Download - Preskes Tumor Mediastinum

Transcript

Presentasi Kasus

SEORANG WANITA USIA 62 TAHUN

DENGAN TUMOR MEDIASTINUM

Oleh:

Vania Nur Amalina G99142109Bryan Pandu Permana G99142110Nur Hidayah G99142111Arga Scorpianus Renardi G99142112Deneisha Kartika P. G99142113Fila Apriliawati G99142114Itqan Ghazali G99142115Hernowo Setyo U. G99142116Mira Rizki Ramadhan G99142117Gabriella Diandra N. G99142118

Pembimbing: Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARUFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA2015

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor mediastinum didefinisikan sebagai tumor yang terdapat di dalam

mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung,

aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,

jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2003).

Prevalensi tumor mediastinum di kepustakaan luar berdasarkan penelitian

retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA di

dapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284

pasien penyakit keganasan primer. Jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel

germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3%, dan jenis lainnya 7% .

Sedangkan data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia antara lain didapat

dari SMF bedah thorax RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr.Soetomo di

Surabaya. Pada tahun 1970-1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap

137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8%

tumor saraf, dan 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi

tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan

mediastinum posterior 25,5%. Dari tumor mediastinum yang memberikan gejala,

setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah

benigna (Pratama S, 2003).

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan saat dilakukan

foto toraks. Keluhan penderita biasanya berkaitan dengan ukuran dan invasi atau

kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom vena kava

superior (SVKS) dan gangguan menelan.

Diagnosis yang lebih dini dan tepat untuk tumor mediastinum dapat dibantu

dengan pemeriksaan foto rontgen dada, CT-scan , MRI. Bersama dengan

kemajuan teknik diagnostik ini, kemajuan anestesi, kemoterapi, dan terapi radiasi

telah meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pasien.

1

BAB II

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. S

Usia : 62 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Kedawung - Sragen

Tanggal Masuk : 4 Januari 2016

Tanggal Pemeriksaan : 4 Januari 2016

No. RM : 01-31-95xxx

B. Keluhan Utama

Batuk

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk (+) sejak 6 bulan SMRS.

Batuk timbul kadang-kadang, tidak terus menerus. Batuk kadang

bercampur dengan dengan darah. Darah keluar setiap kali batuk, berupa

bercak-bercak darah.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak ± 5 bulan SMRS.

Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun

cuaca, mengi (-). Selain itu pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri

± 3 bulan SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan menjalar ke lengan atas

maupun tembus ke punggung.Tidak didapatkan demam, demam sumer-

sumer (-), keringat saat malam (-), nafsu makan turun (-), mual (+) ,

muntah (+), rambut rontok (-). BAK dan BAB tidak ada kelainan.

2

Saat ini pasien datang untuk melanjutkan kemoterapi ke III untuk

diagnosis tumor mediastinum.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat OAT : (-)

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Mondok : (+)

Riwayat Kemoterapi :

- 18/11/2015 : Kemoterapi I

Cisplatin,vinkristin,siklofosfamid, doxorubisin

- 12/12/2015 : Kemoterapi II

Cisplatin,vinkristin,siklofosfamid, doxorubisin

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Sesak Napas : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat Minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien saat ini menggunakan fasilitas kesehatan dengan BPJS. Pasien

aktifitas sehari-hari hanya di rumah, sebagai ibu rumah tangga,

3

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70mmHg.

Nadi : 84 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 26 x/menit

Suhu : 37,10C per aksiler

SiO2 : 97%

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G. Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I. Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

4

J. Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : simetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC III-IV

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC III-IV

Paru (posterior )

Inspek sistatis : Asimetris, pengembangan dinding dada

kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC IV-V

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC IV-V

K. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

L. Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

5

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A.Hasil Laboratorium Darah 4 Januari 2015

Hemoglobin : 12 gr/dl (13,5-17,5)

Hematokrit : 36% (33-45)

Antal Eritrosit : 3.86 x 103/uL (4,5-5,9)

Antal Leukosit : 6.1 x 103/uL (4,5-11,0)

Antal Trombosit : 391 x 103/uL (150-450)

Golongan Darah : A

GDS : 109 mg/dL (60-140)

Albumin : 4.1g/dL (3.5 – 5.2)

Ureum : 18mg/dL (<50)

Creatinin : 0.6 mg/dL (0,9-1,3)

Na+ : 133 mmol/L (136-145)

K+ : 3.7 mmol/L (3,3-5,1)

Ion klorida : 97 mmol/L (98-106)

SGOT/SGPT : 20/11

HbSAg : non reactive

B. Foto Thorax

Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 4 Januari 2016 :

Foto dengan identitas Ny. S, 62 tahun. Foto diambil di ruang

radiologi RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan

lateral. Kekerasan cukup, asimetris.

- Cor : Besar dan bentuk normal

- Pulmo :

- Tampak opasitas di retrosternal dan sisi kiri mediatinum

bentuk bulat

- Tampak kaslsifikasi di proyeksi superior pulmo kiri

- Sinus costophrenikus kanan kiri anterior posterior tajam

6

- Rterosternal, retrocardiac space dalam batas normal

- Hemidiafragma kiri letak tinggi

- Trakea di tengah

- Sistema tulang baik

Kesan

menyokong gambaran massa mediastinum anterior

Diafragma kiri letak tinggi, suspek kolaps pulmo.

IV. RESUME

Pasien datang dengan keluhan batuk (+) sejak 6 bulan

SMRS. Batuk timbul kadang-kadang, tidak terus menerus. Batuk

kadang bercampur dengan dengan darah. Darah keluar setiap kali

batuk, berupa bercak-bercak darah.

Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak ± 5 bulan

SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas

maupun cuaca, mengi (-). Selain itu pasien mengeluhkan nyeri dada

sebelah kiri ± 3 bulan SMRS. Nyeri dada tidak dirasakan menjalar ke

lengan atas maupun tembus ke punggung.Tidak didapatkan demam,

demam sumer-sumer (-), keringat saat malam (-), nafsu makan turun

(-), mual (+) , muntah (+), rambut rontok (-). BAK dan BAB tidak ada

kelainan. Saat ini pasien datang untuk melanjutkan kemoterapi ke III

untuk diagnosis tumor mediastinum.

Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah

120/80, laju nadi 84 kali/menit, laju napas 26 kali/menit dan saturasi

O2 98 %. Kemudia dari pemeriksaan fisis didapatkan rambut yang

mudah rontok dan mudah dicabut. Pada pemeriksaan paru anterior saat

inspeksi statis maupun dinamis, pengembangan dinding dada kanan =

kiri. Pada palpasi, fremitus raba dinding kanan = kiri. Pada perkusi

didapatkan sonor pada paru sebelah kanan dan suara redup di sela iga

III-IV paru kanan. Pada auskultasi, dapat didengarkan pada paru kanan

7

suara dasar vesikuler (+) dan suara dasar vesikuler yang menurun pada

sela iga kiri. . Pada pemeriksaan paru posterior saat inspeksi statis

maupun dinamis, pengembangan dinding dada kanan = kiri. Pada

palpasi, fremitus raba dinding kanan = kiri. Pada perkusi didapatkan

sonor pada paru sebelah kanan dan suara redup di sela iga IV-V paru

kanan. Pada auskultasi, dapat didengarkan pada paru kanan suara dasar

vesikuler (+) dan suara dasar vesikuler yang menurun pada sela iga IV-

V kiri.Dari pemeriksaan laboratorium darah dalam batas normal

V. DIAGNOSIS

Tumor mediastinum jenis timoma masanoka III PS 70-80

prokemoterapi III

VI. TERAPI

1. O2 2 lpm

2. Diet TKTP 1700 kkal

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

4. Infus aminofluid 1fl/24 jam

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Vitamin B kompleks x I

VII.PROGNOSA

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

VIII. PLAN

1. Kemoterapi

8

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 4 Januari 2016 (DPH 0)

S : Batuk (+) sesak napas (+), berkurang

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70mmHg.

Nadi : 86 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36,80C per aksiler

SiO2 : 97%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

9

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : simetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC III-IV

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC III-IV

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC IV-V

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC IV-V

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

A :Tumor mediastinum jenis timoma masanoka III PS 70-80 prokemoterapi III

10

P

1. O2 2 lpm

2. Diet TKTP 1700 kkal

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

4. Infus aminofluid 1fl/24 jam

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Vitamin B kompleks x I

Plan : Kemoterapi

11

Tanggal 5 Januari 2016 (DPH 1)

S : Batuk (+) sesak napas (+), berkurang

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 110/80mmHg.

Nadi : 92 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,60C per aksiler

SiO2 : 97%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

12

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : simetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC III-IV

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC III-IV

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC IV-V

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC IV-V

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

A :Tumor mediastinum jenis timoma masanoka III PS 70-80 prokemoterapi III

13

P

1. O2 2 lpm

2. Diet TKTP 1700 kkal

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

4. Infus aminofluid 1fl/24 jam

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Vitamin B kompleks x I

Plan : Kemoterapi

14

Tanggal 6 Januari 2016 (DPH 2)

S : Batuk (+) sesak napas (+), berkurang

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70mmHg.

Nadi : 90 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,30C per aksiler

SiO2 : 98%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

15

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kanan < kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri

Perkusi : Redup SIC III ↓/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC III ↓/

+), suara tambahan (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan < kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri

Perkusi : Redup SIC III ↓/ sonor.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC III

↓/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

P:

- O2 2 lpm

- Diet TKTP 1700KKal

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Infus Aminofluid 1 fl/24 jam

16

- N Asetyl sistein 3 x I

- Vitamin B complex 3 x I

Plan : Kemoterapi

17

Tanggal 7 Januari 2016 (DPH 3)

S : Batuk (+) sesak napas (-)

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70mmHg.

Nadi : 88 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,70C per aksiler

SiO2 : 98%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

18

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : simetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC III-IV

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC III-IV

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC IV-V

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC IV-V

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

A :Tumor mediastinum jenis timoma masanoka III PS 70-80 prokemoterapi III

P

1. O2 2 lpm

19

2. Diet TKTP 1700 kkal

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

4. Infus aminofluid 1fl/24 jam

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Vitamin B kompleks x I

Plan : Kemoterapi

20

Tanggal 8 Januari 2016 (DPH 4)

S : Batuk (+) sesak napas (-)

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80mmHg.

Nadi : 92x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,80C per aksiler

SiO2 : 98%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

21

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : Asimetris, dinding dada kanan < kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri

Perkusi : Redup SIC III ↓/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC III ↓/

+), suara tambahan (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan < kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan < kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan < kiri

Perkusi : Redup SIC III ↓/ sonor.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)↓ di SIC III

↓/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

A: Tumor mediastinum jenis tymoma Masanoka IVB PS 70-80 post kemo III

P:

- O2 2 lpm

- Diet TKTP 1700KKal

22

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Infus Aminofluid 1 fl/24 jam

- Vitamin B complex 3 x I

- Kemoterapi hari ini (8/1/2016)

Premedikasi Kemoterapi

00.00 NaCl 0,9% 40 tpm (botol 1 dan 2)

Dexamethason 2 ampul IV

08.00 Ondancetron 8 mg IV

08.30 Kemoterapi

23

Tanggal 9 Januari 2016 (DPH 5)

S : Batuk (+) sesak napas (-)

O : Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70mmHg.

Nadi : 88 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,70C per aksiler

SiO2 : 98%

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, mudah rontok, mudah dicabut, atrofi otot (-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

Thoraks

Retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

24

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

Paru (anterior )

Inspeksi statis : simetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC III-IV

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC III-IV

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Asimetris, dinding dada kanan = kiri

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : sonor/ redup SIC IV-V

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/Suara dasar

vesikuler (+)↓ di SIC IV-V

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

A :Tumor mediastinum jenis timoma masanoka III PS 70-80 prokemoterapi III

25

P

1. O2 2 lpm

2. Diet TKTP 1700 kkal

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

4. Infus aminofluid 1fl/24 jam

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Vitamin B kompleks x I

7. Ondansetron 8 mg IV

26

Keterangan :

Foto Thorax

Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 6 November 2015 :

Foto dengan identitas Ny. S, 62 tahun. Foto diambil di ruang

radiologi RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan

lateral. Kekerasan cukup, asimetris.

- Cor : sulit dievaluasi karena tertutup perselubungan

- Pulmo :

- Tampak opasitas di parahiler dextra et sinistra, batas tegas, tepi

licin

- Sinus costophrenikus kanan anterior posterior tajam kiri

tertutup perselubungan

- Retrosternal, retrocardiac space dalam batas normal

- Hemidiafragma kanan normal kiri letak tinggi

- Trakea di tengah

- Tak tampak lesi ostelitik/osteoblastik

Kesimpulan :

Curiga massa mediastinum.

Saran :

CT-Scan Thoraks dengan kontras

27

Hasil USG abdomen : hepar, pankreas, lien, ginjal (12-11-2015)

Hepar : ukuran normal sudut tajam, tepi reguler, intensitas echoparenkim

normal, VH/VP normal, IHBD/EHBD normal, tak tampak

nodul/kista/massa

GB : ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak

batu/kista/massa

Lien : ukuran normal, intensitas echoparenkim normal, tak tampak

kista/massa

Pankreas : intensitas echoparenkim normal, tak tampak nodul/kista/massa

Ginjal kanan: ukuran normal, intensitas echoparenkim normal, batas sinus-

korteks tegas, tak tampak ectasis PCS, tak tampak

batu/kista/massa

Bladder : terisi cukup urin, dinding tak menebal, tak tampak

massa/kista/batu

Uterus : ukuran normal, tak tampak kista/massa/batu

Tak tampak limfadenopathy di paraaorta, parailliaka, dan inguinal kanan-kiri

Tak tampak intensitas echo cairan di cavum pleura kanan kiri dan cavum

abdomen

Kesimpulan :

Tak tampak intraabdominal metastase

Hepar / GB /Lien/ Pankreas/ Kedua ginjal / Bladder / Uterus tak tampak

kelainan

28

29

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu

rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung,

pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat.

Ada beberapa versi pembagian mediastinum. Pada gambar 1 dapat dilihat

bahwa mediastinum dibagi atas 4 bagian, yaitu mediastinum superior, anterior,

medial dan posterior.1

Gambar 1. Pembagian

mediastinum1

B. EPIDEMIOLOGI

Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan

umur penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan

berlokasi di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada

orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan

jenis limfoma atau timoma.

Dari data RS Persahabatan tahun 1970 – 1990 telah dilakukan operasi

tumor mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus

30

(32,1%), timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%).2 Dari 103

penderita tumor mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus, tumor sel

germinal 30%, limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing 4,2%.3

Bacha et al.4 dari Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien

tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma

timik, 17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2

radiation induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian

retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA

mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari

110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma

55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis

lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan yang bermakna.

Sembilan puluh empat persen tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor

saraf berjenis kelamin perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58%

ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan umur, penderita limfoma dan timoma

ditemukan pada penderita umur dekade ke-5, tumor saraf pada dekade

pertama, sedangkan sel germinal ditemukan pada umur dekade ke-2 sampai

ke-4.5

Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien tumor mediastinum

didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang datang dengan

keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis terbanyak

timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma 24/124

(19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus

mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplet atau respons

terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.6

Marshal menganalisis 24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di

RS Persahabatan tahun 2000-2001, mendapatkan laki-laki lebih banyak

daripada perempuan (70,8% dan 29,2%) dengan jenis terbanyak adalah

timoma, 50% dari 24 penderita.7 Timoma merupakan kasus terbanyak di

mediastinum anterior,8 sedangkan limfoma dan tumor saraf biasanya pada

mediastinum medial dan posterior.9

31

C. DIAGNOSIS

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat

dilakukan foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya

berkaitan dengan ukuran dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar,

misalnya sesak napas berat, sindrom vena kava superior (SVKS) dan

gangguan menelan. Tidak jarang pasien datang dengan kegawatan napas,

kardiovaskuler atau saluran cerna. Bila pasien datang dengan kegawatan yang

mengancam jiwa, maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu

diberikan terapi dan/atau tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah

memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan. Gambar 2 memperlihatkan

prosedur diagnostik pasien tumor mediastinum dengan kegawatan,

berdasarkan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan dari Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia (PDPI). Sedangkan gambar 3 memperlihatkan prosedur

diagnostik yang dilakukan dalam usaha mendapatkan diagnosis pasti.10

ALUR PROSEDUR DIAGNOSTIK

Gambar 2. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum dengan kegawatan

Keterangan: SVKS = Sindrom Vena Kava Superior, ECC = Extra Cardiac

Circulation (sirkulasi luar jantung)

32

ALUR PROSEDUR DIAGNOSTIK

Gambar 3. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum tanpa kegawatan.

Keterangan: PA = posteroanterior, BJH = Biopsi Jarum Halus, KGB = Kelenjar

Getah

Bening, USG = ultrasonografi, MRI = Magnetic Resonance Imaging, TTB =

Transtorakal

Biopsi, VATS = Video Assisted Thoracoscopy System

Anamnesis dan pemeriksan fisis yang cermat akan menemukan

keluhan yang khas serta gejala dan tanda yang kadang spesifik untuk jenis

tumor mediastinum tertentu. Tetapi keluhan umum seperti demam, berat

badan turun, pembesaran kelenjar getah bening, mengi, dan stridor dapat

ditemukan pada hampir semua jenis. Ketelitian dan evidence base penyakit di

Indonesia dapat menuntun dokter ke arah diagnostik yang mendekati

kebenaran, misalnya pasien usia muda dengan klinis sesuai untuk infeksi paru

barangkali limfoma dapat disingkirkan. Keluhan sesak yang makin lama

semakin hebat pada anak sering menjadi gejala untuk tumor saraf, pasien usia

dewasa dengan keluhan miastenia gravis adalah khas untuk timoma.

Foto toraks polos posteroanterior (PA) sering tidak dapat mendeteksi

tumor yang kecil karena superposisi dengan organ lain yang ada di

33

mediastinum. Jika tumor sangat besar kadang juga menjadi sulit menentukan

lokasi asal tumor, sedangkan foto toraks PA dan lateral pada tumor dengan

ukuran sedang dapat menunjukkan lokasi tumor di mediastinum. CT Scan

adalah alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat mendeteksi lokasi tumor

tetapi dapat memperkirakan jenis tumor tersebut. Untuk timoma gambaran

makroskopik tumor melalui CT Scan juga dibutuhkan untuk penentuan

staging penyakit. Teratoma dipastikan bila ditemukan massa dengan berbagai

jenis jaringan di dalamnya. Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi,

esofagografi dan MRI kadang dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik tetapi

juga penatalaksanaan yang akan diberikan.

Bronkoskopi tidak dianjurkan untuk pengambilan bahan pemeriksaan

jenis histopatologik sel tumor tetapi dilakukan untuk melihat kelainan

intrabronkus yang biasanya terlihat pada tumor paru, sedangkan pada tumor

mediastinum biasanya melihat stenosis akibat kompresi. Untuk semua

penderita yang akan mengalami pembedahan bronkoskopi dapat membantu

ahli bedah untuk memperkirakan lokasi dan luas tindakan yang akan

dilakukan. Untuk mendapatkan jenis sel tumor sebaiknya dipilih teknik yang

sederhana, murah dan aman. Biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle

aspiration biopsy (FNAB) pada massa superfisial adalah tindakan pilihan

pertama. Sitologi cairan pleura dan biopsi pleura dilakukan bila ditemukan

efusi pleura. Biopsi transtorakal (TTB) tanpa tuntunan fluoroskopi dapat

dilakukan bila ukuran tumor besar dan lokasinya tidak berisi banyak

pembuluh darah. Kelemahan teknik ini adalah apabila jaringan tumor terdiri

dari berbagai jaringan seperti pada teratoma sering mendapatkan negatif palsu.

Biopsi transtorakal dengan tuntunan fluoroskopi atau CT Scan dapat

menurunkan risiko terjadi komplikasi seperti pneumotoraks, perdarahan dan

false negative. Jika perlu, tindakan invasif harus dilakukan, torakotomi

eksplorasi dapat dilakukan untuk mencari jenis sel tumor. Penilaian

keuntungan dan kerugian tindakan FNAB atau mediastinoskopi masih

diperdebatkan.11,12

34

Kelompok yang setuju FNAB mengatakan teknik itu merupakan

tindakan yang sederhana, murah dan aman dan tidak membutuhkan anestesi

umum pada saat tindakan. Teknik Percutaneneous Core Needle Biopsy

(PCNB) untuk tumor mediastinum memiliki sensitiviti 91,9% dan spesifisiti

90,3% dengan komplikasi pneumotoraks 11% dan hemoptisis 1,6% dari 70

pasien.13

Meskipun tumor marker tidak memberikan arti tetapi untuk tumor sel

germinal pemeriksaan kadar beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk

membedakan seminoma atau bukan.

D. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat

tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat

jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis

tumor mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma

(bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor saraf. Secara

umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu

bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi

dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi

banyak jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti.

Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah

bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit

saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat bergantung pada subtipe

tumor, tumor saraf dibedakan berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor.

1. Timoma

Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan

derajat keganasan yang rendah dan ditemukan pada mediastinum anterior.

Timoma termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat. Sering terjadi invasi

lokal ke jaringan sekitar tetapi jarang bermetastasis ke luar toraks.

Kebanyakan terjadi setelah usia lebih dari 40 tahun dan jarang dijumpai

pada anak dan dewasa muda. Jika pasien datang dengan keluhan maka

keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri dada, batuk, sesak atau gejala

35

lain yang berhubungan dengan invasi atau penekanan tumor ke jaringan

sekitarnya. Satu atau lebih tanda dari sindrom paratimik sering ditemukan

pada pasien timoma, misalnya miastenia gravis, hipogamaglobulinemi dan

aplasia sel darah merah.8 Di RS Persahabatan penelitian retrospektif

terhadap penderita timoma invasif menunjukkan hasil yang sama, nyeri

dada, sesak napas dan batuk adalah 3 keluhan utama penderita, sedangkan

miastenia gravis ditemukan pada 1 dari 15 penderita.14 Marshal

mendapatkan 2 dari 24 kasus prabedah menunjukkan gejala miastenia

gravis.7

Klasifikasi, Staging dan Penatalaksanaan

Dari gambaran patologi anatomi sulit dibedakan timoma jinak atau

ganas. Definisi timoma ganas adalah jika tumor secara mikroskopik

(histopatologik) dan makroskopik telah invasif ke luar kapsul atau jaringan

sekitarnya. Istilah lain yang digunakan untuk timoma invasif adalah

timoma ganas. Ada beberapa klasifikasi untuk timoma, klasifikasi yang

digunakan di Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-

RS Persahabatan dan pedoman diagnosis penatalaksanaan dari PDPI tahun

2002 adalah klasifikasi oleh Muller-Hermelink15,16 seperti yang dapat

dilihat pada tabel 1. Klasifikasi histopatologi timoma secara umum dibagi

3 yaitu medular, kortikal dan campuran dan berhubungan dengan tingkat

invasinya ke kapsul atau jaringan sekitarnya. Sedangkan sistem staging

dan penatalaksanaan dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Sistem staging yang

digunakan adalah sistem Masaoka.10,17

Tabel 1. Klasifikasi histologis timoma10

a. Timoma (klasifikasi Muller Hermerlink)

Tipe meduler

Tipe campuran

Tipe kortikal predominan

Tipe kortikal

Timik karsinoma

Low grade

36

High grade

b. Timik Karsinoid dan Oat Cell Carcinoma

Di RS Persahabatan tahun 1992-1995 dari 14 kasus timoma invasif, 5

kasus tipe meduler, 4 kasus kortikal, 4 kasus campuran dan 1 kasus

organoid.14 Dari 31 kasus timoma yang dibedah ditemukan yang terbanyak

adalah kortikal 16 kasus, meduler 13 kasus dan sisanya tipe campuran.17

Data tahun 2000- 2001, tipe kortikal ditemukan pada 66,7% kasus,

medular dan campuran masing masing 16,7% kasus.7 Subtipe histologis

timoma terlihat berhubungan dengan prognosis.17

Tabel 2. Staging berdasarkan sistem Masaoka15

Stage I Makroskopis berkapsul, tidak tampak invasi ke kapsul secara

mikroskopis

Stage II Invasi secara makroskopis ke jaringan lemak sekitar pleura

mediastinum atau invasi ke kapsul secara mikroskopis

Stage III Invasi secara makroskopis ke organ sekitarnya

Stage IVA Penyebaran ke pleura atau perikard

Stage IVB Metastasis limfogen atau hematogen

Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis dan

makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas pada kelenjar

timus dan tidak menyebar ke organ lain. Semua sel tumor terdapat atau

terbungkus oleh kapsul dan secara mikroskopis tidak terlihat invasi ke

kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai kapsul maka dikategorikan

timoma invasif (timoma ganas). Data di RS Persahabatan dari 31 kasus

bedah tahun 1992 sampai dengan tahun 1999, 90,3% kasus masuk kategori

invasif dan hanya 9,7% kasus yang didiagnosis noninvasif atau stage I.17

Data tahun 2000-2001 dari 12 pasien timoma yang dibedah tidak satupun

kasus noninvasif.7

37

Tabel 3. Penatalaksanaan Timoma10

Stage I Extended Thymo Thymectomy (ETT)

Stage II ETT + Radioterapi

Stage III ETT + Extended Resection (ER) + Radioterapi + Kemoterapi

Stage IVA Debulking + Kemoterapi + Radioterapi

Stage IVB Kemoterapi + Radioterapi + Debulking

Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya

tumor, staging dan klinis penderita.8,14,19 Terapi untuk timoma adalah

bedah, tetapi sangat jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka

multi modaliti terapi (bedah, radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil

lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah Extended Thymo

Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar timus

beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT + ER yaitu tindakan reseksi

komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian

yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini

sangat bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi komplet

diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan meningkatkan umur harapan

hidup. Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada penderita

timoma stage I – III dan 17 debulking untuk semua kasus stage IV. Dari

31 kasus itu 20 di antaranya menunjukkan reaksi miastenia. Empat dari 20

penderita itu adalah yang telah menjalani reseksi komplet.18

Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah

menjalani reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau

reseksi sebagian untuk kontrol lokal, seperti yang dilaporkan oleh

Mujiantoro et al.14 Dosis radiasi 3500-5000 cGy. Untuk mencegah terjadi

radiation-induced injury pemberian radiasi lebih dari 6000 cGy harus

dihindarkan. Penelitian retrospektif multiinstitusi telah dilakukan terhadap

103 pasien timoma yang telah direseksi komplet dan mendapat radiasi

pascabedah. Lima puluh dua pasien mendapat radiasi involve field (IF) dan

38

51 pasien mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan atau

tanpa booster. Total dosis untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan

rerata dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup hingga 10 tahun (the 10- years

actuarial overall) 81% dan masa bebas penyakit (disease free survival)

79%, 100% pada pasien stage I, 90% pada stage II dan 48% pada stage III.

Kasus relaps terjadi pada 17 pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I,

10% pada stage II dan 44% pada stage III.20

Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik

adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah

kombinasi sisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain

adalah doksorubisin, sisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC).

Rejimen yang lebih sederhana yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga

memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda. Penelitian terhadap 23 pasien

timoma invasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11 pasien direseksi

kemudian diberi kemoterapi dan/atau radiasi, 12 pasien lain mendapat

terapi paliatif dengan kemoterapi dan/atau radiasi. Kemoterapi yang

diberikan adalah cisplatin based, umur tahan hidup 5 tahun 43,5% dengan

angka tengah tahan hidup 20 bulan. Reseksi mempunyai kemaknaan untuk

umur tahan hidup.21

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I

yang telah direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura

(pleural dissemination) dari sisi yang sama dengan tumor primer, relaps di

mediastinum meski lebih sedikit tetapi juga terjadi. Dari sebuah penelitian

8% pasien yang mendapat radiasi IF pasca bedah mengalami relaps di

mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien yang mendapat

radiasi WM.20 Peneliti lain juga melaporkan terjadi kekambuhan pada 24

dari 126 pasien timoma yang telah direseksi komplet, 92% terjadi di pleura

dan 5% terjadi kekambuhan lokal.22 Untuk kasus kambuh yang penting

diingat adalah apakah pada terapi sebelumnya telah mendapatkan

radioterapi full-dose, jika belum radiasi masih dapat dipertimbangkan.

Pada kasus yang tidak respons dengan radiasi pemberian kortikosteroid

39

dapat dipertimbangkan, sedangkan .pemberian kemoterapi untuk kasus

relaps masih dalam penelitian.

Prognosis

Banyak faktor yang menentukan prognosis penderita timoma.

Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging

penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III

dan 50% untuk stage IV.17 Bambang et al. mendapatkan faktor-faktor yang

bermakna mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi di RS.

Persahabatan yaitu staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi

miastenia. Dari 31 penderita timoma yang dibedah di RS Persahabatan

didapatkan umur tahan hidup untuk tahun I sebesar 58,44%, tahun kedua

43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun kelima 30,9%, sedangkan

median survival adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi miastenia

mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak hanya

mempunyai umur tahan hidup 2 tahun (11,8%).18

2. Tumor sel germinal

Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma dan

nonseminoma. Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang ditemukan

daripada timoma, lebih sering pada laki-laki dan usia dewasa muda.23,24

Kasus terbanyak adalah merupakan tumor primer di testis sehingga bila

diagnosis adalah tumor sel germinal mediastinum, harus dipastikan bahwa

primer di testis telah disingkirkan. Lokasi terbanyak di anterior

(superoanterior) mediastinum.8 Secara histologi tumor di mediastinum

sama dengan tumor sel germinal di testis dan ovarium. Secara radiologi

teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan mengandung jaringan

lunak dengan elemen cairan dan lemak, kalsifikasi terlihat pada 20-43%

kasus. Seminoma tampak sebagai massa besar yang homogen.

Penampakan nonseminoma ganas adalah massa heterogen dengan pinggir

ireguler yang disebabkan invasi ke jaringan sekitarnya.25 Untuk

membedakan seminoma dengan nonseminoma digunakan serum marker

40

beta-HCG dan alfa-fetoprotein. Meskipun pada seminoma yang murni

konsentrasi beta-HCG terkadang tinggi tetapi alfafetoprotein tidak tinggi.

Sedangkan pada nonseminoma konsentrasi kedua marker itu selalu tinggi.

Konsentrasi beta-HCG dan alfa-fetoprotein lebih dari 500 mg/ml adalah

diagnosis pasti untuk nonseminoma.8,26 Teratoma terdiri dari derivat sel

ektodermal, mesodermal dan endodermal, sehingga sering dijumpai

komponen kulit, rambut, tulang rawan atau gigi pada tumor. Teratoma

lebih sering pada usia dewasa muda, dengan insidensi yang hampir sama

pada laki-laki dan perempuan. Kira-kira 80% teratoma mempunyai

pertumbuhan jinak dan 20% ganas. Subtipe histopatologi tumor sel

germinal dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi histologi tumor sel germinal10

Seminoma

Nonseminoma

Embrional

Koriokarsinoma

Yolk sac Carcinoma

Teratoma

Jinak (benign)

Ganas (malignant)

o Dengan unsur sel germinal

o Dengan unsur non-germinal

o Immature

Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan

staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak,

teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan

reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung pada

apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang nonseminoma

diberikan kemoterapi (lihat tabel 5).

Tabel 5. Penatalaksaan tumor sel germinal26

41

Histologi TerapiTeratoma jinak Bedah

Teratoma ganas Kemoterapi + reseksi

Seminoma (Resectable) Bedah + radiasi + kemoterapi

Metastasis Kemoterapi

Nonseminoma Kemoterapi

Seminoma

Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah,

radiasi dan kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari

90%. Kriteria resectable adalah tanpa gejala (asymptomatic), massa masih

terbatas di mediastinum anterior dan tidak ada metastasis lokal

(intratoraks) dan/atau metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus yang

bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi

sebagai pilihan terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan. Seminoma

sangat radiosensitif, dosis radiasi maka reseksi komplet adalah 4500-5000

cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, rejimen yang

sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin.

Radioterapi memberikan 65% disease-free survival rate dan untuk

membuktikan itu Fizzai et al.27 membandingkan 14 pasien seminoma, 9

pasien mendapatkan cisplatin based kemoterapi dan 5 lainnya

mendapatkan radiasi tanpa kemoterapi. Ternyata 8 dari 9 (89%) pada

kelompok kemoterapi mempunyai long-termdisease survivor berbanding 3

dari 5 pasien kelompok radioterapi. Dari tinjauan kepustakaan dikatakan

radioterapi saja tanpa kemoterapi long-term disease survivor adalah 62%.

Penelitian internasional yang dilakukan di Amerika dan Eropa, 135

penderita ekstragonal seminoma (51 di antaranya seminoma mediastinum),

77 pasien dapat cisplatin based kemoterapi, 9 pasien radioterapi dan 18

pasien terapi multimodaliti, dalam masa follow-up median 61 bulan

(rentang 1-211 bulan), terjadi relaps pada 14% kelompok yang dapat

42

kemoterapi sedangkan pada kelompok radioterapi terjadi relaps 67%.28

Penelitian yang menggunakan 341 pasien seminoma mediastinum

mendapatkan bahwa progression-free survival rate lebih rendah secara

bermakna pada seminoma yang hanya mendapat radioterapi saja

dibandingkan dengan penderita yang mendapat kemoterapi. 29

Nonseminoma

Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada

laki-laki dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk

golongan ini dan kadang dilakukan operasi pascakemoterapi

(postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang digunakan sisplatin,

bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin dan

bleomisin yang diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah

pascakemoterapi, Vuky et al.30 melakukan penelitian terhadap 32 pasien,

reseksi komplet dapat dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik

mendapatkan bahwa tumor masih mengandung jaringan nonseminoma

(viable tumors) pada 66%, teratoma pada 22% dan jaringan nekrotik pada

12% kasus. Penelitian terhadap 141 pasien nonseminoma mediastinum

yang mendapat cisplatin based kemoterapi dengan atau tanpa bedah, masih

hidup hingga tindak lanjut bulan ke 19 (rentang 1–178 bulan) sedangkan

untuk kelompok mediastinal seminoma 49 bulan (rentang 4-193 bulan).29

Setelah pemberian kemoterapi 3-4 siklus dilakukan evaluasi untuk

menentukan tindakan selanjutnya, lihat gambar 4.

43

Gambar 4. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma

setelah kemoterapi inisial31

Teratoma ganas

Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin,

vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan

siklofosfamid.

3. Tumor saraf

Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disebarang tempat, lebih

sering di mediastinum posterior. Tumor itu dapat bersifat jinak atau ganas

dan biasanya diklasifikasi berdasarkan jaringan yang membentuknya,

dibagi atas neural sheath yang sering bersifat jinak (schwannoma) dan

neurofibroma yang paling sering ditemukan. Pada tabel 6 dapat dilihat

klasifikasi histologi tumor saraf. Tumor yang bersifat jinak sangat jarang

menjadi ganas. Meskipun dikatakan sering pada anak tetapi juga dapat

ditemukan pada orang dewasa. Topcu dari Turki menganalisis 60 pasien

44

tumor saraf dan mendapatkan 13 penderita bayi dan anak-anak usia (< 15

tahun), 47 orang dewasa (usia >15 tahun), lebih banyak perempuan (39

orang) dibandingkan laki-laki (21 orang). Hanya 20% (12 dari 60) bersifat

ganas.3

Tabel 6. Klasifikasi histologis tumor saraf10

Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)

Neurofibroma

Neurilemoma (Schwannoma)

Neurosarkoma

Berasal dari ganglion simpatik (symphathetic ganglia)

Ganglioneuroma

Ganglioneoroblastoma

Neuroblastoma

Berasal dari jaringan paraganglionik (paraganglionik tissue)

Feokromositoma

Kemodektoma (paraganglioma)

Total reseksi adalah terapi pilihan, jika sel bersifat ganas atau reseksi

tidak komplet maka radiasi pascabedah sangat dianjurkan. Pada jenis

ganas, misalnya neuroblastoma yang sulit dibedah, kemoterapi dilakukan

sebelum pembedahan.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Bennisler L. Respiratory system. In: Gray’s anatomy. Williams PL,

Bennister L, Berry LH, Collins P, Dyson M, Dussek JE, et al. Editors. 38

th ed, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1999.p. 1627-76.

2. Busroh ID. Tumor Mediastinum: tata laksana dan beberapa data. PIT

IKABI , Jogjakarta, 4-6 Juli 1991.h. 1-14

3. Hudoyo A, Danna S, Siregar CA, Jusuf A, Yudanarso D. Tumor

mediastinum di RSUP Persahabatan (1988-1992). Recent Advances in

Respiratory Medicine Simposia. Konperensi Kerja Nasional VII PDPI.

Bandung, 1995.

4. Bacha EA, Chapelier AR, Macchiarini P, Fadel E, Dartevelle PG. Surgery

for invasive mediastinal tumors. Ann Thorac Surg 1998; 66(1): 234-9.

5. Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al. Primary

mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999;

170(3): 161-6.

6. Whooley BP, Urschel JD, Antkowiak JG, Takita H. Primary tumors of the

mediastinum. J Surg Oncol 1999; 70(2): 95-9.

7. Marshal. Jenis dan distribusi massa mediastinum serta permasalahan

operasinya di RS. Persahabatan Jakarta. Tesis program studi ilmu bedah

toraks kardiovaskuler Indonesia. Jakarta, 2002.

8. Strollo DC. Primary mediastinal tumors. Part I. Tumor anterior

mediastinum. Chest 1997; 112: 511-22.

9. Strollo DC, Rosado-dechristenson Ml, Jett JR. Primary mediastinal

tumors. Part II. Tumor of the middle and posterior mediastinum. Chest

1997; 112: 1344-57.

10. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanan Tumor Mediastinum Non-

limfoma. PDPI . Jakarta, 2002.

11. Shaham D, Goitein O, Vazquez MF, Libson E, Sherman Y, Henschke CI,

et al. Biopsy of mediastinal tumors: needle biopsy versus

mediastinoscopy. Pro needle biopsy. Journal of Bronchoscopy 2001; 8 :

132-8.

46

12. Yang SC. Biopsy of Mediastinal tumors: needle biopsy versus

mediastinoscopy. Pro mediastinoscopy. Journal of Bronchoscopy 2001; 8 :

139-43.

13. Greif J, Staroselsky AN, Gernjac M, Schawarz Y, Marmur S, Perisman M,

et al. Percutaneous core needle biopsy in the diagnosis of mediastinal

tumors. Lung Cancer 1999; 25(3): 169-73.

14. Mujiantoro S, Soewondo W, Busroh IDI, Yunus F, Endardjo S. Penilaian

restrospektif pengelolaan timoma invasif di RS. Persahabatan Jakarta

Timur. J Respir Indo 1996; 16: 104-8.

15. Marino M, Muller-Hermelink HK. Thymoma and thymic carcinoma:

relation of thymoma epithelial cells to the cortical and meddulary

differentiation of thymus. Virchows archiv. A pathological Anatomy and

histology 1985; 407(2): 119-49.

16. Martinez LQ, Wilkin EW Jr, Choi N. Thymoma: Histologic

subclasification is an independent prognostic factor. Cancer 1994; 74(2):

606-17.

17. Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh

thymomas with special reference to their clinical stages. Cancer 1981;

48(11): 2485-92.

18. Bambang D. Pemantauan angka tahan hidup penderita timoma yang

dibedah di RS. Persahabatan dengan tinjauan atas faktor-faktor yang

mempengaruhi. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta. 2000.

19. Information from PDQ for health professional. Malignant thymoma.

Cancermail from the national cancer institute. University of Bonn,

Medical Center. Available from URL:

http:/www.nci.nih.gov/cancerinfo/types/malignantthymoma.html

20. Ogawa K, Uno T, Toita T, Onishi H, Yoshida H, Kakinohana Y, et al.

Postoperative radiotherapy for patients with completely resected

thymoma: a multi-institutional, restrospective review of 103 patients.

Cancer 2002; 94(5):1405-13.

47

21. Froudarakis ME, Tiffet O, Fournal P, Briasoulis E, Karavasilis V,

Cuilleret J. Invasive thymoma: a clinical study of 23 cases. Respiration

2001; 68(4): 376-81.

22. Haniuda M, Kondo R, Numanami H, Makiuchi A, Machida E, Amano J.

Recurrence of thymoma: clinicopathological features, re-operation, and

outcome. J Surg Oncol 2001; 78(3): 183-8.

23. Moran CA, Suster S, Przygodzki RM, Koss MN. Primary germ cell

tumors of the mediastinum: II. Mediastinal seminoma - a clinicopathologic

and immunohistochemical study of 120 cases. Cancer 1997; 80(4): 691-8.

24. Moran CA, Suster S, Koss MN. Primary germ cell tumors of the

mediastinum: III. Yolk sac tumor, embryonal carcinoma, choriocarcinoma,

and combined nonteratomatous germ cell tumors of the mediastinum, a

clinicopathologic and immunohistochemical study of 64 cases. Cancer

1997; 80(4): 699-707.

25. Drevelegas A, Palladas P, Scordalaki A. Mediastinal germ cell tumors: a

radiologicpathologic review. Eur Radiol 2001; 11(10): 1925-32.

26. Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum: benign and

malignant. In: Pulmonary diseases and disorder. Fishman AP, Elias JA,

Fishman JA, Grippi MA, Keiser LR, Senior RM. Editors. 3rd eds.

McGraw-Hill. New York. 1998.p.1509-37.

27. Fizazi K, Culine S, Droz JP, Terrier-Lacombe MJ, Theodore C, Wibault P,

et al. Initial management of primary mediastinal seminoma: radiotherapy

or cisplatin-based chemotherapy? Eur J Cancer 1998; 34(3): 347-52.

28. Bokemeyer C, Droz JP, Horwich A, Gerl A, Fossa SD, Beyer J, et al.

Extragonadal seminoma: an international multicenter analysis of

prognostic factors and long term treatment outcome. Cancer 2001; 91(7):

1394-401.

29. Bokemeyer C, Nichols CR, Droz JP, Schmoll HJ, Horwich A, Gerl A, et

al. Extragonadal germ cell tumors of mediastinum and retroperitoneum :

results from an international analysis. J Clin Oncol 2002; 20(7): 1864-73.

48

30. Vuky J, Bains M, Bacik J, Higgins G, Bajorin DF, Mazumdar M. Role of

postchemotherapy adjuctive surgery in the management of patients with

non-seminoma arising from the mediastinum. J Clin Oncol 2001; 19(3):

682-8.

31. Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic

oncology. Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B

Saunders company. Philadelphia. 1989.p. 478-89.

32. Topcu S, Alper A, Gulhan E, Kocyigit O, Tastepe I, Cetin G. Neurogenic

tumours of the mediastinum: a report of 60 cases. Can Respir J 2000; 7(3):

261-5.

49