Persebaran Geologi Batubara di Indonesia, dan Industri
Pertambangan di Indonesia
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Geologi Batubara
Disusun Oleh :
Muhammad Teguh
NPM 270110130089
Kelas / Semester : A/ 5
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lokasi
Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi,
yakni lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng
Samudra Pasifik melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan
potensi pertambangan yang telah diakui di dunia. Namun, potensi yang sangat
tinggi ini masih belum tergali secara optimal. Disamping itu, tingkat investasi di
sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan menurun akibat
terhentinya kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Menurut studi
yang dilakukan Fraser Institute dalam Annual Survey of Mining Companies
(December 2002), iklim investasi sektor pertambangan di Indonesia tidak cukup
menggairahkan. Banyak kalangan menghawatirkan bahwa dengan kondisi seperti
ini maka masa depan, industri ekstraktif khususnya pertambangan di Indonesia
akan segera berakhir dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Kondisi ini patut
disayangkan karena industri ini memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
perekonomian nasional maupun daerah. Dampak ekonomi dari keberadaan
industri pertambangan antar lain penciptaan output, penciptaan tenaga kerja,
menghasilkan devisa dan memberikan kontribusi fiskal. Pada makalah ini akan
dibahas mengenai gambaran kondisi pertambangan mineral, iklim investasi
pertambangan, tinjauan manfaat ekonomi kegiatan pertambangan, permasalahan
yang dihadapi industri pertambangan dan rekomendasi kebijakan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Dimana saja lokasi persebaran Batubara ?
2. Bagaimana Industri Pertambangan di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui yaitu Batubara, mengetahui persebaran batubara di Indonesia
dan Industri pertambangan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebaran Batubara di Indonesia
Penyebaran Batubara Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan
2000). Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari
tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika
dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam
Anggayana 1999).
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat
hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang terdapat secara
luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga
jenis berdasarkan cara terbentuknya.
Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan
intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan
sebagainya. Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada cekungan
forelandterdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara delta, yaitu endapan
batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999).
Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di
Indonesia, meliputi 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa.
Dari jumlah cekungan tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%)
yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas
sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi baru 3% atau seluas
2,22 juta ha.
Oleh karena itu perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan batubara tersebut.
Salah satu metoda gofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan batubara
adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Metoda ini merupakan salah satu metoda geofisika
yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan, dengan mengukur
sifat kelistrikan batuan (Priyanto 1989 dalam Kalmiawan et al, 2000).
Selanjutnya Loke (1999a) mengungkapkan bahwa survey geolistrik metoda
resistivitas mapping dan sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga
resistivitas baik arah lateral maupun arah vertikal. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan
berskala laboratorium untuk mengukur tahanan jenis beberapa sampel batubara dari Tambang
Air Laya dengan peringkat yang berbeda (Heriawan 2000).
Sebaran endapan batubara Indonesia yang berpotensi ekonomis, sebagian besar
terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan studi pembentukan endapan batubara,
sebagian besar dari batubara tersebut berasal dari endapan gambut yang terbentuk dalam
iklim equatorial yang kaya akan curah hujan. Gambut tersebut tumbuh sebagai domed peat
yang berkembang di atas rata-rata permukaan air tanah, satu keadaan yang menyebabkan
gambut sangat sedikit mendapat pengaruh dari water-borne mineral sehingga menghasilkan
batubara yang secara umum mempunyai kadar abu dan sulfur yang rendah. Secara umum
endapan batubara di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu batubara
Paleogen dan batubara Neogen. Endapan batubara tersebut terdapat dalam cekungan-
cekungan pengendapan yang tersebar di wilayah Indonesia. Gambar 1 menunjukkan sebaran
cekungan utama yang mengandung endapan batubara.
Perbedaan Batubara Paleogen dengan Batubara Neogen yaitu Batubara Paleogen
terbentuk dalam sistem Intermountain dan continental margin basins dalam lingkungan
pengendapan transgresi. Batubara relatif tipis tapi kontinyu. Kadar abu dan sulfur yang lebih
tinggi. Rank tinggi dengan kadar moisture yang rendah dan nilai kalori yang tinggi.
Umumnya merupakan batubara komoditi ekspor. Sedangkan Batubar Neogen terbentuk
dalam sistem back deep, deltaic dan continental margin basin dalam lingkungan regeresi.
Ketebalan batubara bervariasi, pada umumnya jauh lebih tebal dari batubara Neogen. Kadar
abu dan sulfur yang rendah. Sebagian besar berjenis sub-bituminous dan lignite dengan kadar
moisture yang tinggi dan nilai kalori yang rendah. Sebagian besar dimanfaatkan untuk
keperluan dalam negeri terutama sebagai steaming coal.
B. Industri Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis,
yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan
vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Peraturan
Pemerintah Nomer 27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian
apa saja yang termasuk dalam gologan A, B dan C. Bahan Golongan A
merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk
menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk
dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak,uranium dan plutonium.
Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak,
contohnya emas, perak, besidan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang
tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak,
contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur, tanah liat dan asbes.
Perkembangan sektor industri sampai akhir Pelita II dapat di¬simpulkan terus
berjalan dengan mantap. Selain terus memelihara tingkat produksi yang telah
tercapai, berbagai unit produksi telah melakukan pula kegiatan-kegiatan
perluasan. Di samping itu proyek¬proyek yang selesai dibangun dalam rangka
penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, semakin bertambah. Sejak
Pelita I sampai Pelita II, berbagai produk yang dibuat di dalam negeri telah dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik dalam jumlah maupun mutu. Sebagian
besar barang-barang tersebut merupakan barang¬barang substitusi impor.
Kemajuan sektor industri dalam Pelita II antara lain dapat dilihat dari volume
produksi yang dicapai oleh berbagai sektor industri. Kemajuan tersebut
disebabkan oleh perkembangan penanaman modal di sektor industri khususnya
dalam tahun-tahun terakhir Repelita II.
Hingga akhir Maret 1979 tercatat 515 proyek industri dalam rangka PMA
dengan rencana investasi sebesar US $ 2.887.504.000 sedang jumlah tenaga yang
diserap adalah 287.672 orang (Indonesia dan asing). Dalam rangka PMDN
tercatat 2.079 proyek industri dengan rencana investasi sebesar Rp 1.980.606 juta
dan jumlah tenaga kerja yang ditampung sebesar 646.504 orang (Indonesia dan
asing). Ke 515 proyek industri PMA tersebut di atas merupakan 65% dari seluruh
proyek PMA yang disetujui Pemerintah dengan rencana investasi sebesar 39%
dari seluruh investasi dalam proyek PMA, serta menyerap 69% tenaga kerja dari
jumlah tenaga kerja yang diserap oleh seluruh proyek PMA.
Di bidang PMDN, jumlah proyek industri merupakan 60% dari seluruh proyek
PMDN dengan rencana investasi + 57% dari seluruh jumlah investasi PMDN,
sedangkan tenaga kerja yang ditampung ± 51% dari jumlah tenaga kerja
yang diserap oleh seluruh proyek PMDN.
Dengan tingkat perkembangan sektor industri yang telah tercapai sampai
dewasa ini, maka kini sedang disusun pola kebijaksanaan pemberian fasilitas dan
insentip bagi penanaman modal di Indonesia untuk lebih merangsang
pertumbuhan industri dasar (primer) yang mengolah bahan mentah, baik dari hasil
tambang maupun pertanian menjadi bahan baku atau bahan/barang setengah jadi.
Industri dasar/ primer ini umumnya berskala besar, padat modal, teknologi tinggi
dan lambat pengembalian modalnya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut
ditujukan pula untuk menciptakan industri yang mampu mengekspor hasil-hasil
produksinya. Penting dalam hal ini adalah usaha penyempurnaan
kebijaksanaan pemberian fasilitas/insentip pe¬nanaman modal secara terpadu
dengan memperhitungkan semua aspek penunjangnya. Dengan demikian
industri tersebut selain dapat dirangsang untuk berdiri dan tumbuh dalam skala
yang sehat dengan sekaligus menghasilkan manfaat ekonomis yang sebesar-
besarnya, baik untuk industri itu sendiri maupun bagi pertumbuhan industri lebih
lanjut. Berikut ini disajikan gambaran perkembangan masing-masing bidang
industri selama Pelita II serta masalah-masalahnya.
Daftar Pustaka
www.wikipedia/persebaran-batubara/
Casagrande, D.J., 1987. Sulphur in peat and coal, in : Scott, A.C. (ed.), Coal and
Coal-baering Strata : Recent Advances, Geol. Soc. Spec. Publ., No. 32, p. 87-
105
https://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
Top Related