fungsi hati). Gangguan osmolaritas urin.

a. Hand Schuller-Christian (HSC) Sering pada anak usia 2-6 tahun, gejala klinis klasik :

1. kelainan tulang membranosa, terutama tengkorak2. Eksoptalmus, unilateral atau bilateral3. Diabetes insipidus

Histiositosis diseminata kulit (papula seluruh badan, dermatitis seboroik, peteki dan purpura), hepar, nodus limpatikus, tulang dan sistem hematopoitik.

b. Letterrer-Siwe (LS) Bersifat akut diseminata pada bayi, jarang usia > 2 tahun : erupsi kulit seperti papula, purpura,

dermatitis seboroik, hepatosplenomegali, limfadenopati, otitis media sampai terjadi destruksi tulang petrosus dan mastoideus

c. Granuloma Eosinofilik Kelainan di tulang panjang, pada anak : tulang kepala, vertebra, kosta dan pubis (lesi tunggal atau

multipel)2.Tipe II : Histiositosis atau fagosit mononuklear selain sel Langerhans :

4

Page 72: Print Anak

a. Infection Associated Histiocytosis Syndrome (IAHS) Demam tinggi, hepatosplenomegali, kegagalan fungsi hati dan sistem koagilasi PA : pansitopeni dan proliferasi histiomonositik pada sumsum tulang

b. Familial Enthrophagocytic Limphohistiocytosis (FEL) Kelainan SSP infiltrasi histiosit pada meningen dan hemofagositik. PA : adanya macrophage cell type

c. Sinus Histiocytosis with Massive Lymphadenopathy Demam tinggi, lekositosis. Tidak pada sumsum tulang, kulit, hati, limfe & paru. PA : nodus limphatikus besar dilatasi subskapsuler dan sinus medularis akibat proliferasi

histiosit

3. Tipe III : Malignant histiocytosis : Demam, limfadenopati, hepatosplenomegali, infiltrasi inflamasi subkutan, pansitopenia, tes Coomb

positif terdapat anemia hemolitik, ikterik. PA : nodus limphatikus infiltrasi histiosit, sel tumor dan sel inflamasi dilatasi subkapsuler dan

sinus medularis. a. Acute Monocytic Leukemi b. Malignant Histiocytosis c. True Histiocytosis Lymphoma

Pengobatan 1. Tipe I (LCH) pada pasien dengan :

Kelainan > 3 organ Adanya kegagalan fungsi organ Relaps dan atau sedang dalam pengobatan intensif

Terapi menurut Lanzkowsky : Metilprednisolon dosis tinggi 30-40mg/kg/dosis iv selama 3 hari setiap 3-4 minggu diberikan 2 kali

↓ respon (-)Vinblastin 6mg/m²/minggu iv dalam 12 minggu dan prednison 1mg/kg/hari po dalam 12 minggu.

↓ respon (-) 2,5,8,12,17,23,29,35 Vinkristin 1,5mg/m² (maks. 2mg) iv (hari I) setiap minggu bersama Ara-C Prednison 40mg/m²/hari po 4 minggu pertama, 20mg/m²/hari po sampai 47

minggu, tappering minggu 46 sampai 52. ↓ respon (-)

Etoposid 100-150mg/m²/hari dalam 2 jam melalui infus 3 hari berurutan selama 3-4 minggu minimal 3 bulan tergantung respon.

Vinkristin 1,5mg/m² iv : hari ke 8,15,22,29 Siklofosfamid 400mg/m² iv : hari ke 15,29 Adriamisin 20mg/m² iv : hari ke 1, 2 Prednison 40mg/m²/hari po : hari ke 1-29Pemberian diberikan setiap 4 minggu, selama 9 kali.

2. Tipe II : tipe FEL kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang dikombinasi tranfusi tukar. Tipe IAHS mengobati infeksi penyerta.

Terapi Lanzkowsky 1995 :a. Prednison 1mg/kg/hari po selama 12 minggub. Vinblastin 6mg/m²/minggu iv selama 12 mingguc. Etoposid 100-150mg/m² iv 2 jam via infus 3 hari berurutan setiap 3-4 minggu.d. MTX IT (<1 tahun 6mg, 1-2 tahun 8mg, 2-3 tahun 10mg, >3 tahun 12mg)e. Tranfusi tukar atau plasmaferesis

f. Antithymocyte globulin (ATG), metilprednisolon, siklosporin, dan MTX IT : ATG 10mg/kg/hari iv, 3 jam melalui infus selama 5 hari berurutan Metilprednisolon 2,5mg/kg/hari selama 5 hari kemudian ditappering Siklosporin A 3-5mg/kg/hari melalui infus sampai 150-200ng/ml (dalam darah), dapat diganti oral

8-10mg/kg/hari terbagi 2 dosis

4

Page 73: Print Anak

MTX IT 5-6 kali selama seminggu3. Tipe III : Terapi Zucker JM, Cillaux JM, Vanel D dkk, 1980 :Program Sediaan Dosis HariInduksi :COPD

SiklofosfamidVinkristinAdriamisinPrednison

12-15mg/kg iv1,5mg/m² iv60mg/m² iv100mg/m² po

Hari ke 1-4Hari ke 1Hari ke 2Hari ke 1-4

Pemeliharaan :VCAD

VinkristinSiklofosfamidAdriamisin

1,5mg/m² iv12-15mg/kg 1v60mg/m² iv

Hari ke 1, 8, 36Hari ke 1-7Hari ke 36

Lamanya pengobatan : 16-28 bulan.

PrognosisTergantung klasifikasinya, :1. Tipe I (LCH) sebagian besar sembuh sendiri Angka kematian 55-60% bila usia < 24 bulan2. Tipe II

IAHS baik, penyakit unfeksi penyerta dapat diobati. FEL jelek

3. Tipe III 100% meninggal bila tidak diterapi.

LEUKEMIA MIELOSITIK KRONIKDasar DiagnosisAnamnesis

Gejala hipermetabolisme : penurunan berat badan, lemah, anoreksia, keringat malamPemeriksaan

Splenomegali Anemia : pucat, dispnu, takikardi Memar, epistaksis dan perdarahan lain Jarang : gout, gangguan penglihatan dan gejala neurologis lain

Laboratorium Lekositosis > 50.000/μl, kadang-kadang > 500.000/μl Spektrum sel mieloid lengkap di gambaran darah tepi. Kadar netrofil dan mielosit melebihi kadar

sel blast dan promielosit. Biasanya anemia normokrom normositer BMP : hiperseluler myelogenous system (mielosit & metamielosit), eritropoetik sedikit terdesak,

trombositosis, Philadelphia kromosom (>50%-90%).

Pengobatan Busulfan atau Hidroksi urea (untuk menurunkan jumlah lekosit) dosis 20-50mg/m²/hari Allopurinol (mencegah produksi tinggi urat gout atau kerusakan ginjal). Transplantasi sumsum tulang

Prognosis Angka survival rata-rata 3-4 tahun bisa sampai 10 tahun atau lebih. Kematian biasanya karena transformasi akhir mendadak atau perdarahan atau infeksi.

GASTROENTEROHEPATOLOGI

1. DIARE AKUT

Batasan Epidemiologis : merupakan kumpulan penyakit dengan gejala diare, yaitu defekasi dengan feses cair

atau lembek dengan/tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari. berlangsung belum lebih dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan.

Klinis : merupakan diare yaitu berak dengan kandungan air lebih dari nonnal atau disertai darah/lendir atau bila orang tua menganggap anaknya menderita berak-berak.

4

Page 74: Print Anak

Indikasi rawat penderita diare akut1. Diare akut dehidrasi ringan, ringan sedang dengan berak-berak dan muntah profuse dan upaya rehidrasi oral

di RPO gagal, atau disertai penyakit penyerta yang memerlukan perawatan di rumah sakit. 2. Diare akut dehidrasi berat.

Tujuan perawatan dan pengobatan penderita diare akut1. Melakukan koreksi terhadap kehilangan cairan dan elektrolit2. Melakukan feeding adjustment 3. Memberikan pengobatan medikamentosa

Pengobatan terhadap kausa Pengobatan terhadap penyakit penyerta/penyulit Pengobatan penunjang/simptomatik yang diperlukan

4. Memberikan health education :

Terapi cairan dan e1ektrolit: Koreksi cairan dan e1ektrolit dibedakan 2 macam: 1. Pada diare akut murni 2. Pada diare akut dengan penyulit/komplikasi Ad 1. Pada diare akut murni:

Ditujukan untuk: Rehidrasi : mengganti previous water losses dengan IVFD/NGT Maintenance : mencegah dehidrasi dengan mengganti on going water losses dengan oralit

peroral/CRO Requirement : dengan makan dan minum seperti biasa

Ad 2. Pada diare akut dengan penyulit: Menggunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung:

Na : 63,3 mEq/L K : 10,4mEq/L CI : 61,4 mEq/L HCO3: 12,6 mEq/L Kalori : 200 kalori

Yang terdiri dari NaCl 15% 10 cc, KC1 10% 4 cc, NaHCO3 2,5% 7 cc dalam 500 cc D5%.Koreksi maupun maintenans diberikan secara IV dengan kecepatan:a) Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang

4 jam I : 50 cc/kg BB 20 jam II : 150 cc/kgBB

b) Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat 4 jam I : 60 cc/kg BB 20 jam II : 190 cc/kgBB

Bentuk penyulit, jenis dan jumlah cairan dilihat pada skema 2. Terapi diet lihat skema 1 .

Terapi medikamentosa Obat-obatan antimikroba termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan pemberian antimikroba/antibiotika adalah sebagai berikut: 1. Kolera2. Diare bakterial invasive 3. Diare dengan penyakit penyerta 4. Diare karena parasit/jamur

Ad. 1. Kolera Semua penderita yang secara klinis dicurigai kolera diberi Tetrasiklin 50mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 3 hari.

Ad. 2. Diare bakterial invasif Secara klinis didiagnosis jika: Panas lebih dari 38,5 C Ada meteorismus Ada lendir dan darah dalam tinja secara makroskopis maupun mikroskopis Lekosit dalam tinja secara mikroskopis lebih dari 10/lpb atau ++.

Antibiotika yang dipakai sementara menunggu hasil kultur: K1inis diduga kearah Salmonella diberikan Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari.

4

Page 75: Print Anak

K1inis diduga ke arah Shigella diberi Nalidixid acid 85mg/kgBB/hari diberi 4 dosis selama 10 hari atau Amoksisilin 5Omg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari.

Ad. 3. Penyakit penyerta diobati sebagaimana mestinya. Ad. 4 Untuk penyakit parasit diberikan: Amubiasis dibenkan Metronidazole 50 mgtkbBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5-7 hari. Helminthiasis: untuk Ascaris/Ankylostoma/Oxyuris : pyrantel Pantoate l0mg/kgBB hari dosis tungga1. Untuk

Trichuris: Mebendazole 2 x l00 mg selama 3 hari. Giardiasis: Metronidazole 15mg/kgBB/hari selama 5 hari.

Untuk penyebab jamur diberikan:Candidiasis diberikan Nistatin : - Kurang dari 1 tahun: 4 x 100.000 IU se1ama 5 hari

- Lebih dari 1 tahun : 4 x 300.000 IU se1ama 5 hari

Pemberian Health Education Pendidikan kesehatan dilakukan pada saat visited an di ruangan khusus dimana orangtua penderita dikumpulkan.

Pokok ceramah meliputi: Usaha pencegahan diare dan KKP Usaha pertolongan untuk mencegah dehidrasi pada diare dengan menggunakan oralit dan cairan. Imunisasi Keluarga berencana Penderita dipulangkan: Bi1a kita yakin ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup wa1aupun

diare masih berlangsung. Kausa diare/penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati.

Skema 1. Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GE akut tanpa Penyulit

Dehidrasi RehidrasiWaktu

Cairan Pencegahan Dehidrasi

MakanMinum

Tanpa dehidrasi

- - 10-20 cc oralit atau

ASI diteruskan. Susu formula diteruskan. Makanan padat diteruskan dengan mengurangi makanan berserat, ekstra 1 porsi

Ringan-

sedang

4 jam 75 cc (1/2 gelas) oralit/kg BB atau adlibitum sampairasa haus hilang

Idem Dapat ditangguhkan sampai anak menjadi segar

Berat 4 Jam IVFD RL 30 cc/kg BB 7 ½ tetes/kgBB/menit. Oralit ad libitum segera setelah anak bias minum

Idem Ide

Penilaian dilakukan tiap 1 jamSetelah rehidrasi

Idem penderita tanpa dehidrasi

Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah: Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung Tidak ada meteorismus Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV atau

4

Page 76: Print Anak

Menyebabkan pemberian cairan peoral menjadi berbahaya Dikatakan gaga1 jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak atau syok bertambah berat.

Skema 2. Beberapa Penyulit Gastroenteristis Akut dan Penanggulangannya

Jenis Penyulit Jenis/cara pemberian

Cairan

Jumlah cairan Terapi Medikametosea

Ket

KKP I-IV Modifikasi Sutejo Sesuai GEA nurni Sesuai kuasa/penyakit penyerta

KKP III-IV Modifikasi Sutejo Maras: 250 cc/kg/BBKwash : 200 cc/kg BB

Bronco Pneumonia

Modifikasi Sutejo ¾ Kebutuhan Sesuai BP *

Ensefalitis Modifikasi Sutejo ¾ Kebutuhan Sesuai Ensefalitis **Meteorismus Modifikasi Sutejo ¾ Kebutuhan Antibiotic

profilaksisMiningitisPurulenta

Modifikasi Sutejo ¾ Kebutuhan Sesuai menpur

Dehidrasi Sesuai skema 3 Sesuai skema 3 Sesuai ctiologi ***Gagal GinjalAkut

Sesuai GGA 30 cc kg/BB + volume urin 1 hari sebelum kenaikan suhu

Sesuai GGA

ImpendingDecomp Cordis

Cairan rendah natrium

¾ Kebutuhan Digitalisasi

* diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim kardiovaskuler tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat.

** akibat lanjut dari meteorismu adalah terjadinya ballooning effect, langkah-langkah; untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan dekompresi: dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala dari bawah dengan mernasang schorstein.

Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus) dan memberi makanan parenteral sedekat mungkin.

* * * dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis 1. Klinis: turgor yang relatif baik, hiperiritabel, rasa haus yang sangat nyata, kejang yang biasanya timbul

setelah terapi cairan. 2. Labor: kadar Na* serum yang biasanya 1ebih dari 150 meq/l

Skema 3. Terapi Cairan Dehidrasi Hipertonik

Jenis CairanWakt

uKecepatan Nadi

(Jam) 12 120- 140- >160 Falmorm Ca Glukonas

4

Page 77: Print Anak

0 140 160 is1 2 ¾

tts/kg/BB/menitDG

RL RL Rl RL 5 –10 cc

2 Idem DG

DG RL RL RL

3 Idem DG

DG DG RL RL

4 Idem DG

DG DG DG RL

5 s/d 24

2 ¾ tts/kgBB/menit

Jam ke-9: 5-10 ccJam ke-17:3-10 cc

2. DIARE KRONIK

Definisi Diare kronik ada1ah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair atau disentri.

Insiden Pada Indonesian Demographic dan Hea1th Survey, 1994, di1aporkan bahwa preva1ensi diare persisten adalah 0,15 dan diare berdarah adalah 1,2%.

Klasifikasi Pembagian diare kronik yang didasarkan atas sifat tinja-berair, berlemak atau berdarah, menurut Arasu dkk (1979) akan lebih dapat membantu menghadapi masalah diare kronik. Klasifikasi diare kronik pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:

A. Watery stools atau tinja cair 1. Gastroenteropati a1ergi

Alergi protein susu sapi Alergi protein kedele

2. a. Defisiensi disakaridase Defisiensi lactase - sering sekunder Defisiensi sucrose -isomaltase

b. Ma1aosolusi glukosa -galaktosa 3. Defek imun primer4. Infeksi usus oleh virus, bakteri dan parasit (giardin) 5. CSBS ( contaminated sma1l bowel syndrome )

Obstruksi usus, ma1rotasi, short bowel syndrome, dll Penyakit Hirsprung, enterckolitis

6. Persistent postenteriting diarrhoea dengan atau tanpa intoleransi karbohidrat7. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin

Hiperparlitiroidism Insufisiensi adrena1 Diabetes melitus

8. Diare sehubuugan dengan tumor Karsinoma medu1a tiroid Ganglionewoma Zol/inger-E1lison syndrome

9. Ma1absorhsi asam empede Cholerrhoeic diarrhoea

B. Fattty stools atau tinja berlernak 1. Insufisiensi pancreas, PEM, BBLR

Hipoplasia (Swachman Syndrome) Cystic fibrosis. celiac disease

2. Limfangiektasi usus3. Kolestsis

Atresia biliaris ekstra atau intrahepatik Hepatitis neonatal Sirosis hepatis

4

Page 78: Print Anak

4. Steatorea akibat obat (misa1: neomisin, kolestiramin) 5. CSBS: -Short bowel syndrome 6. Gastroenteropati alergi, defek imun primer, enteropati akrodennatitis, anemia defisiensi besi.

C. Bloody stools atau tinja berdarah 1. V. campylobacter, Saimonella, Shigella2. Disentri amuba 3. Inflammatory bowel disease

Kolitis ulseratif Penyakit Chron

4. Enterokolitis pseudomembranosa 5. Diare sehubungan dengan lesi anal

Patofisiologi Mekanisme patofisiologi diare kronik bergantung penyakit dasarya dan sering terdapat lebih dari satu mekanisme, yaitu : (Arasu dkk. 1979) a. Diare osmotic b. Diare sekretorik c. Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak d. Defek sistem pertukaran anion e. Kerusakan mukosa f. Motilitas dan transit abnormal g. Sindrom diare intraktabelh. Mekanisme-mekanisme lain.

Berdasarkan patogenesis dan patofisiologinya, diare kronik diklasifikasikan menjadi: 1. Diare persisten, yaitu diare yang melanjut/menetap sampai 2 minggu atau lebih dan disebabkan oleh infeksi

serta sering disertai gangguan pertumbuhan. 2. Sindroma rawan usus SUS (SRU)/Irritable bowel syndrome (lRS), yaitu suatu sindrom klinis yang

menyebabkan diare kronik non spesifik pada anak yang tampaknya sehat, tidak ditemukan adanya kelainan organik.

3. Diare intraktibel bayi (Intractable diarrhea ofinfancy), yaitu bayi dengan diare yang berhubungan dengan kerusakan mukosa yang difus yang timbul sebelum bayi berusia 6 bulan, berlangsung lebih dari 2 minggu. disertai malabsorbsi dan malnutrisi. Berbagai penyakit dapat menyebabkan diare yang sulit diatasi, melanjutkan kerusakan mukosa usus halus, yang merupakan penyebab utama dari diare intraktabel ini.

Diagnosa dan Evaluasi 1. Riwayat penyakit: saat mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan, konsistensi,

adanya darah atau lender, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran pernafasan bagian atasfailure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu. Buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable colon syndrome), riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya (euterokolitis pseudomembranosa )

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang cermat keadaan umum pasien, status dehidrasi, pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit. juga penting untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya.

3. Pemeriksaan laboratoris a. Pemeriksaan tinja

Makroskopis: warna, konsistensi, adanya darah, lendir Mikroskopis:

Darah samar dan leukosit yang positif (> l0/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.

pH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbohidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon.

Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sample tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat.

Breath hydrogen test, digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining

yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak. Biakan kuman dalam tinja, untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing)

4

Page 79: Print Anak

b. Pemeriksaan darab: darah rutin, elektrolit (Na, K; Cl) dan bicarbonate, albumin, kadang diperlukan pemeriksaan kadar serum, dll.

4. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans.

Penatalaksanaan 1. Umum dan Dietetik

a. Nutrisi enteral Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima untuk mempertahankan dan

mencukupi kebutuhan nutrisi penderita anak dengan saluran pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh melalui oral atau nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi dengan feeding tube

Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan dalam 3 macam diet: a) Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk pasien

dengan fungsi usus yang normal.b) Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan dipakai untuk pasien

dengan gangguan fungsi gadtrointestinal.c) Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang untuk

pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar asam amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)

Kandungan formula yang ditetapkan meliputi: a) Karbohidrat

Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase (glukosa a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase merupakan enzim yang paling peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.

b) Lemak Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori.

c) Protein Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh. protein hidrolisat, asam amino atau gabungan.

d) Vitamin dan mineral Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.

Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l. dan bersifat hipoalergik. (Pregestimil). atau yang mengandung short chain peptide (Pepti Yunior).

Menaikkan konsentrasi formula dilakukan perlahan-lahan. mula-mula dianjurkan konsentrasi 1/3 IV. selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral: 1/3 IV. dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1 kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi penuh.

Pemberian melalui pipa nasagastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.

Komplikasi nutrisi enteral: Hidrasi berlebih Hiperglikemia Azotemia (konsumsi protein berlebih) Hipervitaminosis K Dehidrasi sekunder karena diare Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare) Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energi tidak cukup. Aspirasi Defisiensi nutris sekunder karena kesalahan formula

b. Nutrisi Parenteral

4

Page 80: Print Anak

Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui Jalan intraven. Nutrient khusus terdiri atas air, dekstrosa. asam amino, emu!si lemak. mineral, vitamin. trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral atau gastrostorni. Pada umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari.

Indikasi nutrisi Ament ME, 1993

Disfungsi Usus Penyakit yang diperkirakan berlangsung 7 hariIntractable vomiting Pankreatitits beratDiare Penyakit usus beradang berat. intoleransiIleus Makanan enteralObstruksi usus halus Karena trauma/pembedaan berat atau sepsisMalabsorbsi Kanker pseudo-obstruksi intestinalPenghentian makanan Kerusakan mukosa parah. sindroma usus pendek enteritisPeroral > 7 hari radiasi Fistula enterokutan. ileus transplantasi

Kebutuhan pada nutrisi parenteral

a. Kalori

Kebutuhan kalori per berat badan (Ament, 1993)

Umur Perkiraan kebutuhan kalori per hari (kkal/kg)NeonatusBerat badan lahir rendah 150 Bera badan lahir normal 100 – 200Anak 0 – 10 kg 10011 – 20 kg 1000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg > 10 kg > 20 kg 1500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg > 20 kg

Pada beberapa keadaan diperlukan penambahan kebutuhan kalori: panas (12% per setiap setiap kenaikan 1°C di atas 37°C) gagal jantung (15 - 20 %), pembedahan besar (20 -30% kombosio sampai 100%), dan sepsis berat (25%).

b. Cairan

Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993)

Berat badan Kebutuhan cairan (ml/kg)< 10 kg 10010 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg< 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg

c. Karbohidrat

Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4 kka1/gram dalam bentuk monohidrat

Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 -l2,5% Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh dalam memproduksi

insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.

d. Asam amino

Kebutuhan asam amino menurut usia (Ament ME, 1993 )

Umur Kebutuhan (gr protein/kg/hari)

Mulai pemberian

Bayi premature 2,5 – 3 0,5 gram protein/kg/hari dinaikan 0,5 gram protein/kg/hari

4

Page 81: Print Anak

Bayi 0 – 1 tahun 2,5 – 3 1 gram protein/gram/hari dinaikan 0,5 gram Anak 2 – 13 tahun 1,5 – 2 protein/kg/hari per hariRemaja - Dewasa 1 – 1,5

e. Lemak Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan

bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal. Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2 kka1/ml) Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk menghindari

terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari

Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.

f. Elektrolit

Kebutuhan elektrolit intravena (Ament ME, 1993)

Elektrolit Dosis anak(mEq/kg/24 jam)

Dosis bayi(mEq/kg/24 jam)

Na 3 - 4 2 – 8

K 2 – 3 2 – 6

Cl 2 – 4 0 – 6

Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3

Fosfat 2 1 – 1,5

Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5

g. Trace Element

Kebutuhan trace element :

Elemen Kebutuhan bayi (mg/kg/hari) Kebutuhan anak (mg/kg/hari) danPrematur Matur kebutuhan maksimum/hari

Na 3 – 4 2 – 8

K 2 – 3 2 – 6

Cl 2 – 4 0 – 6

Ca 0,5 – 1 0,9 – 2,3

Fosfat 2 1 – 1,5

Mg 0,25 – 0,5 0,25 – 0,5

2. Medika mentosa a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang memberikan

efek positif b. Obat anti mikroba

Pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan dapat mengubah flora usus dan memperburuk diare. Kecuali pada neonatus, anak dengan sakit berat (sepsis), anak dengan defisiensi imunologi dan anak dengan diare kronis yang sangat berat, dianjurkan pemberian antimikroba. Sedangkan metronidazole efektif untuk Giardia lamblia.

c. Kortikosteroid Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik.

d. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.

e. Kolestiramin Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin).

4

Page 82: Print Anak

f. Operasi Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik.

3. GASTRITIS

Diagnosis gastritis dibuat berdasarkan gejala klinis adanya dyspepsia, mua1, muntah dan nyeri epigastrik. Gastritis dengan keluhan yang berat, kronik dan beru1ang dilakukan pemeriksaan endoskopis.

Penatalaksanaan 1) Terapi diet disesuaikan dengan toleransi penderita, sebaiknya lunak, mudah dicema dan tidak

merangsang. 2) Terapi obat, diberikan berdasarkan gejala yang predominan. Obat -obatan yang dapat di berikan:

Untuk mengurangi faktor agresi asarn larnbung diberikan antasida 3 ka1i sehari atau cimetidine 20 - 40 mg/kgBB/hari

Untuk menekan muntab yang berlebihan diberikan metoklapramide 2,5-5 mg. 3 ka1i sehari Antibacterial diberikan untuk eradikasi Campylobacter pylori, diberikan Amoksigilin 50 mg/kgBB 4

kali sehari, Clarithromycin 7,?-15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2 ka1i sehari, ditambah PPI (Omeprazole) dengan dosis 0,4-0,8 mg/kg/dosis 1 kali sehari.

4. KERACUNAN JAMUR Diagnosis keracunan jamur biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan jenis racunnya sendiri. Prinsip pengobatan keracunan secara umum adalah: 1) Menentukan secepat mungkin penyebab keracunan dengan pemeriksaan klinis, laboratorium toksikologis,

kecepatan mendapatkan contoh darah, urin maupun muntah penderita. 2) Mengeluarkan racun dari lambung, dengan cara membuat penderita muntah atau tindakan bilas lambung3) Pemberian antidotum yang sesuai4) Pengobatan simptomatik dan suportif Yang terpenting di antara keempat prinsip tersebut adalah pemberian antidotum, tetapi bila antidotum tidak tersedia maka pengobatan simptomatik dan suportif memegang peranan penting. Antidotum yang diberikan adalah antimuskarinik berupa Atropin dengan dosis 1-2 mg dapat diberikan setiap 30 menit secara subkutan sampai gejala menghilang atau terjadi gejala atropinisasi

5. KERACUNAN SINGKONG Diberikan antidotum Natrium tiosu1fat 30 % sebanyak 30 cc, secara IV perlahan-lahan. Mula-mula diberikan 10 cc IV, kemudian anak dicubit untuk mengetahui apakah kesadarannya telah pulih, bila belum sadar dapat diberikan 10 cc lagi samnpai dosis maksimal. Bila terjadi sianosis dapat diberikan oksigen.

6. PENYAKIT HIRSCHSPRUNG atau CONGENITAL AGANGLIONIK MEGACOLONAdalah suatu keadaan tidak ditemukannya sel ganglion Aurbach dan Meissner pada dinding usus. Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: Penyakit Hirschsprung segmen pendek.

Merupakan 70% dari kasus. Segmen anganglionosis mu1ai dari anus sampai sigmoid. Lebih sering pada anak laki-Iaki daripada anak perempuan.

Penyakit Hirschsprung segmen panjang Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau sampai ke usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak perempuan dan anak laki-laki.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala k1inik, pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan penunjang yaitu foto x-ray dengan enema barium, dengan tehnik Hirschprung.

Geiala klinik Pada bayi baru lahir, mekonium terlambat keluar, atau keluar pada minggu pertama sehingga terjadi obstruksi parsial dan total disertai muntah, distensi abdomen, dari feses tidak dapat dikeluarkan. Pada colok dubur, jari akan merasakan jepitan dan pada waktu keluar akan diikuti oleh keluarnya udara dan mekonium feses yang menyemprot. Pada anak yang lebih besar, gejala konstipasi kronis, kadang-kadang diare dan biasanya disertai gagal tumbuh. Pada foto polos abdomen ter1ihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. Pada foto barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen yang menyempit. Diagnosis pasti dengan biopspy rectal, tidak ditemukan sel ganglion di submukosa.

Penatalaksanaan: Kolostomi diikuti operasii Pullthrough, pada usia 6-12 tahun dengan metode Swenson Duhamel.

4

Page 83: Print Anak

7. DIVERTICULUM MECKELAdalah suatu keadaan terdapatnya gaster pancreas ektopik. Biasanya terletak 50 -75 cm dari proksimal ileocaecal junction pada bagian antimesenterik intestinal. Asam atau sekresi pepsin dari mukosa yang ektopik dapat menyebabkan ulkus sehingga terjadi perdarahan yang dapat menjadi massif. Biasanya perdarahan tanpa disertai rasa sakit, timbu1 secara periodik dan tanpa disertai feses. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan technitium scan (akurasi 90%). Diagnosis pasti diperoleh saat operasi.

8. AKALASIA ESOPHAGUS Adalah kelainan esophagus primer yaag ditandai dengan adanya Obstruksi esofagogastrik junction

dengan karakteristik bertambahnya tekanan sfingter~esophagus bagian bawah dan tidak adanya peristaltik esophagus.

Gangguan motilitas esophagus akibat peristaltik yang melemah dan adanya kontraksi yang menetap pada sfingter esophagus bagian bawah menyebabkan obstruksi relatif di mana bagian proksimal esophagus melebar (megaesofagus).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan radiologis.

Anamnesis Adanya gejala klinik yang sering berupa:1. Disfagia

Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat ringannya disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu: Tingkat 0 : normal Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah

2. Nyeri dadaGejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila makan/minum dingin.

3. RegurgitasiTimbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan tetapi juga berhubungan dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka pada saat penderita berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat pada kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut sehingga akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.

4. Kehilangan berat badan

Pemeriksaan Radiologis1. Foto thoraks polos

Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP akan tampak bayangan yang menonjol ke arah jantung. Pada foto lateral akan tampak adanya bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di daerah gaster.

2. EsofagografiStadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus. Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric junction dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran menyerupai paruh burung, beak like appearance atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Pada akalasia, esofagoskopi masih bisa dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus, mukosa lembek agak edema, tanda-tanda esofagitis dan penutupan sfingter esofagus distal.

3. Pemeriksaan ManometerSetelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan retensi makanan.

Diagnosis Banding Ca cardia Spasme cardia Striktura esofagus dekat diafragma Hipermotilitas Penyakit cagas

Komplikasi Aspirasi pneumonia Perdarahan ulkus dalam mukosa Perforasi akut Ca esofagus

4

Page 84: Print Anak

Ca lambung

Penatalaksanaan1. Konservatif

a. Diet cair /lunak dan hangatb. Medikamentosa

Sedatif ringan untuk penenang Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena dapat menurunkan tekanan

sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan.

2. Tindakan aktifa. Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam dilatator:

- mekanik- pneumatik- hidrostatik

b. Tindakan bedah yaitu: operasi Heler, melakukan esofagomiotomi.Komplikasi yang timbul adalah: - perforasi

- paralise n. phrenicus- refluks gastroesofagal- perdarahan masif- disfagia

9. ILEUS OBSTRUKSI Definisi: gangguan pasase usus yang disebabkan oleh obstruksi lumen usus. Dasar Diagnosis

Anamnesis: Muntah Sakit perut, kolik Tidak ada BAB dan flatus Kembung Riwayat operasi ususPemeriksaan fisik: Distensi usus Metallik sound Darm contour Bising usus meningkat Tanda-tanda dehidrasiRadiologisPada foto polos 3 posisi didapatkan gambaran distensi usus dan step ladder.Diagnosis Banding1. Kongenital (terjadi kurang dari 2-3 minggu)

Stenosis pilorus Atresia atau stenosis duodenum Atresia atau stenosis jejunum Ileus mekonium Volvulus Hirschsprung

2. Didapat Intususepsi Bolus askaris

TerapiOperatif

10. KISTA DUKTUS KOLEDOKUSDefinisi: pelebaran saluran empedu baik ekstra maupun intrahepatik.Penyakit ini jarang ditemukan, meskipun begitu di Asia terutama Jepang, cukup sering ditemukan. Etiologi belum diketahui secara pasti karena banyak faktor yang berperan.Manifestasi Klinis:Klasik berupa trias: - ikterus

- nyeri perut yang hilang timbul- massa tumor pada perut kanan atas

Diagnosis:

4

Page 85: Print Anak

Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, ditemukan peningkatan kadar bilirubin, transaminase, alkalin fosfatase, gamma glutamil transpeptidase dan kadar amylase. USG mempunyai ketepatan diagnosis yang tinggi untuk diagnosa dini, di,mana terlihat gambaran massa tumor yang berbatas tegas ekolusen di daerah kanan atas. Diagnosis pasti untuk untuk menentukan tipe kista dengan kolangiografi.KlasifikasiKlasifikasi kista koledokus berdasarkan kelainan anatomi: Tipe I : tipe kistik dan fusiform/dilatasi segmental dari duktus biliaris ekstra hepatik Jenis ini paling sering ditemukan Tipe II : Dilatasi sakulat tunggal/divertikulum dari duktus biliaris ekstra hepatik Tipe III : Dilatasi intraduodenal/koledokel dari duktus biliaris Tipe IV A : Kombinasi dilatasi intra dan ekstra hepatik Tipe IV B : Dilatasi multipel dari duktus biliaris ekstra hepatik Tipe V : Dilatasi difus duktus biliaris intra hepatik (penyakit caroli)PenatalaksanaanPenatalaksanaan dengan tindakan bedah yaitu eksisi totalPrognosisPrognosis tergantung dari: Kerusakan hepar Baik tidaknya drainase Berkembang tidaknya menjadi kolestasis Berulang tidaknya kista Berkembang atau tidaknya menjadi ganas

11. INVAGINASITerjadi karena bagian usus proksimal berinvaginasi ke dalam bagian usus sebelah distalnya. Bagian yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang dimasuki disebut intususipien.Dasar DiagnosisAnamnesis: Nyeri perut Berak berdarah dan berlendir Muntah

Pemeriksaan Fisik:Ditemukan massa berbentuk pisang pada kuadran kanan atasPemeriksaan Penunjanga. Foto polos 3 posisi

Dapat memberikan gambaran obstruksi usus pada stadium lanjut penyakit.b. Barium Enema

Tampak cekungan cangkir (cupping) pada puncak invaginasi dan gambaran pegas (coiled spring) Berguna untuk mereduksi usus yang tekena, merupakan pilihan pada semua bayi dengan gejala yang

timbul kurang dari 24 jam. Berbahaya bila keadaan umum jelek dan peritonitis karena tekanan enema dapat mengakibatkan perforasi usus.

c. USG Tampak gambaran doughnut pada potongan tranversal Tampak gambaran pseudo kidney pada potongan longitudinal

Penatalaksanaan Kasus gawat darurat bedah:

1. Reduksi dengan barium enema (bila tidak ada kontraindikasi)2. Pembedahan (laparatomi eksplorasi)

Tindakan yang harus dilakukan sebelumnya adalah memperbaiki keadaan umum penderita yaitu memperbaiki cairan dan elektrolit, dekompresi dengan NGT.

12. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATASBatasan: terjadinya perdarahan pada saluran cerna proksimal dari ligamentum Treitz.Etiologi Kelainan mukosa (erosi, ulkus dan peradangan) Kelainan vaskuler (varises, hemangioma, vaskulitis) Koagulopati Kelainan anatomi: duplikasi esofagus/gasterPatofisiologi Perdarahan kronis: anemia defisiensi Perdarahan akut/banyak: syok dengan segala akibatnyaBentuk klinis

4

Page 86: Print Anak

Perdarahan nyata: hematemesis/melena Perdarahan tersamarLangkah DiagnosisA. Keadaan umum

Cari gangguan hemodinamik Bila terjadi ancaman syok/syok: IVFD RL/NaCl 0,9% 10cc/kg BB 10 menit sampai tanda vital

membauk Transfusi darah bila diperlukan Observasi perdarahan

B. Anamnesis Tertelan darah ibu (24 jam pertama): test Apt Downey Muntah-muntah hebat diikuti perdarahan: Sindrom Mallory Weiss Riwayat makan obat: aspirin/OARNS: ulkus Riwayat pwerdarahan dalam keluarga : koagulopati Riwayat menelan benda asing: erosi/ulkus

C. Pemeriksaan fisik yang dapat membantu Tanda-tanda siarosis, peningkatan tekanan v. porta: varises Luka bakar luas, penyakit infeksi, SSP: ulkus stress Hemangioma/telangiektasis: kelainan vaskuler Eritema pada kulit, kelainan ginjal: sindrom Henoch Schonlein

D. Penatalaksanaan

Bayi < 6 bulan Anak/bayi > 6 bulan

APT test Hematemesis/melena Neonatus

(-) (+) darah ibu bendungan bendungan hepar/lien (+) hepar/lien (-)

Singkirkan tentukan Endoskopi Endoskopi Kelainan perdarahan vitalitas hepar

Hematemesis/melena Ba meal Ba meal Ulkus peptikum

Tanda NEC (+) tanda NEC (-) Konsul bedah Gastritis Varises esofagus Sind.Mallory- BNO 3 posisi enterotest duodenal Serial kapsul Tatalaksana Angiografi

Irigasi saline hipertensi portal hematobilia

Tatalaksana NEC/ di atas lig. Treitz di bawah lig. Treitz

Peritonitis primer

THT/GE Endoskopi

Esofagitits, varises, ulkus peptikum

DiagnosisManifestasi KlinisAnamnesis : saat timbulnya ikterus, lama ikterus, warna tinja, perdarahan, riwayat keluarga, riwayat

kehamilan dan kelahiranPemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali dan konsistensi hati, splenomegali dan tanda perdarahanAlagille mengemukakan 4 kriteria klinis yang terpenting untuk membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Sedangkan Meyer menambahkan 1 kriteria gambaran histopatologik hati.

4

Page 87: Print Anak

Kriteria klinis menurut Alagille meliputi:

No. Data klinis KolestasisEkstrahepatik

KolestasisIntrahepatik

P

1.

2.3.4.

Warna tinja selama dirawat-pucat-kuningBerat badan lahir (gram)Usia tinja akolik (hari)Gambaran klinis hati-hati normal-hepatomegali konsistensi normal konsistensi padat konsistensi keras

79%21%

3,226 + 4516 + 1,5

13%

12%63%24%

26%75%

2,678 + 5530 + 2

47%

35%47%6%

*

**

*

5. Biopsi hati **-fibrosis porta-proliferasi duktural-thrombus empedu intraportal

94%86%63%

47%30%1%

*Kemaknaan << 0.001 **Modifikasi Meyer

Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

a. Rutin Darah lengkap, uji fungsi hati SGOT, SGPT, gamma GT, alkali fosfatase, waktu protrombin dan

tromboplastin, ureum, kreatinine, elektroforesis protein, asam empedu setam Bilirubin urine positif Pemeriksaan tinja 3 porsi (pk. 06.00-14.00, pk. 14.00-22.00, serta pk. 22.00-06.00) dan adanya

empedu dalam tinja.b. Khusus: uji aspirasi duodenum (DAT) yang diperoleh melalui aspirasi dengan menggunakan sonde

(Levine tube).

2. Pencitraana. Ultrasonografi hepar

Akurasi diagnostik USG 77%, dilakukan pada tiga fase yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minm. Apabila pada saat atau sesudah minumkandung empedu tidak tampak berkontraksi, maka kemungkinan besar (90%) diagnosa atresia bilier dapat ditegakkan.

14. KOLITIS ULSERATIFReaksi radang difus yang ditandai oleh infiltrat neutrofil dengan abses kripta yang mengenai usus besar bagian distal yang dapat meluas ke proksimal sepanjang kolon dengan panjang bervariasi.Etilogi: idiopatikDiagnosis Manifestasi klinis: - diare kronik dengan darah segar

- tidak dapat menahan defekasi - tenesmus dan kejang (kram) pada perut bagian bawah terutama sesaat sebelum

defekasi Mikrobiologi Serologi Kolonoskopi BiopsiPenatalaksanaan:

4

Page 88: Print Anak

Hidrokostison enema 100 mg pada waktu tidur selama 6 minggu Prednison oral 1-2 mg/kgBB/hari selama 3-4 bulan, dosis penuh dibarikan selama 6 minggu kemudian

diturunkan 5 mg/hari setiap minggu Pada kasus gawat darurat dapat dilakukan kolektomi

15. HIPERTROFI STENOSIS PILORUS Definisi: hipertrofi dari otot sirkuler pilorus yang menyebabkan obstruksi pintu keluar lambung

Dasar diagnosis:Anamnesa: Muntah proyektil tidak mengandung empedu (paling sering muncul pada minggu ke 3-6) Muntah terjadi segera sesudah anak kenyang Konstipasi BB tidak naik diikuti BB menurun Dehidrasi JaundicePemeriksaan fisik:a. Tampak gerakan peristaltik lambungb. Teraba massa (hipertrofi otot pilorus) di perut kanan atasPemeriksaan penunjang:a. Foto polos abdomen:

Penyempitan lumen pilorus (string sign) Tampak bayangan lambung sangat besar dan berisi udara

b. USG: Akurasi 95%. Target sign adalah gambaran khas penebalan mukosa pilorus pada stenosis pilorus lebih dari 14 mm.

c. laboratorium: Alkalosis metabolik Hipokalemia Hiponatremia

Penatalaksanaan:a. Operatif

Tehnik operasi Fredet-Ramstedt (piloromiotomi)b. Non operatif

Diberikan makanan kental dalam porsi sedikit tetapi sering Penderita ditaruh dalam porsi setengah duduk selama 1 jam setelah makan Obat metoklorpramid 0,1 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari.

Prognosis: Prognosis baik bila dilakukan tindakan operatif Pada tindakan non operatif angka kematian meningkat dan apabila penderita dapat hidup akan terjadi

kurang gizi.

16. KERACUNAN MAKANAN/MINUMAN

Diagnosis keracunan makanan/minuman biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan jenis racunnya sendiri.Dari anamnesis dicurigai kasus keracunan makanan/minuman apabila terdapat 1 orang atau lebih yang menunjukkan gejala keracunan yang sama setelah mengkonsumsi makanan/minuman yang sama atau bila pihak keluarga penderita mengkaitkan kasusnya dengan kecurigaan keracunan makanan. Spesimen yang harus disimpan/diselamatkan dalam kasus keracunan makanan/minuman adalah : - Bahan makanan yang dicurigai penyebab racun:

- Muntahan penderita - Feses penderita

Dari lamanya terjadi keracunan setelah penderita mengkonsumsi makanan/minuman tersebut, secara garis besar dapat dibedakan penyebabnya :1. Bahan kimia : < 1 jam2. Eksotoksin dari kuman : < 8 jam3. Endotoksin dari kuman : > 8 jam

4

Page 89: Print Anak

4. Kuman tersebut : > 24 jam.

Prinsip pengobatan keracunan secara umum adalah :1. Menentukan secepat mungkin penyebab keracunan dengan pemeriksaan klinis, laboratorium toksikologis,

kecepatan mendapatkan contoh darah, urin, feses, muntahan penderita serta bahan makanan/minuman yang dicurigai menjadi penyebab keracunan.

2. Mengeluarkan racun dari lambung, dengan cara membuat penderita muntah atau tindakan bilas lambung.3. Pemberian antidotum yang sesuai.4. Pengobatan simptomatik dan suportif.

Yang terpenting di antara keempat prinsip tersebut adalah pemberian antidotum, tetapi bila antidotum tidak tersedia maka pengobatan simptomatik dan suportif memegang peranan penting.

A. Keracunan JamurAntidotum yang diberikan adalah antimuskarinik berupa Atropin dengan dosis 1-2mg dapat diberikan setiap 30 menit secara subkutan sampai gejala menghilang atau terjadi gejala atropinisasi.

B. Keracunan SingkongDiberikan antidotum Natrium tiosulfat 30% sebanyak 30cc, secara IV perlahan-lahan. Mula-mula diberikan diberikan 10cc IV, kemudian anak dicubit untuk mengetahui apakah kesadarannya telah pulih, bila belum sadar dapat diberikan 10cc lagi sampai dosis maksimal. Bila terjadi sianosis dapat diberikan oksigen.

4