Download - Pneumonia Case

Transcript

Case Report SessionPneumonia

Oleh :

Yeap Chen Pan0810314161Preseptor :

Dr. Gustina Lubis, Sp.A(K)BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL PADANG

2015BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Pneumonia (infeksi pada parenkim paru) pada anak-anak umumnya ditemui dalam praktek sehari-hari, dan anak-anak yang sehat biasanya melakukannya dengan baik dengan pengobatan rawat jalan. Hal ini penting, namun, untuk mengenali anak-anak yang berisiko atau yang sudah mengalami pneumonia berat atau rumit dan untuk memonitor dan memperlakukan mereka. Pneumonia biasanya dapat didiagnosis secara klinis, meskipun radiografi mungkin berguna untuk menguatkan temuan klinis atau mengidentifikasi komplikasi. Pilihan antibiotik adalah penting, dan dokter yang merawat harus mempertimbangkan organisme lazim, usia anak, dan adanya faktor risiko untuk organisme atipikal atau resisten. Kadang-kadang, dalam kasus yang lebih berat atau rumit, rawat inap mungkin diperlukan untuk menyediakan intravena (IV) antibiotik, cairan, oksigen, dan langkah-langkah pendukung lainnya dan untuk memfasilitasi prosedur invasif diperlukan untuk mendiagnosa dan mengobati komplikasi. Untungnya , imunisasi yang tepat dan kebersihan pribadi yang tepat dapat pergi jauh dalam mencegah pneumonia.1 Pneumonia merupakan salah satu indikator keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti tertuang dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014. Dan ditargetkan presentase penemuan tatalaksana penderita pneumonia balita pada tahun 2014 adalah sebesar 100%.

Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) ke- 4 (mengurangi Angka Kematian Anak) hanya dapat dicapai melalui upaya-upaya intensif yang fokus pada penyebab utama kematian anak, yaitu: pneumonia, diare, malaria, kekurangan gizi, dan masalah neonatal. Diperkirakan dari 8,8 juta kematian anak di dunia pada tahun 2008, 1,6 juta adalah akibat Pneumonia dan 1,3 juta karena diare. Kematian karena penyakit ini sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan kurangnya akses perawatan kesehatan. Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak terjadi di 68 negara berkembang.2BAB IIPNEUMONIA

2.1 DEFINISI

Menurut WHO (2009), Pneumonia adalah proses infeksi akut yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan. Berbagai mikroorganisme dapat menyebebkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri.3Menurut Widagdo (2012), pneumonia adalah suatu proses inflamasi pada alveoli paru-paru disebabkan oleh mikroorganisme dan non-mikroorganisme yaitu aspirasi makanan, isi lambung, hidrokarbon, bahan lipoid, reaksi hipersansititas, imbas obat dan radiasi.42.2 ETIOLOGISebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebaban oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid sistances)/ benda asing yang teraspirasi.

Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering adalah respiratory synctial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenze, Staphyloccocus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik lamidia dan mikroplasma. 5Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumonia merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bacterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. 5Table 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umurUsia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

2.3 KLASIFIKASI1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis 8a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)

Jenis yang paling umum dari pneumonia , disebabkan oleh bakteri, virus, dan organisme lain yang didapat dari luar rumah sakit atau layanan kesehatan lainnya.

b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/Nosocomial pneumonia).Pneumonia Nasokomial ( HAP ) terjadi setidaknya 48 jam setelah seseorang telah dirawat di rumah sakit . Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri dan organisme lain yang biasanya berbeda dari Pneumonia Komuniti. HAP biasanya lebih serius daripada CAP karena bakteri dan organisme bisa lebih sulit untuk mengobati , dan karena orang-orang yang mendapatkan HAP sudah sakit

c. Pneumonia Aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi ketika cairan atau iritasi lainnya yang terhirup ke paru-paru. Jenis yang paling umum dari pneumonia aspirasi disebabkan oleh menghirup isi perut setelah muntah . Orang-orang dengan masalah medis (misalnya stroke, ALS) yang mempengaruhi menelan berada pada peningkatan risiko dari jenis pneumonia.

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.Pneumonia oportunistik terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah (misalnya orang dengan AIDS, kanker , transplantasi organ). Organisme yang biasanya tidak berbahaya bagi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat menyebabkan suatu infeksi.

2. Berdasarkan agen penyebaba. Pneumonia Bakterial / tipikal adalah pneumnia yang dapat terjadi pada semua usia. Beberapa kuman mempunyai tendensi menyerang seorang yang peka misalnya klebisela pada penderita alkoholik dan staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur adalah sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah (immunocompromised)3. Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi infeksia. Pneumonia lobaris adalah pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen dan kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus, misalnya pada aspirasi benda asring atau adanya proses keganasan. Jenis pneumonia ini jarang terjadi pada bayi dan orang tua dan sering pada pneumonia bakterial.b. Bronkopneumonia adalah pneumonia yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat pada lapang paru. Pneumonia jenis ini sering terjadi pada bayi dan orang tua, disebabkan oleh bakteri maupun virus dan jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.c. Pneumonia interstisial2.4 PATOFISIOLOGI Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebab dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan kearah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal immunoglobulin A maupun respon inflamasi sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan sehinga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen, respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mucus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang interstitial yang terdiri sel-sel mononuclear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bacterial oleh karena rusaknya barier mukosa. Pada infeksi bakteri, saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epiteleal yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi imunoglobin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag (sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini ini akan mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edematous yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn (the pores of Kohn). Area edematous ini akan membesar secara sentrifungal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara hispatologi dinamakan red hepatization (hepatisasi merah). Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi enzimatik akan meningkat respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatnya kaburnya struktur seluler paru. Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dengan leukosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan membersihkan debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan instertitial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pemebentukan jaringan parut pada paru minimal. Hambatan difusi alveolar dapat meningkat, shunt intrapulmonary mungkin memburuk, dan ventilasi / perfusi ( V / Q ) mismatch lebih lanjut dapat mengganggu pertukaran gas meskipun upaya homeostatis endogen berupa penyempitan pembuluh darah atau dilatasi telah dilakukan.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:3,6,9

Gambaran infeksi umum :

Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. 4,10 Gambaran gangguan respiratorius:

Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih, sianosis. 4,102.6 PEMERIKSAAN FISISTanda yang mungkin ada dalah suhu 39 C, dispne: inspiratory effort ditandai dengan takipne, retraksi dinding dada (chest indrawing), grunting, napas cuping hidung, dan sianosis. Gerakan dinding toraks berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, fremitus menurun, suara napas menurun. Pada pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar melemahnya suara napas utama dan suara napas tambahan berupa ronki basah halus nyaring di lapangan paru yang terkena. 4, 10 2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi virus leukosit normal atau meningkat / tidak melebihi 20.000/mm dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun: 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun: 5500 - 15500

Anak umur 8-13 tahun: 4500 13500Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.9,11b. Pemeriksaan Radiologis

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :1,5

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

c. Berat ringan suatu kegawatan pernapasan dapat dinilai menggunakan skor Downes, seperti pada table di bawah ini.

PemeriksaanSkor 0Skor 1Skor 2

Frequensi napas< 60/menit60-80/menit> 80/menit

RetraksiTidak ada retraksiRetraksi ringanRetraksi berat

SianosisTidak ada sianosisSianosis hilang dengan O2Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entryUdara masukPenurunan ringan udara masukTidak ada udara masuk

MerintihTidak merintihDapat didengar dengan stetoskopDapat didengar tanpa alat bantu

Total skor : 1-3 sesak napas ringan

4-5 sesak napas sedang

> 6 sesak napas berat2.8DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut3,91. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dadaKriteria takipneu menurut WHO :

Anak umur < 2bulan : 60 x/menit

Anak umur 2-11 bulan: 50 x/menit

Anak umur 1-5 tahun: 40 x/menit

Anak umur 5 tahun: 30 x/menit

2. Panas badan

3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax

Menunjukkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis :

Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun: 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun: 5500 - 15500

Anak umur 8-13 tahun: 4500 13500Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :3Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pneumonia

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatisBayi dan anak usia 2 bulan 5 tahun

Pneumonia sangat berat

Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia berat

Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia ringan

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

Bukan pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.

Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.9\2.9 TATALAKSANAa. Penatalaksanaan umum

i. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit ( sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr

ii. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

b. Penatalaksanaan khususi. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

ii. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.

iii. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.1

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intra vena.1,6

Nutrisi

Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik. Kriteria rawat inap:12Bayi

1. Usia yang sangat muda ( < 3 bulan )2. Saturasi oksigen 92%, sianosis

3. Frekuensi nafas > 60 x/ menit

4. Distres pernafasan, apneu intermiten

5. Tidak mau minum atau menetek

6. Faktor-faktor seperti dehidrasi atau muntah berat yang membutuhkan cairan IV7. Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Anak1. Saturasi oksigen 92%, sianosis

2. Frekuensi nafas > 50 x/ menit

3. Distres pernafasan

4. Terdapat tanda dehidrasi

5. Keluarga tidak bisa merawat dirumah# Kriteria pulang:

Gejala dan tanda pneumonia menghilang

Asupan peroral adekuat

Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah

Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.2.10 KOMPLIKASIKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. 3,42.11 PROGNOSISSembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.6Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.BAB II

LAPORAN KASUSIdentitas Pasien

Nama Lengkap: By. Merta Wahyuni

Umur

: 3 hari

Jenis Kelamin

: Perempuan

Ayah

: Tn.N

Ibu

: Ny.M

Alamat

: Padang

No.MR

: 898495

Tanggal Masuk : 12 Februari 2015

Ayah

Nama

: Nauri

Umur

: 33 tahun

Pendidikan

: SMKPekerjaan

: Swasta

Penghasilan

: Rp 2.000.000Perkawinan

: ke-1

Penyakit yang pernah diderita : tidak ada

Ibu Nama

: Merta Wahyuni

Umur

: 31 tahun

Pendidikan

: S1Pekerjaan

: GuruPenghasilan

: Rp 500.000Perkawinan

: ke-1Penyakit yang pernah diderita : tidak adaAlloanamnesis

Diberikan oleh : Ibu kandung

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak lahirRiwayat Penyakit Bayi : NBBLC 3000 gram, PB 49cm, lahir SC a.i ibu PEB, cukup bulan, A/S 7/8

Sesak nafas sejak lahir, kebiruan tidak ada, merintih ada.

Demam tidak ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada Injeksi vitamin K sudah diberikan

Bayi belum diberi minum ASI sejak dilahiran Buang air kecil sudah keluar, mekonium belum keluar

Ibu PEB, ketuban jernihRiwayat Penyakit Ibu :

Riwayat ibu demam selama hamil ada, hilang timbul. Ibu demam + 1 hari menjelang persalinan

Riwayat ibu nyeri buang air kecil ada, + 1 minggu menjelang persalinan

Riwayat ibu keputihan ada, gatal, tidak berbau, + 1 minggu menjelang persalinan.Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang

G1 P0 A0 H0

Presentasi Bayi

: Kepala

Penyakit Selama Hamil

: HipertensiKomplikasi Kehamilan

: PEBLama Hamil

: HPHT

: 25 Mei 2014 TM

: 38-39 mingguPemeriksaan Terakhir Waktu Hamil:

Tekanan darah : 160/90 mmHg Leukosit : 11200 mm3 Suhu

: 37.0 C

Gula darah : 83 gr/dl

Hb

: 13 gr/dlKebiasaan Ibu Waktu Hamil

Makanan kualitas cukup, kuantitas 4-5x/hari

Obat-obatan: Paracetamol

Merokok: Tidak adaRiwayat Persalinan

Berat Badan Ibu

: 99 kgPersalinan di

: RS Dr M.DjamilJenis Persalinan

: SaesarKetuban

: Jernih Lama ketuban pecah

: < 2 jam

Kondisi

: jernihDipimpn Oleh

: Dokter Sp.OG

Keadaan Bayi Saat Lahir

Lahir Tanggal

: 12 Februari 2015Jenis Kelamin

: PerempuanJam

: 21.00 WIB

Kondisi saat lahir

: Hidup

APAGAR score

: 7/8

Medikasi pada bayi

: pemberian Vit K 1 mgPemeriksaan Fisik (Pemeriksaan tanggal 16 Februari 2015)Kesan umum :

Keadaan : cukup aktif

Berat badan : 3000 gramFrekuensi jantung : 140x/menit Frekuensi nafas : 55x/menit

Panjang badan : 49 cm

Sianosis : tidak ada

Ikterus : adaSuhu : 37,1 C

Kepala

Ubun-ubun besar : terbuka, 1.0 cm x 1.0 cm

Ubun-ubun kecil : 0,5 cm x 0,5 cm

Jejas persalinan : cephal hematom tidak adaMata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tidak ditemukan kelainanHidung : nafas cuping hidung tidak ada. Mulut : sianosis tidak adaLeher : tidak ditemukan kelainan

Toraks

Bentuk : normochest, retraksi epigastrium tidak ada.

Jantung : irama teratur, bising tidak ada, frequensi jantung 140x/menit

Paru : bronkovesikuler, rhonki (-), wheezing (-), mengi (-), frequensi nafas

55x/menitAbdomen

Permukaan : datar

Kondisi : supel

Hati : 1/4 x 1/4

Lien : tidak teraba

Tali pusat : 2-3 cmUmbilikus : tidak hiperemis, pus tidak adaGenetalia : kelainan : tidak ada

Labia minor tertutup labia majoraEkstremitas : atas : akral hangat, perfusi baik

Bawah : akral hangat, perfusi baikKulit : teraba hangat, tampak kuning, kramer grade IIAnus : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan

Refleks neonatal : Moro : +

Rooting : +

Isap : +

Pegang : +

perbaikan dari saat masuk semua reflex menurun Ukuran :

Lingkaran kepala : 35 cm

Lingkaran dada : 34 cm

Lingkaran perut : 30 cm

Panjang lengan : 15 cm

Panjang kaki : 18.5 cm

Simpisis-kaki : 20 cm

Kepala-simpisis : 29 cm

Hasil Laboratorium pada tanggal 13 Februari 2015

Hb

: 15.7g/dl Leukosit: 14.900 mm3 Trombosit: 201000 mm3 Hematokrit: 45%

GDS

: 121 mg/dl

Kalsium: 7.1 mg/dl

Lain-lain: Down score

Frekuensi nafas: 2

Sianosis

: 0

Retraksi

: 1

Air entry

: 0

Merintih

: 1

Total : 4 = sesak nafas sedang

Diagnosis Kerja

Pneumonia neonatal Transient tachypnea of newbornFollow up12/2/2015

NBBLC 3000 gram, PBL 49 cm

Lahir sectio sesarea a.i ibu PEB

A/S 7/8

Ibu PEB + demam + keputihan + nyeri buang air kecil

Ketuban jernih

TM : 38-39 minggu (SMK) Jejas persalinan : tidak ada

Kelainan kongenital : tidak ada

Renyakit sekarang : Respiratory distress e.c suspect pneumonia neonatal

DD/ suspect Transient Tachypnea of Newborn

P/ - NCPAP PEEP 7 FiO2 25%

IVFD D 10% + Ca Glukonas 60cc/kgbb/hari = 7.5cc/jam

Sementara puasa

Ampicillin sulbactam 2x 150mg iv

Gentamisin 1x 14mg iv

Koreksi kalsium

1.5mEq Ca Glukonas dalam 7.5cc NaCl 0.9% dalam jam = 9cc/ jam = 18cc /jam

6 mEq Ca Glukonas dalam 30 cc NaCl 0.9% dalam 6 jam = 36cc/6 jam = 6cc/ jam

R/ - Rontgen Thorax AP

Kultur darah13-2-2015S/ - demam tidak ada, sesak nafas berkurang

Muntah tidak ada, perdarahan tidak ada

Kebiruan tidak ada

BAK dan mekonium sudah keluar

O/ HR: 143x/i , RR= 68x/i , T= 36.8oC , SO2 : 98%

Kulit : teraba hangat

Thorak : retraksi epigastrium minimal

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo : bronkovesikular, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ Suspect pneumonia neonatal DD/ TTN

P/ - NCPAP PEEP 6 FiO2 21%

IVFD D10% + Ca glukonas 8.7cc/jam Ampicillin sulbactam 2x 150mg iv

Gentamisin 1x 14mg iv

R/ Ca post koreksi15-2-2015S/ - Demam tidak ada, sesak nafas tidak ada

Kuning tampak pada wajah membayang hingga dada

O/ HR: 140x/i , RR: 55x/i , T: 37.1oC

Kulit : kuning membayang hingga dada

Thorak : retraksi epigastrium tidak ada

Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ Stabil, Ikterik grade I

P/ - IVFD D 12.5% 8.6cc/jam

Aminosteril infant 6% 1.2cc/ jam

ASI 8x 3cc / OGT

Ampicillin sulbactam 2x 150mg iv

Gentamisin 1x 14mg iv16-2-2015S/ - Demam tidak ada, sesak nafas tidak ada

Kuning tampak pada wajah membayang hingga dada

O/ HR: 141x/i , RR: 53x/i , T: 36.9oC

Kulit : kuning membayang hingga dada

Thorak : retraksi epigastrium tidak ada

Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ Stabil, Ikterik grade I

P/ - IVFD D 12.5% 8.6cc/jam

- ASI 8x 3cc / OGT

Ampicillin sulbactam 2x 150mg iv

Gentamisin 1x 14mg ivBAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan sebuah kasus seorang bayi perempuan berumur 3 hari dirawat di perinal dengan diagnosis kerja respiratory distress ec suspect pneumonia neonotal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan sesak nafas sejak lahir, kebiruan tidak ada, merintih ada, demam tidak ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada, Ibu PEB, ketuban jernih, riwayat ibu demam selama hamil ada, hilang timbul, ibu demam + 1 hari menjelang persalinan, riwayat ibu nyeri buang air kecil ada, + 1 minggu menjelang persalinan, riwayat ibu keputihan ada, gatal, tidak berbau, + 1 minggu menjelang persalinan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi cukup aktif, nadi 140x/menit, nafas 55x/menit, suhu 37,1oC dan ditemukan nafas cuping hidung ada, retraksi epigastrium minimal, ikterik membayang pada kulit.

Penyakit ini diterapi dengan pemberian antibiotik seperti ampicillin sulbactam 2x 150mg iv dan gentamisin 1x 14mg iv. Pemberian nutrisi IVFD D 12.5% dan ASI 8x 3cc/OGT untuk kebutuhan bayi.DAFTAR PUSTAKA

1. DJ William, S Christopher. Pneumonia. Pediatrics in Review. 2008;29 :147-160

2. W Martin, H Fransisca. Action Againts Pneumonia in Childeren Outline of Global Action Plan. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 03 : 01-273. Ikatan Dokter Indonesia. Pneumonia. Dalam: H P Antonius, H Badriur, Handryastuti S, dkk, penyunting. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 2009 : 250-255

4. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto, 2012 : 64-66

5. Retno Asih. S. Landia. Continuing Education Ilm Kesehatan Anak XXXVII. Surabaya: Devisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU dr Soetomo, 2007: 01-246. Todd JK. Pneumonia. Dalam Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, VC Vaughan, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 18th edition. Jakarta : EGC, 2008 : 861-8677. Anonim. Pelayanan Kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta : WHO, 2005.8. J. Heit. 2013. Pneumonia. Available at: http://health.abqjournal.com/ConditionFactsheet.aspx?id=192. Accesed December 12, 20139. Bennett NJ, dkk. 2013. Pediatric Pneumonia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. Accessed Oktober 10, 201310. Anonim. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: RSUP. Nasional Dr. Ciptomangumkusumo. 2007 : 465-46811. Gama H, Nataprawita HM. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 14. Bandung : Universitas Padjajara2