i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN
PEMBORONGAN PEKERJAAN SECARA OUTSOURCING ANTARA PT
PLN (PERSERO) DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI
KABUPATEN WONOGIRI
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Memperoleh Derajat
Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
ANIS ELISA
NIM. E0005094
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN
PEMBORONGAN PEKERJAAN SECARA OUTSOURCING ANTARA PT
PLN (PERSERO) DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI
KABUPATEN WONOGIRI
Oleh
ANIS ELISA
NIM. E0005094
Disetujui dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2009
Dosen Pembimbing
Purwono Sungkowo Raharjo, S.H.
NIP. 131570153
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN
PEMBORONGAN PEKERJAAN SECARA OUTSOURCING ANTARA PT
PLN (PERSERO) DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI
KABUPATEN WONOGIRI
Oleh
ANIS ELISA
NIM. E0005094
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 30 Juli 2009
DEWAN PENGUJI
1. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. ……………………. Ketua
2. Lego Karjoko, S.H., M.H. ……………………. Sekretaris
3. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. ……………………. Anggota
Mengetahui
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum NIP. 196109301986011001
iv
PERNYATAAN Nama : Anis Elisa
NIM : E0005094
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul :
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Secara Outsourcing Antara PT PLN(Persero) Dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera Di Kabupaten Wonogiri adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2009
yang membuat pernyataan
Anis Elisa
NIM. E0005094
v
MOTTO
v … Allah pasti akan mengangkat orang yang beriman dan
berpengetahuan diantaramu beberapa tingkat lebih tinggi…
(Al Mujadalah:14)
v … Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupannya, ia mendapat pahala dari kebajikan yang dilakukannya
dan mendapat siksa dari kejahatan yang dilakukannya…
(Al Baqoroh : 286)
v Sungguh baik menjadi orang penting, namun lebih penting menjadi
orang baik
( Rumusan Yunani)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala doa dan puji syukur kepada Allah SWT, Penulis
persembahkan karya ini kepada :
· Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa restu dan kasih sayangnya.
· Kakak Penulis, Eko dan Nia yang selalu memberi semangat pada
Penulis
· Andi Raharjo, S.Pd.,yang telah memberikan perhatian dan semangat
kepada Penulis hingga dapat menyelesaikan karya ini, Terima Kasih.
· Sahabat-sahabat Penulis, Lilin Royani, Febti Wijayanti, Nofiana Dian,
Retno Arifingtyas, dan Renggani Kusumastuti.
· Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Syukur Alhamdulillah ke Hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
segala Rahmat dan Karunianya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini guna memperoleh gelar Kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul : “PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN SECARA OUTSOURCING ANTARA PT PLN (PERSERO)
DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI KABUPATEN
WONOGIRI”.
Sholawat serta salam semoga tercurah pada junjungan kita, suri tauladan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan kaum muslimin yang selalu
memegang teguh ajaran-ajarannya.
Segala daya upaya telah Penulis lakukan dalam menghadapi dan
menyelesaikan berbagai permasalahan dan hambatan dalam penyusunan penulisan
hukum ini. Adapun keberhasilan Penulis dengan terwujudnya penulisan hukum ini
tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak baik secara
moril maupun spiritual kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
Oleh karena itu perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
kepada Penulis untuk penyusunan Penulisan Hukum ini.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan saran dan nasihat kepada Penulis selama
belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rahmi Handayani, S.H., MM., selaku Ketua
Bagian Hukum Administrasi Negara.
viii
4. Bapak Purwono Sungkowo Raharjo, S.H., selaku Pembimbing yang
telah sangat membantu, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan
dengan penuh kesabaran kepada Penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang
selama ini telah banyak memberikan Ilmu yang tak ternilai harganya.
6. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret atas pelayanan dalam Penulis menyelesaikan studi.
7. Ibu dan Bapak yang selalu memberi dorongan pada Penulis hingga
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
8. Andi Raharjo, S.Pd., atas perhatian, dorongan, semangat, bantuan dan
nasihat yang sangat berarti selama ini bagi Penulis. Thank`s for
everything you gave to me, I hope we always together and make our
dream come true...
9. Keluarga kakak penulis Mas Eko, Mbak Nia dan Najwa atas bantuan
dan semangatnya.
10. Sahabatku Lilin Royani, Febti Wijayanti, Nofiana Dian, Renggani
Kusumastuti, Retno Arifingtyas terima kasih atas persahabatan,
support dan bantuannya selama ini.
11. Teman-teman angkatan `05…Brigita, Desi, Ayu, Irma, Mbak Ratna,
Anung, Rosita, Niken, Boskor, Ipul, Angga, Hesty, Ami, Aripin, Ana,
Anton dll.
12. Teman-teman…Arga, Diaz, Heni, Yuliz, Yulia, Eka Sinta, Yayuk,
Fatma terima kasih semangatnya.
13. Keluarga besarku yang selalu mendukungku. Terima kasih banyak
14. PT PLN (Persero) Distribusi Semarang & DIY juga PT. Musdipa Inti
Sejahtera. Terima Kasih atas ijin penelitian yang diberikan pada
Penulis.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung ataupun tidak dalam
penulisan hukum ini.
ix
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis
harapkan. Akhirnya, Penulis hanya bisa berharap bahwa penulisan hukum ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surakarta, Juli 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................ v
HALAMAN MOTTO …………………………………………………….. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. vii
HALAMAN PENGANTAR ...................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .......................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ......................................... 1
B. PERUMUSAN MASALAH .................................................... 5
C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................... 5
D. MANFAAT PENELITIAN ...................................................... 6
E. METODE PENELITIAN ......................................................... 7
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM ................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 14
A. Kerangka Teori ........................................................................ 14
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum ...................................... 14
2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Tenaga Kerja Dalam
Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan ............. 15
a. Waktu Kerja ................................................................. 16
b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................... 18
c. Pengupahan .................................................................. 19
d. Kesejahteraan .............................................................. 22
xi
3. Tinjauan Umum Tentang Outsourcing .............................. 27
a. Sejarah Outsourcing ..................................................... 27
b. Pengertian Outsourcing ................................................ 30
c. Dasar Hukum Outsourcing di Indonesia ...................... 33
d. Syarat Perjanjian Outsourcing ...................................... 41
4. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja ........................ 43
a. Pengertian Hubungan Kerja ......................................... 43
b. Pengertian Perjanjian Kerja ......................................... 44
c. Isi Perjanjian Kerja ....................................................... 45
d. Syarat Sah Perjanjian Kerja ......................................... 48
e. Macam-macam Perjanjian Kerja .................................. 49
f. Berakhirnya Perjanjian Kerja ....................................... 51
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 53
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 56
A. HASIL PENELITIAN............................................................... 56
1. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) Cabang Semarang .. 56
2. Gambaran Umum PT. Musdipa Inti Sejahtera ................... 59
3. Pelaksanan Outsourcing Pada PT. PLN (Persero) ............. 60
4. Hak dan Kewajiban PT PLN (Persero) dan PT Musdipa
Inti Sejahtera Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
secara Outsourcing ............................................................. 64
5. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan secara Outsourcing Antara
PT PLN (Persero) dan PT Musdipa Inti Sejahtera ............. 67
B. PEMBAHASAN ...................................................................... 72
1. Dasar penyerahan dan jenis pekerjaan ............................... 72
2. Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum .... 74
3. Hubungan Kerja ................................................................. 74
a. Waktu Kerja ................................................................. 75
b. Waktu Istirahat dan Cuti .............................................. 76
c. Keselamatan Kerja ........................................................ 77
xii
d. Upah ............................................................................. 77
e. Jamsostek ..................................................................... 78
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 80
A. Kesimpulan .............................................................................. 80
B. Saran ......................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 82
LAMPIRAN ............................................................................................... 85
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Kepada PT PLN (Persero)Distribusi Semarang
& DIY
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian Kepada PT. Musdipa Inti Sejahtera
Lampiran 3 Disposisi Surat Ijin Penelitian Dari PT. Musdipa Inti Sejahtera
Lampiran 4 Perjanjian Antara PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera tentang Pekerjaan Jasa Borongan Outsourcing Baca
Meter
Lampiran 5 Perjanjian Kerja Antara PT. Musdipa Inti Sejahtera dengan Pekerja
Outsourcing Baca meter
Lampiran 6 Peraturan Pegawai Perusahaan PT. Musdipa Inti Sejahtera
Lampiran 7 Ijin Operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/ Buruh
Lampiran 8 Sertifikat Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Lampiran 9 Surat Keputusan Gubernur Tentang Upah Minimum Kabupaten
xv
ABSTRAK
Anis Elisa, E0005094. 2009. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN SECARA OUTSOURCING ANTARA PT PLN (PERSERO) DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI KABUPATEN WONOGIRI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Penulisan hukum (skripsi)ini bertujuan untuk mengetahui hak dan kewajiban PT PLN (Persero) dan PT. Musdipa Inti Sejahtera yang termuat dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara outsourcing serta untuk mengetahui apakah pekerja memperoleh perlindungan hukum dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara outsourcing antara PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto ada tidaknya perlindungan hukum bagi pekerja dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara outsourcing antara PT PLN (persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera di kota Wonogiri. Lokasi penelitian di PT PLN (Persero), PT. Musdipa Inti Sejahtera. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan baik dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel, dokumen-dokumen dan bahan lainnya yang tertulis yang berhubungan dengan masalah yang ditiliti. Beberapa data dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Bagian Niaga,Bagian Humas PT PLN (Persero), serta Direktur PT. Musdipa Inti Sejahtera. Analisis data dengan menggunakan metode interpretasi bahasa (gramatikal) peristiwa konkrit dijadikan peristiwa hukum. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan utama peneliti menggunakan silogisme deduksi. Pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan ketenagakerjaan ditempatkan sebagai premis mayor sedangkan peristiwa hukum sebagai premis minor. Melalui proses silogisme akan diperoleh simpulan (premis konklusi).
Bardasarkan penelitian yang dilakukan dapt disimpulkan bahwa pekerjaan yang di outsource-kan oleh PT PLN (Persero) kepada PT. Musdipa Inti Sejahtera adalah pekerjaan pembacaan meter yang dimuat dalam perjanjian jasa pemborongan, yang didalamnya dapat diketahui hak dan kewajiban dari para pihak. Secara garis besar pekerja telah mendapat perlindungan hukum dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara outsourcing antara PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera yakni dalam hal waktu kerja, waktu istirahat dan cuti, keselamatan kerja, dan jamsostek. Dalam hal upah sebenarnya pekerja juga telah mendapat perlindungan karena upah yang diberikan telah sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten setempat, namun upah tersebut tidak bertambah meskipun masa kerja pekerja telah lebih dari 1 (satu) tahun. Pekerja cater adalah sebagai pekerja kontrak,namun pekerja akan terus dipekerjakan oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera selama perusahaan tersebut masih mendapat pekerjaan borongan dari PT PLN (Persero). Apabila masa kontrak antara PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera telah habis dan tidak ada perpanjangan maka secara otomatis pekerja cater beralih menjadi pekerja kontrak pada perusahaan yang menggantikan PT. Musdipa Inti Sejahtera.
xvi
ABSTRACT Anis Elisa, E0005094. 2009. LAW PROTECTION FOR THE EMPLOYEES IN THE OUTSOURCING EMPLOYMENT AGREEMENT BETWEEN PT. PLN (PERSERO) WITH PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA IN REGENCY WONOGIRI. Law Faculty of Sebelas Maret University.
This thesis aims to find out the right and obligation of PT. PLN (Persero)
and PT. Musdipa Inti Sejahtera contained in outsourcing employment agreement as well as to find out whether or not the employees get law protection in outsourcing employment agreement between PT. PLN (Persero) and PT. Musdipa Inti Sejahtera.
This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature, finding the law in concreto about there is or not law protection for the employees in outsourcing employment agreement between PT. PLN (Persero) and PT. Musdipa Inti Sejahtera in Wonogiri City. The research was taken place in PT. PLN (Persero) and PT. Musdipa Inti Sejahtera. The data type used was secondary data. Technique of collecting data used was literary study from books, law and ordinances, articles, documents and other written materials relevant to the problem studied. Some data were asked for confirmation to the Commercial, Public Relations divisions of PT. PLN (Persero) as well as Director of PT. Musdipa Inti Sejahtera. The data analysis was done using language (grammatical) interpretation method of concrete event becoming the law event. In order to get the answer to the main problem, the writer used deductive syllogism. The articles contained in the labor force regulation are placed as the major premise, while the law event as the minor premise. The conclusion was obtained through the syllogism process (conclusion premise).
Based on the result of research, it can be concluded that the employment outsourced by PT. PLN (Persero) to PT. Musdipa Inti Sejahtera.is the metric reading work included in the outsourcing service agreement, within which the right and obligation of parties can be recognized. Generally, the employees had gotten law protection in outsourcing employment agreement between PT. PLN (Persero) and PT. Musdipa Inti Sejahtera in the term of work hour, break and furlough time, work safety, and labor social insurance. In the term of wage, the employees had actually gotten the protection because the wage given has been consistent with the local Regency’s minimum Wage, but such wage does not increase although the employees’ tenure is more than 1 (one) year. Cater employee is the contract employee, but it will be employed continuously by PT. Musdipa Inti Sejahtera as long as the company still gets the outsourcing project from PT. PLN (Persero). When the contract period between PT. PLN (Persero) and PT. Musdipa Inti Sejahtera is completed and there is no extension, the cater employees will automatically move to become the contract employees in the company replacing the PT. Musdipa Inti Sejahtera.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan dan pekerjaan adalah dua sisi dari satu mata uang, agar
orang dapat hidup maka orang harus bekerja. Setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan
dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras,
agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga
kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para
penyandang cacat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pada Pasal 5
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal serupa
juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pemerintah
telah berusaha untuk melaksanakan apa yang tersurat dan tersirat dalam
batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dengan memberikan
kesempatan bekerja dan berusaha yang seluas-luasnya bagi warga
negaranya.
Dalam sejarah perkembangan masyarakat Indonesia ternyata
industri yang tumbuh dan berkembang di Indonesia tidak sebanding
dengan jumlah sumber daya manusianya atau permintaan akan lapangan
kerja yang lebih besar dari yang telah tersedia. Pengusaha yang secara
ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih kuat seringakali menekan dan
mengeksploitasi para pekerja sehingga itu dapat menimbulkan
permasalahan antara pihak pengusaha dan pekerja dalam suatu hubungan
kerja. Pada dasarnya hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan
pengusaha. Apabila hubungan kerja hanya diserahkan pada antar pihak
yakni pihak pengusaha dan pekerja saja maka tujuan hukum
ketenagakerjaan yang mana untuk menciptakan keadilan sosial di bidang
1
1
xviii
ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai. Hal itu disebabkan karena
keinginan para pihak yang kuat yang cenderung ingin menguasai pihak
yang lemah.
Beberapa tahun terakhir ini muncul suatu kecenderungan
penggunaan sistem outsourcing. Hal ini dapat dilihat dari prosentase
penggunaan tenaga kerja kontrak (outsourcing) pada perusahaan nasional
dan multinasional skala menengah ke atas di Indonesia diperkirakan
mencapai 60% dari total kebutuhan tenaga kerja mereka pada tahun ini.
Prosentase tersebut dipastikan akan terus meningkat hingga mencapai 80%
dari total kebutuhan tenaga kerjanya pada tahun depan. Irham A Dilmy,
Direktur Program Eksekutif Magister Manager Bina Nusantara,
mengatakan penggunaan alih daya (outsourcing) tenaga kerja oleh
berbagai perusahaan meningkat rata-rata 20% per tahun karena tuntutan
dan tren yang terjadi di pasar tenaga kerja global (http://www.silaban.net).
Penggunaan sistem outsourcing yang seakan sudah menjadi trend
tersendiri di berbagai perusahaan besar baik yang berstatus swasta nasional
atau perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) dan bahkan juga
instansi-instansi pemerintahan ini dilatarbelakangi oleh stategi perusahaan
untuk melakukan efisiensi biaya produksi. Perusahaan berusaha untuk
menghemat pengeluaran dan pembiayaan dalam membiayai Sumber Daya
Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaanya. Ini disebabkan karena
kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan perusahaan untuk memberi
gaji kepada para pekerja tetap dalam jumlah yang banyak sehingga salah
satu cara penghematan yang dapat dilakukan adalah dengan menyerahkan
sebagian pekerjaan kepada pihak lain melalui jasa pemborongan atau
penyediaan jasa pekerja/buruh atau dikenal dengan istilah outsourcing.
Pada dasarnya tidak semua jenis pekerjan dapat diberikan dengan
menggunakan sistem outsourcing. Outsourcing hanya dapat dilakukan
pada jenis pekerjaan tertentu saja, seperti pekerjaan yang merupakan
xix
kegiatan penunjang perusahaan. Namun dalam praktek sehari-hari jenis
pekerjaan tertentu itu tidaklah terlalu diperhatikan oleh perusahaan
penyedia tenga kerja maupun dari perusahaan pengguna tenaga kerja. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang menggunakan tenaga
outsourcing untuk hampir seluruh jenis pekerjaan.
Selama ini penerapan sistem outsourcing lebih banyak merugikan
para pekerja, yang mana hal ini dapat dilihat dari hubungan kerja yang
selalu dalam bentuk kontrak atau tidak tetap, upah yang lebih rendah,
minimnya jaminan sosial, tidak adanya perlindungan kerja serta jaminan
perkembangan karir. Oleh karena itu diperlukan suatu perlindungan
hukum yang merupakan hak-hak para pekerja yang dijamin oleh
pemerintah, yang bila dilanggar dapat menimbulkan konsekwensi hukum
(Artikel Muzni Tambusai,2006: http://www.nakertrans.go.id). Pada
karyawan outsourcing ini memang tidak memiliki banyak pilihan lain
dimana pengangguran terbuka secara nasional melebihi 11,6 juta orang,
pengangguran tertutup 30 juta orang dari penawaran tenaga kerja lebih
dari 106,9 juta orang. Sementara itu banyak pula perusahaan yang tutup
karena kalah bersaing dengan produk impor, sedangkan produk ekspor
juga menurun karena biaya produksi yang tinggi di dalam negeri (Gunarto
Suhardi, 2006:2)
Menghadapi persoalan outsourcing ini tidak seharusnya
pemerintah selaku penentu kebijakan “menutup mata” dengan seolah-olah
membiarkannya begitu saja. Banyak hal yang seharusnya dapat dilakukan
daripada hanya melepaskan mekanisme ini kepada dunia usaha (www.
buruhmenggugat.or.id). Memang dengan adanya pekerja/buruh
outsourcing dilihat dari sisi pengusaha sangat menguntungkan, sebab
mereka bisa mendapatkan tenaga kerja dengan hubungan yang mudah dan
murah, akan tetapi apabila dilihat dari sisi pekerja/buruh hal ini tentu saja
sangat merugikan. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut
perlindungan terhadap pekerja agar tidak terjadi tindakan yang sewenang-
xx
wenang dari pengusaha adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Hal tersebut untuk menjamin para pekerja agar hak-haknya benar-benar
terpenuhi sesuai dengan nilai keadilan dan nilai kemanusiaan. Walaupun
diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 belum dapat menjawab semua
permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks, namun setidak-
tidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh
terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan
sosial dan perlindungan kerja lainnya serta dapat dijadikan acuan dalam
menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.
Salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja
adalah dengan adanya pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja.
Perjanjian kerja tersebut harus dibuat secara tertulis karena perjanjian kerja
merupakan suatu pernyataan yang sangat penting, yaitu antara pekerja dan
pengusaha yang berisi tentang setujunya seseorang untuk bergabung dalam
perusahaan sebagai pekerja. Sedangkan bagi pekerja, perjanjian kerja lebih
berfungsi sebagai pemberi jaminan rasa aman. Sehingga perjanjian kerja
ini menimbulkan adanya suatu hubungan kerja antara pengusaha dan
pekerja. Dan dalam perjanjian kerja ini diatur pula mengenai hak dan
kewajiban antar pemberi kerja dengan penerima kerja.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai salah satu badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga
listrik, dalam menjalankan tugasnya juga menggunakan sistem
outsourcing. Dalam menjalankan outsourcing ini PT. PLN (Persero)
bekerjasama dengan salah satu perusahaan outsourcing yakni PT.
Musdipa Inti Sejahtera. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan
jasa pemborongan pekerjaan secara outsourcing yang berada di wilayah
kota Surakarta dengan kantor unit yang tersebar di hampir seluruh
Karisidenan Surakarta, salah satunya di Kabupaten Wonogiri. Bentuk
pekerjaan yang dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing tersebut
xxi
adalah pembacaan meter yang pelimpahannya melalui suatu perjanjian
jasa pemborongan pekerjaan.
Namun ada kalanya pelaksanaan perjanjian kerja dengan sistem
outsourcing tersebut tidaklah sesuai dengan apa yang diatur dalam
Undang-Undang No. 13 tahun 2003, hal ini karena kurangnya sosialisasi
antara pengusaha dan pekerja dalam pelaksanaan perjanjian dengan sistem
outsourcing.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan perlindungan
hukum bagi pekerja dengn sistem outsourcing. Oleh karena itu penulis
membuat penulisan hukum dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN PEMBORONGAN
SECARA OUTSOURCING ANTARA PT PLN (PERSERO)
DENGAN PT. MUSDIPA INTI SEJAHTERA DI KABUPATEN
WONOGIRI”.
B. Perumusan Masalah
Melihat dari latar belakang di atas, maka penulis mencoba
merumuskan permasalahannya yaitu :
1. Apa hak dan kewajiban PT. PLN (Persero) maupun PT. Musdipa
Inti Sejahtera yang termuat dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan secara outsourcing ?
2. Apakah pekerja memperoleh perlindungan hukum dalam perjanjian
kerja dalam rangka perjanjian pemborongan pekerjaan secara
outsourcing antara PT. PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pasti mempunyai tujuan yang jelas
tentang apa yang hendak dicapai agar penelitian ini dapat membawa
xxii
manfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun tujuan yang ingin
dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban PT PLN (Persero) dan PT.
Musdipa Inti Sejahtera yang termuat dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan secara outsourcing
2. Untuk mengetahui apakah pekerja memperoleh perlindungan
hukum dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara
outsourcing antara PT. PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera
D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun yang
menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu
Hukum di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya
Hukum Ketenagakerjaan yaitu mengenai outsourcing.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur di
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan
dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum
sebagai bekal untuk terjun dalm masyarakat nantinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan
suatu pemikiran yang berguna bagi pemerintah dan pihak-pihak
yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
xxiii
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan kostruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu,
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono
Soekanto, 2006: 42).
Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu
menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi
merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2006: 7).
Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro ada 6 (enam) tipe penelitian
hukum yang dapat dikategorikan sebagai penelitian yang normatif
yaitu :
a. Penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif
b. Penelitian terhadap asas-asas hukum
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto
bagi suatu peristiwa konkrit
d. Penelitian terhadap sistematika peraturan perundang-undangan
hukum positif
e. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
dari peraturan perundang-undangn hukum positif
f. Penelitian perbandingan perundang-undangan hukum positif
xxiv
Penelitian ini merupakan penelitian yang berupa usaha
penemuan hukum in concreto,untuk menemukan perlindunagn
hukum bagi pekerja dalam perjanjian pemborongan pekerjaan
secara outsourcing antara PT PLN dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang penulis susun termasuk penelitian yang
bersifat preskriptif yakni suatu penelitian yang dimaksudkan untuk
mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan
untuk mengatasi masalah-masalah tertentu (Soerjono Soekanto,
2006:10). Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, maka ilmu hukum
mempelajari mengenai tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas
aturan, konsep-konsep hukum,dan norma-norma hukum (Peter
Mahmud, 2005:22).
3. Pendekatan Penelitian
Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan,
dimana dengan pendekatan tersebut peneliti dapat memperoleh
informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang
dicoba untuk dicari jawabannya. Pada penelitian ini digunakan
beberapa pendekatan yaitu:
a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan Undang-Undang digunakan untuk meneliti
peraturan hukum yang mengatur tentang perjanjian dengan
sistem outsourcing.
xxv
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang menunjang dalam penelitian
yang dilakukan penulis, maka penulis melakukan pengambilan data
di PT PLN (Persero), PT. Musdipa Inti Sejahtera.
5. Jenis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data sekunder adalah sejumlah keterangan
fakta-fakta yang tidak diperoleh secara langsung dari sumber
pertama, dapat melelui bahan dokumen, peratura perundang-
undangan, laporan, buku-buku, kepustakaan, dan sebagainya.
Jenis data sekunder tersebut antara lain :
a. Jenis pekerjaan dalam perjanjian jasa pemborongan pekerjaan
secara outsourcing
b. Hak dan kewajiban pekerja yang termuat dalam perjanjian
kerja dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera
c. Hak dan kewajiban bagi PT PLN maupun PT. Musdipa Inti
Sejahtera yang termuat dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan secara outsourcing.
6. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana suatu data atau tempat
data yang dibutuhkan dalam penelitian ditemukan atau digali
sesuai dengan jenis data yang digunakan, maka yang menjadi
sumber data dalam penelitian ini yakni sumber data sekunder yang
berasal dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip, buku-buku,
artikel, literatur lain yang dapat digunakan sebagai sumber data
sekunder, serta dokumen-dokumen yang berfungsi sebagai
pendamping sekaligus pendukung data primer, yang terdiri dari :
xxvi
a. Bahan Hukum primer
Bahan hukum primer meliputi adalah bahan-bahan
hukum yang mengikat. Bahan hukum primer yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
1). Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
2). Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.
KEP.101/MEN/VI/2004 tentang Tata cara Perijinan
Perusahaan Jasa Pekerja/ Buruh.
3). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
220/MEN/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan
Lain.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum pendukung
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer
meliputi buku-buku referensi, makalah seminar, karya ilmiah
hasil-hasil penelitian sebelumnya dan perjanjian pemborongan
pekerjaan secara outsourcing antara PT PLN (Persero) dan PT.
Musdipa Inti Sejahtera.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang bersifat
menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari
kamus ensiklopedia, dan lain-lain (Burhan Ashofa, 2001 : 104).
7. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum normatif
maka teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Studi
xxvii
pustaka yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji,
membuat catatan atau mencatat sesuai dengan masalah yang
diteliti. Penulis juga membaca dan mengkaji laporan-laporan
penelitian, majalah-majalah, buku-buku referensi, peraturan
perundang-undangan, litertur-literetur dan tulisan-tulisan lain yang
dapat melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini.
Data yang digunakan oleh peneliti antara lain buku-buku mengenai
ketenagakerjaan, buku-buku mengenai outsourcing, Undang-
Undang ketenagakerjaan, perjanjian pemborongan pekerjaan secara
outsourcing antara PT PLN (Persero) dan PT. Musdipa Inti
Sejahtera. Beberapa data dimintakan penjelasan dan konfirmasi
melalui wawancara dengan perwakilan dari PT PLN (Persero) dan
PT. Musdipa Inti Sejahtera.
8. Teknik Analisis Data
Dalam pengelolaan dan analisis data pada dasarnya
tergantung pada jenis data itu sendiri. Untuk penelitian hukum
normatif yang hanya mengenal data sekunder saja yang mana
hanya terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis
bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai
penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum (Amirudin dan H
Zainal Asikin, 2004: 163). Interpretasi atau penafsiran merupakan
salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan
secara gamblang mengenai teks Undang-Undang agar ruang
lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa
tertentu (Sudikno Mertokusumo, 2003:169). Interpretasi atau
penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum antara lain meliputi :
interpretasi autentik, interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis,
interpretasi teleologi atau sosiologi, interpretasi historis,
interpretasi komparatif dan interpretasi futuristis.
xxviii
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode silogisme
deduksi dengan interpretasi gramatikal. Interpretasi gramatikal
merupakan penafsiran untuk mengetahui makna ketentuan
Undang-Undang dengan menguraikan menurut bahasa, susunan
kata atau bunyi (Sudikno Mertokusumo, 2003:170). Dengan
metode interpretasi gramatikal peristiwa konkrit dijadikan
peristiwa hukum. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan
utama peneliti digunakan silogisme deduksi. Pasal-pasal yang
terdapat dalam peraturan ketenagakerjaan ditempatkan sebagai
premis mayor, sedangkan peristiwa hukum sebagai premis minor.
Melalui proses silogisme akan diperoleh simpulan (premis
konklusi) mengenai apa bunyi hukumnya in concreto perlindungan
pekerja dalam perjanjian pemborogan pekerjaan secara outsourcing
antara PT. PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera.
F. Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dua hal yaitu,
pertama adalah kerangka teori yang melandasi penelitian
serta mendukung didalam memecahkan masalah yang
diangkat dalam penulisan hukum ini, antara lain: Tinjauan
umum tentang Pengertian Hukum, Tinjauan umum
tentang Perlindungan Tenaga Kerja, Tinjauan Umum
xxix
Tentang Outsourcing, Tinjauan umum tentang Perjanjian
Kerja. Kedua adalah mengenai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mencoba menyajikan pembahasan
berdasarkan permasalahan yang telah disusun. Yaitu
tentang sistem outsourcing perusahaan yang sesuai
dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, hak-hak
pekerja yang dilindungi, pelaksanaan perlindungan
hukum bagi pekerja dalam sistem pemborongan pekerjaan
secara outsourcing pada antara PT PLN (Persero) dengan
PT Musdipa Inti Sejahtera.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang
berisi beberapa kesimpulan dan saran berdasarkan
pembahasa yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Hukum
Hukum memiliki banyak dimensi dan segi, sehingga tidak
mungkin memberikan definisi tentang hukum, yang sungguh-
sungguh dapat memadai kenyataan (L.J. Van Apeldorn, 1985:13).
Walaupun tidak ada definisi yang sempurna mengenai pengertian
hukum, definisi dari beberapa sarjana tetap digunakan yakni
sebagai pedoman dan batasan dalam melakukan kajian terhadap
hukum. Meskipun tidak mungkin diadakan suatu batasan yang
lengkap tentang apa itu hukum, namun Utrecht telah mencoba
membuat suatu batasan yang dimaksudkan sebagai pegangan bagi
orang yang hendak mempelajari Ilmu Hukum. Menurut Utrecht,
hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah
dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat
dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu (C.S.T.
Kansil, 1989:38)
Hans Kelsen mengartikan hukum adalah tata aturan (rule)
sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku
manusia. Dengan demikian hukum tidak menumpuk pada satu
aturan tunggal (rule) tetapi seperangakat aturan (rules) yang
memiliki satu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu
sistem, konsekwensinya adalah tidak mungkin memahami hukum
jika hanya memperhatikan satu aturan saja (Jimly Asshidiqie dan
Ali Safa`at, 2006:13)
Pengertian lain mengenai hukum, disampaikan oleh Sudikno
Mertokusumo (2004:40-41), yang mengartikan hukum sebagai
kumpulan peraturan-peraturan/ kaidah-kaidah dalam suatu
14
xxxi
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku
yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif
karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang
tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan
bagaimana caranya melaksanakan keapatuhan pada kaedah-
kaedah.
2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Tenaga Kerja Dalam
Peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan
Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap
kepentingan manusia yang dilindungi hukum. Setiap manusia
mempunyai kepentingan, yaitu tuntutan perorangan atau kelompok
yang diharapkan dapat terpenuhi. Oleh karenanya manusia
mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum karena
hak merupakan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum.
Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin
berlangsungnya hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai
adanya tekanan dari pihak yang kuat. Untuk itu pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Di dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 telah diatur
beberapa pasal untuk memberikan perlindungan pada para pekerja.
Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak para
pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara
manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan
fisiknya.
xxxii
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003, lingkup
perlindungan terhadap pekerja antara lain meliputi :
a) Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk
berunding dengan pengusaha
b) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
c) Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan
d) Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial
tenaga kerja
Di bawah ini diuraikan 4 (empat) macam perlindungan
tenaga kerja yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diatur
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang meliputi :
a. Waktu Kerja
Undang-Undang No.13 tahun 2003 menyebutkan bahwa
setiap pengusaha wajib melaksankan ketentuan waktu kerja,
sebagaimana terdapat dalam Pasal 77 adalah sebagai berikut :
(1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
(2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu
kerja harus mendapat persetujuan dari pekerja yang
bersangkutan dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan
paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat
belas) jam dalam 1 (satu) minggu (Pasal 78 ayat (1) huruf b UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja wajib membayar
upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan peraturan
xxxiii
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 78 ayat (2) UU No.13
tahun 2003).
Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja, sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 79 (1)
UU No.13 tahun 2003 sebagai berikut :
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam
setelah bekerja selam 4 (empat) jam terus menerus dan
waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu. Setiap pekerja yang mengggunakan hak cuti
istirahat mingguan berhak atas upah yang penuh.
c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah pekerja yang bersangkutan telah bekerja selama 12
(dua belas) tahun secara terus menerus
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-
masing satu bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6
(enam) tahun secar a terus menerus pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi
atas istirahat tahunannya dalm 2 (dua) tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.
Pada Pasal 80 menerangkan perlindungan bagi pekerja
mengenai kesempatan dalam melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya. Untuk pasal 85 menerangkan
perlindungan pekerja ketika adanya hari libur resmi serta
kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerjanya ketika
hari libur resmi, yakni :
(1) Pekerja buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi
xxxiv
(2) Pengusaha dapat mempeerjakan pekerja/buruh untuk
bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat
pekerjaan tersebut harus dilakuka atau dijalankan secara
terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antar pekerja/buruh dengan pengusaha
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh yang
melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah lembur
(4) Ketentuan mengenai sifat dan jenis pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Perlindungan keselamatan kerja terletak pada penjagaan
dan pengawasan keselamatan, yang dimaksudkan untuk
melindungi pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya,
melindungi keselamatan orang lain ditempat kerja dan
memelihara sumber produksi agar digunakan secara efisien.
Pada Pasal 86 Undang-Undang No. 13 tahun 2003
menyebutkan bahwa :
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktifitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
xxxv
Sedangkan pada pasal 87, terdiri dari dua ayat yang
menyatakan sebagai berikut :
(1) Setiap perusahaan wajib menerapakan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pengaturan lebih lanjut mengenai keselamatan kerja
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, yang mewajibkan pada pengusaha untuk
mengusahakan pencegahan kecelakaan kerja yang dapat terjadi
sewaktu-waktu di tempat kerja.
c. Pengupahan
Pengupahan merupakan aspek penting dalam perlindungan
pekerja. Menurut pasal 1 angka 30 Undang-Undang No. 13
tahun 2003 yang dimaksud dengan upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada
pekerja/buruh yang diteteapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
Dalam pasal 88 ayat (1) Undang-Undang No.13 tahun
2003 menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Oleh karenanya pemerintah membuat
xxxvi
suatu kebijakan pengupahan untuk melindungi para
pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan itu meliputi :
1) Upah minimum
2) Upah kerja lembur
3) Upah tidak masuk kerja kerena berhalangan
4) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain
diluar pekerjaanya
5) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
6) Bentuk dan cara pembayaran
7) Denda dan potongan upah
8) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
9) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
10) Upah untuk pembayaran pesangon
11) Upah untuk penghitungan pajak penghasilan
Adapun prinsip yang terdapat dalam pengupahan yaitu :
1) Hak menerima upah timbul pada saat adanya hubungan
kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus
2) Pengusaha tidak boleh melakukan diskriminasi upah bagi
pekerja laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama
3) Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan
pekerjaannya (no work no pay)
4) Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan
tetap dengan formulasi upah pokok minimal 75 % dari
jumlah upah pokok dan tunjangan tetap
5) Tuntutan pembayaran upah pekerja dan segala pembayaran
yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
timbulnya hak
Walaupun terdapat prinsip “ no work no pay “ karena
alasan tertentu pekerja tetap berhak menerima upah dari
xxxvii
pengusaha. Pengecualian prinsip ini diatur dalam Undang-
Undang No. 13 tahun 2003 pada Pasal 93 ayat (2) yaitu sebagai
berikut :
(1) Jika pekerja sakit, termasuk pekerja perempuan yang sakit
pada hari pertama dan kedua masa haid sehingga tidak bias
melakukan pekerjaan
(2) Jika pekerja sakit terus menerus (sakit biasa, bukan akibat
kecelakaan kerja)sampai 12 bulan, maka upah dibayar oleh
pengusaha diatur :
(a) 100 % dari upah untuk 4 (empat) bulan pertama
(b) 75 % dari upah untuk 4 (empat) bulan kedua
(c) 50 % dari upah untuk 4 (empat) ketiga
(d) 25 % dari upah untuk bulan selanjutnya sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan pengusaha
(3) Jika pekerja tidak masuk kerja karena kepentingan khusus
yaitu :
a) Pekerja menikah, dibayar selama 3 (tiga) hari
b) Pekerja menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2
(dua) hari
c) Pekerja membaptiskan anak atau mengkhitankan
anaknya dibayar selama 2 (dua) hari
d) Isteri melahirkan atau keguguran, dibayar selama 2
(dua) hari
e) Meninggalnya anggota keluarga (suami atau istri, orang
tua atau anak atau menantu) dibayar selam 2 (dua) hari
f) Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia
dibayar selama 1 (satu) hari
(4) Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaanya karena sedang
menjalankan kewajibanya terhadap negara
xxxviii
(5) Pekerja tidak dapat menjalankan pekerjaanya karena
menjalankan ibadah agamanya
(6) Pekerja bersedia melakukan suatu pekerjaan yang
dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya
karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya
dapat dihindari pengusaha
(7) Pengusaha yang melakukan tugas serikat pekerja atas
persetujuan pengusaha
(8) Pekerja melaksanakan tugas istirahat
(9) Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan
d. Kesejahteraan
Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 99 Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Selain itu, pengusaha wajib untuk menyediakan fasilitas
kesejahteraan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi para
pekerjanya.
Dalam kaitnnya dengan Jamsostek, pengaturannya
terdapat dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1992 Tentang
Jamsostek jo Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 Tentang
Penyelenggaraan Jamsostek.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan
bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, berslin,
hari tua, dan meninggal dunia. Pengusaha wajib mengikut
sertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja
dengan ketentuan bahwa hanya pengusaha yang
xxxix
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau
membayar upah paling sedikit 1.000.000,00 sebulan. Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi :
1) Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja menurut Pasal 1 angka 6 Undang-
Undang No. tahun 1992 adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan hubungan kerja, demikian pula
kecelakan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui
jalan biasa yang wajar dilalui.
Iuran jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 untuk
jaminan kecelakaan kerja ditanggung sepenuhnya oleh
perusahaan sebesar 0,24 % sampai dengan 1,74 % dari upah
sebulan.
Jaminan kecelakaan kerja diberikan pada tenaga kerja
yang ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan sebesar 0,24
% sampai dengan 1,74 % dari upah sebulan.
Jaminan kecelakaan kerja diberikan pada tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan kerja berupa penggantian biaya
yang meliputi :
a) Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja ke rumah sakit atau ke rumahnya,
termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
b) Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan
selama di rumah sakit, termasuk rawat jalan
c) Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau
alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota
xl
badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan
kerja
d) Santunan berupa uang meliputi :
(1) Santunan sementara tidak mampu bekerja
(2) Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya
(3) Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik
fisik maupun mental
(4) Santunan kematian
2) Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat
kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas jaminan
kematian (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun
1992). Apabila tenaga kerja meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja maka keluarganya berhak atas santunan
kecelakaan kerja. Jika jumlah santunan kecelakaan kerja
lebih rendah dari jumlah santunan jaminan kematian maka
keluarganya mendapatkan santunan dari jaminan kematian.
Besar iuran jaminan sosial tenaga kerja untuk
jaminan kematian sesuai Peraturan Pemerintah No. 14
tahun 1993 adalah 0,30 % dari upah sebulan ynag
ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Santunan jaminan
kematian meliputi :
(a) Biaya pemakaman sebesar Rp 200.000,00
(b) Santunan berupa uang sebesar Rp 1.000.000,00
3) Jaminan Hari Tua
Jaminan hari tua dibayarkan kepada tenaga kerja,
secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala
xli
berdasarkan pilihan pekerja yang bersangkutan karena
telah :
(a) Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun
(b) Cacat total setelah ditetapkan oleh dokter walaupun
belum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun
(c) Meninggalkan wilayah Indonesia selamanya
(d) Meninggal dunia
(e) Tidak bekerja lagi
Iuran jaminan sosial tenaga kerja menurut Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 1993 untuk jaminan hari tua
sebesar 5,70 % dari upah sebulan, dimana 3,70 %
ditanggung oleh perusahaan sedang 2 % ditanggung tenaga
kerja.
4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 1993 dan
Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.14 tahun 1993
menyebutkan tenaga kerja, suami, atau istri yang sah dan
anak sebanyak 3 (tiga) orang berhak memperoleh jaminan
pemeliharaan kesehatan.
Iuran jaminan sosial tenaga kerja untuk jaminan
pemeliharaan kesehatan sesuai Pasal 9 Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 1993 ditanggung sepenuhnya oleh
perusahaan sebesar 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja
yang belum berkeluarga, dan 6 % dari upah sebulan bagi
tenaga kerja yang sudah berkeluarga.
xlii
Jaminan pemeliharaan kesehatan meliputi :
(a) Rawat jalan tingkat pertama
(b) Rawat jalan tingkat lanjutan
(c) Rawat inap
(d) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan
(e) Penunjang diagnosik
(f) Pelayanan khusus
(g) Gawat darurat
Jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian
lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu diatur
dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-
150/MEN/1999 tanggal 16 Agustus 1999. ketentuan
mengenai jaminan sosial tenaga kerja ini mengatur :
(a) Apabila tenaga kerja harian lepas, borongan, atau
perjanjian kerja waktu tertentu, bekerja kurang dari 3
(tiga) bulan maka wajib diikutsertakan dalam program
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian
(b) Apabila tenaga kerja harian lepas, borongan, atau
perjanjian waktu tertentu, bekerja selama 3 (tiga) bulan
secara terus menerus atau lebih, maka wajib
diikutsertakan dalam program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan
pemeliharaa kesehatan
Besarnya iuran kepesertaan tenaga kerja harian lepas,
borongan, perjanjian waktu tertentu adalah sama seperti
yang ditetapkan dalam Perturan Pemerintah No. 14 tahun
1993 yaitu sama besarnya seperti iuran bagi tenaga kerja
tetap perusahaan.
xliii
3. Tinjauan Umum Tentang Outsourcing
a. Sejarah outsourcing
Pada dasarnya praktek dari prinsip-prinsip outsurcing
telah ada dan diterapkan sejak zaman dahulu. Hal itu dimulai
ketika Bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing
untuk bertempur dalam peperangan, serta menyewa ahli
bangunan untuk membangun kota dan istana. Seiring dengan
perkembangan sosial, prinsip outsourcing tersebut mulai
diterapkan pada dunia usaha.
Sejak revolusi industri, perusahaan-perusahaan
berusaha keras untuk menemukan suatu langkah terobosan
untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan
penjualan. Harapan mereka yaitu perusahaan besar terintegerasi
yang memiliki, mengatur dan mengontrol secara langsung
semua asetnya.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an dalam berbagai
pertemuan dilakukan berbagai himbauan untuk mengadakan
diversivikasi atau penggolongan, memperbesar basis
perusahaan serta mengambil keuntungan dari perkembangan
ekonomi. Perkembangan diversivikasi perusahaan ini
diharapkan dapat melindungi keuntungan walaupun untuk
pengembangannya diperlukan beberapa tingkatan manajemen
(Chandra Suwondo, 2003 : 4).
Sejak akhir tahun 1970 dan 1980 perusahaan
mengalami kesulitan dalam persaingan global. Hal ini
disebabkan karena kurangnya persiapan akibat stuktur
manajemen yang membengkak. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya resiko usaha dalam segala hal termasuk resiko
xliv
ketenagakerjan. Oleh karenanya, mulai dilakukan pemikiran
untuk menggunakan outsourcing dalam dunia usaha (Chandra
Suwondo, 2003 : 5)
Awal timbulnya penerapan outsourcing dalam
perusahaan yaitu untuk membagi resiko usaha dalam berbagai
masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Ini disebabkan
karena hal-hal sebagai berikut :
a) Perubahan paradigma di Negara barat yang menganggap
pekerja merupakan asset terbesar perusahaan dan
merupakan kewajiban terbesar perusahaan untuk
melindungi pekerja;
b) Perubahan paradigma dari pandangan kerja tradisional
dimana pekerja melayani sistem menjadi pandangan kerja
modern dimana sistem yang seharusnya melayani pekerja;
c) Sistem pengembangan karir pada sistem organisasi yang
ada saat ini cenderung menghasilkan sebagian orang yang
terbuang;
d) Keterbatasan teknologi otomatisasi.
Kegiatan outsourcing yang banyak dilakukan
perusahaan besar ini ditandai dengan stategi baru yang
diterapkan oleh perusahaan besar yaitu berkonsentrasi pada
bisnis inti, mengidentifikasiak pada proses yang kritikal dan
memutuskan hal-hal yang harus di-outsource-kan.
Ada beberapa alasan yang mendasari suatu perusahaan
melakukan outsourcing terhadap sebagian aktivitasnya-
aktivitasnya. Alasan-alasan tersebut yaitu : (Richardus E. I. dan
Richardus J.P., 2006 : 5)
xlv
a) Menigkatkan fokus perusahaan
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat
lebih memfokuskan diri pada bisnis utama atau core-
business-nya sehingga akan dapat mengahsilkan
keunggulan komparatif yang lebih cepat dan
mempercepat pengembangan perusahaan.
b) Memanfaatkan kelas dunia
Spesialisasi yang dimiliki oleh para kontraktor
tersebut memiliki keunggulan di bidangnya. Dengan kata
lain outsourcing hanya diberikan pada kontraktor yang
betul-betul unggul di bidang pekerjaan yang akan
diserahkan.
c) Membagi risiko
Outsourcing memungkinkan pembagian resiko yang
akan memperingan dan memperkecil resiko perusahaan.
Dengan adanya pembagian resiko, perusahaan lebih dapat
bergerak secara fleksibel.
d) Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain
Setiap perusahan memiliki keterbatasan dalam
pemilikan sumber daya. Sumber daya tersebut harus
dimanfaatkan pada bidang-bidang yang paling
menguntungkan.Pelaksanaan outsourcing memungkinkan
perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang
terbatas itu untuk bidang-bidang kegiatan utama.
e) Memungkinkan tersedianya dana capital
Outsourcing bermanfaat untuk mengurangi biaya
pada kegiatan non core atau kegiatan penunjang.Dengan
xlvi
demikian dana capital dapat digunakan pada aktivitas
yang bersifat lebih utama.
f) Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
Pelaksanaan outsourcing terhadap suatu aktivitas
tertentu disebabkan karena perusahaan tidak memiliki
sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas
tersebut secara baik dan memadai. Oleh karenanya
dengan melakukan outsourcing perusahaan dapat
memperoleh sumber daya yang cakap untuk melakukan
aktivitas tersebut.
g) Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola
Salah satu masalah yang sulit dikendalikan atau
dikelola adalah birokrasi ekstern yang berbelit yang harus
ditaati oleh perusahaan yang dimiliki negara, seperti
dalam menjalankan fungsi pembelian barang dan jasa.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan menyerahkan
pekerjaan tersebut pada pihak ketiga yang berbentuk
swasta, yang tidak terikat pada birokrasi tertentu.
b. Pengertian Outsourcing
Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar
dan source yang berarti sumber. Pengertian outsourcing secara
khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya
Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing:
Decisions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut:
“Strategic use of outside parties to perform activities,
traditionally handled by internal staff and respurces. Menurut
definisi Maurice Greaver, Outsourcing dipandang sebagai
xlvii
tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak
pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside
provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak
kerjasama.
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing dari
Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing,
antara lain menyebutkan bahwa outsourcing dalam bahasa
Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian
operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada
pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Melalui
pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh
perusahaan melainkan dilimpahkan pada perusahaan jasa
outsourcing (Sehat Damanik, 2006 : 2).
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni
Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang
mendefinisikan pengertian outsourcing sebagai
memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan
perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan
lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan
(Artikel Muzni Tambusai,2006: http://www.nakertrans.go.id).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat
persamaan dalam memandang outsourcing yaitu terdapat
penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.
Terminologi outsourcing juga terdapat dalam Pasal
1601 b KUH Perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian
pemborongan pekerjaan yaitu suatu perjanjian dimana pihak
yang ke satu, pemborong, mengikatkan diri untuk membuat
suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang
xlviii
memborongkan dengan menerima bayaran tertentu.
Sementara dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 secara implisit tidak ada istilah outsourcing
tetapi pengertian outsourcing itu sendiri secara tidak
langsung dapat dilihat pada Pasal 64 yang menyatakan bahwa
perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan atau penyediaan jasa pekerja/ buruh yang
dibuat secara tertulis. Praktek outsourcing dimaksud dalam
Undang-Undang ini dikenal dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
pemborongan pekerjaan dan penyediaan pekerja/buruh
sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66
(Artikel Muzni Tambusai,2006: http://www.nakertrans.go.id).
Ahli hukum perburuan Aloysius Uwiyono
mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua bentuk
outsourcing yang hendak diintrodusir oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Bentuk pertama adalah outsourcing pekerja
(Pasal 66) dan bentuk kedua adalah outsourcing pekerjaan
(Pasal 65).
Uwiyono menilai outsourcing pada bentuk yang
pertama dapat dipandang sebagai human trafficking
(perdagangan manusia). Penilaian Uwiyono ini didasarkan
pada asumsi dengan adanya perjanjian dimana perusahaan
penyedia jasa menyediakan tenaga kerja dan pengguna (user)
menyerahkan sejumlah uang, maka seolah-olah terjadi
penjualan tenaga kerja. Sementara untuk jenis yang kedua,
Uwiyono berpandangan tidak terjadi human trafficking
(perdagangan manusia). Menurutnya, dalam bentuk yang
kedua ini, pekerja/buruh tetap memiliki hubungan kerja
dengan perusahaan pemborong. Sedangkan hubungan yang
xlix
tercipta antara user dengan perusahaan pemborong hanyalah
terkait dengan pekerjaan yang diborongkan tersebut
(http://www.tempointeraktif.com).
Dalam perjanjian outsourcing terdapat 3 (tiga) pihak
yang saling mengikatkan diri yaitu :
1. Pekerja
2. Perusahaan penyedia jasa pekerja atau pemborongan
pekerjaan
3. Perusahaan pemberi kerja
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perjanjian outsourcing adalah suatu bentuk perjanjian yang
dibuat antara perusahaan pengguna jasa dengan perusahaan
penyedia jasa (jasa pekerja maupun jasa pemborongan
pekerjaan) untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan
untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar
sejumlah uang atau gaji tetap yang dibayarkan oleh
perusahaan penyedia jasa.
c. Dasar hukum outsourcing di Indonesia
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUH Perdata merupakan tonggak awal pengaturan
tentang pekerjaan pemborongan yang secara khusus
difokuskan pada obyek tertentu. Ketentuan dalam KUH
Perdata tersebut diatur pada pasal 1601 b KUH Perdata
yang secara luas mengatur tentang perjanjian perburuan dan
pemborongan pekerjaan.
Terminologi outsourcing terdapat dalam Pasal 1601 b
KUH Perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian
l
pemborongan pekerjaan yaitu suatu perjanjian dimana
pihak yang ke satu, pemborong, mengikatkan diri untuk
membuat suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang
memborongkan dengan menerima bayaran tertentu.
Pemborongan pekerjaan menurut pasal 1601 b ini
merupakan pendelegasian suatu pekerjaan pada pihak
ketiga (perusahaan pemborongan pekerjaan) yang mana
perusahaan tersebut menyediakan baik tenaga kerjanya
maupun materialnya. Jadi perusahaan yang memborongkan
pekerjaan ini hanya terima jadi dan tidak
mempermaslahkan berapa tenaga kerja yang digunakan dan
tidak menyediakan alat material dan sarana penunjang
pekerjaan tetapi hanya memberikan jangka waktu
selesainya pekerjaan tersebut, misalnya adalah
pemborongan renovasi gedung sekolah.
2) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Sementara dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
secara eksplisit tidak ada istilah outsourcing tetapi praktek
outsourcing dimaksud dalam Undang-Undang dikenal
dalam 2 (dua) bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan
penyediaan pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal
64, Pasal 65, dan Pasal 66.
Pada pasal 64 disebutkan bahwa “perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat
secara tertulis”. Sehingga dengan kata lain perjanjian
li
outsourcing dapat disamakan dengan perjanjian
pemborongan.
Tidak semua pekerjaan dapat dialihkan dengan
menggunakan sistem outsourcing, hanya pekerjaan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu saja yang dapat dialihkan
kepada perusahaan lain. Dalam Pasal 65 ayat 2 Undang-
Undang Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerjaan
yang dapat diserahkan pada perusahaan lain itu harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan;
c) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d) tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat pekerjaan
yang dapat diserahkan tersebut akan diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Pasal 65 ayat (5)
UU No. 13 Tahun 2003). Perusahaan pemborongan
pekerjaan secara outsourcing harus mempunyai izin
operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai dengan domisili
perusahaan.
Hubungan kerja antara perusahaan penerima borongan
diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis, yang
didalamnya wajib memuat ketentuan yang menjamin
terpenuhinya hak-hak pekerja atau buruh dalam hubungan
kerja yang muncul. Hubungan kerja ini dapat didasarkan
lii
pada perjanjian kerja dengan waktu tertentu atau waktu
tidak tertentu.
Perusahaan pemberi pekerjaan wajib membuat alur
kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang nantinya akan
diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan. Selain
itu perusahaan pemberi pekerjaan juga harus menetapkan
jenis-jenis kegiatan utam dan kegiatan penunjang yang
kemudian akan dilaporkan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Perusahaan lain yang menerima borongan pekerjaan harus
memberi perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi
pekerja yang sekurang-kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan
pemberi kerja atau sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Jika semua ketentuan diatas tidak
dipenuhi maka demi hukum hubungan kerja antara
perusahaan penerima borongan dengan pekerjanya beralih
menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan
perusahaan pemberi pekerjaan.
3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI
Nomor: KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang Tata Cara
Perijinan Perusahaan Jasa Pekerja/ Buruh
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor: KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang Tata Cara
Perijinan Perusahaan Jasa Pekerja/ Buruh dibuat untuk
memenuhi perintah Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mana pada
Pasal 2 Kepmenaker ini dinyatakan bahwa:
liii
(1) Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh, perusahaan wajib memiliki izin
operasional dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
(2) Untuk mendapatkan izin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh menyampaikan permohonan
dengan melampirkan:
a. Copy pengesahan sebagai badan hukum berbentuk
Perseroan Terbatas atau Koperasi ;
b. Copy anggaran dasar yang di dalamnya memuat
kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh ;
c. Copy SIUP
d. Copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku
(3) Instansi yang bertangguang jawab di bidang
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus sudah menerbitkan ijin operasional terhadap
permohonan yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan
diterima.
Pada Pasal 4 dinyatakan bahwa dalam hal perusahaan
penyedia jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan
pemberian pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat
perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat :
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh
dari perusahaan jasa;
b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan
sebagiamana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang
terjadi adalah antar perusahaan penyedia jasa dengan
liv
perusahaan pekerja/buruh yang dipekerjakan
perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah
dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh;
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh bersedia menerima pekerja /buruh di
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya
untuk jenis-jenis pekerja yang terus menerus ada di
perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian
perusahaan penyedia pekerja/buruh.
Ketentuan pendaftaran perjanjian tertulis antara
perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi
pekerjaan diatur pada Pasal 5 yaitu:
(1) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan
pekerjaan
(2) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja
yang berada dalam wilayah lebih dari satu
kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka pendaftaran
dilakukan pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan provinsi
(3) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja
yang berada dalam wilayah lebih dari satu provinsi,
maka pendaftaran dilakuan pada Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial
lv
(4) Pendaftaran perjanjian sebagiamana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) harus melampirkan draft
perjanjian kerja.
Pada Pasal 6 mengatur tentang penerbitan bukti
pendaftaran sebagai berikut :
(1) Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan melakukan perjanjian
tersebut
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, maka pejabat yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan menerbitkan bukti pendaftaran
(3) Dalam hal terdaftar ketentuan tidak sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 4, maka pejabat yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan membuat catatan pada
bukti pendaftaran bahwa perjanjian dimaksud tidak
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4
Dijelaskan pada Pasal 7 mengenai pencabutan izin
operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh,
sebagai berikut :
(1) Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
tidak mendaftarkan perjanjian penyedia jasa
pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 mencabut izin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan setelah
mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5
lvi
(2) Dalam hal izin operasional dicabut, hak-hak
pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan.
d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor
220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomor 220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hal-hal yang diatur
dalam Kepmenaker ini menyangkut persyaratan yang harus
dipenuhi ketika perusahaan menyerahkan pekerjaannya kepada
perusahaan lain.
Di antara beberapa syarat tersebut adalah bahwa
penyerahan pekerjaan harus dibuat dan ditandatangani kedua
belah pihak secara tertulis melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan. Penerima pekerjaan yang menandatangani perjanjian
pemborongan tersebut harus merupakan perusahaan yang
berbadan hukum dan mempunyai izin usaha dari
ketenagakerjaan.
Apabila perusahaan pemborong pekerjaan tersebut akan
menyerahkan lagi sebagian pekerjaan yang diterima dari
perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan tersebut dapat
diberikan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan
berbadan hukum. Apabila perusahaan pemborong pekerjaan
yang bukan berbadan hukum tersebut tidak melaksanakan
kewajibannya memenuhi hak-hak pekerja/buruh dalam
lvii
hubungan kerja maka perusahaan pemborong pekerjaan yang
berbadan hukum tersebut bertanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban tersebut.
Dalam hal suatu daerah tidak terdapat perusahaan
pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau terdapat
perusahaan pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak
memenuhi kualifikasi untuk dapat melaksanakan sebagian
pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan
kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan
hukum. Perusahaan tersebut bertanggung jawab memenuhi
hak-hak pekerja/buruh yang timbul dalam hubungan kerja antar
perusahaan yang bukan berbadan hukum tersebut dengan
pekerjanya/buruhnya.
Kepmenaker ini juga mengharuskan adanya jaminan
atas pemenuhan seluruh hak-hak pekerja. Syarat lainnya adalah
penyerahan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan
hanya dapat dilakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
bukan merupakan pekerjaan utama perusahaan, melainkan
hanya berupa kegiatan penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi (Sehat Damanik, 2006:18).
d. Syarat perjanjian outsourcing
Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) dapat berbentuk
perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan
jasa pekerja/buruh. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para
pihak harus memenuhi syarat sah perjanjian seperti yang
tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
lviii
a) Sepakat, bagi para pihak
b) Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan
c) Suatu hal tertentu
d) Sebab yang halal
Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya) juga tidak
semata-mata hanya mendasarkan pada asas kebebasan
berkontrak sesuai pasal 1338 KUH Perdata, namun juga harus
memenuhi ketentuan ketenagakerjaan, yaitu UU No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam penyediaan jasa pekerja,
ada 2 tahapan perjanjian yang dilalui yaitu:
a) Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan
perusahaan penyedia pekerja/buruh
b) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pekerjaan kepada
perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
atau perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara
tertulis
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
b) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan
c) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan
d) tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Bentuk perjanjian kerja yang lazim digunakan dalam
outsourcing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Bentuk perjanjian kerja ini dipandang cukup fleksibel bagi
perusahaan pengguna jasa outsourcing, karena lingkup
lix
pekerjaannya yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
perusahaan Apabila perjanjian kerjasama antara perusahaan
outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing
berakhir, maka berakhir juga perjanjian kerja antara perusahaan
outsourcing dengan karyawannya.
4. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja
a. Pengertian Hubungan kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan
pengusaha setelah adanya perjanjian kerja. Menurut Pasal 1
angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antar
pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian
kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Pada dasarnya hubungan kerja merupakan hubungan yang
memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak harus
seimbang. Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian pengusaha
adalah:
1) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
2) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya
3) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
lx
Sedangkan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan endiri maupun
untuk masyarakat. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak. Menurut Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan
pengertian bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian dengan
mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di
bawah perintah pihak lain, majikan untuk sesuatu waktu
tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
Selain pengertian normatif di atas, beberapa ahli hukum
juga memberikan pengertian mengenai perjanjian kerja.
Menurut Imam Soepomo yang ditulis oleh Lalu Husni (2003:
54) berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian
dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan
majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan
bayaran upah.
Menurut Subekti yang dikutip oleh Koko Kasidi (1999: 6)
memberikan pengertian bahwa perjanjian kerja adalah
perjanjian antara seorang buruh dan majikan, perjanjian mana
ditandai oleh ciri-ciri: adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas
(dienstverhoeding), yaitu suatu hubungan berdasarkan mana
lxi
pihak yang satu (majikan) berhak memberiakan perintah yang
harus ditaati oleh orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas, perjanjian kerja menurut
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 sifatnya lebih umum
karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak
(Lalu Husni, 2005: 55).
c. Isi Perjanjian Kerja
Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis
sekurang-kurangnya memuat mengenai identitas para pihak,
jenis pekerjaan, tempat pekerjaan, besarnya upah dan cara
pembayarannya, syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pekerja dan pengusaha, jangka waktu perjanjian,
tempat dan tanggal perjanjian dibuat serta tanda tangan para
pihak dalam perjanjian kerja.
Dengan adanya suatu perjanjian kerja maka akan
menimbulkan hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja.
Pembebanan kewajiban pada pekerja/buruh akan menimbulkan
hak bagi pengusaha, demikian pula sebaliknya bahwa
kewajiban pengusaha akan menimbulkan hak bagi pekerja.
Adapun kewajiban-kewajiban bagi pekerja yang harus
dilaksanakan (F.X. Djumialdji, 2001: 79-83) adalah :
1) Melakukan pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan harus diketahui pekerja
sebelumnya sehingga pengusaha tidak memperluas
pekerjaan dengan memberi upah yang telah ditentukan
dalam perjanjian kerja. Pekerja wajib melakukan pekerjaan
itu sendiri dan tidak boleh diwakilkan.
lxii
2) Mentaati tata tertib perusahaan
Menurut Pasal 1603 b KUHPerdata, buruh wanita mentaati
peraturan-peraturan mengenai pelaksanaan pekerjaan dan
peraturan-peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan
tata tertib dalam perusahaan majikan yang diberikan
kepadanya oleh atau atas nama majikan dalam batas
peraturan perundang-undangan, perjanjian atau peraturan.
Peraturan yang disebutkan dalam pasal ini adalah peraturan
tata tertib perusahaan. Peraturan tata tertib perusahaan ini
ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat dari adanya
kepemimpinan dari pengusaha kepada pekerja.
3) Wajib membayar denda dan ganti rugi
Untuk setiap pelanggaran atas perbuatan yang sudah
dikenakan denda tidak boleh dituntut ganti rugi untuk
perbuatan tersebut. Denda yang dikenakan tidak boleh
untuk kepentingan pengusaha tetapi untuk kepentingan
pekerja. Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari
pekerja apabila terjadi kerusakan barang baik milik
pengusaha, atau pihak ketiga, karena kesengajaan atau
kelalaian. Kewajiban membayar denda atau ganti rugi harus
diatur lebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau
peraturan perusahaan.
4) Bertindak sebagai buruh yang baik
Pekerja wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik
seperti apa yang tercantum dalam perjanjian kerja, maupun
peraturan perusahaan. Di samping itu juga wajib
melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan menurut perundang-undangan, kepatutan maupun
kebiasaan.
lxiii
Pengusaha juga mempunyai kewajiban yang harus
dilaksanakan (F.X. Djumialdji, 2001: 79-83) adalah :
1) Membayar upah
Upah adalah imbalan yang berupa uang atau dinilai dengan
uang karena telah atau akan melakukan pekerjaan atau jasa.
Pengusaha wajib membayar upah kepada buruh pada saat
terjadinya perjanjian kerja berakhir.
2) Memberi istirahat mingguan dan hari libur
Istirahat mingguan hanya diberikan 1 (satu) hari untuk 6
(enam) hari kerja dalam seminggu, namun untuk waktu
kerja 5 (lima) hari seminggu maka istirahat mingguan
adalah 2 (dua) hari, pada umumnya jatuh pada hari Sabtu
dan Minggu. Pada hari libur resmi pekerja berhak mendapat
istitahat dengan upah sebagaimana biasa diterima.
3) Mengatur tempat kerja dan alat-alat kerja
Dalam Pasal 1602 w KUHPerdata ditentukan bahwa
majikan wajib untuk mengatur dan memelihara ruangan,
alat dan perkakas, di mana atau dengan mana ia menyuruh
melakukan sedemikian rupa dan begitu pula mengenai
melakukan pekerjaan, menggandakan aturan serta memberi
petunjuk sedemikian rupa sehingga pekerja terlindung dari
bahaya yang mengancam badan, kehormatan, atau harta
bendanya, sepanjang mengingat sifat pekerjaan selayaknya
diperlukan. Ketentuan Pasal ini ditujukan untuk melindungi
pekerja, oleh sebab itu pengusaha yang melalaikan
kewajiban tersebut dapat dikenakan sanksi.
4) Memberi surat keterangan
Kewajiban memberi surat keterangan diatur dalam Pasal
1602 z KUHPerdata yang menyatakan bahwa pada waktu
berakhirnya hubungan kerja, pengusaha wajib memberi
surat keterangan kepada pekerja. Surat keterangan ini
lxiv
biasanya memuat keterngan yang sesengguhnya tentang
macam pekerjaan, masa kerja dan sebagainya.
5) Bertindak sebagai majikan yang baik
Pasal 1602 y KUHPerdata menyebutkan bahwa majikan
wajib melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama
seharusnya dilakukan atau tidak dialkukan oleh seorang
majikan yang baik. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan
bahwa meskipun ada kewajiban yang tidak tertulis dalam
perjanjian kerja tetapi menurut kepatutan serta kebiasaan
atau undang-undang seharusnya wajib dilakukan atau tidak
dialkukan, pengusaha harus melakukan hal tersebut.
d. Syarat Sah Perjanjian Kerja
Pada Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk
syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat
yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Dalam perjanjian kerja, suatu kesepakatan terjadi kalau
pengusaha setuu untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan
pekerjaan yang sudah diberitahukan kepada tenaga kerja itu
dan pekerja itu setuju untuk menerima dengan jmlah
pembayaran tertentu yang disepakati.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Bahwa untuk melakukan perbuatan hukum para pihak yang
mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat
perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak
dinyatakan cakap
3) Suatu hal tertentu
Hal ini menunjuk pada perjanjian yang dibuat itu
merupakan perjanjian tertentu dan pokok atau obyeknya
harus tertentu atau jelas.
lxv
4) Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal adalah terlarang bila dilarang oleh
undang-undang, atau berlawanan denagn kesusilaan atau
ketertiban umum.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
menyatakan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar sebagai
berikut :
1) Kesepakatan kedua belah pihak
2) Kemampuan atau kecakapan melakuakn perbuatan hukum
3) Adanya pekerjaan yang dijanjikan
4) Pekerjaan yang dijanjikan itu tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Macam-macam Perjanjian Kerja
Pembagian perjanjian kerja berdasarkan jangka waktunya
dibagi menjadi 2 (dua) macam :
1) Perjanjian kerja waktu tertentu
Perjanjian ini diatur dalam Pasal 56 sampai dengan
Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans Nomor
100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tidak memberikan pengertian tentang perjanjian kerja
waktu tertentu. Di dalam undang-undang tersebut hanya
disebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
harus dibuat secara tertulis dan menggunakan bahasa
lxvi
Indonesia dan huruf latin serta harus memenuhu syarat-
syatar antara lain :
a) Harus mempunyai jangka waktu tertentu
b) Adanya suatu pekerjaan yang selesai dalam waktu
tertentu
c) Tidak mempunyai syarat masa percobaan
Perjanjian kerja waktu tertentu menurut
Kepmenakertrans Nomor 100/MEN/VI/2004 yaitu
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu
atau untuk pekerja tertentu.
Dalam pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja
waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a) Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga
tahun;
c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk-produk
baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajakan
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang
perjanjian kerja waktu tertentu etrsebut, paling lama 7
(tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulils
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan,hal ini sesuai
lxvii
dengan Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
Dalam Kepmenakertrans Nomor 100/MEN/VI/2004
disebutkan bahwa perjanjian kerja waktu tidak tertentu
adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap. Perjanjian ini dapat dibuat secara lisan atau tertulis.
Dengan demikian perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu berlaku terus sampai :
a) Pihak pekerja/buruh memasuki usia pensiun (55 tahun);
b) Pihak pekerja/buruh meninggal dunia;
c) Pekerja/buruh diputuskan hubungan kerjanya karena
melakukan kesalahan;
d) Adanya putusan pengadilan yang menyatakan
pekerja/buruh telah melakukan tindak pidana sehingga
perjanjian kerja tidak bias dilajutkan (Zaeni Asyhadie,
2007: 57).
Dengan demikian perjanjian kerja waktu tidak
tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu berlakunya
tidak ditentukan baik dalam perjanjian, undang-undang
maupun kebiasaan.
f. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Dalam Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003, perjanjian kerja berakhir bila :
lxviii
1) Pekerja meninggal dunia
Perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal
dunia, maka dengan sendirinya ahli warisnya berhak
mendapat hak-haknya, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan tang berlaku atau hak-hak yang telah diatur
dalam perjajian kerja, peraturan perusahaan, atau
kesepakatan kerja bersama.
2) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
Bila perjanjian kerja telah ditentukan jangka
waktunya maka perjanjian kerja tersebut berakhir dengan
sendirinya
3) Adanya putusan pengadilan dan/ atau putusan atau
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Perjanjian kerja yang diputus oleh pengadilan ini
biasanya antara pekerja dengan pengusaha ada masalah atau
perselisihan yang tidak bias diselesaikan secara
kekeluargaan, sehingga perjanjian kerja tersebut putus oleh
pengadilan
4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja
Keadaan atau kajadian tertentu ayng dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja seperti bencana
alam, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan.
lxix
B. Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah Negara hukum, yang mana sebagai sebuah
negara hukum Indonesia harus mampu untuk memberikan
perlindungan di segala bidang bagi semua warga negaranya. Di
bidang pekerjaan, negara (pemerintah) memberikan jaminan
kepada setiap warga negaranya berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat (2) UUD
1945).
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, negara memberikan landasan
hukum bagi setiap warga negaranya dalam melakukan kegiatan di
bidang ketenagakerjaan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 sebagai landasan hukum dalam bidang
ketenagakerjaan maka diharapkan agar mampu mewujudkan tujuan
dari hukum itu sendiri. Menurut Radbruch, tujuan hukum itu
setidaknya harus dapat memenuhi tiga hal pokok yang sangat
prinsipil yakni : Keadilan, Kepastian dan Kemanfaatan (Satjipto
Raharjo, 2005:19).
Kepastian hukum menunjuk pada pemberlakuan hukum
yang jelas, tetap, konsisten dan konsekwen, yang pelaksanaanya
tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya
subyektif (Satjipto Raharjo, 2005:19). Oleh karena itu maka
dibentukalah peraturan hukum misalnya Undang-Undang. Namun
adakalanya pula Undang-Undang itu sendiri tidak sempurna, tidak
lengkap dan tidak jelas karena memang sangat sulit untuk mampu
mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas.
Menemukan hukum tidak hanya sekedar dengan menceri
undang-undang untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit yang
berupa perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing antara PT
lxx
PLN dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera Inti Sejahtera dengan
permasalahan mengenai apa saja hak dan kewajiban PT PLN dan
PT. Musdipa Inti Sejahtera Inti Sejahtera dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan secara outsourcing dan apakah pekerja
memperoleh perlindungan hukum dalam perjanjian pemborongan
antara PT PLN dan PT. Musdipa Inti Sejahtera Inti Sejahtera.
Peristiwa konkrit ini harus diarahkan kepada undang-undangnya
yaitu Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sebaliknya undang-
undang pun harus disesuaikan dengan peristiwa konkrit. Peristiwa
konkrit diarahkan kepada undang-undang agar dapat diterapkan
pada peristiwanya yang konkrit sedang undang-undang disesuaikan
dengan peristiwanya yang konkrit (Sudikno Mertokusumo, 1991:
36).
Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian
yaitu apakah pekerja telah mendapat perlindungan hukum dalam
perjanjian pemborongan secara outsourcing maka melalui
silogisme deduksi akan memperoleh kesimpulan atau premis
konklusi mengenai ada tidaknya perlindungan terhadap pekerja
dalam perjanjian pemborongan secara outsourcing.
lxxi
Penerapan Hukum Peristiwa Konkrit
(Perjanjian Pemborongan
Pekerjaan secara Outsourcing
antara PT.PLN dengan PT.
Muspida Inti Sejahtera)
1. Hak dan Kewajiban PT. PLN
2. Hak dan Kewajiban PT.
Muspida Inti Sejahtera
3. Hak dan Kewajiban pekerja
Peristiwa Hukum
(Premis Minor)
Ada atau tidaknya perlindungan
hukum bagi pekerja dalam
perjanjian pemborongan pekerjaan
secara outsourcing antara PT.PLN
dengan PT. Muspida Inti Sejahtera)
Kesimpulan
(Premis Konklusi)
· Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
· Kep.220/MEN/X/2004 tentang
syarat-syarat penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahan lain
Premis Mayor
Penemuan Hukum
lxxii
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) Cabang Semarang
Kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19,
pada saat beberapa perusahaan milik Belanda, antara lain pabrik
gula dan teh mendirikan pembangkit tenaga listrik yang
dipergunakan untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk
kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta milik
Belanda yaitu NV. Nign yang pada mulanya bergerak di bidang gas
memperluas usahanya dibidang listrik untuk kemanfaatan umum,
pada tahun 1927 pemerintah Belanda membentuk S’lands
Waterkracht Bedruven (LWB) yaitu perusahaan listrik negara yang
mengelola PLTA Plegan, PLTA Lamajan, PLTA Bengkok Dago,
PLTA Ubruk dan Kracak di daerah Jawa Barat, PLTA Giringan di
Madiun, PLTA TES di Bengkulu, PLTA Tonsea Lama di Sulawesi
Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa kotapraja
dibentuk perusahaan-perusahaan listrik kotapraja.
Menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam
perang dunia II maka Indonesia dikuasai oleh Jepang. Oleh karena
itu perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang
dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih
oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ketangan
Sekutu, dan diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan baik ini
dimanfaatkan oleh pemuda dan buruh listrik dan gas untuk
mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang
dikuasai Jepang.
56
lxxiii
Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari
tangan kekuasaan Jepang kemudian pada bulan September 1945
delegasi dari buruh atau pegawai listrik dan gas yang diketuai oleh
Kobarsyih menghadap pimpinan KNI (Komite Nasional Indonesia)
pusat yang pada waktu itu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo
untuk melaporkan hasil perjuangan Jepang, selanjutnya delegasi
Kobarsyih bersama-sama dengan pimpinan KNI pusat menghadap
presiden Soekarno, untuk mrnyerahkan perusahaan-perusahaan
listrik dan gas kepada pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan
tersebut diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan
penetapan pemerintah tahun 1945 nomor I/SD tetanggal 27
Oktober 1945 maka dibentuklah jawatan listrik dan gas dibawah
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Dengan adanya Agresi Belanda I dan II sebagian besar
perusahaan-perusahaan listrik dikuasai kembali oleh pemerintah
Belanda atau pemiliknya semula. Pegawai-pegawai yang tidak mau
bekerjasama kemudian mengungsi dan menggabungkan diri
kepada kantor-kantor jawatan listrik dan gas didaerah-daerah
Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk
meneruskan perjuangan. Para pemuda kemudian mengajukan mosi
yang dikenal dengan mosi Kobarsyih tentang nasionalisasi
perusahaan listrik dan swasta kepada parlemen Republik Indonesia.
Selanjutnya dikeluarkan keputusan Presiden Republik Indonesia
nomor 163, tanggal 3 Oktober 1953 tentang Nasionalisasi
perusahaan listrik milik bangsa asing di Indonesia apabila waktu
konsesinya habis.
Sejalan dengan meningkatnya perjuangan bangsa Indonesia
untuk membebaskan Irian Jaya dari cengkraman penjajah Belanda
maka dikeluarkan Undang-Undang nomor 86 tahun 1958 yang
disahkan pada tanggal 27 Desember 1958 tentang nasionalisasi
lxxiv
perusahaan listrik dan gas milik Belanda. Dengan Undang-Undang
tersebut, maka seluruh perusahaan listrik dan gas berada ditangan
bangsa Indonesia.
Sejak saat itu perusahaan pelistrikan secara “de facto”
kemudian diambil alih kembali kepada pemerintah Indonesia.
Kemudian baru pada tahun 1959 dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No.18 Tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan Listik dan
Gas Milik Belanda berada ditangan bangsa Indonesia yang
selanjutnya berganti nama menjadi Perusahaan Listrik Negara
disingkat PLN.
Dalam tindak lanjutnya, PLN kemudian berpijak pada
Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1961 tentang Pendirian Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara yang pada dasarnya
sebagai pelaksanaan Undang-Undang No.19 Perpu tahun 1960
khususnya pasal 20 ayat (1) sub a, maka didirikan suatu badan
pimpinan umum yang diserahi tugas menyelenggarakan
penguasaan dan pengurusan atas perusahaan-perusahaan milik
Negara yang berusaha dibidang listrik dan gas milik Belanda yang
telah dikenakan nasionalisasi berdasarkan Undang-Undang No. 86
Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1959.
Dalam perkembanganya kemudian, tahun 1965 Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara ini dibubarkan,
dengan pertimbangan atau alasan untuk mempertinggi daya guna
dan daya kerja maka perusahaan-perusahaan di bidang tenaga
listrik dan industri gas dibentuk sebagai kesatuan-kesatuan usaha
dibidang ekonomi yang berfungsi untuk menyelenggarakan
kemanfaatan umum. Dalam realisasinya diterbitkan Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 1965 tentang (I) Pembubaran Pimpinan
lxxv
Umum Perusahaan Listrik Negara dan (II) Pendirian Perusahaan
Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
Sejalan dengan perkembangan kebijakan pemerintah
tentang bentuk-bentuk Usaha Negara sebagaimana dituangkan
dalam Instruksi Presiden No. 17 Tahun 1967, Perpu No. 1 tahun
1969, dan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 Perusahaan Listrik
Negara (PLN) terhitung mulai tahun 1972 statusnya ditingkatkan
menjadi Perusahaan umum (Perum) Listrik Negara (PP No. 18
Tahun 1972 jo PP No. 54 tahun 1972).
Pengertian Perum adalah perusahaan yang melayani
kepentingan umum (kepentingan produksi, distribusi, konsumsi
secara keseluruhan) dan sekaligus untuk memupuk keuntungan.
Usaha yang dijalankan dengan memegang teguh syarat-syarat
efficiency, effectifitas, economic cost. accounting principles dan
management effectiviness serta bentuk pelayanan (service) yang
baik terhadap masyarakat dan pelangganya. Selanjutnya mulai
tahun 1994 sampai sekarang perusahaan ketenagalistrikan berubah
menjadi PT. PLN (Persero).
Penetapan ini berdasar Akte Notaris Sutjipto, S.H. No. 169
tertanggal 30 Juli 1994 di Jakarta dan P.P. no. 23 tanggal 16 Juni
1994. dalam selanjutnya Akte Notaris tersebut kini telah diubah
dengan Akta Notaris Ny. Indah Fatmawati, S.H. No. 70 tanggal 27
Januari 1998 (Data Sekunder PLN, 1998: 1).
2. Gambaran Umum PT. Musdipa Inti Sejahtera
PT. Musdipa Inti Sejahtera berdiri pada tanggal 10 Maret
2004 di Surakarta berdasarkan Akte Notaris Ny. Sri Widiati
Sutjipto, S.H. No. 21, beserta akta perubahannya yang telah
ditetapkan oleh Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor : AHU-
lxxvi
0646.AH.01.02 Tahun 2008 Tanggal 14 Januari 2008, dengan
Direktur Utama H. Mathori. PT. Musdipa Inti Sejahtera yang
berkedudukan di Jalan Apel II/I Jajar Laweyan Surakarta ini
bergerak dibidang :
1. perdagangan umum dan usaha-usaha perdagangan alat tulis
kantor, barang cetakan, pakaian seragam, komputer, mebelair
electrical, mechanical
2. penyediaan jasa kelistrikan, jasa cleaning service, dan jasa
security.
Perusahaan tersebut mempunyai pekerja sejumlah 449
orang dengan status sebagai karyawan tetap, yang tersebar di 13
unit. Pekerja PT. Musdipa Inti Sejahtera tidak ada yang berasal dari
pensiunan PLN sehingga pegawai direkrut sendiri oleh perusahaan
tersebut (keterangan Direktur PT. Musdipa Inti Sejahtera, bulan
Juni 2009).
3. Pelaksanan Outsourcing Pada PT. PLN (Persero)
Outsourcing di lingkungan PLN sebenarnya telah
berlangsung sejak lama, jauh sebelum adanya ketentuan
ketenagakerjaan yang mengatur secara tegas tentang pelaksanaan
outsourcing. Dahulu namanya bukanlah outsourcing melainkan
pemborongan pekerjaan yang pada umumnya dilakukan oleh
kontraktor listrik yang tergabung dalam Asosiasi Kontraktor Listrik
Indonesia (AKLI).
Sebelum adanya Surat Keputusan Direksi Nomor
118.K/010/DIR/2004 tentang Penataan Outsourcing di Lingkungan
PT. PLN (Persero), dahulu PLN dalam memborongkan pekerjaan
pada bidang pembacaan kWh meter adalah kepada koperasi
pensiunan karyawan PLN. Koperasi ini bukan merupakan bagian
lxxvii
dari struktur organisasi PLN tetapi berdiri sendiri dimana
anggotanya adalah para karyawan PLN yang telah pensiun
sehingga statusnya adalah lepas dan tidak lagi memiliki hubungan
hukum dengan PLN, kecuali hanya hubungan administratif
pensiunan dan hubungan emosional saja.
Namun setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Direksi
Nomor 118.K/010/DIR/2004 tentang Penataan Outsourcing di
Lingkungan PT PLN (Persero) dimana didalamnya menyatakan
bahwa koperasi karyawan/ pensiunan karyawan tidak boleh
menerima pemborongan pekerjaan dari PT PLN (Persero), oleh
karena itu PT PLN mengadakan penataan ulang mengenai
outsourcing di lingkungan PLN. Penataan ini sekaligus ditujukan
sebagai kontrol terhadap keberadaan tenaga kerja di lingkungan PT
PLN (Persero). Penataan ulang ini menyangkut tentang proses
peralihan penyediaan tenaga kerja atau pelaksanaan pekerjaan dari
koperasi pensiunan karyawan kepada perusahaan lain agar tidak
menganggu pelayanan dan penyediaan jasa tenaga listrik kepada
pelanggan serta sedapat mungkin meminimalisasikan masalah dan
menghindari adanya gejolak.
Proses peralihan pemborongan pekerjaan dari koperasi
pensiunan karyawan kepada perusahaan lain yang ditunjuk sebagai
rekanan dari PLN ini harus memenuhi beberapa ketentuan-
ketentuan, antara lain :
1. Pelaksanan outsourcing yang diserahkan kepada koperasi
karyawan PLN/ koperasi pensiunan PLN sebelum
diberlakukannya keputusan ini, harus dialihkan kepada
perusahaan lain yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku
dengan masa kerja berlanjut, diawali dengan:
a. Mencatat data dan membuat daftar rekapitulasi pekerja
koperasi pegawai/pensiunan PLN, PT atau instansi lain;
lxxviii
b. Pejabat yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan
keakuratan data pekerja koperasi pegawai/ pensiunan PLN
atau instansi lain sebagaimana dimaksud diatas adalah:
1) Sekretaris perusahaan untuk lingkungan PLN Kantor
Pusat
2) Manajer, Kepala Staf, atau Kepala Divisi yang
membidangi SDM untuk seluruh lingkungan unit PLN
yang bersangkutan;
3) Manajer unit pelaksana, Kepala Cabang, Kepala Sektor,
Pejabat Setingkat untuk seluruh lingkungan unit
pelaksana yang bersangkutan;
c. Pemeliharaan data sebagaimana dimaksud diatas
merupakan dokumen penting yang harus dipelihara untuk
kepentingan pengawasan sisrem administrasi dan dosis
pekerja, akibat adanya pengalihan pekerjaan koperasi
pegawai/ pensiunan PLN atau instansi lain ke perusahaan
dengan masa kerja berlanjut;
d. Pencatatan data harus dikirimkan kepada Deputi Direktur
Pengembangan Sistem SDM paling lambat Agustus 2004,
yang dikoordinir oleh manajer, kepala staf, kepala divisi
yang membidangi SDM untuk seluruhlingkungan unit PLN
yang bersangkutan;
2. Sistem unit harus mengevaluasi dan melakukan
penyempurnaan pelaksanaan outsourcing yang sudah
berlangsung saat ini, sesuai dengan ketentuan.
3. Jika perusahaan lain, sebelum diberlakukannya ketentuan ini
ternyata tidak mampu memenuhi persyaratn sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan, maka perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa tenaga kerja tersebut tidak
boleh diperpanjang lagi dan harus segera memilih atau
menunjuk perusahaan lain yang memenuhi persyaratan.
lxxix
4. Semua pekerjaan yang di outsourcing ke perusahaan lain, yang
tidak sesuai kriteria maka harus segera diambil alih dan
dikerjakan oleh pegawai.
5. perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyedia
tenaga kerja yang belum memuat ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan, agar segera dilakukan
amandemen atau pembaharuan perjanjian.
Proses pemilihan perusahaan penerima outsourcing dapat
dilakukan dengan cara pelelangan maupun penunjukan langsung.
Prosedur yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan outsourcing
yaitu :
1. PT PLN (Persero) mengadakan pengumuman lelang lewat
internet
2. Para paserta yang berminat malakukan pendaftaran E-proc
melalui internet
3. PT PLN (Persero) memberikan pengumuman pra kualifikasi
4. PT PLN (Persero) sebagai pihak pemberi kerja mengundang
perusahaan calon penerima pekerjaan tersebut melakukan
presentasi
5. Pelaksanaan presentasi oleh perusahaan calon penerima
pekerjaan
6. PT PLN (Persero) memberikan kesempatan kepada perusahaan
calon penerima pekerjaan untuk melakukan penawaran harga
7. PT PLN (Persero) memberi penjelasan mengenai pekerjaan
yang akan diserahkan
8. Penawaran harga oleh perusahaan calon penerima pekerjaan
9. PT PLN (Persero) melakukan proses surat penawaran harga
10. negosiasi
11. Pengumuman pemenang
12. penunjukan perusahaan yang berhak menerima pekerjaan
lxxx
13. pembuatan kontrak antara PT PLN (Persero) sebagai pemberi
kerja dengan perusahaan penerima pekerjaan
14. pelaksanaan kontrak
(Sumber: data Sekunder PT PLN (Persero))
4. Hak dan Kewajiban PT PLN (Persero) dan PT Musdipa Inti
Sejahtera Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan secara
Outsourcing
Kegiatan outsourcing oleh PT PLN (Persero) dengan PT
Musdipa Inti Sejahtera dimulai pada awal tahun 2009 ini tepatnya
pada bulan Mei 2009, berdasarkan kesepakatan dan persetujuan
untuk mengikatkan diri dalam perjanjian pemborongan pekerjaan
antara PT PLN (Persero) dengan PT Musdipa Inti Sejahtera
dengan Surat Perjanjian Nomor : 194.PJ/610/DJTY/2009 Tanggal
15 Mei Tahun 2009, berdasarkan :
a. Surat Penawaran Harga dari PT Musdipa Inti Sejahtera Nomor :
001/MIS/U.1/I/2009, tanggal 12 Januari 2009;
b. Surat General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jawa
Tengah dan DIY No.209/610/DJTY/2009 tanggal 10 Maret 2009
perihal Penunjukan Pemenang Pekerjaan Jasa Borongan
Outsourcing Baca Meter PT PLN (Persero) Distribusi Jawa
Tengah dan DIY;
c. Berita Acara Kesepakatan Jasa Outsourcing Baca Meter
No.334/610/MAGA/2009 tanggal 13 Mei 2009.
Surat perjanjian pemborongan pekerjaan antara PT PLN
(Persero) dengan PT Musdipa Inti Sejahtera ini merupakan
perjanjian tentang pelaksanaan pekerjaan pemborongan jasa baca
meter, pembuatan RBM dan memberikan laporan secara tertulis
tentang kelainan APP dan hal-hal lain yang berpotensi dapat
merugikan PT PLN (Persero).
lxxxi
Dalam Surat Perjanjian Nomor : 194.PJ/610/DJTY/2009
Tanggal 15 Mei Tahun 2009 ini berisi 36 Pasal dan dalam pasal-
pasal tersebut dapat dilihat hak dan kewajiban PT PLN (Persero)
maupun PT Musdipa Inti Sejahtera. Hak dan kewajiban PT PLN
(Persero) dan PT Musdipa Inti Sejahtera antara lain :
Kewajiban PT PLN (Persero) :
1. menyerahkan pekerjaan borongan pada PT Musdipa Inti
Sejahtera
2. membayar uang jasa pemborongan kepada PT Musdipa Inti
Sejahtera sesuai kesepakatan dalam perjanjian
3. memberikan data jumlah pelanggan kepada PT Musdipa Inti
Sejahtera sebagai pihak penerima pekerjaan
4. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan
5. menjaga segala data yang sifatnya rahasia dan tidak akan
mengungkapkan atau mengalihkan kepada pihak lain
Hak PT PLN (Persero) :
1. menerima laporan data bersih hasil baca meter sesuai batas
waktu yang telah disepakati (Pasal 9 ayat (1) )
2. menerima informasi dari PT Musdipa Inti Sejahtera apabila ada
keluhan dari pelanggan
3. menerima informasi penggunaan listrik yang tidak sesuai
dengan jenis tarif yang tertulis dalam kontrak dan atau dicurigai
terjadi penggunaan listrik yang tidak sah
4. menerima laporan secara tertulis tentang kelainan APP dan hal-
hal lain yang berpotensi dapat merugikan PT PLN (Persero)
5. melakukan evaluasi selama pelaksanaan pekerjaan dengan
membandingkan data kondisi sebelum dan sesudah pembacaan
meter dilaksanakan oleh PT Muspida Inti Sejahtera.
lxxxii
Kewajiban PT Muspida Inti Sejahtera :
1. Melaksanakan pekerjaan baca meter berupa :
a. melaksanakan pembacaan angka stand kWh meter
menggunakan PDE/ Camera Digital terhadap pelanggan
tegangan rendah dengan pengukuran secara langsung
kecuali kWh meter AMR
b. menerima data pelanggan yang harus dibaca secara harian
sesuai dengan urutan Route Baca Meter
c. memproses hasil pencatatan/ perekaman gambar
menggunakan aplikasi software yang telah ditentukan
d. menyimpan rekaman data stand kWh meter sekurang-
kurangnya selam 6 (enam) bulan terakhir
e. mencatat dan memaraf angka stand kWh meter, tanggal
pada KML sesuai kolomnya
f. menyampaikan dan memasang KML di pelanggan yang
disebabkan karena belum terpasang, hilang, rusak, penuh
g. menyampaikan pemberitahuan pembacaan meter kepada
pelanggan yang tidak dapat dibaca/ difoto
h. verifikator/ pengawas wajib melaksanakan verifikasi data
hasil pembacaan kWh meter dengan melakukan
pengecekan ke pelanggan apabila ada pemakaian tidak
normal
i. menyerahkan data stand kWh meter hasil verifikasi sesuai
huruf h tersebut secara harian
j. menyampaikan dan memasang Label barcode dan
laminatingnya di kWh meter pelanggan lama atau baru
k. membersihkan kaca kWh meter untuk memudahkan dalam
pengambilan foto stand kWh meter
l. menyampaikan brosur, leaflet, pengumuman atau
pemberitahuan lainnya pada pelanggan
lxxxiii
m. melakukan rotasi petugas baca meter maksimal setiap 6
(enam) bulan sekali
2. Melaksanakan lingkup pekerjaan pembentukan RBM
3. Melaporkan secara tertulis kepada PT PLN tentang kelainan
APP dan hal-hal lain yang berpotensi bisa merugikan PT PLN
4. Menyampaikan data bersih hasil pencatatan sesuai waktu yang
telah disepakati
5. Menyediakan fasilitas kerja berupa tempat kerja/ kantor yang
layak, administrasi perkantoran serta peralatan kerja yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan
6. Menjamin mutu hasil baca meter yang dilaporkan pada PT PLN
adalah akurat dan benar sesuai kondisi yang sebenarnya yang
ada pada pelanggan
7. Mempunyai struktur organisasi untuk melakukan pengontrolan
pekerjaan secara rutin dan melakukan koordinasi dengan PT
PLN
8. Menjamin kerahasiaan semua dokumen, data dan informasi
yang berkaitan dengan perjanjian dan tidak akan
mengungkapkan atau mengalihkan pada pihal lain
Hak PT Musdipa Inti Sejahtera :
1. Menerima pekerjaan borongan dari PT PLN berupa Baca Meter
2. Menerima uang jasa borongan pekerjaan sesuai ketentuan yang
telah disepakati dari PT PLN
5. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan secara Outsourcing Antara PT PLN
(Persero) dan PT Musdipa Inti Sejahtera
Berdasarkan hasil konfirmasi dengan bagian Niaga PT PLN
(Persero), kegiatan pemborongan pekerjaan secara outsourcing
antara PT PLN (Persero) dan PT Musdipa Inti Sejahtera ini
lxxxiv
berlangsung pada bulan Mei sejak ditandanganinya perjanjian
pemborongan pekerjan antara PT PLN (Persero) dan PT Musdipa
Inti Sejahtera Nomor : 194.PJ/610/DJTY/2009 Tanggal 15 Mei
Tahun 2009.
Perlindungan hukum bagi pekerja dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan secara outsourcing antara PT PLN (Persero)
dan PT Musdipa Inti Sejahtera memang secara implisit tidak diatur
secara khusus, hanya diatur secara garis besar saja sebagaimana
tercantum dalam Pasal 3 angka 2 yakni biaya pemborongan
pekerjaan jasa outsourcing baca meter sebesar Rp. 1.134,67 /
pelanggan /bulan tersebut sudah termasuk untuk :
a. PPN 10 % dan semua pajak-pajak sesuai ketentuan yang berlaku
b. Biaya materai, biaya pembuatan laporan-laporan per bulan
c. Biaya operasional kantor tiap bulan
d. Gaji/ upah pegawai dan petugas baca meter tiap bulan
e. Iuran jamsostek pegawai/ petugas baca meter tipa bulan
f. Tunjangan hari raya keagamaan pegawai dan petugas baca meter
minimal setahun sekali
g. Pemberian pakaian seragam pegawai/ petugas petugas baca
meter minimal setahun 2 (dua) kali
h. Biaya pendidikan dan pelatihan pegawai / petugas baca meter
apabila sewaktu-waktu diperlukan
i. Resiko Overhead dan Keuntungan (ROK)
Disamping melihat dari perjanjian pemborongan pekerjaan,
perlindungan hukum bagi pekerja dapat dilihat pula secara lebih
jelas pada Perjanjian Kerjanya antara PT Musdipa Inti Sejahtetra
dengan pekerja outsourcing. Dalam perjanjian kerja dapat diketahui
hak dan kewajiban pekerja, yaitu :
lxxxv
Kewajiban pekerja antara lain (Pasal 3 angka 1) :
1. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya
2. mematuhi ketentuan jam kerja
3. mematuhi ketentuan dan tata tertib
4. mematuhi ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di PT Musdipa
Inti Sejahtera ataupun yang berlaku umum
5. loyal kepada Negara dan Perseroan
6. apabila tidak masuk kerja karena sakit harus menyampaikan
surat keterangan
Hak pekerja antara lain (Pasal 3 angka 2) :
1. memperoleh penghasilan sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya
2. memperoleh seragam kerja sebanyak 1 (satu) stel dalam setiap 6
(enam) bulan
3. menerima hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan yang
ditetapkan jamsostek
4. memperoleh pesangon sesuai yang ditetapkan Undang-Undang
Ketenagakerjaan
Selain dalam perjanjian kerja, hak dan kewajiban serta
larangan-larangan bagi pekerja dapat dilihat pula dalam Peraturan
Pegawai Perusahaan, antara lain :
Kewajiban pekerja antara lain (Pasal 3 ayat (1) ) :
1. Melaksanakan semua tugas pekerjaan/ perintah yang diberikan
oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera dengan sebaik-baiknya dan
penuh rasa tanggung jawab
2. Menyimpan data, keterangan, informasi yang dianggap sebagai
rahasia PT. Musdipa Inti Sejahtera yang didapat karena jabatan
maupun didalam pergaulannya di lingkungan PT. Musdipa Inti
Sejahtera
lxxxvi
3. Setia, loyal dan menjaga citra serta membela kepentingan PT.
Musdipa Inti Sejahtera
4. Selalu menjaga kesopanan dan kesusilaan serta norma-norma
pergaulan yang berlaku di masyarakat
5. Mentaati dan melaksanakan setiap ketentuan dan peraturan yang
berlaku di lingkungan kepentingan PT. Musdipa Inti Sejahtera
6. Selalu berusaha meningkatkan pelayanan kepada pelanggan
Hak pekerja antara lain (Pasal 3 ayat (2) ) :
1. Memperoleh penghasilan sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya
2. Memperoleh hak-hak kepegawaian lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
3. Memperoleh cuti apabila telah memenuhi persyaratan cuti
4. Pegawai berhak mendapat tunjangan struktural berdasarkan
jabatan yang diberikan oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera
5. Menerima tunjangan hari raya dan santunan kesejahteraan
6. Menerima jamsostek
7. Menerima penghasilan lainnya yang didapat dari tugas pada
kegiatan yang diadakan PT. Musdipa Inti Sejahtera
8. Menerima tunjangan istri dan anak
9. Pegawai yang diberhentikan dengan hormat berhak menerima
pesangon
10. Pegawai yang diberhentikan dengan tidak hormat tidak
menerima pesangon
11. Pegawai yang mengundurkan diri tidak memperoleh pesangon
Larangan-larangan bagi pekerja (Pasal 12 ayat (1) :
1. Melakukan hal-hal yang tidak patut diperbuat oleh pegawai yang
bermatabat
2. Menyalahgunakan wewenang dan jabatan
lxxxvii
3. Melakukan perbuatan ayng dapat merugikan PT. Musdipa Inti
Sejahtera
4. Melailaikan tugas kedinasan
5. Melakukan perbuatan yang tidak terpuji
6. Menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi
atau kelompok
Selain hak dan kewajiban dari pekerja diatur pula hak dan
kewajiban PT. Musdipa Inti Sejahtera, antara lain :
Kewajiban PT. Musdipa Inti Sejahtera (Pasal 2 ayat (2) ):
1. Memberi gaji (upah) kepada pegawai dan pegawai magang/
training dengan minimal sesuai UMK (Upah Minimum
Kabupaten) bagi tenaga kerja yang mempunyai masa kerja 0
(nol) s/d kurun waktu yang ditentukan yakni 3 (tiga) bulan, dan
tunjangan-tunjangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Direksi
2. Memperhatikan, memelihara keselamatan dan kesehatan kerja
3. Memberikan hak-hak kepegawaian lainnya sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh Direksi
Hak PT. Musdipa Inti Sejahtera (Pasal 2 ayat (1) ) :
1. Memberikan pekerjaan atau perintah yang layak kepada pegawai
sesuai tugas dan tangguang jawabnya
2. Memberi tugas untuk bekerja secara maksimal dengan
memperhatikan ketentuan yang ditetapkan PT. Musdipa Inti
Sejahtera
3. Menuntut suatu prestasi kerja/ hasil kerja sesuai dengan rencana
kerja yang ditetapkan oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera
4. Memberi sanksi kepada pegawai yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku di PT. Musdipa Inti Sejahtera
lxxxviii
5. Menerbitkan surat keputusan pemutusan hubungan kerja apabila
ternyata pegawai melakukan kesalahan berat, sesuai yang
ditetapkan Direksi PT. Musdipa Inti Sejahtera dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
B. PEMBAHASAN
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003, lingkup perlindungan
terhadap pekerja antara lain meliputi :
1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding
dengan pengusaha
2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
3. Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan
4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga
kerja
Dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan secara
outsourcing antara PT PLN (Persero) dengan PT Musdipa Inti
Sejahtera, maka dapat diketahui apakah ketentuan-ketentuan yang ada di
dalamnya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau tidak, antara lain :
1. Dasar penyerahan dan jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang diserahkan oleh PT. Musdipa Inti
Sejahtera adalah pekerjaan pembacaan meter. Penyerahan pekerjaan
ini dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara
PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti Sejahtera dengan
nomor perjanjian 194.PJ/610/DJTY/2009 Tanggal 15 Mei Tahun
2009. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan terdapat hal-hal yang
belum diatur atau belum cukup diatur dalm perjanjian ini, maka
setiap perubahan yang belum diatur akan ditetapkan secara
musyawarah dituangkan dalm suatu amandemen.
lxxxix
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung
dari pemberi pekerjaan
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung
Jenis pekerjaan berupa pembacaan meter ini, apabila dilihat
dari jenis pekerjaannya dapat digolongkan sebagai kegiatan
penunjang perusahaan. Ini dikarenakan pekerjaan pembacaan meter
merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan terpisah dari pekerjaan
utama dan tidak menghambat proses produksi secara langsung serta
merupakan jenis pekerjaan yang bersifat memberikan pelayanan
pada pelanggan. Menurut keterangan staf bidang niaga PT PLN
mengatakan bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan pelayanan dapat digolongkan sebagai pekerjaan penunjang
seperti pekerjaan baca meter, front office, cleaning service, satpam
dll. Sedangkan yang dapat digolongkan sebagai pekerjaan utama
perusahaan adalah yang berhubungan dengan kegiatan produksi
PLN seperti retail penjualan kWh.
Dengan demikian jenis pekerjaan yang diserahkan telah
memenuhi syarat dan ketentuan yang disyaratkan pada Pasal 65 (2)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
xc
2. Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum
PT. Musdipa Inti Sejahtera merupakan suatu perusahaan yang
berbentuk PT atau Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas
merupakan salah satu bentuk perusahaan yang termasuk dalam
Badan Hukum. PT. Musdipa Inti Sejahtera telah berbadan hukum
sejak tanggal 10 Maret 2004 di Surakarta berdasarkan Akte Notaris
Ny. Sri Widiati Sutjipto, S.H. No. 21, beserta akta perubahannya
yang telah ditetapkan oleh Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor :
AHU-0646.AH.01.02 Tahun 2008 Tanggal 14 Januari 2008, dengan
Direktur Utama H. Mathori. PT. Musdipa Inti Sejahtera yang
berkedudukan di Jalan Apel II/I Jajar Laweyan Surakarta.
Dengan demikian PT. Musdipa Inti Sejahtera telah memenuhi
ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 65 ayat (3) yang
mensyaratkan bahwa perusahaan penerima borongan pekerjaan
haruslah berbentuk badan hukum.
3. Hubungan Kerja
Salah satu syarat penting dalam suatu pemborongan pekerjaan
(outsourcing) adalah adanya hubungan kerja yang dituangkan dalam
suatu perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis antara perusahaan
penerima pekerjaan dengan pekerja. Hal ini bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak para pekerja
karena dalam suatu perjanjian kerja tersebut diatur semua ketentuan
mengenai hak dan kewajiban dari perusahaaaan kepada para pekerja.
Dalam kegiatan outsourcing di PT. Musdipa Inti Sejahtera,
hubungan kerja sebagaimana yang disyaratkan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah dilaksanakan dengan baik, hal
ini dapat dilihat dari adanya perjanjian kerja yang dibuat secara
tertulis antara pengusaha dengan para pekerjanya. Perjanjian kerja
xci
tersebut didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau
tetap, dan dalam perjanjian tersebut diatur semua tentang hak dan
kewajiban para pihak.
Status pekerja baca meter pada PT. Musdipa Inti Sejahtera
adalah sebagai pekerja kontrak, lama masa kontrak pekerja sesuai
dengan lama masa kontrak antara PT PLN dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera sesuai dalam perjanjian pemborongan pekerjaan yang
disepakati, dan selama PT. Musdipa Inti Sejahtera masih mendapat
pekerjaan dari perusahaan pengguna jasa maka pekerja akan terus
dipekerjakan, namun apabila PT. Musdipa Inti Sejahtera tidak lagi
mendapat pekerjaan dari perusahaan pengguan jasa maka pekerja
akan diberhentikan dan diberi pesangon sesuai dengan Peraturan
Perusahaan PT. Musdipa Inti Sejahtera dan kemudian secara
otomatis pekerja tersebut akan beralih menjadi pekerja outsourcing
pada perusahaan baru yang menerima pekerjaan borongan dari PT
PLN (Persero).
Perlindungan hukum bagi para pekerja yang dilaksanakan
oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera secara umum telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat
dari ruang lingkup perlindungan terhadap pekerja yang mengacu
pada Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu antara lain mengenai
perlindungan terhadap upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga
kerja; serta perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/ buruh untuk
berunding dengan pengusaha.
Perlindungan hukum bagi para pekerja meliputi :
a. Waktu Kerja
Bagi pekerja pencatat meter hari kerjanya sesuai dengan
hari baca meter yakni 8 (delapan) hari yang berlangsung dari
xcii
tanggal 23 (duapuluh tiga) sampai tanggal 6 (enam). Setiap satu
orang cater menangani 8 (delapan) RBM per wilayah, dengan 1
(satu) RBM meliputi 3 (tiga) Kelurahan yang terdapat sekitar
200-300 pelanggan. Setiap harinya satu orang cater membaca 1
(satu) RBM. Diluar hari baca tersebut maka pekerja cater tetap
masuk kantor sesuai jam kerja untuk absen harian dan standby
jika diperlukan tenaganya untuk pekerjaan lain misalnya
mengecek apabila ada perubahan jumlah kWh pada rumah
pelanggan yang belum diketahui sebelumnya, gentian piket di
UPJ atau kantor apabila sedang ada rapat.
Adapun waktu kerja yang diberlakukan oleh PT.
Musdipa Inti Sejahtera adalah Senin sampai Jumat, dengan jam
kerja :
1) Hari Senin – Kamis : Jam 07.00 WIB – 16.00 WIB
Istirahat Jam 12.00 WIB – 13.00 WIB
2) Hari Jumat : Jam 07.00 WIB – 15.30 WIB
Istirahat Jam 11.30 WIB – 13.00 WIB
3) Hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur (Pasal 16 ayat (3) )
Bagi pegawai yang melaksanakan tugas waktu
pencatatan meter apabila jatuh pada hari libur maka hari libur
tersebut dapat diganti pada hari dinas tanpa mengurangi hak
pegawai yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (4) ). Jadi total jam
kerja adalah 40 (empat puluh) jam untuk 5 (lima) hari kerja.
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 77 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
b. Waktu Istirahat dan Cuti
Dalam melaksanakan tugasnya, para petugas cater
diberikan waktu istirahat selama 1 (satu) sampai 2 (dua) jam
xciii
setelah bekerja selama 5 (lima) jam terus menerus. Istirahat
mingguan diberikan selama 2 (dua) hari yaitu pada hari Sabtu
dan Minggu. Pemberian cuti tahunan selama 12 (duabelas) hari.
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 79 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
c. Keselamatan Kerja
Untuk melakukan pekerjaan pencacatan meter ini
memang tidak terlalu berbahaya, namun pihak PLN tetap
menyediakan alat perlindungan diri bagi para pekerja
sedangkan alat-alat kerja sebagian disediakan oleh PT.
Musdipa Inti Sejahtera dan sebagian lagi adalah milik petugas
sendiri
d. Upah
Upah yang diberikan oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera
kepada pekerja cater terdiri dari :
Gaji Pokok : Rp. 495.000,00
Tunjangan Kerja : Rp. 75.000,00
Tunjangan Transport : Rp. 80.000,00 +
Rp. 650.000,00
Iuran JHT : Rp. 13.000,00
2% x 650.000 -
Rp. 637.000,00
Besarnya upah yang diterima pekerja sebenarnya telah
sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten Wonogiri yang telah
diberlakukan mulai Januari 2009 bahwa Upah Minimum
Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp. 650.000,00. Meskipun
xciv
upah tersebut dikurangi untuk iuran Jaminan Hari Tua sebesar
2 % sehingga upah berkurang dan tidak sesuai lagi dengan
upah minimum yang ditentukan, tetapi hal ini diperbolehkan
karena iuran premi Jaminan Hari Tua sebesar 5,70 % memang
di bebankan pada pengusaha sebesar 3,70 % dan pada pekerja
sebesar 2 %.
Menurut Permenaker Nomor: PER-01/MEN/1999
Tentang Upah Minimum yakni pada Pasal 14 ayat (1),
menyatakan bahwa Upah Minimum hanya berlaku bagi pekerja
yang mempunyai masa kerja kurang dari 1(satu) tahun. Pada
Pasal 14 ayat (2) menyatakan Peninjauan besarnya upah
pekerja dengan masa kerja lebih dari 1(satu) tahun, dilakukan
atas kesepakatan tertulis antara pekerja/serikat pekerja dengan
pengusaha.
Pada pekerja cater di PT. Musdipa Inti Sejahtera,
meskipun upahnya telah sesuai dengan Upah Minimum
Kabupaten, namun upah tersebut tidak bertambah meskipun
masa kerja dari pekerja telah lebih dari 1 (satu) tahun, maka hal
ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam Permenaker Nomor:
PER-01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum yakni pada Pasal
14 ayat (2).
f. Jamsostek
Semua pekerja PT. Musdipa Inti Sejahtera, khususnya
pekerja cater telah didaftarkan dalam program Jamsostek.
Program Jamsostek yang didaftarkan meliputi program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, jaminan kematian dan
jaminan hari tua. Untuk program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kesehatan dan jaminan kematian ditanggung
sepenuhnya oleh perusahaan, sedangkan khusus untuk jaminan
xcv
hari tua sebesar 5,70 % ditanggung bersama oleh perusahaan
dan pekerja, dimana perusahaan menanggung iuran sebesar
3,70 % dan pekerja sebesar 2 %. Maka hal ini telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 3 tahun
1992 Tentang Jamsostek jo Peraturan Pemerintah No. 14 tahun
1993 Tentang Penyelenggaraan Jamsostek.
xcvi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan oleh penulis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hak dan Kewajiban PT PLN (Persero) dan PT. Musdipa Inti
Sejahtera yang dimuat dalam perjanjian pemborongan pekerjaan
secara outsourcing antara lain :
a. PT PLN (Persero) wajib memberikan pekerjaan borongan
Sejahtera pada PT. Musdipa Inti Sejahtera
b. PT PLN (Persero) berhak mengkoordinir dan mengawasi
pekerjaan yang diserahkan kepada PT. Musdipa Inti Sejahtera
c. PT PLN (Persero) wajib memberikan data pelanggan yang akan
dibaca pada PT. Musdipa Inti Sejahtera
d. PT PLN (Persero) wajib menjaga segala data yang sifatnya
rahasia dan tidak akan mengungkapkan dan mengalihkan pada
pihak lain
e. PT PLN (Persero) berhak menerima laporan data bersih hasil
pekerjaan baca meter oleh PT. Musdipa Inti Sejahtera
f. PT PLN (Persero) wajib memberikan bayaran atas pekerjaan
borongan yang diberikan kepada PT. Musdipa Inti Sejahtera
g. PT. Musdipa Inti Sejahtera wajib melaksanakan pekerjaan
borongan dari PT PLN (Persero) sesuai jadwal dan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh PT PLN (Persero)
h. PT. Musdipa Inti Sejahtera wajib mempunyai struktur
organisasi yang lengkap untuk melakukan pengontrolan
pekerjaan serta untuk melakukan koordinasi dengan PT PLN
(Persero)
80
xcvii
i. PT. Musdipa Inti Sejahtera wajib melaporkan segala hasil kerja
kepada PT PLN (Persero)
j. PT. Musdipa Inti Sejahtera berhak menerima bayaran atas
pekerjaan borongan yang diberikan oleh PT PLN (Persero)
2. Bahwa dalam perjanjian pemborongan pekerjaan secara
outsourcing antara PT PLN (Persero) dengan PT. Musdipa Inti
Sejahtera adalah perjanjian pemborongan untuk pekerjaan baca
meter. Pekerjaan baca meter merupakan pekerjaan penunjang
dalam lingkungan PLN. Pekerja baca meter ini berstatus sebagai
pekerja tetap outsourcing yakni pekerja akan terus bekerja pada
selama PT. Musdipa Inti Sejahtera masih mendapat pekerjaan dari
PT PLN. Selain itu, pekerja cater juga telah mendapat perlindungan
hukum dalam hal waktu kerja, keselamatan kerja, dan jamsostek.
Sedangkan perlindungan terhadap upah meskipun telah sesuai
dengan ketentuan Upah Minimum Kabupaten yang berlaku, namun
tidak memperhatikan masa kerja pekerja sehingga bagi pekerja
yang memiliki masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun tidak mendapat
tambahan upah sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Permenaker
No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum.
B. SARAN
Harus lebih memberikan perlindungan khususnya dalam hal
pengupahan agar besarnya upah yang diterima pekerja selain telah
sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten yang berlaku juga
disesuaikan dengan masa kerja pekerja, sehingga dapat memacu
kinerja pekerja menjadi lebih baik lagi dan dapat diarahkan pada
pencapaian kebutuhan hidup yang layak sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 89 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
xcviii
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku Abdul Rachmad Budiono. 1995. Hukum Perburuan di Indonesia. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Adrian Sutedi. 2009. Hukum Perburuan. Jakarta : Sinar Grafika
Amirudin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Chandra Suwondo. 2004. Outsourcing Implementasi di Indonesia. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.
Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra
Adtya Bhakti. Gunarto Suhardi. 2006. Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak
Outsourcing. Yogyakarta : Andi Offset
Jimly Asshidiqie dan Ali Safa`at. 2006. Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta : Sekjen dan Kepaniteraan MK-RI
Lalu Husni. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakejaan Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Ridwan H.R. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Satjipto raharjo. 2005. Ilmu Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Sehat Damanik. 2006. Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jakarta : DSS Publishing.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
____________ dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu tinjauan Singkat. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Subekti dan Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta :
PT. Pradnya Paramita. Sudikno Mertokusumo. 2004. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty
xcix
Sutrisno Hadi. 1986. Metodelogi Research. Yogyakarta : Andi Offset Winarno Surakhmad. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah dasr Teknik. Bandung :
Tarsito. Zainal Asikin, dkk. 2005. Dasar-dasar Hukum Perburuan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-
Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. KEP.101/MEN/VI/2004 Tentang Tata
cara Perijinan Perusahaan Jasa Pekerja/ Buruh
Undang-Undang No. 3 tahun 1992 Tentang Jamsostek
Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Jamsostek.
Dari Jurnal
Maurice F Greaver II. 2000. Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and Initiatives
Currie, W. L. & Willcocks, L.P.. 1998. Analysing four types of IT sourcing decicions in the context of scale, client/ supplier interdependency and risk mitigation. Information Systems Journal.8. 119-143
Dari Internet Muzni Tambusai. Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) Ditinjau Dari Aspek
Hukum Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial. http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. [15 Januari 2009 pukul 15.00].
Brammantya Kurniawan. Outsourcing dan Pengelolaan Tenaga Kerja.
http://outsourcingonline.wordpress.com/2008/02/06/outsourcing-alih-
c
daya-dan-pengelolaan-tenaga-kerja-pada-perusahaan/. [15Januari 2009 pukul 15.00].
Saepul Tavip. Outsourcing & Eksploitasi Pekerja.
http://www.berpolitik.com/static/myposting/2007/10/myposting_178.html. [12 April 2009 pukul 16.00].
Nur Cahyo. Kontroversi ''Outsourcing''-Antara Efisiensi dan Kepentingan
Pekerja. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/2/26/e3.htm. [6 Mei 2009 pukul 16.00].
Nayu Novita. Hak dan kewajiban Outsourcing.
http://ferrimilliandjamil.blogspot.com/2008/05/hak-kewajiban-outsourcing.html. [6Mei 2009 pukul 16.00].
Wirawan. Apa yang dimaksud dengan sistem outsourcing?. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenhukum.htm. [6Mei 2009 pukul 16.00].
Maulabour. Pelaksanaan Outsourcing dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan. http://www.maulabour.wordpress.com/2008/01/17/. [12 April pukul 09.00].
Top Related