PREVALENSI KEJADIAN PIODERMA PADA PASIEN POLIKLINIK
KULIT DAN KELAMIN RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE
JANUARI 2015- JUNI 2017
OLEH : YUNIARNI SULISTIAWATI
C111 14 536
I
PREVALENSI KEJADIAN PIODERMA PADA PASIEN POLIKLINIK KULIT DAN
KELAMIN RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR PERIODE JANUARI 2015- JUNI 2017
SKRIPSI
YUNIARNI SULISTIAWATI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-
Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan
skripsi ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Jutaan terima kasih dengan tulus ikhlas kepada kedua orang tua yang
telah dengan
sabar, tabah dan penuh kasih sayang serta selalu memanjatkan doa
dan dukungannya
selama masa studi penulis. Secara khusus penulis sampaikan rasa
hormat dan terima
kasih yang mendalam kepada dr. Widya Widita,Sp.KK.,M.Kes, selaku
pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar memberikan arahan,
koreksi dan
bimbingannya tahap demi tahap penyusunan skripsi ini. Waktu yang
beliau berikan
merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk belajar. Ucapan
terima kasih juga
penulis sampaikan kepada:
1.Jajaran Direksi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan
staf
3. Pimpinan dan staf-staf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar.
4. Seluruh keluarga dan dosen-dosen penulis yang juga telah
memberikan dorongan
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
VI
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang
diharapkan, untuk
itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan
saran dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala
keterbatasan
yang ada, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang
banyak. Akhirnya
penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan
imbalan yang
setimpal kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian
skripsi ini.
Amin.
Yuniarni Sulistiawati dr. Widya Widita,Sp.KK.,M.Kes Prevalensi
Kejadian Pioderma pada Pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2015- Juni 2017
ABSTRAK
Pendahuluan: pioderma adalah penyakit infeksi bakterial kulit yang
paling sering ditemukan. Penyebab utama pioderma ialah bakteri
staphylococcus aureus maupun streptococcus sp. Pioderma dapat
menyerang laki-laki maupun perempuan pada semua usia. Terjadinya
pioderma umumnya dipengaruhi oleh gizi, integritas kulit, kondisi
imunologis, serta faktor lingkungan seperti panas, kelembaban,
kurangnya sanitasi dan higine. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi kejadian pioderma di poliklinik kulit dan
kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2015- Juni 2017.
Metode: Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik
pengambilan sampel yaitu metode total sampling dengan menggunakan
data sekunder yaitu data rekam medik. Hasil: Dari total sampel 1199
orang terdapat 92 orang (4,3%) yang menderita pioderma,jenis jenis
pioderma yang didapatkan paling sering adalah furunkel 40,4% dan
diikuti oleh folikulitis 21,2% , ektima 15,4% , impetigo 9,6% ,
karbunkel dan selulitis masing-masing 5,8% dan yang paling rendah
adalah hidradenitis dengan nilai1,9%. Pada kelompok usia didapatkan
0-5 tahun (50%), 6-18 tahun (30,8%), 19- 50 tahun (5,8%), >50
tahun (13,5%). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 31 orang
(59,6%) dan perempuan 21 orang (40,4%). Berdasarkan status
pekerjaan , kelompok yang tidak bekerja 53,8% , pelajar 34,6%, ibu
rumah tangga 5,8%, wiraswasta 3,8%, PNS 1,9%. Berdasarkan
predileksi, pada tungkai 34,6% , bokong 23,1% , kepala 19,2% ,wajah
11,5%,badan dan aksila masing-masing nilainya 5,8%. Berdasarkan
jenis terapi, jenis topical dengan nilai 50% lalu diikuti dengan
jenis kombinasi 40,4% dan jenis sistemik 9,6% Kesimpulan:
Penelitian ini menunjukkan penderita terbesar pioderma dengan jenis
pioderma yang terbanyak adalah furunkel dengan kelompok usia
terbanyak keseluruhan berada pada usia 0-5 tahun dan penderita
terbesar pioderma berjenis kelamin laki laki dengan status
pekerjaan terbanyak yang tidak bekerja , predileksi terbanyak
ditemukan di daerah tungkai dan penggunaan jenis terapi terbanyak
adalah jenis terapi topikal. Kata kunci : penyakit kulit infeksi,
pioderma, prevalensi pioderma
VIII
ABSTRACT
Introduction: Pyoderma is the most common skin-bacterial disease
caused by infection. The main causes of pyoderma are staphylococcus
aureus and streptococcus sp. Pyoderma can occur among females or
males of any ages. Generally, pyoderma is influenced by nutrient
state, skin integrity, immunologic condition, and environmental
condition like heat, humidity, as well as poor sanitation and
hygiene. This study aimed to obtain the prevalence of pyoderma at
Dermato-venerology Departmen, Dr. Wahidin Sudirohusodo General
Hospital from January 2015 – June 2017. Method: Descriptive
analysis were conducted where the sampling techniques is total
population sampling and based on medical records as secondary data.
Results: a total sample of 1199 people from dermatovenerology
department patient, 92 (4,3%) were found to be pyoderm, type of
pyoderma among elderly, furuncle was the commonest with 40,4%
,folliculitis followed with 21,2% ,ecthyma 15,4%, impetigo 9,6% ,
carbuncle 5,8% and cellulitis 5,8% and the lowest was hidradenitis
1,9% . In the age group presentation was 0-5 (50%), 6-18
(30,8%),19-50 (5,8%), >50 (13,5%) and then 31 (59,6%) were males
and 21 (40,4%) were females. The most common work status was “no
job” with 53,8%, students 34,6%, housewife 5,8%, entrepreneur 3,8%,
civil servant 1,9%, The most commont predilection is found in the
limb 34,6%, buttom 23,1%, head 19,2%, face 11,5% and axilla and
body score was 5,8%.based on the type of therapy, the topical
therapy 50%, combination theraphy 40,4% and the lowest was systemic
therapy 9,6%.
Conclusions: this study shows the largest pioderma’s patient with
the most common type of pioderma is furunkel with the age 0-5 years
and found most in male with the work status is no job. The most
common predilection is found in the limb while the most common type
of therapy is the topical therapy.
Keywords: skin infection, pyoderma, prevalence of pyoderma
IX
1.2 Rumusan Masalah.……………………………………….. 3
1.3 Batasan Masalah…………………………………………. 3
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………… 3
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………… 4
2.5 Patofisiologi Pioderma……………………………….….... 9
2.6 Klasifikasi Pioderma……………………………….…….... 10
2.7 Bentuk Pioderma ………………………………………….. 11
2.7.9 Hidradenitis………………………………..……. 31
2.8PemeriksaanPenunjang……………..………………………. 37
2.10 Kerangka Teori……………….….……………………….. 40
3.2 Variabel Penelitian………………………...…………….. 42
3.2.1 Variabel Independen……………...……………... 42
3.2.2 Variabel Dependen……………...………………. 42
3.3 Kerangka Konsep……………………………………...… 43
3.4 Definisi Operasional……………...……………………… 44
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian…………………………………………… 46
4.3 Populasi dan Sampel ……….……………………………. 46
4.3.1 Populasi Penelitian………………………………. 46
4.3.2 Sampel Penelitian………………………………... 47
4.4.1 Jenis Data……………………………………….. 47
4.4.2 Instrumen Penelitian…………………………….. 47
4.5 Manajemen Data………………………………………….. 47
4.5.2 Penyajian Data…………………………………….. 48
4.7 Etika Penelitian……………………………………………... 48
– Juni 2017
.......................................................................................
50
Juni 2017
..........................................................................................
51
Juni 2017
..........................................................................................
52
– Juni 2017
.......................................................................................
53
2017
..................................................................................................
54
– Juni 2017
.....................................................................................
55
BAB VI PEMBAHASAN
7.1 Kesimpulan………………………………………………. 65
7.2 Saran…………………..…………………………….……. 66
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 68
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… 70
3.A Furunkel…………..……….……………….…….……………………. 20
3.B Furunkel…………..……….……………….…….………………..……. 20
3.C Karbunkel…………..……….……………….…….……………………20
4.A Ektima……………..……….……………….…….……………………. 22
5.A Erisipelas……………..……….……………….…….………………… 24
5.B Erisipelas……………..……….……………….…….………………… 24
6.A Selulitis……………..……….……………….…….………………….. 27
6.B Selulitis……………..……….……………….…….………………….. 27
9.A Hidradenitis……………………..………..………..…………………. 31
XVI
XVII
5.4 Prevalensi Kejadian Penderita Pioderma Berdasarkan Status
Pekerjaan.. 53
5.5 Prevalensi Kejadian Penderita Pioderma Berdasarkan
Predileksi……….. 54
5.6 Prevalensi Kejadian Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis
Terapi…….. 55
XVIII
3. Surat Balasan Persetujuan Izin Penelitian
4. Data Pasien Pioderma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Dr.Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari 2015-Juni 2017
5. Hasil Uji Statistik
Kulit adalah organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks dan sensitif,
bervariasi pada
keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat bergantung
pada lokasi tubuh
(Djuanda,2010). Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang
melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan. Salah satu bagian tubuh manusia yang
sangat cukup
sensitif terhadap berbagai macam penyakit adalah kulit. Lingkungan
yang sehat dan
bersih akan membawa efek bagi kulit. Demikian pula sebaliknya,
lingkungan yang
kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara
lain penyakit
kulit (Harahap,2000).
banyak penyakit kulit (Harahap,2000). Penyakit infekki kulit
bakterial merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Infeksi bakteri pada kulit yang
paling sering adalah
pioderma (Djuanda,2010) . Penyebab utama infeksi kulit pada
pioderma adalah
bakteri Gram positif, yakni Streptococcus dan Staphylococcus,
Selain itu pioderma
bisa juga disebabkan oleh kuman Gram negatif, misalnya: Pseudomonas
aeruginosa,
Proteus vulgaris, Proteus mirabitis, Escherichia coli, dan
Klebsiella. Penyakit ini
bisa mengenai anak-anak maupun dewasa, namun penyakit ini sering di
jumpai pada
anak-anak, karena aktivitas anak-anak yang kerap hubungannya
terhadap paparan
kuman streptococcus atau staphylococcus yang terdapat pada
benda-benda
2
sekelilngnya (Fitzpatrick,2012). Staphylococcus aureus merupakan
sumber utama
infeksi pada manusia dan penyebab pioderma tersering di seluruh
dunia dengan
gambaran klinis bervariasi (Crossley,2007)
bakteri pada kulit sangat bervariasi, sesuai dengan bakteri
penyebabnya, bagian tubuh
yang dikenai, dan keadaan imunologik penderita (Harahap,2000)
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, insiden pioderma menduduki peringkat
ketiga.Penyakit ini
berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.Tidak ada ras
tertentu yang
cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang laki- laki
maupun
perempuan pada semua usia (Djuanda,2010).
Menurut WHO (2005), prevalensi pioderma dibeberapa negara, seperti
di
Brazil, Ethiopia, Taiwan, dan lain-lain adalah 0,2-35 %, sedangkan
prevalensi
pioderma di Indonesia adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada
anak.Data
prevalensi pioderma khususnya di Makassar belum pernah dilaporkan.
Oleh karena
itu peneliti tertarik meneliti prevalensi pioderma di Poliklinik
Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang dikorelasikan dengan
bentuk-
bentuk pioderma, usia , jenis kelamin, pekerjaan, terapi beserta
predileksi kejadian
pioderma.
3
Berapakah jumlah prevalensi kejadian pioderma pasien di poliklinik
kulit dan
kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2015 – Juni
2017
1.3 Batasan Masalah
Karena, keterbatasan waktu, maka dalam penelitian ini hanya
mencakup angka
kejadian Pioderma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin
Sudirohusodo
Periode Januari 2015 – Juni 2017
1.4 Tujuan Penelitian :
1. Tujuan Umum
Pioderma pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari 2015 – Juni 2017
2. Tujuan khusus
Pioderma berdasarkan bentuk-bentuk pioderma,usia,jenis
kelamin,
pekerjaan,terapi dan predileksi pioderma.
1. Dengan diketahuinya Prevalensi Pioderma di Poliklinik Kulit dan
Kelamin
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo diharapkan dapat menjadi salah
satu
sumber informasi bagi instansi yang terkait dalam menentukan
arah
kebijaksanaan untuk mencegah dan menanggulangi masalah
peningkatan
penyakit bakteri kulit khususnya Pioderma dimasa yang akan
datang.
2. Dapat memberikan data mengenai prevalensi pioderma di Rumah
Sakit
Umum Provinsi Wahidin Sudirohusodo Periode Januari 2015 sampai
Juni
2017 ke masyarakat dan kalangan akademisi.
3. Dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian-penelitian
lain yang
membahas mengenai pioderma.
wawasan pengetahuan serta pengembangan diri khususnya dalam
bidang
penelitian.
5
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran di
Universitas
Indonesia, insidenya menduduki tempat ketiga, dan hubungan erat
dengan keadaan
sosial ekonomi (Mansjoer,2000). Pioderma adalah penyakit kulit yang
disebabkan
oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya
(Djuanda,2010).
Presdiposisi penyakit ini meliputi, higenitas suatu penderita daya
tahan
tubuh penderita, hingga penularan penyakit yang disebabkan karena
telah adanya
penyakit kulit lain sebelumnya.Penyakit ini bisa mengenai anak-anak
maupun
dewasa, namun penyakit ini sering di jumpai pada anak-anak, karena
aktivitas anak-
anak yang kerap hubungannya terhadap paparan kuman streptococcus
atau
staphylococcus yang terdapat pada benda-benda sekelilingnya
(Fitzpatrick,2012).
2.2 Epidemiologi Pioderma
Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai.
Penyakit
ini berhubungan erat dengan keadaan social ekonomi. Tidak ada ras
tertentu yang
cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang
laki-laki
maupun perempuan pada semua usia (Djuanda,2010).
Studi Prevalensi pioderma di negara berkembang melaporkan penyakit
infeksi kulit
6
yang paling sering ditemui pada anak yaitu pioderma (0,2-35%) dan
banyak terjadi
pada rentang usia anak-anak, yaitu 20% pada usia < 1 tahun, 35%
pada rentang usia 5
sampai 9 tahun Pada usia > 19 tahun prevalensinya 10%, diikuti
tinea kapitis (1-
19,7%) , scabies (0,2-24%) dan penyakit kulit lain akibat virus
(0,4-9%)
(WHO,2005). Tahun 2011 data dari Kelompok Studi Dermatologi Anak
Indonesia
(KSDAI) menunjukkan pioderma menempati urutan pertama pada anak
dengan
13,86% dari 8.919 kunjungan baru pasien kulit anak dari 8 rumah
sakit di Indonesia.
Pada studi tersebut didapatkan 13, 86% dari 8.919 kunjungan baru
pasien kulit anak
adalah pioderma (Pangow dkk., 2015). Didapatkan bahwa jenis
diagnosis pioderma
terbanyak berturut-turut adalah impetigo dengan 31 pasien (58,5%),
furunkel dengan
11 pasien (20,8%) folikulitis dengan 7 pasien (13,2%), karbunkel
dengan 2 pasien
(3,8%), untuk ektima dan selulitis masing-masing 1 pasien (1,9%)
tapi erisipelas
tidak terdapat kasus (Pangow dkk., 2015). Sedangkan angka kesakitan
pioderma
masih cukup tinggi, data menunjukan jumlah kunjungan pasien ke
piloklinik Divisi
Dermatologi anak Deparetemn ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK)
Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia/ RS Dr Cipto Mangunkusumo
(FKUI/RSCM)
selama tahun 2002 menunjukan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus
(18,53%)
dari 2190 kunjungan baru. Penyakit ini menempati urutan ke-2
setelah dermatitis
atopik.Pada tahun 2002 terdapat 328 kasus (16,72%) dari 1962
kunjungan baru
(Mansjoer,2000).
7
Streptococcus B hemolyticus. Sedangkan Staphylococcus epidermidis
merupakan
flora normal kulit dan jarang menyebabkan infeksi (Djuanda,2010).
Etiologinya
kebanyakan oleh Staphylococcus aureus, merupakan sel-sel berbentuk
bola atau
coccus Gram positif yang berpasangan berempat dan berkelompok.
Staphylococcus
aureus merupakan bentuk koagulase positif, ini yang membedakannya
dari spesies
lain, dan merupakan patogen utama bagi manusia. Pada Staphylococcus
koagulase
negatif merupakan flora normal manusia. Staphylococcus menghasilkan
katalase
yang membedakannya dengan streptococcus (Fitzpatrick,2012)
8
2.4 Faktor Predisposisi Pioderma
1. Higiene yang kurang
anemia, atau penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit kronis,
neoplasma,
dan diabetes mellitus
3. Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang
terjadinya pioderma
yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit
sebelumnya
tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai
pelindung yang
terganggu oleh penyakit. Karena terjadi kerusakan di epidermis,
maka fungsi
Staphilococcus Aureus
infeksi (Djuanda,2010).
Banyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya
pioderma
antara lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah
dipaparkan diatas
dimana adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut.
Staphylococcus
mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang
merupakan
substansi penting di dalam struktur dinding sel Peptidoglikan,
suatu polimer
polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang terangkai,
merupakan
eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh
asam kuat atau
lisozim. Hal ini merupakan penting dalam potogenitas infeksi : zat
ini menyebabkan
monosit membuat interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibodi
opsonik, dan zat ini
juga menjadi zat kimia penarik (kemotraktan) untuk leukosit
polimorfonuklear,
mempunyai aktifitas mirip endotoksin, mengaktifkan komplement
(Martodihardjo,2005).
menimbulkan nekrosis jaringan. Koagulase dihasilkan dan
mengkoagulasi fibrin
disekitar lesi dan didalam saluran getah bening, mengakibatkan
pembentukan dinding
yang membatasi proses dan diperkuat oleh penumpukan sel radang dan
kemudian
jaringan fibrosis. Di tengah-tengah lesi, terjadi pencairan
jaringan nekrotik (dibantu
oleh hipersensitivitas tipe lambat) dan abses mengarah pada daerah
yang daya
10
tahannya paling kecil, setelah jaringan nekrotik mengalir keluar,
rongga secara
perlahan-lahan diisi dengan jaringan granulasi dan akhirnya
sembuh
(Martodihardjo,2005).
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya
tak khas
dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai
pioderma
sekunder disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis
impetigenisata,
scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat
pus, kustul,
bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar
getah
bening regional, leukositosis, dapat pula disertai demam
(Djuanda,2010).
11
1. Definisi : penyakit infeksi piogenik pada kulit superfisial
(epidermis) dan
menular disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan, atau
Streptococus
pyogenes (Martodihardjo,2005).
epidermolitik yang dianggap sebagai penyebab terjadinya bula.
Masuknya
kuman melalui mikro lesi dikulit dan menular
(Martodihardjo,2005).
3. Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo, impetigo krustosa dan
impetigo
bulosa.
FoX2.
anak.
(kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan.
- Gejala Klinis : Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise,
mual),
hanya terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka,
yakni
disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi
dari
12
daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang
cepat
memecah sehingga jika penderita dating berobat yang terlihat ialah
krusta
tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan akan tampak
erosi di
bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di
bagian
tengah (Djuanda,2010).
- Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero
tipe
tertentu. (Djuanda,2010)
kalau banyak diberi pula antibiotic sistemik . (Djuanda,2010)
Gambar 1.B Gambar 1.A
- Gejala klinis : Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi
di
ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama merialia. Terdapat
pada
anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan
bula
hipopin. Kadang-kadang waktu penderita datang berobat,
vesikel/bula
telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya
masih
eritematosa (Djuanda,2010).
ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lumpuh. Jika ada,
diagnosanya
adalah impetigo bulosa. Sifilis kongenital, pada penyakit ini bula
juga
terdapat di telapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose,
saddle
nose, dan pseudo paralisis Parrot (Djuanda,2010)
Impetigo Bulosa (Sumber : Fitzpatrick’s)
Gambar 1.C Gambar 1.D
mencegah penyebaran lokal
2. Pengobatan sistemik:Diberikan pada kasus-kasus berat, lama
pengobatan paling sedikit 7-10 hari. Penisilin dan
semisintetiknya
(pilih salah satu): (Martodihardjo,2005).
Dosis: 125-250 mg/dosis,3-4 kali/hari a.c
Anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
Fenoksimetil penisilin (penisilin V)
Anak-anak: 7,5-12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Eritromisin
Anak-anak: 12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c
Klindamisin
3. Kebersihan: mandi teratur dengan sabun mandi. Pakaian,
handuk
sprei sering diganti dan dicuci air panas dan dipakai
sendiri(Djuanda,2010).
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonates.
Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya likasinya menyeluruh,
dapat
disertai demam. (Djuanda,2010).
- Diagnosa banding : Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula
juga
terdapat ditelapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose,
saddle
nose, dan pseudo paralisis parrot. (Djuanda,2010).
- Pengobatan : Antibiotic harus diberika secara sistemik. Topical
dapat
diberikan bedak salisil 2% (Djuanda,2010).
Gambar 1.E Gambar 1.F
2. Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus (Djuanda,2010)
3. Epidemiologi: Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi
lebih sering di
jumpai pada anak – anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi
oleh jenis
kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama untuk
terkena
folikulitis, dan folikulitis lebih sering timbul pada daerah panas
atau beriklim
tropis (Fitzpatrick,2012)
4. Patogenesis: Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan
suatu
kantung kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala,
folikel
juga terdapat pada seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan,
telapak kaki dan
membrane mukosa bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena
minyak
ataupun pelumas dan keringat berlebihan yang menutupi dan
menyumbat
saluran folikel rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat
bercukur atau
gesekan pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada
kulit. Hal
ini merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme
terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Kebersihan yang
kurang
dan higiene yang burukmenjadi faktor pemicu dari timbulnya
folikulitis,
sedangkan keadaan lelah, kurang gizi dan Diabetes melitus merupan
faktor
yang mempercepat atau memperberat folikulitis ini
(Kowalak,2011).
17
- Sinonim : Impetigo Bockhar (Djuanda,2010).
- Gejala klinis : Berukuran kecil, mudah pecah, pustule berbentuk
kubah,
terdapat di kulit kepala dan biasanya multiple pada anak-anak dan
pada
orang dewasa di temukan pada daerah dagu, axila, extremitas
atau
tungkai bawah, dan daerah bokong. (Djuanda,2010).
Folikulitis Superfisialis (Sumber : Fitzpatrick’s)
- Diagnosa banding: cystic acne, kerion, hiradenitis suppurativa,
dan
furunkular miasis (Fitzpatrick,2012).
- Gambaran klinis: Sikosis barbae adalah folikulitis profunda yang
terjadi
pada daerah berjenggot, wajah dan bibir atas. Gambaran klinisnya
seperti
diatas, hanya teraba infiltrate di subkutan. Jika tidak diobati
lesi dapat
menjadi lebih dalam dan kronis (Fitzpatrick,2012).
Gambar 2.B
- Diagnosa banding: Tinea barbe, lokasinya di mandibula/
submandibula,
unilateral. Pada tenia barbe sediaan dengan KOH positif
(Djuanda,2010).
- Pemeriksaan Penunjang: Diagnosa di tegakkan berdasarkan
anamnesa,
gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologis dari sekret lesi dan
kalau
mendukung bisa dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada
pemeriksaan
histopatologi pada folikel rambut tampak edematosa dengan sebukan
sel
radang (Fitzpatrick,2012).
Pengobatan lokal dengan kompres salin dan antibiotic lokal
(mupirosin
19
- Prognosa: Prognosa penyakit folikulitis ini adalah baik.
(Fitzpatrick,2012).
2.7.3 Furunkel/Karbunkel
1. Definisi :
Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih
dari pada
sebuah disebut furunkulosis. Sedangkan karbunkel adalah kumpulan
dari
furunkel (Djuanda,2010).Furunkel atau bisul adalah suatu tanda
inflamasi
berupa nodul dan berkembang di sekitar folikel rambut, biasanya
diawali
dengan folikulitis yang berkembang menjadi abses. sedangkan
karbunkel
adalah kumpulan dari furunkel dengan ukuran yang lebih besar serta
terdapat
lesi infiltrative yang lebih luas (Martodihardjo,2005)
2. Tempat predileksi :
Pada bagian dengan bantalan rambut, terutama di tempat yang banyak
friksi,
misalnya aksila dan bokong dapat juga ditemukan pada bagian wajah
dan
leher (Martodihardjo,2005).
3. Etiologi : Bakteri penyebab dari penyakit ini adalah
Staphylococcus aureus.
(Martodihardjo,2005).
4. Epidemologi: Karbunkel sering menyerang laki-laki pada usia
menengah dan
usia tua. (Martodihardjo,2005).
Keluhannya berupa Nyeri. Ditemukan kelainan berupa nodus
erimatosa
berbentuk krucut, dan ditengahnya terdapat pustule. Kemudian
melunak
menjadi abses yang berisi pus dan jaringan krotik, lalu memecah
membentuk
fistel (Djuanda,2010).
permukaan halus, biasanya dirasakan demam dan malaie, sangat sakit
pada
Gambar 3.A
Gambar 3.C
Gambar 3.B
daerah predileksi di tengkuk, punggung dan pada, terdapat kemerahan
dan
beberapa pustule pada permukaan dan sekitar folikel rambut.
6. Pemeriksaan penunjang : terdapat leukositosis pada pemeriksaan
darah
lengkap. pewarnaan gram (diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan
Gram
positif streptococcus aureus)
antibiotik sistemik: eritromisin 4 x 250 mg atau penisilin.
Sedangkan
antibiotik yang diberikan pada karbunkel adalah eritromisin 4x250
mg
selama 7 - 14 hari ; penisilin 600.000 IU selama 5 - 10 hari
(Martodihardjo,2005)
1. Definisi : Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta
diatasnya disebabkan
infeksi Streptococcus.
hemolyticus (Djuanda,2010).
3. Epidemiologi: Sering terjadi pada traveler (orang yang
bepergian) terjdi pada
anak-anak, dewasa muda, dan orang tua dengan sanitasi dan higienis
yang
buruk serta terdapat gangguan imunokompromise. Tidak ada perbedaan
ras
dan jenis kelamin terhadap angka insdensi tersebut
(Fitzpatrick,2012).
22
Ektima (Sumber : Fitzpatrick’s)
Gejala yang tampak adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di
tungkai
bawah, yaitu tempat yang relative banyak trauma. Jika krusta
diangkat
ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal (Djuanda,2010)
5. Diagnosis Banding: impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo
krustosa
sering terjadi pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah
erosi,
ektima terjadi pada anak maupun dewasa tempat predileksi tungkai
bawah
dan dasarnya terdapat ulkus (Djuanda,2010)
6. Pemeriksaan Penunjang: Biopsi kulit dengan pewarnaan gram dari
jaringan
kulit dalam dan kultur bakteri. Pewarnaan gram dari cairan
vesikular dan
terlihat di bawah mikroskop biasanya dipastikan terdapat kokus gram
positif
yang menggambarkan grup A streptokokus. Stafilokokus aureus bisa
juga
terlihat. Tes kultur dan sensitivitas dari cairan atau kulit yang
terlepas bisa
digunakan untuk mengidentifikasi jenis antibiotik yang paling
sesuai. Hitung
sel darah putih bisa saja meningkat (Harahap,2000).
Gambar 4
7. Pengobatan: Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan
disalep
antibiotic. Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik
(Djuanda,2010)
limfangitis, limfadenitis supuratif, dan bakteremia.
(Fitzpatrick,2012).
9. Prognosa: Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya
meninggalkan
jaringan parut (skar) (Fitzpatrick,2012).
1. Definisi : Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya
disebabkan oleh
Streptococcus , gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah
dan
terbatas tegas serta disertai gejala konstitusi
(Djuanda,2010).
2. Etiologi : Penyebabnya Streptococcus B hemolyticus grup A
(Mansjoer,2000)
3. Patogenesa: Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami
trauma
merupakan peristiwa awal perkembangan dari erisipelas. Dengan
demikian,
faktor-faktor lokal, seperti insusfisiensi vena, statis ulserasi,
dermatitis,
gigitan serangga, dan sayatan bedah telah terlibat sebagai pintu
masuknya
kuman ke kulit. Sumber bakteri di erisepalas wajh sering bersumber
dari
nasofaring dan riwayat faringitis streptokokus baru-baru ini telah
dilaporkan
dalam sampai sepertiga dari kasus. Faktor predisposisi lainnya
termasuk
diabetes, penyalahgunaaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik,
kondisi
penurunan sistem imun lain, dan tidak optimalnya higienis
meningkatkan
risiko erisipelas. Disfungsi limfatik subklinis adalah faktor
resiko untuk
24
melalui pembuluh limfatik. Kondisi ini akan memberikan
manifestasi
kerusakan kulit diatasnya dan pembengkakan kelenjar getah bening
regional.
Respon imunitas menjadi menurun dan memberikan optimalisasi
bagi
organisme untuk berkembang (Fitzpatrick,2012).
Terdapat gejala konstitusi seperti demam, malese. Dimana lapisan
kulit yang
diserang adalah epidermis dan dermis. didahului dengan trauma,
tempat
predileksinya tungkai bawah. kelainan yang utama adalah eritema
merah
cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang
akut.
Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis. Jika
sering
residif ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis
(Djuanda,2010)
5. Diagnosis banding : selulitis, namun pada penyakit ini
infiltratnya di
subkutan (Djuanda,2010)
1. Darah : Leucocytosis.
mata(Fitzpatrick,2012).
7. Pengobatan :
Penderita dianjurkan untuk istirahat total atau bedrest. Bila
lokasi di tingkai
bawah dan kaki, maka bagian yang terserang ini ditinggikan
posisinya
(elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi dari pada letak kor
(jantung). Higienis
juga perlu diperhatikan, yaitu berupa : menjaga kebersihan tubuh,
menjaga
kebersihan lingkungan. Selain itu faktor predisposisi juga harus
diatasi.
Pengobatan sistemik ialah antibiotic, sedangkan topical diberikan
kompres
terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan
diuretika
(Djuanda,2010).
3. Septisemia
4. Kematian 50% pada bayi, penderita usia tua dan yang lemah.
5. Kambuh lagi – Cellulitis (Fitzpatrick,2012).
9. Prognosis: Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi
dari infeksi
tidak menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat
diatasi
dengan terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering
kambuh
26
pada pasien yang memiliki faktor predisposisi. Jika tidak diobati
akan ia
menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal
(Fitzpatrick,2012).
2.7.6 Selulitis
1. Definisi: Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak, sering
dengan
keterlibatan dari struktur utama seperti fasia, otot, dan tendon.
Infeksi yang
meluas dengan melibatkan dermis dan lemat di subkutan, dan
sering
menyebar ke otot atau tulang. (Fitzpatrick,2012).
2. Etiologi: Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan.
Etiologi paling
sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu,
bakteri
streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram
negatif
bisa menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea
pedis
biasanya menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis
mempunyai
gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit, tetapi
dapat
dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan
yang lebih
dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi.
Selulitis dapat
berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga mengakibatkan
penggelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.
(Fitzpatrick,2012).
3. Epidemiologi: Selulitis bukan satu penyakit tetapi kumpulan
gejala,
sehingga membuat sulit untuk mendeskripsikan sebuah pola
epidemologinya
(Fitzpatrick,2012).
27
Selulitis (Sumber : Fitzpatrick’s)
Tampak lesi yang kemerahan, bengkak, dan lembut dengan batas yang
tidak
jelas, pitting edema tampak jelas, kadang kulit dapat tampak pucat
karena
bengkak. Ketika mulai terjadi nekrosis, jarang tampak di permukaan,
yang
menjadi tanda umum adalah abses dan ulkus yang baru
terbentuk.
(Harahap,2000)
membantu, hanya menunjukkan edema dan neutrophil. Pada banyak
kasus,
kultur kuman dapat dilakukan dengan mengaspirasi dari
lesinya.
(Fitzpatrick,2012).
6. Pengobatan: Rekomendasi untuk pengobatan selulitis
flucloxacillin 1g qds
jika diberikan intra vena, sedangkan flucloxacilin 500 mg qds
apabila ingin
diberikan terapi peroral. Terapi ini diberikan selama 5-7 hari.
Pada kondisi
yang berat dapat ditambahkan clindamycin 300-450 mg per oral
qds
(Fitzpatrick,2012).
2.7.7 Ulkus Piogenik
1. Definisi: Ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas, disertai pus
diatasnya.
2. Gejala Klinis:
Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai
pus
diatasnya. Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman
gram
negatif sehingga perlu dilakukan kultur (Djuanda,2010).
3. Pemeriksaan Penunjang: Dengan dilakukan kultur untuk
membedakan
dengan ulkus yang lain, terutama ulkus yang disebabkan oleh kuman
Gram
negative (Harahap,2000)
4. Pengobatan: Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara
sistemik
adalah penisilin 600.000 - 1,2 juta IU intramuskular selama 5 - 7
hari;
eritromisin 4 x 500 mg selama 7 hari. Siprofloksasin atau
sefalosporin
memberi hasil yang baik (Harahap,2000).
Gambar 7
1. Definisi : Merupakan infeksi yang biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus
aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multiple tidak nyeri
dan
berbentuk kubah (Djuanda,2010)
2. Etiologi: Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus
(Djuanda,2010)
3. Patogenesa: Bakteri Staphylococcus Aureus menginfeksi kelenjar
keringat
ekrin akibat hygiene seseorang yang buruk dan system imun yang
kurang.
Bakteri yang masuk direspon oleh tubuh sebagai benda asing,
sehingga
terjadi peradangan pada daerah yang terinfeksi. Rasa gatal
merupakan alarm
yang menandakan adanya respon imun terhadap pathogen. Rasa gatal
ini
yang memicu seseorang untuk menggaruk, sehingga memperparah
jaringan
kulit disekitarnya yang mana hal ini membantu bakteri untuk
berkembang
biak(Sylvia,2006)
Gambar 8.A Gambar 8.B
Pada anak, faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun
contohnya :
malnutrisi, morbili, banyak keringat karena sering bersamaan
dengan
timbulnya miliaria. Pada gambaran klinis didapatkan berupa
nodus
eritematosa, multiple, tak nyeri, berbentuk kubah, dan lama
memecah.
Lokasinya terdapat di tempat yang menjadi sumber keringat
(Djuanda,2010).
5. Diagnosis Banding: Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri
dan
berbentuk seperti krucut dengan pustule di tengah dan relative
lebih cepat
pecah(Djuanda,2010).
topikal. Perlu diperhatikan faktor predisposisi
(Djuanda,2010).
2.7.9 Hidradenitis Suppurativa
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
(Martodihardjo,2005)
2. Etiologi : Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri
Staphylococcus aureus
(Djuanda,2010).
3. Epidemiologi: Infeksi hidraadenitis terjadi pada sesudah akil
balik (masa
pubertas) sampai dewasa muda. (Martodihardjo,2005)
31
Hidradenitis Suppurativa(Sumber : Fitzpatrick’s)
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada
usia sesudah
akil balik samapai dewasa muda. Sering diketahui oleh trauma
atau
mikrotrauma, contohnya : banyak kringat, pemakaina deodorant tau
rambut
ketiak yang di gunting (Djuanda,2010)
Penyakit ini desertai gejala konstitusi, antara lain : demam,
malaise. Raum
berupa nodus dengna kelima tanda radang akut. Kemudian melunak
menjadi
babses dan memecah membentuh fistel dan disebut hidradenitis
supurativa.
Pada yang menahun atau kronis dapat berbentuk absses, fistel dan
sinus yang
multiple. Banyak berlokasi di ketiak dan juga perineum. Di tempat
yang
banyak kelenjar apokrin. Terdapat leukositosis
(Djuanda,2010).
5. Diagnosis Banding : Skrofuloderma. Dimana persamaannya terdapat
nodus,
abses dan fistel. Perbedaanya, pada hidraadenitis supurativa pada
permulaan
desertai tanda-tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi.
Sebaliknya
pada skrofulderma tidak didapatkan tanda-tanda radang akut dan
tidak ada
leukositosis . (Martodihardjo,2005)
Gambar 9
leukositosis. (Martodihardjo,2005)
7. Pengobatan : Antibiotic seistemik. Jika telah terbentuk abses
dapat diinsisi.
Kalau belum melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik
dan
residitif, kelenjar apokrin dieksisi(Djuanda,2010)
2.7.10 S4 (Staphylococcal Scaleded Skin Syndrome)
1. Definisi : S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus
aureus tipe tertentu
dengan ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.
2. Etiologi : Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga
52, 55
dan/atau faga 71 (Djuanda,2010)
3. Epidemiologi: Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)
merupakan
penyakit pada neonatus dan anak-anak. S4 jarang terjadi pada dewasa
kecuali
dengan gangguan ginjal, defisiensi imun dan penyakit kronik.
Prevalensi
pada anak kurang dari 2 tahun sebesar 62% dan hampir seluruh kasus
terjadi
pada anak kurang dari 6 tahun (98%)(Fitzpatrick,2012).
Anak-anak merupakan faktor resiko pada SSSS karena kekurangan
imunitas dan kemampuan renal imatur dalam pembersihan toksin
(toksin
exfoliative). Antibodi maternal dapat ditransfer kepada infant
melalui ASI
tetapi SSSS masih dapat terjadi karena inadekuat imunitas dan
imatur
ginjal(Martodihardjo,2005).
4. Patogenesis : Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata,
hidung,
tenggorok, dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat
epidermolitik
33
penyakit ini terjadi pada golongan usia
tersebut(Djuanda,2010)
5. Gejala Klinis :
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran
nafas
bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema,
yang timbul
mendadak pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian
menyeluruh
dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul
bula-bula
berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari
terjadi
pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran
kulit
sehingga tanpak daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut
gambarannya
Gambar 10.A Gambar 10.B
beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan
terjadi
setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks(Djuanda,2010).
6. Pemeriksaan Penunjang:
o Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan Gram
o Pemeriksaan darah (WBC, ESR)
o Pemeriksaan PCR
o Pemeriksaan Histologi: Pemeriksaan pada tepi bula untuk melihat
lapisan
kulit (epidermis) sehingga dapat mengetahui aktivitas epidermolitik
kulit.
o Biopsi kulit: Pemeriksaan biopsi pada daerah kulit yang
terinfeksi akan
terlihat gambaran pemisahan epidermis pada lapisan granular
(Fitzpatrick,2012)
7. Diagnosis Banding : Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis
Epidermal Toksik,
bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh
Ritter).
Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5
tahun,
mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha,
mukosa
umumnya tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun
begitu
penyakit ini adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin).
Kedua
penyakit ini sulit dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan
pemeriksaan
histopatologi secara frozen section agar hasilnya cepat diketahui,
karena
35
prinsip pengobatan keduanya berbeda. Perbedaan terletak pada celah,
S4 di
stratum granulosum, N.E.T di sub epidermal. Perbedaan lain pada
N.E.T
terdapat nekrosis disekitar celah dan terdapat sel radang
(Djuanda,2010).
8. Komplikasi : Komplikasi paling berat yang dapat terjadi pada
pasien SSSS
adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Komplikasi lain
yang
sering terjadi berupa dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis.
Kasus SSSS
pada anak jarang menyebabkan sepsis sehingga angka kematiannya
lebih
rendah (1-5%). Angka kematian pada dewasa lebih besar (mencapai
50-60%)
karena diikuti beberapa faktor penyebab kematian lainnya dan
peningkatan
kejadian sepsis (Fitzpatrick,2012)
membentuk penisilinase, contohnya kloksasilin dengan dosis 3 X 250
mg
/hari/os untuk dewasa. Pada neonates atau dengan penyakit ritter
dosisnya 3
X 50mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan antara lain
adalah
klindamisin dan sefosporin generasi 1. Pemberian topical dapat
diberikan
sufratulle atau krim antibiotic. Diperlukannya memperhatikan
keseimbangan
carian serta elektrolit(Djuanda,2010)
10. Prognosis : Kematian dapat terjadi, terutama pada bayi berusia
di bawah
setahun, yang berkisar antara 1-10%. Dimana penyebab utama
kematian
adalah tidak adanya keseimbangan cairan ataupun elektrolit dan
sepsis
(Djuanda,2010)
36
care unit (NICU) sangat penting meliputi: (Fitzpatrick,2012).
a. Identifikasi pekerja kesehatan yang terinfeksi Staphylococcus
Aureus
sehingga tidak melakukan penularan pada neonatal melalui
prosedur
perawatan umbilkus (nosokomial infeksi).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis.
Pada kasus yang
kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada
kemungkinan
penyebabnya bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil
tes
resistensi hanya bersifat menyokong, invivo tidak selalu sesuai
dengan in vitro.
Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit
sembuh
dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya
buka kedua
bakteri penyebab pioderma yang sering terjadi (Harahap,2000)
2.9 Pengobatan Secara Umum
Contoh obat untuk pengobatan pioderma : (Martodihardjo,2005).
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah
tidak
dipakai lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya
sering menimbulkan syok anafilaktik
37
dan absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih
tinggi.
oksasillin, kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis
3×250
mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat
pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.
b. Linkomisin dan Klindamisin
karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4×150 mg/hari/os, pada
infeksi
berat dosisnya 4×300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai
lagi
dan digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya
lebih
besar dan efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu
terhambat
oleh adanya makanan dalam lambung.
c. Eritromisin
Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-
penisillinase. Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi
tak
enak di lambung.
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak
menunjukan
hasil maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang
berkhasiat untuk kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi
IV.
38
2×500 mg atau 2×1000 mg/hari.
Topikal
gram negative, Neomisin dituliskan sering mengalami
sensitisasi,
sedangkan teramisin dan kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu
efektif
namun sering dipakai karenanya harganya murah. Obat-obatan
ini
biasanya berbentuk salep atau krim. Selain itu juga baik agar
diberikan
kompres terbuka contohnya, larutan permanganas kalikus 1/5000,
larutan
rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10
kali
(Djuanda,2010).
39
Skin Syndrome (S4)
3.1 Dasar pemikiran variabel yang diteliti
Berdasarkan tinjuan kepustakaan dan tujuan penelitian maka
ditemukan
berapa hal yang berkaitan dengan pioderma seperti :
1. Bentuk-Bentuk Pioderma
Pada kasus pioderma menunjukkan angka kejadian yang berbeda pada
setiap
bentuk-bentuk pioderma
2. Usia
pada setiap tingkatan usia
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin seseorang yang tercatat pada rekam medis kunjungan
pasien di
poliklinik kulit dan kelamin
lingkungan tertentu dapat memiliki resiko tinggi menderita penyakit
ini
5. Predileksi
Pada kasus pioderma terjadi di beberapa tempat/daerah yang berbeda
pada
setiap jenis
kasus pioderma dan kepatuhan pasien
3.2 Variabel Penelitian
jenis kelamin, pekerjaan,predileksi,terapi.
42
Berdasarkan judul penelitian mengenai “Prevalensi Kejadian
Pioderma
Pasien Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode
Januari 2015 – Juni 2017” secara sistematis kerangka konsep dalam
penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Multipel Kelenjar,Hidradenitis, Ektima,Erisipelas,Selulitis,
2. Usia
sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur dalam
penelitian
ini adalah umur yang tercatat dalam rekam medik pasien.
Kriteria Obyektif : Berupa data kategoril yaitu :
1. 0-5 tahun
2. 6-18 tahun
3. 19-50 tahun
4. >50 tahun
3. Jenis Kelamin
yang tercatat dalam rekam medis.
44
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Pekerjaan
Kriteria Obyektif : PNS, Wiraswasta,Pelajar,IRT, Tidak
Bekerja
5. Predileksi
tujuan penyembuhan yang tercatat dalam rekam medik kunjungan
pasien di poli kulit dsn kelamin.
Kriteria Obyektif : Berupa data kategori yaitu :
1. Topikal
2. Sistemik
3. Kombinasi
desain penelitian deskriptif, yang mana pengukuran variable
dilakukan pada saat
tertentu yang sama untuk mengetahui prevalensi kejadian Pioderma
pasien di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Periode
Januari 2015 –
Juni 2017.
Lokasi penelitian dilakukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo, Makassar
dan
akan dilaksanakan pada bulan September 2017.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi target dalam penelitian ini pasien rawat jalan dengan
diagnosis
Pioderma di Poliklinik Kulit dan Kelamin di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo
Makassar terhitung sejak Januari 2015 sampai dengan Juni
2017.
4.3.2 Sampel
sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel. Sampel dalam
penelitian ini
46
adalah pasien Pioderma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr
Wahidin
Sudirohusodo
Kriteria Inklusi : Pasien yang menderita penyakit Pioderma
Kriteria eksklusi : Rekam medis yang tidak lengkap dan yang bukan
merupakan
data Januari 2015 sampai Juni 2017
4.4 Jenis data dan Instrumen penelitian
4.4.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder
yang
diperoleh dari rekam medik subjek penelitian
4.4.2 Intrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
pencatatan data
yang diambil dari rekam medik.
4.5 Manajemen Data
Proses pengolahan dan menganalisa data dilakukan dengan
mengumpulkan
semua data dan diolah dengan menggunakan program computer SPSS
dan
Microsoft Excel untuk mendapat hasil deskriptif yang
diharapkan.
47
disertai penjelasan.
Hasanuddin sebagai izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan data responden, sehingga diharapkan
tidak ada
pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
3. Mematuhi semua aturan di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo.
Persiapan Penelitian
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pelaporan
Skema 4.1
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pengumpulan data dimulai
pada tanggal
16 bulan September 2017 Penelitian ini dilakukan dengan mengambil
data sekunder
dari rekam medik penderita Pioderma yang teregistrasi pada periode
waktu tersebut.
Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah
metode total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel. Jumlah
penderita
Pioderma yang berobat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar mulai
dari Januari 2015 – Juni 2017 yang akan dijadikan sampel pada
penelitian ini
didapatkan sebanyak 52 orang yaitu sekitar 4,3 % dari besar sampel
pasien di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Makasssar
adalah 1199
orang untuk periode Januari 2015 – Juni 2017.
Sampel yang telah diambil dari data bagian rekam medik Rumah Sakit
Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar kemudian dikelompokkan dan diolah
berdasarkan
jenis pioderma, usia, jenis kelamin,pekerjaan, predileksi, dan
terapi yang digunakan,
sehingga diketahui distribusi dari penderita Pioderma berdasarkan
hal tersebut.
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan program
SPSS
version 24 yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.
49
5.1 Distribusi Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis Pioderma di
Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,Januari 2015 – Juni 2017
Tabel 5.1. Prevalensi Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis
Pioderma
Jenis Pioderma Frekuensi %
Impetigo 5 9.6
Folikulitis 11 21.2
Furunkel 21 40.4
Karbunkel 3 5.8
Hidradenitis 1 1.9
Ektima 8 15.4
Selulitis 3 5.8
TOTAL 52 100
2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat di
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni
2017 banyak
pada jenis Furunkel yaitu 21 orang atau 40,4% diurutan kedua berada
pada jenis
Folikulitis yaitu 11 orang atau 21,2% diurutan ketiga berada pada
jenis Ektima yaitu
8 orang atau 15,4% diururan keempat berada pada jenis Impetigo
yaitu 5 orang atau
50
9,6% diurutan kelima berasa pada Karbunkel dan Selulitis yaitu
masing-masing 3
orang atau 5,8% dan yang paling sedikit yaitu pada jenis
hidradenitis yaitu 1 orang
atau 1,9%.
5.2 Distribusi Penderita Pioderma Berdasarkan Kelompok Usia di
Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni 2017
Tabel 5.2. Jumlah Penderita Pioderma Berdasarkan Kelompok
Usia
Usia Frekuensi %
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari
2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat
di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni
2017 lebih
banyak pada kelompok usia 0-5 tahun yaitu 26 orang atau 50%
diurutan kedua
berada pada kelompok usia 6-18 tahun yaitu 16 orang atai 30,8%
diurutan ketiga
berada pada kelompok usia >50 tahun yaitu 7 orang atau 13,5% dan
yang paling
51
sedikit berada pada kelompok usia 19-50 tahun yaitu 3 orang atau
5,8%.
5.3 Distribusi Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis Kelamin di
Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015- Juni 2017
Tabel 5.3. Jumlah Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi %
Perempuan 21 40.4
Laki-laki 31 59.6
TOTAL 52 100
2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa penderita Pioderma Rumah
Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015 – Juni 2017 lebih
banyak laki-laki
yaitu 31 orang atau 59,6%, sedangkan perempuan yaitu 21 orang atau
40,4%.
52
Pekerjaan Frekuensi %
Tidak Bekerja 28 53.8
2015 – Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa penderita Pioderma Rumah
Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni 2017 lebih
banyak yang
tidak memiliki pekerjaan yaitu 28 orang atau 53,8% diurutan kedua
berada pada
pekerjaan sebagai pelajar yaitu 18 orang atau 34,6% diurutan ketiga
berada pada
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu 3 orang atau 5,8% diurutan
keempat berada
pada pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu 2 orang atau 3,8% dan yang
paling sedikit
berada pada golongan PNS yaitu 1 orang atau 1,9%.
53
5.5 Distribusi Penderita Pioderma Berdasarkan Predileksi di Rumah
Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015 – Juni 2017
Tabel 5.5 Jumlah Kejadian Penderita Pioderma Berdasarkan
Predileksi
Predileksi Frekuensi %
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari
2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat di
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Periode Januari
2015- Juni 2017
lebih banyak pasien yang datang dengan predileksi di tungkai yaitu
18 orang atau
34,6% diurutan kedua berada pada predileksi di bokong yaitu 12
orang atau 23,1%
diurutan ketiga berada pada predileksi di kepala yaitu 10 orang
atau 19,2% diurutan
keempat berada pada predileksi di wajah yaitu 6 orang atau 11,5%
dan yang paling
54
sedikit berada pada predileksi badan dan aksila yaitu masing-masing
3 orang atau
5,8%.
5.6 Distribusi Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis Terapi di Rumah
Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni 2017
Tabel 5.6. Jumlah Kejadian Penderita Pioderma Berdasarkan Jenis
Terapi
Jenis Terapi
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari
2015 – Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat di
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,Januari 2015 – Juni
2017 lebih
banyak pasien yang datang dengan mendapatkan pengobatan topikal
yaitu 26 orang
55
atau 50% diurutan kedua berada pada pasien yang mendapatkan
pengobatan
kombinasi yaitu 21 orang atau 40,4% dan yang paling sedikit berada
pada pasien
yang datang dengan mendapatkan pengobatan sistemik yaitu 5 orang
atau 9,6%.
56
Penelian mengenai prevalensi pioderma pada pasien di poliklinik
kulit dan
kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017
telah
dilaksanakan pada rumah sakit tersebut. Penelitian ini menggunakan
metode
deskriptif yang melihat berdasarkan data dari rekam medik pasien.
Penelitian ini
ingin mengetahui jumlah prevalensi pasien yang menderita pioderma
pada pasien di
poliklinik kulit dan kelamin, selain dari itu juga ingin mengetahui
jumlah berdasarkan
bentuk-bentuk pioderma, kelompok usia, jenis kelamin,pekerjaan,
predileksi dan jenis
terapi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pasien penderita
pioderma yang
ditemukan menderita pioderma pada periode Januari 2015-Juni 2017
ada sebanyak 52
orang ataupun sebanyak 4,3% yang memenuhi kriteria inklusi dari
besar sampel
pasien poliklinik kulit dan kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo
sebanyak 1199
orang dalam periode Januari 2015-Juni 2017.
6.1 Jenis Pioderma
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 -Juni 2017 berdasarkan jenis
pioderma yang
tertinggi pada tabel 5.1 adalah jenis pioderma Furunkel dengan
pasien menderita
pioderma sebanyak 21 orang ataupun 40,4%, jenis pioderma yang
paling rendah
menderita pioderma adalah hidradenitis dengan jumlah 1 orang atau
1,9%. Sedangkan
jumlah penderita pioderma pada jenis pioderma yang lain,
folikulitis 21,2 % , ektima
57
15,4 % , impetigo 9,6 % , karbunkel dan selulitis yang masing-
masing adalah 5,8%
Dalam penelitian dari Pangow,dkk pada tahun 2015 Disebutkan data
dari
Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) yang dikumpulkan
dari 8
Rumah Sakit di Indonesia tahun 2011 didapatkan bahwa jenis
diagnosis pioderma
terbanyak berturut-turut adalah impetigo dengan 31 pasien (58,5%),
furunkel dengan
11 pasien (20,8%) folikulitis dengan 7 pasien (13,2%), karbunkel
dengan 2 pasien
(3,8%), untuk ektima dan selulitis masing-masing 1 pasien (1,9%)
tapi erisipelas
tidak terdapat kasus. Hal ini memiliki hasil yang cukup sama dengan
hasil penelitian
berdasarkan tabel 5.1 dimana data pada penelitian Pangow dkk
furunkel berada di
urutan kedua. Faktor pemicu yang dapat menyebabkan furunkel antara
lain higiene
yang buruk, hiperhidrosis, obesitas, diabetes, seboroik, anemia,
gizi buruk dan
keadaan imunodefisiensi. Furunkel dapat di diagnosis banding
terhadap beberapa
penyakit diantaranya dengan akne kistik, kerion, dan hidradenitis
supurativa.
(Martodihardjo,2005)
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 - Juni 2017 berdasarkan kelompok
usia yang
tertinggi pada tabel 5.2 adalah kelompok usia 0-5 tahun tahun
dengan pasien
menderita pioderma sebanyak 26 orang ataupun 50%, diurutan kedua
kelompok usia
menderita pioderma adalah kelompok usia 6-18 tahun adalah dengan
jumlah 16 orang
58
atau 30,8% Sedangkan jumlah penderita pioderma pada kelompok usia
yang lain >50
tahun dan 19-50 tahun masing-masing adalah 13,5% dan 5,8%.
Menurut penelitian Hazarika tahun 2012, dalam penelitian ini
sebagian besar kasus
dikelompok usia prasekolah (52%), diikuti oleh kelompok umur
sekolah (31%). Hal
ini memiliki hasil yang cukup sama dengan hasil penelitian
berdasarkan tabel 5.2
yaitu kelompok usia tinggi yang menderita pioderma adalah kelompok
usia 0-5 tahun
atau usia prasekolah lalu diurutan kedua kelompok usia sekolah
yaitu 6-18 tahun.
Dari data distribusi menurut umur menunjukkan bahwa usia 1-4 tahun
yang paling
banyak mengalami pioderma, yaitu sekitar 43,4% diikuti kelompok
umur 5-14 tahun
dan kelompok umur <1 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di
RSU Dr. Soetomo
Surabaya periode 2008-2010 juga didapatkan usia yang paling sering
adalah
kelompok umur 1-4 tahun. Pada anak yang berusia lebih tua dan
kelompok umur usia
pra-sekolah juga sekolah memiliki faktor predisposisi yang
memudahkan mereka
terkena pioderma. Anak-anak tersebut mulai mengenal lingkungan
dan
bereksplorasi dengan alam sekitar. Kebiasan bermain berkelompok dan
jenis
permainan, dapat mempermudah masuknya bakteri patogen ditambah lagi
hygiene
dan sanitasi yang kurang turut memperburuk keaadaan kulit pada
anak.
(Rahmawati,2010)
menderita pioderma adalah kelompok usia di bawah lima
tahun,kemungkinan karena
sistem imunitas yang masih lemah dan seringnya anak-anak berada
dalam suatu
kelompok, misalnya lingkungan taman kanak-kanak atau
sekolah.(zulkarnain,2007)
59
pioderma pada anak menempati urutan pertama. Pada studi tersebut
didapatkan
13,86% dari 8.919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma.
Penyakit
infeksi ini sering dijumpai pada anak karena daya tahan kulit
terhadap invasi kuman
patogen belum sesempurna orang dewasa. Kulit anak-anak dibandingkan
dengan kulit
orang dewasa mempunyai struktur yang sedikit berbeda (Garna,
2001).
6.3 Jenis Kelamin
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 - Juni 2017 berdasarkan jenis
kelamin dari hasil
penelitian di bagian rekam medik jumlah prevalensi tinggi yaitu
pada laki-laki
sebanyak 31 orang 59,6% dan jumlah prevalensi yang rendah yaitu
pada perempuan
yaitu dengan prevalensi 40,4%. namun tidak menunjukkan perbedaan
yang
mencolok.
Berdasarkan penelitian Hazarika (2012), Ditemukan rasio laki-laki
dan perempuan
1: 1,08. Seks rasio dominan bertentangan dalam berbagai studi. Dan
juga
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar
Periode Juni
2015- Juni 2016 Hasil penelitian secara deskriptif menunjukan bahwa
dari 347
kunjungan, 53 pasien yang menderita pioderma di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah
Denpasar. Didapatkan pasien berusia ≤ 4 tahun sebanyak 31 pasien
(58.5%). Laki-
laki 34 pasien (64.2%) dan perempuan 19 pasien (35.8%). Hasil dari
penilitiannya
tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Wahidin
Sudirohusodo
60
periode Januari 2015-Juni 2017 pada table 5.3 dimana prevalensi
berdasarkan jenis
kelamin tertinggi pada laki-laki yaitu 59,6% . Hasil yang berbeda
dengan penelitian
pada table 5.3 dari penelitian yang dilakukan oleh Pangow,dkk di
RSUP Prof. Dr. R.
D Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012 berdasarkan
distribusi jenis
kelamin pasien pioderma diatas didapatkan bahwa jenis kelamin
penderita pioderma
terbanyak pada perempuan yaitu 30 (56,6% )
6.4 Pekerjaan
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 - Juni 2017 berdasarkan menurut
status
pekerjaan yang paling tinggi adalah kelompok yang tidak bekerja
dengan jumlah
53,8% dimana berdasarkan dari data rekam medis kelompok ini lebih
banyak dari
usia prasekolah yang digolongkan menjadi kelompok yang tidak
bekerja, diurutan
kedua kelompok pelajar dengan jumlah 34,6 % yang paling rendah
adalah
kelompok pekerjaan dari PNS dengan jumlah 1,9%. Sedangkan jumlah
penderita
pioderma pada kelompok pekerjaan yang lain ibu rumah tangga dengan
jumlah
5,8% dan wiraswasta 3,8 %
umur menunjukkan bahwa usia 1-4 tahun yang paling banyak
mengalami
pioderma, yaitu sekitar 43,4% diikuti kelompok umur 5-14 tahun dan
kelompok
umur <1 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di RSU Dr. Soetomo
Surabaya
periode 2008-2010juga didapatkan usia yang paling sering menderita
pioderma
61
adalah kelompok umur 1-4 tahun. Pada anak yang berusia lebih tua
dan kelompok
umur usia pra-sekolah juga sekolah memiliki faktor predisposisi
yang
memudahkan mereka terkena pioderma. Anak-anak tersebut mulai
mengenal
lingkungan dan bereksplorasi dengan alam sekitar. Kebiasan bermain
berkelompok
dan jenis permainan, dapat mempermudah masuknya bakteri patogen
ditambah
lagi hygiene dan sanitasi yang kurang turut memperburuk keaadaan
kulit pada
anak.
perorangan baik sebanyak 33,3% dan buruk sebanyak 66,7% .Terdapat
hubungan
yang signifikan antara hygiene perorangan dan lingkungan dengan
kejadian
pioderma di RSI Sultan Agung dengan keeratan hubungan sedang pada
hygiene
perorangan dan lemah pada hygiene lingkungan Hygiene perorangan
dan
lingkungan berhubungan dengan pioderma. Hasil ini sejalan dengan
Saad dan
Sugastiasti (2008) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna
antara hygiene perorangan dengan angka kejadian Infeksi kulit,
dengan sampel
sebanyak 100 orang.
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 - Juni 2017 berdasarkan menurut
predileksinya
yang paling tinggi adalah pada tungkai dengan jumlah 34,5% , yang
kedua bokong
dengan jumlah 23,1%. Sedangkan lokasi predileksi yang lain adalah
kepala 19,2%
, wajah 11,5% , badan dan aksila dengan nilai masing-masing
5,8%.
Menurut buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fak. Kedokteran
Universitas
Indonesia oleh Djuanda (2010) , predileksi impetigo paling sering
pada wajah
(sekitar hidung mulut), ketiak, dada, punggung tergantung dari
jenis impetigo.
Predileksi folikulitis pada tungkai, bibir atas, dagu,bilateral.
Furunkel dan
karbunkel tempat predileksi adalah tempat yang banyak friksi,
misalnya aksila dan
bokong. Hidradenitis tempat predileksinya di daerah kelenjar
apokrin,misalnya
aksila dan biasanya didahului oleh trauma/mikrotrauma. Ektima biasa
berlokasi di
tungkai bawah, yaitu tempat yang relative banyak mendapat trauma.
Selultis
tempat predileksinya ditungkai bawah.
Prevalensi pasien pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015 - Juni 2017 berdasarkan menurut
jenis terapi
yang paling tinggi penggunaan terapi jenis topical dengan jumlah
50% yang kedua
dengan jenis terapi kombinasi dengan jumlah 40,4% ,nilai dari
penggunaan jenis
63
terapi topical dan kombinasi tidak jauh berbeda dan yang terendah
jenis terapi
sistemik 9,6%.
Penelitian lain yaitu menurut Pangow dkk (2012) yang dilaksanakan
di
poliklinik RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode Januari sampai
Desember
2012 pada pasien pioderma anak. dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa
penggunaan obat untuk terapi pioderma yang paling sering diberikan
adalah terapi
kombinasi antara antibiotik sistemik dan topical, dengan nilai
masing- masing
jenis terapi kombinasi 66%,topikal 28,3% , sistemik 5,7%. Pemberian
terapi
tersebut juga berdasarkan diagnosis jenis pioderma yang diderita
pasien anak.
64
Sudirohusodo di dapatkan prevalensi penderita pioderma di
poliklinik kulit dan
kelamin yaitu sebanyak 4,3%. Dan juga beberapa kesimpulan yang
dapat diambil
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Prevalensi pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017 berdasarkan jenis-jenis
pioderma
yang paling tinggi adalah 40,4% pada jenis furunkel dan yang paling
rendah
adalah hidradenitis dengan jumlah 1,9%.
2. Prevalensi pioderma berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi
adalah
50% yaitu pada umur 0-5 tahun dan yang paling rendah adalah 5,8%
pada umur
19-50 tahun pada pasien di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017.
3. Prevalensi pioderma pada pasien di poliklinik kulit dan kelamin
RSUP Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017 berdasarkan jenis
kelamin yang
paling tinggi adalah 59,6% pada laki-laki, sedangkan pada perempuan
dengan
jumlah 40,4%.
4. Prevalensi pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017 berdasarkan status
pekerjaan
65
yang paling tinggi kelompok yang tidak bekerja adalah 53,8% dan
yang paling
rendah adalah PNS dengan jumlah 1,9%
5. Prevalensi pioderma di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017 berdasarkan predileksi
yang
paling tinggi adalah di tungkai dengan presentase 34,6% dan yang
paling
rendah adalah di badan dengan presentase 5,8%.
6. Prevalensi pioderma pada pasien di poliklinik kulit dan kelamin
RSUP Wahidin
Sudirohusodo periode Januari 2015-Juni 2017 berdasarkan jenis
terapi yang
paling tinggi adalah 50% pada jenis topical dan yang paling rendah
adalah 9,6%
pada jenis sistemik.
poliklinik kulit dan kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo periode
Januari 2015-
Juni 2017, Desember 2016 - April 2017 didapatkan sampel sebanyak 52
orang
(total sampling), maka dapat diberikan saran berupa :
1. Selama penelitian penulis mengalami beberapa kendala seperti :
kurang
lengkapnya data pasien di catatan rekam medik dan buku register.
Oleh
karena itu itu diharapkan agar buku register pasien diisi dengan
lengkap dan
status pasien di bagian instalasi rekam medik dijaga dengan baik
agar data
yang diperoleh lebih lengkap akurat dan informatif.
2. Instansi kesehatan hendaknya meningkatkann tindakan kuratif dan
preventif
untuk pasien pioderma dan keluarga agar mencegah faktor
predisposisi,
66
3. Masyarakat hendaknya lebih memperhatikan kebersihan dan
kesehatan diri
maupun lingkungan untuk mencegah infeksi penyakit kulit dan
kelamin.
4. Perlu dilakukan penilitian lebih lanjut tentang hubungan
pekerjaan dengan
pioderma dan hubungan predileksi dengan pioderma.
5. Perlu dilakukan penilitian angka prevalensi pioderma untuk
tahun-tahun
berikutnya, agar dapat diketahui angka prevalensi pada setiap
tahunnya.
67
1. Crossley K,2007. Overview of Staphylococcus aures in medicines.
Dalam:
Weigelt JA, penyunting. MRSA. New York: Informa healthcare; 2007.
h.1-
10
2. Djuanda, Adhi. 2010.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi
Keenam.Balai
Penerbit FKUI. Jakarta Hal 57-63
3. Harahap M, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta.
4. Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
5. KSDAI. 2001. Laporan catatan medis 8 RS di kota besar di
Indonesia,
6. Martodihardjo, Sunarko dkk, 2005. Impitigo dan
Furunkel/Karbunkel. Dalam
Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi
Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press, hal 94-97
7. Mansjoer A, Suprohaita dkk, 2000. Pioderma. Kapita Selekta
Kedokteran
Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Noah Craft, 2012. Superficial Cutaneous Infections and
Pyodermas. In :
Lowell AG, Stephen IK, Barbara AG, et al., editors. Fitzpatrick.
Dermatology
in General Medicine. 8th ed. United States: McGraw-Hill Companies ;
2012.
2128-47.
9. Pangow Caren C.a, Herry E. J. Pandaleke, Renate T. Kandou,2015.
Profil
Pioderma pada Anak di Poliklinik Kulit dan Kelaminrsup Prof. Dr. R.
D.
Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012. Bagian Ilmu
Penyakit
68
Volume 3.
10. Siregar, RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi
2. EGC:
Jakarta.
11. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Volume
2 Edisi 6.
Jakarta : EGC.
12. Rahmawati A. Pioderma superfisialis primer pada anak di unit
rawat jalan
kesehatan kulit & kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
2008-2010.
Berkala 2012; 24: 7-13.
Children in Developing Countries.[cited 2017 April 2]; Available
from:
http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WH O_FCH_CAH_05.12_eng.pdf
14. Zulkarnain I. Etiopatogenesis dan penatalaksanaan impetigo. D
alam :
Agusni I, Zulkarnain I, Sawitri, penyunting. Dermatosis bulosa pada
bayi dan
anak. Edisi ke-1. Surabaya: Airlangga University Press; 2007. h.
17-24 .
69
LAMPIRAN
70
Prevalensi Kejadian Pioderma pada Pasien Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2015- Juni
2017
71
72
73
4 726102 Ektima 19-50 tahun Perempuan Tidak Bekerja
Tungkai Sistemik
Bokong Kombinasi
7 768390 Furunkel 0-5 tahun Laki-laki Tidak Bekerja
Bokong Kombinasi
Kepala Topikal
11 774763 Folikulitis 0-5 tahun Perempuan Tidak Bekerja
Kepala Topikal
13 755785 Selulitis 0-5 tahun Perempuan Tidak Bekerja
Tungkai Kombinasi
Tungkai Kombinasi
Kepala Topikal
Tungkai Kombinasi
Kepala Kombinasi
Tungkai Sistemik
Tungkai Kombinasi
Tungkai Topikal
22 694856 Folikulitis 0-5 tahun Laki-laki Tidak Bekerja
Kepala Topikal
Tungkai Kombinasi
Bokong Topikal
26 748286 Folikulitis 0-5 tahun Perempuan Tidak Bekerja
Wajah Topikal
Tungkai Topikal
Bokong Kombinasi
Kepala Kombinasi
Aksila Kombinasi
Bokong Topikal
Tungkai Kombinasi
Wajah Kombinasi
Bokong Kombinasi
Kepala Topikal
37 759304 Furunkel 0-5 tahun Laki-laki Tidak Bekerja
Bokong Topikal
Kepala Kombinasi
Badan Topikal
44 768621 Impetigo 0-5 tahun Laki-laki Tidak Bekerja
Wajah Topikal
76
Wajah Topikal
49 691708 Impetigo 0-5 tahun Laki-laki Tidak Bekerja
Badan Topikal
51 698958 Impetigo 0-5 tahun Perempuan Tidak Bekerja
Wajah Topikal
77
Frekuensi
Jenis_Pioderma
Percent
Folikulitis 11 21.2 21.2 30.8
Furunkel 21 40.4 40.4 71.2
Karbunkel 3 5.8 5.8 76.9
Hidradenitis 1 1.9 1.9 78.8
Ektima 8 15.4 15.4 94.2
Selulitis 3 5.8 5.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
Percent
6-18 tahun 16 30.8 30.8 80.8
19-50 tahun 3 5.8 5.8 86.5
>50 tahun 7 13.5 13.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Percent
Laki-laki 31 59.6 59.6 100.0
Total 52 100.0 100.0
Percent
Wiraswasta 2 3.8 3.8 5.8
Pelajar 18 34.6 34.6 40.4
Ibu Rumah Tangga 3 5.8 5.8 46.2
Tidak Bekerja 28 53.8 53.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
Percent
Wajah 6 11.5 11.5 30.8
Badan 3 5.8 5.8 36.5
Tungkai 18 34.6 34.6 71.2
Aksila 3 5.8 5.8 76.9
Bokong 12 23.1 23.1 100.0
Total 52 100.0 100.0
Percent
Sistemik 5 9.6 9.6 59.6
Kombinasi 21 40.4 40.4 100.0
Total 52 100.0 100.0
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Hobi : Membaca, travelling.
Alamat saat ini : Jl. Bau Mangga II No. 4 Makassar
No.Telp : 087841142008
Email :
[email protected]
Riwayat Pendidikan :
Completed : 2014 - present
Completed : 2014
Completed : 2011
Completed : 2008
2. Paskibra SMA Negeri 17 Makassar
Riwayat Partisipasi Kegiatan Organisasi :
Hasanuddin 2014
3. BASTRA HMI 2015
4. BAKSOSNAS HMI 2016
SAMPUL DAFTAR ISI
Telah dilakukan penelitian tentang prevalensi Penderita Pioderma di
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pengumpulan data
dimulai pada tanggal 16 bulan September 2017 Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam medik
p...
Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah metode total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel.
Jumlah penderita Pioderma yang berobat di Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar mulai dari Januari 2015 – Juni ...
Sampel yang telah diambil dari data bagian rekam medik Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar kemudian dikelompokkan dan diolah
berdasarkan jenis pioderma, usia, jenis kelamin,pekerjaan,
predileksi, dan terapi yang digunakan, sehingga diketah...
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS
version 24 yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar,Januari 2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari
2015-Juni 2017 banyak pada jenis Furunkel yaitu 21 orang atau 40,4%
diurutan kedua berada pada jenis Folikulitis ya...
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari 2015-Juni 2017
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar,Januari 2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa penderita Pioderma Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015 – Juni 2017
lebih banyak laki-laki yaitu 31 orang atau 59,6%, sedangkan
perempuan yaitu 21 orang atau 40,4%.
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar,Januari 2015 – Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa penderita Pioderma Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Januari 2015-Juni 2017
lebih banyak yang tidak memiliki pekerjaan yaitu 28 orang atau
53,8% diurutan kedua berada pada pekerjaan sebagai pel...
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari 2015-Juni 2017
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa penderita Pioderma yang
berobat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Periode
Januari 2015- Juni 2017 lebih banyak pasien yang datang dengan
predileksi di tungkai yaitu 18 orang atau 34,6% diuruta...
Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
Januari 2015 – Juni 2017