Download - Pleno Pemicu 1 FIX.pptx

Transcript

Pemicu 1

Pleno Pemicu 1KELOMPOK DK 3

Nama KelompokRosa Linda I11109093Agung Priasmoyo I11112003Dina Fitri Wijayanti I11112007Aditya Islami I11112009Guntur Suseno I11112012Siska I11112019Chelsia I11112037Ardi I11112040Hendri SaputraI11112043Angga DominiusI11112063Nisa Khinanty I111120 75

Pemicu Grea tinggal di Sepakat Apartemen ( RUSUNAWA) dan juga sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran semester IV, Grea memiliki BB 69kg TB 158cm merasakan asam pada mulut dan air liurnya pun banyak sehingga Grea sering menelan air liurnya, suatu malam Grea bercerita pada temannya Tina bahwa dadanya terasa sesak dan rasa terbakar hampir satu bulan ini, Grea juga merasa kan nyeri di ulu hati nya, menurut Tina, Grea memiliki pola makan yang tidak teratur dan salah, terkadang Grea memakan banyak goreng-gorengan dan makan banyak coklat, namun terkadang Grea juga tidak makan seharian, yang di ketahui Tina, Grea saat ini sedang ada masalah dengan orang tuanya.

Klarifikasi dan DefinisiNyeri ulu hati : keluhan nyeri disekitar epigastriumAir liur : sekret kelenjar saliva yang mengandung enzim

Kata KunciNyeri ulu hatiDada sesakMulut asamAir liur meningkatPola makan tidak teraturBB: 69 kg, TB: 158 cm, BMI: 27,64Rasa terbakar pada dadaCoklat dan gorenganStress

Rumusan MasalahGrea, mahasiswi FK semester IV merasakan asam pada mulut, dada terasa sesak dan rasa terbakar, nyeri pada ulu hati, serta memiliki pola makan yang salah dan tidak teratur.

Analisis masalah

HipotesisGrea mengalami dispepsia dengan suspect GERD, penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang

Pertanyaan DiskusiAnatomi sistem pencernaan atasFisiologi gastroesofagusBiokimia gaster? Dispepsia GERD Gastritis Ulkus peptikumMekanisme mual dan muntah Bagaimana pola makan dapat menyebabkan gangguan pada gastrointestinal?

Hubungan antara psikis dan penyakit yang diderita Mengapa Grea merasa asam pada mulutnya? Apa yang menyebabkan rasa terbakar pada dada Grea?Apa perbedaan khas antara GERD, gastritis dan ulkus peptikum? Cara menegakkan diagnosis: (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)?Bagaimana tata laksana dan pencegahan pada kasus ini?Bagaimana hubungan status gizi dengan penyakitMengapa memakan gorengan dan coklat merupakan faktor resiko dari GERD?

PEMBAHASAN

1. Anatomi Sistem Pencernaan Atas MulutFungsi dari mulut dan struktur yang berasosiasi dengan mulut adalah sebagai penerima pertama makanan, yang memulai pencernaan melalui proses mastikasi atau mengunyah kemudian menelan. Mulut, yang disebut juga oral cavity/rongga mulut dibentuk oleh pipi, bibir, palatum durum (keras), dan palatum molle (halus), dan lidah. Batas: Anterior: bibir; Lateral: pipi; Superior: palatum; Inferior: lidah; Posterior: isthmus faucium.Corwin J, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.

EsofagusEsofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25cm dan berdiameter 2cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di antara vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012. h. 406-410.

GasterGaster memiliki 3 bagian :Pars Cardiaca: Jalan masuk ke gasterCorpus Gastricum: bagian utama dengan Fundus gastricus di bagian superiorPars pylorica: tempat keluar dari gaster yang berlanjut sebagai Antrum pyloricum dan Canalis pyloricus. Canalis pyloricus dikelilingi oleh M. sphincter pyloricus.

Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Organ-Organ Dalam. Edisi 23. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2012. h. 75-80.

2. Fisiologi GastroesofagusFungsi utama esofagus adalah untuk menyalurkan makanan secara cepat dari faring ke lambung. Dan pada esofagus terjadi 4 proses pencernaan dasar, yaituSekresiPencernaanPenyerapanMotilitasLauralee S. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 548-666.

Fungsi lambung adalah 1) menampung makanan, 2) melumatkan dan mencerna makanan, 3) melanjutkan makanan 4) sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme berbahaya melalui sekresi asam lambung dan juga 5) fungsi endokrinFungsi pencernaan dilakukan dengan mengaduk, melumatkan seolah-olah digiling menjadi adonan homogen yang lunak sampai cair.Fungsinya adalah agar bolus makanan mudah dilanjutkan melalui spinchter pylorus, mudah di cerna oleh usus kecil dan juga supaya zat nutrient serta air mudah di absorpsi.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

3. Biokimia GasterLambung mengeluarkan asam klorida dan enzim yang memulai pencernaan protein. Setiap hari lambung mensekresikan sekitar 2 liter getah lambung. Permukaan luminal lambung berisi lubang-lubang kecil (foveola) dengan kantung dalam yang terbentuk oleh lipatan masuk mukosa lambung.Sel sekretorik eksokrin lambung :sel mukus ( mucous ) : mengeluarkan mukus encer.chief cell: menghasilkan prekusor enzim pepsinogen.sel parietal : mengeluarkan HCL dan faktor intrinsik.Sekresi secara kolektif membentuk getah lambungLauralee S. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 548-666.

4. DispepsiaDefinisi Dispepsia adalah istilah yang digunakan untuk suatu sindrom/kumpulan gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri/rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang dan perut rasa penuh/begahKlasifikasi Klasifikasi berdasarkan ada atau tidak adanya penyebab dispepsia ada 2, yaitu :Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.Dwijayanti H, Neneng R, Susetyowati. Asupan Natrium dan Kalium Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2008; 5 (1): 37.

EtiologiPenyebab dispepsia antara lain :Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter /pylori.Obat-obatan: OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dsb.Penyakit pada hati, pancreas, system bilier: hepatitis, pankreasitis, kolesistitis kronik.Penyakit sistemik: DM, penyakit tifoid, jantung koroner.Bersifat fungsional: dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya gangguan/ kelainan organik/ struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.

Djojoningrat D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Jakarta: Internal Publishing. 2009.

Diagnosis dispepsia Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola dispepsia yang dikenal yaitu :Dispepsia tipe seperti ulkus (gejalanya seperti terbakar, nyeri di epigastrium terutama saat lapar/epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida dan obat antisekresi asam) Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan anoreksia) Dispepsia non spesifik Dwijayanti H, Neneng R, Susetyowati. Asupan Natrium dan Kalium Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2008; 5 (1): 37.

5. GERD Definisi Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi.Vakil N, Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R; Global Consensus Group. The Montreal Definition and Classification of Gastroesophageal Reflux Disease: A Global Evidence Based Consensus. A Medical Journal Gastroenterol. 2006; 101: 1900-1920.

EtiologiPenyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esofagus dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esofagus bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esofagus bagian bawah yang bersifat sementara, terganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esofagus, ataupun hernia hiatusMakmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD, FKUI; 2007. h. 315-19Kahrilas P. Gastroesophageal Reflux Disease.New England Journal of Medicine. 2008;359(16): 17001707.

PatogenesisPatogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus, yaitu:Pemisah antirefluksBersihan asam dari lumen esophagusKetahanan epitelial esophagus

Manifestasi Klinik Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD, FKUI; 2007. h. 315-19Kahrilas P. Gastroesophageal Reflux Disease.New England Journal of Medicine. 2008;359(16): 17001707.Lazenby PJ, Hardwig SM. Chronic Cough, Asthma, and Gastroesophageal Reflux. Current Gastroenterology Report. 2000; 2: 217-23.Jung HK. Epidemiology of Gastroesophageal Reflux Disease in Asia: Asystematic Review. Journal Neurogastroenterol Motil. 2011; 17: 14-27.

6. GastritisDefinisiGastritis dapat didefinisikan sebagai peradangan mukosa lambung.

KlasifikasiGastritis dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:Gastritis kronikGastritis akutGastritis autoimun

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 623-24.

Etiologi Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting. Pada awal infeksi oleh kuman Helicobacter pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons inflamasi akut.

Gejala dan tandaGejala dan tanda dari gastritis, antara lain :Gejala dispepsiaPerdarahan GI bagian atasGejala dan tanda anemia pernisiosa

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.Lasagna, Louis MD. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara; 2009.

Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gastritis antara lain :Pemeriksaan radiologikEndoskopi dan biopsiTes pentagastrin untuk produksi asamPenilaian faktor intrinsik dan tes schilling untuk anemia persiosaKadar antibodi sel parietal gastrin serumLasagna, Louis MD. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara; 2009.

7. Ulkus Peptikum DefinisiUlkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan.

EtiologiUlkus peptikum terjadi ketika asam yang membantu pencernaan makanan merusak dinding lambung atau duodenum. Penyebab paling umum adalah infeksi bakteri yang disebut Helicobacter pylori. Penyebab lainnya adalah penggunaan jangka panjang obat anti-inflamasi obat (NSAID) seperti aspirin dan ibuprofen. Stres dan makanan pedas tidak menyebabkan ulkus, tetapi dapat memperburuk kondisinya.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

PatofisiologiUlkus peptikum terjadi pada mukosa yang menghasilkan alkali, biasanya pada atau di dekat curvatura minor, karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

Manifestasi klinisPada bayi baru lahir, gejala awal dari ulkus peptikum bisa berupa adanya darah di dalam tinja. Jika ulkus menyebabkan terbentuknya lubang (perforasi) pada lambung atau usus halus, bayi bisa tampak kesakitan dan cenderung timbul demam.

Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.NyeriPirosis (nyeri ulu hati)MuntahKonstipasi dan perdarahan

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

PenatalaksananTata laksana yang dapat dilakukan antara lain :MedikamentosaPembedahan

PencegahanIstirahat yang cukup sampai gejala mereda hindari stres, tekanan emosional, dan kerja beratKonsumsi makanan yang ringan dan lunakHindari makanan yang pedas, asam, keras, dan lain-lain yang dapat memperparah radang lambung seperti alkohol, kopi, buah yang mentah dan masam, nangka, durian, salak.Hindari merokok Hindari obat-obatan yang mengandung aspirinUsahakan buang air besar secara teratur

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

8. Mekanisme Mual Dan MuntahIsi Lambung --> Tekanan intraabdominal naik --> Tekanan Sfingter Esofagus Bawah menurun --> Isi lambung keluar ke esofagus --> Bila sfingter esofagus atas tertutup maka gerakan peristaltik mengembalikan isi lambung kembali ke lambung, bila sfingter esofagus terbuka (distensi esofageal), maka isi lambung akan keluar sepanjang jalur laring, hidung dan mulut --> Muntah

Putnam PE. GERD: Pediatric Otolaringology. Philladephia: Saunders; 1996.

9. Pola makan Menyebabkan Gangguan Pada GastrointestinalSistem pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme. Jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan Sindroma Dispepsia.Soehardi S. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung: ITB; 2004.Putheran A. Jam Piket Tubuh Manusia. Djogjakarta: DIVA Press; 2011.Herman B. Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang: Andalas University Press; 2004.

10. Hubungan Antara Psikis Dengan GastrointestinalFaktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan, misalnya emosi, juga dapat mengubah motilitas lambung dengan bekerja melalui sistem saraf otonom untuk mempengaruhi derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun efek emosi pada motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat diperkirakan namun kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung mengurangi motilitas, sementara kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya.Lauralee S. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 548-666.

11. Penyebab Grea Merasa Asam Pada MulutPenyakit refluks gastroesofageal disebabkan oleh pemisah antirefluks yang lemah, atau tonus lower esophageal sphincter (LES) menurun sehingga timbul refluks retrograd pada saat tekanan intralumen meningkat. Hal ini yang menyebabkan makanan yang sudah bercampur dengan asam lambung bisa naik ke esofagus dan menyebabkan rasa asam pada mulut. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

12. Penyebab Rasa Terbakar Pada Dada GreaHeartburn adalah perasaan seperti terbakar di substernal atau dada. Umumnya penderita tidak mengeluh rasa nyeri atau sakit di dada melainkan rasa seperti terbakar. Di dada seolah terbakar timbul karena isi lambung yang sangat asam keluar kembali ke esofagus (saluran yang menyalurkan makanan dari mulut ke lambung) akibat makan berlebihan, stress, alkohol, dan sebagainya.Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD, FKUI; 2007. h. 315-19

13. Perbedaan Khas Antara GERD, Gastritis Dan Ulkus PeptikumUntuk membedakan ketiga penyakit ini secara jelas, diperlukan pemeriksaan endoskopi yang membedakan ketiga penyakit ini melalui bentuk dan lokasi lesinya.GERD: Peradangan dan perubahan epitel pada saluran esofagus bagian distal yang dapat dinilai berdasarkan Klasifikasi Los AnglesGastritis: terdapat iritas mukosa lambungUlkus Peptikum: Lesi dengan gambaran khas, bentuk seperti gunung berapi meletus dengan tepi yang tidak terlalu meninggi.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.

14. Cara Menegakkan Diagnosis Anamnesis Secara umum, skala pengukuran gejala dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, prediktif, atau evaluatif

Rentz AM, Kahrilas P, Stanghellini V, et al. Development and Psychometric Evaluation of The Patient Assessment of Upper Gastrointestinal Symptom Severity Index PAGI-S in Patients With Upper Gastrointestinal Disorders. Qual Life Res. 2004; 13: 1737-49.Kusano M, Shimoyama Y, Sugimoto S, Kawamura O, Maeda M, Minashi K, et al. Development and Evaluation of FSSG : Frequency Scale For The Symptoms of GERD. Journal Gastroenterol. 2004; 39: 888-91.

Pemeriksaan PenunjangSelain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit esofagus adalah :Pemeriksaan radiologi dengan bariumEsofagoskopi disertai biopsiPemeriksaan sitologiPemeriksaan manometrik atau motilitasUji refluks asamPrice SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012. h. 406-410.Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD, FKUI; 2007. h. 315-19

15. Tata Laksana Dan Pencegahan pada kasusPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD, FKUI; 2007. h. 315-19Kahrilas P. Gastroesophageal Reflux Disease.New England Journal of Medicine. 2008;359(16): 17001707.

16. Hubungan Status Gizi Dengan Penyakit GERDTrend obesitas secara dramatis meningkat beberapa dekade terakhir, dengan prevalensi obesitas antara dewasa di US, didefinisikan sebagai BMI 30 kg/m2, meningkat dari 13% pada 1960-1962 hingga 2003-2004, dengan 3% pria dan 7% wanita terklasifikasi sebagai obesitas berat (BMI 40 kg/m2) pada perkiraan terbaru. Sejalan dengan trend obesitas ini, prevalensi GERD juga meningkat, saat ini memengaruhi antara 8% dan 26% populasi di dunia barat.Prachand VN, Alverdy JC. Gastroesophageal Reflux Disease and Severe Obesity: Fundoplication Or Bariatric Surgery?. World Journal of Gastroenterology. 2010; 16(30): .3757-61.

17. Gorengan Dan Coklat Sebagai Faktor Resiko Dari GERDCoklatCoklat sering dikategorikan sebagai salah satu faktor resiko GERD. Akan tetapi, data yang menyatakan bahwa coklat dapat mempengaruhi pH dan tonus otot LES sangatlah terbatas. Sebuah studi menyatakan bahwa konsumsi sirup coklat sebanyak 120 ml dapat menyebabkan tonus otot LES melemah secara signifikan. Murphy dan Castell menemukan bahwa 7 pasien dengan gejala GERD mengalami peningkatan pH sesudah mengkonsumsi coklat bila dibandingkan dengan konsumsi minuman dengan kalori yang seimbang. Akan tetapi, belum ada studi yang secara langsung dapat membuktikan keterkaitan coklat dengan gejala GERDKaltenbach T, Crockett S, Gerson LB. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With Gastroesophageal Reflux Disease? An Evidence-Based Approach. Journal of the American Medical Assicoation. 2006; Vol. 166: 965-71.

Makanan Berlemak (Gorengan)Telah diketahui bahwa lemak tidak hanya meningkatkan resiko terjadinya refluks akan tetapi juga meningkatkan sensitivitas esofagus terhadap asam lambung. Nebel dan Castell mengevaluasi studi-studi sebelumnya dengan membandingkan lipid dan protein terhadap tonus otot LES dengan kalori yang seimbang untuk individu normal. Hasilnya, mereka menemukan bahwa makanan berlemak mengurangi tekanan LES secara signifikan bila dibandingkan dengan makanan berprotein yang meningkatkan tonus otot LES. Kaltenbach T, Crockett S, Gerson LB. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With Gastroesophageal Reflux Disease? An Evidence-Based Approach. Journal of the American Medical Assicoation. 2006; Vol. 166: 965-71.

Sebuah studi terhadap 20 individu yang sehat pada posisi supine, menemukan bahwa individu yang mengkonsumsi makanan berlemak tinggi secara signifikan meningkatkan asam lambung dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi makanan berlemak rendah. Studi ini juga menemukan bahwa asam lambung meningkat pada pasien yang mengkonsumsi lemak dengan jumlah yang lebih banyak. Berdasarkan studi-studi tersebut, bukti bahwa makanan berlemak mempengaruhi GERD.Kaltenbach T, Crockett S, Gerson LB. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With Gastroesophageal Reflux Disease? An Evidence-Based Approach. Journal of the American Medical Assicoation. 2006; Vol. 166: 965-71.

Kesimpulan

Hipotesis diterima tanpa perubahan:Grea mengalami dispepsia dengan suspect GERD, penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan penunjang.

TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKACorwin J, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.Graaff VD. Human Anatomy. 6th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001. p. 635-64.Tortora GD. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Edition. Vol. 2. United States: Wiley; 2009.Netter F. Interactive Atlas Of Clinical Anatomy. USA: Novartis Medical Education; 1998.Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2012. h. 406-410.Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Organ-Organ Dalam. Edisi 23. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2012. h. 75-80.Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. h.669-70.Lauralee S. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 548-666.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 441-533.Dwijayanti H, Neneng R, Susetyowati. Asupan Natrium dan Kalium Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2008; 5 (1): 37.

Djojoningrat D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Jakarta: Internal Publishing. 2009.Vakil N, Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R; Global Consensus Group. The Montreal Definition and Classification of Gastroesophageal Reflux Disease: A Global Evidence Based Consensus. A Medical Journal Gastroenterol. 2006; 101: 1900-1920.Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD, FKUI; 2007. h. 315-19Kahrilas P. Gastroesophageal Reflux Disease.New England Journal of Medicine. 2008;359(16): 17001707.Lazenby PJ, Hardwig SM. Chronic Cough, Asthma, and Gastroesophageal Reflux. Current Gastroenterology Report. 2000; 2: 217-23.Jung HK. Epidemiology of Gastroesophageal Reflux Disease in Asia: Asystematic Review. Journal Neurogastroenterol Motil. 2011; 17: 14-27.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 623-24.Lasagna, Louis MD. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara; 2009.Putnam PE. GERD: Pediatric Otolaringology. Philladephia: Saunders; 1996.

Soehardi S. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung: ITB; 2004.Putheran A. Jam Piket Tubuh Manusia. Djogjakarta: DIVA Press; 2011.Herman B. Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang: Andalas University Press; 2004. Rentz AM, Kahrilas P, Stanghellini V, et al. Development and Psychometric Evaluation of The Patient Assessment of Upper Gastrointestinal Symptom Severity Index PAGI-S in Patients With Upper Gastrointestinal Disorders. Qual Life Res. 2004; 13: 1737-49.Kusano M, Shimoyama Y, Sugimoto S, Kawamura O, Maeda M, Minashi K, et al. Development and Evaluation of FSSG : Frequency Scale For The Symptoms of GERD. Journal Gastroenterol. 2004; 39: 888-91.Prachand VN, Alverdy JC. Gastroesophageal Reflux Disease and Severe Obesity: Fundoplication Or Bariatric Surgery?. World Journal of Gastroenterology. 2010; 16(30): .3757-61.Kaltenbach T, Crockett S, Gerson LB. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With Gastroesophageal Reflux Disease? An Evidence-Based Approach. Journal of the American Medical Assicoation. 2006; Vol. 166: 965-71.