POLA BIOMARKER KREATIN KINASE DAN CK-MB PADA
PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI BAGIAN PENYAKIT
DALAM RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
oleh:
RIKARDO LADESMAN LT
04081001073
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
POLA BIOMARKER KREATIN KINASE DAN CK-MB
PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI BAGIAN
PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
Oleh:
RIKARDO LADESMAN LT
04081001073
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing.
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang, Februari 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dr. H. Taufik Indrajaya, Sp.PD KKV Drs. Joko Marwoto, MS.
NIP. 19640202 199004 1 001 NIP. 19570324 198403 1 001
Pembantu Dekan 1
dr. Erial Bahar, MSc.
NIP. 19511114 197701 1 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor)*, baik di
Universitas Sriwijaya maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian Saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka Saya bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi lainnya sesuai
dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Palembang, 6 Februari 2012
Yang membuat pernyataan
(Rikardo Ladesman LT)
NIM. 04081001073
dipersembahkan kepada:
Our Heavenly Father, The Almighty Creator
Jesus Christ, His Only Begotten Son
Holy Spirit, The Giver of Life
didedikasikan kepada:
almamater tercinta, Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Pusat Moh. Hoesin Palembang
seluruh dosen pada program studi Pendidikan Dokter Umum
Dosen Pembimbing I, Dr. dr. H. Taufik Indrajaya, SpPD KKV.
Dosen Pembimbing II, Drs. Joko Marwoto, MS.
Dosen Penguji Proposal, dr. Syarif Husin Pohan, MS.
Dosen Penguji Skripsi, dr. Theodorus, MMedSc.
terimakasih kepada:
Tuhan Yesus Kristus, for His eternal love, for His best people around me
Pdt. R. Lumbantobing dan R. br. Munthe, kedua orangtua saya
Pdt. Reinhard Lumbantobing, my only brother
Grace Siska Lumbantobing, my only sister
Paduan Suara Naposobulung HKBP Palembang
Persekutuan Doa Oikumene Medika
dr. Andi Putra Siregar, pemimpin KK d’Luke
Michael Sihombing, Yohana Gultom, Roy Tarigan, dan Santi Doloksaribu
Petugas Rekam Medik RSUP Moh. Hoesin Palembang
seluruh teman-teman PDU angkatan 2008
kakak-kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007
adik-adik tingkat angkatan 2009, 2010, dan 2011
dan lainnya, yang tidak bisa disebutkan satu per satu
last but not least,
skripsi ini dihadiahkan kepada:
Pdt. R. Lumbantobing dan R. br. Munthe, orangtua saya.
iv
ABSTRAK
Pola Biomarker Kreatin Kinase dan CK-MB pada Pasien Infark Miokard
Akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang
Latar belakang: Di Indonesia, angka kejadian infark miokard akut terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Sementara itu, pemeriksaan kreatin kinase dan CK-MB
sebagai salah satu cara untuk mendeteksi infark miokard akut merupakan pemeriksaan
laboratorium yang cukup mahal.
Tujuan: Mengetahui pola biomarker kreatin kinase dan CK-MB pada pasien infark miokard
akut.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan potong
lintang dengan menggunakan data sekunder, yakni data rekam medik pasien infark miokard
akut pada periode 1 Agustus 2010 – 31 Juli 2011 yang memenuhi syarat kriteria inklusi:
pasien berusia 14 tahun ke atas dan memiliki data hasil pemeriksaan kreatin kinase dan CK-
MB, dan kriteria eksklusi: pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti gagal ginjal dan
hipotiroid.
Hasil: Dari 68 pasien yang memenuhi syarat penelitian, 57 orang (83,8%) memiliki jenis
kelamin laki-laki, dan 11 orang (16,2%) memiliki jenis kelamin perempuan. Pasien yang
berusia produktif (15-64 tahun) berjumlah 51 orang (75%) dan pasien usia tua ( 65 tahun)
berjumlah 17 orang (25%). Sementara itu 45 pasien (66,2%) diambil sampel darahnya kurang
dari 24 jam setelah onset terjadinya infark miokard akut, dan sisanya diambil setelah 24 jam.
Rata-rata waktu pengambilan sampel darah adalah 40 jam. Dari kesebelas pasien, tidak
ditemukan adanya perubahan yang bermakna antara pemeriksaan kreatin kinase pertama dan
kedua (p=0,929), begitu pula dengan CK-MB (p=0,790). Tidak ditemukan adanya hubungan
antara usia dengan kadar kreatin kinase (p=0,353), demikian pula dengan CK-MB (p=0,868).
Sementara itu, jenis kelamin dan kadar kreatin kinase memiliki hubungan yang bermakna
(p=0,024), akan tetapi tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dan CK-MB (p=0,130). Dalam hubungannya dengan waktu pengambilan sampel darah secara
keseluruhan, kreatin kinase (p=0,362) dan CK-MB (p=0,921) ditemukan tidak memiliki
hubungan yang bermakna. Namun, pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang
bermakna antara waktu pengambilan sampel darah 24 jam pertama dengan kadar kreatin
kinase (p=0,031) dan CK-MB (p=0,007).
Kata kunci: infark miokard akut, kreatin kinase, CK-MB, potong-lintang.
v
ABSTRACT
PATTERN OF CREATINE KINASE AND CK-MB IN ACUTE MYOCARDIAL
INFARCTION IN INTERNAL MEDICINE DEPARTEMENT OF RSMH
PALEMBANG
Background: In Indonesia, the prevalence of acute myocardial infarction is increasing from
year to year. Meanwhile, creatine kinase and CK-MB tests as a method of detecting acute
myocardial infarction is one of the expensive lab test.
Objective: To know the pattern of the biomarker in acute myocardial infarction patients.
Methods: Survey in cross-sectional design had been done by using secondary data. The
secondary data was taken from medical record of acute myocardial infarction patients from
August 1st, 2010 –July 31
st, 2011 that fulfill the inclusion criteria: patient more than 14 years
old and have the creatine kinase and CK-MB tests, and exclusion criteria: patient that have
another disease, such as renal failure and hypothyroidism.
Results: From 68 patients that meet the demand of this study, 57 patients (83,8%) were male,
and 11 patients (16,2%) were female. Patients with productive age (15-64 years old) were 51
patients (75%) and old patients ( 65 years old) were 17 patients (25%). Blood sample of
fourty five patients (66,2%) were taken less than 24 hours after the onset of acute myocardial
infarction, and the rest of that was taken after 24 hours. The average retrieval time of blood
sample was 40 hours. From eleven patients, this study showed no significant changes of
creatine kinase tests (p=0,929), and likewise the CK-MB tests (p=0,790). There was no
significant relation between age and creatine kinase’s level (p=0,353), so did the CK-MB
(p=0,868). Meanwhile, gender and creatine kinase’s level showed a significant relatinship
(p=0,024), but there was no significant relationship between gender and CK-MB’s level
(p=0,130). From the relationship with all blood sample retrieval time, creatine kinase
(p=0,362) and CK-MB (p=0,921) showed no significant relationship. However, this study
showed a significant relationship between blood sample first 24 hours retrieval time and
creatine kinase (p=0,031) and CK-MB’s level (p=0,007).
Keywords: Acute myocardial infarction, creatine kinase, CK-MB, cross-sectional.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Pola Biomarker Kreatin Kinase dan CK-MB pada Pasien Infark
Miokard Akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat guna
memperoleh sebutan Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan
Dokter Umum Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan laporan ini, penulis banyak
sekali memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan dan saran-saran dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat dr. Taufik Indrajaya selaku dosen pembimbing substansi
dan Drs. Joko Marwoto selaku dosen pembimbing metodologi yang telah
memberikan bimbingan, masukan, kritik dan perbaikan terhadap penelitian ini.
Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pepatah lama mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, begitu juga
penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca
yang bersifat membangun sangat diharapkan dengan tujuan agar pembuatan dan
penyusunan penelitian lain di masa yang akan datang dapat menjadi lebih baik.
Palembang, Februari 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum .................................................................................. 2
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1. Definisi Infark Miokard Akut .................................................................... 4
2.2. Klasifikasi Klinis Infark Miokard Akut ..................................................... 4
2.3. Patofisiologi Infark Miokard Akut ............................................................. 4
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko Infark Miokard Akut ...................................... 6
2.4.1 Etiologi .............................................................................................. 6
2.4.2 Faktor Risiko ..................................................................................... 7
2.5. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Infark Miokard Akut ............................ 7
2.5.1. Manifestasi klinis infark miokard akut ............................................ 7
2.5.1.1. Anamnesis ........................................................................... 7
2.5.1.2. Pemeriksaan fisik................................................................. 8
2.5.1.3. Pemeriksaan tambahan ........................................................ 9
2.5.2. Diagnosis infark miokard akut ....................................................... 10
2.5.2.1. Kriteria diagnosis IMA menurut WHO ............................. 10
2.5.2.2. Kriteria diagnosis IMA menurut ESC/ACC ...................... 10
2.6. Tatalaksana Infark Miokard Akut ............................................................ 10
2.7. Komplikasi Infark Miokard Akut ............................................................ 12
2.8. Prognosis Infark Miokard Akut ............................................................... 13
2.9. Kreatin Kinase dan CK-MB ..................................................................... 15
2.9.1. Kreatin kinase ................................................................................ 15
2.9.2. CK-MB .......................................................................................... 16
2.10. KerangkaTeori ....................................................................................... 23
2.11. Kerangka Konsep ................................................................................... 24
2.12. Hipotesis ................................................................................................ 24
2.12. Hipotesis Null ................................................................................. 24
2.13. Hipotesis Alternatif ......................................................................... 24
viii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 25
3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 25
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 25
3.3. Populasi dan Sampel....................................................................... 25
3.3.1. Populasi ................................................................................ 25
3.3.2. Sampel .................................................................................. 25
3.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 26
3.4.1. Variabel Dependent .............................................................. 26
3.4.2. Variabel Independent ............................................................ 26
3.5. Definisi Operasional ....................................................................... 26
3.6. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 26
3.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 27
3.7.1. Metode Pengolahan Data ...................................................... 27
3.7.2. Metode Analisis Data ........................................................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 30
4.1. Karakteristik Hasil Penelitian ......................................................... 30
4.2. Rata-rata waktu pengambilan sampel darah ................................... 32
4.3. Perubahan kadar kreatin kinase dan CK-MB ................................. 32
4.3.1. Perubahan kadar kreatin kinase ............................................ 32
4.3.2. Perubahan kadar CK-MB ..................................................... 33
4.4. Hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase dan CK-MB ... 34
4.4.1 Hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase .............. 34
4.4.2 Hubungan antara usia dengan kadar CK-MB ........................ 34
4.5. Hubungan jenis kelamin dengan kreatin kinase dan CK-MB ........ 35
4.5.1. Hubungan jenis kelamin dengan kadar kreatin kinase ......... 35
4.5.2. Hubungan jenis kelamin dengan kadar CK-MB .................. 36
4.6. Hubungan waktu pengambilan darah dengan kreatin kinase ......... 36
4.7. Hubungan waktu pengambilan darah dengan kadar CK-MB......... 38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 41
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 41
5.2. Saran ............................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 44
LAMPIRAN ........................................................................................................... 46
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Etiologi dari iskemia miokard ..................................................................... 6
Tabel 2 Faktor risiko infark miokard akut ............................................................... 7
Tabel 3 Klasifikasi Killip ....................................................................................... 11
Tabel 4 Komplikasi Infark Miokard Akut ............................................................. 12
Tabel 5 Risiko kematian dihubungkan dengan peningkatan CK-MB ................... 14
Tabel 6 Peningkatan biomarker jantung dihubungkan dengan berbagai penyakit 17
Tabel 7. Kelemahan berbagai biomarker jantung .................................................. 18
Tabel 8. Distribusi frekuensi usia pasien ............................................................... 31
Tabel 9. Waktu pengambilan darah setelah onset nyeri dada (hari) ...................... 32
Tabel 10 Perubahan kadar kreatin kinase............................................................... 33
Tabel 11 Perubahan kadar CK-MB ........................................................................ 33
Tabel 12 Usia dengan kreatin kinase ..................................................................... 34
Tabel 13 Usia dengan CK-MB ............................................................................... 35
Tabel 14 Jenis kelamin dengan kreatin kinase ....................................................... 35
Tabel 15 Kadar kreatin kinase pada penelitian ...................................................... 36
Tabel 16 Jenis kelamin dengan CK-MB ................................................................ 36
Tabel 17 Kadar CK-MB pada penelitian ............................................................... 37
Tabel 18 Waktu dengan kreatin kinase .................................................................. 37
Tabel 19 Waktu 24 jam pertama dengan kreatin kinase ........................................ 38
Tabel 20 Waktu dengan CK-MB ........................................................................... 39
Tabel 21 Waktu 24 jam pertama dengan CK-MB ................................................. 40
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Progresivitas kematian otot jantung ....................................................... 6
Gambar 2. Komplikasi infark miokard akut .......................................................... 12
Gambar 3. Prognosis pasien infark miokard akut berdasarkan TIMI risk score .... 14
Gambar 4. Kurva CK-MB dan biomarker lainnya ................................................. 19
Gambar 5. Kerangka Teori ..................................................................................... 22
Gambar 6. Kerangka Konsep ................................................................................. 23
Gambar 7. Diagram distribusi pasien menurut jenis kelamin ................................ 30
Gambar 8. Diagram distribusi pasien infark miokard akut menurut usia .............. 31
Gambar 9. Kurva kreatin kinase dari median data 68 pasien ................................. 38
Gambar 10. Kurva CK-MB dari median data 68 pasien ........................................ 40
xi
DAFTAR SINGKATAN
1. CABG : Coronary artery bypass graft
2. CRP : C reactive protein
3. EKG : Elektrokardiogram
4. LBBB : Left bundle branch block
5. TSH : Thyroid-stimulating hormone
6. VT : Ventricular tachycardia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infark miokard akut adalah sindrom klinik yang diakibatkan oleh kematian
sel otot jantung karena oklusi arteri koroner yang memperdarahi bagian jantung
tersebut.1 Pada tahun 2003 di Amerika Serikat, insidensi infark miokard akut
mencapai 865.000 kasus, dan tercatat 170.961 kematian akibat infark miokard
akut.2 Data di Indonesia sendiri belum diketahui secara pasti. Menurut data Ditjen
Yanmedik, pada tahun 2006 case fatality rate infark miokard akut dari beberapa
jenis penyakit jantung adalah 13,31%. Pada tahun 2008, pasien infark miokard
akut yang dirawat di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo tercatat sebanyak 135
pasien atau 26,21% dari total 515 pasien kardiovaskuler dengan angka kematian
sebesar 28,57%.3
Sebelum dilakukan diagnosis infark miokard akut, terdapat beberapa alur
diagnosis yang dimulai dari penyakit jantung koroner. Nyeri dada yang khas
adalah gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien dengan penyakit jantung
koroner. Setelah diagnosis penyakit jantung koroner dapat ditentukan, maka
selanjutnya adalah membedakan angina stabil dengan sindrom koroner akut.
Angina stabil dibedakan dengan sindrom koroner akut berdasarkan gejala klinis.
Setelah dilakukan diferensiasi tersebut, maka biomarker jantung menjadi
pemeriksaan selanjutnya yang dapat dilakukan untuk menentukan apakah pasien
mengalami infark miokard atau angina tidak stabil.4 Secara tradisional,
peningkatan kreatin kinase dalam serum maupun peningkatan CK-MB dapat
digunakan untuk membedakan antara angina tidak stabil dan infark miokard akut.5
Dan secara klasik, Infark miokard didefinisikan sebagai lebih dari dua kali lipat
peningkatan kreatin kinase total yang disertai dengan peningkatan CK-MB.6
Kreatin kinase adalah biomarker yang sensitif pada kematian sel otot
jantung dan secara khas meningkat dalam 4 hingga 8 jam setelah infark miokard,
dan puncaknya pada 12 sampai 24 jam.6 Isoenzim CK-MB merupakan isoenzim
kreatin kinase yang paling banyak terdapat pada sel otot jantung, walaupun
2
demikian sejumlah kecil (satu hingga dua persen) CK-MB dapat ditemui di sel
otot skeletal, lidah, usus halus, diafragma, uterus dan plasenta. Oleh karena
peningkatan kreatin kinase dan CK-MB yang tidak diketahui secara pasti, maka
diperlukan adanya waktu-waktu yang ditetapkan secara khusus untuk mendeteksi
adanya peningkatan kadar kreatin kinase dan CK-MB.7
Pasien infark miokard akut yang sudah cukup banyak di Indonesia
menyebabkan masalah biomarker jantung ini semakin penting. Hal ini terlebih
pada masalah biaya yang akan dikeluarkan pasien pada setiap pemeriksaan
biomarker. Oleh karena beberapa masalah tersebut di atas, maka diperlukan
adanya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola biomarker
pada pasien dengan infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Mohammad Hoesin.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pola hasil pemeriksaan kreatin kinase dan CK-MB pada pasien
infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin ditinjau dari penggunaannya sebagai salah satu cara diagnosis infark
miokard akut?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui variasi pola kreatin kinase dan CK-MB pada pasien infark
miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
ditinjau dari penggunaannya sebagai salah satu cara diagnosis infark miokard
akut.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui rata-rata waktu pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan kadar kreatin kinase dan CK-MB, dihitung dari onset
terjadinya infark miokard akut
b. Mengetahui perubahan kadar kreatin kinase dan CK-MB pasien infark
miokard akut pada minimal dua kali pemeriksaan sampel darah
3
c. Menganalisis hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase dan
CK-MB pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Dr. Mohammad Hoesin
d. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan kadar kreatin
kinase dan CK-MB pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
e. Menganalisis hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar
kreatin kinase pada pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
f. Menganalisis hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar
CK-MB pada pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang biomarker
sebagai salah satu cara untuk mendiagnosis infark miokard akut pada pasien yang
ada di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin dan dapat
dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu penelitian ini
juga diharapkan dapat membantu mengurangi beban biaya yang dikeluarkan
pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infark Miokard Akut
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot
jantung.8 Istilah infark miokard seharusnya digunakan ketika terdapat bukti
nekrosis miokard akibat iskemia miokard. Akan tetapi gambaran nekrosis miokard
ini baru dapat dideteksi beberapa jam setelah terjadinya infark miokard.9
2.2 Klasifikasi Klinis Infark Miokard Akut9
Tipe 1. Infark miokard spontan dihubungkan dengan iskemia karena kejadian
primer di jantung, seperti erosi plak dan/atau ruptur, fissura, maupun
diseksi.
Tipe 2. Infark miokard akibat iskemia sekunder karena adanya peningkatan
kebutuhan oksigen maupun adanya penurunan suplai oksigen, misalnya
spasme arteri koroner, emboli koroner, anemia, aritmia, hipertensi, atau
hipotensi.
Tipe 3. Kematian jantung tiba-tiba yang tidak dapat diduga, termasuk cardiac
arrest, sering diikuti dengan gejala yang menunjukkan adanya iskemia
miokard, bersamaan dengan elevasi ST baru, LBBB baru, atau bukti dari
adanya trombus yang baru di arteri koroner melalui angiografi dan/atau
otopsi, tetapi kematian terjadi sebelum sampel darah dapat diambil,
maupun pada saat belum tampaknya biomarker jantung dalam darah.
Tipe 4a. Infark miokard yang berhubungan dengan PCI.
Tipe 4b. Infark miokard yang dihubungkan dengan stent trombosis yang
didokumentasikan dengan angiografi maupun otopsi.
Tipe 5. Infark miokard yang dihubungkan dengan CABG.
2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut1
Ketidakseimbangan suplai dan permintaan oksigen yang berkepanjangan
menyebabkan kematian dari jaringan otot jantung. Atherosklerosis mengambil
5
bagian yang paling esensial pada hal ini. Penyakit jantung iskemia semakin
bertambah buruk seiring dengan bertambahnya deposisi lapisan lemak di arteri
koroner yang berkembang menjadi plak dan ukurannya akan semakin bertambah
besar hingga menyebabkan obstruksi lumen, menimbulkan adanya angina akibat
aktivitas.
Akan tetapi, pada tahapan apa pun pada proses ini, lesi aterosklerotik dapat
terkikis, mengalami ulserasi, retak, maupun pecah, yang dengan demikian akan
melepaskan substansi dinding subendotel pembuluh darah ke darah yang
bersirkulasi. Faktor prokoagulan, bersamaan dengan absennya faktor
antitrombotik dan aktivitas fibrinolitik dalam sel endotel dari arteri koroner, dapat
menyebabkan trombosis. Prokoagulan ini menyebabkan berkembangnya trombus
di wilayah ini. Secara umum, infark miokard akut terjadi ketika trombosis ini
tersebar dan menghambat aliran darah di dalam arteri, menyebabkan iskemia dari
kardiomiosit yang ada di bagian distal dari obstruksi.
Peradangan mungkin saja memainkan peranan penting pada awal mula
terjadinya ruptur plak. Oklusi trombotik total paling sering terjadi pada arteri
koroner bagian proximal. Oklusi total ditemukan selama empat jam pertama
setelah infark pada lebih dari 85% pasien dengan ST elevasi.1
Di samping adanya blokade dari arteri koroner (penurunan suplai), infark
miokard akut dapat terjadi ketika kebutuhan oksigen meningkat. Hal ini terjadi
ketika penyakit lain terjadi bersamaan dengan penyakit jantung iskemia. Emboli
paru, pneumonia, aritmia, syok septik, anemia yang parah, maupun tekanan emosi
yang hebat dapat meningkatkan kebutuhan oksigen di sel otot jantung sehingga
mengurangi tekanan perfusi koroner atau menimbulkan respon arteri paradoksal
dan menyebabkan infark miokard. Akan tetapi hal ini hanya akan menyebabkan
infark yang lebih kecil tanpa disertai adanya elevasi ST pada gambaran
elektrokardiografi namun masih dapat didiagnosis oleh karena adanya
peningkatan biomarker.10
Bila iskemia miokard yang berat terus berlanjut, sel miokard akan
mengalami kematian (nekrosis) dan infark miokard akut terjadi. Dari waktu ke
6
waktu, kematian jaringan akan digantikan oleh jaringan scar, yang tidak memiliki
kemampuan kontraktilitas lagi.11
Gambar 1. Progresivitas kematian otot jantung. AP, anterior; PP, posterior.11
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Infark Miokard Akut
2.4.1. Etiologi
Tabel 1. Etiologi dari iskemia miokard12
Peningkatan kebutuhan oksigen Penurunan suplai oksigen
Demam Anemia
Takiaritmia Hipoksemia
Hipertensi maligna Polisitemia
Thyrotoxicosis
Pheochromocytoma
Kokain
Amphetamine
Stenosis aorta
Supravalvular aortic stenosis
Obstructive cardiomyopathy
Aortovenous shunts
Gagal jantung
7
2.4.2. Faktor risiko
Tabel 2. Faktor risiko infark miokard akut13
Faktor risiko yang tidak dapat diubah Faktor risiko yang dapat diubah
Usia
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Male-pattern baldness (Genetik)
Menghisap rokok atau tembakau jenis
lain
Diabetes mellitus
Hipertensi
Hiperkolesterolemia dan
hipertrigliseridemia, termasuk gangguan
lipoprotein genetik
Dislipidemia
Obesitas
Jarang berolahraga
Stres psikososial
Kebersihan mulut yang rendah
Kepribadian tipe A
2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Infark Miokard Akut
2.5.1. Manifestasi klinis infark miokard akut 14
2.5.1.1. Anamnesis
Gejala klasik dari infark miokard adalah nyeri dada yang intensif,
menyesakkan, bertahan lama, dan menyiksa, dengan adanya kecemasan ditambah
radiasi nyeri ke lengan kiri. Akan tetapi, gejala lain seperti rasa berat atau rasa
terbakar pada dada, penjalaran nyeri ke rahang, leher, bahu, punggung, maupun
kedua lengan dapat juga ditemukan pada pasien infark miokard akut. Gangguan
pencernaan juga sering terjadi, khususnya pada infark yang terjadi pada dinding
inferior jantung. Mual dan muntah adalah gejala yang khas. Diaphoresis yang
banyak juga merupakan karakteristik yang sering terjadi. Gejala yang terjadi
secara bersamaan menyebabkan pasien merasakan ketakutan. Rasa tidak nyaman
8
yang terlokalisasi pada lengan maupun bahu pada minggu-minggu terdahulu
adalah gejala yang sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien.
Gejala penyerta seperti dyspnea, yang perlu diperhatikan karena dapat
menunjukkan adanya tanda-tanda permulaan gagal jantung kongestif maupun
akibat dari kecemasan pasien. Palpitasi atau sinkop merupakan gejala yang tidak
biasa, namun kepala yang terasa ringan atau perasaan pusing disertai sinkop
sering merefleksikan adanya vagotonia atau bradyarrhythmia yang mendasari
infark miokard pada pasien. Sinkop yang terjadi meningkatkan kemungkinan telah
terjadinya ventricular tachycardia.
Identifikasi faktor risiko seperti merokok, peningkatan kolesterol, diabetes,
hipertensi, dan adanya riwayat keluarga adalah informasi tambahan yang dapat
membantu diagnosis.
2.5.1.2. Pemeriksaan fisik
Pasien dapat tampak pucat dan menggeliat kesakitan. Sementara frekuensi
nadi biasanya reguler, walaupun ventricular extrasystole dapat saja ditemukan
pada pasien. Bradikardi maupun takikardi sangat membantu dalam mengetahui
lokasi dari infark, pengaruhnya pada sistem konduksi, tonus vagal, dan keadaan
infark yang sudah dalam bahaya. Takikardi yang signifikan (frekuensi nadi >120)
sangat mengkhawatirkan dan biasanya menunjukkan infark miokard yang
ekstensif, meskipun hal ini dapat juga ditemui pada beberapa pasien yang
memiliki infark yang relatif lebih kecil. Tekanan darah meningkat secara khas
akibat respon tubuh terhadap nyeri. Hipotensi dapat juga terjadi karena vagotonia,
dehidrasi, maupun infark ventrikel kanan.
Temuan utama pada pemeriksaan fisik yang harus benar-benar diperhatikan
adalah peningkatan dari tekanan vena jugularis, karakter dan lokasi dari impuls
apex, adanya splitting pada bunyi jantung kedua, kehadiran dari bunyi jantung
ketiga dan keempat, murmur regurgitasi mitral, dan adanya rales. Pemeriksaan
dari denyut nadi di pembuluh darah perifer juga penting. Semua informasi ini
menyediakan informasi mengenai perkiraan ukuran dari infark miokard. Jika
9
bunyi jantung ketiga terdengar bersamaan dengan rales lebih dari 50% dari luas
paru, kemungkinan telah terjadi infark yang besar pada dinding anterior miokard.
2.5.1.3. Pemeriksaan tambahan
Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi secepat mungkin harus dilakukan untuk
menjamin diagnosis infark miokard akut. Hadirnya gambaran EKG yang normal
menyingkirkan oklusi dari pembuluh utama epicardial pada saat pemeriksaan
dilakukan. Perubahan tinggi gelombang T secara tiba-tiba merupakan manifestasi
awal dari oklusi koroner akut, namun seringkali tidak ditemui ketika pasien telah
mencapai rumah sakit.
Gambaran elevasi segmen ST adalah ciri yang utama yang menunjukkan
adanya cedera miokard. Bila elevasi segmen ST yang tampak hanya 1 hingga 2
mm, kemungkinan masih terdapat kolateral ke wilayah terjadinya infark,
pembuluh darah yang tidak mengalami oklusi secara penuh, maupun telah terjadi
evolusi dari perubahan EKG. Jika hanya terdapat ST depresi maupun inversi
gelombang T atau bila kedua hal ini bermanifestasi pada gambaran EKG, or maka
hal ini menandakan adanya angina tidak stabil atau infark miokard tanpa elevasi
ST (non Q-wave). Hal ini biasanya tidak dihubungkan dengan oklusi pembuluh
darah pada infark, tapi lebih kepada adanya stenosis dan iskemia miokard.
Jika pasien memiliki EKG normal, namun riwayat penyakitnya menunjukkan
adanya kecenderungan untuk infark miokard, maka sangat penting untuk
mengamati pasien selama 6-24 jam untuk mendapatkan jejak perubahan EKG dan
untuk mengetahui apakah terjadi rasa tidak nyaman pada dada maupun gejala lain
yang berulang.
Troponin T dan I15
Troponin merupakan protein regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil
miosit. Keduanya merupakan penanda spesifik dari cedera sel miokard dan dapat
diukur dengan alat tes di sisi tempat tidur. Troponin tampaknya meningkat baik
pada infark miokard akut dan pada beberapa pasien risiko tinggi dengan angina
10
tidak stabil bila kadar kreatin kinase tetap normal. Kriteria diagnostik untuk infark
miokard akut baru-baru ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran
troponin.
2.5.2. Diagnosis infark miokard akut
2.5.2.1. Kriteria diagnosis infark miokard akut menurut WHO16
Diagnosis infark miokard akut dilakukan jika ditemukan adanya minimal dua dari
tiga kriteria berikut ini yang terpenuhi:
1. Nyeri dada yang khas
2. Peningkatan konsentrasi dari CK-MB serum
3. Temuan elektrokardiografi yang khas, termasuk perkembangan dari
gelombang Q patologis.
2.5.2.2. Kriteria diagnosis infark miokard akut menurut ESC/ACC10
1. Peningkatan yang khas dan penurunan secara bertahap (troponin) atau
peningkatan yang lebih deras dan penurunan (CK-MB) penanda biokimia dari
nekrosis miokard dengan diikuti minimal satu gejala berikut:
a) Gejala iskemia
b) Perkembangan dari gelombang Q patologis pada pemeriksaan EKG
c) Perubahan EKG yang mengindikasikan adanya iskemia (ST elevasi
maupun ST depresi)
d) Intervensi arteri koroner (misalnya coronary angioplasty)
2. Temuan patologis dari sebuah infark miokard akut
2.6. Tatalaksana Infark Miokard Akut17
Segera setelah masuk rumah sakit, pasien harus ditransfer secepatnya ke unit
perawatan. Di beberapa rumah sakit, trombolisis diberikan di Unit Gawat Darurat;
di rumah sakit lain, pasien dimasukkan ke unit perawatan jantung terlebih dahulu.
Cara manapun yang dilakukan, tidak boleh ada keterlambatan dalam monitor
gangguan irama jantung pada pasien, dan kanul vena diinsersikan untuk
11
mendapatkan akses vaskular. Kanulasi vena sentral dan akses arteri tidak
diperlukan pada pasien yang tidak mengalami komplikasi (Killip I).18
Tabel 3. Klasifikasi Killip4
Kelas Definisi Karakteristik Pasien (%) Angka kematian (%)
I Tanpa gagal
jantung
Tanpa rales 85 5
II Gagal jantung,
tanpa edema
paru
Rales < 50% dari
luas paru
13 14
III Edema paru Rales > 50% dari
luas paru
1 32
IV Syok
kardiogenik
Hipotensi,
hipoperfusi
perifer
1 58
Diamorphine adalah obat pilihan utama untuk penyakit infark miokard akut.
Obat ini harus diberikan secara intravena dengan dosis 2.5 – 5.0 mg. Obat-obatan
golongan opiat dan infark miokard dapat menyebabkan muntah. Karena itu
sebagai antiemesis, metoclopramide 10 mg diberikan secara intravena maupun
intramuskular. Cyclizine 50 mg baik yang disuntikkan secara intramuskular
maupun diberikan per oral dapat juga diberikan sebagai antiemesis.
Metclopramide masih lebih baik dari cyclizine karena memiliki kelebihan pada
percepatan pengosongan lambung dan peningkatan tonus cardia (pertemuan antara
esofagus dan lambung).
Pasien infark miokard akut juga diberikan oksigen sebanyak 5 liter per menit.
Sementara untuk tatalaksana bradikardi, baik itu sinus bradikardi maupun
junctional bradycardia, dapat dilakukan pemberian atropin 0.6 mg secara
intravena, dapat diulang hingga maksimal 3.0 mg atropin.
12
Bila tidak terjadi bradikardi, hipotensi, maupun syok, pemberian amiodarone
300 mg secara intravena dapat dilakukan untuk multifocal ventricular
extrasystole, salvos of VT, dan lain-lain. Lidocaine 300 mg intramuskular adalah
obat pilihan kedua bila amiodarone tidak ada.
Furosemid intravena diberikan bila ditemukan adanya edema paru akut pada
pasien. Dosis furosemid yang diberikan kepada pasien adalah 40–80 mg secara
intravena. Sementara itu, terapi trombolisis sesegera mungkin sudah dapat
dilakukan di Inggris dan sebagian Wales. Terapi trombolisis ini bisa dilakukan
oleh paramedis tanpa perlu adanya kehadiran seorang dokter.
2.7. Komplikasi Infark Miokard Akut
Tabel 4. Komplikasi Infark Miokard Akut19, 20
Tipe
komplikasi
Manifestasi
Iskemia Angina, reinfarction, infarct extension
Mekanik Gagal jantung, syok kardiogenik, disfungsi katup mitral, aneurisma,
ventral septal rupture, free wall rupture
Aritmia Aritmia atrial maupun ventrikuler, disfungsi sinus maupun nodus
AV
Emboli Emboli pada sistem saraf pusat maupun sistem saraf perifer
Inflamasi Perikarditis
13
Gambar 2. Komplikasi infark miokard akut.
(A) Komplikasi umum. (B) Komplikasi dari infark transmural infarctions. (C)
Syok kardiogenik sebagai akibat dari infark akut yang masif maupun infark akut
yang kecil ditambah banyaknya infark yang sudah lama. (D) Perbandingan antara
infark ekspansi dan (formasi aneurisma) and infark ekstensi (reinfarction). CHF,
congestive heart failure; LV, left ventricle.21
2.8. Prognosis Infark Miokard Akut 22
Sepertiga dari pasien dengan STEMI meninggal dalam waktu 24 jam setelah
onset iskemia, dan kebanyakan pasien yang selamat mengalami morbiditas yang
signifikan. Akan tetapi beberapa dekade belakangan ini sudah terjadi penurunan
mortalitas yang nyata.
Setengah dari angka kematian yang mencapai 30% terjadi tepat sebelum
pasien sampai ke rumah sakit. Lima hingga sepuluh persen dari pasien infark
miokard akut yang selamat meninggal dalam waktu satu tahun setelahnya, dan
kira-kira setengah dari keseluruhan pasien dengan infark miokard dirawat kembali
di rumah sakit dalam waktu satu tahun.
14
Variabel
1. Umur ≥65 tahun
2. ≥3 faktor risiko CAD (kolesterol
tinggi, riwayat keluarga,
hipertensi, diabetes, merokok)
3. Riwayat stenosis koroner >50%
4. Aspirin pada 7 hari terakhir
5. ≥2 kejadian angina dalam ≤24
jam
6. Deviasi segmen ST
7. Peningkatan biomarker jantung
(CK-MB atau troponin)
Secara keseluruhan, prognosis infark miokard akut sangat bervariasi dan amat
bergantung dari besarnya infark, fungsi ventrikel kiri, dan adanya revaskularisasi.
Prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan beberapa hal, antara lain reperfusi
terjadi lebih awal, terjaganya fungsi ventrikel kiri, dan juga penanganan jangka
pendek dan jangka panjang dengan obat beta-blocker, aspirin, dan ACE inhibitor
Sementara itu, prognosis yang lebih buruk dihubungkan dengan peningkatan
usia, diabetes, riwayat penyakit vaskuler (seperti penyakit serebrovaskuler atau
penyakit pembuluh darah perifer), peningkatan TIMI risk score, tertunda atau
gagalnya reperfusi, lemahnya fungsi ventrikel kiri, terdapat bukti gagal jantung
kongestif maupun adanya edema paru yang nyata, peningkatan kadar B-type
natriuretic peptide (BNP), peningkatan kadar hs-CRP, peningkatan kadar glukosa
darah pada pasien infark miokard akut non-diabetik dan adanya depresi
psikologis.
Gambar 3. Prognosis pasien infark miokard akut berdasarkan TIMI risk score.23
Adapun selain dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas, peningkatan
CK-MB dengan syarat tertentu ternyata dapat menyebabkan peningkatan
mortalitas pasien.
• Peningkatan 5-10 kali nilai normal dari pasien post CABG dihubungkan
dengan adanya peningkatan mortalitas setelah 30 hari, 6 bulan, dan 1, 3, 5
tahun.
15
• Peningkatan pada pasien post intervensi tanpa MI dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas setelah satu tahun.24
Berikut ini adalah tabel CK-MB dan risiko terjadinya kematian setelah 4 bulan.
Tabel 5. Risiko kematian dihubungkan dengan peningkatan CK-MB25
CKMB Risiko kematian setelah 4 bulan
Normal 1,2%
1-5x 1,9% - tidak ada kematian dalam satu minggu
>5x 8,9 % - kebanyakan pada 3-4 bulan
2.9. Kreatin Kinase dan CK-MB
Biomarker jantung adalah molekul protein yang dilepaskan ke sirkulasi darah
dari sel otot jantung yang rusak akibat sumbatan arteri. Enzim ini diukur untuk
mengetahui seberapa besar kerusakan otot jantung tersebut. Biomarker ini dikenal
sebagai enzim jantung.26
2.9.1. Kreatin kinase
Kreatin kinase adalah enzim yang terdapat pada berbagai bagian tubuh dan
dapat dibagi ke dalam tiga isoenzim. Peran fisiologis dari kreatin kinase adalah
untuk mempertahankan banyaknya jumlah energi kreatin yang terfosforilasi, yang
digunakan untuk mengembalikan jumlah ATP yang telah digunakan selama
kontraksi otot.26
Kreatin kinase terdiri dari dua sub unit, yakni B (brain) dan M (muscle), tiap
sub unit memiliki molekul seberat 43.000 Dalton.26
Jadi kombinasi dari kedua sub
unit ini hanya akan menghasilkan tiga isoenzim kreatin kinase, yakni CK-BB
(CK-1), CK-MB (CK-2), dan CK-MM (CK-3). CK-BB dapat terutama terdapat di
ginjal dan otak sementara CK-MM sebagian besar terdapat pada otot skeletal.27, 28
CK-MM terdapat pada konsentrasi yang tinggi di otot skeletal dan jantung.
CK-MB memiliki konsentrasi yang tinggi di otot jantung, akan tetapi CK-MB
juga terdapat dalam jumlah kecil di paru-paru, usus halus, uterus, prostat, dan otot
skeletal yang sehat. CK-MM paling banyak terdapat pada otot skeletal dan CK-
MB paling banyak terdapat pada otot jantung.14
Konsentrasi dari CK-BB tertinggi
16
terdapat di otak, dalam jumlah kecil derdapat di paru-paru, lambung, prostat,
saluran pencernaan, dan kandung kemih.7 CK-MM dan CK-BB sama sekali tidak
relevan untuk mendeteksi nekrosis otot jantung.8
Pengukuran dari total kreatin kinase dan isoenzimnya telah lama digunakan
sebagai diagnosis dari infark miokard.26
Total kreatin kinase dapat didefinisikan
sebagai aktivitas enzim dalam satu satuan unit enzim per liter. Konsentrasi dari
total kreatin kinase mulai meningkat 3 hingga 8 jam setelah onset terjadinya tanda
dan gejala, memuncak dalam 10 hingga 30 jam, dan biasanya kembali ke nilai
normal dalam 3 hingga 4 hari. Kreatin kinase memuncak lebih awal bila telah
terjadi reperfusi. Enzim ini lebih membantu dalam mengukur besar dari infark
miokard daripada menentukan diagnosis infark miokard itu sendiri.14
Pada kondisi selain infark miokard, CK kebanyakan terdapat dalam wujud
CK-MM, dengan jumlah sedikit atau tanpa CK-MB maupun CK-BB sama
sekali.29
Sementara itu, peningkatan dari total kreatin kinase tidak spesifik pada
jantung dan dapat ditemukan pada pasien dengan cedera otot skeletal dan
gangguan lainnya.11
Karena spesifisitas yang rendah dari total kreatin kinase untuk
otot jantung, selama beberapa tahun, pengukuran dari CK-MB telah menjadi
standar emas untuk diagnosis dari infark miokard.8
2.9.2. CK-MB
CK-MB adalah isoenzim dengan massa 86,000 Dalton yang banyak terdapat
pada sel otot jantung dan dilepaskan ke sirkulasi darah pada saat terjadinya infark
miokard.30
CK-MB terdapat di jantung dengan konsentrasi yang relatif tinggi
(secara kasar mencapai 20% dari total kreatin kinase di miokard), mengingat
konsentrasi CK-MM tertinggi di otot skeletal (98% dari total kreatin kinase otot)
dengan hanya sedikit jumlah dari CK-MB (biasanya sekitar 2%). Meskipun CK-
MB menyusun sekitar 20% dari total kreatin kinase di jaringan otot jantung, harus
dicatat bahwa CK-MM masih merupakan isoenzim kreatin kinase yang berlimpah
di jaringan otot jantung.31
Perlu diingat CK-MB menyusun 1–3% dari total kreatin kinase yang terdapat
pada sel otot skeletal, dan juga terdapat pada jumlah yang lebih kecil di jaringan
17
lainnya. Spesifisitas dari CK-MB untuk mendiagnosis infark miokard ini dibatasi
oleh fakta bahwa CK-MB tidak hanya terdapat pada sel otot jantung dan
meningkat pada trauma otot. Selain itu, CK-MB dapat mengalami peningkatan
akibat kelainan pembersihan karena gangguan pada gagal ginjal maupun
hipotiroid. CK-MB meningkat pada sirkulasi darah 3–6 jam setelah onset gejala
infark miokard, dan tetap meningkat selama 24–36 jam.30
Konsentrasi CK-MB di otot skeletal yang normal juga dapat mencapai 5%,
dan jumlah yang lebih tinggi (hingga 20%) dari CK-MB dapat ditemukan pada
pasien dengan gagal ginjal dan chronic myopathic skeletal muscle injury
(sebagaimana terdapat pada polymyositis dan dermatomyositis) atau di jaringan
otot dari atlet terlatih.6,31
Walaupun CK-MB merupakan gold standard untuk mendeteksi kematian
jaringan otot jantung, CK-MB memiliki beberapa keterbatasan dan bukan
merupakan penanda yang ideal. Keterbatasan yang dimilikinya antara lain, bukan
penanda yang cepat, kemungkinan adanya kesalahan diagnosis dari infark
miokard akut dan kurang spesifiknya terhadap jantung.14
Akan tetapi, pada sel otot skeletal yang sehat, CK-MB dapat mencapai 5%,
dan kadar yang lebih tinggi terjadi pada kondisi lainnya seperti gagal ginjal.8
Kadar dari kreatin kinase dan CK-MB juga meningkat pada beberapa kondisi
selain infark miokard.29
Berikut ini adalah kondisi yang berhubungan dengan
peningkatan biomarker jantung.
Tabel 6. Peningkatan biomarker jantung dihubungkan dengan berbagai penyakit
Biomarker Kondisi
Kreatin kinase, CK-MB Gagal ginjal
Chronic skeletal myopathies
Hipotiroid
Cedera otot skeletal
Hipertensi
Hipertrofi ventrikel kiri
Infark miokard
18
Laktat dehidrogenase Trauma jantung
Infark miokard
Bedah jantung
Gagal ginjal
Kondisi yang mempengaruhi sel darah merah
Leukemia
Hemolisis dari sampel darah
Mioglobin Cedera otot skeletal
Injeksi intramuskular
Penurunan fungsi ginjal
Infark miokard
Troponin I Infark miokard
Troponin T Penyakit muskuloskeletal
Penyakit ginjal
Polymyositis
Dermatomyositis
Adapun juga beberapa biomarker lain juga memiliki beberapa kelemahan
sebagai berikut.
Tabel 7. Kelemahan berbagai biomarker jantung
Biomarker Kelemahan
Kreatin kinase, CK-
MB
Otot skeletal yang sehat memiliki kadar CK-MB hingga
5%
Peningkatannya tidak terjadi enam jam setelah
terjadinya cedera
Peningkatan terjadi setelah terjadinya cedera miokard
yang signifikan atau cedera miokard yang ireversibel
Kadarnya dapat meningkat pada pelari marathon dan
atlet lainnya
Isoform CK-MM Paling banyak terdapat pada otot skeletal
19
Waktu assay lebih lama
Spesifisitasnya sangat rendah untuk mendeteksi infark
miokard ketika kadar kreatin kinase total rendah
Perolehan nilai sulit pada beberapa institusi
Isoform CK-MB Assay yang kurang dapat direproduksi
Laktat dehidrogenase Sampel darah untuk assay seharusnya tidak mengalami
goncangan
Sampel darah untuk assay hanya dapat disimpan pada
suhu kamar
Mioglobin Waktu paruhnya sangat singkat
Sampel darah harus sering diambil
Sampel darah harus diambil sesaat setelah onset nyeri
dada
Empat hingga enam jam pertama adalah waktu yang sangat krusial untuk
reperfusi padahal kelemahan kedua dari CK-MB adalah peningkatannya yang
secara klasik tidak terjadi hingga enam jam setelah cedera miokard. Kebanyakan
data juga mengindikasikan rendahnya sensitifitas dari CK-MB pada enam jam
pertama ketika CK-MB diukur menggunakan assay untuk aktivitas enzim. Saat
ini, penggunaan yang paling sering adalah pengukuran CK-MB mass, yang
meningkat lebih cepat daripada aktivitas enzim lainnya. Walaupun demikian,
peningkatan kadar CK-MB mass ini tidak akan berlangsung hingga terjadinya
cedera otot jantung yang signifikan dan ireversibel.
Setelah cedera miokard, CK-MB mengalami peningkatan pada jam ke 4
hingga 9 setelah nyeri dada, puncaknya pada 24 jam, dan kembali ke nilai normal
pada 48 hingga 72 jam. Perlu setidaknya enam jam untuk terjadinya pengeluaran
enzim, yang menunjukkan adanya nekrosis sel miokard. Enzim seharusnya
diperiksa setiap delapan jam hingga 24 jam pertama, dan diperpanjang jika
puncaknya belum dapat ditentukan secara pasti.
20
Gambar 4. Kurva CK-MB dan biomarker lainnya28
Pengukuran CK-MB sebaiknya dilakukan pada saat pemeriksaan pasien
pertama kali dan 6-9 jam setelahnya, untuk mendemonstrasikan adanya
peningkatan dan/atau penurunan yang melebihi persentil 99 dari batas atas nilai
normal. Kadang-kadang pasien membutuhkan sampel diagnostik tambahan antara
12 hingga 24 jam jika pada pengukuran CK-MB sebelumnya tidak ditemukan
adanya peningkatan dan jika pasien secara klinis dicurigai mengalami infark
miokard.9
Pemeriksaan CK-MB seharusnya diperpanjang jika puncaknya belum
dapat ditentukan secara pasti.14
Seperti halnya kreatin kinase, teknik elektropoiesis terdahulu untuk CK-MB,
juga mendefinisikan isoenzim ini ke dalam satuan unit per liter. Oleh karena itu,
kadar CK-MB dapat dihitung sebagai sebuah persentase dari total kreatin kinase.
Pada kebanyakan laboratorium, CK-MB yang kadarnya lebih dari 5% total kreatin
kinase dapat dipertimbangkan sebagai infark miokard akut. Masalah terjadi ketika
dilakukan imunoassay terbaru untuk CK-MB yang mengukur CK-MB dalam
satuan massa unit (ng/mL). Dengan penggunaan mass assay, kalkulasi CK-MB
sebagai persentase dari total kreatin kinase menghasilkan sebuah angka yang tak
bermakna dengan satuan ng/mL/U/L. Meskipun terdapat masalah teoritis,
kebanyakan laboratorium mengabaikan ketidakcocokan unit dan tetap melakukan
kalkulasi, yang telah didesain dengan sebuah indeks relatif (RI). Indeks relatif ini
bukanlah persentase yang sebenarnya, dan batas nilai normalnya biasanya berbeda
21
dari batas nilai normal dari metode elektropoiesis. Indeks relatif ini meningkatkan
spesifisitasnya, namun sensitifitasnya sangat terbatas.29
Dengan elektroforesis, subtipe dari CK-MB dan CK-MM dapat dibedakan ke
dalam isoform tipe jaringan dan isoform tipe sirkulasi. Isoform dari CK-MM
memiliki sensitivitas yang relatif lebih tinggi untuk mendeteksi adanya cedera
miokard, tapi spesifisitasnya kurang dari nilai optimal. Kurangnya spesifisitas ini
dikarenakan keberadaan CK-MM yang lebih banyak terdapat pada otot skeletal.
Karena rendahnya spesifisitas dan juga beberapa hal lainnya, pengukuran dari
kadar isoform CK-MM tidak digunakan secara luas dalam kasus klinis.
Empat jenis isoform dari CK-MB telah berhasil dideteksi. Karena konsentrasi
dari isoform CK-MB meningkat pada 94% yang menderita penyakit infark
miokard akut, pengukuran dari isoform ini dapat membantu mempercepat
diagnosis infark miokard. Kadar puncaknya memuncak lebih cepat, sesaat setelah
onset terjadinya tanda dan gejala, dan biasanya kembali pada nilai normal dalam
24 jam. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah masih sulitnya melakukan
pemeriksaan ini untuk dilakukan.
Selama infark miokard akut, kadar CK-MB mulai meningkat 4-8 jam setelah
oklusi, memuncak dalam 12-24 jam, dan biasanya kembali ke nilai normal dalam
waktu tiga hari. Pengukuran serial dari CK dan CK-MB lebih membantu serta
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar dari pengukuran nonserial.
Pengukuran dari kadar kreatin kinase dan CK-MB dapat membantu dalam
mendiagnosis banding pasien dengan keluhan nyeri dada selama 6 hingga 8 jam.29
Satu kelebihan dari CK-MB daripada penanda lainnya adalah peningkatan
CK-MB yang berlangsung lebih lama, dan mudah untuk mendeteksi adanya infark
berulang dengan menggunakan CK-MB serial. Cedera otot skeletal dan miokard
dapat menyebabkan peningkatan baik total kreatin kinase dan CK-MB. Untuk
membedakan jantung sebagai sumber dari CK-MB ini, CK-MB perlu dihitung
sebagai persentase dari enzim kreatin kinase total.
Peningkatan yang lebih tinggi dan lebih awal dari kadar kreatin kinase dan
CK-MB ini biasanya terjadi setelah adanya reperfusi yang berhasil oleh
tatalaksana dengan terapi trombolisis maupun dengan PTCA primer. Reperfusi
22
dapat menyebabkan adanya peningkatan dan pemuncakan kadar kreatin kinase
dan CK-MB yang lebih cepat. Karena itu, pada pasien yang tidak mendapat terapi
trombolisis maupun PTCA primer, pengambilan sampel darah untuk pengukuran
kadar kreatin kinase dan CK-MB seharusnya dilakukan pada saat pasien
memasuki unit gawat darurat dan setiap 8 hingga 24 jam setelahnya. Ketika terapi
trombolitik maupun PTCA primer dilakukan, sampel darah dari kreatin kinase dan
CK-MB dapat diperoleh lebih sering, walaupun pengambilan sampel yang lebih
sedikit tetap dapat diterima.29
23
2.10. Kerangka Teori
Gambar 5. Kerangka Teori33
24
2.11. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Variabel Pengganggu
Gambar 6. Kerangka Konsep
2.12. Hipotesis
2.12.1. Hipotesis Null
1. Tidak terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kadar
kreatin kinase dan CK-MB pada pasien infark miokard akut di Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
2. Tidak terdapat hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar
kreatin kinase dan CK-MB pada pasien infark miokard akut di Bagian
Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
2.12.2. Hipotesis Alternatif
1. Terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kadar kreatin
kinase dan CK-MB pada pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit
Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
2. Terdapat hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar
kreatin kinase dan CK-MB pada pasien dengan infark miokard akut di
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
Kreatin kinase &
CK-MB pasien
infark miokard akut
Usia, Jenis kelamin,
waktu pengambilan
sampel darah pasien
infark miokard akut
Penyakit penyerta
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian observasional deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang
dengan melakukan pengumpulan data dari catatan rekam medik di instalasi rawat
inap Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Departemen Rekam Medik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang pada tanggal 4 hingga 25 Januari 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Seluruh pasien yang didiagnosis menderita infark miokard akut di Instalansi
Rawat Inap bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
yang tercatat pada rekam medik periode 1 Agustus 2010 – 31 Juli 2011.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah semua pasien di Instalasi Rawat Inap bagian
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang mulai periode 1
Agustus 2010 – 31 Juli 2011 yang memenuhi kriteria inklusi antara lain:
Pasien yang berusia 14 tahun ke atas
Pasien penderita infark miokard akut yang memiliki data hasil
pemeriksaan kreatin kinase dan CK-MB
Sedangkan kriteria eksklusi antara lain:
Pasien yang menderita penyakit penyerta seperti gagal ginjal dan
hipotiroid.30
26
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah biomarker jantung berupa
kreatin kinase dan CK-MB pada pasien infark miokard akut.
3.4.1. Variabel independen
Variabel bebas pada penelitian ini adalah waktu pengambilan sampel darah,
usia, dan jenis kelamin pasien infark miokard akut.
3.5. Definisi Operasional
a. Biomarker jantung
Biomarker jantung adalah molekul protein yang dilepaskan ke sirkulasi darah
dari sel otot jantung yang rusak akibat sumbatan arteri.26
b. Kreatin kinase
Kreatin kinase adalah biomarker yang sensitif pada kematian sel otot jantung
dan secara khas meningkat dalam 4 hingga 8 jam setelah infark miokard, dan
puncaknya pada 12 sampai 24 jam.6
c. CK-MB
CK-MB adalah isoenzim dengan massa 86,000 Dalton yang banyak terdapat
pada sel otot jantung dan dilepaskan ke sirkulasi darah pada saat terjadinya
infark miokard.30
d. Umur
Umur pasien infark miokard akut mulai dari usia 14 tahun ke atas yang dirawat
di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
e. Jenis kelamin
Jenis kelamin pasien infark miokard akut yang dirawat di bagian Penyakit
Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yakni laki-laki dan
perempuan.
f. Waktu pengambilan sampel darah
Waktu pengambilan sampel diukur dari onset terjadinya infark miokard akut.
27
g. Infark miokard akut
Pasien yang memiliki minimal dua dari gejala berikut23
Nyeri dada yang khas
Peningkatan konsentrasi dari CK-MB serum
Temuan elektrokardiografi yang khas, termasuk perkembangan dari
gelombang Q patologis
h. Gagal ginjal
Suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya penurunan fungsi ginjal secara
permanen dan biasanya progresif, yang cukup untuk mempengaruhi sistem organ
yang lainnya.32
i. Hipotiroid
Gangguan produksi hormon tiroid yang ditandai dengan adanya peningkatan
TSH disertai kadar tiroid bebas yang normal atau menurun.32
3.6. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari data sekunder yang
diperoleh dari departemen rekam medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin yang
berisi data-data pasien yang telah didiagnosis menderita infark miokard akut dan
dirawat inap di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
mulai tanggal 1 Agustus 2010 hingga 31 Juli 2011.
3.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office
Excel 2007 dan SPSS 18. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik disertai penjelasan secara deskriptif maupun analitik.
28
3.7.2. Metode Analisis Data
Analisis data dibagi berdasarkan tujuan khusus penelitian ini, yakni:
a) Mengetahui rata-rata waktu pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
kadar kreatin kinase dan CK-MB, dihitung dari onset terjadinya infark
miokard akut.
i. Pada setiap pasien, dilakukan penghitungan selisih waktu antara onset
dan waktu pengambilan sampel darah.
ii. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel, lalu dihitung rata-
rata waktu pengambilan sampel darahnya.
b) Mengetahui perubahan kadar kreatin kinase dan CK-MB pasien infark
miokard akut pada minimal dua kali pemeriksaan sampel darah.
i. Kadar kreatin kinase dan CK-MB minimal diukur dua kali, kemudian
data tersebut dibandingkan. Untuk mencegah adanya data yang
missing, maka data yang digunakan adalah data pertama dan data
kedua.
ii. Bila sebaran data normal, maka digunakan uji t berpasangan. Bila
sebaran data tidak normal, maka akan dilakukan uji wilcoxon.
iii. Suatu data dikatakan berdistribusi normal bila p > 0,05.
iv. Bila didapatkan hasil uji P <0,05, dapat disimpulkan terdapat
perubahan kadar kreatin kinase dan CK-MB pasien infark miokard
akut pada minimal dua kali pemeriksaan sampel darah.
c) Menganalisis hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase dan CK-MB
pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin.
i. Kadar kreatin kinase dan CK-MB pada pemeriksaan pertama
dibandingkan dengan usia pasien.
ii. Jika data berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji Pearson. Jika
data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Spearman.
29
d) Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan kadar kreatin kinase dan
CK-MB pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Mohammad Hoesin.
i. Kadar kreatin kinase dan CK-MB pada pemeriksaan pertama
dibandingkan dengan jenis kelamin pasien.
ii. Jika data berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji t tidak
berpasangan. Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji
Mann-Withney.
e) Menganalisis hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar kreatin
kinase pada pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah
Sakit Dr. Mohammad Hoesin.
i. Selisih waktu pengambilan sampel darah yang pertama dibandingkan
dengan kadar kreatin kinase pasien tersebut.
ii. Jika data berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji Pearson. Jika
data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Spearman.
f) Menganalisis hubungan antara waktu pengambilan darah dengan kadar CK-
MB pada pasien infark miokard akut di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Mohammad Hoesin.
i. Selisih waktu pengambilan sampel darah yang pertama dibandingkan
dengan kadar kreatin kinase pasien tersebut.
ii. Jika data berdistribusi normal, maka akan dilakukan uji Pearson. Jika
data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Spearman.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu, yakni antara tanggal 4 hingga
25 Januari 2012 dan dalam rentang waktu tersebut ditemukan sebanyak 88 data
pasien yang tercatat dalam Bagian Rekam Medik RSMH Palembang pada periode
1 Agustus 2010 – 31 Juli 2011. Dari ke-88 data pasien tersebut, hanya 68 pasien
yang memenuhi kriteria kelengkapan data. Maka dari itu, 68 data pasien inilah
yang akan dimasukkan dalam penelitian ini.
Dari keseluruhan 68 pasien, hanya 11 pasien (16,2%) yang memiliki lebih
dari satu data hasil pemeriksaan kreatin kinase dan CK-MB, sementara sisanya,
57 pasien (83,8%), memiliki satu data hasil pemeriksaan kreatin kinase dan CK-
MB. Dari 11 pasien yang memiliki lebih dari satu hasil pemeriksaan kreatin
kinase dan CK-MB, 4 orang dilkakukan sebanyak 3 kali pemeriksaan, dan 1 orang
dilakukan 4 kali pemeriksaan kreatin kinase dan CK-MB.
4.1. Karakteristik Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, pasien pria lebih banyak menderita infark miokard akut,
dengan jumlah 57 orang (83,8%). Sementara itu pasien wanita berjumlah 11 orang
(16,2%). Diagram di bawah ini menunjukkan perbandingan jumlah pasien infark
miokard akut berjenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Gambar 7. Diagram distribusi pasien menurut jenis kelamin
Pria; 57
Wanita; 11
31
Tabel 8 menjelaskan kelompok usia terbanyak merupakan kelompok usia
pasien antara 50 – 59 tahun (29,4%). Sementara itu usia rata-rata pasien pada
penelitian ini adalah 56,49 tahun dengan nilai standar deviasi 11,93. Pasien wanita
memiliki usia rata-rata 67,09 tahun, dan pasien pria memiliki usia rata-rata 54,44
tahun.
Tabel 8. Distribusi frekuensi usia pasien
Bila dibagi dalam kategori usia menurut Prijono Tjiptoherijanto34
, maka
dapat disimpulkan bahwa pasien infark miokard pada usia produktif (15-64 tahun)
berjumlah 51 orang (75%) dan pasien usia tua ( 65 tahun) berjumlah 17 orang
(25%). Sementara itu, karena pasien yang berumur 14 tahun ke bawah (kelompok
usia muda) tidak terdapat dalam kasus ini, maka tidak dimasukkan ke dalam
diagram di bawah ini.
Gambar 8. Diagram distribusi pasien infark miokard akut menurut usia
15-64 tahun75%
65tahun25%
Usia N %
30 – 39 3 4,4
40 – 49 18 26,5
50 – 59 20 29,4
60 – 69 18 26,5
70 – 79 7 10,3
80 – 89 1 1,5
90 – 99 1 1,5
Total 68 100,0
32
4.2. Rata-rata waktu pengambilan sampel darah
Tabel 9 menjelaskan waktu pengambilan darah setelah onset nyeri dada.
Empat puluh lima pasien (66,2%) diambil sampel darahnya dalam kurang dari 24
jam setelah nyeri dada dirasakan oleh pasien. Akan tetapi, tidak ditemukannya
pasien yang masuk pada hari kelima dan keenam setelah onset nyeri dada
menyebabkan sampel darah yang diambil pada saat itu pun tidak ada.
Tabel 9. Waktu pengambilan darah setelah onset nyeri dada (hari)
Hari N %
1 45 66,2
2 11 16,2
3 4 5,9
4 2 2,9
7 6 8,8
Total 68 100,0
Rata-rata 1,90 hari
Bila dilakukan penghitungan rata-rata, maka ditemukan angka 1,9 hari, atau
sekitar 40 jam rata-rata waktu pengambilan darah untuk pemeriksaan biomarker
setelah onset nyeri dada. Hal ini dimungkinkan karena pasien yang mengalami
nyeri dada tidak langsung masuk ke rumah sakit, bukan karena rumah sakit
memiliki kesalahan prosedur.
4.3. Perubahan kadar kreatin kinase dan CK-MB
4.3.1. Perubahan kadar kreatin kinase
Pada sebelas pasien ditemukan 4 kasus penurunan kadar kreatin kinase dan
7 kasus peningkatan kadar kreatin kinase. Dalam uji Wilcoxon ditemukan nilai
p=0,929. Karena nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan pada kasus ini tidak
terdapat perubahan kadar kreatin kinase yang bermakna antara pemeriksaan
pertama dan kedua. Perbedaan tingkat progresivitas infark maupun kemajuan
33
pengobatan yang diterima oleh pasien kemungkinan besar mempengaruhi hal
tersebut.29,35
Tabel 10 Perubahan kadar kreatin kinase
N Keterangan
CPK2 - CPK1 Negative Ranks 4 CPK2 < CPK1
Positive Ranks 7 CPK2 > CPK1
Ties 0 CPK2 = CPK1
Total 11
Uji Wilcoxon Z -0,089a
p 0,929
4.3.2. Perubahan kadar CK-MB
Setelah dilakukan pengujian pada 11 pasien, terlihat 5 kasus penurunan
kadar CK-MB 6 kasus peningkatan kadar CK-MB, dan tidak ditemukan kadar
CK-MB yang tetap. Dalam uji Wilcoxon ditemukan nilai p=0,790, karena nilai
p>0,05, maka dapat disimpulkan pada kasus ini tidak terdapat perubahan kadar
CK-MB yang bermakna antara pemeriksaan pertama dan kedua. Kemungkinan
besar hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan progresivitas infark maupun
kemajuan pengobatan yang diterima oleh pasien.35
Tabel 11 Perubahan kadar CK-MB
N Keterangan
CKMB2 –
CKMB1
Negative Ranks 5a CKMB2 < CKMB1
CKMB2 > CKMB1
CKMB2 = CKMB1
Positive Ranks 6b
Ties 0c
Total 11
Uji Wilcoxon Z -0,267a
p 0,790
34
4.4. Hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase dan CK-MB
4.4.1. Hubungan antara usia dengan kadar kreatin kinase
Dari ke-68 pasien, pasien yang berusia produktif (15-64 tahun) memiliki
kadar kreatin kinase antara 46 hingga 3508 U/L. Sementara pasien usia tua ( 65
tahun) memiliki kadar kreatin kinase antara 25 hingga 2308 U/L.
Pada kasus ini dilakukan uji Spearman, dan hasilnya seperti yang terlihat
pada tabel 12. Pada tabel 12 terlihat jelas nilai p=0,353, yang masih lebih besar
dari 0,05, karena itu dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara usia dengan kadar kreatin kinase. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa kadar kreatin kinase tidak berubah seiring
dengan pertambahan usia.36
Tabel 12 Usia dengan kreatin kinase
Uji Spearman
r -0,114
p 0,353
N 68
4.4.2. Hubungan antara usia dengan kadar CK-MB
Dari keseluruhan 68 pasien dimasukkan dalam pengujian ini, pasien yang
berusia produktif (15-64 tahun) memiliki kadar CK-MB antara 11 hingga 483
U/L. Sementara pasien usia tua ( 65 tahun) memiliki kadar CK-MB antara 7
hingga 205 U/L.
Pada tabel 13 terlihat nilai p=0,868 yang dihasilkan dari uji Spearman.
Nilai ini lebih besar dari 0,05, karena itu dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kadar CK-MB.
Tabel 13 Usia dengan CK-MB
Uji Spearman
r -0,021
p 0,868
N 68
35
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Hong RA et al,
yang menyebutkan adanya peningkatan kadar CK-MB seiring bertambahnya usia
pada pasien infark miokard akut.37
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kornowski et al. yang menyebutkan adanya
hubungan antara peningkatan usia dengan peningkatan kadar CK-MB.38
4.5. Hubungan jenis kelamin dengan kadar kreatin kinase dan CK-MB
4.5.1. Hubungan jenis kelamin dengan kadar kreatin kinase
Dari data 68 pasien yang dimasukkan dalam uji Mann-Withney, terlihat
hasil pengujian seperti yang terlihat pada tabel 14. Pada tabel 14 terlihat nilai
p=0,024, nilai ini lebih kecil dari 0,05, karena itu dapat disimpulkan bahwa pada
kasus ini terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kadar
kreatin kinase.
Tabel 14 Jenis kelamin dengan kreatin kinase
N
Mann-Withney Pria 57
Wanita 11
Total 68
Z -2,265
p 0,024
Hal ini sesuai dengan nilai rujukan laboratorium Rumah Sakit Muhammad
Hoesin Palembang, di mana disebutkan bahwa kadar normal kreatin kinase pria
dan wanita memang berbeda. Pada nilai rujukan data, yang tertulis dalam setiap
lembar data hasil pemeriksaan laboratorium, tertulis angka normal 24-190 U/L
untuk pasien pria, dan 24-170 U/L untuk pasien wanita. Sementara itu nilai
rentangan kadar kreatin kinase pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 15 Kadar kreatin kinase pada penelitian
Jenis kelamin Kadar kreatin kinase N normal N tidak normal
Pria 48 – 3508 U/L 23 34
Wanita 25 – 2242 U/L 8 3
36
4.5.2. Hubungan jenis kelamin dengan kadar CK-MB
Keseluruhan data 68 pasien yang dimasukkan dalam uji Mann-Withney
terlihat pada tabel 16. Pada tabel 15 terlihat nilai p=0,130, nilai ini lebih besar
dari 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kadar CK-MB.
Tabel 16 Jenis kelamin dengan CK-MB
JK N
Mann-Withney Pria 57
Wanita 11
Total 68
Z -1,516
p 0,130
Hal ini tidak mengherankan, karena bila dilihat dari nilai rujukan
laboratorium Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang, nilai rujukan pria dan
wanita untuk hasil pemeriksaan CK-MB tidak dibedakan sama sekali. Nilai
rujukan pria dan wanita untuk kadar CK-MB normal tersebut adalah kurang dari
25 U/L.
Tabel 17 Kadar CK-MB pada penelitian
Jenis kelamin Kadar CK-MB N normal N tidak normal
Pria 11 – 483 U/L 15 42
Wanita 7 – 205 U/L 5 6
Akan tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Kornowski et
al. yang menyebutkan adanya hubungan jenis kelamin laki-laki dengan
peningkatan kadar CK-MB.38
4.6. Hubungan waktu pengambilan darah dengan kadar kreatin kinase
Pengujian yang dilakukan pada 68 data pasien yang dimasukkan dalam
tabel 16, dilakukan menggunakan uji Spearman. Pada tabel 16 terlihat nilai
p=0,362, nilai ini lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
37
pada pengujian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keseluruhan
waktu pengambilan darah dengan kadar kreatin kinase.
Tabel 18 Waktu dengan kreatin kinase
Uji Spearman
r -0,112
p 0,362
N 68
Walaupun penelitian ini ditemukan hasil yang demikian, gambar 9
menunjukkan adanya tendensi peningkatan kadar kreatin kinase pada 24 jam
pertama. Gambar 9 menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pola pada
penelitian ini dengan pola pada penelitian lainnya, hal ini dikarenakan pada
penelitian ini tidak semua pasien memiliki data yang lengkap sehingga hanya nilai
menggunakan nilai median, sementara pada penelitian lain digunakan hasil
pemeriksaan yang mencapai 4 kali pengambilan sampel.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara waktu pengambilan darah
dan kreatin kinase dalam penelitian ini kemungkinan dikarenakan dalam 48 jam
pertama kadar kreatin kinase sudah kembali ke nilai normal, akibatnya
peningkatan kadar kreatin kinase pada 25 jam pertama menjadi terabaikan.
Setelah diteliti kembali pada pasien yang masuk pada waktu 24 jam pertama,
ditemukan hasil yang tercantum pada tabel 19.
Gambar 9. Kurva kreatin kinase dari median data 68 pasien
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1 3 5 7 9 12 16 24 48 73 168 216
Kre
atin
kin
ase
(U
/L)
Jam
38
Dari seluruh pasien yang masuk dalam 24 jam pertama, dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji Spearman. Uji Spearman pada penelitian ini
menghasilkan nilai p sebesar 0,031 (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar
0,322, karena itu dapat disimpulkan adanya hubungan bermakna antara waktu
pengambilan darah dengan kadar kreatin kinase pada 24 jam pertama.
Tabel 19 Waktu 24 jam pertama dengan kreatin kinase
Uji Spearman
r 0,322*
p 0,031
N 45
Hal ini akan sesuai dengan gambar 9 yang menunjukkan adanya
peningkatan kadar kreatin kinase dalam 24 jam pertama. Pada penelitian ini
terlihat peningkatan kadar kreatin kinase 7 jam setelah onset nyeri dada, dan
adanya pemuncakan kadar kreatin kinase setelah 10 jam. Dengan temikian, teori
sebelumnya yang menyebutkan bahwa konsentrasi dari total kreatin kinase mulai
meningkat 3 hingga 8 jam setelah onset terjadinya tanda dan gejala, dan
memuncak dalam 10 hingga 30 jam, terbukti dalam penelitian ini.14
4.7. Hubungan waktu pengambilan darah dengan kadar CK-MB
Pengujian berikut menggunakan 68 data pasien yang dimasukkan dalam
tabel 18 dan dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Spearman. Pada tabel
18 terlihat nilai p=0,921, nilai ini lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa pada pengujian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara keseluruhan waktu pengambilan darah dengan kadar CK-MB.
Tabel 20 Waktu dengan CK-MB
Uji Spearman
r -0,012
p 0,921
N 68
39
Seperti halnya pada perhitungan sebelumnya, perhitungan kali ini pun
mendapatkan hubungan yang tidak bermakna antara waktu pengambilan darah
dan kadar CK-MB. Akan tetapi pada kurva yang terdapat pada gambar 10 terlihat
adanya tendensi peningkatan kadar CK-MB dalam 12 jam pertama, dan kembali
ke nilai normal setelah 24 jam. Kurva pada penelitian ini memiliki perbedaan
yang signifikan karena penelitian ini tidak memiliki data yang lengkap sehingga
hanya menggunakan median data saja, sementara pada penelitian lain data yang
digunakan menggunakan data yang lengkap, yakni data hasil pemeriksaan lab
yang mencapai 4 kali pemeriksaan.
Gambar 10. Kurva CK-MB dari median data 68 pasien
Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
waktu pengambilan darah CK-MB dikarenakan kadar CK-MB yang telah
mencapai kadar normal setelah 24 jam. Tidak adanya hubungan ini dapat
menyebabkan tendensi peningkatan kadar CK-MB pada 24 jam pertama menjadi
terabaikan. Setelah diteliti kembali pada pasien yang masuk dalam 24 jam
pertama, ditemukan hasil yang berbeda dari perhitungan sebelumnya.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
1 3 5 7 9 12 16 24 48 73 168 216
CK
-MB
(U
/L)
Jam
40
Tabel 21 Waktu 24 jam pertama dengan CK-MB
Uji Spearman
r 0,397
p 0,007
N 45
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
waktu pengambilan darah dengan kadar CK-MB pada 24 jam pertama, dengan
nilai p=0,007, dan koefisien korelasi 0,397 atau korelasi sedang. Hal ini serupa
bila dibandingkan dengan kurva CK-MB yang terdapat dalam gambar 4 dan
gambar 10. Pada kurva tersebut terlihat adanya kecenderungan peningkatan kadar
CK-MB pada 24 jam pertama, dan mulai kembali ke nilai normal setelah 24 jam.
Dengan demikian hal ini akan sesuai dengan teori yang telah dijelaskan
sebelumnya pada bab II, bahwa CK-MB mengalami peningkatan pada jam ke 4
hingga 9 setelah nyeri dada, puncaknya pada 24 jam, dan kembali ke nilai normal
dalam 48 hingga 72 jam.28
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan data rekam medik dari 68 pasien yang masuk
antara periode 1 Agustus 2010 – 31 Juli 2011. Dari keseluruhan data pasien
tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pasien infark miokard akut lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 5:1. Penderita infark miokard akut paling
banyak berada antara usia 50 – 59 tahun, yakni sebanyak 20 orang (29,4 %).
2. Rata-rata waktu pengambilan darah untuk pemeriksaan biomarker, yang
dihitung setelah onset nyeri dada, mencapai 40 jam.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara:
a. jenis kelamin dengan kadar kreatin kinase.
b. waktu pengambilan darah 24 jam pertama dengan kadar kreatin
kinase.
c. waktu pengambilan darah 24 jam pertama dengan kadar CK-MB.
4. Tidak terdapat perbedaan kadar kreatin kinase dan CK-MB yang bermakna
antara pemeriksaan pertama dan kedua.
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara:
a. usia dengan kadar kreatin kinase.
b. usia dengan kadar CK-MB.
c. jenis kelamin dengan kadar CK-MB
d. waktu pengambilan darah keseluruhan dengan kadar kreatin
kinase.
e. waktu pengambilan darah keseluruhan dengan kadar CK-MB.
42
5.2. Saran
1. Penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat meneliti populasi yang lebih
luas dan hendaknya dilakukan dengan desain penelitian yang lebih baik,
yakni desain kohort.
2. Biomarker kreatin kinase dan CK-MB yang akan diuji pada penelitian
berikutnya sebaiknya diperiksa sebanyak 4 kali.
3. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan kadar kreatin kinase dan CK-MB
hendaknya dilakukan maksimal 24 jam setelah onset nyeri dada.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew J. Boyle, MBBS, PhD & Allan S. Jaffe, MD. 2009. Acute
Myocardial Infarction. In: Current Diagnosis & Treatment
Cardiology. Third Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc. p. 51
2. Emelia J. Benjamin. 2008. The Burden of Increasing Worldwide
Cardiovascular Disease. In: Hurst's The Heart. 12th Edition. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
3. Jon William Tangka. 2009. Hubungan antara kepribadian tipe-D dan faktor
fisiologis dengan VE pada pasien IM. Diakses dari
http://eprints.lib.ui.ac.id/, pada tanggal 16 September 2011
4. Gabriel A. Adelmann. 2011. Coronary Artery Disease. In: Cardiology
Essentials in Clinical Practice. London: Springer-Verlag London
Limited. p. 57; 60
5. James A. de Lemos. 2008. Unstable Angina and Non–ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction. In: Hurst's The Heart. 12th Edition. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Eli V. Gelfand and Alisa B. Rosen. 2009. Diagnosis of acute coronary
syndrome. In: Management of acute coronary syndrome. UK: John
Wiley & Sons Ltd. p. 28
7. Gurusher Panjrath, Elaine B. Josephson, and Eyal Herzog. 2008. Evaluation
in the ED and Cardiac Biomarkers. In: Acute Coronary Syndrome
Multidisciplinary and Pathway-Based Approach. New York:
Springer-Verlag London Limited. p. 43
8. Santoso M., Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. In: Cermin Dunia
Kedokteran 147. Diakses dari http: //www.kalbefarma.com/, pada
tanggal 28 Juli 2011
9. ESC/ACCF/AHA/WHF Task Force. 2007. Universal Definition of
Myocardial Infarction. Diakses dari http://www.nvvc.nl/, pada
tanggal 17 Agustus 2011
10. Andrew J. Boyle, Allan S. Jaffe. 2009. Acute Myocardial Infarction. In:
CURRENT Diagnosis & Treatment Cardiology Third Edition. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 52
11. Allen P. Burke. 2008. Pathology of Myocardial Ischemia, Infarction,
Reperfusion, and Sudden Death. In: Hurst's The Heart. 12th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
12. Jacqueline Saw, David J. Moliterno. 2005. Differences Between Unstable
Angina and Acute Myocardial Infarction: Pathophysiological and
Clinical Spectrum. In: Acute Coronary Syndromes Third Edition.
USA: Marcel Dekker, Inc. p. 132
13. A Maziar Zafari. Myocardial Infarction: Etiology. 2011. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/, pada tanggal 7 Juli 2011
14. Eric J. Topol, Frans J. Van De Werf. 2007. Acute Myocardial Infarction:
Early Diagnosis and Management. In: Textbook of Cardiovascular
Medicine, 3rd Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
44
15. Huon H. Gray, Keith D. Hawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. 2002.
Penyakit Jantung Koroner. In: Lecture Notes: Kardiologi Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga. p. 138
16. Tunstall-Pedoe H, Kuulasmaa K, Amouyel P, Arveiler D, Rajakangas AM,
Pajak A. Myocardial infarction and coronary deaths in the World
Health Organization MONICA Project. Registration procedures,
event rates, and case-fatality rates in 38 populations from 21
countries in four continents. Circulation 1994; 90: 583–612.
17. R. H. Swanton, S. Banerjee. 2008. Coronary Artery Disease. In: Swanton’s
Cardiology: A concise guide to clinical practice Sixth Edition.
London: Blackwell Publishing. p. 192-193
18. Huon H. Gray, Keith D. Hawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. 2002.
Penyakit Jantung Koroner. In: Lecture Notes: Kardiologi Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga. p. 141-142
19. Ronny M. Otero. 2009. Diakses dari http://www.mcep.org/, pada tanggal 10
September 2011
20. UCSF. 2004. Complications of Myocardial Infarction. Diakses dari
http://medicine.ucsf.edu/, pada tanggal 10 September 2011
21. Judith S. Hochman. 2007. Acute Myocardial Infarction: Complications. In:
Textbook of Cardiovascular Medicine, 3rd Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.
22. A Maziar Zafari. Myocardial Infarction: Prognosis. 2011. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/, pada tanggal 7 Juli 2011
23. James A. de Lemos. 2008. Unstable Angina and Non–ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction: Introduction. In: Hurst's The Heart, 12th
Edition. New York: The McGraw-Hill Companies
24. Tiffany Boyd, Sarah Harne-Britner. Cardiac Biomarkers. Diakses dari
http://portal.pinnacle-health.org/ pada tanggal 7 September 2011
25. Adrian Banning. 2008. What causes biomarker elevation? Insight from IVUS
and MRI. Diakses dari http://spo.escardio.org/, pada tanggal 7
September 2011
26 Padmaja V, Deepu P. 2009. Cardiac Biomarkers. Diakses dari
http://www.hygeiajournal.com/, pada tanggal 17 Agustus 2011
27. Shu-Jung Tsai, Tsang-En Wang, Shee-Chan Lin, et al. 2003. Extremely High
CK-MB Levels Exceeding Total CK Levels in A Patient with
Chest Pain: A Case Report. Diakses dari http://www.tsim.org.tw/,
pada tanggal 8 Agustus 2011
28. Satish Mittal. Acute Coronary Syndrome. In: Coronary Heart Disease in
Clinical Practice. Springer. p. 178
29. Jesse E. Adams, Vickie A. Miracle. 1998. Cardiac Biomarkers: Past, Present,
and Future. Diakses dari http://www.aacn.org/, pada tanggal 17
Agustus 2011
30. James McCord. 2008. Biomarkers for the Evaluation of Patients with
Ischemic Heart Disease. Diakses dari
http://www.blackwellpublishing.com/, pada tanggal 17 Agustus
2011
45
31. Kent Lewandrowski, Ahchean Chen, James Januzzi. 2002. Cardiac Markers
for Myocardial Infarction. Diakses dari
http://ajcp.ascpjournals.org/, pada tanggal 17 Agustus 2011
32. David A. Warrell, Timothy M. Cox, John D. Firth, Edward J. Benz. 2003.
Oxford Textbook of Medicine 4th Edition. UK: Oxford University
Press.
33. Michael Weber, Christian W Hamm. 2007. Biomarkers. In: The Vulnerable
Plaque Second Edition. London: Informa Healthcare.
34. Prijono Tjiptoherijanto. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga
Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan.
Majalah Perencanaan Pembangunan Edisi 23.
35. Ivo E. Kersschot, et al. 1986. Effects of early Reperfusion in Acute
Myocardial Infarction on Arrhythmias Induced by Programmed
Stimulation: A Prospective, Randomized Study. J Am Coll Cardiol.
1986;7:1234-42.
36. Gary Gerstenblith. 2008. Aging and Cardiovascular Disease in the Elderly:
Introduction. In: Hurst's The Heart. 12th Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
37. Hong RA, Licht JD, Wei JY, et al. 1986. Elevated CK-MB with normal total
kreatin kinase in suspected myocardial infarction:associated
clinical findings and early prognosis. Am Heart J. 1986;111:1041-
1047.
38. Kornowski R, Lansky AJ, et al. Comparison of men versus women in cross-
sectional area luminal narrowing, quantity of plaque, presence of
calcium in plaque, and lumen location in coronary arteries by
intravascular ultrasound in patients with stable angina pectoris. Am
J Cardiol. 1997;79:1601–1605.
LAMPIRAN 2
DATA REKAM MEDIK
Nomor Nama Usia JK Masuk SW CKMB SW
2 CKMB2
CPK
1
CPK
2 SW3 CKMB3 SW4 CKMB4
CPK
3
CPK
4
N/A N/A 65 Pria 28-Jan-11 24 79 784
N/A N/A 58 Pria 06-Agust-10 48 332 3469
N/A N/A 67 Pria 07-Agust-10 7 119 913
N/A N/A 44 Pria 11-Feb-11 18 201 3463
N/A N/A 56 Pria 30-Nop-10 10 76 674
N/A N/A 54 Pria 26-Feb-11 6 12 150 10 176 126
N/A N/A 40 Pria 19-Jan-11 24 22 219
N/A N/A 43 Pria 15-Sep-10 12 439 132 17 1620 2234 2 3 2
N/A N/A 69 Wanita 25-Jul-11 24 13 66
N/A N/A 47 Pria 22-Mar-11 6 34 59
N/A N/A 50 Pria 07-Nop-10 2 27 26 44 55 289
N/A N/A 63 Pria 31-Jan-11 72 23 104
N/A N/A 33 Wanita 09-Sep-10 48 24 155
N/A N/A 54 Pria 11-Feb-11 48 52 131
N/A N/A 51 Pria 15-Feb-11 24 209 2124
N/A N/A 75 Wanita 21-Agust-10 24 205 264 33 2242 80
N/A N/A 53 Pria 15-Agust-10 10 42 185
N/A N/A 41 Pria 28-Okt-10 8 35 56 43 211 607
N/A N/A 65 Pria 15-Des-10 24 37 554
N/A N/A 43 Pria 03-Agust-10 72 103 267
N/A N/A 64 Pria 04-Des-10 168 42 238
N/A N/A 65 Pria 01-Agust-10 6 92 558
N/A N/A 62 Pria 27-Jan-11 1 24 411
N/A N/A 50 Pria 18-Mar-11 2 14 26 1827 78 147 5 5 2 2 3 2
N/A N/A 35 Pria 04-Jan-11 4 21 252
N/A N/A 46 Pria 05-Jan-11 9 111 1147
N/A N/A 49 Pria 06-Agust-10 5 55 309
N/A N/A 65 Pria 18-Agust-10 9 52 402
N/A N/A 48 Pria 10-Agust-10 3 26 212
N/A N/A 54 Wanita 01-Apr-11 72 69 46
N/A N/A 57 Pria 04-Apr-11 168 27 146
N/A N/A 48 Pria 21-Feb-11 24 119 921
N/A N/A 56 Pria 08-Apr-11 48 46 132
N/A N/A 49 Pria 07-Sep-10 48 120 2255
N/A N/A 60 Pria 05-Jan-11 24 41 72 113
N/A N/A 70 Wanita 19-Jan-11 6 26 140
N/A N/A 71 Pria 20-Jan-11 29 15 95
N/A N/A 30 Pria 27-Feb-11 4 11 71
N/A N/A 48 Pria 05-Mar-11 24 483 2778
N/A N/A 40 Pria 03-Agust-10 89 34 93 58 970 1164
N/A N/A 62 Pria 16-Feb-11 3 43 229
N/A N/A 45 Pria 30-Des-10 16 20 174
N/A N/A 55 Pria 04-Nop-10 336 50 290
N/A N/A 43 Pria 04-Okt-10 48 16 182
N/A N/A 52 Pria 17-Feb-11 48 81 515
N/A N/A 65 Wanita 04-Sep-10 168 7 25
N/A N/A 52 Pria 26-Sep-10 48 14 97
N/A N/A 60 Pria 26-Feb-11 3 15 188
N/A N/A 46 Pria 24-Jan-11 2 84 50 79 922 446
N/A N/A 70 Pria 22-Des-10 192 11 50
N/A N/A 62 Pria 08-Nop-10 12 80 48
N/A N/A 83 Wanita 23-Mar-11 24 170 1380
N/A N/A 59 Pria 08-Mar-11 24 24 137
N/A N/A 58 Pria 20-Feb-11 4 64 360
N/A N/A 79 Pria 26-Jul-11 72 130 1060
N/A N/A 92 Wanita 07-Jun-11 216 19 264 27 69 84
N/A N/A 60 Pria 12-Jun-11 24 194 1692
N/A N/A 63 Wanita 02-Sep-10 24 32 215
N/A N/A 68 Pria 13-Des-10 5 53 178
N/A N/A 64 Pria 16-Sep-10 48 28 96 43 55 76 3 2 4
N/A N/A 49 Pria 23-Okt-10 48 35 127
N/A N/A 49 Pria 04-Mar-11 12 332 84 27 3006 219
N/A N/A 55 Pria 05-Sep-10 13 359 3508
N/A N/A 74 Pria 08-Agust-10 5 168 2308
N/A N/A 77 Wanita 10-Des-10 73 19 89
N/A N/A 57 Wanita 24-Nop-10 3 29 71
N/A N/A 53 Pria 25-Nop-10 3 21 276
N/A N/A 51 Pria 07-Jul-11 6 44 107
Keterangan:
JK : Jenis Kelamin
SW : Selisih waktu (jam)
SW2, SW3, SW4 : Selisih waktu 2 dengan waktu sebelumnya, dst. (jam)
N/A : Not available (dirahasiakan)
Top Related