Download - preskes izza.docx

Transcript

PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN POST ABOVE KNEE AMPUTATION ET CAUSA DEAD LIMB CRURIS DEXTRA DAN SUSPEK BRACHIAL PLEXUS INJURY DEKSTRA

Disusun oleh:Candrika Izzatika P.G99112033

Pembimbing :dr. Trilastiti Widowati, SpKFR, MKes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARETRSUD DR. MOEWARDI2013STATUS PENDERITA

1. ANAMNESIS1. IdentitasNama: Tn. ESUmur: 18 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiPekerjaan: SwastaAlamat: Madiun, Jawa TimurNo CM: 01208272Tanggal Masuk: 21 Juli 2013Tanggal Periksa: 26 Juli 2013

1. Keluhan UtamaTangan kanan tidak dapat digerakkan.

1. Keluhan yang menyertaiNyeri tungkai kanan.

1. Riwayat Penyakit SekarangPada tanggal 21 Juli 2013, kurang lebih 15 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan sebuah bus kota saat mengendarai sepeda motor. Pasien sempat pingsan dan tidak ingat terjatuh dalam posisi seperti apa, mual (-), muntah (-), kejang (-). Pasien kemudian dibawa ke RSUD Caruban Madiun dan sempat dipasang infus, diberi suntikan dan dilakukan foto rontgen. Oleh pihak RSUD Caruban, pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moerwardi karena kaki kanan pasien teraba dingin dan denyut nadi pada kaki tidak teraba. Sesampainya di RSUD Dr. Moewardi oleh bagian bedah diberitahu bahwa harus dilakukan operasi amputasi pada kaki kanan pasien karena adanya kematian jaringan di bagian tersebut. Operasi amputasi kemudian dilakukan pada tanggal 24 Juli 2013. Saat ini pasien mengeluhkan tangan kanan tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien juga merasakan nyeri pada tungkai kanan, namun masih dapat digerakkan dengan gerakan yang terbatas. Pada tangan dan kaki sebelah kiri tidak didapatkan adanya keluhan. 1. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Trauma: (+) 15 jam SMRSRiwayat Hipertensi: disangkalRiwayat DM: disangkalRiwayat Penyakit Jantung: disangkalRiwayat Alergi obat/makanan: disangkalRiwayat Asma: disangkal

1. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Hipertensi: disangkalRiwayat DM: disangkalRiwayat Penyakit Jantung: disangkalRiwayat Alergi: disangkalRiwayat Asma: disangkal

1. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah seorang laki-laki berusia 18 tahun, belum menikah, tinggal di rumah dengan kedua orangtuanya. Saat ini pasien dirawat dengan fasilitas jamkesmas.

1. Riwayat kebiasaanRiwayat Merokok: disangkalRiwayat Minum alkohol: disangkalRiwayat Olahraga: (+)

1. PEMERIKSAAN FISIKA. Status GeneralisKeadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.B. Tanda VitalTekanan darah : 127/80 mmHgNadi : 98 x/ menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,5 0C VAS: 4C. KulitWarna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ulkus decibitus (-).D. KepalaBentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut.E. MataConjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-).F. HidungNafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).G. TelingaDeformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

H. MulutBibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)I. LeherSimetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2) ,limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (+)J. Thoraksa. Retraksi (-)b. JantungInspeksi : Ictus Cordis tidak tampakPalpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkatPerkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar Auskultasi: Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,bising (-).c. ParuInspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan paradoksal (-)Palpasi : fremitus raba kanan = kiriPerkusi : sonor seluruh lapang paruAuskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), suara tambahan (-/-)K. TrunkInspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)L. AbdomenInspeksi : dinding perut sejajar dinding dadaAuskultasi : peristaltik (+) normalPerkusi: tympaniPalpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bruit (-) dan lien tidak terabaM. Ekstremitas Oedem Akral dingin--

A-

--

A-

N. Status NeurologisKesadaran: compos mentis, GCS E4V5M6Fungsi Luhur: dalam batas normalFungsi Vegetatif : IV line, diuretic catheterFungsi Sensorik C5-T1 NA NFungsi Motorik dan Reflek : Kekuatan :05A5

Tonus : NAN

Reflek fisiologis: +1 +2 A +2

Reflek patologis:-- A-

Nervus CranialisN. III: reflek cahaya (+/+); pupil isokor (3 mm/3mm)N. VII : dalam batas normalN XII : dalam batas normalRange of Motion (ROM)neckROM

AktifPasif

Flexi0 7000 700

Extensi0 4000 400

Rotasi kanan0 9000 900

Rotasi kiri0 900 0 900

Ekstremitas SuperiorROM AKTIFROM pasif

DextraSinistraDextraSinistra

ShoulderFleksi00-180o0-180o0-180o

Ekstensi00-30o0-30o0-30o

Abduksi00-150o0-150o0-150o

Adduksi00-150o0-150o0-150o

External Rotasi00-90o0-90o0-90o

Internal Rotasi00-90o0-90o0-90o

ElbowFleksi00-1350-1350-135

Ekstensi0135-180135-180135-180

Pronasi00-900-900-90

Supinasi00-900-900-90

WristFleksi00-900-900-90

Ekstensi00-700-700-70

Ulnar deviasi00-300-300-30

Radius deviasi00-300-300-30

FingerMCP I fleksi 00-900-900-90

MCP II-IV fleksi00-900-900-90

DIP II-V fleksi00-900-900-90

PIP II-V fleksi00-1000-1000-100

MCP I ekstensi00-300-300-30

EKSTREMITASINFERIORROM AKTIFROM PASIF

DextraSinistraDextraSinistra

Hip Fleksi0-300-600-300-60

Ekstensi0-150-300-150-30

Abduksi0-150-450-150-45

Adduksi0-150-300-150-30

Eksorotasi0-150-300-150-30

Endorotasi0-150-300-150-30

KneeFleksi-0-120-0-120

Ekstensi-0-0

AnkleDorsofleksi-0-30-0-30

Plantarfleksi-0-30-0-30

Manual Muscle Testing (MMT)NECK1. Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 51. Ekstensor: 5Ekstremitas SuperiorDextraSinistra

ShoulderFleksorM Deltoideus anterior05

M Biseps05

EkstensorM Deltoideus anterior05

M Teres mayor05

AbduktorM Deltoideus05

M Biceps05

AdduktorM Lattissimus dorsi05

M Pectoralis mayor05

Internal RotasiM Lattissimus dorsi 05

M Pectoralis mayor05

Eksternal RotasiM Teres mayor05

M Infra supinatus05

ElbowFleksorM Biceps05

M Brachialis05

EkstensorM Triceps05

SupinatorM Supinator05

PronatorM Pronator teres05

WristFleksorM Fleksor carpi radialis05

EkstensorM Ekstensor digitorum05

AbduktorM Ekstensor carpi radialis05

AdduktorM ekstensor carpi ulnaris05

FingerFleksorM Fleksor digitorum05

EkstensorM Ekstensor digitorum05

Ekstremitas inferiorDextraSinistra

HipFleksorM Psoas mayorsde5

EkstensorM Gluteus maksimussde5

AbduktorM Gluteus mediussde5

AdduktorM Adduktor longussde5

KneeFleksorHarmstring muscle-5

EkstensorQuadriceps femoris-5

AnkleFleksorM Tibialis-5

EkstensorM Soleus-5

Status AmbulasiDependent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan RadiologiFemur AP/Lateral

Tampak amputated os femur kanan 1/3 tengah yang terpasang drain disertai soft tissue swelling di sekitarnyaTrabekulasi tulang normalCelah dan permukaan sendi dalam batas normalTak tampak erosi/destruksi tulangLaboratorium Darah (25 Juli 2013)Hb: 9,2 g/dlHct: 27 %Leukosit: 19,5 x 103/ulTrombosit: 275 x 103/ulEritrosit; 3,10 x 106/ul

IV. ASSESMENT1. Post Above Knee Amputation et causa Dead Limb Cruris Dekstra2. Suspek Brachial Plexus Injury Dekstra

V. DAFTAR MASALAH Problem Medis: Post Above Knee Amputation Dekstra Suspek Brachial Plexus Injury Dekstra Problem Rehabilitasi Medik1. Fisioterapi: Gangguan gerak (keterbatasan gerak pada tangan kanan dan tungkai kanan)2. Terapi wicara: Tidak ada3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari (Activity Daily Living)4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari5. Ortesa-protesa: Memerlukan alat prostetik6. Psikologi :Beban pikiran pasien dan keluarga dalam menghadapi keterbatasan penderita

VI. PENATALAKSANAANMedikamentosa :IVFD RL 20 tpmInjeksi Ceftriaxone 1g/12jamInjeksi Ketorolac 30mg/8jamInjeksi Ranitidin 50mg/12jam

Reahabilitasi Medik :1. Fisioterapi: a. Chest Therapyb. General Exercisec. PROM exercise pada ekstremitas kanan atas d. AAROM exercise pada ekstremitas kanan bawahe. Quadriceps isometric exercise 2. Terapi wicara: tidak ada3. Okupasi terapi: melatih keterampilan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (ADL)4. Sosiomedik:a. Menilai situasi kehidupan pasienb. Mengembalikan peran sosial pasien dalam keluarga dan lingkungan 5. Ortesa-Protesa: planning untuk alat prostetik6. Psikologi: psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan pasien dan keluarga dalam menghadapi kondisi pasien.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAPImpairment: Post Above Knee Amputation Dekstra dan suspek Brachial Plexus Injury DekstraDisability : Penurunan fungsi anggota gerak kananHandicap :Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari, menjalankan pekerjaan dan kegiatan sosial.VIII. TUJUAN1. Perbaikan keadaan umum sehingga dapat kembali melakukan ADL2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

IX. PROGNOSISAd vitam : dubia ad bonam Ad sanam: dubia ad malamAd fungsionam : dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

0. Amputasi1. Definisi Secara definisi amputasi adalah hilangnya bagian tubuh seseorang. Operasi amputasi sendiri merupakan suatu teknik operasi rekonstruksi dan plastik yang akan membentuk sebuah alat gerak yang sesuai untuk fitting sebuah prostetik yang nyaman dan fungsional.2. Prevalensi dan Etiologi AmputasiAngka insidensi dan prevalensi amputasi yang pasti tidak diketahui, tetapi di Amerika Serikat saat ini terjadi 43.000 amputasi per tahun. Penyebab amputasi dan kondisi medis yang berhubungan dengannya sering merupakan pertimbangan yang penting untuk mengembangkan program manajemen pasien dengan amputasi. Penyebab amputasi sendiri secara umum dapat dibedakan menjadi:a. Defek lahir kongenital (5%)Mayoritas tampak pada usia dari lahir hingga 16 tahun.b. Didapat (95%), terdiri dari :(1) Penyakit oklusi arterial (Occlusive Arterial Disease) 60%.Sering dihubungkan dengan diabetes mellitus. Mempunyai insidensi pada usia sekitar 60-70 tahun. 90% kasus melibatkan alat gerak bawah; 5% partial foot and ankle amputations, 50% below knee amputation, 35% above knee amputation dan 7-10% hip amputation).(2) Trauma - 30%Paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71% pria). Lebih banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1 dibandingkan dengan alat gerak atas.(3) Tumor 5%Biasanya tampak pada usia sekitar 10-20 tahun.3. Indikasi dan Tujuan Operasi AmputasiIndikasi amputasi:(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi).(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.Tujuan operasi amputasi bawah lutut adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit, subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat. Garis sutura sebaiknya berlokasi sejauh mungkin dari area tekanan prostetik.4. Level AmputasiPrinsip penentuan level amputasi adalah menyelamatkan alat gerak sepanjang mungkin, konsisten dengan proses penyembuhan dan fungsi yang paling baik. Penentuan level yang optimum untuk amputasi secara akurat sulit dilakukan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (tidak adanya denyut nadi) dan viabilitas (vaskularisasi) jaringan saja selama operasi. Saat ini, penilaian selain dilakukan secara klinis dan pada saat operasi juga diperkuat dengan sejumlah metode-metode uji pra operasi seperti; arteriografi pra amputasi, pengukuran tekanan darah segmental dengan mempergunakan ultrasound Doppler dan teknik lainnya, penentuan aliran darah ke kulit yang diukur oleh xenon radioactive clearance, dan pengukuran tekanan oksigen secara transcutaneous. Seluruh hal tersebut bila dilakukan akan memberikan hasil yang baik untuk menilai keberhasilan penyembuhan luka. Level amputasi alat gerak bawah dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi anatomi atau prostetiknya.

Gambar 1. Level Amputasi

Komplikasi Amputasi dan PenatalaksanaannyaMasalah KulitPerawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut. InfeksiJika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.Masalah tulang- Osteoporosis.Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan pembebanan pada sistem skeletal.- Bone spursPertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan tekanan pada kulit.- SkoliosisTimbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama. Diterapi dengan mengkoreksi panjang prosthesis.Perubahan berat badan Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket prostetik tetap konstan sementara alat gerak yang tersisa dapat berfluktuasi, maka perubahan berat badan 5 lb saja dapat menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk sebuah prostetik dan akan menyebabkan timbulnya masalah kulit.Kontraktur sendi/deformitasPada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk melakukan ambulasi. Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah lutut yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka waktu lama dalam kursi roda.Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:a) PositioningDi tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak bawah yang tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit yang kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.b) LatihanLatihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan menjadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada. NeuromaSetiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan ikat akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada awalnya, nyeri dapat dihilangkan dengan memodifikasi socket. Neuroma dapat pula diinjeksi secara lokal dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40 mg triamcinolone actonide (Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan terapi ultrasound. Phenolisasi neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka waktu yang lama. Desensitasi neuroma dapat dilakukan juga dengan melakukan tapping dan vibrasi. Eksisi dengan phenolisasi dan silicone capping telah disarankan untuk beberapa kasus.Phantom SensationNormal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan rasa baal yang tidak menyenangkan.

Phantom PainDapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi. Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi dalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat darinya.EdemaEdema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan yang lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan total-contact sockets, terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan elastic bandaging, plaster cast, air bags atau Unna dressing (dibuat seperti cast dengan mempergunakan impregnated gauzed yang tersedia secara komersial) atau dapat pula dengan cara immediate fit rigid dressing. Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump board serta peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan membantu mengontrol edema.Komplikasi Respirasi dan SirkulasiLatihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak diamputasi dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi dan sirkulasinya. Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan sampai tidak terdapat dahak dan pasien dapat berambulasi.

5. Manajemen Rehabilitasi AmputasiRehabilitasi amputasi alat gerak memerlukan keterampilan dari banyak tenaga kesehatan profesional, yang secara idealnya bergabung dalam satu tim yang terintegrasi. Rehabilitasi sendiri merupakan suatu proses berkelanjutan yang dimulai sebelum adanya keputusan amputasi hingga tercapainya tingkat fungsional pasien sebelum menjalani amputasi. Program rehabilitasi pasien amputasi harus dirancang untuk memfokuskan pada adaptasi pasien terhadap hilangnya alat gerak dan tidak hanya memusatkan perhatian pada penggunaan prostetik sebagai substitusinya. Aspek paling penting dalam manajemen rehabilitasi adalah anatomi alat gerak yang tersisa dan bagian alat gerak yang tersisa setelah amputasi. Pertimbangan tersebut meliputi struktur skeletal yang tersisa; jaringan penutup, seperti kulit, otot, dan jaringan subkutan; rentang luas gerak sendi, kekuatan alat gerak serta bagaimana struktur anatomi tersebut berhubungan dengan fungsi residual dari alat gerak. Pada amputasi alat gerak bawah, puntung dan prostetiknya harus dapat mengambil alih fungsi berjalan dan weight bearing dari alat gerak yang diamputasi sehingga pasien dapat kembali ke fungsinya semula secara maksimal. Manajemen rehabilitasi amputasi dalam penjelasannya lebih lanjut dibawah akan dibagi menjadi:1) Periode PreoperatifManajemen preoperatif dimulai saat terdapat keputusan untuk melakukan amputasi atau saat anak lahir dengan congenital skeletal deficiency. Jika pasien dapat dievalusi sebelum dilakukannya amputasi, perawatan yang optimum dapat diberikan. Penting untuk diingat bahwa seorang pasien yang baru menjalani amputasi akan mengalami kondisi depresi terutama jika ia tidak mengetahui pilihan prostetik untuk fungsi dan ambulasinya di kemudian hari. Pada periode ini dilakukan penilaian kondisi tubuh, edukasi, mendiskusikan level operasi dan rencana paska operasi. Evaluasi pada saat ini sebaiknya meliputi penilaian sebagai berikut :(1) Penilaian Status Fisik Secara Keseluruhan(2) Penilaian Status Sosial (3) Penilaian Status Psikologis

2) Periode Paska OperasiPada periode ini anamnesa yang diperlukan sebelum dilakukannya terapi mencakup penilaian kembali status fisik, sosial-vokasional dan psikologis (dibandingkan dengan yang dahulu bila pasien telah dikelola sejak periode pre operatif), kapan dan sebab dilakukannya amputasi, tanggal revisi, status ambulasi sebelumnya, prosedur operasi sebelumnya, nyeri pada puntung, dan phantom sensation.Program latihan yang akan diberikan dilakukan secara bertahap mencakup latihan isometrik, isotonik (baik eksentrik dan konsentrik), isokinetik (dengan tahanan manual ataupun mekanik), weightbearing exercise, dan pergerakan fungsional serta keterampilan. Fokus program latihan adalah pada alat gerak yang tersisa, latihan batang tubuh dan tangan, fungsi puntung (yang akan menghasilkan mobilitas dan stabilitas prostetik) dan latihan pada puntung seperti memposisikan langkah pada permulaan proses berjalan dan ambulasi. Pendekatan ini membantu pasien dengan amputasi alat gerak bawah untuk memperoleh kembali keterampilan berjalannnya.(1) Fase Akut Paska Operasi Paska operasi, pasien biasanya memerlukan analgesik yang adekuat dan regular untuk mengatasi rasa nyeri yang dapat timbul dari tempat lukanya atau karena adanya phantom limb. Nyeri yang tidak terkontrol dapat membatasi program rehabilitasi. Sementara sutura tetap ada di tempatnya, pasien melakukan latihan luas gerak sendi secara aktif pada sendi di proksimal tempat amputasi. Puntung digerakkan dengan rentang luas gerak sendi yang penuh sedikitnya empat kali sehari. Kontraktur fleksi pada panggul dan lutut dapat dicegah dengan cara pasien berbaring telungkup sedikitnya 4 jam sehari dan jangan meletakkan bantal di bawah atau di antara kaki. Dorong pasien untuk melakukan latihan secara aktif pada otot-otot kaki yang masih tersisa.

(2) Preprosthetic Phase Fase ini biasanya mengikuti pengangkatan sutura, sementara pasien menunggu maturasi jaringan parut, dan berencana akan mempergunakan prostetik. Fase ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu merehabilitasi pasien untuk kembali ke kondisi mandiri tanpa sebuah prostetik dalam seluruh aspek aktivitas kehidupan sehari-harinya dan mempersiapkan alat gerak yang tersisa untuk aplikasi prostetik. Tujuan manajemen rehabilitasi pada fase ini adalah untuk : Penyembuhan luka bekas operasi Mengontrol nyeri Mencegah dan mengatasi komplikasi paska amputasi Mempertahankan kekuatan seluruh tubuh dan meningkatkan kekuatan otot yang mengontrol puntung Mempertahankan mobilitas sendi secara keseluruhan Memperbaiki keseimbangan dan transfer Melatih berjalan Mengembalikan kemandirian fungsional Edukasi tentang prosthetic fitting dan perawatannya Dukungan untuk adaptasi terhadap perubahan yang terjadi karena amputasi(3) Prosthetic Phasea. PeresepanLangkah pertama dari fase ini adalah membuat suatu peresepan prostetik. Hal ini paling baik dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang harus dapat memantau pasien selama periode pre- dan postprosthetic fitting. Tim harus mendiskusikan sejumlah komponen prostetik sehingga pilihan-pilihan resep prostetik dapat dipertimbangkan. Penilaian untuk peresepan prostetik ditentukan saat puntung telah sembuh, sekitar 2-3 minggu paska operasi. Tidak seluruh pasien dapat secara otomatis di fitted dengan sebuah prostetik. Evaluasi yang menyeluruh diperlukan (bandingkan dengan penilaian saat pra operasi). Beberapa karakteristik di bawah ini harus dipertimbangkan saat peresepan: Usia dan keadaan umum pasien. Kondisi mental Kondisi puntung Ukuran Level amputasi Minat pada prostetik yang sifatnya fungsional atau kosmetis Diagnosis sekunderb. Prosthetic FittingWaktu untuk melakukan prosthetic fitting dipengaruhi oleh banyak faktor akan tetapi secara garis besar dimulai saat pasien dinyatakan merupakan kandidat untuk penggunaan prostetik, puntung siap untuk dicasting dan telah dilakukan peresepan untuk suatu prostetik yang sifatnya sementara atau permanen (definitif). Periode ini akan berlanjut hingga selesainya latihan penggunaan prosthesis. c. LatihanLatihan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk mempergunakan prostetik. Tujuan utama dari latihan prostetik adalah mengembalikan fungsi yang hilang.

0. Brachial Plexus Injury1. Anatomi Pleksus BrakialisRamus anterior saraf spinal C5 sampai T1 bergabung membentuk pleksus brakialis. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial, dan C8 dan T1 bergabung membentuk trunk inferior. Cordmedial merupakan divisi anterior dari trunk inferior. Divisi anterior yang berasal dari upper dan middle trunkmembentuk cord lateral.Divisi posterior berasal 3 trunk membentuk posterior cord. Dari ketiga cord tersebut keluarcabang saraf yang menginervasi anggota gerak atas antara lain n muskulokutaneus berasal dari cord lateral, nmedianus berasal dari cord lateral dan medial, n radialis dari cord posterior, n aksilaris dari cord posterior dan nulnaris dari cord medial.Long thorasic dan dorsal scapular berasal langsung dari root saraf spinal. Hanya n suprascapular (C5 C6) yangberasal dari trunk.Saraf spinal keluar dari foramina vertebralis dan melewati scalenus anterior dan medial, kemudian antara klavikuladan rusuk pertama didekat coracoid dan caput humerus. Pleksus pada bagian praosimal bergabung di prevertebraldan oleh axillary sheath di mid arm.2. PenyebabAda banyak kemungkinan penyebab lesi pleksus brakialis. Trauma adalah penyebab yang paling sering, selain itujuga kompresi lokal seperti pada tumor, idiopatik, radiasi, post operasi dan cedera saat lahir.3. PatofisiologiBagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yangmeningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah.Kompresi yang beratdapat menyebabkan hematome intraneural, dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.4. Klasifikasi Lesia. Lesi Upper PlexusErb-Duchenne Paralysis (C5 C6)Kelemahan atau paralisis pada bahu dan bicep,kadang disertai trauma pada rootC7 yang menyebabkanparalisa lengan bawah.

b. Lesi Lower Plexus Dejerine-Klumpkes Paralysis (C8-T1)Kadang disertai kerusakan root C7, paralisis pada otot intrisik tangan dan fleksor jari yang menyebabkan kehilangan fungsi tangan dan lengan bawah. Sering terjadi sympathetic palsyHorners syndrome.c. Lesi Total BrachialErb-Klumpke Paralysis (C5T1)Komplet paralisis dan anestesi dari lengan.d. Lesi Posterior CordMengenai root C5 C6 C7 C8, paralisis pada deltoid, ekstensor elbow, ekstensor wrist, extensor fingers.

DAFTAR PUSTAKA

Leonard JS, Meier III RH. Upper and Lower Extremity Prosthetic. In : De Lisa J and Gans B, editors. Rehabilitation medicine : Principle and Practise. 3rd ed. Philadelphia : Lippincott-Raven, 1998 : 669-75, 680-93.Tooms R.E. Crenshaw, M.D, Amputation of Lower Extremity. In : Campbells Operative Orthopaedics. Vol 2., Ed.8, 1992 p : 689Muilenburg AL, Wilson AB. The Amputation A Manual for Below-Knee Amputees. At : http://www.oandp.comSmith B, Glennon T. Amputations. In : Garrison S, MD, editors. Handbook of Physical medicine and Rehabilitation Basics. Philadelphia : J.B Lippincott Company, 1995 : 34-55.McAnelly MD, Faulkner V CPOP. Lower Limb Prostheses. In : Randall L. Braddom, M.D., M.S., editors. Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia : Saunders Company, 1996 : 289-313.Reksoprodjo S. Amputasi. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara, 1995 : 581-6.Tan J, Horn SE. Prostheses. In : Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation Diagnostics, Therapeutics, and Basic Problems. St.Louis : Mosby, 1998 : 229-48Post operative Prosthesis Beneficial After Amputation. In : inMotion March/April 2000 at http://www.amputee-coalition.org