Download - Plant Solar

Transcript

TUGAS TEKNOLOGI MINYAK BUMI

Plant Solar

Oleh :KELOMPOK VI

Faishal Miftahul Huda 21030113130184

Joe Epridoena Sinulingga 21030113130188

Lasmaria P M Sinaga 21030112130125

Rahmatika Luthfiani Safitri 21030113120078

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG2015

BAB I

PENDAHULUAN

Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C, dan

merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap pada suhu tersebut dan

bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas untuk diolah kembali. Umumnya,

solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas minyak solar

dinyatakan dengan bilangan setana (Harryanto, 2013).

Angka setana adalah tolak ukur kemudahan menyala atau terbakarnya suatu bahan

bakar di dalam mesin diesel. Saat ini, Pertamina telah memproduksi bahan bakar solar

ramah lingkungan dengan merek dagang Pertamina DEX© (Diesel Environment

Extra). Angka setana DEX dirancang memiliki angka setana minimal 53 sementara

produk solar yang ada di pasaran adalah 48. Bahan bakar ramah lingkungan tersebut

memiliki kandungan sulfur maksimum 300 ppm atau jauh lebih rendah dibandingkan

solar di pasaran yang kandungan sulfur maksimumnya mencapai 5000 ppm (Harryanto,

2013).

Mutu solar distilasi langsung dari minyak bumi dipengaruhi oleh sifat umpan

minyak bumi tersebut, antara lain komposisi hidrokarbon dan kadar sulfur. Kadar sulfur

dari solar distilasi langsung meningkat dengan naiknya kadar sulfur umpan. Minyak

bumi parafinik menghasilkan produk solar yang massa jenisnya lebih rendah daripada

solar yang berasal dari minyak bumi naftenik (Nasution dkk., 2010).

Solar rengkahan, baik yang berasal dari rengkahan termal maupun rengkahan

katalitik (kecuali hasil penghidrorengkahan–hydrocracked gasoil) mengandung

persentase aromatik dan olefin yang lebih besar daripada solar hasil distilasi langsung.

Mutu komponen solar dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya massa jenis, kadar

hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin), kadar nonhidrokarbon (belerang, nitrogen

dan oksigen), warna dan stabilitas. Untuk mencapai sasaran program langit biru, maka

kadar komponen racun gas buang dari kendaraan bermotor harus diturunkan, antara lain

hidrokarbon (HC), gas racun (NOx , CO dan SOc) dan partikulat (particulate).

(Nasution dkk., 2010).

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Solar

II.1.1. Pengertian solar

Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C,

dan merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap

pada suhu tersebut dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas

untuk diolah kembali. Umumnya, solar mengandung belerang dengan

kadar yang cukup tinggi. Kualitas minyak solar dinyatakan dengan

bilangan setana (Harryanto, 2013).

II.1.2. Kegunaan Minyak Solar menurut (Harryanto, 2013) antara lain:

Digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada kendaraan

bermotor seperti bus, truk, kereta api dan traktor . 

Memproduksi uap

Mencairkan hasil peridustrian

Membakar batu

Mengerjakan panas dari logam

II.1.3. Sifat Utama Dari Bahan Bakar Solar

Bahan bakar diesel biasa juga disebut light oil atau solar, adalah

suatu campuran dari hydrocarbon yang telah di distilasi setelah bensindan

minyak tanah dari minyak mentah pada temperatur 200 sampai 340 OC.

Sebagian besar solar digunakan untuk menggerkkan mesin diesel

(Harryanto, 2013).

Bahan bakar diesel mempunyai sifat utama, yaitu :

Tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau.       

Encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal.       

Mempunyai titik nyala tinggi (40 C-100 C).       

Terbakar spontan pada 350, sedikit dibawah temperatur bensin

yang terbakar sendiri sekitar .      

Mempunyai berat jenis 0,82-0,86.    

Menimbulkan panas yang besar (sekitar 10.500 kcal/kg).  

Mempunyai kandungan sulfur lebih besar dibanding bensin.

Memiliki rantai Hidrokarbon C14 s/d C18.

II.1.4. Syarat-syarat Kualitas solar yang diperlukan sebagai berikut.

Mudah terbakar

Solar harus dapat memungkinkan engine bekerja lembut dengan

sedikit knocking.

Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku)

Solar harus tetap cair pada temperatur rendah sehingga engine

akan mudah dihidupkan dan berputar lembut.

Daya Pelumasan

Solar juga berfungsi sebagai pelumas untuk pompa injeksi dan nosel,

Oleh karena itu harus mempunyai sifat daya pelumas yang baik.

Kekentalan Solar 

Kekentalan solar harus mempunyai kekentalan yang memadai

sehingga dapat disemprotkan oleh injektor.

Kandungan Sulfur 

Sulfur merusak pemakaian komponen engine, dan kandungan

sulfur solar harus sekecil mungkin.

Stabil 

Tidak berubah dalam kualitas, tidak mudah larut selama

disimpan.

(Harryanto, 2013)

II.1.5. Nomor Cetane (Cetane Number)

Nomor cetane atau tingkatan dari solar adalah satu cara untuk

mengontrol bahan bakar solar dalam kemampuan untuk pencegah

terjadinya knocking. Tingkatan yang lebih besar memiliki kemampuan

yang lebih baik. Ada dua skala indek untuk mengontrol kemampuan solar

untuk mencegah knocking dan mudah terbakar yaitu cetane index dan

diesel index. Minimal tingkatan cetane yang dapat diterima untuk bahan

bakar yang digunakan untuk engine diesel kecepatan tinggi umumnya 40-

45. Oleh karena, itu engine diesel perbandingan kompresinya (15:1-22:1)

lebih tinggi daripada engine bensin(6:1-12:1) dan juga engine diesel

dibuat dengan kontruksi yang jauh lebih kuat dari pada engine bensin

(Harryanto, 2013).

II.2. PROSES PEMBUATAN KOMPONEN UTAMA SOLAR

II.2.1. Proses Penghidrorengkahan

Proses penghidrorengkahan adalah reaksi antara hidrogen dan

distilat berat minyak bumi, yaitu distilat vakum (vacuum distillate),

minyak awa-aspal, (deasphalted oil) dan distilat-termal berat (heavy

thermal distillate), dengan bantuan katalis bifungsional. Proses ini

menghasilkan berbagai jenis produk bernilai tinggi, antara lain bahan

bakar minyak bermutu tinggi (kerosin, avtur, dan solar), bahan dasar

pelumas, serta nafta ringan untuk umpan proses hidroisomerisasi dan

nafta berat sebagai umpan proses reformasi katalitik untuk pembuatan

komponen-komponen utama bensin (isomerat, dan reformat) bermutu

tinggi: HOMC (high octane mogas component) (Bairley, 1973).

Umpan hidrorengkah adalah campuran hidrokarbon (parafin,

naftena, dan aromatik) dan sedikit pengotor non-hidrokarbon (sulfur,

nitrogen, oksigen, dan logam: Ni dan V). Aromatik pertama-tama

bereaksi menjadi naftena, dan kemudian naftena tersebut pecah menjadi

molekul kecil. Parafin relatif stabil pada konversi umpan sekitar 65% vol.

pada proses penghidrorengkahan satu tahap. Mutu produk kerosin, dan

solar naik dengan dinaikkannya konversi umpan, yaitu titik asap kerosin

25 mm dan angka setana solar 54 (Nasution dkk., 2010).

Pada proses penghidrorengkahan dua tahap, hidrogenasi aromatik

bertambah dan juga hidroisomerisasi parafin sehingga mutu produk akan

meningkat lagi, yaitu titik asap kerosin 40 mm dan angka setana solar 70,

dengan kadar isoparafin tinggi yang dapat meningkatkan sifat alir produk

solar (cold flow) (Dosher, 1994). Reaksi hidrorengkah dihambat oleh

kotoran komponen non-hidrokarbon (nitrogen) dari umpan yang

terkonversi menjadi amonia dan terbawa dalam sirkulasi gas hidrogen

serta masuk ke dalam zona katalis. Umpan reaktor kedua dari proses

penghidrorengkahan dua tahap telah bebas dari kotoran komponen

nitrogen tersebut sehingga katalis dapat bekerja secara optimal.

Karakteristik produk solar hidrorengkah dari umpan distilat vakum dan

minyak awa-aspal disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Produk Solar Hidrorengkahan

(Nasution dkk., 2010)

Produk berat hidrorengkah dapat dikontrol atau diatur dengan

mengubah trayek didih dari umpan yang disirkulasikan, sehingga proses

penghidrorengkahan dapat diarahkan untuk memaksimalkan ketiga jenis

produk yaitu: nafta, kerosin, dan solar dengan bantuan katalis zeolit.

Katalis amorf hanya dapat memaksimalkan kedua jenis produk utama

terakhir, yaitu kerosin dan solar saja. Pada operasi yang diarahkan untuk

pembuatan produk kerosin dan solar, katalis zeolit memberikan suatu

rasio antara produk ringan dan produk berat yang lebih besar daripada

katalis amorf (Gambar 2.1). Katalis zeolit lebih aktif dan stabil terhadap

racun amonia daripada katalis amorf. Katalis zeolit tersebut dipilih untuk

operasi pembuatan maksimal produk nafta. Walaupun konversi umpan

proses penghidrorengkahan tinggi, tetapi produk gas yang dihasilkan

tidak begitu besar, yaitu maksimal 4% berat (Nasution dkk., 2010).

Gambar 2.1 Produk Hidrorengkahan

II.2.2. Reaksi Hidrorengkah

Reaksi Hidrorengkah Reaksi utama dari proses

penghidrorengkahan adalah reaksi pemutusan ikatan antar-atom karbon

(C–C) yaitu: reaksi hidrorengkah parafin, reaksi hidrodesiklisasi alkil

aromatik, alkil naftena dan cincin naftena, serta reaksi penghidromurnian

untuk menghilangkan atom sulfur, nitrogen dan oksigen dari non-

hidrokarbon dan hidrogenasi hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin)

dari molekul umpan dan produk antaranya. Reaksi penghidrorengkahan

tersebut adalah reaksi eksotermis (Tabel 2.2) (Rajagopalan dkk., 1992).

Tabel 2.2 Proses Reaksi Hidrorengkah

Reaksi hidrorengkah dengan bantuan katalis bifungsional berinti

aktif logam dan inti aktif asam terdiri atas empat tahap berikut (Gambar

2.2) (Rajagopalan dkk., 1992).

1. Pembentukan olefin dengan reaksi dehidrogenasi oleh

bantuan inti aktif logam katalis.

2. Pembentukan senyawa-antara ion karbonium dari olefin

tersebut dan proton dari inti aktif asam katalis.

3. Perengkahan senyawa antara ion karbonium menjadi

produk antara olefin dan ion karbonium rendah.

4. Hidrogenasi produk-antara olefin tersebut menjadi produk

hidrokarbon jenuh.

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Hidrorengkahan

II.2.3. Umpan Penghidrorengkahan

Umpan proses hidrorengkah adalah berbagai jenis distilat berat yaitu

distilat vakum, minyak awa-aspal dan distilat-termal berat yang terdiri

atas molekul hidrokarbon (parafin, olefin, naftena dan aromatik) dan

kotoran non-hidrokarbon yang mengandung atom sulfur, nitrogen,

oksigen dan logam (Ni, V).

Hidrogenasi aromatik menjadi naftena merupakan reaksi pertama,

yang kemudian cincin naftena tersebut dipecah menjadi parafin dengan

reaksi hidrodesiklisasi. Parafin relatif lebih stabil pada konversi umpan

<65% volume. Kotoran komponen nitrogen umpan yang pecah menjadi

amonia dan terbawa di dalam sirkulasi gas hidrogen dapat menghambat

reaksi hidrorengkah. Untuk menstabilkan konversi umpan, maka

temperatur operasi harus dinaikkan. Pengaruh kadar kotoran nitrogen

umpan pada kenaikan temperatur operasi untuk menstabilkan konversi

umpan ditunjukkan pada Gambar 2.3. ( Koyama dkk., 1995).

Sulfur dalam molekul hidrokarbon aromatik lebih sulit dihilangkan

daripada sulfur dalam molekul parafin, di mana perbandingan laju reaksi

hidrodesulfurisasi merkaptana /benzotiofena /dibenzotiofena /merkaptana

= 28/7/1. Sedang reaksi hidrodenitrogenasi diamati jauh lebih sulit

daripada reaksi hidrodesulfurisasi.

Gambar 2.3. Pengaruh Kadar Nitrogen Umpan pada Kenaikan Temperatur Operasi

II.2.4. Katalis Hidrorengkah

Katalis hidrorengkah adalah katalis bifungsional yang mengandung

dua jenis inti aktif (inti aktif logam dan inti aktif asam) untuk

mempercepat reaksi hidrogenasidehidrogenasi, perengkahan, dan

isomerisasi.

Inti Aktif Logam

Inti aktif logam adalah logam sulfida dari gabungan dua jenis

logam grup VIII (Co8 S9, dan Ni2 S3 ) dan grup VIA (MoS2 dan WS2 ),

dengan kombinasi kedua atom adalah Ni-W, Ni-Mo, Co-Mo dan Co-W.

Rasio kedua jenis grup atom tersebut (grup VIII/grup VI A) adalah

sekitar 3/1. Kadar logam grup VIII berkisar 1–5% berat dan kadar logam

grup VIA berkisar 5–20% berat dari katalis. Inti aktif logam ini

membantu mempercepat reaksi hidrogenasi/ dehidrogenasi,

hidrodesulfurisasi, dan hidrodenitrogenisasi dengan aktivitas yang

berbeda tergantung pasangan logamnya (Bairley, 1973). Urutan aktivitas

inti aktif logam katalis adalah sebagai berikut:

Reaksi hidrogenasi (aromatik dan olefin):

Ni-W > Ni-Mo > Co-Mo > Co-W

Reaksi hidrodesulfurisasi:

Co-Mo > Ni-Mo > Ni-W > Co-W

Reaksi hidrodenitrogenasi:

Ni-Mo = Ni-W > Co-Mo > Co-W.

Inti Aktif Asam

Inti aktif asam katalis penghidrorengkahan adalah gabungan oksida

logam grup II dan grup III, yaitu Al2 O3 -SiO2 baik bentuk amorf maupun

zeolit, yang berfungsi untuk membantu reaksi perengkahan dan

isomerisasi melalui pembentukan senyawa antara ion karbonium. Ion

karbonium terutama terbentuk dari hasil interaksi antara inti asam katalis

(proton -H+) dan molekul olefin hasil reaksi dehidrogenasi parafin

umpan.

Pemakaian zeolit dapat meningkatkan keasaman dan stabilitas

katalis, tetapi akan dihasilkan banyak produk ringan. Zeolit yang umum

dipakai adalah tipe Y. Pengurangan atom Al dari kerangka zeolit dapat

meningkatkan aktivitas, selektivitas, dan stabilitas dari inti aktif asam

katalis tersebut (Bairley, 1973).

II.2.5. Unit Proses Penghidrorengkahan

Proses Penghidrorengkahan Satu-Tahap

Konfigurasi proses penghidrorengkahan sederhana adalah satu

tahap tanpa sirkulasi umpan (Single-Stage Once Through–SSOT). Pada

proses SSOT, umpan dicampur dengan sirkulasi gas hidrogen, dipanasi

sampai pada temperatur operasi dan masuk dari atas reaktor hidrorengkah

dan terjadi reaksi (reaksi eksotermis). Antara unggun (bed) katalis

diberikan injeksi gas hidrogen untuk menjaga kenaikan temperatur

katalis di atas 30 oC. Campuran hasil reaksi gas dan cair didinginkan dan

dipisahkan di dalam suatu separator bertekanan tinggi, aliran gas dari

separator disirkulasi kembali ke reaktor. Cairan dari separator dipisahkan

di dalam kolom distilasi.

Proses Penghidrorengkahan Satu-Tahap Bersikulasi

Jika umpan akan dikonversi tinggi menjadi produk ringan, maka

produk bawah kolom distilasi disirkulasi kembali ke reaktor dan diproses

bersama umpan segar pada proses penghidrorengkahan dengan sirkulasi

umpan (Single Stage Recycle– SSREC).

Proses Penghidrorengkahan Dua-Tahap

Proses penghidrorengkahan dua tahap (Two-Stage Recycle–

TSREC) terdiri atas tahap pertama yang identik dengan proses

penghidrorengkahan satu tahap tanpa sirkulasi umpan dengan konversi

umpan, yang memberikan sekitar 40-50% volume.

Produk berat (umpan yang belum terkonsensi) dari bawah kolom

distilasi produk dimasukkan ke dalam reaktor tahap kedua di mana

produk berat tersebut dikonversi lanjut dan produknya dikirim ke

fraksionator. Pada reaktor tahap kedua ini umpan sudah bebas dari

kotoran amonia dan asam sulfida, yang memungkinkan katalis beroperasi

secara optimal.

Proses penghidrorengkahan dua tahap dioperasikan pada kilang

Pertamina, yaitu unit Pengolahan UP II Dumai/S. Pakning dan UP V

Balikpapan untuk mengolah distilat vakum menjadi distilat sedang

(kerosin, avtur dan solar) (Nasution dkk., 2010).

Gambar 2.4. Unit Proses Penghidrorengkahan Dua Tahap

II.2.6. Proses Penghidromurnian

Komponen solar yang diproduksi di kilang-kilang minyak dewasa

ini umumnya terdiri atas solar hasil distilasi langsung minyak bumi,

selain beberapa komponen solar olahan seperti solar rengkahan termal

dan solar rengkahan katalitik. Namun kualitas/mutu komponen-

komponen solar tersebut masih perlu ditingkatkan dengan proses

penghidromurnian (News, 1993).

Solar rengkahan, baik yang berasal dari rengkahan termal maupun

rengkahan katalitik mengandung persentase aromatik dan olefin yang

lebih besar daripada solar distilasi langsung. Solar dari minyak bumi

naftenik mempunyai massa jenis yang lebih tinggi dibanding dengan

solar distilasi minyak bumi parafinik (Nasution dkk., 2010).

Proses penghidromurnian komponen solar dengan memakai katalis

monofungsional dapat meningkatkan angka setana, warna, stabilitas dan

menurunkan kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik, olefin) serta kotoran

nonhidrokarbon (belerang, nitrogen, oksigen). Katalis penghidromurnian

terdiri atas inti aktif logam saja dengan penunjang alumina (Al2 O3 ).

II.2.7. Reaksi Penghidromurnian

Proses penghidropemurnian adalah reaksi eksotermis yang terdiri

atas: reaksi hidrogenasi hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin),

reaksi hidrodesulfurisasi, reaksi hidrodenitrifikasi dan hidrodeoksigenasi.

Ketiga reaksi yang tersebut terakhir disajikan pada Tabel 2.3 (Le page,

1987).

Laju reaksi hidrodesulfurisasi dari senyawa sulfur parafin berjalan

lebih mudah daripada sulfur aromatik, yaitu dengan perbandingan

merkaptan/benzotiofena/ dibenzotiofena = 28/7/1. Reaksi

hidrodenitogenasi diamati lebih sulit daripada reaksi hidrodesulfurisasi.

Tabel 2.3. Reaksi Hidropemurnian

II.2.8. Umpan Penghidromurnian

Komponen solar terdiri atas solar hasil distilasi minyak mentah

(straight run gasoil), solar hasil rengkahan termal (visbroken gasoil dan

coker gas oil), dan solar rengkahan katalitik (cycle gasoil dan

hydrocracked gasoil). Massa jenis, belerang dan angka setana dari

berbagai jenis komponen disajikan pada Tabel 2.4.

Jumlah dan jenis aromatik dalam solar distilasi langsung jauh lebih

rendah daripada yang dikandung oleh solar hasil rengkahan termal

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Kadar sulfur produk solar dari berbagai jenis proses pembuatannya

diamati sekitar 45–50% berat dari kadar sulfur yang dikandung umpan

prosesnya (Tabel 2.6) (Hendried dkk., 2000).

Tabel 2.5. Karakteriskik Produk Solar dari Berbagai Jenis Pembuatan

Tabel 2.6. Komposisi Aromatic dari Solar

Tabel 2.7. Kadar Sulfur Berbagai Jenis Solar

II.2.9. Katalis Penghidromurnian

Katalis penghidromurnian adalah katalis mono-fungsional yang

mengandung hanya inti aktif logam saja dengan penunjang alumina (Al2

O3). Inti aktif logam katalis penghidromurnian adalah sama seperti inti

aktif logam katalis dari proses penghidrorengkahan yaitu: Ni-W, Ni-Mo

dan Co-Mo, yang bentuk aktifnya dalam logam sulfida (Ni2S3 , MoS2 ,

Co8S9) dan pre-sulfiding katalis tersebut memakai senyawa sulfur antara

lain dimetil disulfida (CH3 –S–CH3 ) yang dicampur bersama umpan.

Aktivitas inti aktif logam katalis untuk berbagai jenis reaksi utama

dari proses penghidropemurnian adalah sebagai berikut:

Reaksi hidrogenasi hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin):

Ni-W / Ni-Mo > Co-Mo

Reaksi hidrodesulfurisassi:

Co-Mo > Ni-Mo > Ni-W

Reaksi hidrodenitrogenasi:

Ni-Mo = Ni-W > Co-Mo.

II.2.10. Unit Proses Penghidromurnian

Proses penghidromurnian konvensional dengan tekanan operasi 35

bar dapat menurunkan masa jenis solar, tetapi kenaikan angka setana

produk solar tersebut hanya sekitar 3 angka saja. Penurunan massa jenis

solar tersebut disebabkan oleh reaksi hidrogenasi poliaromatik solar

menjadi mono-, dan di-aromatik sedang kadar total aromatiknya menurun

sedikit saja. Pada kondisi tersebut, tingkat hidrodenitrogenasi tidak cukup

tinggi untuk umpan solar rengkahan (Tabel 2.8), maka kondisi operasi

masih perlu ditingkatkan, yaitu antara lain dengan menaikkan tekanan

parsial hidrogen.

Tabel 2.8. Proses Penghidromurnian Konvensional

Pada kondisi baru tersebut, proses penghidromurnian ini dapat

menaikkan lagi angka setana produk solar sekitar 5 sampai 7 angka.

Untuk kenaikan lebih lanjut angka setana, diperlukan tekanan parsial

hidrogen lebih besar lagi, agar dapat dinaikkan tingkat reaksi hidrogenasi

aromatik.

Umpan solar ringan dan solar sedang dan solar campuran antara

30% volume solar rengkahan katalitik dan 70% volume solar distilasi

masih dapat diolah dengan proses penghidromurnian konvensional

tersebut. Sedang umpan solar berat dan solar campuran dengan solar

rengkahan katalitik >30% diperlukan kenaikan kondisi operasi.

Apabila kondisi tekanan parsial hidrogen tinggi tersebut masih

belum memenuhi untuk penghidromurnian solar rengkahan, maka proses

pemurnian perlu dilakukan dalam dua tahap dengan pengoptimalan

kondisi operasinya.

Untuk pembuatan solar dengan persyaratan tinggi yaitu kadar

aromatik <5% dan sulfur <50 ppm pada proses penghidromurnian satu

tahap diperlukan tekanan parsial hidrogen di atas 100 bar dengan volume

katalis besar serta laju umpan cukup rendah <0,5 ton/m3 umpan per jam.

Bagi proses penghidromurnian dua tahap, di mana desulfurisasi

dilakukan di tahap pertama dengan katalis Co-Mo/ Al2O3 dan dilanjutkan

dengan saturasi aromatik dan olefin di tahap kedua, maka diperlukan

tekanan operasi yang cukup rendah (50–60 bar) dengan katalis

Ni-Mo/Al2O3.

Proses penghidromurnian satu tahap ditunjukkan pada Gambar 2.5.

(Hendried dkk., 2000)Skema proses untuk berbagai tingkatan proses

penghidromurnian adalah sama dengan pengecualian untuk peningkatan

angka setana solar yang sangat besar diperlukan proses

penghidromurnian dua tahap. Peningkatan reaksi saturasi aromatik dapat

dilakukan dengan menaikkan tekanan parsial gas hidrogen dan

penurunan laju umpan.

Kilang PERTAMINA memakai proses penghidropemurnian solar

di unit pengolahan berikut: UP II Dumai/S.Pakning satu unit (coker

gasoil); UP IV Cilacap satu unit (visbreaker gasoil); UP V Balikpapan,

satu unit (straight run gasoil) dan UP VI Balongan dua unit (cycle

gasoil).

Gambar 2.5. Proses Penghidromurnian satu tahap

Gambar 2.6. Penghidrorengkahan Destilat Minyak dan Residu

Menjadi Solar

Gambar 2.7. Konversi Distilat Berat Minyak dengan Proses

Penghidrorengkahan

BAB III

KESIMPULAN

Komponen utama solar terdiri atas solar penghidrorengkahan dan solarpenghidromurnian dari komponen solar bermutu rendah (solar rengkahan termaldan katalitik).

Proses penghidrorengkahan distilat berat dengan bantuan katalis bifungsionaldapat menghasilkan produk utama solar dan kerosin bermutu tinggi. Unjuk kerjaproses penghidrorengkahan ini terus ditingkatkan baik teknologinya maupunperkembangan katalisnya antara lain penyempurnaan inti aktif asamnya denganmemakai zeolit.

Komponen solar bermutu rendah baik solar rengkahan termal maupun solarrengkahan katalitik dapat ditingkatkan mutunya dengan penurunan kadar darihidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin) serta non-hidrokarbon (sulfur dan nitrogen) pada proses penghidromurnian dengan bantuan katalis monofungsional (Co-Mo/Al2O3) Unjuk kerja proses penghidromurnian ini telah dikembangkan baik dan segi teknologi prosesnya dari satu tahap menjadi dua tahap maupun pengembangan katalisnya baik penyangga (support) maupun inti aktif logamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bailery, C.L., (1973), “Diesel Engine Fuels, Modern Petroleum Technology”, Applied

Science Publ. Ltd., hlm. 614-625.

Dosher, John R., Carner, Jack T., (1994), “Sulfur Increases Seen Mostly in Heavy

Fractions of Lower Quality Crudes”, Oil and Gas journal, 23 Mei hlm. 43-49.

Harryanto Ferry. 2013. “Minyak Solar (Sifat, Kegunaan, dan Jenis- jenis)”.

http://feryhariyantoo.blogspot.com/2013/07/minyak-solar-sifatkegunaandan-

jenis.html. Diambil pada 10 Juni 2015

Henried G. and D. Duce., (2000), Kerosene and Gasoil Manufacture, Modern Petroleum

Technology, vol 2, Downstream Pubs, Institute of Petroleum New York, p 113

– 126.

Koyama Hiroki, Nagai Eiichi, Torri Hidenohu dan Kumagai, (1995), “Sample Changes

Reduce Catalyst Deactivation, Pressure Drop Build UP”, Oil and gas Journal,

20 November, p. 68-71. Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar

Ramah Lingkungan 89

Le Page, J.F., (1987), “Applied Heterogenous Catalysis:, Editions Technip, Paris.

Nasution, A. S., Oberlin, S., dan Morina. 2010. “Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin

dan Solar Ramah Lingkungan”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Minyakbumi dan Gas “LEMIGAS”., hlm 72-89

News, (1993), “New Diesel Rule Time Test for California Refineries Regulations”, Oil

and Gas Journal, 30 Agustus, hlm. 21-26.

Rajagopalan, K., and Habit, E.T.Jr (1992) Select Catalyst Support Properties Needed for

Gas Oil or Resid Cracking, Hydrocarbon Processing; Sept; p 43- 46.