Download - Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Transcript
Page 1: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

DK 1

Pleno Pemicu 1Modul Saraf & Jiwa

Page 2: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ali Mustagi I11108021 Cindy Lidia I11112006Aditya Islam I11112009 Syed Muhammad Z. I11112016Christover Fristnando S. I11112025Ridha Rahmatania I11112027 Khairun Nisa I11112033Raynaldo D. Pinem I11112044Elsa Restiana I11112057 Anatria Amyrra Iqlima I11112068Dea Erica I11112081

Anggota

Page 3: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ny S, 38 tahun, dibawa oleh kakaknya ke praktik klinik keluarga dengan keluhan mendadak tidak bisa melihat. Saat diperiksa pasien sadar dan dalam pemeriksaan status generalis tidak didapatkan adanya kelainan. Pasien sangat kooperatif dan memberikan kontak yang adekuat selama pemeriksaan dan dapat berbicara dengan lancar. Ia nampak tenang saat menceritakan kedua matanya tidak bisa melihat lagi. Ia menceritakan bahwa ia baru saja pergi berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan dan tiba-tiba saja ia kehilangan penglihatannya. Tidak ada riwayat trauma kepala atau cedera di daerah mata serta ia tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Ia mengatakan segala sesuatu baik-baik saja dalam hidupnya baik kesehatan fisik maupun kehidupan rumah tangganya.

Pemicu

Page 4: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Pemeriksaan neurologis pada hari kedua, tidak dijumpai adanya tanda rangsang meningeal, pupil bulat diameter 3 mm, isokor, refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), tidak ada kelumpuhan saraf kranialis, fungsi motorik dengan kekuatan 5 pada ke empat ekstremitas, refleks fisiologis dalam batas normal, tidak dijumpai adanya refleks patologis, sistem sensorik dalam batas normal, serta fungsi otonom dalam batas normal.

Page 5: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Dalam riwayat penyakitnya didapatkan informasi dari kakaknya bahwa tiga bulan terakhir ini suami pasien tidak pulang ke rumah. Pasien selalu mengatakan bahwa suaminya sedang sibuk dikantor dan ia tidak sempat pulang karena banyak tugas yang harus diselesaikan. Menurut kakak pasien, ia sering mendengar berita dari tetangga bahwa suami pasien sedang menjalin hubungan dengan wanita lain. Sehari sebelum pasien kehilangan penglihatannya, pasien dan kakaknya sempat melihat suami pasien sedang makan bersama seorang wanita di sebuah restoran di pusat perbelanjaan. Saat itu, menurut kakak pasien, pasien terlihat tenang dan seakan tidak ada yang salah dengan situasi tersebut. Pasien tetap makan di restoran tersebut di meja lain serta langsung pulang kerumah tanpa terlihat sedih atau kesal. Kakak pasien enggan menanyakan apa yang dirasakan pasien karena berpikir pasien tidak ingin membicarakannya.

Page 6: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Isokor: Kesamaan ukuran kedua pupil mata

Klarifikasi dan Definisi

Page 7: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ny. S 38 ThMendadak tidak bisa melihatPemeriksaan peme neurologis normalTrauma kepala (-)Pasien kooperatifStatus generalis baikPasien compos mentis

Kata Kunci

Page 8: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ny. S 38 th. Mengeluh tidak dapat melihat secara mendadak saat diperiksa

Rumusan Masalah

Page 9: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Analisis Masalah

Page 10: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa
Page 11: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ny. S 38 th mengalami gangguan disorder dengan gejala kebutaan mendadak

Hipotesis

Page 12: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Jelaskan mengenai fisiologi pengelihatan? Apa saja pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

gangguan penglihatan disebabkan oleh organik atau non-organik?

Jelaskan mengenai gangguan somatotrof? Jelaskan mengenani gangguan konversi? Jelaskan mengenai ocular malingering? Bagaimana mekanisme adaptasi fisiologis dan psikologis tubuh

terhadap stress psikososial? Klasifikasi gangguan kejiwaan Jelaskan pemeriksaan saraf kranial? Jelaskan pemeriksaan psikiatri secara umum? Prognosis pada kasus? Mengapa Ny. S menyatakan baik-baik saja saat anamnesis?

Pertanyaan Diskusi

Page 13: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Pembahasan

Page 14: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Manusia dapat melihat benda karena adanya cahaya. Cahaya yang ditangkap mata berturut-turut akan melalui kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreus humor, dan retina. Lensa mata berfungsi memfokuskan cahaya yang terpantul dari benda-benda yang terlihat sehingga menjadi bayangan yang jelas pada retina. Cahaya ini akan merangsang fotoreseptor untuk menyampaikan impuls ke saraf penglihat dan berlanjut sampai lobus oksipitalis pada otak besar.

Fisiologi Penglihatan

Page 15: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Perubahan pupil akan diatur oleh iris. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina.

Page 16: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Page 17: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Prinsip jaras penglihatan yaitu dari kedua retina ke korteks penglihatan. Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di chiasma opticum, serabut nervus optikus dari bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat serabut nervus optikus bergabung dengan serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus optikus.

Serabut-serabut dari setiap traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis pada thalamus, dan dari sini, serabut-serabut genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optikus menuju korteks penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis.

Jaras Penglihatan

Page 18: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

ElectroencephalogramElectroencephalogram ( EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak. Jadi Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat perekaman.

Pemeriksaan Untuk Membedakan Gangguan Penglihatan Organik atau Non-Organik

Page 19: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

ElectroretinogramElectroretinogram adalah tes obyektif fungsi retina secara keseluruhan, respon yang dimunculkan visual yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor selain penyakit organik dari jalur visual pusat.

Page 20: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik (misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis. Berbagai symptom dan keluhan somatik tersebut cukup serius sehingga menyebabkan stress emosional dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk berfungsi dalam kehidupan sosial dan pekerjaan.

Gangguan Somatoform

Page 21: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Etiologi dari gangguan somatoform melibatkan faktor-faktor psikososial berupa konflik psikis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu.

Secara umum, faktor-faktor penyebab gangguan somatoform dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor Biologis2. Faktor Lingkungan Sosial3. Faktor Perilaku

Page 22: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

• Gangguan Somatisasi: Gangguan somatisasi adalah gangguan

dengan karakteristik berbagai keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium.

• Hipokondriasis:Hipokondriasis merupakan kondisi

kecemasan yang kronis dimana pendrita selalu merasa ketakutan yang patologik terhadap kesehatannya sendiri. Penderita merasa yakin sekali bahwa dirinya mengidap penyakit yang parah (serius).

Klasifikasi

Page 23: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Konversi: Dalam kasus-kasus gangguan konversi,

individu menderita satu atau lebih simtom fisik yang berat dan yang sangat melumpuhkan, tetapi dasar organik dari gangguan ini tidak ditemukan.

Gangguan Dismorfik: Definisi gangguan ini adalah preokupasi

dengan kecacatan tubuh yang tidak nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keiuhan yang beriebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil.

Page 24: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Conversion disorder adalah gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukkan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan.

Gangguan Konversi

Page 25: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan  menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang berat, konflik emosional, atau gangguan kejiwaan yang terkait. Beberapa dari pasien gangguan koversi  memiliki gangguan kepribadian atau menampilkan sifat-sifat histeris. 

Page 26: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-anak dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini.

Page 27: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Paralisis, buta, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling lazim ditemukan. Gangguan konversi mungkin paling sering disertai gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionik. Gejala gangguan depresif dan ansietas sering dapat menyertai gangguan konversi, dan pasien ini memiliki resiko bunuh diri.

Page 28: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Satu atau lebih gejala atau defisit yang mempengaruhi fungsi sensorik atau motorik volunter yang mengesankan adanya keadaan neurologis atau keadaan medis umum lain.

Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun defisit karena awal atau perburukan gejala atau defisit didahului konflik atau streor lain.

Gejala atau defisit ditimbulkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (eperti pada gangguan buatan atau malingering)

Kriteria diagnosis DSM-IV-TR Gangguan Konversi

Page 29: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala atau defisiy tidak benar-benar dijelaskan oleh keadaaan medis umum atau oleh efek langsung suatu zat, maupun sebagai perilaku atau pengalaman yang disetujui budaya.

Gejala atau defisit menyebabkan distres yang bermakna secara klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan atau area penting lain, atau memerlukan evaluasi medis

Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan somatisasi dan sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain.

Page 30: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Gejala awal pada sebagian pasien dengan gangguan konversi, mungkin 90 hingga 100 persen, membaik dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Sebanyak 75 persen pasien dilaporkan dapat tidak mengalami episode lain, tetapi 25 persen pasien lainnya memiliki episode tambahan selama periode stres.

Page 31: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Sesuai buku pedoman diagnosis gangguan jiwa DSM-IV TR, Malingering adalah suatu upaya menyengajakan diri untuk berpura-pura dalam kondisi sakit (fisik atau psikis). Motivasinya adalah insentif eksternal, misal menghindari tugas militer, tugas kerja, memperoleh kompensasi finansial, menghindari tuntutan pidana, atau memperoleh,obat-obatan.

Mallengering

Page 32: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Malingering adalah perilkau yang disengaja untuk mendapatkan suatu tujuan, misalnya:

Menghindari pergi ke penjara atau kebebasan dari penjara.

Menghindari pekerjaan atau tanggung jawab keluarga.

keinginan untuk memperoleh narkotikakeinginan untuk diberikan uang dalam tiligasikebutuhan perhatian

Malingering bukanlah merupakan suatu gangguan ingatan atau psikopatologi.

Page 33: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Kecurigaan terhadap adanya malingering dapat ditegakkan apabila ditemui:

Gejala yang samar, tidak jelas, overdramatisasi, dan tidak sesuai klinis yang selama ini dikenal.

Pasien mencari obat yang adiktif, keuntungan finansial, menghindar dari hal yang tidak nyaman ( seperti penjara) atau keadaan lain yang tidak diinginkan.

Riwayat pemeriksaan dan data evaluatif tidak mengungkapkan keluhan.

Pasien tidak koperatif dan menolak menerima lembaran kesehatan yang terlalu bersih atau pernyataan prognosis baik.

Penemuannya menunjuk ke arah penyesuaian dengan cerita yang dibuat sendiri.

Riwayat atau catatan medik menunjukkan riwayat episode cedera yang multiple atau penyakit yang tidak pernah didiagnosis.

catatn dan data pemeriksaan tampak telah diubah dengan penghapus (contohnya ada hapusan nyata zat yang terdaftar dalam urin).

Page 34: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Sikap PasienOrang buta berjalan dengan hati-hati untuk menghindari rintangan. Orang yang berpura-pura akan sengaja menabrak benda untuk menunjukkan bahwa ia buta, menghindari kontak mata, dan memakai kacamata hitam padahal ia tidak fotofobia.

Refleks PupilAdanya refleks langsung dan tidak langsung menunjukka tidak ada kelainanPerlu diperhatikan bahwa refleks pupil tidak akurat pada: kebutaan kortikal dan subkortikal, pada pasien hysteria, midriasis, dan miosis berlebih, spasme otot serta pada penggunaan tetes mata midriatic

Pemeriksaan Malingering Okular

Page 35: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Menace ReflexPergerakan tiba-tiba tangan pemeriksa kearah pasien --> respon mengedipRefleks ini dapat berkurang pada pasien yang sudah terlatih

Schimdt-Rimpler TestPasien diminta melihat tangannya yang diletakkan didepanZmatanya, pasien malingering tidak akan melihat kearah tangannya.

Tes Telunjuk dan Tes Tanda TanganPasien berpura-pura tidak mau menyentuhkan kedua jarinya. Pasien berpura-pura akan membuat tandatangan yang sangat aneh. Mereka yang benar-benar buta dapat membuat tandatangan dengan baik kecuali mereka mengalami agnosia

Page 36: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Malingering ketika muncul perlu dinilai keseluruhan konteks biopsikososial kehidupan individu tersebut. Adanya gangguan mental, riwayat, respon terhadap psikoterapi dan obat-obatan harus diperhatikan. Adanya kondisi medis akut atau kronik, masalah bedah, dan efeknya terhadap fungsi keseluruhan pasien harus dipertimbangkan. Karena individu yang berpura-pura sakit biasanya tidak mengikuti rekomendasi pengobatan, status mereka tetap tidak terpengaruh. Malingering tetap bertahan sampai individu yang berpura-pura sakit mendapatkan apa yang mereka inginkan dan gejalanya akan mereda setelah mendapatkannya.

Page 37: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Ketika stres psikososial memicu respon stres, tubuh melepaskan hormon stres kelompok termasuk kortisol, epinefrin (adrenalin atau) dan dopamin, yang menyebabkan ledakan energi serta perubahan lain dalam tubuh perubahan yang dibawa oleh hormon stres dapat membantu dalam jangka pendek, tetapi dapat merusak dalam jangka panjang.

Mekanisme Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Tubuh terhadap Stress Psikososial

Page 38: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

F0. Gangguan Mental Organik F1. Gangguan mental dan perilaku akibat pengunaan zat F2. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan

waham F3. Gangguan Suasana Perasaan F4. Gangguan Neurotik, gangguan somatoform, dan

gangguan terkait stres F5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan

gangguan fisiologis dan faktor fisik F6. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa F7. Retardasi Mental F8. Gangguan perkembangan psikologis F9. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset

biasanya pada masa kanak dan remaja

Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III

Page 39: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Klasifikasi yang paling populer digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang dikemukakan oleh American Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya pada tahun 1992 telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV), setelah mengalami tiga kali revisi sejak tahun 1979. Dalam DSM IV terdapat lima aksis gangguan.

Evaluasi multi aksial

Page 40: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Aksis I: Gangguan KlinisAksis II: Gangguan KepribadianAksis III: Kondisi Medik UmumAksis IV: Masalah Psikososial dan

LingkunganAksis V: Penilaian Fungsi secara Global

(Global Assesment of Functioning = GAF Scale)

Page 41: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Wawancara PsikiatriRiwayat PsikiatrikPemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan Psikiatri Secara Umum

Page 42: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Hampir semua gejala awal (90-100%) dari pasien dengan gangguan konversi membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Sebanyak 75% pasien tidak pernah mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami episode tambahan saat stresor psikis muncul kembali.

Faktor-faktor yang membuat prognosis lebih baik antara lain onset yang akut, stresor yang teridentifikasi, durasi gejala singkat, level kecerdasan pasien, gejala kelumpuhan, gejala kebutaan. Pasien dengan gejala kejang atau tremor biasanya memiliki prognosis lebih buruk.

Prognosis Pada Kasus

Page 43: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Pada kasus ini Ny. S menyatakan baik-baik saja karena diduga ia menunjukkan gejala ‘la belle indifference’. ‘La belle indifference’ adalah sikap tidak peduli atau tidak menunjukkan perhatian terhadap penyakitnya. Hal ini biasanya terjadi pada seseorang dengan gangguan konversi.

Ny. S menyatakan baik-baik saja saat anamnesis

Page 44: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Kesimpulan dari diskusi kami adalah “Ny. S 38 tahun mengalami kebutaan mendadak akibat gangguan konversi”

Kesimpulan

Page 45: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

TERIMA KASIH

Page 46: Pleno Pemicu 1 Saraf jiwa

Sherwood L, Santoso BI, editor. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC, 2001.h.160-76.

Guyton Arthur C, Hall John E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2007.h.669-670.

Hotopf M. Childhood experience of illness as a risk factor for medically unexplained symptoms. Scandinavian Journal of Psychology 2002; 43: 139-146

Halgin, P.Richard. Whitbourne, Susan Krauss. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika; 2010

WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept. Kesehatan RI; 2003.

Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272.

Sadock, Benjamin J., Virginia Alcott Sadock. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010

Reference