Download - Perpajakan (Subyek Dan Objek Pajak)

Transcript

PENDAHULUAN

Subjek Pajak dan Objek Pajak Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata memiliki kewajiban membayar pajak Objek Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Berikut adalah beberapa definisi yuang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya: Pajak Penghasilan (PPh) adalah yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia. Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Bea Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah R.I.

1

SUBJEK DAN OBJEK PAJAKPEMBAHASANA. SUBJEK PADA :1. PAJAK PENGHASILAN

Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak meliputi : orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah: - Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. - Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari APBN atau

2

APBD, penerimaannya dimasukan dalam anggaran pusat atau daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. - Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Subjek Pajak Luar Negeri adalah: - Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. - Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. Tidak termasuk Subjek Pajak 1.Badan perwakilan Negara asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: bukan warga Negara Indonesia; dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3.Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari

3

iuran para anggota;

4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : bukan warga negara Indonesia; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subyek pajak harta warisan yang belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. 3. Subyek pajak badan-badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indoneisa tidak kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak

4

didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dijelaskan tentang apa yang tidak termasuk dalam subyek pajak, yakni sebagai berikut : 1. Badan perwakilan negara asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pajabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut namun organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan di Indonesia. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia. Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ? Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk : Perseroan terbatas; atau Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan penanaman modal baik untuk: Penanaman modal baru; maupun Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu;

5

2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAISubyek yang menjadi sasaran pajak yaitu: 1.Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang di kenakan pajak, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut. 3. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut. Mekanisme pemungutan PPN Addition method, yaitu dihitunh dari tariff dikalikan seluruh penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak harus mempuyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang di keluarkan. Subtraction method, yaituPPN yang terhutangdi hitung dari tarif-tarif dikalikan selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. Credit method, yaitu mencari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang di pungut saat penjualan.

6

3. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Yang menjadi Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata nyata mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PBB Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai : > hak atas bumi, dan atau > memperoleh manfaat atas bumi, dan atau > memiliki, menguasai, dan atau > memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak. Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka : [a]. Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui; [b]. Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui; [c]. Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap diterima. Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP (surat pemberitahuan objek pajak) secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB atau KPP Pratama yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal

7

diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Untuk mendapatkan SPOP, wajib pajak tidak harus menunggu kiriman dari KPPBB atau KPP Pratama tetapi dapat meminta langsung di TPT (tempat pelayanan terpadu) KPPBB atau KPP Pratama secara gratis. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah: [a]. Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Negara maupun Wajib Pajak sendiri; [b]. Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; [c] Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani. Subjek Pajak Ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Contohnya : 1 Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau . bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak. 2 Suatu Objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan dipengadilan, maka . orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan Objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak. 3 Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak Objek pajak, . sedang untuk merawat Objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa daat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukkan sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

8

Keberatan atas Penetapan Subjek pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut dapat memberikan surat keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap Objek pajak yang dimaksud. Apabila disetujui oleh DJP maka DJP membatalkan penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut. Sedangkan apabila ditolak maka DJP mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasan. Kemudian apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat keterangan wajib pajak dan DJP tidak memberikan keputusan maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak. Dasar Hukum : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 4)

9

B.OBJEK PAJAK PADA :1. PAJAK PENGHASILANObjek Pajak Penghasilan Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undangundang Pajak Penghasilan; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; c. laba usaha d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; - keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ; - keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha; - keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

10

e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ; h. royalti; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. q. penghasilan dari usaha berbasis syariah. r. Surplus Bank Indonesia s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP. Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa: bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;

11

penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tidak Termasuk Objek Pajak a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs; Warisan; Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; . Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa; Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan - bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut; 12

Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;

Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: - merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan - sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Pemotong PPh Pasal 26

- Badan Pemerintah; - Subjek Pajak dalam negeri; - Penyelenggara Kegiatan; - BUT; - Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selainBUT di Indonesia. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : a.dividen; b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; 13

e. hadiah dan penghargaan f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26 1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. 2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : - lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; - lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak; - lembar ketiga untuk arsip Pemotong. 3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

14

Contoh : Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001. Pengecualian 1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat: a. dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan; b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut; c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. 2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pada prinsipnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, karena PPN dikenakan atas konsumsi barang dan atau jasa di dalam Daerah Pabean. Namun demikian, dengan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN. Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat

15

berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Barang Yang Tidak Kena Pajak Hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Uang,emas batangan, dan surat-surat berharga. Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa yang tidak di kenakan pajak Bidang pelayanan kesehatan medic. Bidang pelayanan social. Bidang surat dan perangko Bidang perbaikan, asuransi, dan sewa guna dengan hak opsi. Bidang keagamaan. Bidang pendidikan. Bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tntonan, termasuk jas a di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial. Bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan yaitu jasa penyiaran radio atau TV yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swata yang bukan bersifat iklan. Bidang angkutan umum di darat dan di air. Bidang tenaga kerja.

16

Bidang perhotelan. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

Penyerahan PENYERAHAN YANG DIKENAKAN PPN : 1 Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh . Pengusaha; 2 Impor Barang Kena Pajak; . 3 Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh . Pengusaha; 4 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam . Daerah Pabean; 5 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; . atau 6 Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak . TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK : 1 Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; . 2 Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian . leasing; 3 Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; . 4 Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak; . 5 Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk . diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan; 6 Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan . penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang; 7 Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi .

17

SYARAT PENYERAHAN BARANG YANG DIKENAKAN PPN: 1 Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; . 2 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak . berwujud. 3 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean . 4 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. . SYARAT PENYERAHAN JASA YANG DIKENAKAN PPN: 1 Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak . 2 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean . 3 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. . TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK: 1 Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam . Kitab Undang-undang Hukum Dagang; 2 Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; . Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang Dasar pengenaan Pajak Harga jual. Penggantian. Nilai ekspor. Nilai impor.

18

Tarif pajak tarif PPN adalah 10% dan 0% untuk ekspor barang kena pajak.

Kemudian untuk cara perhitungannya : PPN= Dasar pengenaan pajak X Tarif Pajak Dalam buku 1, 2, 3, dan 4 terdapat contoh. Saat dan Tempat Pajak Terutang Terutangnya Pajak terjadi pada saat: Penyerahan BKP atau JKP. Impor BKP. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean. Ekspor BKP.

Tempat pajak terutang Untuk penyerahan BKP/JKP Tempat tinggal Tempat kedudukan Tempat kegiatan usaha

Untuk impor, di tempat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean Untuk pemanfaatan BKP tak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak. Atas kegiatan membangun sendiri. Perusahaan yang mempunyai cabang-cabang.

19

3. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Objek PBB Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan: Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll. Bangunan perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll Objek PBB Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan. [1] Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya; [2] Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah : [2.a]. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satukesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; [2.b]. jalan TOL; [2.c]. kolam renang; [2.d] pagar mewah; [2.e]. tempat olah raga; :

Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau

20

[2.f]. galangan kapal, dermaga; [2.g]. taman mewah; [2.h]. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; [2.i]. fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB [1] Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; [2] Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; [3] Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; [4] Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; [5] Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyatanyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah

21

dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya. Nah, sesuai dengan namanya, objek PBB ini adalah bumi dan/atau bangunan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang PBB. Sementara itu arti bumi dan bangunan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-undang PBB. Cara Mendaftarkan Objek PBB Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat. Dasar Pengenaan PBB Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan: a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar; b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya; c.nilai perolehan baru; d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut: a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak. b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan 22

pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya. Dasar Penghitungan PBB Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP adalah sebagai berikut; Objek pajak perkebunan adalah 40% Objek pajak kehutanan adalah 40% Objek pajak pertambangan adalah 20% Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan): - apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40% - apabila NJOP-nya