Download - Preskes RM Vita

Transcript

STATUS PASIEN

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK

SEORANG PRIA, 65 TAHUN, GERIATRI DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS EKSASERBASI AKUT DAN PNEUMONIA KOMUNITI

Oleh :Vita Pramatasari HartiG 0007170

Pembimbing :DR. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDISURAKARTA2012

STATUS PASIEN

I. ANAMNESISA. Identitas PasienNama: Tn. SUmur: 65 tahunJenis Kelamin: Pria Agama: IslamPekerjaan: PedagangAlamat: Gunan RT 03/02 Slogohimo WonogiriStatus Perkawinan: KawinTanggal Masuk: 19 Juni 2012Tanggal Periksa: 20 Juni 2012No CM: 01134902

B. Keluhan UtamaSesak napas

C. Riwayat Penyakit SekarangSejak + 1 minggu SMRS pasien mengeluh sesak napas. Sesak dirasakan semakin memberat sejak + 3 hari SMRS. Sesak tidak dipicu oleh aktivitas berat ataupun suhu udara. Sesak dirasakan baik siang maupun malam hari. Pasien biasa tidur dengan 1 bantal, penambahan jumlah bantal tidak mempengaruhi sesak. Perubahan posisi juga tidak mempengaruhi sesak yang dirasakan. Selain itu pasien juga mengeluh batuk hampir setiap hari sejak + 4 bulan SMRS, berdahak warna putih dan kental. Tidak didapatkan batuk darah. Tidak terdapat demam, mual muntah, keringat malam, penurunan berat badan, maupun penurunan nafsu makan. Pasien sudah memeriksakan diri ke klinik dokter terdekat di rumahnya, namun rasa sesak dirasa tidak berkurang. Pasien juga memeriksakan diri ke RS Budi Luhur Wonogiri dan dirujuk ke RSDM. D. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat sesak napas: (+) sejak 3 tahun yang laluRiwayat batuk lama: (+) sejak 4 tahun yang laluRiwayat minum OAT: disangkalRiwayat hipertensi: disangkal Riwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat sakit gula: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat mondok: (+) selama 4 hari di RS Budi Luhur Wonogiri

E. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat sakit serupa: disangkalRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat sakit gula: disangkalRiwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat asma: disangkalF. Riwayat Kebiasaan dan GiziRiwayat merokok: (+) selama 40 tahun, sebanyak 18 batang per hariRiwayat minum alkohol: disangkalRiwayat olahraga: disangkalPasien makan 3 kali sehari, sebanyak porsi, dengan nasi, lauk pauk (tahu, tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing pehari.

G. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah seorang pria yang sudah menikah. Saat ini pasien mondok di RS Dr Muwardi dengan menggunakan fasilitas JAMKESMAS. II. PEMERIKSAAN FISIKA. Status GeneralisKeadaan umum sakit sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.

B. Tanda VitalTekanan Darah: 120/70 mmHgNadi: 96 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetrisRespirasi: 28 x / menitSuhu: 36,8 C per aksiler

C. KulitWarna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)

D. KepalaBentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris

E. MataConjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

F. HidungNafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. TelingaDeformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. MulutBibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)

I. LeherSimetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

J. Thoraxa. Retraksi (-), bentuk barrel chest, simetrisb. JantungInspeksi: Ictus Cordis tidak tampakPalpasi: Ictus Cordis tidak kuat angkatPerkusi: Konfigurasi Jantung kesan tidak melebarAuskultasi: Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)c. ParuInspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri, SIC melebarPalpasi: Fremitus raba kanan = kiri, SIC melebarPerkusi: Sonor/SonorAuskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+)suara tambahan RBK (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+)

K. AbdomenInspeksi: Dinding perut sejajar dinding dadaPalpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaPerkusi: TympaniAuskultasi: Peristaltik (+) normal

L. Ektremitas

Oedem Akral dingin--------M. Status PsikiatriDeskripsi Umum1. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup2. Kesadaran : Compos mentis3. Perilaku dan Aktivitas Motorik: Normoaktif4. Pembicaraan : Normal5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukupAfek dan MoodAfek: AppropiateMood: EutimikGangguan PersepsiHalusinasi: (-)Ilusi: (-)Proses PikirBentuk: realistikIsi: waham (-)Arus: koherenSensorium dan KognitifDaya konsentrasi: baikOrientasi: Orang: baik Waktu: baik Tempat: baikDaya Ingat: Jangka panjang: baik Jangka pendek: baikDaya Nilai: Daya nilai realitas dan sosial baik Insight: BaikN. Status NeurologisKesadaran: GCS E4V5M6 Fungsi Luhur: dalam batas normalFungsi Vegetatif: dalam batas normalNervus Cranialis: dalam batas normal

Fungsi Sensorik- Rasa Eksteroseptik: suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal- Rasa Propioseptik: getar, posisi, dan tekan dalam batas normal- Rasa Kortikal: stereognosis, barognosis dalam batas normal Fungsi Motorik dan ReflekKekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis55NN +2 +2 -- 55NN +2 +2--

O. Range of MotionNECK

ROM PasifROM Aktif

Fleksi0 - 700 - 70

Ekstensi0 - 400 - 40

Lateral bending kanan0 - 600 - 60

Lateral bending kiri0 - 600 - 60

Rotasi kanan0 - 900 - 90

Rotasi kiri0 - 900 - 90

Ektremitas SuperiorROM PasifROM Aktif

DekstraSinistraDekstraSinistra

ShoulderFleksi0-900-900-900-90

Ektensi0-500-500-500-50

Abduksi0-1800-1800-1800-180

Adduksi0-750-750-750-75

Eksternal Rotasi0-900-900-900-90

Internal Rotasi0-900-900-900-90

ElbowFleksi0-1500-1500-1500-150

Ekstensi0000

Pronasi0-900-900-900-90

Supinasi0-900-900-900-90

WristFleksi0-900-900-900-90

Ekstensi0-700-700-700-70

Ulnar Deviasi0-300-300-300-30

Radius deviasi0-200-200-200-20

FingerMCP I Fleksi0-500-500-500-50

MCP II-IV fleksi0-900-900-900-90

DIP II-V fleksi0-900-900-900-90

PIP II-V fleksi0-1000-1000-1000-100

MCP I Ekstensi0-300-300-300-30

TrunkFleksi0-900-900-900-90

Ekstensi0-300-300-300-30

Right Lateral Bending0-350-350-350-35

Left Lateral Bending0-350-350-350-35

Ektremitas InferiorROM PasifROM Aktif

DekstraSinistraDekstraSinistra

HipFleksi0-1200-1200-1200-120

Ektensi0-300-300-300-30

Abduksi0-45 0-450-45 0-45

Adduksi0-45 0-450-45 0-45

Eksorotasi0-300-300-300-30

Endorotasi0-300-300-300-30

KneeFleksi0-120 0-1200-1200-120

Ekstensi0 00 0

AnkleDorsofleksi0-300-300-300-30

Plantarfleksi0-300-300-300-30

Eversi0-500-500-500-50

Inversi0-400-400-400-40

P. Manual Muscle Testing (MMT)NECK

Fleksor M. Sternocleidomastoideum5

Ekstensor M. Sternocleidomastoideum5

TRUNK

FleksorM. Rectus Abdominis5

EktensorThoracic group5

Lumbal group5

RotatorM. Obliquus Eksternus Abdominis5

Pelvic ElevationM. Quadratus Lumbaris5

Ektremitas SuperiorDekstraSinistra

ShoulderFleksorM. Deltoideus anterior55

M. Bisepss anterior55

EkstensorM. Deltoideu55

M. Teres Mayor55

AbduktorM. Deltoideus55

M. Biseps55

AdduktorM. Latissimus dorsi55

M. Pectoralis mayor55

Internal RotasiM. Latissimus dorsi55

M. Pectoralis mayor55

Eksternal RotasiM. Teres mayor55

M. Infra supinatus55

ElbowFleksorM. Biseps55

M. Brachilais55

EksternsorM. Triseps55

SupinatorM. Supinatus55

PronatorM. Pronator teres55

WristFleksorM. Fleksor carpi radialis55

EkstensorM. Ekstensor digitorum55

AbduktorM. Ekstensor carpi radialis55

AdduktorM. Ekstensor carpi ulnaris55

FingerFleksorM. Fleksor digitorum55

EkstensorM. Ekstensor digitorum55

Ektremitas InferiorDekstraSinistra

HipFleksorM. Psoas mayor55

EkstensorM. Gluteus maksimus55

AbduktorM. Gluteus medius55

AdduktorM. Adduktor longus55

KneeFleksorHamstring muscle55

EkstensorQuadriceps femoris55

AnkleFleksorM. Tibialis55

EkstensorM. Soleus55

Status Ambulasi: moderate dependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium Darah Hb: 14,5 g/dLHct: 41 %AE : 4,52 x 106 / ULAL : 11,4 x 103 /UL AT : 195 x 103 /UL GDS : 126 mg/dL Natrium : 129 mmol/L Kalium : 3,0 mmol/L Chlorida : 92 mmol/L

Analisa Gas Darah pH: 7,469BE: 2.0 mmol/LpCO2: 35,8 mmHgpO2: 56,8 mmHgHCO3: 26,0 mmol/LTotal CO2: 22,2 mmol/LSaturasi O2 : 90,7 % B. Rontgen thorak PA Pada paru tampak gambaran emfisematous, sudut costofrenikus kanan dan kiri masih lancip Tampak infiltrate di kedua lapang paru CTR < 50 %C. ElektrokardigrafiSinus ritme HR 98 X/ menit

IV. ASSESMENT Geriatri Penyakit paru obstruksi kronis eksaserbasi akut Pneumonia komunitiV. DAFTAR MASALAHMasalah Medis: Geriatri Penyakit paru obstruksi kronis eksaserbasi akut Pneumonia KomunitiProblem Rehabilitasi Medik1. Speech Terapi: (-)2. Okupasi Terapi: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari karena sesak nafas dan batuk3. Sosiomedik: (-)4. Ortesa-protesa: (-)5. Psikologi: beban pikiran karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari6. Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

VI. PENATALAKSANAAN Terapi Medikamentosa1.O2, 2-3 L / menit2. Infus NaCl 0,9 % + Aminophylin amp 20 tpm3. Injeksi cefotaksim 1 gram/12 jam4. Injeksi dexamethasone 4 mg/ 8 jam5. OBH syr 3 x CI6. ambroxol 3 x 30 mg7. KSR 1x1 tab8. Nebu Berotec : Atrofen : NaCl 0,9% = 16 : 16 tetes : 1cc per 8 jam

Rehabilitasi Medik1. Fisioterapi:chest physical therapy: Breathing control purse lip breathing diaphragm breathing chest expansion exercise latihan batuk vibrasi lower segmen2. Speech Terapi: (-)3. Okupasi Terapi: latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari4. Sosiomedik: memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien5. Ortesa-protesa: (-)6. Psikologi: Psikoterapi suportif , mengurangi kecemasan pasienVII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAPA. Impairment: Geriatri, PPOK eksaserbasi akut, Pneumonia KomunitiB. Disabilitas: sesak napas, batukC. Handicap: keterbatasan aktivitas sehari-hari karena mudah sesak

VIII. PLANNING Planning Diagnostik: spirometri bila stabil Planning Terapi:tidak ada Planning Edukasi :- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi - Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan - Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapiPlanning Monitoring: Evaluasi hasil terapi.

IX. GOALA. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatanB. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasienC. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi berulang, CPC) D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang diderita pasien

X. PROGNOSISAd vitam: baikAd sanam: dubia et malamAd fungsionam: dubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. GERIATRIMenua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua atau aging process merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini. Hingga sekarang belum ada definisi yang memuaskan mengenai proses menua ini. Definisi yang paling sederhana ialah "menjadi tua", sedangkan definisi yang lebih kompleks dari Stehler: "Proses menua merupakan perubahan yang berhubungan dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, terjadi kerusakan yang progresif, yang mengakibatkan penurunan adaptasi terhadap lingkungan sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan organisme untuk bertahan hidup". Sedangkan menurut Harman, proses menua ialah penjumlahan semua perubahan yang terjadi dengan berlalunya waktu. Perubahan ini menjadi penyebab atau berkaitan erat dengan meningkatnya kerentanan tubuh terhadap penyakit yang berakhir dengan kematian. Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Banyak teori mengenai proses menua ini. Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab menua antara lain: 1. Teori Genetik clock Tiap spesies mempunyai di dalam nukleusnya suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu.2. Mutasi somatik (teori Error Catastrophe) Proses menua dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik (radiasi dan zat-zat kimia) Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNARNA), maupun dalam proses translasi (RNAprotein/enzim).3. Rusaknya sistem imun tubuh (with incised Auto-Antibodies) Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca-translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition).4. Teori menua karena metabolisme Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goldstein, et al, 1989), memperlihatkan bahwa pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur5. Kerusakan akibat radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh kita jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993). Radikal bebas dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non-enzimatik, seperti: vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta-Karoten), dan vitamin E (Tocopherol).Batasan usia lanjut di Indonesia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia lebih dari 60 tahun. Selain istilah usia lanjut, istilah yang sering muncul adalah geriatri. Tidak jarang pasien usia lanjut disalahartikan sebagai pasien geriatri, padahal pasien usia lanjut belum tentu geriatri. Sebaliknya, pasien geriatri sudah pasti berusia lanjut.a. DEP.KES RI1. 60 69 th: usia lanjut2. 70 th: usia lanjut resiko tinggib. WHO :1. 60 64 th: transition to elderly person2. 65 79 th: old3. 80 th: old oldc. Menurut Bould et al (1989)1. 65 74 th: young old2. 75 84 th: old old3. 85 th: oldest old

Konsep "Menua Sehat" Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor-faktor:1. Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus berputar. 2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat disebut gaya hidup (life style).Asesmen GeriartriAsesmen Geriatri adalah suatu proses pendekatan multidisiplin untuk menilai aspek medik, fungsional, psikososial dan ekonomi penderita usia lanjut dalam rangka menyusun rencana program pengobatan dan pemeliharaan kesehatan yang rasional. Asesmen Geriatrik ada 2 macam yaitu :1. Asesmen geriatrik administrative2. Asesmen geriatrik klinikUji Klinis tentang Asesmen Geriatrik1. Hendrik et al (1984) Asesmen Geriatrik mempunyai efek terhadap pencegahan mortalitas, rehospitalisasi dan mengurangi kunjungan ke dokter.2. Rubenstein et al (1984) Asesmen geriatrik menunjukkan keuntungan dengan biaya lebih murah dibandingkan pendekatan perawatan rumah sakit konvensional pada frail elderly.3. Applegate et al (1990) Pengkajian geriatrik memberikan perbaikan fungsi dan menurunkan resiko perawatan di nursing home.4. Stuck et al (1995) Program asesmen geriatrik dirumah dapat memperlambat timbulnya keterbatasan dan menurunkan angka perawatan di institusi kesehatan.Penanganan Holistik (Hadi Martono, 1999; Kane et al, 1999) Mengingat sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti disebutkan di atas, maka penanganannya harus bersifat holistik, yaitu: 1. Penegakan diagnosis: berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan pada golongan usia lain, penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut dilaksanakan dengan tata cara khusus yang disebut dengan asesmen geriatrik. Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan sebaiknya dilakukan oleh suatu tim geriatrik. 2. Penatalaksanaan penderita: penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan oleh suatu tim multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut sebagai "tim geriatri". Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik-psikis), sosial-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yang sama. Susunan dan besar tim bisa berbeda-beda tergantung pada tingkatan pelayanan. Di tingkat pelayanan dasar, hanya diperlukan tim "inti" yang terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga sosiomedik. 3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal: aspek holistik dari pelayanan geriatri harus tercermin dari pemberian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan yang diberikan dari Puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi, yaitu di rumah sakit provinsi. Pelayanan kesehatan horizontal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan menyeluruh. Dengan demikian, ada kerjasama lintas sektoral dengan bidang kesejahteraan lain, misalnya agama, pendidikan/kebudayaan, olah raga, dan sosial. 4. Jenis pelayanan kesehatan: sesuai dengan batasan geriatri seperti tersebut di atas, maka pelayanan kesehatan yang diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi dengan memperhatikan aspek psiko-sosial serta lingkungan. Tugas masing-masing anggota tim adalah sebagai berikut: Asesmen lingkungan/sosial: petugas sosio-medik Asesmen fisik: dokter/perawat. Asesmen psikis: dokter/perawat/psikolog-psikogeriatris. Asesmen fungsional/disabilitas: dokter/terapis rehabilitasi. Asesmen psikologik: dokter-psikolog/psikogeriatri. Dengan tata cara asesmen geriatric yang terarah dan terpola, maka kemungkinan terjadinya "mis/under diagnosis" yang sering didapatkan pada praktik geriatri dapat dihindari atau dieliminasi sekecil mungkin. Karakteristik Pasien Geriatri1. Penurunan kapasitas fungsional yang meliputi : fisik, psikologik, sosial, ekonomi2. Multi patologik3. Presentasi penyakit tidak spesifik4. Cepat memburuk bila tidak segera diobati5. Resiko komplikasi penyakit dan terapi6. Perlu program rehabilitasiPasien geriatri memiliki beberapa ciri khas, yaitu: multipatologi, tampilan gejala dan tanda penyakit tidak khas, daya cadangan faali menurun, biasanya disertai gangguan status fungsional. Sedangkan di Indonesia pada umumnya disertai dengan gangguan nutrisi.Multipatologi berarti penyakit yang dialami oleh seseorang pada saat yang sama lebih daripada satu. Misalnya seorang pasien wanita yang menderita nyeri sendi (osteoartritis) yang disertai dengan pengeroposan tulang (osteoporosis). Atau seorang penderita dengan penyakit kencing manis, darah tinggi, gangguan persarafan di kaki, dan katarak.

B. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)DefinisiPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial (Alsaggaf dkk, 2004).EpidemiologiInsidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).Faktor RisikoMeliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.Faktor host :a) Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.b) Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.Faktor lingkungan :a) Asap tembakaub) occupational dust anf chemicalc) Polusi udarad) Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

PatofisiologiKarakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

Gejala klinis PPOK Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :a) Sesak NapasTimbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.b) Batuk KronisBatuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.c) Sesak napas (wheezing)Riawayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.d) Batuk DarahBisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.e) Anoreksia dan berat badan menurunPenurunan berat badan merypakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk, 2004) .DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan :a) Gambaran klinis :- Anamnesis: riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas. - Faktor-faktor resiko - Pemeriksaan Fisik : pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau wheezing)b) Pemeriksaan penunjang : - Pemeriksaan radiologi Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

NormalHyperinflation

- Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)- Pemeriksaan gas darah- Pemeriksaan EKG- Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.a) Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.b) Terapi eksaserbasi akut dengan: antibiotik terapi oksigen chest fisioterapi bronkodilator c) Terapi jangka panjang dengan: antibiotik bronkodilator latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik mukolitik dan ekspektoran terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk, 2004) Rehabilitasi: a. chest fisioterapiPernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya masih diam.Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara yang kecil.Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu mobilisasi sekret.Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas.Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi. b. psikoterapiMemberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari. c. rehabilitasi pekerjaan (okupasi terapi) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan penguatan ekstremitas superior. Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi. Evaluasi lingkungan rumah dan kerja. Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan peningkatan energi (Garisson, 2001).

C. PNEUMONIADefinisi dan EtiologiPneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah. Merupakan infeksi akut jaringan paru oleh mikro-organisme. Sebagian besar disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptokokus beta hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasar beberapa aspeknya berada diantara bakteri dan virus. Penderita AIDS sering mengidap Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol air yang lama tergenang, misalnya dari pendingin ruangan atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikroorganisme, dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan (Pakaryaningsih, 1997).

PatofisiologiKerusakan jaringan paru setelah koloniasasi mikroorganisme di apru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus. Stadium pneumonia bakterialis: 1. Stadium hiperemia: mengacu kepada respon peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator inflamasi dari sel mast setelah pengaktivan sel imun dan cedera jaringan. Mediator tersebut meliputi histamin dan prostaglandin untuk melepaskan otot polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi, sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibanding dengan karbon dioksida, makan perpindahan gas ini ke dalam darah yang paling terpengaruh. Terjadi penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini, infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membran kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses peradangan. 2. Stadium hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi peradangan.3. Stadium hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.4. Stadium resolusi, terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag, sel pembersih pada reaksi peradangan, mendominasi (Pakaryaningsih, 1997).

Manifestasi Klinis 1. Demam dan menggigil2. Batuk yang sering produktif dan purulen3. Sputum berwarna merah karat (untuk Streptococcus pneumonia), merah muda (untuk Staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas aeruginosa). 4. Krekel (bunyi paru tambahan)5. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksi serius6. Nyeri pleura akibat peradangan dan edema7. Respon subjektif dispnu8. Mungkin timbul tanda sianosis9. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mukus, yang dapat menyebabkan ateletaksis absorbsi10. Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler atau akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler. (Pakaryaningsih, 1997)

Pemeriksaan Penunjang Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali bila terjadi imunodefisiensi. Dapat terjadi pula edema interstisium pada foto thoraks (Pakaryaningsih, 1997).

Penatalaksanaan 1. Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis. Pneumonia ini dapat diobati dengan antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder.2. Istirahat 3. Hidrasi untuk membantu mengencerkan mukus4. Teknik-teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi risiko ateletaksis5. Juga diberikan obat lain yanng spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi dari biakan sputum.(Pakaryaningsih, 1997)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.2. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.3. Pakaryaningsih, E. 1997. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 4. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com5. Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas

27