Download - Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Transcript
Page 1: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KELOMPOK 10

KELAKUAN SI CALON DOKTER

Page 2: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KELOMPOK 10Fasilitator : dr. Frans Sukardi

Nama NIM

Ivo Ariandi 405070015

Fiona 405070016

Andi 405070022

Novy Ayunita 405070040

Boyke 405070050

Miske Marsogi 405070055

Meilie 405070111

Rika stefani 405070119

Yuliana 405070135

Kristian Wongso 405070136

Anne 405070147

Page 3: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

SKENARIO• Seorang mahasisiwi kedokteran Universitas swasta di Jakarta diyudisium 1 minggu

yang lalu setelah menyelesaikan Kepaniteraan Klinik. Sebelum pelantikan dan pengambilan Sumpah Dokter, ia harus mengikuti UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) yang akan diselenggarakan 1 bulan mendatang.

• Sambil menunggu UKDI, ia mengisi waktu dengan menjalankan praktik kedokteran di sebuah Balai Pengobatan Umum. Dalam praktiknya sehari-hari, ia sering memberikan perlakuan yang berbeda antara pasien yang mampu dengan yang kurang mampu secara finansial. Ia cenderung bersikap kurang ramah terhadap pasien yang kurang mampu, sedangkan untuk pasien yang mampu, ia akan memasang tarif pengobatan yang cukup mahal.

• Karena niat awalnya menjadi seorang dokter untuk mendapatkan penghidupan yang berkelimpahan, maka ia tidak segan membujuk pasiennya untuk menyetujui tindakan medis yang seharusnya tidak perlu dilakukan, misalnya menyuntik pasien tanpa indikasi yang jelas. Bila pasien menolak tindakan medis yang dianjurkannya, ia akan menakut-nakuti pasien tersebut dengan mengatakan penyakitnya akan sukar sembuh. Ia juga sering memuji-muji dirinya sebagai dokter yang kompeten dan sering menjelek-jelekkan dokter lain di depan pasiennya. Hubungannya dengan dokter lain yang juga bekerja di Balai Pengobatan tersebut kurang harmonis. Bahkan karena suatu hal yang dianggapnya benar, ia pernah menghardik dokter tersebut dengan kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan oleh seorang dokter, dan menganggap rekannya itu tidak kompeten menjadi seorang dokter.

• Apa yang dapat Anda pelajari dari pemicu di atas?

Page 4: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Learning Objective (LO)

• Mengetahui & menjelaskan:– Sumpah dokter– Kodeki (Kode Etik Kedokteran Indonesia)– Informed consent– Prosedur hingga dapat izin praktek– Sanksi bagi dokter– Hak & kewajiban dokter & pasien– Malpraktik

Page 5: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

SK Menkes No. 434/Menkes/SK/X/1983

Page 6: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Declaration of Geneve

Page 7: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Sumpah Hipokrates

Page 8: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

ETIKA & MORAL• Definisi etika:

– Berkaitan erat dg falsafah & moral.– Suatu disiplin yg menilai & mempelajari baik-

buruknya, perilaku, sikap tindak manusia.• Etika masyarakat moral:

– Apa yg dianggap “seharusnya” oleh masyarakat (baik atau buruk) dalam waktu kurun tertentu.

• Etika kalau sudah dipakai sbg profesi, maka harus tertulis Kode Etik Profesi.– Pelaksanaan kode etik profesi diawasi majelis

profesi, namun badan ini hanya beri nasihat atau teguran atau rekomendasi kepada badan profesinya.

Page 9: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA (1993)

Page 10: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

MUKADIMAH• Inhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma, merupakan

beberapa ahli pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan sendi-sendi tokoh dan organisasi kedokteran yang tampil ke forum internasional,kemudian mereka bermaksud mendasarkan tradisi dan disiplin kedokteran tersebut atas suatu etik yang professional. Etik tersebut, sepanjang masa mengutamakan penderita yang berobat serta demi keselamatan dan kepentingan penderita. Etik ini sendiri memuat prinsip-prinsip, yaitu:– Beneficence Kewajiban berbuat yang baik terhdp manusia dan masyarakat.– Non maleficence Kewajiban tidak menimbulkan mudarat (do no harm).– Autonomi (Respect for the autonomy of persons).

- Otonomi; menghormati hak orang untuk mengambil keputusan untuk dan tentang dirinya sendiri.

- Berkata benar (truth telling).- Menjaga kerahasiaan (konfidensialitas).- Menjaga kepercayaan, memenuhi kewajiban, menepati janji, dsb.

– Justice – Keadilan sosial; tdk membedakan latar belakang orang– Keadilan distributif; distribusikan sumberdaya kesehatan secara adil.– Berlaku fair.

Page 11: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KEWAJIBAN UMUMPASAL ISI

Pasal 1 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.

Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi, yang mengakibatkan hilangnya kebebasan profesi.

Pasal 4 Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yg bersifat memuji diri.

Pasal 5 Tiap perbuatan atau nasehat yg mungkin melemahkan daya tahan mahluk insani, baik psikis maupun fisik, hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan penderita.

Pasal 6Setiap dokter senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yg belum diuji kebenarannya serta hal2 yg dpt menimbulkan keresahan di masyarakat.

Pasal 7 Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yg dapat dibuktikan kebenarannya.

Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yg menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yg sebenarnya.

Pasal 9 Setiap dokter dalam bekerja sama dengan pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.

Page 12: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PENDERITA

PASAL ISI

Pasal 10 Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 11 Setiap dokter menghormati hak asasi penderita.

Pasal 12Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yg mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut.

Pasal 13Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dlm beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 14 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya ttg seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 15Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikannya.

Page 13: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWATNYA

PASAL ISIPasal 16 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia

sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 17 Seorang dokter tidak boleh dengan sengaja mengambil alih penderita dari teman sejawatnya.

Page 14: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

PASAL ISIPasal 18 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dpt bekerja

dengan baik.

Pasal 19 Seorang dokter hendaknya selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia pada cita-citanya yg luhur.

PENUTUP

PASAL ISIPasal 20 Setiap dokter harus berusaha dgn sungguh2 menghayati dan

mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Page 15: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 16: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

• Hal-hal dibawah ini juga termasuk melanggar etika, dan tidak selayaknya dilakukan oleh dokter:– Menjual nama.

• Dengan memasang papan praktek disuatu tempat , termasuk disuatu rumah sakit, padahal dokter yang bersangkutan jarang atau bahkan tidak pernah datang ketempat atau rumah sakit tersebut, sedangkan yang menjalankan praktek sehari-harinya adalah dokter lain bahkan dokter yang tidak mempunyai keahlian yang sama dengan dokter yang namanya tertera pada papan praktek.

– Mengeksploitasi dokter lain.• Misalnya dokter yang dalam keadaan dibawah perintah

seperti residen, bawahan dalam kesatuan, dimana pembagian imbalan jasa tidak adil.

Page 17: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Sebuah contoh pelanggaran etik, dapat dicermati dari sebuah pengaduan seorang kerabat pasien yang menulis surat kepada Organisasi IDI, yang disertai dengan bukti-bukti yang cukup valid.

• Pelanggaran dibidang etik kedokteran yang serius sering disebut sebagai “Serious Professional Misconduct”

• Umumnya tingkah laku dokter yang melanggar etika kedokteran yang dapat digolongkan dalam Serious Professional Misconduct, dapat dibedakan dalam 4 kelompok yaitu:

– Akibat kelalaian atau ketidak pedulian dokter yang menyangkut tanggung jawabnya terhadap pasien dalam melakukan pengobatan.

– Dokter menyalahgunakan kewenangan atau kepandaian– Sikap tindak dokter yang mendiskreditkan reputasi profesi medik.– Dokter yang mengiklankan diri, mempengaruhi pasien atau merendahkan

kepandaian dokter lain.– Pelanggaran profesi lainnya

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 18: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Dinegara seperti Inggris, tingkah laku dokter yang dianggap melanggar etik ini diperiksa oleh badan yang disebut sebagai GMC (General Medical Council).– Keputusannya, diumumkan lengkap berikut data

pribadi (nama, spesialisasi, masalahnya, bersalah atau tidaknya, sanksi yang dijatuhkan dan segala sesuatu yang berkenaan dengan sanksi tersebut).

• GMC di Inggris, berfungsi sebagai Badan Peradilan Etik dan Disiplin, yang di Indonesia mirip dengan Konsil Kedokteran dengan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang dibentuk sesuai dengan Amanat Undang-Undang No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran.

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 19: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Beberapa perbuatan yang sering dilakukan oleh dokter dan termasuk pelanggaran etik, antara lain:– Menentukan tarip yang tidak wajar dan tidak melihat

kemampuan pasien, termasuk disini ialah Menarik imbalan jasa dari Sejawat dokter.

– Memberi resep kepada pasien berdasar sponsor atau semacamnya dari perusahaan farmasi, baik langsung maupun melalui representatifnya.

– Melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien ataupun tidak perlu, termasuk untuk diagnostik maupun terapeutik.

– Menganjurkan atau menerima pasien datang berulang-ulang tanpa indikasi yang jelas.

– Merujuk pasien ke Dokter Ahli tertentu atau Klinik/Rumah Sakit tertentu karena mendapat imbalan jasa dari tempat merujuk.

– Langsung mengambil alih pasien tanpa permintaan atau persetujuan sejawatnya.

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 20: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

– Memuji diri sendiri dihadapan pasien.– Menjelekkan atau mencela sejawat yang lain didepan

pasien, termasuk memberikan second opinion tanpa memperhatikan kesejawatan.

– Menceritakan dan membuka rahasia keadaan penyakit pasien, walaupun sudah meninggal sekalipun, kepada orang lain yang tidak berhak, termasuk kepada sejawat yang tidak menangani pasien tersebut, tanpa persetujuan pasien.

– Berusaha menyingkirkan sejawat dengan berbagai cara maupun intimidasi karena khawatir akan mengurangi jumlah pasien yang berobat kepadanya.

– Mengabaikan kesehatan sendiri misalnya dengan sehari menerima pasien diluar batas kewajaran dan melakukan sejumlah operasi yang menyita seluruh waktu dan tenaga sepanjang hari.

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 21: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Pelanggaran etik murni:– Menarik imbalan yang tidak wajar.– Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawat.– Memuji diri sendiri dihadapan pasien.– Bekerja diluar batas kewajaran.

• Pelanggaran etika yang sekaligus pelanggaran hukum (pelanggaran etiko legal):– Pelayanan dokter dibawah standar.– Menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak sesuai.– Membuka rahasia jabatan.– Pelecehan seksual terhadap pasien.– Melakukan abortus provokatus atau pengguguran kandungan.

PELANGGARAN ETIK KEDOKTERAN

Page 22: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Perbuatan melanggar hukum• Suatu kewajiban yg ditentukan oleh UU & diatur di

Negara kita dlm KUH Perdata:– Pasal 1365

• Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yg krn kesalahannya menyebabkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut.

– Pasal 1366• Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang

disebabkan oleh tindakannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati.

– Pasal 1367• Setiap orang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan oleh tindakannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh tindakan orang-orang yang di bawah pengawasannya.

Page 23: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

INFORMED CONSENT

Page 24: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Informed Consent • Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU

no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, Informed Consent merupakan persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Page 25: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:– Diagnosa yang telah ditegakkan.– Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.– Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.– Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

daripada tindakan kedokteran tersebut.– Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut

dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.– Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran

tersebut.• Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada

pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :– Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. – Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Page 26: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana

dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes No. 290/Menkes/Per/III/2008.

Page 27: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Tujuan Informed Consent:– Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap

tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

– Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).

Page 28: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10
Page 29: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10
Page 30: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10
Page 31: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

HAK & KEWAJIBAN DOKTER & PASIEN

Page 32: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Hak Dokter• Hak untuk bekerja sesuai standar profesi medis.• Hak untuk menolak melaksanakan tindakan medis yang

bertentangan dengan suara hatinya.• Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia

menilai kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya lagi.

• Hak atas privacy.• Hak atas itikad baik pasien.• Hak atas imbalan jasa yang layak.• Hak atas “fair play” dalam menghadapi pasien yang tidak

puas atas pelayanan yang diberikan oleh dokter.• Hak untuk memilih pasien sesuai kemampuan dokter &

kompetensinya.

Page 33: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Kewajiban Dokter• Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial

pemulihan kesehatan.• Kewajiban yang berhubungan dengan standar profesi

medis.• Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu

kedokteran, yaitu:– Penyembuhan dan pencegahan penyakit.– Meringankan penderitaan orang sakit.

• Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip “keseimbangan”.

• Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien.

Page 34: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Hak-hak Pasien

• Hak untuk menerima pengobatan dan perawatan.

• Hak untuk menolak pengobatan dan perawatan.

• Hak untuk memilih pengobatan dan perawatan.

• Hak untuk memilih dokter dan sarana pelayanan kesehatan.

• Hak untuk mendapatkan informasi yang jelas perihal penyakit yang diderita.

Page 35: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

• Hak atas rahasia kedokteran yang meliputi:– Segala rahasia yang oleh pasien secara sadar atau

tidak disampaikan kepada dokter.– Segala sesuatu yang diketahui oleh dokter yang ada

hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaannya dalam bidang kedokteran dan dalam hubungannya sebagai dokter yang mengobati pasiennya.

• Hak untuk mendapat bantuan medis.• Hak untuk mendapatkan perawatan yang baik dan

berkesinambungan.• Hak untuk mendapatkan perhatian dan pelayanan yang

layak (= Hak atas itikad baik dari dokter).

Page 36: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

Kewajiban Pasien

• Memberi informasi yang lengkap perihal penyakitnya kepada dokter.

• Mematuhi nasehat ataupun petunjuk dokter berkaitan dengan penyakitnya.

• Menghormati “privacy” dokter yang mengobatinya.

• Memberi imbalan jasa yang layak kepada dokter yang mengobatinya.

Page 37: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

7 STANDAR KOMPETENSI DOKTERKETERANGAN (KOMPETENSI INTI)

AREA KOMUNIKASI EFEKTIF

Mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non verbaldengan pasien pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolegadan profesi lain.

AREA KETRAMPILAN KLINIS

Melakukan prosedur klinis sesuai masalah, kebutuhan pasien dansesuai kewenangannya.

AREA LANDASAN ILMIAH KEDOK

Mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang penyelesaian masalahkesehatan secara ilmiah menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhiruntuk mendapat hasil yang optimum.

AREA PENGELOLAANMASALAH KESEHATAN

Mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupunmasyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan,koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatantingkat primer.

AREA PENGELOLAAN INFORMASI

Mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di tingkat primer.

Page 38: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

7 STANDAR KOMPETENSI DOKTERKETERANGAN (KOMPETENSI INTI)

AREA MAWAS DIRI & PENGEMBANGAN DIRI

•Melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan dan keterbatasannya.•Mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dankesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuanprofesinya.•Belajar sepanjang hayat.•Merencanakan, menerapkan dan memantau perkembanganprofesi secara berkesinambungan.

AREA ETIKA, MORAL, MEDIKOLEGAL, PROFESIONALISME SERTA KESELAMATAN PASIEN

•Berperilaku professional dalam praktik kedokteran sertamendukung kebijakan kesehatan.•Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupunaspek medikolegal dalam praktik kedokteran.•Menerapkan program keselamatan pasien.

Page 39: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

7 STANDAR KOMPETENSI DOKTER

PENJABARAN KETERANGANAREA KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi dg pasien & anggota keluarganya• bersambung rasa dg pasien & keluarganya.• mengumpulkan info.• memahami perspektif pasien.• memberi penjelasan & info.Berkomunikasi dg teman sejawat, masyarakat & profesi lain.

AREA KETRAMPILAN KLINIS

•Memperoleh dan mencatat info yg akurat & penting tentang pasien dan keluarganya.•Melakukan prosedur klinik & lab.•Melakukan prosedur kegawatdaruratan klinis.

AREA LANDASAN ILMIAH ILMU KEDOKTERAN

•Menerapkan konsep² & prinsip² ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakatsesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer.•Merangkum dari interpretasi anamnesis, pem-fis, lab, & prosedur yg sesuai.•Menentukan efektifitas suatu tindakan.

Page 40: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PENJABARAN KETERANGANAREA PENGELOLAANMASALAH KESEHATAN

•Mengelola penyakit, keadaan sakit & masalah ps sbg individu yg utuh, bagian dari keluarga & masyarakat.•Melakukan pencegahan penyakit & keadaan sakit.•Melaksanakan pendidikan kesehatan u/ promosi kesehatan & pencegahan penyakit.•Menggerakan & memberdayakan masyarakat u/ meningkatkan derajat kesehatan.•Mengelola SDM & sarana-prasarana scr efektif & efisien dalam pelayanan kesehatan primer dg pendekatan kedok. Keluarga.

AREA PENGELOLAAN INFORMASI

•Menggunakan teknologi info & komunikasi u/ bantu dx, th, pencegahan, & promosi kesehatan, serta penjagaan & pemantauan status kesehatan ps.•Memahami manfaat & keterbatasan teknologi informasi.•Memanfaatkan informasi kesehatan.

AREA MAWAS DIRI & PENGEMBANGAN DIRI

•Menerapkan mawas diri.•Mempraktikan belajar sepanjang hayat.•Mengembangkan pengetahuan baru.

AREA ETIKA, MORAL, MEDIKOLEGAL, PROFESIONALISME SERTA KESELAMATAN PASIEN

•Memiliki sikap profesional.•Berperilaku profesional dalam bekerja sama.•Berperan sbg anggota Tim Pelayanan Kesehatan yg profesional.•Melakukan praktik kedok. Dalam masyarakat multikultural di Indo.•Aspek medikolegal dalam praktik kedokteran.•Aspek keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.

Page 41: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

SANKSI BAGI DOKTER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

(BAB X KETENTUAN PIDANA)

Page 42: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PASAL ISI

Pasal 75

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Page 43: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PASAL ISI

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Pasal 80

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.

Page 44: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PASAL ISI

Pasal 29 (1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Pasal 31(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia.

Pasal 32 (1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

Pasal 36 Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 41

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran. (2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pasal 42 Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Page 45: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PASAL ISI

Pasal 46

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. (3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 73

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik. (2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

Page 46: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

SURAT TANDA REGISTRASI

Surat Tanda Registrasi dan surat persetujuan KKI kewenangan KKI sesuai dg:

•• Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran &

•• Peraturan KKI Nomor 1 Tahun 2005.

Page 47: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10
Page 48: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1419/MENKES/PER/X/2005

TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER & DOKTER GIGI

Page 49: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

BAB IIIZIN PRAKTIK

Pasal 21. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran

pada sarana pelayanan kesehatan atau praktik perorangan, wajib memiliki SIP.

2. Untuk memperoleh SIP dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan dengan melampirkan :

a. Fotocopy surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih berlaku yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik.c. Surat rekomendasi dari Organisasi profesi diwilayah tempat akan praktik.d. Fotocopy surat keputusan penempatan dalam rangka masa bakti atau surat

bukti telah selesai menjalankan masa bakti atau surat keterangan menunda masa bakti yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar dan 3x4 sebanyak 2 lembar.

Page 50: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

BAB IIIZIN PRAKTIK

Pasal 23. Dalam pengajuan permohonan SIP sebagaimana

dimaksud ayat (2) harus dinyatakan secara tegas permintaan untuk tempat praktik Pertama, Kedua atau Ketiga.

4. Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini.

Page 51: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

MALPRAKTIK

Praktik kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur

operasional.

Page 52: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10
Page 53: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

CRIMINAL MALPRACTICE

• Terjadi bila seorang dokter menangani suatu kasus telah melanggar hukum dan menyebabkan dia dituntut oleh negara.

• Pada Criminal Malpractice, tanggung jawabnya bersifat individual dan personal.

Page 54: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

CIVIL MALPRACTICE

• Civil Malpractice adalah tipe malpractice dimana dokter karena pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam waktu yang sama tidak melanggar hukum pidana.

• Sementara negara tidak dapat menuntut secara pidana, tetapi pasien atau keluarganya dapat menggugat dokter secara perdata untuk mendapatkan uang sebagai ganti rugi. Pada Civil Malpractice tanggung gugat dapat bersifat individual atau korporasi.

Page 55: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

ADMINISTRATIVE MALPRACTICE

• Di dalam UU RI No. 29 Tahun 2004 dan didalam Permenkes RI No. 1419/Menkes/Per/X/2005. Dijelaskan bahwa seorang dokter yang praktik harus punya Sertifikat Kompetensi, Surat Tanda Registrasi, dan Surat Ijin Praktik kalau seorang dokter tidak mempunyainya selain dokter mendapat sanksi pidana, sanksi perdata juga sanksi administratif.

Page 56: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

KESIMPULAN & SARAN

• Mahasiswi kedokteran ini telah melanggar UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN, yaitu: Pasal 75 ayat 1, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78.

• Saran:– Berhenti praktek, jangan praktek sebelum memiliki

STR & SIP.– Perbaiki sikap & perilaku sesuai peraturan & kode etik.

Page 57: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10

DAFTAR PUSTAKA

• Budianto Heru, editor. Panduan Praktis Etika Profesi Dokter. Jakarta : Sagung Seto, 2009.

• Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter. Edisi I. Jakarta : KKI, 2006.

• MKEK, IDI. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : IDI, 2002.

Page 58: Pleno Pemicu 1 Etika - Kelompok 10