Presentasi Kasus
Plasenta Previa Marginalis
Disusun oleh :
ABDUL HAFEEZ ASYRAF B. ABD MOHSIN
030.07.284
Pembimbing :
Dr Neza Puspita Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 17 DESEMBER 2012 – 27 FEBRUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
KASUS
I. IDENTITAS ISTRI
Nama : Ny. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Kaw Flamboyan RT02/RW03
Tgl. Masuk RSF : 4 Januari 2013 jam 23.45
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn Z
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PT IMR
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
II. ANAMNESIS ( autoanamnesis 5-1-2013 jam 14.25 )
A. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah sejam 6 jam SMRS
B. Keluhan Tambahan
Keluar darah dan lendir dari kemaluan sejak 7 jam yang lalu
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Wanita, 22 tahun, datang ke IGD RSOB dengan keluhan nyeri perut sejak 6 jam
SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar hingga ke bokong. Saat pasien
dianamnesa, pasien mengeluh nyeri perut semakin sering dan semakin kuat. Selain itu
pasien juga mengeluh keluar darah segar dan lendir dari kemaluannya sejak 7 jam yang
lalu. Pasien menyatakan jumlah cairan yang keluar dari kemaluanya tidak banyak.
Keluar air dari kemaluan (-).
Pasien dibawa ke poli kebidanan dan kandungan RSOB untuk diperiksa kondisi
janinnya. Setelah di USG oleh Dr Amuransyah, dikatakan kondisi janinnya dalam
keadaan baik dan sehat tapi kepala plasenta menghalangi jalan lahir. Dr Amuransyah
menasihatkan pasien supaya dilakukan prosedur Sectio Caesaria pada tanggal 7 Januari
2013. Pasien sering melakukan pemeriksaan janin (ANC) di bidan.
Pasien menyangkal adanya lemas, demam (-), pusing (-), nafsu makan baik,
batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan (-), mual (-), muntah (-), sesak (-), nyeri dada (-),
BAB dan BAK lancar dan tidak sakit, bengkak tangan dan kaki (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami kondisi ini sebelumnya, penyakit darah tinggi,
jantung, kencing manis, dan paru.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya,
penyakit darah tinggi, jantung, kencing manis, dan paru.
E. Riwayat Menstruasi
Menars umur 12 tahun.
Lamanya : 4-5 hari,siklus 28 hari, reguler
Banyaknya : 2-3 x pembalut/hari
Hari pertama dari haid terakhir : 2 April 2012
Dismenore : (-)
F. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 x dan masih dengan suami sekarang
Usia menikah : 21 tahun dengan suami umur: 29 tahun
Menikah tanggal 6 April 2012
G. Riwayat Obstetri
1. Hamil ini
H. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien belum pernah menggunakan KB
I. Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya
J. Riwayat Kebiasaan Psikososial
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum jamu dan tidak minum
kopi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 120 /90 mmHg
N : 84x/menit
RR : 18 x/m
S : 36,7 0C
Kepala : normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak
ikterik
THT : Sekret tidak ada, mukosa tidak hiperemis
Leher : Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba membesar, perabaan
kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Thoraks :
Cor : S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak
ada
Mamae : Simetris, besar normal, retraksi papil -/-
Abdomen : membuncit sesuai kehamilan,
tanda akut abdomen (-)
Ekstremitas : Akral hangat, oedema tungkai -/-,
B. Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+), linea rubra (+)
Palpasi : L1 : TFU 30 cm, teraba satu bagian bulat,lunak tidak melenting
L2 : Kanan : teraba 1 bagian keras melebar seperti papan
Kiri : teraba bagian-bagian kecil janin
L3 : teraba 1 bagian bulat, keras, dan melenting
L4 : Konvergen
TBJ : 2635 gram
His : ( + )
Auskultasi : DJJ : 145 dpm
Kesan : Janin presentasi kepala tunggal dan hidup, TFU 30 cm, TBJ 2635 gr
Anogenital
Inspeksi : V/U tampak tenang, perdarahan (+),fluor (-).
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : Tidak dilakukan
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium ( tanggal 5 Januari 2013 )
Darah lengkap
Hb : 12,8 g/dl Ht : 36 %
Leukosit : 11.100 /ul Trombosit : 200.000 /ul
Masa perdarahan : 2’30” Masa pembekuan : 7’
Golongan Darah : O / + SGOT/PT : 28/19
HBS Ag : - VDRL : non reaktif
GDS : 94mg/dl
Urin
Warna : Kuning, jernih
BJ : 1015
Sel epitel : +
Leukosit : 2-3 / LPB Eritrosit : 2-3 / LPB
PH : 7 Protein : -
Keton : - Urobilin : +
USG
- Janin tunggal hidup
- Presentasi kepala
- Plasenta di korpus belakang meluas ke OUI
- Air ketuban sedikit
- Umur kehamilan 37 minggu
Kesan : Hamil 37minggu, janin presentasi kepala, tunggal, hidup, plasenta previa letak rendah
CTG
Frekuensi dasar 140
Variabilitas 10-20
Akselerasi (+) Kesan : janin reaktif
Deselerasi (-)
Gerak janin (+)
Kontraksi (+)
V. RESUME
Pasien seorang wanita G1P0A0, usia 22 tahun datang ke IGD RSOB dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah dan keluar darah dan lendir sejak 7 jam SMRS. Pasien juga
mengeluh keluar air sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan
status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetrik tampak perut membuncit,
striae gravidarum (+), linea rubra (+). Pada perabaan dapat didapatkan TFU 30cm, letak
memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, belum masuk PAP, dan nyeri tekan pada 2cm di
atas umbilikus. Pada auskultasi didapatkan DJJ 145x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan USG didapatkan kondisi janin dalam keadaan sehat
dan baik tapi jumlah air ketuban sedikit dan plasenta menghalangi jalan lahir. Pada
pemeriksaan CTG didapatkan janin reaktif.
VI. DIAGNOSIS
Ibu : G1P0A0 Hamil 37 minggu/USG, plasenta previa marginalis.
Janin : Janin presentasi kepala, tunggal, hidup
VII. PENATALAKSANAAN
R dx/
Observasi Tekanan darah, Nadi, Pernafasan, perdarahan, djj, his / jam, Suhu / 4 jam,
CTG ulang.
R th/
IVFD D5% + Duvadilan 3 amp 15 tetes/menit
Cefotaxime inj 2x1
Dexamatasone 2x15mg
Kaltrofen supp 1x1
Terminasi kehamilan Sectio cesaria
R ed/
Bedrest
Menjelaskan bahwa keadaan ibu dan janin pada saat ini cukup baik.
Informed consent
VIII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad bonam
Janin : Dubia ad bonam
IX. 6 – 1 – 2013, Pk 00.00
Lapor konsulen Dr. Amuransah Sp OG Setuju dilakukan SC
Pkl. 00.48 - 01.51 , berlangsung SCTPP
Laporan operasi
Operator /asisten: dr. Amuransyah/ coass Nurnazirah
Diagnosis pre-op : - G1P0A0 H 37mggu, Plasenta Previa
- JPKTH
Diagnosis post-op : P1A0 post SC ai Plasenta previa letak korpus belakang
Pasien terlentang di atas meja operasi dalam anestesi spinal.
1. A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
2. Insisi pfannenstiel, setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidus.
3. Plika vesikouterina disayat, vesika urinaria disisihkan ke bawah.
4. SBU disayat tajam , ditembus tumpul dan dilebarkan tajam.
5. Dengan meluksir kepala lahir bayi laki-laki, BB : 3520 gram, PB : 49cm, AS : 8/9, air
ketuban jernih, jumlah sedikit, plasenta di korpus belakang meluas sehingga OUI,
Plasenta lepas secara spontan tidak ada perdarahan pada placental site.
6. SBU dijahit jelujur dengan monocryl no.1. Pada eksplorasi kedua tuba dan ovarium
dalam batas normal. Setelah diyakini tak ada perdarahan dinding abdomen ditutup lapis
demi lapis, dengan meninggalkan dexametason 10cc intraabdomen.
7. Perdarahan ± 500cc, urin 100cc jernih.
Instruksi post op :
Obs. TNP,kontraksi dan perdarahan tiap 15’ selama 1 jam, selanjutnya tiap 30 menit
selama 1 jam, S/30 menit
Cek DPL Post op bila Hb ≤ 8 gr/dL transfusi sampai > 8 gr/dL
Imobilisasi s/d 24 jam post op, Realimentasi dini, hygiene luka operasi, diet TKTP
Ceftriaxon 3x1g iv (2hari)
Metronidazol 3x500mg drip (2hari)
Pronalges supp 3x1 (2hari)
IVFD oksitosin 20 ui/500 cc Dx5%/8 jam selama 24 jam
Follow-Up
7 – 1 – 2013
S : Nyeri pada luka operasi , perdarahan aktif (-)
O : KU / Kes : baik / CM
TD : 120/70 N : 84x/m RR : 20x/m S : 36,5
Status generalis
Mata : CA - / - , SI - / -
Lain – lain : Dalam batas normal
Status obstetrikus
Luka operasi baik
ASI - / -
FUT 2 jari di bawah pusat , kontraksi baik
V / U perdarahan aktif (-) , Lokia ( + )
A : Nifas hari I , P1A0 post SC ai HAP ec Plasenta Previa
P : Obs. TNSP, kontraksi, perdarahan / 8 jam
Hygine luka operasi ( GV tiap 12 jam )
Diet TKTP , Hidrasi cukup
Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 1 x 1
8 – 1 – 2013
S : Keluhan ( - )
O : KU / Kes : baik / CM
TD : 120/80 N : 84x/m RR : 20x/m S : 36,5
Status Generalis
Mata : CA - / - , SI - / -
Lain – lain : Dalam batas normal
Status Obstetrikus
Luka operasi baik
ASI + / +
FUT 2 jari di bawah pusat , kontraksi baik
V / U perdarahan aktif (-) , Lokia ( + )
A : Nifas hari II , P1A0 post SC ai HAP ec Plasenta Previa
P : Obs. TNSP, kontraksi, perdarahan / 8 jam
Hygine luka operasi ( GV tiap 12 jam )
Diet TKTP , Hidrasi cukup
Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 1 x 1
Pasien boleh pulang , control ke poliklinik
IX. ANALISA KASUS
Pada Ny. C, ditegakan diagnosis G1P1A0, hamil 37 minggu/USG janin tunggal
hidup, presentasi kepala, intra uterin, plasenta previa letak rendah implantasi korpus
belakang, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan dari anamnesa diketahui pasien mengeluh perut mules, keluar darah dan
lendir, hari pertama dari haid terakhir 2 April 2012. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut membuncit, memanjang, striae gravidarum (+), TFU 30 cm,
punggung kanan, presentasi kepala, belum masuk pintu atas panggul. Pada
pemeriksaan usg didapatkan tampak janin presentasi kepala tunggal hidup, plasenta
berimplantasi di korpus belakang meluas ke bawah mendekati OUI, TBJ : 2635 gr,
Kehamilan sesuai 37 minggu. Pasien belum pernah melahirkan.
Ditegakkan diagnosis plasenta previa berdasarkan :
Dari Anamnesis didapatkan :
Keluar darah dari kemaluan.
Warna merah segar.
Kepala belum masuk PAP.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan :
Status Obstetrikus
Abdomen
Palpasi : L4 : Konvergen
Anogenital
Inspeksi : V/U tampak tenang, perdarahan (+),fluor (-).
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : tidak dilakukan
USG :
Plasenta di korpus belakang meluas kebawah sampai OUI
Menurut literature, keluhan utama pada plasenta previa adalah perdarahan
jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang
dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan
berwarna merah segar. Tetapi pada pasien ini didapatkan keluhan keluar darah dan
lendir disertai rasa nyeri yang tidak sesuai menurut teori pada kasus plasenta previa.
Pada plasenta previa bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul, apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu
atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
Pada pemeriksaan anogenital didapatkan perdarahan (+), VT tidak dilakukan
karena merupakan kontraindikasi, tetapi seharusnya dilakukan pemeriksaan inspekulo
tetapi tidak dilakukan inspekulo pada pasien ini. Pemeriksaan inspekulo ini bertujuan
untuk mengetahui asal perdarahan apakah dari ostium uteri eksternum atau dari
kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum,
adanya plasenta previa dapat dicurigai.
Pada USG tampak Plasenta di korpus belakang meluas kebawah sehingga
OUI. Dengan USG diagnosis pasti dapat ditegakan, rata-rata tingkat akurasinya adalah
sekitar 96 persen, dan angka setinggi 98 persen pernah dicapai.
Pemeriksaan letak plasenta secara langsung sebenarnya dapat menegakan
diagnosis dengan tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa. Tetapi pemeriksaan
ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan lebih banyak lagi. Karena
itu pemeriksaan ini tidak dilakukan.
Etiologi dari plasenta previa pada kasus ini tidak diketahui, tidak ditemukan
faktor – faktor predisposisi yang dapat memperbesar insiden seperti usia tua,
multiparitas, riwayat seksio, dan merokok. Dimana insidensinya adalah 1 dari 1500
untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih
dari 35 tahun.
Pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan dengan pertimbangan usia
kehamilan 37 minggu, taksiran berat janin 2635 mg,Kontraksi (+).Dengan usia janin
37 minggu dan TBJ 2635, bayi dianggap viable dan sudah dapat hidup diluar uterus.
Ditakutkan jika penanganan aktif ditunda, kontraksi akan semakin sering dan kuat dan
akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak lagi dari sekarang.
Cara kelahiran yang dipilih pada kasus ini adalah perabdominal. Karena
satu- satunya cara untuk mengakhiri kehamilan pada plasenta previa letak rendah
korpus belakang adalah perabdominal. Pengakhiran kehamilan pervaginam pada
plasenta previa dapat dilakukan jika plasenta hanya sebagian menutupi jalan lahir.
Prognosis pada pasien ini Ad vitam : bonam, karena tidak mengancam
kehidupan, Ad fungsionam : bonam karena tidak mengganggu fungsi uterus setelah
ini, Ad sanationam : dubia ad bonam, walaupun ada beberapa literatur yang
mengatakan salah satu faktor predisposisinya adalah riwayat plasenta previa
sebelumnya, tetapi yang terjadi adalah jarang terdapat kasus serupa setelah kehamilan
berikutnya.
XI. KESIMPULAN
Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya
meningkat pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa dan
perokok.
Diagnosis dini sangatlah penting untuk menentukan prognosis dan merencanakan
terapi. Setiap pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester dua dan tiga, plasenta
previa dan solutio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan ini tidak boleh
disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG jelas membuktikan
ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh dilakukan karena akan memperberat
perdarahan yang sudah terjadi.
Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat perdarahan,
sampai kematian . Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain Anemia karena
perdarahan. Untuk itu keadaan umum dan tanda vital adalah yang paling penting untuk
diketahui pada pasien dengan perdarahan pervaginam. Jika terjadi keadaan tersebut, syok
harus segara ditangani dan terminasi kehamilan diperlukan walaupun janin imatur.
Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan pervaginam
ataupun perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat dilakukan jika plasenta
hanya menutupi sebagian dari jalan lahir. Satu - satunya cara untuk mengakhiri
kehamilan pada plasenta previa totalis adalah perabdominal.
Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah
dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk kasus ini, perencanaan
mencakup pencegahan kelahiran preterm dengan tokolisis, dan pematangan paru guna
mempersiapkan bayi lebih viabel untuk hidup diluar uterus. Untuk memperkecil kematian
perinatal maka bayi prematur harus dirawat secara intensif setelah lahir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya .
Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan
tua disebut perdarahan anterpartum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian
plasenta previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan
perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.
Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada
perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia
kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan
setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22
minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak
bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa
berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta
serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari
semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum
jelas penyebabnya .
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia
kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak
akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda
permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang
untuk mendapatkan pertolongan .
Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat pertukaran zat antara
ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-
20 cm dan tebal ± 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap
pada kehamilan kurang dari 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri.
Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri,
dikarenakan alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih
banyak tempat untuk berinplantasi. Plasenta berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu
villi koriales atau jonjot chorion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis. Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal.
Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan
licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal tertutup oleh amnion, di bawah nampak
pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding
rahim, berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari jaringan ibu. Jumlah celah
pada plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh jaringan anak dan
jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut membrana chorii, yang dibentuk
oleh amnion, pembuluh darah janin, korion dan villi. Bagian dari jaringan ibu disebut piring
desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan desidua spongiosa.
Pembentukan Plasenta
Perkembangan trofoblas berlangsung cepat pada hari ke 8-9, dari selapis sel tumbuh
menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada
lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan.
Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage). Pertumbuhan sinsitium ke dalam
stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya,
sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu,
membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem
sirkulasi uteroplasenta/sistem sirkulasi feto-maternal. Antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan
selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan
membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional. Bagian
yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesodermekstraembrional somatopleural,
kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang berbatasan dengan selaput
Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesodermekstraembrional splanknopleural.
Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam
dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski demikian,
hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang
lebih aktif dibandingkan daerah lainnya.
Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama
makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur
makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional (extraembryonal
coelomic space) atau rongga korion (chorionic space). Di sisi embrioblas (kutub embrional),
tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium,
membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem
villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu. Pada awal minggu
ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di bawah jonjot-jonjot primer
(bagian dari selaput korion di daerah kutub embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot
sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem villi) yang terdiri dari inti
mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Menjelang akhir minggu ketiga,
dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut
berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya
selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier/tertiary stem villi).
Selom ekstraembrional/rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional
makin terpisah dari sitotrofoblas/selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit
jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting
stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan
berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat.
Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan
perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-
plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan
sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi
satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan
lapisankorion.
Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan
dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut
dinamakan sirkulasi feto-maternal.
Fungsi Plasenta
Fungsi dari plasenta adalah:
Nutrisi: tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh
kembang janin.
Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
Ekskresi: mengeluarkan sisa metabolisme janin
Endokrin: sebagai penghasil hormon-hormon kehamilan seperti HCG,
HPL, esterogen,progesteron
Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang diperlukan janin, diberikan melalui ibu
Proteksi: barier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat toksik
Sirkulasi Darah Plasenta
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada
di desiduabasalis. Pada sistosel darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air
mancur ke dalam ruang interviler sampai mencapai chorionic plate, pangkal kotiledon-
kotiledon janin. Darahtersebut membasahi semua villi koriales dan kembali perlahan-lahan
dengan tekanan 80 mmHg menuju ke vena-vena di desidua.
Di tempat-tempat tertentu ada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus)
untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat pula suatu
rungvena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller diatas. Ruang ini
disebut sinus marginalis. Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300
ml tiap menit padakehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Seluruh ruang interviller tanpa villi koriales mempunyai volume lebih kurang 150-250 ml.
Permukaan semua villi koriales diperkirakan seluas lebih kurang 11 m2. Dengan demikian
pertukaran zat-zat makanan terjamin benar.
Perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada
kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari villi tidak berubah, akan tetapi dari lapisan
sititrofoblas sel-sel berkurangdan hanya ditemukan sebagai kelompok sel-sel, stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya menjadi
lebih besar dan lebih mendekati lapisan trofoblas. Pada kehamilan 36 minggu sebagian besar sel-
sel sitotrofoblas tak ada lagi, akan tetapi antara sirkulasi ibu dan janin selalu ada
lapisan trofoblas. Terjadi klasifikasi pembuluh-pembuluh darah dalam jonjot dan pembentukan
fibrin di permukaan beberapa jonjot. Kedua hal terakhir ini mengakibatkan pertukaran zat-
zat makanan, zat asam, dan sebagainya antara ibu dan janin mulai terganggu. Deposit fibrin ini
dapat terjadi sepanjang masa kehamilan sedangkan banyaknya juga berbeda-beda. Jika banyak,
maka deposit ini dapat menutup villi dan villi itu kehilangan hubungan dengan darah ibu lalu
berdegenerasi, timbullah infark.
PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim (ostium uteri internum).
Secara harfiah berarti plasenta yang implantasinya (nempelnya) tidak pada tempat yang
seharusnya, yaitu di bagian atas rahim dan menjauhi jalan lahir. Plasenta previa merupakan
penyebab utama perdarahan pada trimester ketiga.
Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu:
Plasenta previa totalis : Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
Plasenta previa parsialis : Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
Plasenta previa marginalis : Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum.
Plasenta previa letak rendah : Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada pembukaan serviks saat
diperiksa. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta
previa parsial pada pembukaan 8cm karena serviks yang berdilatasi akan memajankan plasenta.
Sebaliknya, plasenta previa yang tampak total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi
plasenta previa parsial pada pembukaan 4 cm karena serviks berdilatasi di luar tepi plasenta.
Palpasi dengan jari untuk memastikan hubungan perubahan antara tepi plasenta dan os interna
sewaktu serviks membuka dapat memicu perdarahan hebat.
Pada plasenta previa totalis dan parsialis, terlepasnya plasenta secara spontan sampai
tahap tertentu merupakan konsekuensi yang tidak terhindarkan dari pembentukan segmen bawah
uterus dan pembukaan serviks. Pelepasan ini menyebabkan perdarahan akibat robeknya
pembuluh darah.
Insidensi
Iyasu dan rekan (1993), dalam suatu analisis terhadap the National Hospital Discharge
Survey dari tahun 1979 sampai 1987, menemukan bahwa plasenta previa menjadi penyulit pada
0,5 persen (1 dari 200) persalinan. Di Prentice Women's Hospital, Frederiksen dan rekan (1999)
melaporkan bahwa 0,55 persen (1 dari 180) dari hampir 93.500 pelahiran mengalami penyulit
plasenta previa. Crane dan rekan (1999) mendapatkan insidensi 0,33 persen (1 dari 300) pada
hampir 93.000 persalinan di provinsi Nova Scotia. Di Parkland Hospital, insidensinya adalah
0,26 persen (1 dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun.
Angka-angka statistik ini sangat serupa walaupun tidak terdapat keseragaman dalam
definisi dan identifikasi untuk alasan-alasan yang sudah dibahas. Pertanyaan yang sulit dijawab
adalah apakah perdarahan asimtomatik akibat pemisahan fokal plasenta yang tertanam di segmen
bawah uterus tetapi jauh dari os serviks yang membuka parsial harus diklasifikasikan sebagai
plasenta previa atau solusio plasenta. Tak pelak lagi, kasus ini termasuk keduanya.
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai factor risiko bagi terjadinya plasenta
previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada
perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia
akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa, pada lebih dari 169.000
pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai 1999, insidensi plasenta previa meningkat
secara bermakna di setiap kelompok usia. Pada kedua ekstrim, insidensinya adalah 1 dari 1500
untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35
tahun. Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta previa meningkat dari
0,3 persen pada tahun 1976 menjadi 0,7 persen pada tahun 1997. Mereka memperkirakan bahwa
hal ini disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua.
Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap
314 wanita para 5 atau lebih, Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta
previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastis dibandingkan dengan insidensi pada wanita
dengan para yang lebih rendah. Pada lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital,
insidensinya untuk wanita dengan para 3 atau lebih adalah 1 dari 175.
Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Nielsen
dan rekan (1989) mendapatkan peningkatan insidensi plasenta previa lima kali lipat pada wanita
Swedia dengan riwayat seksio sesarea. Di Parkland, insidensi meningkat dua kali lipat dari 1
dalam 400 menjadi 1 dalam 200 pada riwayat seksio sesarea minimal satu kali. Miller dan rekan
(1996), dari 150.000 lebih pelahiran di Los Angeles County Women's Hospital, menyebutkan
peningkatan tiga kali lipat plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Insidensi
meningkat seiring dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani—angkanya 1,9 persen pada
riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio tiga kali atau lebih. Jelaslah,
riwayat seksio sesarea disertai plasenta previa meningkatkan kemungkinan histerektomi.
Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan angka histerektomi 25 persen pada wanita dengan
seksio sesarea berulang atas indikasi plasenta previa dibandingkan dengan hanya 6 persen pada
mereka yang menjalani seksio sesarea primer atas indikasi plasenta previa.
Williams dan rekan (1991) mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa meningkat
dua kali lipat berkaitan dengan merokok. Mereka berteori bahwa hipoksemia akibat karbon
monoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Temuan-temuan ini dikonfirmasi
oleh Handler dan rekan (1994). Mungkin terdapat kaitan antara gangguan vaskularisasi desidua
—yang mungkin disebabkan oleh peradangan atau atrofi—dengan terjadinya plasenta previa.
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian
desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi ini akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus
yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap,
maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang
tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
(painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk
berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri
internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam
sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatmya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta
yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa. Plasenta akreta dan plasenta inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya
pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena
plasenta sukar melepas dengan sempurna (retention placentae), atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.
Gambaran klinik
Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri dan
biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun,
beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi abnormal plasenta yang sedang berkembang
tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa disertai
nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Untungnya , perdarahan awal jarang
sedemikian deras sehingga menimbulkan kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan,
namun kemudian berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak
bahkan seperti mengalir. Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya
tertanamm dekat tetapi tidak menutupi os serviks, perdarahn mungkin belum terjadi sampai
persalinan dimulai; perdarahan ini dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan secara klinis
dapat menyerupai solusio plasenta.
Penyebab perdarahn perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas os
interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan menyebabkan
robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat
miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh darah
yang robek. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat berlanjut
setelah plasenta dilahirkan karena segmen bawah uterus lebih rentan mengalami gangguan
kontraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan
segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelaah pengeluaran plasenta yang agak melekat
secara manual.
Diagnosis
Pada wanita dengan perdarahan uterus selama paruh terakhir kehamilan, plasenta previa
atau solusio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan plasenta previa tidak boleh
disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG, jelas membuktikan ketiadaannya.
Diagnosis plasenta previa jarang dapat dipastikan dengan pemeriksaan klinis, kecuali apabila
satu jari tangan dimasukkan melalui serviks dan plasenta diraba. Pemeriksaan serviks seperti ini
jangan dilakukan kecuali apabila wanita yang bersangkutan sudah di meja operasi dengan segala
persiapan untuk seksio sesarea segera karena bahkan pemeriksaan yang paling hati-hati pun
dapat menyebabkan perdarahan massif. Selain itu, pemeriksaan ini jangan dilakukan, kecuali
apabila memang telah direncanakan pelahiran, karena dapat terjadi perdarahn yang sedemikian
rupa sehingga janin perlu segera dilahirkan walaupun masih imatur. Pemeriksaan “double set-
up” semacam ini jarang diperlukan karena lokasi plasenta hamper selalu dapat diketahui dengan
USG.
Pada setiap perdarahan antepartum, perlu dilakukan suatu pemeriksaan yang akan
menentukan suatu diagnosis. Dalam menentukkan suatu keadaan plasenta previa perlu dilakukan
suatu pemeriksaan sebagai berikut :
Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa
alasan, terutama pada multigravida
Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi
kepala, biasanya kepalanya masih terapung diatas pintu atas panggul atau menolak ke
samping, dan sukar dodorong ke dalam pintu atas pangul tidak jarang terdapat kelainan
letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang
Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, apabila perdarahan dari berasal dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai
Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi,
radioisotope dan ultrasonografi, nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan yang ahli, tapi
bahaya radiasi cukup tinggi pada ibu dan bayi, menyebabkan cara ini mulai ditinggalkan
Ultrasonografi
Penentuan letak plasenta ini dianggap tidak membahayakan bagi ibu dan janin dan tidak
menimbulkan rasa nyeri
Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan dilakukan secara langsung dengan meraba plasenta melalui kanalis
servikalis, tapi hal ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak, pemeriksaan ini
hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan dan ditempuh penanganan aktif.
Perabaan fornises
Pemeriksaan ini hanya bermakna jika janin dalam presentasi kepala, sambil mendorng
sedikit kepala janin kearah pintu atas panggul, perlahan – lahan seluruh fornises diraba
dengan jari.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis
Apabila kanalis servikalis terbuka, perlahan – lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam
kanalis servikalis dengan Tujuan kalau – kalau meraba kotiledon plasenta dan akan terasa
padat (keras )apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta.
Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau
trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Wanita dengan plasenta
previa dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berikut:
1. Mereka yang janinnya preterm tetapi belum ada indikasi untuk pelahiran
2. Mereka yang janinnya sudah cukup matur
3. Mereka yang sudah in partu
4. Mereka yang perdarahannya sedemikian parah sehingga janin harus dilahirkan walaupun
masih imatur
Penatalaksanaan pada janin prematur tetapi tanpa perdarahan aktif adalah pengawasan
ketat. Pada sebagian kasus mungkin perlu dilakukan rawat inap berkepanjangan; namun, wanita
yang bersangkutan biasanya dipulangkan setelah perdarahan berhenti dan janin dinilai sehat.
Wanita tersebut dan keluarganya harus benar-benar memahami masalah plasenta previa dan
harus siap sedia mengantarkannya ke rumah sakit. Pada pasien plasenta previa yang telah
diseleksi dengan benar, tampaknya tidak terdapat keunggulan penatalaksanaan rawat-inap
dibandingkan dengan rawat-jalan (Mouer, 1994). Drost dan Keil (1994) membuktikan adanya
pengurangan hari rawat inap sebesar 50 persen, penurunan biaya ibu 50 persen, dan penurunan
biaya pasangan ibu-janin 40 persen, tanpa perbedaan dalam morbiditas ibu atau janin, pada
penatalaksanaan rawat jalan dibandingkan rawat inap. Wing dan rekan (1996) melaporkan hasil
awal dari uji klinis teracak mereka tentang penatalaksanaan rawat-inap versus rawat di rumah
terhadap 53 wanita dengan perdarahan akibat plasenta previa pada 24 sampai 36 minggu.
Morbiditas ibu dan janin setara di kedua kelompok, tetapi penatalaksanaan di rumah menghemat
US$ 15.000 per kasus. Yang utama, 33 (62 persen) dari 53 wanita ini mengalami perdarahan
berulang dan pada 28 orang diperlukan tindakan seksio sesarea cepat.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada : (USU)
Keadaan umum pasien, kadar haemoglobin.
Jumlah perdarahan yang terjadi.
Umur kehamilan atau taksiran berat badan janin.
Jenis plasenta previa.
Paritas dan kemajuan persalinan.
Jumlah perdarahan :
1. Ringan (kehilangan darah < 15% dari total volume darah tubuh)
Manifestasi klinis :
Tanda vital normal
Tidak ada postural hipotesi
Tidak ada defisit sirkulasi perifer
Urin out put normal
2. Sedang (kehilangan darah 15%-30% dari total volume darah tubuh
Manifestasi Klinis :
Perubahan frekuensi nadi terhadap posis badan (meningkat 10-20 bpm ketika berubah
dari posisi terleentang ke duduk atau berdiri dan diastolik menurun 10 mmHg atau
lebih)
Terdapat tanda-tanda inadekuat sirkulasi (sesak, haus, pucat, takikardi) perubahan
status mental dapat juga terjadi (apatis atau agitasi)
Terapi :
Terminasi pada kehamilan yang aterm
Expectan jika paru janin belum mature atau pada usia gestasi 32-36 minggu
Hospitalisasi
3. Berat (kehilangan darah 30%-40% dari total volume darah tubuh)
Manifestasi :
Shock
Kehilangan darah yang terus-menerus pervaginam
Fetus dapat meninggal atau menunjukkan tanda-tanda stress
Oligouri atau anuria
Terapi :
Intensive observasi dan monitoring
Pasang cairan IV
Siapkan transfusi
Asesment fungsi ginjal
Terminasi kehamilan SC
Penanganan Ekspektif
Kriteria :
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Perdarahan sedikit
Belum ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
Istirahat baring mutlak.
Infus D 5% dan elektrolit
Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.
Periksa Hb, HCT, golongan darah.
Pemeriksaan USG.
Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai
kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.
Penanganan aktif
Kriteria
umur kehamilan ≥ 37 minggu, BB janin ≥ 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginam, dilakukan pemeriksaan
dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Persalinan
Seksio sesarea diperlukan pada hampir semua kasus plasenta previa. Pada sebagian besar
kasus dilakukan insisi uterus transversal. Karena dapat terjadi perdarahan janin akibat insisi ke
dalam plasenta anterior, kadang-kadang dianjurkan insisi vertikal pada keadaan-keadaan ini.
Namun, bahkan apabila insisi meluas hingga mencapai plasenta, prognosis ibu dan janin jarang
terganggu.
Karena sifat kontraktil segmen bawah uterus yang sangat lemah, mungkin terjadi
perdarahan yang tidak terkendali setelah plasenta dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi walaupun
secara histologis tidak terbukti adanya plasenta akreta. Pada situasi ini, diindikasikan
penatalaksanaan yang sesuai untuk plasenta akreta. Apabila plasenta previa dipersulit oleh
adanya plasenta akreta sehingga cara-cara konservatif untuk mengendalikan perdarahan dari
tempat perlekatan plasenta tidak berhasil, diperlukan metode-metode hemostasis yang lain.
Penjahitan tempat implantasi mungkin dapat menghentikan perdarahan. Pada sebagian kasus,
perlu dilakukan ligasi bilateral arteri uterina, dan pada yang lain perdarahan berhenti setelah
ligasi arteri iliaka interna. Cho dan rekan (1991) menerangkan tindakan penjahitan sirkular
interrupted di sekitar segmen bawah, di atas dan di bawah insisi melintang, yang mengendalikan
perdarahan pada seluruh (8 orang) pasien yang menjalani metode ini. Druzin (1989) melaporkan
empat kasus di mana segmen bawah uterus ditampon ketat dengan kassa yang berhasil
menghentikan perdarahan. Tampon kassa dikeluarkan melalui vagina 12 jam kemudian.
Apabila tindakan-tindakan konservatif ini gagal, dan perdarahannya deras, maka perlu
dilakukan histerektomi. Pada sebagian kasus, ligasi arteri uterina atau iliaka interna dapat
menghentikan perdarahan. Embolisasi arteri panggul juga pernah dilakukan (Hansch et al., 1999;
Pelage et al., 1999). Bagi wanita yang plasenta previa-nya tertanam di anterior di bekas insisi
seksio sesarea, maka kemungkinan plasenta akreta dan perlunya histerektomi meningkat.
Indikasi Seksio Sesarea :
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa pada primigravida.
Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
Anak berharga dan fetal distres
Plasenta previa lateralis jika :
Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 3 cm
serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah
rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infuse oksitosin.
Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton hicks ialah mengadakan temponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
Versi yang dilakukan secara kombinasi, satu tangan penolong berada di luar, satu lagi berada
di dalam. Versi ini dilakukan pada pembukaan 2-3 cm
Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan cunam willet, kemudian beri beban secukupnya sampai
perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan sering kali
menyebabkan perdarahan pada kulit kepela. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin
yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.
Kriteria pasien yang dapat diberlakukan rawat jalan :
1. Pasien yang telah diobservasi selama 72 jam tanpa adanya perdarahan
2. Stabil serial hematokrit
3. Reaktive NST pada saat perdarahan
4. Telepon tersedia 24 jam dan juga transportasi antara rumah dengan rumah sakit
5. Dapat melakukan bed rest dirumah
6. Pasien dan keluarga telah mengerti tentang potesi-potensi komplikasi yang mungkin
timbul.
7. Kontrol tiap minggu sampai usia kehamilan aterm dengan serial level Hb dan USG.
Komplikasi
Karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari
tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang
terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang
tipis, maka jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam
miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta dan bahkan plasenta perkreta.
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial
untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus sangat berhati-
hatipada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak
melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta.
Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
Berisiko tinggi untuk solusio plasenta (risiko relative 13,8), seksio sesarea (risiko
relative 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %), dandisseminated intravascular
coagulation (DIC) 15,9 %.
Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG di samping ketersediaan transfuse darah dan infus cairan telah ada
di hamper semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan
terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat
tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas
tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah
penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat
dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya
kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif
diberlakukan. Pada suatu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan
kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran premature 47%. Hubungan hambatan
pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Plasenta previa. http://greencollege-keperawatan.blogspot.com/2011/03/askep-plasenta-
previa.html
2. Cunningham FG, Gant NF, Levino KJ, Gilstrap LC, Heuth JC, Winstrom KD, editors.
Perdarahan Obstetrik. William Obstetric Edisi 21. Mc Graw Hill; 2003. Hal 698-704.
3. Plasenta. http://www.lusa.web.id/plasenta/
4. T.M.A Chalik. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam: Abdul Bari S,
Trijatmo R, Gulardi HW, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008; hal. 492-502.
5. Plasenta Previa. http://askep-free.blogspot.com/2009/08/penatalaksanaan-placenta-
previa.html