BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi komputer untuk saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini
ditandai dengan banyak munculnya suatu peralatan elektronnik yang menggunakan
mikroprosesor sebagai pusat pengontrolan. Misalnya saja hanphone, komputer dengan kecepatan
yang sangat tinggi dalam ukuran Giga Hz, PLC (Programmable Logic Control), mobil dengan
menggunakan mikrokontroller, robot, dan alat-alat elektronik lainnya.
Dengan munculnya perangkat elektronik yang menggunakan mikrokontroller, dapat
membuat suatu pekerjaan dapat menjadi lebih mudah dan efisien. Selain itu banyak kelebihan
yang dapat diambil dengan adanya mikrokontroller. Salah satu contohnya adalah mesin-mesin
yang terdapat pada pabrik. Apabila mesin-mesin tersebut digerakkan secara manual, banyak
kesulitan yang akan timbul, hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diinginkan, dibutuhkan
sumber daya manusia yang cukup besar untuk setiap mesinnya, dan kesulitan-kesulitan lainnya.
Tetapi dengan menggunakan mikrokontroller sebagai pusat pengontrolan, kesulitan-kesulitan
tersebut dapat dikurangi. Dengan menggunakan mikrokontroller, suatu sistem yang bekerja tidak
akan melakukan pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan oleh
mikrokontroller tersebut. Dengan kata lain, suatu mikrokontroller yang telah diprogram akan
menginstruksikan perangkat lain yang terhubung dengannya sesuai dengan isi dari program yang
telah diberikan padanya.
Pada umumnya proses pengontrolan suatu sistem dibangun oleh sekelompok alat
elektronik, yang dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas, akurasi, dan mencegah terjadinya
transisi pada proses, dan proses pengontrolan pada mesin-mesin tersebut masih banyak yang
menggunakan papan elektronik sebagai sistem kontrol. Penggunaan papan elektronik ini
membutuhkan banyak sekali interkoneksi di antara relai untuk membuat agar sistem dapat
bekerja. Dengan kata lain, untuk menghubungkan relai-relai tersebut dibutuhkan sistem
pengkabelan yang sangat banyak dan rumit. Dengan adanya PLC kekurangan dari sistem
pengontrolan tersebut dapat diatasi, karena PLC dapat mengeksekusi program yang tersimpan
didalam memori. PLC dapat memonitor status dari suatu sistem berdasarkan sinyal input yang
masuk pada PLC dan untuk sistem pengkabelannya tidak terlalu rumit.
Melihat beberapa kelebihan yang terdapat pada PLC, alat ini dapat dimanfaatkan baik
dalam industri besar maupun industri kecil. Tetapi PLC sering digunakan pada industri besar,
karena biaya yang dikeluarkan untuk perancangan sistem dengan menggunakan PLC sangatlah
mahal. Dalam tulisan ini akan dibahas suatu sistem sederhana mengenai pengendalian sistem
pintu otomatis dengan menggunakan PLC sebagai pengontrolnya. Apabila ada benda yang
terdeteksi di depan pintu tersebut, maka secara otomatis pintu tersebut dapat terbuka dengan
sendirinya. Dan apabila benda tersebut telah melewati jarak yang diinginkan, maka pintu tersebut
akan menutup secara otomatis. Sehingga tidak diperlukan tenaga manusia untuk membuka
maupun menutup pintu tersebut.
1.2 Ruang Lingkup
Pada pembahasan ini hanya meliputi perangkat elektronik yang dikendalikan oleh PLC,
perangkat keras yang digunakan PLC dan bahasa pemrograman yang dapat digunakan oleh PLC.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat tugas akhir ini adalah menganalisa sistem kerja PLC dan
memanfaatkan alat ini sebagai suatu sistem pengontrolan tanpa harus memonitor apabila salah
satu rangkaian elektronik yang terhubung dengan PLC tersebut mengalami kerusakan. Dengan
kata lain, bila sistem tersebut tidak bekerja maka PLC dapat memonitor rangkaian elektronik
yang tidak berfungsi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah penerapan teori yang telah didapat selama
kuliah, terhadap suatu perangkat elektronik yang menggunakan mikrokontroller sebagai
pengendali dari suatu sistem yang digunakan untuk mengendalikan pusat pengontrolan dari
sistem yang akan dikerjakan.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam melakukan penulisan ini, penyajian penulisan dilakukan
melalui uarian bab dan sub bab sebagai berikut :
1.5.1 BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang sistem, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, kegunaan
penelitian dan metode dari penulisan.
1.5.2 BAB II TINJAUAN UMUM
Bab ini berisi teori-teori penunjang yang berkaitan dalam pembuatan
penulisan tugas akhir ini.
1.5.3 BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan penjelasan sistem yang dijalankan tanpa menggunakan
PLC sebagai pengontrolnya. Dengan kata lain, sistem yang dijalankan secara
manual. Dan berisikan penjelasan sistem bila menggunakan PLC, serta bahasa
pemrograman yang dikenali oleh PLC FP Sigma.
1.5.4 BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisikan pembahasan tentang cara kerja sistem baik secara otomatis
maupun manual, kelemahan dan kekurangan sistem, seta langkah-langkah
pembuatan program PLC untuk sistem secara otomatis.
1.5.5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil yang telah dicapai pada bab
atau subbab sebelumnya serta saran-saran yang bermanfaat agar sistem yang telah
dicapai dapat menjadi lebih baik lagi kesempurnaannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada Bab II ini akan dibahas mengenai teori teori dan hal hal yang menunjang
berfungsinya sistem pengendalian pintu ptomatis dengan menggunakan PLC FP
2.1 Sejarah PLC
PLC pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an. PLC dibuat untuk mengurangi beban
ongkos perawatan dan penggantian sistem kontrol mesin yang menggunakan relai. Bedford
Association mengusulkan MODICON (Modular Digital Controller) untuk perusahaan yang ada
di Amerika. MODICON 084 merupakan PLC pertama yang digunakan pada produk yang
bersifat komersil. Semakin meningkatnya kebutuhan dalam proses produksi menyebabkan sistem
harus sering diubah-ubah. Apabila sistem yang digunakan merupakan relai mekanik, tentu saja
hal itu akan menjadi masalah besar. Selain masa penggunaannya terbatas, sistem juga
membutuhkan perawatan yang cermat. Jika terjadi kerusakan maka akan sangat sulit untuk
menemukannya. Oleh sebab itulah dibutuhkan pengontrol yang memudahkan baik dalam
perawatan maupun penggunaannya.
Pada tahun 70-an, teknologi PLC yang dominan adalah mesin sequencer dan CPU yang berbasis
bit-slice. Processor AMD 2901 dan 2903 cukup populer digunakan dalam MODICON dan PLC
A-B. Kemampuan komunikasi pada PLC muncul pada awal tahun 1973. Sistem yang pertama
adalah Modbus dari MODICON. Pada tahun 1980-an dilakukan usaha untuk menyetandarisasi
komunikasi dengan protokol milik General Motor (MAP). Pada tahun 1990-an dilakukan reduksi
protokol baru dan modernisasi lapisan fisik dari protokol-protokol yang populer. Standar
terakhir, yaitu IEC 1131-3,
berusaha menggabungkan bahasa pemrograman PLC dibawah satu standar internasional.
Selanjutnya akan dibahas mengenai PLC FP.
2.2 PLC FP
Secara umum PLC memiliki bagian-bagian yang sama dengan komputer, diantaranya; CPU,
MEMORY, I/O, catu daya, jalur komunikasi, dan jalur tambahan. PLC FP dikendalikan
menggunakan perangkat lunak yang biasa disebut Ladder Schematic (diagram tangga). Program
ladder untuk PLC FP, menggunakan FP WIN GR V 2.00 Diagram blok perangkat keras PLC
FP dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagian-Bagian PLC FP
2.2.1 CPU
CPU (Central Processing Unit) merupakan pengatur utama, merupakan otak dari PLC.
Mikrokontroller ATMEL merupakan mikrokontroller 8 bit, tidak jauh berbeda dengan PLC yang
dapat dikatakan sebagai mikrokontroller 16 atau 32 Bit. CPU ini berfungsi untuk melakukan
komunikasi dengan PLC, interkoneksi pada setiap bagian PLC, mengeksekusi program, serta
mengatur input dan output sistem.
2.2.2 Memory Internal
Memory merupakan tempat menyimpan data sementara dan menyimpan program yang harus
dijalankan, dimana program tersebut merupakan hasil terjemahan dari ladder diagram yang
dibuat oleh user. Sistem memory pada PLC FP juga mengarah pada teknologi flash memory.
Dengan menggunakan flash memory maka akan sangat mudah bagi pengguna untuk melakukan
programming maupun reprogramming secara berulang-ulang. Selain itu pada flash memory juga
terdapat EEPROM yang dapat dihapus berulang-ulang.
Sistem memory dibagi dalam blok-blok, dimana masing-masing blok memiliki fungsi sendiri.
Beberapa bagian dari memory digunakan untuk menyimpan status dari input dan output,
sementara bagian memory yang lain digunakan untuk menyimpan variabel yang digunakan pada
program seperti nilai timer dan counter. PLC memiliki suatu rutin kompleks yang digunakan
untuk memastikan memori PLC tidak rusak. Hal ini dapat dilihat lewat lampu indikator pada
PLC tersebut. PLC FP memiliki memory internal sebanyak 1200 step ladder.
2.2.3 Catu Daya PLC
Catu daya (power supply) di gunakan untuk memberikan tegangan pada PLC. Tegangan
masukan pada PLC biasanya sekitar 24 VDC atau 220 VAC. Pada PLC yang besar, catu daya
biasanya diletakkan terpisah. Catu daya tidak digunakan untuk memberikan daya secara
langsung ke input maupun output, yang berarti input maupun output murni berfungsi sebagai
saklar. Jadi pengguna harus menyediakan sendiri catu daya untuk input dan output PLC. Dengan
cara demikian PLC tidak akan rusak.
2.2.4 Input PLC
Kemampuan suatu sistem otomatis bergantung pada kemampuan PLC dalam membaca sinyal
dari berbagai peranti input. Untuk mendeteksi suatu proses atau kejadian dibutuhkan sensor yang
tepat untuk masing-masing kondisi. Dengan kata lain, sinyal input dapat berupa logika 0 atau 1
(On/Off). PLC yang berukuran kecil biasanya hanya mempunyai jalur input digital sedangkan
yang berukuran agak besar mampu menerima input analog. Sinyal analog yang sering dijumpai
adalah sinyal arus 4-20 mA. Selain itu, peralatan lain yang dapat digunakan sebagai input, seperti
robot atau video. Sebagai contoh, robot dapat memberikan sinyal pada PLC jika robot telah
selesai melaksanakan tugasnya.
Pada jalur input PLC sebenarnya memiliki antarmuka yang berhubungan pada CPU. Antarmuka
ini digunakan untuk menjaga agar sinyal-sinyal yang tidak diinginkan tidak masuk kedalam
PLC. Selain itu antarmuka ini juga berfungsi untuk mengkonversi sinyal-sinyal input yang
mempunyai tegangan kerja yang tidak sama dengan CPU agar menjadi sama dengan CPU.
Rancangan antarmuka pada PLC dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Antarmuka Input PLC
Rangkaian pada gambar diatas dapat dinamakan dengan rangkaian opto-isolator yang artinya
tidak ada hubungan kabel dengan dunia luar. Cara kerja dari rangkaian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Ketika bagian input menerima sinyal maka akan mengakibatkan LED menjadi
on sehingga Photo-transistor menerima cahaya dan akan menghantarkan arus On sehingga
tegangannya drop dibawah 1 volt. Hal ini akan menyebabkan CPU membaca logika 0. begitu
juga sebaliknya.
2.2.5 Output PLC
Suatu sistem otomatis tidak akan lengkap jika sistem tersebut tidak memiliki jalur output. Output
sistem ini dapat berupa analog atau digital. Output analog digunakan untuk menghasilkan sinyal
analog sedangkan output digital digunakan untuk menghubungkan dan memutus jalur. Contoh
peranti yang sering digunakan dalam PLC adalah motor, relai, selenoid, lampu dan speaker.
Seperti pada rangkaian input PLC, pada output PLC juga dibutuhkan suatu antarmuka yang
digunakan untuk melindungi CPU dari peralatan eksternal. Antarmuka output PLC sama dengan
antarmuka yang digunakan pada input PLC begitu juga dengan cara kerja dari output PLC.
Berikut diagram output PLC.
Gambar 2.3 Antarmuka Output PLC
2.2.6 Jalur Tambahan
Setiap PLC pasti memiliki jumlah I/O dan memory internal yang terbatas, oleh sebab itu jalur
tambahan atau ekspansion unit dibutuhkan. Jalur ini digunakan untuk penambahan I/O dan
Memory eksternal pada PLC. Unit ekspansi I/O dan memory ini ditentukan berdasarkan tipe
PLC tersebut. Namun dalam pengaplikasiannya seringkali I/O dan memory internal yang yang
ada pada PLC, tidak mencukupi. Oleh sebab itu jalutr tambahan atau ekpansion unit diperlukan.
Ekspansion Unit terdiri dari dua jenis yaitu, Unit I/O eksternal dan Memory eksternal.
1. Unit I/O eksternal FP yang digunakan adalah FPG-XY64D2T. Unit ekspansi ini
memiliki 32 input dan 32 output. Unit ini dibutuhkan apabila I/O pada FP memerlukan
penambahan. Apabila unit ekspansi ini digunakan pada unit kontrol FP, maka jumlah
penambahan I/O maksimum yang dimiliki PLC adalah 256.
2. Memory Eksternal : Dalam penggunaan PLC, terkadang bukan saja I/O yang tidak
mencukupi. Hal yang sama dapat terjadi pada memory. Untuk membuat program yang
memiliki kapasitas besar, memory yang ada pada unit kontrol seringkali tidak
mencukupi. Oleh sebab itu diperlukan penambahan memory. PLC FP juga memiliki
unit ekspansi khusus untuk penambahan memory. Unit memory yang digunakan untuk
menambah memory mempunyai tipe FPG EMI. Unit ini memilliki kapasitas memory
sebesar 256 k word. Jika dipasang pada unit kontrol FP, maka dapat dipasang hingga 4
unit ekspansi memory. Sehingga jumlah penambahan memory maksimum yang dapat
dilakukan adalah 1024 k word.
2.2.7 Unit Komunikasi
Unit komunikasi digunakan untuk menghubungkan komputer dengan PLC, atau jalur
komunikasi antara komputer dengan PLC, melalui media kabel data. Dengan adanya jaur ini user
dapat dengan mudah merubah atau pun menghapus program yang sedang digunakan. Jalur ini
juga dapat dikatakan jalur untuk men-downloaad program yang telah dibuat oleh user.
2.3 Operasi pada PLC
PLC bekerja dengan cara men-scan program. Dalam hal ini kita anggap bahwa dalam satu scan
dibutuhkan 3 langkah penting. Walau kenyataannya lebih, namun kita hanya akan
memperhatikan tahap-tahap yang penting saja seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4 Tahap-tahap scanning
Tahap 1 : Periksa status masukan (Input)
Pertama, PLC akan melihat status input apakah sedang dalam kondisi On atau
Off. Hasilnya kemudian disimpan dalam memori.
Tahap 2 : Eksekusi Program
Setelah itu PLC akan mengeksekusi program yang dibuat per instruksi. Misalnya program
mengatakan bahwa jika input pertama On maka output pertama akan di-On-kan.
Pada keadaan ini PLC sudah mengetahui dan akan menyimpan hasil eksekusi itu
untuk digunakan pada tahap berikutnya.
Tahap 3 : Update Status Keluaran (Output)
Update output ini tergantung input mana yang On selama tahap 1 dan hasil eksekusi dari tahap 2.
jika input pertama On maka tahap 2, yaitu eksekusi program akan menghasilkan
output pertama menjadi On sehingga pada tahap ketiga akan meng-update
menjadi On.
2.4 Instruksi Pemrograman PLC
Pemrograman pada PLC menggunakan diagram tangga atau dapat disebut dengan ladder
schematic language program. Penulisan program untuk program PLC berbeda dengan penulisan
program untuk mikrokontroller. Berikut ini beberapa instruksi yang sering digunakan oleh PLC.
ST, ST/ : Digunakan untuk memulai suatu operasi logika.
OT : Output dari suatu operasi logika
AN : Menghubungkan suatu kontak NO secara seri
AN/ : Menghubungakn suatu kontak NC secara seri
OR : Menghubungkan satu kontak NO secara paralel
OR/ : Menghubungkan satu kontak NC secara paralel
ST↑, AN↑, OR↑ : Menghasilkan satu pulsa untuk setiap perubahan input dari
off ke on.
ST↓, AN↓, OR↓ : Menghasilkan satu pulsa untuk setiap perubahan input dari
on ke off.
OT↑ : Mengaktifkan output selama satu pulsa pada relay P untuk
perubahan input dari off ke on.
OT↓ : Mengaktifkan output selama satu pulsa pada relay P untuk
perubahan input dari on ke off.
ALT : Men-toggle setiap output apabila terjadi perubahan input
dari off menjadi on.
ANS : Melakukan operasi AND antara blok-blok rangkaian OR.
ORS : Melakukan operasi OR antara blok-blok rangkaian AND.
DF : Melewatkan satu pulsa input (off-on) pada output sehingga
output hanya akan on selama satu pulsa.
DF/ : Melewatkan satu pulsa input (on-off) pada output sehingga
hanya akan on selama satu pulsa.
SET Dan RST : Output Y30 akan selalu on jika input X0 dalam kondisi on
dan Y30 akan off jika X1 dalam kondisi on.
KP (KEEP) : Jika X0 on maka output R30 akan menjadi on dan tetap on
hingga X1 menjadi on, R30 menjadi off.
MC dan MCE : Sitem kerja dari instruksi ini adalah jika input pada MC
dalam kondisi on maka instruksi yang ada diantara MC dan MCE
akan dieksekusi.
JP dan LBL : JP (jump) akan melompat ke instruksi LBL yang memiliki
nomor yang sama, tanpa mengeksekusi instruksi yang terdapat
dibawahnya.
ED : Digunakan untuk mengakhiri suatu program, sehingga
program akan berhenti apabila instruksi selesai dieksekusi.
CNDE : CNDE (Conditional End) berfungsi untuk mengulang
eksekusi ke alamat awal jika kondisinya terpenuhi.
CALL : Digunakan untuk memanggil procedure.
SUB : Digunakan untuk mengawali pembuatan procedure.
RET : Digunakan untuk kembali kealamat setelah instruksi CALL
dieksekusi. RET dibuat pada akhir procedure.
INT : Mengindikasikan awal dari program interupsi.
IRET : Mengindikasikan akhir dari program interupsi.
ICTL : ICTL (Interupsi Control) berfungsi untuk mengaktifkan
dan menon-aktifkan suatu fungsi interupsi.
2.4.1 Penggunaan Instruksi Timer, Counter, dan SR (Shift Register)
Timer adalah suatu instruksi yang membuat suatu proses berhenti sesaat sebelum kembali
melanjutkan proses. Timer ini ada banyak jenis. Beberapa timer yang sering dipakai adalah
sebagai berikut :
On-Delay Timer
Off-Delay Timer
Accumulating Timer
Dalam pemrograman PLC terdapat 4 jenis timer yang berbeda dalam hal unit timernya. Timer
yang terdapat dalam pemrograman PLC ini merupakan On Delay Timer. Untuk jenis timer ini
adalah, TML yang mempunyai nilai unit time sebesar 0.001 s, TMR mempunyai nilai unit time
0.01 s, TMX mempunyai unit time 0.1 s dan TMY yang mempunyai unit time 1 s. Sedangkan
untuk penggunaanya nilai timer dapat diberikan dengan simbol konstanta (K). Misalkan nilai K
diberikan nilai sebesar 300, jadi nilai untuk TML adalah 0.001s x 300 = 0.3s.
Sedangkan Counter digunakan untuk menghitung setiap input yang masuk pada instruksi ini.
Sebagai contoh, kita ingin mengetahui jumlah pengunjung yang datang pada suatu perpustakaan,
rumah makan, dan lain-lain. Kondisi tersebut membutuhkan instruksi counter untuk menghitung
jumlah pengunjungnya, dan tentunya dengan input berupa sensor.
Shift register pada PLC digunakan pada internal relay yang memiliki data 16 bit. Shift register
digunakan untuk menggeser nilai sebesar 1bit kekiri.
2.5 Perangkat Lunak PLC FP∑ NaiS
Penggunaan PLC (Programmable Logic Control) sebagai pusat pengontrolan, sistem
akan bekerja secara otomatis. Karena dengan menggunakan mikrokontroller jenis ini, seluruh
pusat pengendalian sudah diatur oleh PLC. Apabila terjadi kerusakan pada salah satu
komponennya hal tersebut tidak berpengaruh terhadap sistem. Karena sinyal yang dikendalikan
oleh PLC merupakan sinyal untuk pengontrol kerja komponen elektriknya (jenis kontak NO dan
kontak NC ). Sehingga arus listrik yang dikendalikan PLC merupakan arus dibawah 24 volt (arus
DC). Apabila terdapat kerusakan pada sistem, PLC akan mengeluarkan sinyal, bahwa sistem
dalam keadaan error.
PLC merupakan perangkat keras yang dapat diprogram oleh user. Jadi, setiap PLC
membutuhkan adanya perangkat lunak yang dapat memberikan instruksi-instruksi kepada
perangkat lain yang terhubung dengan PLC. pertangkat lunak yang digunakan dalam
pemrograman PLC, yaitu FPWIN GR V 2.00. FPWIN GR merupakan perangkat lunak yang
hanya dapat digunakan untuk pemrograman PLC NaiS. Dengan kata lain, untuk pemrograman
PLC nasional dengan PLC produk lain menggunakan perangkat lunak yang berbeda.
2.5.1 Perangkat Lunak FPWIN GR V 2.00
Setiap perangkat lunak memiiki bagian-bagian dan operasi dasar. Pemrograman ini juga
dapat disebut juga dengan Ladder Schematic (diagram tangga). berikut ini penjelasan bagian-
bagian tersebut.
Menu Bar : Semua operasi dan fungsi FPWIN berada pada menu ini. Setiap menu mempunyai
fungsi tersendiri, diantaranya File, Edit, Search, Comment, View, Online, Debug,
Tool, Option,Window dan Help.
Tool Bar : Suatu menu yang dapat digunakan hanya dengan menekan tombol sesuai dengan tool
yang diinginkan. Misalnya Open document, New document, Print, dan lain-lain.
Comment Display Bar : Menu ini digunakan untuk menampilkan komentar pada instruksi
yang digunakan dalam pemrograman PLC seperti keterangan I/O.
Program Status Bar : Menu ini menampilkan Tipe PLC yang digunakan, jumlah step
dalam program serta status komunikasi antara FPWIN dengan PLC.
Function Bar : Untuk memilih instruksi dan fungsi-fungsi dengan menggunakan mouse atau
tombol pada keyboard.
Entry Bar : Tombol Enter, Ins, Delete dan Escape dapat digunakan dengan mengklik pada tanda
ini.
Ten Key Bar : Merupakan nilai numerik yang dapat dipakai dengan menggunakan mouse.
Input Field : Untuk menampilkan kontak yang digunakan beserta simbol-simbol dari kontak-
kontak teresebut.
Setiap fungsi yang terdapat pada perintah program FPWIN GR V 2.00 mempunyai instruksi
yang berbeda. Bagian yang sering kali digunakan dalam pembuatan diagram tangga adalah
Function Bar, karena dalam bagian ini semua tanda input, output, NOT/, DF/, dan tanda untuk
pembuatan simbol diagram tangga terdapat pada bagian ini.
2.5.2 Membuat Komentar Pada Program
Membuat komentar pada program yang telah atau akan dibuat, merupakan bagian yang
terpenting. Sebab dengan pembuatan komentar pada program, fungsi-fungsi diagram tangga pada
program dapat diketahui, dan mempermudah dalam penggantian atau perubahan program.
Pembuatan komentar sangat berguna untuk program yang terdiri dari banyak step ladder
(langkah-langkah program).
Pembuatan komentar pada bagian ini terdiri dari Komentar I/O, Blok Komentar, dan remark.
Komentar I/O : komentar ini digunakan untuk memberi nama simbol-simbol internal relay dan
data register yang kita pakai dalam pemrograman.
Blok Komentar : digunakan untuk menjelaskan program per-blok, misalkan dalam 3 step terdapat
satu blok kementar.
Remark : komentar ini dicantumkan pada output dan jika data di-print maka remark akan berada
pada sebelah kanan diagram tangga.
2.6 Relay
Relay merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian saklar dan penggerak saklar. Jenis
relay terbagi dalam berbagai macam, tergantung dari sumber energi yang digunakannya. Jenis
relay terdiri dari, relay elektromagnetik, relay magnet dan relay panas (bimetal). Pada gambar
2.5 menjelaskan Sistem yang bekerja pada relay elektromagnetik..
Gambar 2.5 Diagram Relay Elektromagnetik
Pada gambar 2.5, relay elektromagnetik dalam kondisi aktif, maka saklar menjadi jenis NC
(Normally Close). Sedangkan jika solenoid tidak aktif, maka saklar menjadi jenis NO (Normally
Open). Definisi NO adalah sebagai berikut:
1. Dalam keadaan normal atau tidak aktif, posisi saklar akan terbuka atau Off.
2. Dalam keadaan tidak normal atau aktif posisi saklar akan tertutup atau On.
Sedangkan definisi NC adalah sebagai berikut:
1. Dalam kondisi normal atau tidak aktif posisi saklar akan tertutup atau On.
2. Dalam kondisi tidak normal atau aktif posisi saklar akan terbuka atau Off.
Relay yang digunakan pada PLC prinsip kerjanya juga sama dengan relay yang terdapat pada
gambar 2.5. Pada gambar 2.6 adalah rangkaian internal relay pada PLC FP.
gambar 2.6 Rangkaian Relay PLC FP∑
Pada gambar 2.6 jika kita menginginkan agar dihasilkan suatu output On dengan
mengatur program pada diagram tangga, maka PLC akan memberikan tegangan pada relay,
tegangan ini akan membuat kontak menjadi tertutup. Jika kontak tertutup maka arus akan
mengalir ke rangkaian eksternal. Jika kita menginginkan agar output menjadi off, PLC akan
memutuskan tegangan yang masuk ke relay sehingga tidak ada arus yang mengalir ke rangkaian
internal.
2.7 Sensor
Sensor merupakan suatu piranti atau perangkat keras yang berfungsi mengubah suatu nilai fisik
ke nilai fisik lainnya, Atau dapat disebut juga dengan Transducer (piranti yang memberikan
output sebagai tanggapan terhadap measurand (kondisi) dan kuantitas fisik masukan. Sensor
mengkonversi dari suatu isyarat input ke suatu isyarat output. sinyal yang dipakai untuk sensor
ini didefinisikan sebagai besaran elektris yang memberikan sinyal dalam tegangan listrik yang
sangat kecil. Jenis sensor terdiri dari berbagai macam, tergantung dari kondisi atau measurand.
Dilihat dari kondisi tersebut sensor terdiri dari 6 jenis kondisi, diantaranya.
1. Mechanical : panjang, luas, tekanan, kecepatan, gaya, dan lain-lain.
2. Thermal : temperature, panas dan heat flow.
3. Electrical : tegangan, arus, muatan, resistance, frekuensi, dan lain-lain.
4. Magnetic : intensitas medan, flux density, dan lain-lain
5. Radiant : panjang gelombang, polarisasi, dan lain-lain
6. Chemical : komposisi, konsentrasi, pH, kecepatan reaksi, dan lain-lain.
Selain dari jenis kondisinya, sensor juga terbagi dalam 2 jenis, yaitu.
1. Active Sensor : mengkonversi sifat-sifat atau isyarat fisik maupun kimia ke dalam isyarat
yang lain dengan bantuan sumber energi.
2. Passive Sensor : mengkonversi sifat-sifat atau isyarat fisik maupun kimia ke dalam
isyarat yang lain tanpa bantuan sumber energi. Misalnya : Termacouple. Alat ini
menghasilkan tegangan output sebanding dengan suhu pada pengkoneksian termacouple
tersebut.
2.8 Motor Elektrik dan Kontaktor
Pada prinsipnya atau sistem kerja motor AC maupun DC adalah sama, setiap motor memiliki 2
bagian dasar :
1. Bagian yang tetap atau stasioner disebut dengan stator. Stator ini menghasilkan medan
magnet, baik yang dibangkitkan dari sebuah solenoid (elektromagnet) ataupun magnet
permanen.
2. Bagian yang berputar disebut rotor (armature). Rotor ini berupa sebuah solenoid, dimana
arus listrik mengalir.
Dalam hal kelistrikan, perbedaan pada motor DC adalah pada medan magnet yang dihasilkan.
Pada motor DC kecepatan putaran pada rotor lebih rendah dibandingkan dengan motor AC. Hal
ini dipengaruhi karena daya yang digunakan motor DC lebih kecil.
Berdasarkan karakteristiknya motor dapat dibagi dalam 4 jenis, yang sebenarnya juga
dapat dilihat dari tampak luarnya.
1. Motor Magnet Permanen : medan magnet didalam stator dihasilkan oleh magnet
permanen. Dengan demikian kukuatan medan magnetnya terbatas.
2. Motor dengan lilitan seri : peranan motor dengan lilitan seri ini sangat menonjol, karena
mereka dapat bekerja baik dengan arus listrik AC ataupun DC. Karena alasan inilah
sering disebut juga dengan motor universal. Penggunaannya terutama pada peralatan
rumah tangga sperti kipas angin, bor listrik, vacum cleaner dan lain-lain. Ciri dari motor
dengan lilitan seri adalah ia berputar dengan lambat pada saat dikenakan beban yang
berat, begitu juga sebaliknya.
3. Motor dengan lilitan paralel : kecepatan pada motor lilitan paralel tidak terlalu
terpengaruh oleh perubahan torsi (beban) yang terjadi. Penambahan beban akan
menyebabkan motor menyerap daya yang lebih besar dari catu dayanya. Kecepatannya
akan dipengaruhi oleh perubahan tegangan yang dikenakan terhadap motor.
4. Motor dengan lillitan gabungan : jenis motor ini merupakan gabungan dari lilitan seri dan
lilitan paralel. Medan magnet didalam stator dihasilkan melalui dua koil yang terpisah.
Motor dengan lilitan gabungan ini terdiri dari 2 jenis, yaitu. Tergabung diferensial
(differential compounded) dan tergabung komulatif (cumulatively compounded)
Perangkat keras lain yang juga dibutuhkan untuk menghantarkan arus listrik ke motor
dinamakan juga dengan kontaktor. Selain untuk menghantarkan arus listrik, perangkat ini juga
mempunyai fungsi sebagai proteksi arus listrik yang berlebih. Misalnya, daya yang dibutuhkan
untuk mengerakkan suatu motor sebesar 5 ampere. Sebelum arus listrik tersebut mengalir ke
motor, terlebih dahulu arus listrik itu dilewatkan kedalam kontaktor. Kontaktor ini yang
mengatur arus yang dibutuhkan untuk motor tersebut. Apabila beban yang diterima oleh motor
tersebut lebih, kontaktor yang akan memutuskan arus listruk tersebut.
Kontaktor mempunyai karakteristik yang sama dengan relay, komponen elektrik ini memiliki
kontak NO dan kontak NC. Selain itu, terdapat simbol L1, L2, dan L3. Apabila kontaktor dalam
keadaan aktif maka saklar menjadi terhubung, L1, L2, dan L3 input akan terhubung dengan L1,
L2, dan L3 output. Jika kontaktor dalam keadaan tidak aktif saklar tidak akan tehubung,
sehingga L1, L2, dan L3 input tidak akan terhubung dengan L1, L2, dan L3 output. Komponen
elektronik ini juga memiliki solenoid, dan simbol untuk mengaktifkan solenoid adalah A1 dan
A2.
BAB III
SISTEM PENGATURAN PINTU OTOMATIS MENGGUNAKAN PLC FP
Pada Bab III akan dibahas mengenai Sistem Pengaturan Pintu Otomatis Menggunakan PLC FP
yang meliputi Diagram Blok Sistem, Rangkaian Elektronik dan Elektrik Sistem, Cara kerja
Sistem, Aliran Data atau Flow Chart sistem, dan Langkah Pemrograman Perangkat Lunak
Sistem.
3.1 Diagram Blok Sistem Pengendali Pintu Otomatis
Diagram blok sistem pintu otomatis menggunakan PLC FP seperti terlihat pada gambar 3.1.
Sistem terdiri dari 3 bagian utama yaitu Bagian , Bagian , dan Bagian .
Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem Pengaturan Pintu Otomatis menggunakan
PLC FP
Pada gambar 3.1, diagram blok hanya terdiri dari 3 jenis aliran diagram, yaitu ; input, proses, dan
output. Input yang diterima oleh PLC memiliki 2 jenis peng-inputan, yang pertama adalah input
yang dilakukan secara manual, dalam hal ini input tersebut berupa tombol ON dan OFF (atau
Emergency Stop). Sedangkan proses selanjutnya penginputan secara otomatis, yaitu sensor dan
limit switch. Sensor yang digunakan merupakan sensor pendeteksi gerakan, dan jarak
pendeteksian sensor tersebut dapat disetting (atur) sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.
Sedangkan limit switch yang dipakai atau digunakan, dalam bentuk mekanik. Limit Switch
tersebut berupa seperti saklar On/Of, penginputan limit switch didapatkan dari pintu (pintu
”rolling Door” yang menekan saklar On dan saklar Off).
Input tersebut lalu dproses oleh PLC FP, Proses yang dikeluarkan oleh PLC sebelumnya sudah
harus diprogram oleh user. Sehingga output yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh sistem tersebut. Output yang dikeluarkan berfungsi untuk mengendalikan relay. Setelah
sinyal dari PLC diterima oleh relay, maka relay akan memerintahkan kontaktor satu dan
kontaktor dua dalam keadaan aktif atau tidak aktif. Untuk pengaktifan kontaktor, tidak boleh
bekerja pada saat yang bersamaan, sebab motor yang dikendalikan hanya satu. Bila hal tersebut
terjadi, dapat menyebabkan kerusakan pada motor dan kontaktor.
Untuk output yang dihasilkan, yaitu, memerintahkan motor agar berputar kearah jarum jam dan
berputar kebalikan dari arah jarum jam.
3.2 Rangkaian Elektronik & Elektrik Sistem
Perangkat elektronik yang digunakan untuk sistem pengendalian pintu otomatis menggunakan
komponen elektronik maupun elektrik. Komponen-komponen tersebut terdiri dari, sensor gerak,
limitswitch, PLC FP, relay, kontaktor, motor elektrik 3 phase, dan kabel. Komponen elektronik
dan elektrik antara yang satu dengan yang lain harus dihubungkan dengan media kabel, untuk
pengkoneksian komponen-komponen elektronik dan elektrik tersebut terlihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Pengkoneksian Komponen Elektronik dan Elektrik Menggunakan
PLC FP
Sinyal yang diberikan komponen elektronik kepada PLC, merupakan sinyal On dan sinyal Off.
Sedangkan arus listrik yang digunakan PLC FP, merupakan arus listrik DC (Direct Current).
Sebab PLC yang digunakan merupakan jenis DC. Sedangkan arus listrik yang digunakan untuk
menggerakkan motor, menggunakan arus listrik dalam jenis AC (Alternative Current).
Komponen elektronik yang berperan untuk menggerakkan motor adalah kontaktor. Pada Gambar
3.2, perintah motor untuk berputar ke atas atau membuka pintu ”rolling door”, dikontrol oleh K1,
sedangkan perintah untuk menutup pintu dikontrol oleh K2. Hal tersebut dibutuhkan, mengingat
motor elektrik yang digunakan hanya satu. Sebab, untuk memerintahkan motor agar berputar
menjadi dua arah tidak mungkin hanya menggunakan satu buah kontaktor. Diperlukan 2 buah
kontaktor untuk mengaktifkan motor berputar kearah jarum jam ataupun berputar kebalikan dari
arah jarum jam.
Pengkoneksian input kontaktor 1 (satu) dengan kontaktor 2 (dua) berbeda. Pada gambar
3.3 adalah penjelasan pengkoneksian I/O kontaktor satu dan kontaktor dua.
Gambar 3.3 Diagram Pengkoneksian I/O Kontaktor 1 (Satu) dan 2 (Dua)
Kontaktor satu dan kontaktor dua pada gambar 3.3, digunakan hanya sebagai penghantar dari
sumber listrik utama. Untuk input yang diterima kontaktor 1 dikoneksikan dengan simbol input
R=L1, S=L2, dan T=L3. Sedangkan untuk kontaktor 2 pengkoneksian input adalah, R=L1,
T=L3, dan S=L2. Untuk output K1 dan K2, untuk pengkoneksiannya serupa yaitu R=L1, S=L2,
dan T=L3. Dengan pengkoneksian I/O untuk kontaktor 1 dan 2 sedemikian rupa, hal tersebut
dapat membuat motor elektrik menjadi berputar ke dua (2) arah yang berbeda, sehingga
pengaturan pintu agar dapat terbuka maupun tertutup tidak perlu menggunakan lebih dari satu
motor elektrik, cukup dengan satu motor saja, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat
diminimalisasikan. Untuk pengaturan pintu, dapat disesuaikan dengan kondisi dari putaran motor
elektrik ini. Apakah kondisi yang pertama membuat pintu terbuka ataupun tertutup, begitu juga
dengan sebaliknya.
Pada Gambar 3.3 untuk pengaktifan solenoid kontaktor diberikan simbol A1 dan A2, jadi apabila
A1 dan A2 diberikan input berupa tegangan listrik (DC) maka kondisi kontaktor akan menjadi
aktif, A1 dan A2 dapat disebut dengan kontak point. Saklar NO (Normally Open) dan saklar NC
(Normally Close) bekerja sesuai dari kondisi kontak poin tersebut. Bila kontak point dalam
keadaan normal atau tidak aktif, saklar NO dalam keadaan terbuka. Sedangkan jika kondisi
kontak point dalam keadaan tidak normal atau aktif saklar akan berpindah menjadi NC.
3.3 Penjelasan atau Cara Kerja Sistem
Pada gambar 3.2 terlihat bahwa sinyal input yang diproses oleh PLC didapatkan dari
sensor satu (A), sensor dua (B), limit switch atas (C) dan limit switch bawah (D). Sinyal input
yang diproses hanya terdiri dari 4 jenis. Sebab, sinyal input yang dibutuhkan untuk proses sistem
pengaturan pintu otomatis, hanya memakai sinyal yang dikeluarkan dari komponen elektronik
sensor dan limit switch. Sinyal input tersebut tidak akan berfungsi jika tombol emergency stop
ditekan (dalam keadaaan aktif), tombol ini juga berfungsi sebagai proteksi (perlindungan)
terhadap sistem. Jika sistem tersebut tidak berfungsi sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
PLC, user (pengguna) dapat mencegah agar sistem pengendali pintu otomatis tidak aktif
(memutuskan hubungan listrik terhadap sistem).
Setiap jenis sinyal input, memiliki fungsi yang berbeda. Untuk sinyal sensor A, input ini
berfungsi untuk mendeteksi apakah terdapat benda yang ingin melewati pintu atau tidak. Apabila
terdapat benda yang ingin masuk, PLC akan memerintahkan relay agar menggerakkan K1 (pintu
menjadi terbuka). Limit Switch atas (C) berfungsi memberikan sinyal kepada PLC untuk menon-
aktifkan K1, kondisi ini dibutuhkan agar pintu terbuka (bergerak keatas) menjadi berhenti.
Sedangkan Sensor B berfungsi untuk mendeteksi apakah benda tersebut telah melewati atau
belum melewati pintu. Jika benda tersebut telah melewati pintu, sensor B akan memberikan
sinyal ke PLC untuk menggerakkan relay agar K2 menjadi aktif (pintu bergerak menutup).
Setelah pintu bergerak menutup, maka dibutuhkan sinyal agar pintu tersebut berhenti. Sinyal
tersebut diberikan oleh Limit Swutch bawah, dengan kata lain Limit Switch bawah berfungsi
untuk menon-aktifkan K2 (menghentikan pintu bergerak menutup untuk berhenti atau K2
menjadi dalam keadaan Off).
Dari penggunaan sistem pengendalian pintu otomatis tesebut, K1 dan K2 tidak boleh
bekerja secara bersamaan. Bila hal ini terjadi, dapat menyebabkan tabrakan arus listrik, sehingga
dapat membuat kerusakan pada sistem atau komponen elektronik maupun elektriknya.
Pengaturan K1 dan K2 agar tidak bekerja secara bersamaan, diperoleh dari program yang telah di
download ke PLC. Sehingga bila pintu K1 dalam kondisi aktif maka secara otomatis PLC akan
memerintahkan K2 dalam kondisi tidak aktif, begitu juga sebaliknya. Dan dapat mencegah
kerusakan terhadap sistem pengendalian pintu otomitis.
Komponen elektrik limit switch dibandingkan dengan komponen yang lainnya,
mempunyai peranan yang sangat penting (vital). Sebab, bila limit switch rusak atau tidak
berfungsi, maka motor elektrik akan terus berputar (aktif). Sehingga apabila kondisi tersebut
terjadi, sistem akan mengalami overload (beban lebih). Dan perangkat yang terhubung dengan
motor akan menjadi rusak (terutama kontaktor dan motor elektrik). Jadi, dalam pengkoneksian
maupun penempatan komponen elektrik (terutama limit switch), harus dilakukan dengan teliti.
Sehingga komponen elektronik tersebut dapat bertahan lebih lama dan bekerja dengan efektif.
3.4 Flowchart Sistem Pengaturan Motor Menggunakan PLC FP
Untuk lebih mempermudah dalam pembacaan rangkaian elktrik maupun elektroniknya,
pengendalian sistem pintu secara otomatis dapat di ilustrasikan melalui aliran data atau
flowchart, aliran data tersebut berupa sinyal On dan sinyal Off dari komponen elektronik dan
elektrik. Sinyal On dan sinyal Off inilah yang dapat dibaca oleh PLC FP untuk diproses
sehingga output atau keluaran menghasilkan putaran motor elektrik dengan 2 jenis putaran.
Dengan kata lain, sinyal On dan Sinyal Off ini akan menggerakkan solenoid pada relay internal
PLC FP.
Jadi, dalam proses pemrograman yang dilakukan oleh PLC FP, menggunakan saklar NO dan
saklar NC dari internal relay. Input PLC menggunakan sinyal On dan Sinyal Off yang
dikeluarkan oleh komponen elektrik. Untuk unit output, sinyal yang dikeluarkan berfungsi untuk
mengendalikan relay eksternal. Relay ekternal berada diluar PLC FP (tidak termasuk dalam
komponen PLC FP), relay ini dubutuhkan, mengingat arus output yang dikeluarkan PLC
berupa arus DC. Dan komponen elektrik yang dikendalikan oleh PLC, menggunakan arus AC.
Pada gambar 3.4 merupakan diagram aliran data yang di proses oleh PLC (aliran sinyal On dan
Off dari komponen elektrik).
3.4 Diagram Aliran Data (arus listrik) Menggunakan Flowchart
Pada diagram 3.4, akhir program atau akhir dari aliran data terletak pada emergency stop
(tombol Off). Apabila tombol tersebut diberikan input 1 pulsa (ditekan selama sesaat), maka
aliran akan berhenti. sedangkan bila tombol stop tidak diberikan input, maka data akan terus
mengalir ke arah selanjutnya secara berulang-ulang.
Komponen elektrik sensor 1, sensor 2, limit switch atas, dan limit switch bawah
mengeluarkan sinyal On dan sinyal Off, sinyal-sinyal tersebut akan dikirimkan ke relay yang
terdapat pada PLC FP (relay internal). Relay internal berada dalam unit input PLC FP, setelah
sinyal-sinyal tersebut diproses sesuai dengan program yang tersimpan di dalam PLC FP, hasil
proses dikirimkan ke unit output PLC FP. Output tersebut menghasilkan dua buah sinyal.
Sinyal pertama diberikan untuk relay 1 (satu), relay tersebut berfungsi untuk
mengaktifkan solenoid K1. Setelah itu, K1 akan menggerakkan motor elektrik untuk berputar
memerintahkan pintu untuk bergerak terbuka (keatas). Sedangkan komponen elektrik yang
berfungsi untuk menghentikan pintu, sinyal yang digunakan adalah sinyal dari limit switch atas.
Sedangkan sinyal output kedua, sinyal diberikan untuk relay 2 (dua), relay ini akan
mengaktifkan solenoid K2. Apabila solenoid K2 dalam keadaan aktif, maka K2 akan
menggerakkan motor untuk memerintahkan agar pintu bergerak menutup. komponen elektrik
yang berperan untuk memberhentikan pintu bergerak menutup, adalah limit switch bawah.
Proses untuk membuat agar K1 dan K2 tidak bekerja secara bersamaan, terdapat pada
ladder diagram yang sudah di simpan kedalam PLC FP. Apabila K1 dalam kondisi aktif, maka
PLC akan memerintahkan agar K2 dalam keadaan tidak aktif.
1. Pemrograman PLC Untuk Sistem Pintu Otomatis
Langkah pertama dalam pembuatan program adalah menentukan jumlah input dan jumlah
output yang akan diproses oleh PLC FP∑. Bila jumlah input ataupun outputnya sudah diketahui,
selanjutnya adalah memberikan simbol I/O yang dapat dikenali oleh perangkat lunak FPWIN
GR V 2.00. Untuk simbol Input menggunakan huruf X dan untuk simbol Output digunakan
huruf Y. Input dan output untuk sistem pintu otomatis dapat ditentukan sebagai berikut, X0
simbol untuk sensor 1, X1 simbol untuk limit switch bawah, X2 simbol untuk sensor 2, dan X3
simbol untuk limit switch atas.
Sedangkan simbol output menggunakan Y0 dan Y1, dimana Y0 berfungsi menggerakkan
relay 1 dan Y1 untuk menggerakkan R2. Proses selanjutnya adalah pembuatan diagram tangga
untuk sistem pintu secara otomatis. Apabila program dibuat secara berurutan, berikut ini adalah
urutan dari pemrograman sistem pintu ”rolling door” otomatis menggunakan PLC FP. Program
tersebut menggunakan perangkat lunak FP WIN GR V 2.00 (perangkat lunak yang dapat
dikenali oleh PLC FP).
1. Pada saat sensor 1 mendeteksi terdapat benda bergerak yang ingin melewati pintu, maka
motor Up akan naik. Berikut pembuatan diagram tangganya.
Gambar 3.5 Diagram Tangga Langkah 1
Pada Gambar 3.5 jika X0 On maka Output Y0 akan terus On, begitu juga sebaliknya jika X1
Off maka Y0 tidak akan On.
2. Motor Up akan terus aktif hingga switch atas tertekanyang menandakan pintu garasi telah
terbukasehingga motor Up harus dihentikan.
Gambar 3.6 Diagram Tangga Langkah 2
Pada Gambar 3.6 jika X0 On dan X1 Off maka Y0 akan On dan terus On. Bila X1 dalam
keadaan On maka outpur Y0 tidak akan On.
3. Pada saat benda tersebut telah melewati pintu garasi atau masuk kedalam pintu, sensor 2
akan mendeteksi sehingga berubah menjadi On dan mengaktifkan Y1 (motor down).
Gambar 3.7 Diagram Tangga Langkah 3
Sedangkan pada Gambar 3.7 R0 akan on jika X2 dalam kondisi mengalami perubahan dari
Off menjadi On hanya sesaat (On hanya 1 pulsa). Jika R0 On sesuai dengan kondisi (hanya
sesaat) maka Y1 akan On.
4. Pada saat switch bawah tertekan, menandakan bahwa pintu telah mencapai batas untuk
menutup. Maka motor down harus dihentikan.
Gambar 3.8 Diagram Tangga Langkah 4
Pada Gambar 3.8 jika R0 On dan X3 dalam kondisi Off maka Y1 akan On
5. Langkah terakhir adalah pada saat motor Down aktif (Y1 On) maka motor Up (Y0) harus
dalam keadaan Off. Begitu juga dengan sebaliknya, apabila motor Up aktif Motor Down
harus dalam keadaan Off.
Gambar 3.9 Diagram Tangga Apabila Y0 (motor Up) On, Y1 (motor Down) Off
Pada Gambar 3.9 jika X0 dalam kondisi On, X1 Off, dan Y1 dalam keadaan Off, maka, Y0
akan berada dalam kondisi On.
Gambar 3.10 Diagram Tangga Y1 On, Y0 Dalam Keadaan Off
Pada Gambar 3.10 jika R0 dalam kondisi On, X3 dalam kondisi Off, dan Y0 dalam kondisi
Off maka Y1 akan On.
Dari langkah-langkah pembuatan diagram tangga sesuai dengan kondisi langkah pertama dan
seterusnya, diagram tersebut dapat disederhanakan menjadi seperti Gambar 3.10.
3.11 Penyederhanaan Diagram Tangga Sistem Pintu Otomatis
Pada Gambar 3.11 angka 0, 5, dan 8 dapat dikatakan dengan Step (langkah). Dari
penyederhanaan program tersebut, berikut penjelasan untuk diagram tangganya : ” pada saat X0
(sensor1) on maka Y0 (relay1) akan On dan tetap On. Ketika X1 (Limit switch atas) dalam
kondisi On maka Y0 (relay1) akan menjadi Off. Pada saat X2 (sensor 2) On, maka R0 juga
akan On sehingga Y1 (relay 2) menjadi On. Ketika X3 On, Y1 (relay 2) akan menjadi Off ”.
Pada Step 0 apabila Y0 dalam kondisi On, maka PLC akan memerintahkan agar Y1(relay 2)
dalam kondisi Off, begitu juga dengan step 8. hal tersebut berfungsi agar relay 1 dan relay 2
bekerja secara bersamaan.
Pada gambar 3.4 terdapat perintah DF, perintah ini berfungsi sebagai pengendalian sensor
2. Karena sinyal yang diterima oleh sensor 2 ini hanya sesaat (perubahan dari On ke Off tidak
continu). Apabila tidak diberikan instruksi DF, kondisi pada sensor 2 tidak memungkinkan untuk
selalu On atau Off. Karena sensor ini hanya mendeteksi benda yang melintasi pintu.
BAB IV
ANALISA SISTEM
Pada bab IV ini akan menjelaskan tentang analisa sistem yang meliputi jenis-jenis komponen
elektrik dan elektronik yang terhubung dengan sistem, jenis dan perangkat pendukung yang di
kendalikan motor elektrik, pengaturan jarak sensor, perhitungan waktu sistem pintu otomatis,
dan kelebihan ataupun keuntungan menggunakan sistem ini.
4.1 Jenis Komponen elektrik dan Elektronik
Produk yang dipakai untuk menjalankan sistem pengaturan pintu otomatis, memakai produk
keluaran dari MG (Merlin Gerlin) dan Nasional. Produk MG yang digunakan adalah sensor,
limit switch, dan relay. Sedangkan produk yang dikeluarkan nasional adalah PLC FP dan motor
elektrik. Berikut ini jenis-jenis komponen yang digunakan.
1. sensor : perangkat ini menggunakan sensor photo elektrik, jarak maksimal yang
digunakan adalah 10 meter.
2. limit switch yang digunakan adalah jenis limit switch mekanik. Fungsi yang di gunakan
oleh limit switch sama seperti saklar On/Off.
3. relay yang dipakai menggunakan relay jenis elektromagnetik.
4. PLC yang digunakan adalah PLC FP. Dan motor yang dipakai adalah motor elektri 3
phasa (arus input yang terima motor terbagi dalam 3 jenis, sehingga putaran motor dapat
menjadi 2 arah yang berbeda)
4.1.1 Perangkat Keras Yang di Kontrol Oleh Motor Elektrik
Perangkat lain yang dipakai adalah pintu (rolling door), dan roda atau kopel untuk jalur dimana
pintu tersebut dapat terbuka ataupun tertutup. Untuk penenpatan kopel (roda), dihubungkan
dengan motor elektrik. Sehingga, apabila motor berputar pintu ”rolling dorr” akan naik sesuai
dengan jalurnya (tidak keluar dari jalur), dimana jalur tersebut berfungsi agar pintu tetap dalam
posisi naik ataupun posisi turun. Kondisi ini dibutuhkan, agar kerja motor elektrik tidak terlalu
berat. Pada gambar 4.1 adalah diagram pengendalian pintu ”rolling door”.
4.1 Pengendalian Pintu Rolling Door
Pada Gambar 4.1, roda (kopel) akan bergerak naik dan bergerak turun sesuai dengan jalurnya,
sehingga apabila motor elektrik mendapatkan perintah untuk berputar, motor akan
menggerakkan pintu untuk terbuka ataupun tertutup, sesuai dengan jalur yang telah disediakan.
Hal ini membuat motor elektrik bekerja dengan efisien. Sehingga beban yang diterima oleh
motor tidak terlalu berat.
4.2 Pengaturan Jarak Sensor
Pengontrolan sistem pintu otomatis dengan PLC FP, perangkat elektrik yang berperan agar
sistem dapat berjalan secara otomatis adalah sensor pendeteksi gerakan. Sensor ini berfungsi
untuk mendeteksi apakah terdapat benda yang ingin melintasi pintu atau tidak.
Pada pengendalian sistem pintu otomatis ini proses yang dilakukan oleh sistem dapat dikatakan
hampir sempurna. Karena, apabila terdapat benda yang ingin melintasi pintu tersebut, secara
otomatis pintu akan terbuka dengan sendirinya, sehingga tidak diperlukan tenaga manusia lagi
untuk membuka pintu tersebut. Tetapi, pintu tersebut tidak akan terbuka jika tidak sesuai dengan
kondisi yang terdapat pada sistem. Kondisi tersebut adalah jarak yang diperlukan oleh sistem
apabila terdapat benda yang ingin melintasi pintu tersebut.
Jarak tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi yang ingin digunakan. Jangkauan sensor dapat
di setting oleh user (pengguna), apakah dalam jarak 2 meter, 3 meter, dan seterusnya, sesuai
dengan jarak maksimal sensor. Dengan kata lain, jarak sensor dapat disesuaikan dengan kondisi
yang terdapat pada lapangan (area) kerja.
Apabila benda yang melintasi pintu terdeteksi oleh sensor, maka sensor akan memerintahkan
agar pintu bergerak menutup. jarak yang digunakan sensor ini, sesuai dengan lebar dari pintu
tersebut.
4.2.1 Perhitungan Waktu Sistem Pintu Otomatis
Sistem pengaturan secara otomatis, mempunyai jarak yang telah disesuaikan dengan pemakaian
dari sistem tersebut. Untuk motor elektrik penggerak pintu, apabila dalam jarak 5 meter sensor 1
(sensor pendeteksi benda yang akan masuk) mendeteksi ada benda yang ingin melintasi pintu,
waktu yang dibutuhkan pintu agar terbuka sepenuhnya adalah 30 detik. Karena, dengan waktu
tersebut, benda yang akan melintasi pintu akan masuk dalam waktu kurang lebih 30 s.
Bila benda telah melewati pintu secara keseluruhan, maka sensor 2 (sensor pendeteksi
benda yang sudah masuk), akan menggerakkan motor untuk menutup pintu sama dengan waktu
yang dibutuhkan pintu terbuka, yaitu 30 s.
Perintah untuk memberhentikan pintu untuk menutup ataupun terbuka, waktu yang
dibutuhkan kurang dari 1 detik. Pada gambar 4.2, adalah diagram blok perhitungan waktu yang
dibutuhkan oleh sistem pengendali pintu otomatis.
Gambar 4.2 Diagram Waktu Sistem pintu Otomatis
Pada gambar 4.1, sensor 1 akan berfungsi, jika dalam jarak 5 meter terdapat benda yang
ingin melintasi pintu. Apabila dalam jarak tersebut, sensor mendeteksi ada aktifitas, maka PLC
akan memberikan sinyal agar motor UP On. Waktu proses yang dibutuhkan pintu untuk terbuka
adalah 30 s, selanjutnya bila pintu telah mencapai limit switch atas, sinyal yang diproses oleh
PLC adalah kurang dari 1 detik. Sehingga pintu menutup akan berhenti. setelah benda telah
mencapai sensor 2, maka dalam waktu kurang dari 1 detik, plc akan memerintahkan pintu untuk
bergerak menutup. waktu yang dibutuhkan pintu untuk menutup, sama dengan waktu yang
dibutuhkan pintu terbuka, yaitu 30 detik. Selanjutnya setelah limit switch mendapatkan sinyal
dari pintu, maka dalam waktu kurang dari 1 detik akan memberhentikan pintu menutup. Waktu
yang dibutuhkan untuk proses PLC, sesuai dengan spesifikasi dari PLC FP adalah 50 µs.
4.2.2 Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Otomatis
Setiap sistem yang digunakan, baik dengan cara manual ataupun otomatis pasti terdapat
kekurangan dan kelebihannya. Sebab sistem tersebut juga merupakan design dari manusia, tidak
ada kesempurnaan yang dimiliki oleh sistem tersebut. Sehingga, meskipun sistem tersebut
digerakkan secara otomatis, terdapat kekurangan dan kelebihan dari sistem tersebut. Berikut ini
adalah kekurangan dari sistem pengaturan pintu secara otomatis.
1. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat sistem dengan PLC membutuhkan dana yang
cukup besar, sehingga pada industri kecil penggunaannya sangat tidak tepat. Karena
komponen elektrik yang digunakan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
2. Apabila PLC tersebut mengalami kerusakan total, seluruh komponen elektrik yang
terhubung dengan sistem, kemungkinan besar akan timbul kerusakan juga. Sebab
pengontrolan komponen elektrik yang diperintahkan oleh PLC akan menjadi error.
3. Terjadinya pengurangan sumber daya manusia yang cukup besar.
4. Pengendalian pintu untuk berhenti, sangat bergantung dengan limit switch. Apabila limit
switch mengalami kerusakan, motor elektrik akan berputar terus. Sehingga dapat
menimbulkan beban lebih (overload).
Disamping kekurangan juga terdapat manfaat atau keuntungan yang dapat diambil dengan
menggunakan sistem ini. Diantaranya.
1. Apabila terdapat benda bergerak yang ingin melintasi pintu, tidak membutuhkan sumber
daya manusia yang mengontrol untuk membuka ataupun menutup pintu tersebut.
2. Apabila terjadi kerusakan pada salah satu komponen elektriknya, komponen elektrik lain
yang terhubung dengan sistem tidak ikut mengalami kerusakan. dengan kata lain PLC
akan memonitor sinyal yang diproses olehnya. Sehingga bila sistem tidak berfungsi
dengan baik, PLC akan memberikan tanda bawha sistem mengalami kerusakan pada
salah satu komponen elektriknya. Sehingga user dapat mencegah agar sistem tersebut
tidak diaktifkan dahulu.
3. Proteksi terhadap sistem, termasuk dalam katagori yang cukup tinggi. Karena program
yang terdapat pada PLC tidak akan berubah. Jadi apabila motor elektrik sedang dalam
posisi turun atau naik, arus listrik yang terdapat pada kontaktor tidak akan bekerja secara
bersamaan.
4. Penggunaan sitem otomatis tidak membutuhkan pemonitoringan secara terus-menerus.
Dengan kata lain, PLC dapat memonitoring komponen yang terhubung dengannya
apakah masih dalam kondisi yang baik atau tidak.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Bab V berisikan tentang kesimpulan yang dicapai serta saran-saran yang bermanfaat agar sistem
dapat bekerja dengan lebih baik lagi.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah dibahas Pada bab I, Bab II, bab III, dan bab IV menunjukkan bahwa
penggunaan sistem menggunakan PLC FP∑, tidak membutuhkan banyak pengawasan dalam
penggunaannya dan untuk perawatan sistem juga tidak membutuhkan pemonitoringan secara
terus-menerus. Sehingga untuk penggunaan sistem secara otomatis tidak tergantung dengan
sumber daya manusia.
Pada sumber daya manusia, tingkat keteledoran sangat tinggi karena setiap individu
produktifitasnya tidak sama dengan individu yang lain. Dan hal inilah yang menjadi masalah
utama bagi penggunaan sistem bila tidak dijalankan secara otomatis. Untuk menghindari hal
tersebut, penulis membuat analisa sistem pengaturan pintu ”rolling door” dengan menggunakan
PLC (Programmable Logic Control) FP∑ sebagai pusat pengendalian.
Penggunaan PLC untuk sistem ini bisa dibilang tepat, karena PLC bekerja berbanding terbalik
dengan manusia (tidak ada keteledoran). Bila terjadi keteledoran (sistem tidak berfungsi dengan
yang diharapkan), hal ini menandakan bahwa PLC atau komponen yang terhubung dengan PLC
mengalami kerusakan. Penggunaan PLC sangat tepat untuk industri besar dan tidak cocok untuk
industri kecil, karena sistem dengan penggunaan PLC membutuhkan biaya yang besar.
5.2 Saran
1. Penggunaan sistem ini berkaitan dengan banyak pihak, karena agar sistem berjalan dengan
sempurna, pembuatan perangkat lain yang terhubung dengan sistem harus berjalan dengan
baik. Misalnya untuk pembuatan jalur pintu ”rolling door” jarak yang dibutuhkan untuk
kopel (roda) harus tepat. Gir (roda bergerigi) pada motor juga harus sesuai dengan kondisi
yang dibutuhkan, dan putarannya harus tepat (tidak keluar jalur dari putaran motor). Hal
tersebut membutuhkan tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
2. Membutuhkan koordinasi antara pihak satu dengan pihak yang lain (pihak pembuat sistem
harus bekerja sama dengan pihak pembuatan perangkat keras yang lain). Dengan kata lain,
pihak satu dengan pihak yang lain harus searah (tidak terjadi perbedaan pendapat).
3. Dan bagian yang terpenting adalah pengadaan dana (biaya) yang sesuai. Karena dengan
jumlah dana yang dikeluarkan, hasil sistem yang didapat harus sebanding dengan dana yang
telah dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Husanto, Thomas,ST, MT. PLC (Programmable Logic Control) FP Sigma, Andi offset. 2007,
yogyakarta.
Schneider Electrik, Telemecanique Catalog, Merlin Gerlin. 2006, jakarta
Melore, Phil, Your Personal PLC Tutorial, http://www.plcs.net
FP Seies Programming Manual, Http://WWW.naisplc.com
FP Sigma Control Unit, http://www.naisweb.com
PLC Primer, http://www.Industrialtext.com
43
Top Related