Download - Preskes Pedsos Autis

Transcript
Page 1: Preskes Pedsos Autis

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK 2 TAHUN 9 BULAN DENGAN AUTIS SPECTRUM

DISORDER

Oleh :

Katarina B Dinda SM G99131046/ A-11-2014

Dahniar Endahfuri G99 / A-8-2014

Pembimbing :

Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Preskes Pedsos Autis

BAB. I

STATUS PENDERITA

I.IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. F I

Umur : 2 Tahun 9 Bulan

Tanggal Lahir : 8 April 2011

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Ngawi

Pemeriksaan : 30 Januari 2014

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien

A. Keluhan Utama

Perkembangan berbicara lebih lambat dari pada anak seusianya

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu pasien mengeluh bahwa perkembangan anaknya dalam

berbicara lebih lambat daripada anak seusianya. Pasien hanya bisa

menyebutkan kata singkat dan terputus-putus. Pasien belum bisa

menirukan bunyi u,e,o hanya bisa a dan i. Pasien jarang memberikan

respon jika dipanggil dan tidak ada kontak saat diajak berinteraksi.

Keluhan demam (-), sesak (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-) , tidak

rewel sadar, BAB dan BAK normal.Pasien sebelumnya pernah menjalani

tes BERA di poli THT RSUD Moewardi dan hasilnya normal, tidak ada

kelainan.

2

Page 3: Preskes Pedsos Autis

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mondok : (+)

1. Febuari 2013 : di RS Tumbuh Kembang Anak, Ngawi dengan

diagnosis flek paru (suspek TB) selama 1 minggu

2. Juli 2013 : di Puskesmas Ngawi dengan diagnosis diare selama

empat hari

Riwayat alergi obat / makanan : disangkal

Riwayat kejang sebelumnya : disangkal

Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan bahasa

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi obat / makanan : disangkal

Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Faringitis (+)

Bronkitis (-)

Morbili (-)

Pertusis (-)

Difteri (-)

Varicella (-)

Malaria (-)

Polio (-)

Thypus abdominalis (-)

Cacingan (-)

Gegar otak (-)

Fraktur (-)

Kolera (-)

TB paru (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Anggota

keluarganya terdiri dari ayah, ibu, 2 kakak perempuan, dan penderita

sendiri.

3

Page 4: Preskes Pedsos Autis

G. Riwayat Makan Minum Anak

- Usia 0-10 bulan : ASI saja, frekuensi minum ASI tiap kali bayi

menangis atau minta minum, sehari biasanya 8 kali per hari dan lama

menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

- Usia 10-15 bulan : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok kecil dengan

sayur hijau/bayam, telur, tahu, tempe, dengan diselingi dengan ASI

dan susu buatan (Nestle) jika bayi masih lapar. Frekuensi minum susu

buatan 2 kali per hari dengan takaran ½ cangkir kecil.

H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat.

Frekuensi pemeriksaan pada trimester I dan II 2 kali tiap bulan, dan pada

trimester III 4 kali tiap bulan di dokter spesialis kandungan. Penyakit

kehamilan (-). Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang

diminum adalah vitamin dan tablet penambah darah dari bidan.

I. Riwayat Kelahiran

Penderita lahir di Klaten, partus normal, ditolong oleh bidan, pada

usia kehamilan 9 bulan, bayi baru menangis 2-4 menit setelah lahir. Berat

waktu lahir 3800 gram, panjang badan saat lahir 50 cm.

J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal

Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di bidan.

4

Page 5: Preskes Pedsos Autis

K. Riwayat Imunisasi

L. Keluarga Berencana

Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan sebelum mengandung anak ketiganya

III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : tampak sehat

Derajat Kesadaran : compos mentis

Status gizi : gizi kesan cukup

2. Tanda vital

S : 35,9oC

N : 120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.

RR : 28 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.

BB : 14 kg

TB : cm

Status gizi :

5

Jenis I II III IV

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatitis B

1 bulan

2 bulan

0 bulan

9 bulan

Lahir

-

3 bulan

2 bulan

-

2 bulan

-

4 bulan

3 bulan

-

3 bulan

-

-

4 bulan

-

4 bulan

Page 6: Preskes Pedsos Autis

BB/U : 14/xx x m oko100 % = 90 % (P3<BB/U < P15)

TB/U : /x x 100 % = 94 % (P3<TB/U < P15)

BB/TB: 14/ x 100 = 90 % (BB/TB =P15)

Kesimpulan status gizi : gizi kesan baik menurut antropometri

3. Kulit : warna kuning langsat, kelembaban baik, turgor baik.

4. Kepala : bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, UUB datar, rambut

hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut.

5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)

6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva anemis

(-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitot’s (-), oedem palpebra

(-/-).

7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),

deformitas(-).

8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),

mukosa basah (+), susunan gigi normal.

9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),

pseudomembran (-), post nasal drip (-).

10. Telinga : bentuk aurikula dx et sn normal, kelainan MAE (-), serumen

(-/-), membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan, tragus

pain (-), sekret (-).

11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar.

12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,

suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.

13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan

simetris ka = ki

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas : SIC II LPSS

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Kanan atas : SIC II LPSD

6

Page 7: Preskes Pedsos Autis

Kanan bawah: SIC IV LPSD

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising

tambahan (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Redup relatif di : SIC V kanan

Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : SDV (+/+) SDT (-/-)

14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,

lien tidak teraba.

15. Urogenital : dalam batas normal

16. Gluteus : Baggy pants (-)

17. Ekstremitas :

akral dingin sianosis oedem

CRT < 2 detik

18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)

IV. STATUS GIZI

BB x 100% = 14 x 100% = 90%

U 10

P3 < BB P15

U

TB x 100% = 79 x 100% = 94%

U 84

P3 < BB P15

7

- ---

- ---

- ---

Page 8: Preskes Pedsos Autis

U

BB x 100% = 9 x 100% = 90 %

TB 10

BB = P15

TB

Jreng jreeeeeeng TB nya berapa yaa dahniar?

Kesimpulan : gizi kesan baik menurut antropometri

V. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST

Ditemukan keterlambatan pada aspek bahasa. Untuk aspek personal sosial,

motorik halus dan motorik kasar sulit dievaluasi karena anak tidak kooperatif.

Anak tersangka autis spectrum disorder.

VI. RESUME

Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang dikeluhkan

oleh ibunya karena adanya keterlambat bicara disbanding anak seusianya.

Anak banyak bersuara namun tidak jelas apa yang diucapkan. Pasien belum

bisa menirukan bunyi kata-kata, hanya bisa mengucap a,i, dan jarang memberi

respon bila dipanggil. Pasien tidak bisa menuruti intruksi dari pemeriksa

karena pasien sulit sekali fokus. Saat dilakukan pemeriksaan rutin, didapatkan

BAB (+) 3x dalam sehari dengan konsistensi padat, warna kuning, lendir dan

darah (-). Muntah (-), rasa haus (+), rewel, sadar, BAK terakhir tidak ada

keluhan, demam (-), sesak (-), kejang (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat,

compos mentis dan gizi kesan cukup, tanda vital suhu 35,90C, nadi frekuensi:

120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup, frekuensi nafas: 28

x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, dan reguler. Hasil tes

perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia 2 tahun

9 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 2 tahun 9 bulan, dan

8

Page 9: Preskes Pedsos Autis

bahasa setara dengan anak usia 14 bulan, serta motorik kasar setara dengan

anak usia 2 tahun 9 bulan.

VII. ASSESMENT

1. Autis spectrum disorder

2. Speech Delayed

3. Keterlambatan perkembangan bahasa setara anak usia 14 bulan

4. Gangguan interaksi social

5. Gangguan perilaku

VIII.PENATALAKSANAAN

Edukasi :

- Motivasi ibu dan keluarga tentang penyakitnya

- Stimulasi di rumah dengan “Floor Time Therapy”

- Konseling

Medikamentosa :

Metil fenidat 5 mg 2 dd tab I

IX. PLANNING

- Konsul RM

- Terapi Physiotherapy:

o Speech therapy

o Ocupation therapy

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

9

Page 10: Preskes Pedsos Autis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI AUTIS

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’

yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan

‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan

sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber,

1985 dalam Trevarthen dkk, 1998). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana

anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan

beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak membantu orang lain untuk

memahami seperti apa dunia mereka.

Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh

seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas

anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan

berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar

dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri.

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.

Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil

gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam

kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang

mempengaruhi banyak fungsifungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi

(imagining) dan perasaan (feeling). Autis jugs dapat dinyatakan sebagai suatu

kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu

10

Page 11: Preskes Pedsos Autis

analisis ‘microsociological’ tentang logika pemikiran mereka dan interaksi dengan

yang lain (Durig, 1996; dalam Trevarthen, 1998), orang autis memiliki

kekurangan pada ‘cretive induction’ atau membuat penalaran induksi yaitu

penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor) menuju kesimpulan

umum, sementara deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan khusus dari premis-

premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis-premis umum pada

kesimpulan khusus, kuat. (Trevarthen, 1998).

DSM IV (Diagnpstic Statistical Manual yang dikembangkan oleh para

psikiater

dari Amerika) mendefinisikan anak autis sebagai berikut:

1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c, meliputi

sekurang-kurangnya: satu item dari kelompok a, sekurang-kurangnya satu item

dari kelompok b, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok

a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling sedikit

dua diantara berikut:

1) Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku non verbal seperti,

kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh lainnya yang

mengatur interaksi sosial

2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya

atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara

spontan dengan orang lain (seperti; kuranG tampak adanya perilaku

memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).

4) Ketidakampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal

balik.

b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit

satu dari yang berikut:

1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak (bukan

disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-cara

komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya)

11

Page 12: Preskes Pedsos Autis

2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai

pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain

3) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulang-ulang atau bahasa yang

aneh (idiosyncantric)

4) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara

spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap

perkembangan mentalnya

c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang

ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut:

1) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan

stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.

2) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus,

atau yang tidak memiliki manfaat.

3) perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti : memukul-

mukulkan atau menggerakgerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukan

jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya).

4) Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object).

2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang

ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit

satu dari bidang-bidang berikut:

3. Sebaiknya tidak dikelompokkan ke dalam Rett Disorder, Childhood Integrative

Disorder, atu Asperger Syndrom.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak yang

mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi

banyak fungsi-fungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan

perasaan (feeling) yang terjadi sebelum umur tiga tahun dengan dicirikan oleh

adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan terobsesi pada

satu kegiatan atau obyek yang mana mereka memerlukan layanan pedidikan

khusus untuk mengembangkan potensinya.

II . PRILAKU ANAK AUTIS

12

Page 13: Preskes Pedsos Autis

1. Prilaku Sosial

Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan

berinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada

anakanak autis baru-baru ini muncul (Hawlin, 1986 dalam Kathleen Ann Quill,

1995).

Anak-anak autis yang nonverbal telah diketahui bahwa mereka

mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan masalah umum dalam bergaul

dengan orang lain secara sosial. Ekspresi sosial mereka terbatas pada ekspresi

emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit, menangis atau tertawa yang sedalam-

dalamnya .

Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial atau gangguan dalam

rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap sama. Apabila

terjadi perubahan mereka akan lebih mudah marah, contoh: mereka akan marah

apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari yang biasa

dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah dari semula.

Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang

dirinya sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand

flapping) mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara

yang tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti

menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang

diri sendiri (self-stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari

kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda (Iwata et all, 1982 dalam

Kathleen Ann Quill, 1995). Perilaku ini lebih sering lagi terjadi pada saat anak

autis ditinggal sendiri atau sedang sendirian daripada waktu dia sibuk dengan

tugas-tugas yang harus dikerjakannya, dan berkurang setelah anak belajar untuk

berkomunikasi. (Carr & Durrand, 1985; dalam Kathleen Ann Quill, 1995).

2. Perilaku Komunikasi

Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan untuk

merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu alasan

13

Page 14: Preskes Pedsos Autis

menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abtrak. Pemahaman

bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi pendengaran yang

baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan penerjemahan (interpreting) dan

penggunaan bahasa dalam konteks sosial, secara pisik (physical) dan konteks

linguistik. Pragmatis dan komunikasi berhubungan erat, untuk menjadi seorang

komunikator yang berhasil seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang

bahasa yang dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia

dan dimensi dunia yang bukan manusia.

Komunikasi lebih daripada kemampuan untuk bicara atau kemampuan

untuk merangkai kata-kata dalam urutan yang tepat (Wilson, 1987 Kathleen Ann

Quill, 1995). Komunikasi adalah kemampuan untuk membiarkan orang lain

mengetahui apa yang diinginkan oleh individu, menjelaskan tentang suatu

kejadian kepada orang lain, untuk menggambarkan tindakan dan untuk mengakui

keberadaan atau kehadiran orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal

dan nonverbal. Komunikasi dapat dijalin melalui gerakan tubuh, melalui tanda

isarat atau dengan menunjukkan gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung

komunikasi menyatakan suatu situasi sosial antara dua individu atau lebih.

Dalam komunikasi orang yang membawa pesan disebut pemrakarsa

(initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut penerima pesan.

Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk memenuhi

kemampuan (competent) dalam keterampilan pragmatis anak harus mengetahui

dan memahami kedua peran tersebut, sebagai premrakarsa dan sebagai penerima

pesan. (Watson, 1987, dalam Kathleen Ann Quill, 1995). Banyak anak autis yang

memiliki kesulitan dalam pragmatis (Baron, Cohen, 1988 dalam Kathleen, 1995).

Untuk peran pemrakarsa dalam 4 berkomunikasi, anak autistik memiliki kesulitan

dalam memulai percakapan atau pembicaraan (Feidstein, Konstantereas, Oxman,

& Webster, 1982 dalam Kathleen Ann Quill, 1995). Ketika berbicara, mereka

cenderung meminta orang dewasa untuk mengambilkan mainan, makanan atau

minuman, mereka jarang menyampaikan tindakan yang komunikatif seperti

menjawab orang lain, mengomentari sesuatu, mengungkapan perasaan atau

menggunakan etika sosial seperti pengucapan terimakasih, atau meminta maaf.

14

Page 15: Preskes Pedsos Autis

Anak-anak autis yang non verbal sering menjadi penerima informasi dan

merespon pada orang tua dan guru mereka meminta dengan perlakuan (deal) yang

konsisten. Contoh orang dewasa bertanya:”Kamu mau makan apa?”. Dan anak

mungkin menjawab dengan memperlihatkan gambar kue atau dengan

menggambar kue atau bahkan mungkin dengan kata-kata. Ini suatu peningkatan

komunikasi karena anak mengakui orang dewasa sebagai teman dalam

meningkatkan komunikasi dan memahami permintaan guru yang ditujukan

padanya. Dalam permintaan ini anak sebagai penerima dan penjawab permintaan

itu. (Kathleen Ann Quill, 1995).

Ada beberapa perilaku yang diperlukan dan harus dimiliki oleh seorang

anak autis yang nonverbal agar menjadi seorang komunikator yang berhasil yaitu

pemahaman sebab akibat, keinginan berkomunikasi, dengan siapa dia

berkomunikasi, ada sesuatu untuk dikomunikasikan dan makna dari komunikasi.

Di dalam komunikasi apabila seorang anak tidak memahami sebab, dia akan

mengalami kesulitan dalam meminta seseorang untuk melakukan sesuatu atau

membantunya untuk mengambil benda di tempat penyimpanan (rak) yang paling

tinggi. Tanpa penalaran sebab akibat anak tidak dapat meminta suatu tindakan

atau benda dari orang lain. Memiliki keinginan untuk berkomunikasi dengan

orang lain merupakan tugas yang sulit untuk anak-anak yang nonverbal, selama

satu dari tantangan utama mereka adalah ketidakmampuan untuk berhubungan

dengan orang lain dalam cara yang diharapkan. Mereka tidak mengakui atau

memperlihatkan ketertarikan pada orang lain. Alasan utama dari pernyataan ini

karena miskinnya hubungan sebab akibat yang telah dibicarakan di atas. Jika

seorang anak tidak memahami bahwa seseorang dapat membantunya atau anak

tidak memahami bahwa tindakan akan mengakibatkannya mendapatkan sesuatu.

Sering kali guru berperan sebagai pemrakarsa dalam meningkatkan

komunikasi dengan anak autis dan anak biasanya jadi responder. Anak harus

belajar menunggu dengan sabar supaya guru menunjukkannya dan dia akan

menerima yang dinginkannya. Anak perlu kesempatan untuk meminta benda

dengan bebas atau mengawali percakapan. Jika anak autis tidak memiliki sesuatu

untuk dibicarakan dia akan tetap tidak berkomunikasi (noncomunicatif). Dari

15

Page 16: Preskes Pedsos Autis

uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prilaku komunikasi anak autistik

yang menghambat interaksinya dengan orang lain, dapat ditunjukkan dengan

perilaku yang nampak seperti: mengabaikan orang lain (tidak merespon apabila

diajak berbicara), tidak dapat mengekspresikan emosi secara tepat (tidak tertawa

melihat yang lucu, tidak memperlihatkan perasaan senang, takut, atau sakit, dalam

mimik mukanya), terobsesi dengan kesamaan (kaku), tidak mampu

mengungkapkan keinginannya secara verbal atau mengkompensasikannya dalam

gerakan, sulit untuk memulai percakapan atau pembicaraan, jarang melakukan

tindakan yang komunikatif, jarang menggunakan kata-kata yang menunjukkan

etika sosial, atau mengungkapkan perasaan atau mengomentari sesuatu, echolalia

(membeo), nada bicara monoton, salah menggunakan kata ganti orang.

III. FAKTOR PENYEBAB

1. Faktor Genetik

Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor

genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah

tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X

karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile)

yang tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4.

Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X

terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu

tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa

digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi

penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)

2. Ganguan pada Sistem Syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan

pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah

pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di

otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang

pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang

16

Page 17: Preskes Pedsos Autis

abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan

sel purkinye mati. (Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K), 2003).

Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga

sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak

atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat,

seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.

3. Ketidakseimbangan Kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik

berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap

makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum,

daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk

memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan

pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme

menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah

anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan

diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks,

dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak

yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan

makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak

(1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ,

2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan

hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid,

yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi

4. Kemungkinan Lain

Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak

seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan

otak. Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang

tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau

anak tidak pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak

menderita autisme.

17

Page 18: Preskes Pedsos Autis

IV. HAMBATAN-HAMBATAN ANAK AUTIS

Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh anak autis yaitu: Anak autis

memiliki hambatan kualitatif dalam interaksi sosial artinya bahwa anak autistik

memiliki hambatan dalam kualitas berinteraksi dengan individu di sekitar

lingkungannya, seperti anak-anak autis sering terlihat menarik diri, acuh tak acuh,

lebih senang bermain sendiri, menunjukkan perilaku yang tidak hangat, tidak ada

kontak mata dengan orang lain dan bagi mereka yang keterlekatannya terhadap

orang tua tinggi, anak akan merasa cemas apabila ditinggalkan oleh orang tuanya.

Sekitar 50 persen anak autis yang mengalami keterlambatan dalam

berbicara dan berbahasa. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami

pembicaran orang lain yang ditujukan pada mereka, kesulitan dalam memahami

arti kata-kata dan apabila berbicara tidak pada konteks yang tepat. Sering

mengulang kata-kata tanpa bermaksud untuk berkomunikasi, dan sering salah

dalam menggunakan kata ganti orang, contohnya menggunakan kata saya untuk

orang lain dan menggunakan kata kamu untuk diri sendiri.

Mereka tidak mengkompensasikan ketidakmampuannya dalam berbicara

dengan bahasa yang lain, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu tidak

meminta dengan bahasa lisan atau menunjuk dengan gerakan tubuh, tetapi mereka

menarik tangan orang tuanya untuk mengambil obyek yang diinginkannya.

Mereka juga sukar mengatur volume suaranya, kurang dapat menggunakan bahasa

tubuh untuk berkomunikasi, seperti: menggeleng, mengangguk, melambaikan

tangan dan lain sebagainya.

Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka cenderung untuk

menyenangi lingkungan yang rutin dan menolak perubahan lingkungan, minat

mereka terbatas artinya mereka apabila menyukai suatu perbuatan maka akan

terus menerus mengulang perbuatan itu. anak autistik juga menyenangi

keteraturan yang berlebihan. Lorna Wing (1974) menuliskan dua kelompok besar

yang menjadi masalah pada anak autis yaitu:

a. Masalah dalam memahami lingkungan (Problem in understanding the world)

1). Respon terhadap suara yang tidak biasa (unusually responses to sounds).

Anak autis seperti orang tuli karena mereka cenderung mengabaikan suara

18

Page 19: Preskes Pedsos Autis

yang sangat keras dan tidak tergerak sekalipun ada yang menjatuhkan benda di

sampingnya. Anak autis dapat juga sangat tertarik pada beberapa suara benda

seperti suara bel, tetapi ada anak autis yang sangat tergangu oleh suara-suara

tertentu, sehingga ia akan menutup telinganya.

2). Sulit dalam memahami pembicaraan (Dificulties in understanding speech).

Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraan memiliki makna,

tidak dapat mengikuti instruksi verbal, mendengar peringatan atau paham apabila

dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak autis yang

mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan.

3). Kesulitan ketika bercakap-cakap (Difiltuties when talking).

Beberpa anak autis tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar

untuk mengatakan sedikit kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang

diucapkan orang lain, mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata

sambung, tidak dapat menggunakan kata-kata secara fleksibel atau

mengungkapkan ide.

4). Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (Poor pronunciation and voice

control).

Beberapa anak autis memiliki kesulitan dalam membedakan suara tertentu

yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yang hampir sama,

memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit. Mereka biasanya

memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara.

5). Masalah dalam memahami benda yang dilihat (Problems in understanding

things that are seen).

Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat terang,

seperti cahaya lampu kamera (blitz), anak autis mengenali orang atau benda

dengan gambaran mereka yang umum tanpa melihat detil yang tampak.

6). Masalah dalam pemahaman gerak isarat (problem in understanding gesturs).

Anak autis memiliki masalah dalam menggunakan bahasa komunikasi;

seperti gerakan isarat, gerakan tubuh, ekspresi wajah.

7). Indra peraba, perasa dan pembau (The senses of touch, taste and smell).

Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa

19

Page 20: Preskes Pedsos Autis

dan pembau mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin dan

sakit.

8). Gerakan tubuh yang tidak biasa (Unusually bodily movement).

Ada gerakan-gerakan yang dilakukan anak autis yang tidak biasa

dilakukan oleh anakanak yang normal seperti mengepak-ngepakan tangannya,

meloncat-loncat, dan menyeringai.

9). Kekakuan dalam gerakan-gerakan terlatih (clumsiness in skilled movements).

Beberapa anak autis, ketika berjalan nampak anggun, mampu memanjat

dan seimbang seperti kucing, namun yang lainnya lebih kaku dan berjalan seperti

memiliki bebrapa kesulitan dalam keseimbangan dan biasanya mereka tidak

menikmati memanjat. Mereka sangat kurang dalam koordinasi dalam berjalan dan

berlari atau sebaliknya.

b. Masalah gangguan perilaku dan emosi (Dificult behaviour and emotional

problems).

1. Sikap menyendiri dan menarik diri (Aloofness and withdrawal). Banyak anak

autis yang berprilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis tidak merespon

ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada orang yang berbicara

padanya, ekspresi mukanya kosong.

2. Menentang perubahan (Resistance to change). Banyak anak autis yang

menuntut pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki

rutinitas mereka sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk, atau

menempatkan objek dalam garis yang panjang.

3. Ketakutan khusus (Special fears). Anak-anak autis tidak menyadari bahaya

yang sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan

konsekuensinya.

4. Prilaku yang memalukan secara sosial (Socially embarrassing behaviour).

Pemahaman anak autis terhadap kata-kata terbatas dan secara umum tidak matang,

mereka sering berperilaku dalam cara yang kurang dapat diterima secara sosial.

anak-anak autis tidak malu untuk berteriak di tempat umum atau berteriak dengan

keras di senjang jalan.

20

Page 21: Preskes Pedsos Autis

5. Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play). Banyak anak autis bermain

dengan air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak dapat bermain

pura-pura. Anak-anak autis kurang dalam bahasa dan imajinasi, mereka tidak

dapat bersama-sama dalam permainan denga anak-anak yang lain.

E. IMPLEMENTASI METODE TEACCH UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOGNITIF DAN PRILAKU ADAPTIF ANAK AUTIS

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meingkatkan kemampuan

kognitif dan prilaku adaptif anak autis.adalah metode TEACCH (Treatment and

Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children and

Adults), yang dilaksanakan di Universtas North Carolina, metode ini memberi

banyak pemahaman dan pelatihan bagi guru untuk bekerja dengan anak-anak

autis. Metode ini juga mempunyai kumpulan asesmen pendidikan dan materi

kurikulum yang dipadukan dengan seluruh program dan pendekatan pendidikan

mereka.

Salah satu program aplikasi metode TEACCH adalah dengan

menggunakan system komunikasi visual, yang mana anak berkomunikasi dengan

setiap orang melalui gambar dan foto. Hal ini karena ketertarikan anak autis

terhadap obyek (gambar) lebih tinggi daripada terhadap manusia. Proses timbal

balik dalam suatu system komunikasi dengan gambarpun dibuat lebih mudah

sehingga lebih mudah divisualisasi. Seorang anak autis membawa gambar untuk

meminta pertolongan, kemudian guru menghampiri, anak menunjuukkan gambar

minta dan kue, kemudian gurunya memberikan kue.

Dalam aplikasi metode TEACCH, kurikulum berikut karakteristik sosial

telah diobservasi selama observasi yang meliputi: proximity, (kedekatan), objects

and body use (penggunaan benda dan tubuh), social response (respon sosial),

social initiation (permulaan sosial), interfering (behavior), menyentuh prilaku dan

adaptation to change (menyesuaikan terhadap perubahan).

1. Proximity. Pada proximity, observasi dilakukan tentang toleransi bagian tubuh,

“arah” adalah aspek lain dari: apakah kita menatap dengan benar ketika sedang

21

Page 22: Preskes Pedsos Autis

berbicara dengan anak autis? Apakah dia (anak autis) melihat kita ketika kita

bicara kepadanya? Apakah dia memahami aktivitas? (missal: area rekreasi untuk

bermain, atau sudut ruangan untuk bekerja).

2. Objects and body use. Apakah anak autis memiliki anyak gerakan yang aneh?

(missal: jalan berjinjit)? Apakah dia memahami bahwa sendok adalah alat yang

digunakan untuk makan dengan atau tanpa bunyi ketika menggunakannya?

3. Response social. Bagaimana reaksi anak autis ketika orang lain tersenyum atau

mengucapkan salam? Atau ketika teman atau saudaranya mengajak bermain?

Apakah anak autis dapat berjabatan tangan?

4. Social initiation. Apakah anak autis dapat mengucapkan selamat pagi pada

dirinya sendiri di pagi hari? Itu dapat menjadi suatu keterampilan hubungan

masyarakat yang sangat penting di kemudian hari ketika dia sudah bekerja.

Kemampuan prilaku adaptif ini dapat menentukan sikap karyawan lain untuk

menghargai dan menerima orang autis. Apakah orang autis dapat menjelaskan

bahwa dia kebingungan, belum mengerti sesuatu atau bahwa dia tidak mempunyai

garpu dan sendok?

5. interfering behavior. Apakah anak autis menunjukkan agresi terhadap dirinya

sendiri atau orang lain?

6. Adaptation to change. Apakah anak autis merasa terganggu ketika program atau

posisi benda yang ada di lingkungannya berubah? Apakah dia mampu

menggeneralisir keterampilan dan prilaku yang adaptif pada aktivitas situasi lain?.

Karakteristik itu semua diamatai dalam berbagai situasi yang relevan dengan

kehidupan anak autis, waktunya tersetruktur, ketika sedang bermain, waktu

makan, selama perjalanan, ketika bertemu dengan orang lain.

Contoh aplikasi metode TEACCH :

1. Seorang anak autis masuk ke dalam kelas untuk pertama kali. Dia belum

terbiasa untuk belajar, dan sulit untuk duduk. Guru menyuruh dia untuk

mengambil kartu dan memasukkan ke dalam kotak yang sesuai dengan warna

kartu, tapi dia tidak mengerti. Dia menangis dan teriak. Dia menunjukkan

‘penolakan’ dengan tidak mengijinkan siapapun untuk mendekat.

22

Page 23: Preskes Pedsos Autis

2. Tiga minggu kemudian. Guru memberikan kartu ketika anak autis masuk ke

dalam kelas, dia masih belum mengerti dan bergerak dari satu tempat ke tempat

lain. Kemudian guru menuntun dia secara fisik, memberikan dorongan pada arah

yang benar, dia merespon. Dia menunjukkan penolakan tetapi tidak lama dan dia

membutuhkan dorongan fisik.

3. Tiga bulan kemudian. Anak mulai memahami rutinitas kelas. Dia datang

kemudian mengambil kartu dari guru dan memasukkannya pada kotak yang

warnanya sama, guru berkata yang harus dilakukan oleh anak (jadwal pada hari

itu), atau menunjukkan gambar yang menandakan kegiatan yang harus dilakukan

oleh anak. Dia melakukan aktivitas sesuai dengan gambar yang ditunjukkan oleh

guru. Pada tahap ini anak tidak memerlukan prompt fisik, tetapi memerlukan

prompt khusus.

4. Beberapa bulan kemudian anak dapat melakkan aktivitasnya sendiri tanpa

bimbingan dari guru atau orang lain. Kemandirian inilah yang diharapkan oleh

guru dan orang tua, kemandirian yang tidak mengkat keterlibatan guru

mendampingi anak autis lebih lama. Dia mampu menggeneralisasi prilaku

adaptifnya dalam segala situasi.

23

Page 24: Preskes Pedsos Autis

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, Diagnostik and Statistical Manual of Mental

Disorders,Washington DC.: American Psychiatric Association

Publisher.

Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di

Indonesia,(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.

Hidayat. (2004), Aplikasi Metode TEACCH dan Multisensori-Fernald dalam

OptimasiKemampuan Kognitif dan Prilaku Adaptif Anak Autis,

(makalah).

Peeters, Theo, (1998), Autism From Theoritical Understanding to Educational

Intervention, London: Whurr Publisher Ltd.

Pusponegoro, Hartono D, (2003), Pandangan Umum mengenai Klasifikasi

Spektrum Gangguan Autistik dan Kelainan Susunn saraf Pusat

(makalah), Jakarta:

Konferensi Nasional Autisme-I

Sasanti, Yuniar, (2003), Masalah Perilaku pada Gangguan Spektrum Autism

(GSA)(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I

24

Page 25: Preskes Pedsos Autis

Threvarthen, Colwyn, (1999), Children With Autism, Second Edition,

Philadelphia: JessicaKingsley Publisher.

Wing, Lorna, (1974), Autistik Children A Guide for Parents and Professionals,

New Jersey: The Chitadel Press

25