PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA
(Studi Kasus di Yayasan Harmoni Mitra Madania)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
DHIYA FAHIRA
NIM : 11170440000089
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1442 H/2021
ii
PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA
(Studi Kasus di Yayasan Harmoni Mitra Madania)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
DHIYA FAHIRA
NIM : 11170440000089
Di Bawah Bimbingan
Dr. Abdul Halim, M. Ag
NIP. 196706081994031005
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1442 H/2021 M
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama Lengkap : Dhiya Fahira
NIM : 11170440000089
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Oktober 2000
Prodi/ Fakultas : Hukum Keluarga
Alamat : Jl. Sawangan Elok RT 03 RW 08 Kel.
Duren Seribu, Kec. Bojongsari, Kota Depok,
Jawa Barat.
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia untuk
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 05 April 2021
Dhiya Fahira
NIM. 11170440000089
iv
Abstrak
Dhiya Fahira, NIM: 11170440000089. PERKAWINAN BEDA AGAMA DI
INDONESIA (Studi Kasus di Yayasan Harmoni Mitra Madania). Program
Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M. xi + 69 halaman + 47
lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik perkawinan beda agama di
Yayasan Harmoni Mitra Madania dan legalitasnya menurut hukum Islam dan
hukum positif. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
metode pendekatan normatif empiris. Sumber data diperoleh dari Yayasan
Harmoni Mitra Madania, peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur
yang berkaitan dengan legalitas perkawinan beda agama menurut hukum Islam
dan hukum positif. Teknik pengumpulan data berupa studi lapangan (field
research) dengan melakukan observasi serta interview dan studi kepustakaan
(library research). Metode menganalisanya menggunakan metode analisis
deskriptif. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa perkawinan beda agama yang
dilakukan di Yayasan Harmoni Mitra Madania dilaksanakan dengan dua kali
prosesi keagamaan agar dianggap sah menurut kedua agama mempelai.
Perkawinan yang telah dilaksanakan kemudian dicatatkan ke Kantor Catatan Sipil
(KCS) menggunakan surat keterangan nikah yang dikeluarkan oleh Yayasan
Harmoni Mitra Madania. Apabila KCS menolak untuk mencatatkan perkawinan
beda agama tersebut, maka Yayasan akan mensiasati secara administratif dengan
menerangkan bahwa kedua pasangan memeluk agama yang sama. Menurut
pendapat yang paling rajih, perkawinan beda agama dalam perspektif Islam
hukumnya haram karena terdapat banyak kesamaan antara musyrik dan ahli kitab
masa kini. Pendapat inilah sebagaimana diadopsi dalam Pasal 40 huruf c dan
Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam. Sehingga secara otomatis tidak terpenuhi Pasal
2 ayat 1 UU Perkawinan. Pun secara hukum positif untuk mendapatkan legalitas
bagi perkawinan beda agama seharusnya didahului permohonan izin perkawinan
melalui penetapan pengadilan sesuai dengan amanah Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Oleh karena itu,
perkawinan beda agama yang dilakukan Yayasan Harmoni Mitra Madania tidak
sah baik secara hukum Islam maupun hukum positif.
Kata Kunci : Perkawinan beda agama, Yayasan Harmoni Mitra Madania.
Pembimbing : Dr. Abdul Halim, M.Ag
Daftar Pustaka :1946-2020
v
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala, yang selalu melimpahkan rahmat, hidayah, serta
keberkahan-Nyalah sehingga penulis diberikan kemudahan untuk menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beriring Salam senantiasa kepada Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi Wasallam, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di
akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Hukum Program Studi Hukum Keluarga pada Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini penulis
persembahkan kepada orang tua tersayang ayahanda Fauzi Abdullah dan ibunda
Istiqomah Amd. Keb, nenek tersayang Hj. Aliyah serta kakak dan adik tercinta
Nahdanisa Fachira dan Vita Maharani yang selalu memberikan semangat,
motivasi, bimbingan dan dukungan, kasih sayang serta do’a kepada penulis.
Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat, keberkahan dan kasih sayang.
Aamiin.
Selama proses penulis skripsi ini, sedikit banyak hambatan dan kesulitan
yang penulis hadapi, atas berkat rahmat dan hidayah dari Allah diberikan
kemudahan dalam mengerjakannya. Serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada para pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu penyelesaian skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.A, selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, SH., MH., MA, sekalu Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Dr. Mesraini, M.Ag, selaku ketua Program Studi Hukum Keluarga dan
Ahmad Chairul Hadi, M.A, sekretaris Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Afwan Faizin, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan nasihat dan motivasi untuk mahasiswa-
mahasiswanya.
5. Dr. Abdul Halim, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang dengan luar
biasa telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan nasihat,
motivasi serta perbaikan selama penyusunan skripsi ini, terimakasih
banyak atas arahan, masukan dan koreksi yang bersifat membangun,
semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membalas semua
kebaikan Bapak.
6. Pimpinan Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan Utama
dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan.
7. Keluarga besar El-Kamasy khususnya abang dan kakak terbaik Ilham
Ramdani Rahmat dan Nurdiana Ramadhan yang selalu membimbing
dan mendukung penulis.
8. Keluarga Besar Moot Court Community, sahabat-sahabatku yang luar
biasa Najla Yaumil Mazidah, Lailatul Qadriah, Millati Wardhani,
Adnan Kasshogie, Anjas Rinaldi Siregar, Wahyu Istiham. Abang dan
kakakku tersayang Abdillah Arief, Muhammad Aljabar Putra, Rezky
Panji, Lilis Ariska, Nurhalimah, Muhammad Eddy Kurniawan, Ksatria
Imam Nugraha, Zul Amirul Haq, Muhammad Sidik, Nur Rahmi
Febriani, Muhammad Faiz Putra Syanel, Muhammad Reza Baihaqi
dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
9. Sahabat-sahabat terkasih, Siti Kholisoh, Fenny Nuraini, Utami Fitriah,
Syafila Tiara, Arini Salwa, Teddy Parhan, Faza Hushainy, Kurnia
Felaini, Rayhan Afif, Ahmad Hisyam, Triyas Sakti Dewi, Ratu Bilqis,
vii
Farin Munazah, Dwi Mutia Ningrum, Wilda Amalia dan Imam
Bukhori.
10. Semoga Allah memberikan rahmat dan balasan pada setiap kebaikan
yang telah diberikan untuk penulis. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
Hukum keluarga.
Jakarta, 05 April 2021 M
23 Syaban 1442 H
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..…………………………ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI………………..........iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................... 4
1. Identifikasi Masalah............................................................. 4
2. Pembatasan Masalah ............................................................ 4
3. Rumusan Masalah ................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 5
1. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
2. Manfaat Penelitian ............................................................... 5
D. Literatur Review dan Kerangka Teori ....................................... 5
1. Literatur Review…………………………………………..5
2. Kerangka Teori…………………………………………….9
E. Metode Penelitian ..................................................................... 11
1. Jenis Penelitian .................................................................. 11
2. Pendekatan Penelitian ........................................................ 11
3. Sumber Data ...................................................................... 12
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 12
5. Metode Analisis Data ........................................................ 13
6. Pedoman Penulisan ............................................................ 13
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 13
BAB II PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA ................ 14
ix
A. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam ................. 14
1. Pengertian Perkawinan Beda Agama…………………….14
2. Perkawinan Beda Agama dalam Lintasan Sejarah……….15
3. Dasar Hukum Perkawinan Beda Agama…………………16
4. Pendapat Ulama tentang Perkawinan Beda Agama...........18
a. Perkawinan Laki-laki Muslim dengan Perempuan
Musyrik…………………………………………..18
b. Perkawinan Perempuan Muslim dengan Laki-laki
Musyrik…………………………………………..23
c. Perkawinan Laki-laki Muslim dengan Perempuan
ahli Kitab………………………………………...25
5. Perkawinan Beda Agama Menurut Fatwa Majelis Ulama
Indonesia………………………………………………....29
6. Perkawinan Beda Agama Menurut Kompilasi Hukum
Islam. …………………………………………………….31
B. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif ................. 31
1. Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan………………………31
2. Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan…...35
3. Perkawinan Beda Agama Menurut Hak Asasi Manusia....37
BAB III PROFIL YAYASAN HARMONI MITRA MADANIA .......... 40
A. Profil Yayasan Harmoni Mitra Madania ................................. 40
B. Profil Pendiri dan Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania ... 41
BAB IV PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DI YAYASAN
HARMONI MITRA MADANIA ............................................... 45
A. Praktik Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania .................................................................................. 45
B. Legalitas Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania Menurut Hukum Islam ............................................. 51
x
C. Legalitas Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania Menurut Hukum Positif ........................................... 56
BAB V PENUTUP .................................................................................... 62
A. Simpulan ................................................................................. 62
B. Saran ........................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Praktik perkawinan beda agama dalam masyarakat muslim menjadi
kontroversial, tidak terkecuali Indonesia. Indonesia dengan karakteristik
masyarakat majemuk yang hidup berdampingan, tingginya tingkat migrasi
penduduk, ditambah dengan kemajuan teknologi komunikasi yang mempermudah
interaksi tanpa mengenal jarak menyebabkan perkawinan beda agama menjadi
sulit dihindari.1 Perkawinan beda agama di Indonesia terjadi baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Perkawinan beda agama di luar negeri menjadi kontras
terjadi di kalangan artis Indonesia seperti Marcell Siahaan (Buddha) dengan Rima
Melati Adams (Islam) yang berlangsung di Singapura Tahun 2009, Ari Sihasale
(Kristen) dan Nia Zulkarnaen (Islam) menikah di Australia Tahun 2003, Rio
Febrian (Kristen) dan Sabrina Kuno (Islam) menikah di Thailand pada 2010,
Frans Mohede (Kristen) dan Amara (Islam) menikah di Hongkong 1991, Neil G
Furuno (Kristen) dan Sarah Sechan (Islam) menikah di Amerika Serikat Tahun
2015 dan Dimas Anggara (Islam) dan Nadine Chandrawinata (Katolik) menikah
di Nepal Tahun 2018.2
Perkawinan beda agama telah menjadi perdebatan sejak lama yang terlihat
dalam berbagai literatur hukum Islam. 3 Di kalangan para ulama perdebatan
berawal dari perbedaan dalam menafsirkan konteks Q.S al-Baqarah: 221 dan Q.S
al-Maidah: 5 tentang siapa yang dimaksud kafir dan ahli kitab dalam kedua ayat
tersebut dan apakah larangan dalam ayat tersebut masih bersifat relevan dengan
kondisi umat saat ini.
Dalam konteks hukum positif, negara menyerahkan parameter sah atau
tidak sahnya sebuah perkawinan kepada agama masing-masing. Hal ini tertuang
dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
1 Achmad Nurcholish, Memoar Cintaku : Pengalaman Empiris Pernikahan Beda Agama,
(Yogyakarta : LKIS, 2004), h. 6. 2 https://www.idntimes.com/hype/entertainment/stella/artis-indonesia-yang-menikah-di-luar-
negeri-karena-beda-agama/6 diakses pada 5 Mei 2020 pukul 14.56 WIB. 3 Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia Telaah Syariah dan Qanuniah,
(Tangerang : Lentera Hati, 2015), h. 105.
2
Perkawinan yang menyatakan bahwa: (1) “Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” (2)
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku” 4 Kemudian diperjelas dengan Pasal 8 huruf f UU tersebut bahwa
“Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh
agamanya atau peraturan yang berlaku dilarang kawin.”
Komplasi Hukum Islam sebagai aturan turunan dari UU Perkawinan
mengatur larangan perkawinan beda agama antara muslim dan nonmuslim secara
tegas yang tertuang dalam Pasal 40 huruf c yaitu: “Dilarang melangsungkan
perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan karena keadaan
tertentu: c. seorang perempuan yang tidak beragama Islam” dan Pasal 44
“Seorang perempuan Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang
pria yang tidak beragama Islam.”5 Larangan ini diperkuat dengan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda
Agama.6 Oleh karena itu, perkawinan beda agama dianggap tidak sah oleh hukum
Islam yang disepakati oleh ulama Indonesia dan tidak dapat dicatatkan di Kantor
Urusan Agama.
Namun, adanya larangan tersebut belum mampu untuk menghentikan
praktik perkawinan beda agama di Indonesia yang dipandang sebagai kebutuhan
masyarakat saat ini. Karena pada praktiknya perkawinan beda agama tetap dapat
dilakukan dengan upaya penyeludupan hukum. Setidaknya ada empat cara
menurut Prof. Wahyono Darmabrata, yang populer ditempuh pasangan beda
agama agar perkawinannya dapat dilangsungkan yang diakui oleh negara:7
Pertama, meminta penetapan pengadilan. Atas dasar penetapan itulah
calon pasangan dapat melangsungkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil.
4Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1) 5 Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Departemen
Agama, 2001), h.6. 6 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan
Beda Agama 7Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaanya, (Jakarta : CV. Gitama Jaya, 2003), h.
102.
3
Putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama
diantaranya adalah : Putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986,8 Putusan
Pengadilan Negeri Surakarta No. 46/ Pdt.P/2016/PN9, Putusan Pengadilan Negeri
Magelang No:04/Pdt.P/2012/PN.M10, dan Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo
No 17/Pdt.P/2014/PN.Prob.11
Kedua, perkawinan dilakukan menurut agama masing-masing. Cara ini
ditempuh karena tidak memaksa salah satu pasangan meninggalkan agamanya,
namun perkawinan tetap dipandang sah menurut agama masing-masing dengan
melakukan dua kali prosesi perkawinan yaitu menurut agama calon suami dan
istri.
Ketiga, penundukan sementara pada salah satu hukum agama. Dengan
cara ini salah satu pihak berpindah agama sementara sebagai bentuk penundukan
hukum kemudian kembali memeluk agamanya setelah perkawinannya dianggap
sah dan teradministrasi oleh negara.
Keempat, menikah di negara yang melegalkan perkawinan beda agama
dan mencatatkan pernikahnnya di Kantor Catatan Sipil setelah kembali ke
Indonesia.
Walalupun terdapat celah hukum seperti diatas, tidak sedikit pasangan
beda agama yang masih kesulitan mengurus perkawinannya secara mandiri. Hal
ini kemudian direspon oleh sebuah lembaga yang bersedia membantu para
pasangan beda agama untuk mengurus perkawinannya agar dapat sah dimata
hukum.
Lembaga tersebut bernama Yayasan Harmoni Mitra Madania yang sejak
tahun 2005 hingga tahun 2019 berhasil menikahkan 979 pasangan beda agama.
Jasa yang ditawarkan berupa konseling, konsultasi maupun fasilitator perkawinan
8Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 perihal Permohonan Izin Pernikahan
Beda Agama antara AVGP (Islam) dan APHN (Kristen) 9Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 46/ Pdt.P/2016/PN.Skt perihal Permohonan Izin
Pernikahan Beda Agama antara DF (Islam) dan AVR (Katolik) 10Putusan Pengadilan Negeri Magelang No:04/Pdt.P/2012/PN.Mg perihal Permohonan Izin
Pernikahan Beda Agama antara YK (Islam) dan YA (Katolik) 11Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo No 17/Pdt.P/2014/PN.Prob perihal Permohonan Izin
Pernikahan Beda Agama antara INAA (Kristen) dan CTW (Islam)
4
beda agama berupa penyiapan penghulu, pendeta dan administrasi dengan tarif
Rp. 2.000.000,00 – 11.000.000,00.12
Studi ini bertujuan untuk menganalisis praktik perkawinan beda agama di
Indonesia dengan memberikan perhatian secara khusus kepada yang terjadi di
Yayasan Harmoni Mitra Madania. Hal ini penting dilakukan karena selama ini
penelitian lebih cenderung dilakukan melalui studi literatur sementara studi ini
mengkhususkan penelitian secara empiris bagaimana praktik perkawinan beda
agama yang terjadi di masyarakat melalui bantuan sebuah Yayasan.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah.
1. Identifikasi Masalah.
a. Bagaimana perkawinan beda agama dalam perspektif hukum Islam?
b. Bagaimana hukum positif mengatur tentang perkawinan beda agama di
Indonesia?
c. Bagaimana perkawinan beda agama dalam konteks putusan Pengadilan
Agama?
d. Bagaimana perkawinan beda agama dalam fatwa-fatwa ulama di
Indonesia?
e. Bagaimana praktik perkawinan beda agama di Indonesia?
f. Bagaimana praktik dan legalitas perkawinan beda agama yang dilakukan
di Yayasan Harmoni Mitra Madania?
2. Pembatasan Masalah
Studi ini merupakan field research mengenai perkawinan beda agama yang
dilakukan di Yayasan Harmoni Mitra Madania.
3. Rumusan Masalah.
a. Bagaimana praktik pelaksanaan perkawinan beda agama yang dilakukan di
Yayasan Harmoni Mitra Madania?
b. Bagaimana administrasi perkawinan beda agama yang dilakukan oleh
Yayasan Harmoni Mitra Madania?
12Achmad Nurcholish, “Uluran Tangan Mediator Nikah Beda Agama” wawancara diakses
pada 10 Mei 2020 pukul 19.15 WIB dari https://kumparan.com/millennial/uluran-tangan-mediator-
nikah-beda-agama.
5
c. Bagaimana legalitas perkawinan beda agama yang dilakukan di Yayasan
Harmoni Mitra Madania menurut hukum Islam dan hukum positif?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan penelitian.
Sesuai dengan rumusan masalah yang penulis paparkan sebelumnya, maka
dipahami bahwa tujuan yang ingin penulis capai adalah sebagai berikut :
a. Untuk menginformasikan praktik pelaksanaan nikah beda agama yang
dilakukan di Yayasan Harmoni Mitra Madania.
b. Untuk menginformasikan administrasi perkawinan beda agama yang
dilakukan oleh Yayasan Harmoni Mitra Madania.
c. Untuk menginformasikan legalitas perkawinan beda agama yang
dilakukan di Yayasan Harmoni Mitra Madania menurut hukum Islam dan
hukum positif.
2. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi tentang perkawinan beda agama yang
dilakukan di Yayasan Harmoni Mitta Madania dan legalitasnya di
Indonesia.
b. Menambah khazanah pengetahuan kepada akademisi dan pihak
pihak yang berkepentingan akan hal ini.
c. Menghasilkan karya ilmiah yang berguna bagi penulis sebagai
syarat untuk menyelesaikan program strata satu (S-1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Literatur Review dan Kerangka Teori
1. Literatur Review
Kajian mengenai perkawinan beda agama di Indonesia telah banyak
dilakukan peneliti sebelumnya diantaranya, Khamami (2013) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa Hukum keluarga di Yaman Utara, Yordania, Al-Jazair dan
Irak melarang perkawinan antara muslim dengan nonmuslim namun
membolehkan perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab.
Pendapat ini disandarkan pada pemahaman tekstual surah al-Maidah ayat 5.
6
Negara-negara ini berani tidak merujuk pada pendapat imam-imam mazhab
(Maliki, Ḥanafi, dan Syafi’i) yang sepakat menghukumi makruh bagi laki-laki
muslim yang menikah dengan perempuan ahli kitab.13
Ahmadi, Marzha dan Muhammad (2013) membahas bahwa dalam Islam,
perkawinan beda agama pada dasarnya dilarang. Kaidah ushul fiqh idza ijtama’a
baina al halal wal haram ghuliba al haram (apabila sesuatu yang halal berkumpul
dengan yang haram, maka yang menang adalah yang haram) bisa dijadikan solusi
dalam pengambilan hukum perkawinan beda agama sebagai bentuk ihtiyaat atau
kehati-hatian dalam pelaksanaan syariat Islam. Sedangkan dilihat dari perspektif
HAM, menikah merupakan hak kodrati yang diberikan Tuhan kepada manusia,
maka tidak rasional apabila hak kodrati tersebut menyimpang dari aturan dan
ketentuan Tuhan. Begitupula dalam Islam, dengan adanya aturan Allah, maka
HAM tersebut sudah tentu tidak boleh bertentangan dengan ajaran yang
diperintahkan oleh allah SWT.14
Muhyidin dan Ayu (2017) dalam penelitiannya menungkapkan bahwa
menurut Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Semarang, Pasal 35
Huruf (a) Undang-Undang Administrasi Kependudukan merupakan solusi bagi
pasangan beda agama yang tidak terakomodir dalam Undang-Undang Perkawinan
karena selama ini pengaturan tentang perkawinan beda agama mengalami
kekosongan hukum. Putusan Hakim PN Semarang dalam menangani dan
memutus perkawinan beda agama ada yang menolak dan ada yang mengabulkan.
Hakim yang menolak permohonan didasarkan pada Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-
Undang Perkawinan. Sedangkan Hakim yang mengabulkan didasarkan pada Pasal
27 Undang-Undang Dasar 1945 dan Yurisprudensi MA No, 1400/K/Pdt/1986.15
Jane (2013) membahas tentang akibat hukum yang timbul pada
perkawinan beda agama di Indonesia ditinjau dalam aspek psikologis dan yuridis.
13 Khamami Zada, Arus Utama Perdebatan Hukum Perkawinan Beda Agama, Ahkam : Vol.
XIII, No. 1, Januari 2013 h. 46. 14Ahmadi, Marzha dan Muhammad, Pernikahan Beda Agama ditinjau dari Perspektif Islam
dan HAM, Khazanah, Vol. 6 No.1 Juni 2013 h. 115. 15Muhyidin, Ayu Zahara, Pencatatan Perkawinan Beda Agama : Studi Komparatif Antara
Pandangan Hakim PA Semarang dan Hakim PN Semarang Terhadap Pasal 35 Huruf (a) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Diponegoro Private Law
Review, Volume 1, Nomor 1, 2017, h. 13.
7
Aspek psikologis yang terjadi yaitu memudarnya rumah tangga yang telah dibina
belasan tahun karena sering timbulnya perbedaan pendapat serta terganggunya
mental seorang anak karena bingung memilih agama mana yang akan dianutnya
akibat kompetisi orang tua dalam mempengaruhi sang anak. Sedangkan, ditinjau
dalam aspek yuridis, akibat hukum dari perkawinan beda agama yaitu tidak
sahnya perkawinan menyebabkan status anak yang tidak bisa dinasabkan kepada
ayahnya sehingga menghalangi hubungan keperdataan lainnya seperti penerimaan
harta waris.16
Atabik (2015) membahas tentang maraknya praktik masuk Islam
sementara untuk menikah di desa Borangan yang dilatarbelakangi oleh kurang
pedulinya masyarakat akan ketentuan agama yang melarang perniakahn beda
agama, adanya perjodohan dan mudahnya KUA mencatatatkan perkawinan
tersebut.17
Nafdin (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa praktik pencatatan
perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Yogyakarta didominasi dengan pencatatan berdasarkan bukti dispensasi
gereja. Dispensasi gereja merupakan penyelundupan hukum karena seseorang
diminta untuk tunduk di bawah aturan agama tertentu dengan maksud dan tujuan
tertentu.18
Iffah (2016) hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa dalam pandangan
Paramadina, setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan semestinya
diberikan kebebasan untuk menikah dengan nonmuslim, apapun agama dan
aliran kepercayaan yang dianutnya. Ijtihad ini setidaknya berangkat dari dua
asumsi dasar. Pertama, hanya musyrik Arab yang haram dinikahi, sementara
hampir bisa dipastikan jenis kepercayaan tersebut saat ini sudah tidak ada.
Kedua, seluruh agama dan aliran kepercayaan yang ada saat ini merupakan agama
16Jane Marlen Makalew, Akibat Hukum dari Perkawinan Beda Agama di Indonesia, Lex
Privatum, Volume 1 Nomor 2, 2013, h. 143. 17Atabik Hasin, Masuk Islam Karena Alasan Perkawinan (Studi Kasus Perkawinan Pasangan
Yang Semula Beda Agama di Desa Borangan Kecamatan Manisrenggo Kabupaten Klaten, Skrispi
Tahun 2015 di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, h. 110. 18 Nafdin Ali Chandera , Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, Thesis Tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, h. 108.
8
samawi dan penganutnya disebut ahli kitab. Ijtihad ini lebih tertuju pada
pertimbangan muamalah, yakni terciptanya kerukunan antar umat beragama,
dan cenderung mengabaikan kepentingan akidah. Sekalipun perkawinan beda
agama dapat mewujudkan kerukunan umat beragama, namun di sisi lain tak dapat
dipungkiri bahwa perkawinan tersebut dapat merusak akidah. Mengingat
akidah merupakan kemaslahatan paling utama, penggunaan sadd al-dzhari‘ah
menjadi pilihan yang paling masuk akal.19
Islachuddin (2019) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa LSM
Percik sebagai lembaga yang membimbing perkawinan bagi pasangan beda
agama memberikan bantuan berupa (1) Diskusi intensif, yaitu memberikan
pemahaman kepada pasangan beda agama tentang konsekuensi perkawinan yang
akan dijalani beserta aturan hukum baik dari peraturan perundang-undangan
maupun hukum agama. (2) Mencarikan pemuka agama dan gereja di domisili
salah satu calon pasangan (3) Pengurusan di Catatan Sipil. Berdasarkan teori
fungsionalisme LSM Percik mencoba untuk menghindari ketegangan perbedaan
dan mengupayakan keseimbangan dengan melakukan dikusi antara para tokoh
agama dengan calon pasangan beda agama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
kebebasan beragama dan kepastian hukum bagi pasangan beda agama.20
Dari karya ilmiah diatas yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini
adalah karya Iffah (2016) dan Islachuddin (2019). Namun, yang membedakan
dengan penelitian ini adalah objek penelitian, yaitu di Yayasan Harmoni Mitra
Madania sedangkan dua penelitian sebelumnya mengambil tempat di Yayasan
Paramadina dan LSM Percik.
Penelitian di Yayasan Paramadina hanya membahas tentang gagasan
Paramadina tentang perkawinan beda agama tanpa menjelaskan praktik
bagaimana yayasan tersebut membimbing pasangan beda agama untuk menikah.
Penelitian di LSM Percik hanya membahas tentang praktik perkawinan beda
19 Iffah Muzammil, Telaah Gagasan Paramadina Tentang Pernikahan Beda Agama.
ISLAMICA: Jurnal Studi KeIslaman Volume 10, Nomor 2, Maret 2016, e-ISSN: 2356-2218, h.
417. 20Islachuddin Almubarrok, Pendampingan Terhadap Pasangan Beda Agama Persptif Teori
Fungsionalisme Struktural : Studi Kasus di LSM Percik Salatiga, Thesis Tahun 2019 di
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, h. 160.
9
agama dan kaitannya dengan teori fungsionalisme struktural dan tidak membahas
terkait legalitas perkawinan yang dilakukan di LSM tersebut. Sedangkan
penelitian ini akan membahas tentang bagaimana praktik yang dilakukan oleh
Yayasan Harmoni mitra Madania dalam membantu perkawinan beda agama serta
administrasinya dan bagaimana legalitas perkawinan tersebut menurut hukum
Islam dan hukum positif.
2. Kerangka Teori
a. Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.21
Dalam Undang-Undang ini konsep HAM lebih bersifat theosentris
(segala sesuatu berpusat kepada Tuhan) artinya manusia dalam hal ini
dilihat hanya sebagai mahkluk yang dititipi hak-hak dasar dari Tuhan,
bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh karena itu, manusia wajib
memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan. Penggunaan hak tersebut
tidak boleh sampai bertentangan dengan keinginan Tuhan.22
b. Maqashid al-Syari’ah
Maqashid al-Syari’ah adalah nilai dan makna yang dijadikan
tujuan dan hendak direalisasikan oleh pembuat syariat (Allah SWT)
dibalik pembuatan hukum, yang diteliti oleh para ulama mujtahid dari
teks-teks syariah. 23 Tujuan syariat tentu berguna untuk mewujudkan
kemaslahatan, baik dengan cara menarik manfaat (jalb al-manafi’)
maupun mencegah kerusakan (dar’u al-mafasid). Imam Syathibi membagi
21Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169) 22 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam : Menyikapi Persamaan dan Perbedaan
antara Islam dan Barat, (Jakarta : Salemba Diniyah, 2003), h. 22. 23 Jasser Auda, Fiqh al- Maqasid Inatat al-Ahkam bi Maqasidiha, (Herndon: IIIT, 2007), h. 15.
10
mashlahah tersebut menjadi tiga tingkatan dari kebutuhan manusia yaitu
dharuriyyah, hajjiyyah dan tahsiniyyah.
Mashlahah dharuriyyah memegang derajat tertinggi karena
manusia tidak bisa hidup tanpanya. Jika manusia tidak terpenuhi
kebutuhan dharuriyyahnya maka akan terjadi kerusakan di dunia dan di
akhirat. Kadar kerusakannya sesuai dengan mashlahah dharuriyyah yang
hilang. Mashlahah dharuriyah dilakukan dengan menjaga al-din (agama),
al-nafs (jiwa), al-‘aql (akal), al-nasl (keturunan), dan al-mal (harta).24
Mashlahah yang kedua adalah maslahah hajjiyyah yaitu
mashlahah yang bersifat memudahkan, menghindarkan manusia dari
kesulitan dan kesusahan. Namun, ketiadaan hajjiyah tidak menyebabkan
kerusakan di dunia dan di akhirat.25 Contoh dari maslahah hajjiyah adalah
rukhshah dalam Ibadah dan jual beli salam dalam muamalah.26
Terakhir adalah mashlahah tahsiniyah yaitu pelengkap dan
penyempurna dari dua maqashid sebelumnya meliputi adat kebiasaan dan
akhlak mulia. 27 Contohnya adalah larangan membunuh perempuan dan
anak kecil dalam peperangan.
Pembagian kemaslahatan ini perlu dilakukan guna menentukan
tingkat kebutuhan dan skala prioritas dalam mengambil suatu
kemaslahatan. Dalam hal ini berarti kemaslahatan tingkat dharuriyyah
lebih didahulukan daripada kemaslahatan tingkat hajjiyah, dan
kemaslahatan tingkat hajjiyah lebih didahukan daripada kemaslahatan
tingkat tahsiniyah.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami
24Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syariah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
2004), h.219 25Ahmad Raysuni, Nadhariyyatu al-Maqashidihi ‘Inda al-Imam a-Syathibi ( Virginia : IIIT,
1995) h. 146 26 Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syariah, h. 222 27 Ahmad Raysuni, Nadhariyyatu al-Maqashidihi ‘Inda al-Imam a-Syathibi, h. 146.
11
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dengan
cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks.28
2. Pendekatan Penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif empiris. Menurut
Abdulkadir Muhammad yang dimaksud sebagai penelitian hukum normatif
empiris (applied law research) merupakan penelitian yang menggunakan studi
kasus hukum normatif-empiris berupa produk perilaku hukum.29
Penelitian hukum normatif-empiris bermula dari ketentuan hukum positif
tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat,
sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian yaitu
kajian megenai hukum normatif yang berlaku dan penerapan pada peristiwa in
concreto guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 30
Oleh karena itu penulis akan mengkaji terlebih dahulu peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan beda agama di
Indonesia. Kemudian melihat penerapan aturan tersebut di Yayasan Harmoni
Mitra Madania.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
lapangan.31 Dalam penelitian ini, data primer merupakan data langsung dari
Yayasan Harmoni Mitra Madania dan pelaku perkawinan beda agama di
yayasan tersebut.
b. Data sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan
kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka
yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian. 32 Secara yuridis
28 Lexy J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),h. 6. 29 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2004), h. 52. 30 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum h. 52 31 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) h. 51. 32Mukti Fajar, Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan Empiris, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar 2015), h. 156.
12
sumber dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Kompilasi
Hukum Islam, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 dan
Fatwa MUI Nomor 4/MUNASVII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda
Agama. Selain itu sumber penelitian juga berupa buku, dokumen, jurnal dan
internet yang berkaitan dengan legalitas perkawinan beda agama.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini berupa studi
lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Studi
kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, didapatkan melalui
berbagai literatur meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen,
jurnal dan intenet yang berkaitan dengan legalitas perkawinan beda agama.
Sedangkan Studi Lapangan berupa observasi dan interview terhadap pengurus
Yayasan Harmoni Mitra Madania dan pelaku yang melakukan perkawinan beda
agama di yayasan tersebut.
5. Metode Analisis Data
Bahan-bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis
secara deskriptif yakni menguraikan (mengabstraksikan) suatu fenomena apa
adanya atau posisi dari proposisi-proposisi hukum dan nonhukum yang
dijumpai.33
F. Pedoman Penulisan
Pedoman penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
berdasarkan buku pedoman penulisan skrisi yang diterbitkan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
G. Sistematika Penulisan.
Untuk lebih mempermudah dalam memahami penelitian ini, maka penulis
menyusunnya dalam suatu sistematika penulisan yang terdiri dari :
33 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Yogyakarta: University Gadjah Mada Press, 1992),
h. 85.
13
Pada bagian pertama Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua yaitu hukum perkawinan
beda agama menurut hukum Islam dan hukum positif. Pada Bab tiga penulis akan
menguraikan tentang profil yayasan Harmoni Mitra Madania serta profil pendiri
dan ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania. Selanjutnya, pada Bab empat yang
merupakan inti dari penelitian ini, penulis akan membahas analisis mengenai
praktik perkawinan beda agama di Yayasan Harmoni Mitra Madania menurut
hukum Islam dan hukum positif. Pada bab ini dijelaskan tentang praktik dan
administrasi perkawinan beda agama di Yayasan Harmoni Mitra Madania serta
analisis penulis terhadap legalitas perkawinan beda agama yang dilakukan di
Yayasan Harmoni Mitra Madania. Adapun pada bab terakhir berisi simpulan dan
saran dari hasil penelitian.
14
BAB II
PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam.
1. Pengertian Perkawinan Beda Agama
Undang-Undang Perkawinan tidak secara pasti merumuskan
tentang perkawinan beda agama, meskipun demikian kita bisa merujuk
pada berbagai definisi para sarjana.34 Pertama, menurut Rusli dan R.
Tama, perkawinan antar-agama adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita yang, karena berbeda agama, menyebabkan
tersangkutnya dua peraturan yang berlainan tentang syarat-syarat dan
tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya
masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.35
Kedua, menurut Ketut Mandra dan I. Ketut Artadi, perkawinan
antar-agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
wanita yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan
perbedaan agamanya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketiga, menurut Abdurrahman,
perkawinan antar-agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh
orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda satu
dengan yang lainnya.36
Dari pengertian di atas perkawinan beda agama merupakan
hubungan dua insan yang berbeda keyakinan dan diikat dalam satu
pertalian yaitu perkawinan. Ada dua unsur pokok yang harus ada
34 Purwaharsanto pr, Perkawinan Campuran Antar Agama Menurut UU RI No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis Aktualita Media Cetak (Yogyakarta: tnp, 1992), h.,10 35 O.S. Eoh, Perkawinan antar-Agama dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1996), h., 35 36 O.S. Eoh, Perkawinan antar-Agama dalam Teori dan Praktek, h., 35
15
dalam definisi perkawinan beda agama, yaitu keyakinan atau memeluk
agama yang berbeda dan diikat dalam suatu hubungan perkawinan.
2. Perkawinan Beda Agama dalam Lintasan Sejarah
Menurut Muhammad Amin Suma terdapat lima jenis
perkawinan yang terjadi sepanjang sejarah umat manusia yang
kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an yaitu:37
1) Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan kafir.
Perkawinan ini dapat terlihat pada perkawinan Nabi Nuh dan
Nabi Luth yang keduanya memiliki istri kafir, fasik dan
munafik.
2) Perkawinan antara perempuan muslim dengan laki-laki kafir.
Contoh perkawinan seperti ini ialah perkawinan antara Siti
Asiyah dengan Fir’aun. Dimana Fir’aun bukan hanya kafir,
melainkan juga orang yang mengaku dirinya Tuhan.
3) Perkawinan antara sesama kafir seperti perkawinan antara Abu
Lahab dengan Istrinya Ummu Jamil dan perkawinan pada
umumnya antara laki-laki kafir dengan perempuan kafir yang
sangat lumrah terjadi.
4) Perkawinan antara sesama muslim yang merupakan
perkawinan paling ideal dan paling banyak terjadi. Perkawinan
jenis ini adalah contoh perkawinan mayoritas para Nabi, Wali,
orang-orang yang benar (shiddiqin), para pahlawan (syuhada)
dan juga orang-orang saleh.
5) Perkawinan beda agama antara laki-laki muslim dengan
perempuan nonmuslim seperti perkawinan antara Utsman r.a.
dengan Na’ilah binti al-Faradhah al-Kalbiyyah yang
merupakan seorang perempuan Nasrani dan kemudian masuk
Islam di sisi Utsman, perkawinan Hudzaifah r.a. dengan
seorang perempuan Yahudi yang merupakan salah seorang
37Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia Telaah Syariah dan Qanuniah,
(Tangerang : Lentera Hati, 2015), h. 97.
16
penghuni al-Mada’in. Sedangkan Jabir r.a. pernah ditanya
mengenai pekawinan seorang muslim dengan orang Yahudi
dan Nasrani, maka dia menjawab, “Kami menikah dengan
mereka pada zaman invasi kota Kufah bersama Sa'ad bin Abi
Waqqash.”
Praktik perkawinan beda agama yang terjadi dalam beberapa
contoh kasus diatas menjadi perdebatan mengenai hukumnya. Apalagi
jika dibenturkan dengan dasar hukum yang tertuang dalam Al-Qur’an
maupun Hadis yang menurut sebagian ulama mengandung larangan
perkawinan beda agama.
3. Dasar Hukum Perkawinan Beda Agama
Dalam menghukumi perkawinan beda agama ulama bersandar
pada beberapa ayat berikut ini :
مشركة ولو أعجبتكم ول تنكحوا ول تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولمة مؤمنة خير من
ئك يدعون إلىالنار المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أول
يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذنه وي بي ن آياته للناس لعلهم يتذكرون والل
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan
budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan perempuan-perempuan mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 221)
الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم اليوم أحل لكم الطي بات وطعام الذين أوتوا
والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن
17
يمان فقد حبط عمله أجورهن محصنين غير مسافحين ول متخذي أخدان وم ن يكفر بال
وهو في الخرة من الخاسرين
Artinya : “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal
bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) perempuan yang menjaga kehormatan
diantara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas
kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-
hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
termasuk orang-orang merugi.” (Q.S. al-Maidah [5] : 5)
أعلم بإيمانهن فإن يا أيها الذين آمنوا إذا جاءكم المؤمنات مهاجرات فامتحنوهن الل
لهم ول هم يحلون لهن وآتوهم ترجعوهن إلى الكفار ل هن حل علمتموهن مؤمنات فل
ما أنفقوا ول جناح عليكم أن تنكحوهن إذا آتيتموهن أجورهن ول تمسكوا بعصم
لك عليم حكيم الكوافر واسألوا ما أنفقتم وليسألوا ما أنفقوا ذ يحكم بينكم والل م حكم الل
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang
berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka
hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui
bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang
kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-
orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah
kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar.
Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang
pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan
18
hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan
hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar.
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-
Mumtahanah [60] : 10)
4. Pendapat Ulama tentang Perkawinan Beda Agama
Hukum perkawinan beda agama secara umum dikelompokkan
menjadi 3 macam. Pertama, perkawinan antara laki-laki muslim
dengan perempuan musyrik. Kedua, perkawinan perempuan musyrik
dengan laki-laki muslim dan ketiga, laki-laki muslim dengan
perempuan ahli kitab.
a. Perkawinan Laki-laki Muslim dengan Perempuan Musyrik
Dalam menghukumi perkawinan beda agama antara laki-
laki muslim dengan perempuan musyrik atau sebaliknya yaitu
perempuan muslim dengan dan laki-laki musyrik para ulama
bersandar pada Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 221 yang
berbunyi:
ول أعجبتكم ولو مشركة من خير مؤمنة ولمة يؤمن حتى المشركات تنكحوا ول
ئك يد عون تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أول
يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذنه ويبي ن آياته للناس لعلهم ي تذكرون إلى النار والل
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan
budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan perempuan-perempuan mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
19
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 221)
Menurut penuturan muqatil ayat diatas turun berkenaan
seorang laki-laki muslim bernama Marsad bin Abi Marsad yang
memiliki nama Kannaz bin Husain al-Ghanawi saat ia diutus oleh
Rasul menuju Mekah. Di Mekah tersebut Kannaz memiliki kekasih
perempuan kafir Jahiliyah yang dicintainya bernama ‘Annaq.
Lantas perempuan tersebut meminta agar dinikahi oleh Kannaz
namun Kannaz terlebih dahulu meminta izin kepada Rasul untuk
menikahi kekasihnya tersebut. Akhirnya Rasul menolak
permintaan Kannaz tersebut dengan alasan bahwa Kannaz adalah
muslim dan kekasihnya adalah seorang musyrikah.38
Mayoritas ulama seperti ulama Hanafiyyah dan Syafi’iyyah
sepakat mengharamkan dan mengkategorikan sebagai perkawinan
yang batal perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan
musyrik berdasarkan awal dari dalil dalam Q.S. al-Baqarah: 221
tersebut.39 “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan
budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun
dia menarik hatimu.”
Namun mengenai siapa saja yang dimaksud musyrik dalam
ayat tersebut, terdapat tiga pendapat dikalangan ulama. Pendapat
pertama, ayat ini merupakan dalil pengharaman kepada setiap
muslim untuk menikahi perempuan musyrik secara general kecuali
ahli kitab. Ketentuan mengeneralisir makna musyrik dalam ayat ini
karena secara zhahir lafaz musyrik menunjukkan makna umum,
bukan khusus bagi bangsa Arab sebagai subjek yang
melatarbelakangi turunnya ayat ini. Maka digunakan pendekatan
38Ibnu Jarir al-Thabari, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, ( Beirut: Muassasah Al-Risalah, 2006),
cet 1, Juz 3, h. 454 39Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t) Juz 2 h. 33 dan Wahbah Al-
Zuhayli, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, ( Damaskus: Dar Al-Fikr, 120) Cet. 2. Juz 3, h. 120
20
al- ‘ibrah bi ‘umum al-lafzhi la bi khusus al-sabab (yang menjadi
parameter adalah keumuman lafaznya bukan faktor yang
menyebabkan ayat itu turun). Sedangkan pengecualian bagi ahli
kitab disebabkan adanya ayat yang menasakh keharaman menikahi
ahli kitab yaitu dalam Q.S. al-Maidah: 5.40
Demikian juga disampaikan oleh Ibnu Abbas sebagaimana
diikuti oleh Sufyan al-Sauri, Malik bin Anas, Abdurrahman al-
Auza’i dan ahli tafsir bernama Ibnu Munzir.41 Menurut Wahbah al-
Zuhayli yang dimaksud dengan musyrik adalah:
المشركة هي من ليس له كتاب وقيل المشركات هي الكافرات
Musyrik adalah seseorang yang tidak memiliki kitab atau
juga musyrikah adalah kafir.42 Di dalam kitabnya berjudul Fiqh al-
Islam Wa Adillatuhu Wahbah al-Zuhayli juga mendefinisikan
musyrik sebagai berikut:
الحيوان أو النار أو أوالكواكب الصنام كا غيره إلها الله مع تعبد التي هي المشركة
حدة أوالمادية وهي التي تؤمن بالمادة إلها وتنكر وجود الله ول تعترف ومثلها المرأة المل
بالديان السماوية مثل الشيوعية والوجودية والبهائية والفقاديانية
Artinya “Yang termasuk kategori musyrikah adalah orang yang
menyembah Allah bersama Tuhan yang lain, seperti berhala,
bintang-bintang, api, atau binatang dan orang yang tidak
mengakui keberadaan Allah serta tidak mengakui agama samawi
seperti atheis, eksistensial, matrealis, al-Bahai’yyah dan al-
Qadiyaniyyah.” 43
Mazhab Hanafi dan Syafi’i serta mazhab yang lainnya
memasukkan perempuan yang menyembah berhala (watsaniyyah),
40Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir : Mathba’ah al-Halabiy, 1946), Cet.
I, Jilid II, h. 151 41Ibnu Jarir Al-Thabari, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 2006),
Cet 1, Juz 3, h. 455 42Wahbah Al-Zuhayli, Tafsir Al-Munir, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 2009), Cet-10. Juz 1, h. 43Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1984), Cet 2.
Juz 3. h. 151
21
penyembah api (majusi), penyembah matahari atau rembulan serta
perempuan murtad ke dalam golongan perempuan musyrik. 44
Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan musyrik adalah mereka
yang menyembah berhala (watsaniyyah), atheis (zindiqiyyah),
orang yang murtad, penyembah api (majusi), dan penganut aliran
libertin (al-Ibahah) seperti paham wujudiyah.45
Menurut Wahbah al-Zuhayli, penyebab bagi pengharaman
mengawini perempuan musyrik adalah tidak adanya keharmonisan,
ketenangan, dan kerjasama di antara suami-istri dikarenakan
perbedaan akidah. Kemudian, tidak adanya keimanan terhadap
suatu agama membuat seorang perempuan mudah untuk
melakukan pengkhianatan rumah tangga, kerusakan, dan
keburukan. Serta membuat hilang rasa amanah, kelurusan, dan
kebaikan dari dalam dirinya, karena dia mempercayai takhayul dan
imajinasi serta terpengaruh dengan hawa nafsu, dan tabiat diri yang
tidak etis. Karena tidak ada agama yang mengekangnya, dan tidak
ada yang mendorong dia untuk beriman kepada Allah, hari kiamat
hisab, dan kepada kebangkitan.46
Kedua, terminologi musyrik dalam ayat di atas dikhususkan
hanya untuk perempuan musyrik Arab saja. Pendapat ini
dikemudian oleh Ahmad bin Hambal yang dikutip oleh Ibu Katsir
dalam tafsirnya.
وقال أبوبكر الجلل الحنبلي حدثنا محمد بن هارون حدثنا إسحاق بن ابراهيم وأخبرني
محمد بن علي حدثنا صالح بن احمد أنهما سأل أبا عبد الله أحمد بن حنبل عن قول الله
ت العرب الذين يعبدون الثان تعالى )ول تنكحوا المشركات حتى يؤمن ( قال مشركا
Artinya: “Abu Bakr al-Hambali berkata: Muhammad bin Harun
telah menceritakan kepada saya, Ishaq bin Ibrahim telah
menceritakan kepada Muhammad bin Harun. (perpindahan sanad)
44Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 119. 45Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Kitab al-Arabi, 1985) Juz II. h. 99. 46Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 152.
22
Muhammad bin Ali menceritakan kepada saya Shalih bin Ahmad
menceritakan bahwa Salih bin Muhammad dan Muhammad bin Ali
bertanya kepada Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal tentang firman
Allah yang berbunyi “Janganlah kalian menikahi perempuan-
perempuan musyrik). Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan musyrikah pada saat itu adalah perempuan-
perempuan Arab musyrik Arab yang menyembah berhala.”47
Oleh karena itu, Imam Ahmad bin Hambal tidak
memasukan orang majusi atau penyembah api dalam kategori
musyrik.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Qatadah,
seorang mufassir dari kalangan tabi’in, sebagaimana dikutip oleh
Rasyid Ridha, bahwa yang dimaksud musyrikah dalam surah al-
Baqarah : 221 adalah perempuan musyrik Arab ketika Al-Qur’an
diturunkan. Penafsiran ini memakai pendekatan al-‘ibrah bi khusus
al-sabab la bi ‘umum al-lafzhi (yang menjadi parameter adalah
faktor yang menyebabkan ayat itu turun bukan keumuman
lafaznya). Oleh karena itu, keharaman perkawinan hanya berlaku
terhadap perempuan musyrik Arab itu saja, bukan yang lainnya.
Maka dapat disimpulkan tidak adanya larangan menikahi
perempuan musyrik selain bangsa Arab menurut pendapat ini.48
Ketiga, ayat tersebut mencakup seluruh perempuan musyrik
tanpa terkecuali, baik penyembah berhala, majusi, maupun ahli
kitab, tanpa ada ayat yang menasakhnya. Ibn Umar misalnya ia
berpendapat bahwa ahli kitab termasuk dalam kategori musyrik,
karena menurutnya tidak ada kesyirikan yang lebih berat dari pada
perkataan bahwa Tuhan ialah Nabi Isa bukan Allah Swt.49
47Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Dar Thaibah t.t.), Juz 1. h. 221 48Rasyid Ridha,Tafsir al-Manar, (Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1947), Cet. 2, Juz VI, h.
158 49Muhammad ‘Ali al-Sabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam, (Mekah: Dar Alquran, 1972), h. 536.
23
وذكر إبن عطية وقال إبن عباس فى بعض ما روي عنه إن الية عامة فى الوثنيات
والمجوسيات والكتابيات وكل من على غير السلم حرام
“Ibnu Athiyyah menyebutkan bahwa Ibnu Abbas dalam sebagian
riwayat mengatakan bahwa musyrikah dalam ayat diatas
maknanya adalah umum dan mencakup penyembah berhala (al-
Watsaniyyah), penyembah api (majusi) dan ahli kitab”.50
b. Perkawinan Perempuan Muslim dengan Laki-laki Musyrik
Bagian kedua dari Surah al-Baqarah ayat 221 diatas
berbicara tentang larangan perkawinan beda agama antara
perempuan muslim dengan laki-laki musyrik. Potongan ayat yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
و أعجبكمول تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ول
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
perempuan-perempuan mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu.”
Mengenai ayat diatas, Ibnu Jarir al-Thabari menyebutkan
bahwa Ulama sepakat bahwa perkawinan perempuan muslim
dengan laki-laki nonmuslim hukumnya haram.51 Hal yag sama
dikemudian oleh Wahbah Al-Zuhayli dalam Fiqh Islam Wa
Adillatuhu. Imam Al-Kassani mengatakan:
الكافر لقوله تعالى )ول تنكحوا المشركين( ولن فى إنكاح فل يجوز إنكاح المؤمنة
المؤمنة الكافر خوف وقوع فى الكفر والنساء فى العادة يتبعن الرجال
“Menikahkan perempuan muslim (mukminah) dengan
orang kafir itu tidak diperbolehkan karena firman Allah yang
melarang itu dan perkawinan semacam itu menimbulkan
50Ibnu Jarir Al-Thabari, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 2006),
Cet- 1, h. 456 51Ibnu Jarir Al-Thabari, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, h. 221.
24
kehawatiran terjerumusnya perempuan dalam kekufuran dan
biasanya seorang perempuan tunduk patuh terhadap suami.”52
Selain itu Imam Syafi’i menegaskan dalam Al-Umm:
للمرأة المسلمةوقد اجتمع الناس على حرمة نكاح الرجل غير المسلم
“orang-orang telah sepakat keharaman perkawinan beda
agama antara perempuan muslim dengan laki-laki non muslim.”53
Pendapat semua itu berdasarkan pada Q.S. al-Baqarah: 221
yang artinya: “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan perempuan-perempuan mukmin) sebelum mereka
beriman.” Dan sebagaimana juga didasarkan pada Q.S. al-
Mumtahanah:10 “Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada
halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka.”
Alasan utama pengharaman perkawinan perempuan muslim
dengan laki-laki nonmuslim adalah adanya kekhawatiran
perempuan muslim akan menjadi kafir dengan mengikuti ajaran
agama suaminya, sebab suami mempunyai peran yang lebih
dominan sebagai kepala keluarga dan lebih berkuasa atas istrinya.
Dan kekafiran inilah yang akan menjerumuskan perempuan
muslim ke dalam api neraka.54
Quraish Shihab menyatakan bahwa larangan perkawinan
antara perempuan muslim dengan laki-laki ahli kitab diisyaratkan
oleh Al-Qur’an sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. al-
Maidah: 5 yang hanya berbicara tentang kebolehan perkawinan
52Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badaa’i Al-Shanai’, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyyah: 1424) Cet-2, Juz 2, h. 271 . 53Muhammad bin Idri Al-Syafii, Al-Um, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah: 2001) Juz 5. h.
148 54Dengan dalil isyarat hal ini di penghujung ayat ini, "Mereka mengajak ke neraka." (al-
Baqarah: 221). Maksudnya mengajak para perempuan mukminah kepada kekafiran. Ajakan
kepada kekafiran adalah ajakan kepada api neraka. Lihat Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1984), Cet- 2. Juz 3. h. 152
25
antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab dan tidak
menyinggung sebaliknya. Sehingga seandainya perkawinan
semacam itu dibolehkan pasti ayat tersebut akan menegaskannya.55
c. Perkawinan Laki-laki Muslim dengan Perempuan Ahli kitab.
Ulama sepakat bahwa perkawinan antara laki-laki muslim
dengan perempuan ahli kitab hukumnya boleh berdasarkan (Q.S.
al-Maidah: 5).56 Pendapat serupa dikemukakan Ibn Qudamah, ia
berkata, “Tidak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai
kebolehan menikahi perempuan-perempuan ahli kitab.” 57 Al-
Jashas juga berpendapat, “Kami tidak menemukan seorang pun
dari Sahabat dan Tabi’in yang mengharamkan menikahi ahli
kitab.”58
Yusuf Qardhawi berpendapat telah tepatlah pendapat
jumhur yang membolehkan menikahi perempuan ahli kitab dengan
tiga alasan: pertama, Q.S. al-Maidah: 5 itu turun setelah Q.S. al-
Baqarah: 221, sehingga tidak mungkin Q.S. al-Maidah: 5 dinasakh
oleh Q.S. Al-Baqarah : 221; kedua, Q.S. al-Baqarah: 221 dan Q.S.
al-Mumtahanah :10 adalah umum, tetapi ditakhsis oleh Q.S. Al-
Maidah: 5; ketiga, lafaz musyrik dalam Q.S. al-Baqarah: 221 tidak
mencakup lafaz ahli kitab sama sekali dalam bahasa al-Qur'an.
Untuk menguatkan pendapatnya yang ketiga ini, ia mengemukakan
dalil dalam al-Qur'an yang memang membedakan keduanya seperti
Q.S. al-Bayyinah: 159
ين حتى تأتيهم البي نة لم يكن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين منفك
Artinya : “Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang
musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan
(agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.”
55M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), h. 261 56Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 152. 57Ibn Qudamah, Al-Sharh al-Kabir ‘ala Matan al-Mughni, (Suriah: Dar al-Bayan, t.t) Jilid VII
h. 500 58Abu Bakar al-Jashas, Ahkam al-Qur’an, Jilid I, h. 393 59Dr.Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Mutakhir, (Jakarta: Yayasan al-Hamidy, 1996) h. 592
26
Meskipun jumhur ulama menyatakan bahwa perkawinan
seorang muslim dengan perempuan ahli kitab hukumnya boleh dan
tidak dilarang, akan tetapi menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
serta menurut mazhab Hambali menikah dengan perempuan ahli
kitab dan ahli Dzimmah hukumnya makruh.60 Hal ini dilandaskan
pada pendapat Umar bin Khattab yang melarang perkawinan
dengan perempuan ahli kitab, ia berpandangan meskipun dalam
Al-Qur’an terdapat kebolehan mengenai hal tersebut, menikahi
perempuan ahli kitab akan membawa kemafsadatan bagi umat
Islam karena laki-laki muslim akan berbondong-bondong menikah
perempuan ahli kitab dan membiarkan para perempuan muslim
menjadi perawan tua serta adanya kekhawatiran terbongkarnya
rahasia negara karena informasi mereka.
Alasan lain yaitu tentang parenting anak-anak yang
berpotensi akan mengikuti akidah dan adat nonmuslim seperti
ibunya.61 Dengan berbagai alasan ini, Umar melarang para Sahabat
untuk menikahi ahli kitab. Ia menulis surat kepada Hudzaifah ibn
Yaman saat menjadi gubernur agar menceraikan istrinya yang ahli
kitab.62
Namun, yang masih menjadi perdebatan di kalangan ulama
hingga saat ini adalah mengenai siapa saja yang termasuk ahli kitab
menurut Al-Qur’an. Setidaknya terdapat tiga pendapat mengenai
hal ini :
a. Pendapat jumhur ulama yang memaknai ahli kitab hanyalah
mereka yang memegang kitab Taurat dan Injil, yaitu orang
Yahudi dan Nasrani. Berdasarkan firman Allah SWT.
فلين ب على طائفتين من قبلنا وإن كنا عن دراستهم لغ أن تقولوا إنما أنزل ٱلكت
60Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, . h. 152 61Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 154 62 Rusli Hasbi, Rekonstruksi Hukum Islam: Kajian Kritis Sahabat Terhadap Ketetapan
Rasulullah Saw, (Jakarta: Al-Irfan Publishing, 2007), h. 154
27
Artinya: “(Kami turunkan Al-Qur’an itu) agar kamu (tidak)
mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua
golongan saja sebelum kami (Yahudi dan Nasrani), dan
sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka
baca.” (Q.S. al-An’am [6]: 156)
Ulama Syafiiyah menambahkan ketentuan yaitu 1)
Perempuan ahli kitab haruslah berasal dari kalangan Bani
Israil. Dengan demikian tidak sah apabila menikahi perempuan
ahli kitab di luar kalangan Bani Israil, walaupun ia perempuan
Yahudi atau Nasrani. 2) Nenek moyang perempuan tersebut
diyakini telah masuk ke dalam agama Yahudi atau Nasrani
sebelum diutusnya Nabi Muhammad dan sebelum Taurat dan
Injil dipalsukan oleh manusia. Atau 3) Setelah adanya
pemalsuan Taurat dan Injil, namun keluarga mereka masih
berpegang teguh pada Taurat dan Injil yang asli. Jika salah satu
kategori ini terpenuhi, maka perempuan ahli kitab boleh
dinikahi.63
Meskipun ulama Syafi’iyah memberikan batasan terkait
ketentuan ahli kitab. Namun, ulama lain selain Syafi’iyah
berpandangan bahwa siapapun mereka, dari Bani Israil atau
tidak, asalkan beragama seperti ahli kitab (Yahudi dan
Nasrani), maka mereka termasuk ahli kitab di mana
perempuannya halal dinikahi. Argumentasi ini berlandaskan
pada tiga alasan yaitu : 64 pertama, Q.S. al-Maidah: 5 tidak
mensyaratkan keharusan perempuan ahli kitab berasal dari
kalangan Bani Israil.
Kedua, Nabi Muhammad SAW menerapkan kewajiban
jizyah (pajak) atas mereka. Ini menunjukkan bahwa kriteria
seseorang disebut ahli kitab atau bukan didasarkan pada
63Syihabuddin Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyyah, 2003), Cet- 2 Juz 6, h. 13. 64 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 159
28
agamanya, bukan nenek moyangnya. Yaitu, apakah nenek
moyang mereka itu ketika pertama kali masuk Yahudi atau
Nasrani kitabnya masih asli ataukah sudah mengalami
perubahan (tahrif) dan pergantian (tabdiil).
Ketiga, ayat-ayat Al-Qur’an pertama kali turun pada
Nabi Muhammad SAW dan berbicara mengenai Yahudi dan
Nasrani menggunakan istilah ahli kitab. Padahal, pada
kenyataanya mereka sudah menyimpang dari ajaran agama
yang sebenarnya. Di sisi lain, mereka juga bukan orang yang
menjalankan agama mereka yang murni. Artinya ahli kitab
tidak terkait kriteria tertentu, kecuali mengacu pada agamanya.
b. Pendapat kedua, Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa ahli
kitab tidak hanya terbatas pada Yahudi dan Nasrani saja,
melainkan juga termasuk siapapun yang mempercayai salah
seorang Nabi, atau kitab yang pernah diturunkan Allah, maka
ia termasuk ahli kitab. Jika ada satu kelompok yang hanya
percaya pada Suhuf Ibrahim atau Zabur yang diberikan kepada
Nabi Dawud saja, maka ia pun termasuk dalam jangkauan
pengertian ahli kitab.65
c. Adapun pendapat ketiga, yang dianut sebagian kecil ulama
salah satunya Rasyid Ridha yang menyatakan bahwa setiap
umat yang memiliki kitab yang dapat diduga sebagai kitab suci,
maka mereka juga dicakup oleh pengertian ahli kitab seperti
halnya Majusi, Shabi’un, Hindu, Buddha, Konghucu, Sinto,
dan lain-lain. Hal ini menurutnya juga berdasarkan fakta
sejarah serta penjelasan dan pernyataan dari Al-Qur’an sendiri,
bahwa setiap umat mempunyai rasul yang diutus kepada
mereka oleh Allah SWT. Mereka juga memiliki kitab suci yang
dibawa oleh nabi mereka, hanya saja terjadi penyelewengan
(tahrif) terhadap kitab suci tersebut sebagaimana terjadi pada
65 M Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 369.
29
kitab suci Yahudi dan Nasrani. Maka selama agama-agama ini
percaya kepada keesaan Tuhan, maka ia termasuk kedalam
golongan ahli kitab.66
Rasyid Ridha berpandangan dengan dibolehkannya
mengawini perempuan ahli kitab dengan laki-laki muslim,
maka laki-laki muslim dapat mencerminkan nilai-nilai
keislaman yang penuh cinta kasih terhadap sesama manusia
dan kemudahan menjalankan syariat-Nya. Jika muamalah sang
suami (laki-laki muslim) bagus terhadap sang istri (perempuan
ahli kitab), maka itu adalah pertanda bahwa agama yang dianut
sang suami adalah agama yang mengajak kepada kebenaran,
dan ke jalan yang lurus, agama yang mengajarkan pemeluknya
untuk bersikap adil kepada sesama muslim dan nonmuslim,
agama yang mengajarkan lapang dada dalam bermuamalah
dengan orang orang yang berbeda. Maka diharapkan laki-laki
muslim ini dapat membawa istrinya secara perlahan untuk
menjadi mualaf. Oleh karena itu, meskipun dibolehkan Rasyid
Ridha mensyaratkan laki-laki yang akan menikahi perempuan
ahli kitab haruslah mantap secara agama sehingga ia tidak akan
terjerumus menjadi kafir.67
5. Perkawinan Beda Agama Menurut Fatwa Majelis Ulama
Indonesia
Terkait permasalahan perkawinan beda agama MUI
sebagaimana Fatwanya dalam Munas II tahun 1400/1980 dan
dikuatkan dengan Fatwanya Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
menegaskan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak
66Rasyid Ridha,Tafsir al-Manar, h. 159 67Rasyid Ridha,Tafsir al-Manar, h. 160
30
sah. Perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab,
menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.68
MUI mengamini bahwa memang terdapat perbedaan pendapat
tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli
kitab berbeda dengan keharaman perkawinan perempuan muslim
dengan laki-laki nonmuslim yang bersifat mutlak, Namun MUI
mempertimbangkan bahwa mafsadah perkawinan beda agama lebih
besar daripada maslahatnya, maka Majelis Ulama memfatwakan
perkawinan tersebut hukumnya haram.69
Dalil yang digunakan diantaranya adalah Q.S. al-Nisa’(4): 3,
Q.S. al-Nisa (4): 25, Q.S. al-Rum (30): 21, Q.S. al-Tahrim (66): 6,
Q.S. al-Maidah (5): 5, Q.S. al-Baqarah (2): 221 dan Q.S. al-
Mumtahanah (60): 10.
MUI juga bersandar pada sebuah hadis Nabi yang berbunyi :
ين تربت يداك نكح الم رأة لربع: لمالها، ولحسبها، ولجمالها، ولدينها، فاظفر بذات الد
”Perempuan itu (boleh) dinikahi karena empat hal: (1) karena
hartanya (2) karena (asal-usul) keturunan-nya (3) karena
kecantikannya (4) karena agamanya. Maka hendaklah kamu
berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam;
(jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu". (Hadis riwayat
Muttafaq alaih dari Abi Hurairah r.a.)
Dan kaidah fikih yang menjadi rujukan yaitu :
درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح
“Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada
menarik kemaslahatan.”
68Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan
Beda Agama 69Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Munas II Tahun 1400/1980 Tentang Perkawinan
Campuran
31
6. Perkawinan Beda Agama Menurut Kompilasi Hukum Islam.
Secara resmi Kompilasi Hukum Islam merupakan mahakarya
ulama dalam menemukan hukum dengan karakteristik yang cocok
dengan masyarakat Indonesia.70
Mengenai perkawinan beda agama KHI dengan tegas
melarangnya. Ketentuan ini sebagaimana tertulis dalam Pasal 40 yang
berbunyi “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria
denagn seorang perempuan karena keadaan tertentu: a) karena
perempuan yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan
pria lain; b) seorang perempuan yang masih berada dalam masa
iddah dengan pria lain; c) seorang perempuan yang tidak beragama
Islam.” Dan Pasal 44 KHI yang berbunyi : “Seorang perempuan Islam
dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam.”
Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesepakatan
ulama Indonesia setelah mengkaji dalam tataran akademis atas
berbagai pendapat ulama maupun pertimbangan dari segi social
culture masyarakat Indonesia, perkawinan beda agama dianggap
bertentang dengan dua aspek tersebut sehingga ulama sepakat
mengharamkannya.
B. Ketentuan Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif.
1. Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
hukum perkawinan Indonesia diatur dalam berbagai aturan yang
berlaku sesuai dengan golongan penduduk sebagai berikut: 1) Bagi
orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku Hukum
Agama apabila mengehendakinya (Pasal 134 ayat (2) Indische
Staatsregeling (IS). 2) Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku
70 Cik Hasan Basri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum
Nasional, (Jakarta: Logos, 1999), h. 9
32
Hukum Adat. 3) Bagi orang Indonesia yang beragama Kristen berlaku
Huwelijke Ordonantie (Kristen Indonesia S. 1933 No. 74). 3) Bagi
orang Timur Asing. Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina
berlaku ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan
sedikit perubahan. 4) Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan
warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut
berlaku Hukum Adat mereka. 5) Bagi orang-orang Eropa dan warga
negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka
berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.71
Apabila terjadi perkawinan antar golongan yang tunduk pada
hukum yang berlainan tersebut yang disebabkan karena perbedaan
agamanya, kewarganegaraannya, atau perbedaan asalnya
(keturunannya) maka digunakanlah Peraturan Perkawinan Campuran
yaitu Staatblad 158 tahun 1898 atau Regeling op de Gemengde
Huwelijken (GHR). 72
Dalam Pasal 7 GHR diatur bahwa perbedaan-perbedaan
tersebut bukan menjadi penghalang terhadap perkawinan. Dapat
disimpulkan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
perkawinan beda agama dianggap sah, karena pola pengaturan Belanda
yang memisahkan antara hukum agama dan hukum negara.73 Secara
historis, unifikasi hukum perkawinan Indonesia yang berlaku secara
nasional hampir saja mewarisi ketentuan dalam GHR yang melegalkan
perkawinan beda agama sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 ayat (2)
Rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 yang berbunyi:
“Perbedaan karena kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat
asal, agama/kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang
71Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam; Suatu Analisis Dari UU No.1 Tahun 1974 Dan
Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 55. 72 Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia: Pro-Kontra
Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), h. 79 73Alyasa Abubakar, Perkawinan Muslim Dengan Non-Muslim, (Aceh: Dinas Syariat Islam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008), h. 26
33
perkawinan.” Pasal ini merupakan konsekuensi dari Pasal sebelumnya
yaitu pasal 2 ayat (1) yang hanya memberikan ruang bagi negara dan
tidak melibatkan agama untuk mengesahkan perkawinan. “Perkawinan
adalah sah apabila dilakukan dihadapan pegawai pencatat
perkawinan, dicatatkan dalam daftar pencatat perkawinan oleh
pegawai tersebut, dan dilangsungkan menurut ketentuan Undang-
undang ini dan/atau ketentuan hukum perkawinan fihak-fihak yang
melakukan perkawinan, sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.”
Namun adanya rumusan tersebut menuai kecaman keras dari
kelompok Islam, karena bagi umat Islam perkawinan bukan hanya
sebagai peristiwa perdata yang bersifat administratif melainkan juga
peristiwa agama yang mengharuskan terpenuhinya rukun dan syarat
yang diatur oleh agama. Maka rumusan ini dapat membawa potensi
praktik perkawinan sah oleh hukum sipil, namun tidak sah menurut
agama. 74 Oleh karena itu, negara harus melibatkan agama dalam
proses mengesahkan perkawinan termasuk menghapus rumusan
kebolehan perkawinan beda agama apabila agama melarang hal
tersebut.
Setelah mendapatkan banyak kritik dari berbagai kelompok
masyarakat melalui fraksi-fraksi di DPR, pemerintah akhirnya
mencabut dan merevisi beberapa rumusan pasal dalam RUU
Perkawinan yang bertentangan dengan hukum agama, dan kemudian
mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang telah
disepakati bersama dan disahkan tanggal 2 Januari 1974.75
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan peranan
besar bagi agama dan kepercayaan masing-masing calon mempelai
untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan sebagaimana tertuang
74Muhammad Kamal Hassan, Muslim Intellectual Responses to “New Order” Moderenization
in Indonesia diterjemahkan Ahmadie Thaha, Modernisasi Indonesia : Respon Cendekiawan
Muslim (Jakarta : Lingkaran Studi Indonesia,1987), h. 190. 75Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2005) h. 368
34
dalam Pasal 2 UU Perkawinan, yaitu “Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.”
dilanjutkan Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”. Menurut Mahkamah Konstitusi Pasal 2 ayat (2) tersebut
hanya merupakan kewajiban administratif dan pencatatan perkawinan
bukanlah penentu dari sahnya perkawinan melainkan pemenuhan
syarat dari agama masing-masing pasangan calon mempelailah yang
menentukan.76
Namun masih terdapat celah hukum lain dalam UU Perkawinan
yang mengandung multi tafsir tepatnya pada Pasal 66 yang
menyatakan bahwa “Dengan berlakunya UU ini, ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk
Ordonantie Christen Indonesiers, S. 1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campur (Regeling op de Gemengde Huwelijk S. 158
tahun 1898), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang
perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan
tidak berlaku.”
Dari ketentuan Pasal 66 tersebut, dapat dinyatakan bahwa
ketentuan perkawinan beda agama dalam GHR tidak berlaku lagi,
sedangkan perkawinan campur dalam UU Perkawinan memiliki
rumusan yang berbeda. Namun, dari Pasal 66 tersebut, terdapat
beberapa ahli hukum yang mengatakan bahwa terdapat kekosongan
hukum tentang perkawinan campuran beda agama. UU Perkawinan
tidak mengatur tentang perkawinan campuran beda agama, sedangkan
bunyi pasal 66 menyatakan bahwa peraturan perkawinan lama tidak
berlaku selama telah diatur oleh UU Perkawinan ini dalam Pasal 57
76 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
35
UU Perkawinan, yang tidak mengatur tentang perkawinan antar
agama.77
2. Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Lahirnya Undang – Undang Administrasi Kependudukan yang
dilandaskan pada sebuah kesadaran bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status
pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan
peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia yang berada
di dalam dan/atau luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.78
Hal ini terejawantahkan dalam Pasal 2 Undang-Undang
tersebut bahwa “Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:
a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang sama dalam
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c. perlindungan atas
Data Pribadi; d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen.” 79
Hadirnya undang-undang ini diharapkan mampu untuk mengakomodir
seluruh kepentingan administrasi pendudukan bagi warga negara
Indonesia tanpa adanya diskriminasi termasuk dalam pencatatan
perkawinan.
Dimana dalam Pasal 34 UU tersebut juga mengakomodir
perkawinan berbeda agama yang sebelumnya tidak mempunyai
kepastian hukum dan sulit mendapatkan pengesahan perkawinan oleh
negara. “Pencatatan perkawinan sebagai mana dimaksud dalam Pasal
34 berlaku pula bagi: a. perkawinan yang ditetapkan oleh
77Sri Wahyuni, Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Hak Asasi Manusia In Right :
Jurnal Agama dan Hak Azasi Manusia, Vol. 1, Nomor 1. 2011. h. 139 78 Poin Konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124) 79 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124)
36
Pengadilan.” 80 Penjelasan Pasal 35 Huruf a ini menyebutkan, “Yang
dimaksud dengan ‘Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan’
adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama”.
Karena perkawinan beda agama meupakan perkawinan yang
tidak memiliki akta perkawinan maka berlaku Pasal 36 Undang-
Undang aquo. “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan
Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adan
penetapan pengadilan.”
Berdasarkan ketentuan tersebut maka bagi pasangan beda
agama yang ingin mencatatkan perkawinannya harus terlebih dahulu
mengajukan permohonan penetapan perkawinan ke Pengadilan Negeri
kemudian baru mencatatkannya ke Kantor Catatan Sipil.81 Ketentuan
ini sejalan dengan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Perkawinan bahwa
Kantor Catatan Sipil dapat melangsungkan atau membantu
melangsungkan perkawinan apabila diperintah oleh Pengadilan. 82
Lahirnya kebolehan KCS untuk mencatatkan perkawinan beda agama
juga tidak terlepas dari adanya yurisprudensi Mahkamah Agung dalam
Putusan Nomor 1400K/PDT/1986 yang memerintahkan Pegawai
Pencatat pada Kantor Catatan Sipil untuk melangsungkan perkawinan
antara pasangan beda agama setelah dipenuhi syarat-syarat perkawinan
menurut Undang-Undang. 83
Prosedur ini berbeda apabila pasangan beda agama menikah di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana negara
tersebut tidak menjadikan persamaan iman sebagai syarat sah
perkawinan, maka pasangan beda agama tidak perlu untuk meminta
penetapan pengadilan, karena berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang
80 Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124) 81Pasal 69 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil. 82 Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1) 83Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400K/PDT/1986 perihal Permohonan Izin Pernikahan
Beda Agama antara AVGP (Islam) dan APHN (Kristen)
37
Adminstrasi Kependudukan pasangan yang menikah di luar negeri
hanya diminta untuk melaporkan peristiwa perkawinannya dengan
membawa kutipan akta perkawinan.
3. Perkawinan Beda Agama Menurut Hak Asasi Manusia.
Pasal 28 B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.84 Amanat konstitusi ini tertuang dalam Pasal 10 ayat 1 dan 2
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.85
Pasal 10 berbunyi ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk suatu
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”
dan ayat (2) “Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas
kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam penjelasan Pasal 10 UU ini dijabarkan bahwa yang
dimaksud dengan perkawinan yang sah adalah perkawinan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
dan yang dimaksud dengan kehendak bebas adalah kehendak yang
lahir dari niat yang suci tanpa paksaan, penipuan, atau tekanan apapun
dan dari siapapun terhadap calon suami dan atau calon istri.86
Dari ketentuan hukum di atas dapat disimpulkan bahwa hak
memilih pasangan hidup tidak semerta-merta diberikan hanya kepada
setiap orang, melainkan tetap harus sejalan dengan ketentuan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan termasuk persyaratan
perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang mengharuskan setiap perkawinan dilakukan
berdasarkan ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing.
84Pasal 28 B ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 85Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169) 86Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169)
38
Namun, di sisi lain perkawinan yang merupakan salah satu
bentuk ibadah dalam suatu hukum agama dianggap merupakan forum
internum yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk negara.
Forum internum mencakup kekebebasan individu untuk memilih
agama dan kepercayaan tertentu yang diyakininya dan untuk
menganutnya serta melaksanakan agamanya dan kepercayaanya di
dalam lingkup privat. 87
Sebagaimana jaminan beberapa pasal dalam konstitusi yang
mengatui tentang kebebasan beragama. Pasal 28E ayat (1) “Setiap
orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.” Dan ayat (2) “Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Pasal 28 I ayat (1) “Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” Pasal 29 ayat (2)
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.”
Kerancuan ini kemudian dijawab oleh Mahkamah Konstitusi
dalam putusannya Nomor 68/PUU-XII/2014 bahwa dalam perkawinan
agama menjadi landasan dan negara mempunyai kepentingan. Agama
menjadi landasan bagi komunitas individu yang menjadi wadah
kebersamaan pribadi-pribadi dalam hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa serta turut bertanggung jawab terwujudnya kehendak Tuhan
87Alasan Pemohon dalam Uji Materil Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Putusan
MK Nomor 68/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
39
Yang Maha Esa untuk meneruskan dan menjamin keberlangsungan
hidup manusia sementara negara berperan untuk menjamin kepastian
hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan perkawinan. Perkawinan
tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal semata, tetapi juga harus
dilihat dari aspek spiritual dan sosial. Oleh karena itu, agama
menetapkan legalitas perkawinan, sedangkan Undang-Undang
menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.88
Pembatasan HAM ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 J
ayat (2) UUD 1945 bahwa “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.” 89
88 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 89Pasal 28 J ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
40
BAB III
PROFIL YAYASAN HARMONI MITRA MADANIA
A. Profil Yayasan Harmoni Mitra Madania
Harmoni Mitra Madania Harmoni Mitra Madania adalah sebuah
lembaga yang didedikasikan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
berdaya dalam bidang pendidikan, ekonomi, social, dan kebudayaan.
Didirikan pada tanggal 17 Agustus 2012 untuk memperjuangkan
kehidupan yang sejahtera, adil, damai, harmoni, dan bermartabat bagi
semua orang dalam kerangka hak-hak asasi manusia. Yayasan Harmoni
Mitra Madania yang berlokasi di Jakarta Selatan ini didirikan oleh
Achmad Nurcholish, Pujianto, Iradatul Aini, dan Lini Zurlia dengan visi
misi sebagai berikut :
Visi
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, damai,
berkeadilan, setara, harmoni, dan dalam kerangka hak-hak asasi
manusia.
Misi:
1. Membantu upaya mewujudkan masyarakat yang berdaya di
bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan secara
berkelanjutan.
2. Memperjuangkan kehidupan masyarakat yang sejahtera,
adil, damai, harmoni, dan bermartabat dalam kerangka hak-
hak asasi manusia.
41
Struktur Organisasi :
B. Profil Pendiri dan Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania
Beikut ini adalah profil pendiri dan Ketua Yayasan harmoni Mitra
Madania:
Nama : Ahmad Nurcholish
Tempat Tanggal Lahir: Grobogan, 7 November 1974
Riwayat Pendidikan : 1. Program Pascasarjana Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
2. Program Strata 1 Fakultas Tarbiyyah STAI
Nida el-Adabi Jakarta
3. Program Strata 1 Program Studi Manajemen
Informatika STMIK (Universitas) Budi
Luhur Jakarta
4. Pondok Pesantren Al-Faqih Purwodadi,
Grobogan Jawa Tengah
Ketua Umum
Ahmad Nurcholish
Ketua Bid. Pendidikan dan Kebudayaan
M. Muhlisin
Ketua Bid. Ekonomi dan Sosial
S. Khairunnisa
Ketua Bid. Advokasi Hak Asasi Manusia
Shoim Asyhar
Sekretaris Umum
Frangky Tampubolon
Bendahara Umum Sanda Nur
42
5. Madrasah Aliyah Sunniyah Selo, Grobogan
Jawa Tengah
6. Madrasah Tsanawiyah Sunniyah Selo,
Grobogan Jawa Tengah
7. Madrasah Ibtidaiyah Sunniyah Selo,
Grobogan Jawa Tengah
Riwayat Pekerjaan : 1. Trainer dan motivator PT. Ifaria Gemilang
(Tangsel, 2005-2006)
2. Kontibutor Syari’ah Online (2007-2008)
3. Redaktur Pelaksana Majalah I-Fashion
(2008-2009)
4. Pemimpin Redaksi majalah INTREPRNEUR
(2009-2011).
5. Narasumber di berbagai diskusi, seminar, dan
workshop bertema sosial-keagamaan dan
peacebuilding, juga pernah menjadi
narasumber di sejumlah radio dan televise
swasta, seperti Tri Jaya FM,MS Tri FM,
KBR 68H, Green Radio FM, Lite FM, RPK
FM, Heartline FM, Star Radio FM, Smart
FM, Q-TV, MTA-TV, TEMPO TV, NET-
TV, Metro TV, BBC, Asumsi.co, Vice
Indonesia, kumparan.com, dan CNN
Indonesia
6. Penulis di sejumlah media, baik cetak
maupun online seperti Memoar cintaku
(LKis, 2004); Pendidikan Agama Islam
Berwawasan Multikultural (STAI Nida el-
Adabi, 2005); Ciptakan Nilai, Kunci Hidup
Sukses dan Maksimal [bersama Hartono dan
43
Jarot Wijanarko] (HHK: 2007); Perkawinan
Beda Agama (ICRP-Komnas HAM, 2005 &
2010); Enterpreneur Sejati, Menciptakan
nilai, Kisah Sukses Tanu Sutomo (HHK,
2008); 60 Pengusaha Sukses Bersama IFA
(IFA, 2008); Kado Cinta Bagi Pasangan
Nikah Beda Agama (Gramedia, 2008);
Melawan Kekerasan Atas Nama Agama
(ICR, 2011); FIQH Keluarga Lintas Agama
(Kaukaba, 2013); Menggapai Ridha Ilahi
Meraih Kehidupan Harmoni (Rausyan Fikr,
2013); Pendidikan HAM, Demokrasi, dan
Konstitusi Bagi Penyuluh Agama-agama
(ICRP-Hanns Seidel Fondation, 2014);
Agama Cinta : Menyelami Samudra Cinta
Agama-agama (Elex Media, 2015);
Seksualitas & Agama: Kesehatan Reproduksi
dalam Perspektif agama-agama (Elex Media,
2015); Peace Education dan Pendidikan
Perdamaian Gus Dur (Elex Mdia, 2015);
Antara Tuhan dan Peluru Serdadu (Gramedia
Pustaka Utama, 2016); Merajut Damai dalam
Kebhinekaan (Elex Media, 2017); Celoteh
Gusdur : 22 ujaran Bijak Sang Guru Bangsa
(Elex Media, 2018); Celoteh Romo Magnis
(Elex Media, 2018); Djohan Effendi; Cerita
Para Sahabat (ICRP, 2018); Celoteh RA
Kartini (Elex Media, 2018); Celoteh Buya
Syafi’I (Elex Media, 2018); Celoteh Gus Mus
(Elex Media, 2018)
7. Ketua program Peace Train Indonesia 2017
44
8. Trainer program Pelatihan Juru Bicara
Pancasila 2018.
9. Deputy Direktur Indonesia Conference
Religius and Peace (ICRP)
10. Narasumber diskusi seminar atau workshop,
serta trainer dan motivator untuk pelatihan-
pelatihan peacebuilding; pelatihan menulis
dan jurnalistik.
11. Pengurus Yayasan Cahaya Guru Jakarta.
12. Pengajar “Religious Studies” Universitas
Prasetiya Mulya, BSD City Tangerang.
13. Tim Pengasuh Pesantren Fatihatul Qur’an,
Bogor.
14. Ketua Umum Yayasan Harmoni Mitra
Madania, Jakarta.
45
BAB IV
PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DI YAYASAN
HARMONI MITRA MADANIA
A. Praktik Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania.
Yayasan Harmoni Mitra Madania merupakan lembaga nirlaba yang
menangani kegiatan-kegiatan sosial dari sebuah perusahaan bernama
Harmoni Mitra Persada. 90 Pada awalnya, bentuk kegiatan sosial untuk
membantu masyarakat berupa pemberdayaan ekonomi dan pelatihan
kepenulisan dan jurnalistik, namun karena kebetulan salah satu
personilnya selama ini bergiat di bidang advokasi hak-hak sipil, termasuk
dalam hal perkawinan beda agama, maka lembaga ini pun menangani
persoalan yang terkait dengan masalah tersebut. Bentuk bantuan yang
ditawarkan berupa konsultasi, mediasi orang tua, fasilitasi berupa
penyiapan penghulu pendeta dan pengurusan catatan sipil.91
Alasan Yayasan Harmoni Mitra Madania membantu pasangan
beda agama melangsungkan perkawinan selain untuk membantu
masyarakat yaitu karena berlandaskan pada Pasal 2 Ayat 1 UU
Perkawinan bahwa pengesahan perkawinan menjadi otoritas agama.
Sedangkan, pada tiap agama terdapat tafsir yang membolehkan
perkawinan beda agama tersebut, termasuk dalam agama Islam. Selain itu,
landasan hukum lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
juga yang mengandung kebolehan perkawinan beda agama. Serta
kebebasan memilih pasangan hidup dan berkeluarga yang diatur dalam
90Achmad Nurcholish, Pernikahan Beda Agama dan Jaminan Kebebasan Beragama di
Indonesia, Jakarta: Jurnal HAM Komnas HAM, 2014. 91Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021.
46
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.92
Jumlah pasangan yang terbantu dengan program perkawinan beda
agama sejak Yayasan berdiri sampai tahun 2020 berjumlah 1220 yang
berasal dari seluruh Indonesia. Dengan rata-rata perbulan mencapai 8 – 12.
Dengan puncak tertinggi di bulan desember 2020 yang mencapai 31
pasangan. Tidak hanya melayani perkawinan beda agama antara WNI,
Yayasan juga terbuka untuk WNA.93
Motivasi pasangan yang menikah beda agama di Yayasan ini ialah
karena perbedaan agama tidak menjadi masalah dalam hubungan mereka
apalagi jika salah satu pasangannya beragama ahli kitab sehingga ajaran
ketuhanannya dianggap masih pada sumber yang sama.94 Alasan lainnya
ialah karena telah merasa cocok dan beranggapan bahwa pasangan beda
agama yang dinikahinya kini merupakan takdir Tuhan yang harus dijalani.
Terlebih perkawinan beda agama juga pernah beberapa kali terjadi di masa
Nabi Muhammad SAW.95 Salah satu alasan mengapa pasangan WNI dan
WNA yang salah satunya telah menjadi muallaf namun tetap memutuskan
untuk menikah di Yayasan Harmoni Mitra Madania ialah karena alasan
adminstratif. Di negara asalnya yaitu di Malaysia apabila seseorang telah
menjadi muslim maka anak-anaknya harus mengikuti agama ayahnya.
Namun, karena pasangan ini menerapkan prinsip kebebasan beragama
untuk anak-anaknya dan demi memudahkan anak-anaknya untuk memilih
agama yang diyakininya di masa depan maka mereka memutuskan untuk
92Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 93Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 94DM (Islam)– IFW (Katolik), Pelaku Nikah Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra Madania,
Interview Pribadi via Direct Message Instagram, 16 Januari 2021. 95DKHK ( Islam) – ML (Katolik), Pelaku Nikah Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania, Interview Pribadi via Telefon Whatsapp, 17 Januari 2021.
47
menikah secara Islam namun secara administratif status perkawinannya
tetap berbeda agama.96
a. Konsultasi dan Pendaftaran
Calon pasangan dengan sangat mudah mendapatkan informasi
tentang jasa perkawinan beda agama oleh Yayasan Mitra Madania melalui
internet baik dari website resmi Yayasan di nikahbedagama.org, ulasan
media online seperti kumparan, detik.com atapun content creator Youtube
yang pernah wawancara dengan Achmad Nurcholish, serta ulasan para
pasangan yang berhasil menikah di Yayasan ini yang menuliskannya di
media sosial.97
Lembaga ini menerima konsultasi, baik yang datang langsung ke
kantor maupun melalui surat elektronik, website, media sosial maupun
telepon. Namun sangat jarang calon pasangan yang datang langsung ke
Yayasan, biasanya pertemuan terjadi pasca komunikasi terlebih dahulu
melalui konsultasi secara online.98
Dalam tahapan konsultasi khususnya bagi calon pasangan yang
salah satunya beragama Islam pihak yayasan akan menjelaskan bahwa
terdapat 3 pandangan terkait hukum perkawinan beda agama. Pertama,
pendapat mayoritas yang melarang karena mengacu pada Q.S. al-Baqarah:
221 dan Q.S. al-Mumtahanah: 10. Kedua, pandangan yang memungkinkan
bagi seorang muslim untuk menikah dengan perempuan non muslim
contohnya Q.S. al-Maidah: 5. Serta pandangan ketiga yang membolehkan
pula meskipun yang muslim adalah perempuan.99
Selain memberikan penjelasan terkait dengan hukumnya, Yayasan
juga akan memberikan pemahaman seputar prinsip-prinsip yang harus
96AW (Islam, WNI) – OJK (Islam, WNA), Menikah secara Islam di Yayasan Harmoni Mitra
Madania, Interview Pribadi via Telefon Whatsapp, 17 Januari 2021. 97Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 98Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 99Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021.
48
dipahami oleh calon pasangan seperti : Pertama, harus sudah selesai
dengan keinginan pasangan untuk mengikuti agamanya. Jangan merasa
dominan dan merasa paling benar. Karena jika sudah sudah menikah
masih dibebani dengan hal tersebut, maka akan menjadi masalah dan
tujuan perkawinan sulit tercapai.100
Kedua, harus sudah siap menghadapi tantangan dan tentangan.
Tantangannya sama layaknya perkawinan pada umumnya. Tentangannya
seumur hidup. Pasti akan selalu ada orang yang tidak pilihan yang diambil
pasangan beda agama atau menentang baik dari lingkungan keluarga
maupun masyarakat. Jadi harus adanya sikap lapang dada agar tidak
menjadi beban pikiran sepanjang hidup.101
b. Mediasi Orang Tua.
Jika calon pasangan beda agama mendapatkan kesulitan untuk
mendapatkan restu orang tua dan keluarga, maka yayasan akan membantu
memediasi hal tersebut dengan memberikan penjelasan terkait hukum
perkawinan beda agama. Mediasi ini sering menghasilkan persetujuan.
Hanya sedikit orang tua yang tetap berdiri pada pendiriannya bahwa
perkawinan beda agama dilarang menurut hukum agama.102
Jika mediasi gagal, calon pasangan beda agama terpaksa menikah
di luar negeri yang tidak mensyaratkan restu orang tua dan prosesi agama
karena hanya berdasarkan perkawinan sipil saja.103
c. Fasilitasi Perkawinan Beda Agama.
Perkawinan beda agama di Yayasan ini dilakukan dengan dua kali
prosesi agama agar perkawinan dianggap sah dimata kedua agama
mempelai. Yayasan Harmoni menyediakan semua pemuka agama baik
ustaz sebagai penghulu untuk mempelai muslim, pendeta untuk agama
100Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 101Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 102Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 103Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021.
49
Kristen, pendanda untuk agama Hindu, biksu untuk agama Buddha, XUE
Shi untuk agama Konghucu dan pemuka aliran kepercayaan. Sehingga
tidak melalui Kantor Urusan Agama (KUA), karena tidak akan diterima.104
Pada tanggal 14 Januari 2021, Perkawinan beda agama antara SA
(Islam) dan IJM (Kristen) yang dilaksanakan di Yayasan Harmoni dimulai
dengan pemberkatan dan peneguhan nikah oleh Pendeta. Dimulai dengan
Pertama, Persiapan bernyanyi bersama “Kasih dari Surga” oleh Pasangan
dan jemaat yang hadir. Dilanjutkan dengan ajakan beribadah oleh pendeta
untuk memohonkan berkat bagi kedua mempelai. Kemudian, Pendeta
membacakan NATS pembimbing serta memanjatkan doa dan
menyampaikan firman, dilanjutkan dengan pengucapan janji nikah dan
pertukaran cincin. Setelah itu, Pendeta melakukan pemberkatan dan
peneguhan nikah dan ditutup dengan menyanyikan pujian “Kasih” oleh
jemaat sekaligus pemberian secara sukarela untuk mensyukuri peristiwa
perkawinan dan terakhir pengutusan dan berkat oleh pendeta dan diamini
oleh jemaat.105
Setelah prosesi pemberkatan menurut agama Katolik selesai,
prosesi perkawinan dilanjutkan secara Islam yaitu akad nikah dengan
Achmad Nurcholish sebagai penghulunya. Yang dimulai dengan
pembukaan, mengucap syukur dan membaca al-Fatihah dilanjutkan oleh
khutbah nikah. Kemudian penghulu memastikan bahwa telah terpenuhinya
rukun nikah baik dari calon mempelai, wali dan saksi. Yang menjadi wali
dalam perkawinan ini adalah saudara laki-laki dari calon mempelai
perempuan. Namun, jika wali dari calon mempelai berhalangan, maka
penghulu juga dapat bertindak sebagai wali hakim. Acara selanjutnya yaitu
pembacaan ijab qabul antara wali dan mempelai laki-laki dilanjutkan
dengan pembacaan doa, penandatanganan surat keterangan nikah dan
serah terima mahar.
104Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 105Hasil Observasi di Yayasan Harmoni Mitra Madania 14 Januari 2021
50
Setelah prosesi keagamaan dilakukan, dan perkawinan dianggap
sah oleh agama masing-masing mempelai, maka yayasan akan
melaporkannya ke catatan sipil dengan surat pengesahan perkawinan dari
gereja atau pemuka agama yang memuat keterangan bahwa pasangan
tersebut telah diberkati secara Kristen atau Katolik atau agama lain.
Namun, jika Kantor catatan sipil menolak karena mengetahui bahwa
identitas pasangan tersebut beda agama maka secara terpaksa harus
disiasati secara administratif. Salah satu pihak mengurus surat baptis atau
surat keterangan masuk agama lain atau dengan kata lain melakukan
penundukan hukum sementara.106
Secara prosedur dan waktu tidak ada perbedaan dalam pengurusan
pencatatan nikah beda agama di kantor catatan sipil. Yaitu dokumen
didaftarkan dua minggu sebelum hari berlangsungnya perkawinan,
kemudian menunggu dokumen sidang pencatatan yang menghabiskan
waktu lima sampai empat belas hari. Setelah itu menunggu terbitnya akta
nikah. Yayasan pun telah bermitra dengan pihak kantor catatan sipil di
beberapa wilayah di Indonesia yang untuk mengefisiensikan waktu
pengurusan dokumen.107
Tarif yang dikenakan untuk fasilitasi dari akad, pemberkatan
hingga catatan sipil berkisar Rp. 9.000.000,00 - Rp.11.000.000,00.
tergantung tingkat kesulitan. Namun, jika calon pasangan mempunyai
kendala terkait hal-hal yang berkaitan dengan biaya , sejauh ini tarif
tersebut selalu dapat dikomunikasikan karena munculnya biaya berasal
dari pihak gereja dan catatan sipil.108
106Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 107Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021. 108Achmad Nurcholish, Ketua Yayasan Harmoni Mitra Madania, Interview Pribadi Jakarta
Rabu, 6 Januari 2021.
51
B. Legalitas Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania Menurut Hukum Islam
Dalam menghukumi perkawinan beda agama, ulama telah sepakat
mengharamkan tiga bentuk perkawinan beda agama yaitu :
1. Perkawinan beda agama antara laki-laki atau perempuan muslim
dengan orang musyrik.
2. Perkawinan beda agama antara seorang laki-laki atau perempuan
muslim dengan orang murtad.
3. Perkawinan beda agama antara perempuan muslim dengan laki-laki
Ahli kitab.
Larangan perkawinan beda agama antara laki-laki atau perempuan
muslim dengan orang musyrik didasarkan pada surah al-Baqarah ayat 221
dan surah al-Mumtahanah ayat 10:
مشركة ولو أعجبتكم ول تنكحوا ول تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولمة مؤمنة خير من
ئك يدعون إلىالنار المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أول
يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذنه وي بي ن آياته للناس لعلهم يتذكرون والل
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang
mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
perempuan-perempuan mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 221)
فإن علمتموهن مؤمنات فل ترجعوهن إلى الكفار ل هن حل لهم ول هم يحلون لهن
Artinya: “Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
52
mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (Q.S al-
Mumtahanah [60] : 10
Berdasarkan konteks ayat di atas menurut kaidah ushul fikih kata
“janganlah” atau la menunjukan makna larangan (nahy).
للتحريم لصل فى النهي
“Nahy adalah menunjukkan suatu yang haram.”109
Oleh karena itu, dari dua ayat di atas para ulama baik yang klasik
maupun kontemporer telah sepakat mengharamkan perkawinan beda
agama antara orang musyrik dengan orang muslim secara mutlak. Wahbah
Zuhayli misalnya mengatakan bahwa perkawinan yang demikian batal
demi hukum.110 Ulama Hanafiyyah dan Syafi’iyyah mengharamkan dan
mengkategorikan perkawinan beda agama dengan orang musyrik sebagai
perkawinan yang batal secara mutlak berdasarkan Q.S al-Baqarah ayat 221
diatas.
Perbedaan pendapat diantara ulama hanya terjadi pada klasifikasi
dan definisi kafir, namun mereka sepakat bahwa perkawinan beda agama
antara orang muslim dengan orang musyrik hukumnya adalah haram.
Menurut Hamka sebab larangan laki-laki muslim menikah dengan
perempuan musyrik atau laki-laki musyrik menikah dengan perempuan
muslim karena mereka mengajak masuk neraka, baik neraka dunia, berupa
kacau pikiran di rumah tangga maupun neraka akhirat karena mereka
mengajak yang tidak benar. Apalagi jika memiliki keturunan, pastilah jiwa
anak tidak akan bahagia diasuh oleh ayah dan bunda yang berlainan
haluan.111 Mengenai definisi dan siapakah musyrik itu, seperti disebutkan
pada sebelumnya ada tiga pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa
selain ahli kitab adalah musyrik, pendapat kedua orang musyrik khusus
definisinya musyrik arab pada waktu turunnya Al-Qur’an dan pendapat
ketiga mengkategorikan semua orang pemeluk agama termasuk ahli kitab
109 Isa Zahran, al-Muntakhab Fi Ushul Fiqh, (Kairo: Jamiah al-Azhar,1998), h.117 110Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 152 111Hamka, Tafsir Al-Azhar ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Juz 19, h. 194-195.
53
(Yahudi dan Nasrani) selain Islam adalah musyrik. Buya Hamka
menyebutkan bahwa makna musyrik dalam ayat tersebut termasuk ahli
kitab. Pendapat ini berdasarkan penafsirannya terhadap Q.S. al-Taubah
(9): 30, mengenai sebagian orang Yahudi yang mengangkat ‘Uzair sebagai
Putra Tuhan, surah al-Maidah (5): 17, mengenai orang Nasrani yang
mengangkat Nabi Isa sebagai putra Tuhan dan surah al-Najam (53): 19-23,
mengenai orang musyrik yang mengangkat al-Lata, al-‘Uzza dan Manat
sebagai anak Tuhan. Dengan demikian, ahli kitab termasuk dalam
kelompok orang musyrik. Begitu juga pendapat M. Quraish Shihab, seperti
pendapat Hamka yang telah disebutkan di atas, bahwa pada hakikatnya
antara musyrik dan ahli kitab adalah sama haya saja menggunakan dua
istilah yang berbeda, tetapipada hakikatya mempunyai substansi yang
sama. Sama dengan istilah pencuri dan korupsi. Keduanya mempunyai
substansi yang sama, yaitu sama-sama mengambil hak orang lain yang
bukan haknya, tetapi mempunyai istilah yang berbeda. Disebut korupsi
bagi seorang pegawai kerajaan yang mengambil hak orang lain, disebut
pencuri untuk rakyat biasa.
Begitu juga ulama telah sepakat haram seorang laki-laki muslim
menikah dengan orang murtad (keluar dari agama Islam) karena berarti ia
tidak berpegang teguh pada agama sebelumnya seperti dikemukakan oleh
seorang ahli fikih mazhab hambali bernama Ibnu Qudamah. 112
Perkawinan beda agama yang telah disepakati ketidakbolehannya
oleh ulama juga adalah perkawinan antara perempuan muslim dengan laki-
laki ahli kitab sebagaimana disampaikan oleh Imam Syafi’i dalam Al-
Umm;
وقد اجتمع الناس على حرمة نكاح الرجل غير المسلم للمرأة المسلمة
“orang-orang telah sepakat keharaman perkawinan beda agama antara
perempuan muslim dengan laki-laki non muslim.”113
112 Ibnu Qudamah, Al-Mughni ( Riyadh : Dar al-Alam al- Kutub, 1997) Juz 10, h. 38. 113 Muhammad bin Idri Al-Syafii, Al-Umm, (Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyyah: 2001) Juz 5, h.
148
54
Menurut Al-Kasani, perkawinan antara perempuan muslim dengan
laki-laki nonmuslim dilarang karena biasanya dalam suatu keluarga yang
menjadi tolak ukur atau yang dipatuhi adalah suami sedangkan istri hanya
mengikuti. Oleh karena itu jika suaminya nonmuslim, khawatir akan
terjerumus pada agama suami.114 Sekalipun tidak ada ayat yang secara
tegas melarang perempuan muslim menikah dengan laki-laki ahli kitab,
menurut jumhur ulama tetap terlarang karena beralasan dengan kaidah:
“Hukum asal pada kemaluan perempuan adalah haram kecuali ada
alasan yang membolehkan”. Dengan demikian, tidak ada nash Al-Qur’an
bukan berarti boleh. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang
membolehkan perempuan muslim menikah dengan laki-laki non
muslim.115
Tentang perkawinan beda agama antara laki-laki muslim dan
perempuan ahli kitab meskipun jumhur ulama sepakat berdasarkan surah
Al-Maidah ayat 5, namun menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Mazhab Hambali menikah dengan perempuan ahli kitab dan a
hli Dzimmah hukumnya makruh.116
M. Quraish Shihab menegaskan bahwa perkawinan beda agama
antara laki-laki muslim dengan ahli kitab diperbolehkan karena dua alasan.
Pertama, sebagai suatu jalan keluar yang mendesak saat itu, karena kaum
muslimin sering bepergian jauh melaksanakan jihad dan tidak mampu
kembali ke keluarga mereka saat itu, sekaligus juga untuk tujuan dakwah.
Kedua, karena umat Islam telah memiliki kasusempurnaan tuntunan
agama dan orang kafir sudah sedemikian lemah, sehingga telah berputus
asa mengalahkan Islam atau memurtadkannya, maka suami perlu
menampakkan kasusempurnaan Islam dan keluhuran budi pekerti yang
diajarkan suami terhadap istrinya, baik perempuan Yahudi maupun
114 Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badaa’i Al-Shanai’, h. 271. 115 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru
Van Hoeve 2001), Jilid 4 , h. 42. 116 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 152.
55
perempuan Kristen, tanpa harus memaksanya untuk memeluk agama Islam
seperti yang dianutnya.117
Berdasarkan kepada dua alasan di atas, maka menurut M. Quarish
Shihab sangat tidak dibenarkan menjalin hubungan perkawinan antara
laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab bagi yang tidak mampu
menampakkan kasusempurnaan ajaran agama Islam atau laki-laki yang
lemah iman, dapat dikatakan dia terpengaruh oleh ajaran non-Islam yang
dianut istri dan keluarga istrinya.
Mayoritas Ulama Indonesia termasuk dalam kelompok yang
melarang laki-laki muslim menikah dengan perempuan ahli kitab, hal itu
haram dan tidak sah. Sama kedudukannya dengan perempuan muslim
menikah dengan laki-laki ahli kitab haram dan tidak sah. 118 Hal ini
sebagaimana termuat dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
Fatwanya Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda
Agama; Fatwa Lajnah Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama Tentang
Perkawinan Beda agama pada Mukhtamar NU tahun 1960, Mukhtamar
Thariqah Mu’tabarah tahun 1968, dan Muktamar ke-28 di Yogyakarta
pada akhir November 1989; Fatwa Tarjih Muhammadiyah Tahun 2011
Tentang Perkawinan Beda Agama.
Praktik ibadah yang dilakukan oleh ahli kitab saat ini (Yahudi dan
Nasrani) jika kita ingin mengacu kepada pendapatnya Hamka Dan M.
Quraish Shihab memang benar dan logis. Menurut penulis, terdapat
sejumlah alasan yang membedakan dan menyamakan antara musyrik dan
ahli kitab. Yang membedakan antara lain, orang musyrik tidak
mempercayai seorang Nabi, ahli kitab mempercayainya. Allah Ta’ala
membedakan penyebutan musyrik dengan ahli kitab pada beberapa ayat
Al-Qur’an, Tetapi juga terdapat sejumlah alasan yang menyamakan
mereka, antara lain sama-sama tidak beriman kepada Allah sebagai Tuhan,
tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW, bahkan mengangkat
117 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera, 2005) Cet- 5, Jilid 3 h. 31. 118Syamruddin Nasution, Perkawinan Beda Agama Dalam Al-Qur’an, (Riau: Yayasan Pustaka
Riau, 2011) , h. 297.
56
putra bagi Tuhan, oleh karena itu mereka dapat dimasukan kategori kafir,
kafir musyrik dan kafir ahli kitab berdasarkan surah al-Bayyinah (98): 6
ئك هم شر إن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين في نار جهنم خالدين فيها أول
البرية
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli kitab
dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam;
mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya dalam istilah saja
mereka berbeda, tetapi pada hakikatnya, mereka satu kelompok. Sehingga
telah jelas keharaman perkawinan beda agama karena terdapat banyak
kesamaan antara musyrik dan ahli kitab masa kini. Oleh karena itu praktik
perkawinan beda agama di Yayasan Harmoni Mitra Madania tidak sah
menurut pendapat yang paling rajih.
Maslahat sebagai inti tujuan syari’at (maqashid al-syari‘ah) atau
filosofi ajaran Islam yang hendak dicapai dari larangan perkawinan antar
agama adalah untuk merealisasikan hifzh al-din dan hifzh al-nasl sebagai
maslahah dharuriyyah yang sangat penting dan harus konsisten dijaga
oleh setiap muslim.
C. Legalitas Perkawinan Beda Agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania Menurut Hukum Positif.
Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dirumuskan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.119 Makna perkawinan didasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menunjukkan bahwa perkawinan adalah peristiwa agama dan dilakukan
untuk memenuhi perintah agama bukan hanya peristiwa antara individu
semata.120 Artinya, perkawinan tidak hanya dimaknai sebagai perbuatan
119Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1) 120Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqih Munakahat dan UU
Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007) h.., 40
57
hukum yang bersifat profane/duniawi saja melainkan sekaligus
transcendental/ ukhrawi. Berbeda dengan makna perkawinan dalam
Burgerlijk Wetboek (BW) yang hanya menganggap perkawinan sebagai
hubungan-hubungan perdata.121
Oleh karena itu, UU Perkawinan menyerahkan otoritas
pengesahan sebuah perkawinan sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 “(1) Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Penjelasan Pasal 2 ayat 1
tersebut menegaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945.122
Sehingga pengesahan perkawinan tidak bisa dilakukan manakala
terdapat larangan dalam agama dan kepercayaanya itu. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 UU Perkawinan bahwa “Perkawinan dilarang antara
dua orang yang: f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau
peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.”123
Dimana pada dasarnya semua agama tidak menghendaki adanya
perkawinan beda agama. Sebagaimana dalam ajaran agama Katolik
disebutkan dalam Kitab Kanonik 1070 dinyatakan bahwa: “Tiadanya
permandian sah sebagai halangan nikah yang mengakibatkan perkawinan
orang Katolik dengan orang tak dibaptis menjadi tidak sah.” Berdasarkan
hukum kanonik tersebut, maka dalam ajaran Katolik juga tidak
121Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 122Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1) 123Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1)
58
diperbolehkan adanya perkawinan beda agama, yaitu perkawinan antara
orang Katolik dan nonkatolik.124
Dalam agama Hindu, juga terdapat ajaran tentang samkara sebagai
permulaan sahnya perkawinan. Dasar-dasar yang harus diingat adalah
bahwa 1) wanita dan pria harus sudah dalam satu agama, sama-sama
Hindu, 2) Widiwadana yaitu pemberkahan keagamaan dipimpin oleh
Sulinggih atau Panindita. Dari ajaran tentang samkara tersebut, berarti
perkawinan beda agama dalam ajaran Hindu juga tidak diperbolehkan.125
Sementara itu, dalam ajaran Buddha terdapat empat kunci pokok
kebahagiaan suami istri dalam rumah tangga, yaitu 1) sama sada (memiliki
keyakinan yang sama); 2) sama sila (memiliki moralitas yang sama); 3)
sama caga (sama-sama mempunyai kemurahan hati); dan 4) sama pasiya
(sama-sama memiliki kebijaksanaan). Dengan demikian, ajaran Buddha
juga menganjurkan perkawinan antara orang yang memiliki keyakinan
yang sama (umat Buddha dengan umat Buddha).126
Lebih lanjut Pasal 2 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 menyatakan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan
perkawinan harus memberitahukan kehendaknya itu terlebih dahulu
kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan. 127
Kemudian Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan
telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
Undang-Undang. 128 Selain penelitian terhadap hal tersebut Pegawai
Pencatat meneliti pula : “a.) Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir
124Siti Nur Fatoni dan Iu Rusliana, Pernikahan Beda Agama Menurut Tokoh Lintas Agama di
Kota Bandung, Jurnal Varia Hukum, Volume 1, Nomor 1 Januari 2019, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung. h., 107 125 Achmad Rosidi, Mereguk Kedamaian dalam Perkawinan Satu Agama, Jurnal Harmoni
2015 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. h., 170 126 https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/tuntunan-perkawinan-dan-hidup-berkeluarga-
dalam-agama-buddha/#more-4224 diakses 15 Maret 2021 pukul 21.00 WIB 127Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 128Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
59
calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal
lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan
asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang
setingkat dengan itu; b.) Keterangan mengenai nama,
agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon
mempelai; c.) Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal
6 ayat(2),(3),(4) dan (5) Undang-undang, apabila salah seorang calon
mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun; d.) Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang;
dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya
istri; e.) Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat
(2) Undang-undang; f.) Surat kematian istri atau suami yang terdahulu
atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan
untuk kedua kalinya atau lebih; g.) Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri HANKAM/PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai
atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata ; h.) Surat kuasa otentik
atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat, apabila salah
seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena
sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain.
Dan untuk meneguhkannya Perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai
Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.”129
Adanya Pasal ini menunjukkan bahwa pencatatan perkawinan
bukan hanya sebagai peristiwa administratif oleh negara melainkan juga
sebagai mekanisme yang tidak terpisahkan dalam pengesahan perkawinan
itu sendiri. Karena dalam proses inilah negara dapat memastikan apakah
perkawinan tersebut telah memenuhi syarat dan sah menurut hukum
agama dan kepercayaan masing-masing dan dapat diakui oleh negara atau
tidak.
129Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
60
Dimana Pasal 2 ayat (1) PP tersebut mengatur bahwa Pencatatan
perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah,
Talak dan Rujuk. Yang pada saat ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8
ayat 2 Undang-Undang Administrasi Kependudukan menempatkan bahwa
pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama
Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan.130 Oleh karena itu Penduduk beragama
Islam yang hendak melangsungkan perkawinan seharusnya tunduk pada
aturan tersebut yaitu melangsungkan perkawinannya dihadapan KUA.
Jika ternyata seorang pemeluk agama Islam hendak
melangsungkan perkawinan beda agama dan kemudian ditolak oleh
pegawai pencatat karena dianggap tidak memenuhi syarat yang ditentukan
agama. Maka berdasarkan Pasal 21 UU Perkawinan pegawai pencatat
perkawinan akan memberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan
tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya. Kemudian Para pihak
yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada
pengadilan didalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang
mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan,
dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut diatas.
Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan
memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut
ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.131
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU Administrasi
Kependudukan bahwa Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: “a. perkawinan yang ditetapkan oleh
Pengadilan;” dimana dalam penjelasan pasal tersebut menjelaskan yang
130Pasal 8 ayat 2 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124) 131Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1)
61
dimaksud dengan “Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah
perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
Oleh karena itu, perkawinan beda agama yang dilakukan oleh
seorang muslim di Yayasan Harmoni Mitra Madania seharusnya
mengikuti mekanisme sebagaimana yang diatur oleh peraturan perundang-
undangan aquo yaitu melalui penetapan pengadilan. Dengan kata lain,
perkawinan beda agama yang dilakukan Yayasan Harmoni Mitra Madania
tidak sah baik secara hukum Islam maupun hukum positif dan pihak
Yayasan telah melakukan penyelundupan hukum karena telah mensiasati
baik secara prosesi agama maupun administratif.
62
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Perkawinan beda agama yang dilakukan di Yayasan Harmoni Mitra
Madania dilaksanakan dengan dua kali prosesi keagamaan agar perkawinan
dianggap sah menurut kedua agama mempelai sehingga terpenuhinya Pasal 2 ayat
1 UU Perkawinan. Yayasan memfasilitasi dengan menyediakan para pemuka
agama yang akan memimpin upacara perkawinan tersebut.
Perkawinan yang telah dilaksanakan kemudian dicatatkan ke kantor
catatan sipil menggunakan surat keterangan nikah yang dikeluarkan oleh Yayasan
Harmoni Mitra Madania. Jika kantor catatan sipil menolak untuk mencatatkan
maka Yayasan akan mensiasati secara administratif yaitu melakukan penundukan
hukum sementara dengan menyatakan bahwa salah satu mempelai telah masuk
kepada agama pasangannya. Sehingga keduanya dianggap melakukan perkawinan
seagama.
Menurut pendapat yang paing rajih, perkawinan beda agama dalam
perspektif Islam hukumnya haram karena terdapat banyak kesamaan antara
musyrik dan ahli kitab masa kini. Pendapat inilah sebagaimana diadopsi dalam
Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam. Sehingga secara otomatis
tidak terpenuhi pula Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan. Pun secara hukum positif
untuk mendapatkan legalitas bagi perkawinan beda agama seharusnya didahului
permohonan izin perkawinan melalui penetapan pengadilan sesuai dengan amanah
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 35
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Oleh karena itu praktik perkawinan beda agama di Yayasan Harmoni Mitra
Madania tidak sah secara hukum Islam maupun hukum positif. Administrasi yang
disiasati oleh Yayasan juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar
63
hukum dan telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263
dan 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
B. Saran
Sebaiknya DPR dan Pemerintah segera merevisi UU Perkawinan dengan
mepertegas larangan perkawinan beda agama dan demi menghilangkan
ketidakpastian hukum akibat adanya tumpang tindih, maka Pasal 35 huruf a UU
Administrasi Kependudukan tentang kebolehan perkawinan beda agama melalui
penetapan pengadilan haruslah dihapuskan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abu bakar, Alyasa. Perkawinan Muslim Dengan Non-Muslim. Aceh: Dinas
Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2008.
Al-Hanafi, Abu Bakr bin Mas’ud Al-Kasani, Badaa’i Al-Shanai’. Cet. 2. Juz
2. (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah: 1424.
Al-Jassas, Abū Bakr. Aḥkam al-Qur’an. Jilid I. Beirut: Dar al-Fikr. 1993.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Cet. 1. Jilid II. Mesir :
Mathba’ah al-Halabiy. 1946.
Al-Ramli, Syihabuddin. Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj. Cet- 2. Juz
6. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah. 2003.
Al-Sabuni, Muhammad ‘Ali. Tafsir Ayat al-Ahkam. Mekah: Dar Alquran.
1972.
Al-Syafii, Muhammad bin Idris. Al-Um. Juz 5. Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyyah: 2001.
Al-Syathibi, Abu Ishaq. al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syariah, Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 2004.
Al-Thabari, Ibnu Jarir. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Cet 1. Juz 3. Beirut:
Muassasah al-Risalah. 2006.
Al-Zuhayli, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. ( Damaskus: Dar Al-
Fikr, 120) Cet. 2. Juz 3.
Al-Zuhayli, Wahbah. Tafsir Al-Munir. Cet 10. Juz 1. Damaskus: Dar Al-Fikr,
2009.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media. 2007.
Auda, Jasser. Fiqh al- Maqasid Inatat al-Ahkam bi Maqasidiha. Herndon:
IIIT. 2007.
Basri, Cik Hasan. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam
Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Logos 1999.
65
Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan beserta Undang-Undang dan Peraturan
Pelaksanaanya. Jakarta : CV. Gitama Jaya. 2003.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 4.
Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve. 2001.
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta:
Departemen Agama. 2001.
Fajar, Mukti dan Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan
Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2015.
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Juz 19 Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982.
Hasbi, Rusli. Rekonstruksi Hukum Islam: Kajian Kritis Sahabat Terhadap
Ketetapan Rasulullah Saw. Jakarta: Al-Irfan Publishing. 2007.
Hassan, Muhammad Kamal. Muslim Intellectual Responses to “New Order”
Moderenization in Indonesia diterjemahkan Ahmadie Thaha,
Modernisasi Indonesia : Respon Cendekiawan Muslim. Jakarta :
Lingkaran Studi Indonesia. 1987.
Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya
Bakti. 2005.
Katsir, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsir. Juz 1. Dar Thaibah t.th
Kosasih, Ahmad. HAM dalam Perspektif Islam : Menyikapi Persamaan dan
Perbedaan antara Islam dan Barat. Jakarta : Salemba Diniyah.
2003.
Moelong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2007.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti. 2004
Nasution, Syamruddin. Perkawinan Beda Agama Dalam Al-Qur’an. Riau:
Yayasan Pustaka Riau. 2011.
Nurcholish, Achmad. Memoar Cintaku : Pengalaman Empiris Perkawinan
Beda Agama. Yogyakarta : LKIS. 2004.
66
O.S. Eoh, Perkawinan antar-Agama dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 1996.
Purwaharsanto pr. Perkawinan Campuran Antar Agama Menurut UU RI No.
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis
Aktualita Media Cetak. Yogyakarta: tnp. 1992.
Qardlawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Mutakhir. Jakarta. Yayasan al-Hamidy. 1996.
Qudamah, Ibnu. Al-Sharḥ al-Kabir ‘ala Matn al-Mughni. Jilid VII. Suriah:
Dar al-Bayan, t.th.
Qudamah, Ibnu. al-Mughni . Juz X. Riyadh : Dar al-Alam al- Kutub. 1997.
Ramulyo, Idris. Hukum Perkawinan Islam; Suatu Analisis Dari UU No. 1
Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
2004.
Raysuni, Ahmad. Nadhariyyatu al-Maqashidihi ‘Inda al-Imam a-Syathibi
Virginia : IIIT. 1995.
Ridha, Rasyid. Tafsir al-Manar. Cet. 2, Juz VI. Beirut : Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah: 1947.
Rusyd, Ibnu. Bidayat al-Mujtahid. (Beirut: Dar al-Fikr, t.t) Juz 2.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Juz II. Beirut : Dar al-Kitab al-Arabi. 1985.
Shihab, M Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1998.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Cet 5. Jilid 3. Jakarta : Lentera.
2005.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. 1986.
Suma, Muhammad Amin. Kawin Beda Agama di Indonesia Telaah Syariah
dan Qanuniah. Tangerang : Lentera Hati. 2015.
Suryabrata, Sumadi. Metode Penelitian. Yogyakarta: University Gadjah
Mada Press. 1992.
Syahuri, Taufiqurrohman. Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia: Pro-
Kontra Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Konstitusi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2013.
Artikel
67
Ahmadi, Marzha dan Muhammad, Perkawinan Beda Agama ditinjau dari
Perspektif Islam dan HAM, Khazanah, Vol. 6 No.1 Juni 2013.
Almubarrok, Islachuddin. Pendampingan Terhadap Pasangan Beda Agama
Persptif Teori Fungsionalisme Struktural : Studi Kasus di LSM
Percik Salatiga, Thesis Tahun 2019 di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Chandera, Nafdin Ali. Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, Thesis
Tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Fatoni, Siti Nur dan Iu Rusliana, Pernikahan Beda Agama Menurut Tokoh
Lintas Agama di Kota Bandung, Jurnal Varia Hukum, Volume 1,
Nomor 1 Januari 2019, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.
Hasin, Atabik. Masuk Islam Karena Alasan Perkawinan (Studi Kasus
Perkawinan Pasangan Yang Semula Beda Agama di Desa
Borangan Kecamatan Manisrenggo Kabupaten Klaten. Skrispi
Tahun 2015 di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Makalew, Jane Marlen. Akibat Hukum dari Perkawinan Beda Agama di
Indonesia, Lex Privatum, Volume 1 Nomor 2, 2013.
Muzammil, Iffah. Telaah Gagasan Paramadina Tentang Perkawinan Beda
Agama. ISLAMICA: Jurnal Studi KeIslaman Volume 10, Nomor
2, Maret 2016; e-ISSN: 2356-2218.
Rosidi, Achmad. Mereguk Kedamaian dalam Perkawinan Satu Agama,
Jurnal Harmoni 2015 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Wahyuni, Sri. Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Hak Asasi
Manusia. In Right : Jurnal Agama dan Hak Azasi Manusia, Vol. 1,
Nomor 1. 2011.
Zada, Khamami, Arus Utama Perdebatan Hukum Perkawinan Beda Agama
Ahkam: Vol. XIII, No. 1, Januari 2013.
68
Zahara, Ayu, Muhyidin. Pencatatan Perkawinan Beda Agama : Studi
Komparatif Antara Pandangan Hakim PA Semarang dan Hakim
PN Semarang Terhadap Pasal 35 Huruf (a) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
Diponegoro Private Law Review, Volume 1, Nomor 1, 2017.
Zahran, Isa. al-Muntakhab Fi Ushul Fiqh, Kairo: Jamiah al-Azhar. 1998.
Peraturan Perundang-Undangan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Munas II tahun 1400/1980 Tentang
Perkawinan Campuran
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang
Perkawinan Beda Agama
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 perihal Permohonan
Izin Perkawinan Beda Agama antara AVGP (Islam) dan APHN
(Kristen)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/ PUU-XII/2014 Tentang Pengujian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Putusan Pengadilan Negeri Magelang No:04/Pdt.P/2012/PN.Mg perihal
Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama antara YK (Islam) dan
YA (Katolik)
Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo No 17/Pdt.P/2014/PN.Prob perihal
Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama antara INAA (Kristen)
dan CTW (Islam)
69
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 46/ Pdt.P/2016/PN.Skt perihal
Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama antara DF (Islam) dan
AVR (Katolik)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 124)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169)
Internet
https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/tuntunan-perkawinan-dan-hidup-
berkeluarga-dalam-agama-buddha/#more-4224 diakses 15 Maret
2021 pukul 21.00 WIB
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/stella/artis-indonesia-yang-
menikah-di-luar-negeri-karena-beda-agama/6 diakses pada 5 Mei
2020 pukul 14.56 WIB
Nurcholish, Achmad. “Uluran Tangan Mediator Nikah Beda Agama”
wawancara diakses pada 10 Mei 2020 pukul 19.15 WIB dari
https://kumparan.com/millennial/uluran-tangan-mediator-nikah-
beda-agama.
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA KETUA UMUM YAYASAN HARMONI MITRA
MADANIA
Nama : Achmad Nurcholish, M.Pd.
Usia : 47 Tahun
Jabatan : Ketua Umum Yayasan Harmoni Mitra Madania
Interview di Yayasan Harmoni Mitra Madania, Rabu 6 Januari 2021 Pukul 11.00
Program perkawinan beda agama seperti apa yang disediakan Yayasan
Harmoni?
Konsultasi, mediasi orang tua, fasilitasi berupa penyiapan penghulu pendeta dan
pengurusan catatan sipil.
Apa yang menjadi motivasi yayasan membuat program bantuan perkawinan
beda agama ?
Membantu mereka yang kesulitan saja sebetulnya begitu. Kan selama ini semakin
langka yang bisa membantu, oleh karena itu menurut saya harus ada lembaga atau
wadah yang berperan serta disitu. Sehingga mereka yang mengalami kesulitan
ketika mau menikah itu bisa terbantu
Bagaimana sebenarnya bentuk Yayasan Harmoni dan misinya?
Sebenarnya Yayasan Harmoni saya dirikan untuk menjalankan program CSR dari
usaha yang saya lakukan. Lalu salah satu misinya kita ingin menjadi lembaga
yang bisa membantu masyarakat. Prinsipnya begitu. Membantu masyarakat kan
bisa berbagai aspek ya, bisa pemberdayaan ekonomi berupa pelatihan pelatihan,
dulu itu di bidang media waktu usaha yang saya jalankan, pelatihan menulis,
jurnalistik didalamnya juga ada advokasi juga, salah satunya membantu mereka
yang kesulitan menikah beda agama.
Sudah berapa banyak yang menikah di Yayasan Harmoni ?
71
Sampai Tahun 2020 kemarin 1220.
Berapa Jumlah rata rata tiap bulan ?
8 – 12, tapi 2020 bulan desember itu 31 , November 20 dan oktober ada 18
pasangan.
Apakah semuanya berasal dari seluruh Indonesia?
Iya seluruh Indonesia.
Bagaimana pasangan PBA mengetahui informasi tentang Yayasan Harmoni
?
Kalau sekarang umumnya dari internet, karena kan sudah banyak media yang
mengulas contohnya seperti kumparan, detik com, beberapa majalah wedding dan
dari media sosial, dari mereka yang sebelumnya menikah melalui kita ada yang
membuat blog, ada yang sharing cerita mereka di media sosialnya masing-
masing, lalu dari Youtuber yang pernah wawancara dengan saya atau dengan
pelaku yang menikah beda agama. Nah sebetulnya semakin kesini semakin mudah
orang untuk mengetahui keberadaan kita.
Untuk mendaftar biasanya mereka langsung ke Yayasan atau via online
pak?
Umumnya mereka janjian dulu biasanya, jarang yang langsung kesini walaupun
satu dua orang ada, tapi biasanya mereka kontak dulu lewat e-mail atau whatsapp
baru setelah itu janjian ketemuan.
Biasanya mereka yang datang adalah orang yang sudah tahu hukum PBA
atau awam pak?
Kebanyakan justru yang belum, mereka pemahaman awalnya pasti tahunya
bahwa perkawinan beda agama itu tidak bisa lalu setelah case itu menimpa
mereka lalu kan cari-cari kan. Cari tahu landasan hukumnya, lalu cara agamanya
bagaimana lalu teknis perkawinannya seperti apa lalu menemukanlah beberapa
informasi di internet salah satunya Yayasan Harmoni lalu setelah itu mereka ingin
72
tahu lebih mendalam terkait dengan itu, itulah kemudian janjian untuk sharing-
sharing gitu.
Bagaimana cara bapak meyakinkan keluarga pasangan PBA?
Kalau dalam perspektif Islam, saya selalu menyampaikan 3 pandangan, yang
umumnya melarang yang biasanya mengacu pada al-Baqarah: 221, al-
Mumtahanah:10 itu kan. Kemudian saya menjelaskan 2 pandangan lain yang
memungkinkan bagi seorang muslim untuk menikah dengan nonmuslim
contohnya al-Maidah: 5 itukan kalo yang muslim laki-lakinya kan boleh. Lalu ada
juga pandangan ketiga yang membolehkan pula meskipun yang muslim pun
perempuannya. Tiga-tiganya saya sampaikan lalu kemudian saya serahkan ke
keluarga. Sebenarnya tiga pandangan itu hidup dan diikuti oleh sebagian umat
muslim. Cuma tinggal kita condong ke mana.
Kalau keluarganya tetap tidak setuju bagaimana pak apa yang selanjutnya
dilakukan?
Bisaanya karena kekeuh bahwa perkawinan beda agama dilarang.
jadi gagal menikah ya pak kalo orang tua tidak setuju?
Tidak gagal hanya musti bersabar kan anak-anak ini, tapi nanti lama-lama ya
orang tua akhirnya setuju. Sebagian besar begitu. Sebagian kecil yang kekeuh.
Tapi kalo tidak disetujui juga biasanya mereka menikah ke luar negeri, karena di
sana tidak perlu restu juga tidak perlu prosesi agama jadi perkawinan sipil aja.
Rata- rata mereka yang mau menikah telah memiliki hubungan yang lama
ya pak?
iya rata- rata diatas 8 tahun, diatas 5 tahun, kemarin itu yang terakhir 11 tahun.
Ada yang 15 tahun, yang 20 tahun juga pernah. Mereka putus nyambung-putus
nyambung begitu.
Tarif perngurusan dari awal hingga akhir berapa pak?
Tergantung tingkat kesulitan.
73
Apakah ada yang tidak mampu dan meminta pertolongan dinikahkan secara
cuma-cuma?
Ya sebetulnya tinggal dikomunikasikan ke pihak pihak terkait. Karena
munculnya biaya itu kan karena pihak gereja, pihak catatan sipil. Sejauh ini hal-
hal yang berkaitan dengan biaya selalu bisa dikomunikasikan.
Penghulunya dari mana pak?
Dari kita sendiri. Salah satunya saya sendiri. Nanti ketika saya tidak bisa maka
ada penghulu lain. di kita ada 3-4 orang yang bisa menjadi penghulu. Pendeta ada
4 orang.
Berarti pendeta dan penghulunya dari sini ya pak atau ada pihak luar?
Pihak luar ada tapi kan jadi rekan kita.
KUA kan tidak membolehkan PBA ya pak ? berarti bagaimana prosesi
perkawinannya pak?
Melalui catatan sipil.
Berarti tidak melalaui KUA sama sekali ya?
Tidak. KUA sampai hari ini masih belum mau menikahkan, namun masih ada
peluang utuk mencatatkan ke dinas kependudukan dan catatan sipil dan yang
mencatatkan itu dari perkawinan non Islam. Misalnya kalo dia Islam dan Kristen
kan dua duanya umumnya dilakukan akad nikah dan pemberkatan. Nah yang
pemberkatan ini yang dicatatkan ke catatan sipil.
Berarti bapak sering jadi wali hakim ya pak?
Iya sering. Bisaanya yang mempelai perempuannya non muslim. Kadang-kadang
keluarga mempelai perempuannya tidak mau jadi wali langsung dan minta
diwakilkan. Ada juga yang nanti keluarga muslimnya tidak mau kalo walinya
ayahnya langsung ayah dari mempelai yang non muslim itu, sehingga minta
diwali hakimkan kalau dari keluarga tidak ada yang mau.
74
Mendaftarkan ke catatan sipilnya bagaimana ya pak?
Standar saja, sama seperti perkawinan pada umumnya. Yang pentingkan sudah
ada surat pengesahan dari gereja, diberkati secara Kristen atau Katolik atau agama
lain lalu setelah itu jika mengacu kepada Undang-Undang perkawinan jika sudah
sah secara agama maka negara tinggal mencatatkan saja. Namun kan praktik di
lapangan tidak sesederhana itu, umumnya catatan sipil meminta identitas agama
harus sama.
Lalu kalau sulit seperti itu bagaimana pak?
akhirnya secara administratif mereka mensiasati, misalnya muslim mengurus surat
baptis untuk menjadi Kristen. Soanya sudah ada edaran MA 2019, yang mengatur
bahwa jika salah satu pasangan yang berbeda agama maka salah satunya mesti
menundukan hukum ke pasangan yang lain. Nanti setelah menikah balik lagi tidak
ada masalah. Pola pikir ASN kita masih begitu. Jadi prinsipnya ini dalam
pandangan aparatur negara itu menikah harus seagama. Kira-kira begitulah, secara
administratif harus begitu di dokumen kependudukannya.
Kalau catatan sipilnya di luar kota bagaimana pak?
Tergantung apakah catatan sipil itu welcome atau tidak. Yang paling mudah itu di
jogja itu paling mudah, meliputi Kota, Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Kulon
Progo itu sendiri masih sulit. Purworejo, Klaten, Magelang. di Jawa Tengah itu
Jepara, Blora, Semarang, Semarang itu belum lama mau.
Berarti jika catatan sipil mau mencatatkan beda agama maka dicatatkan
secara normal, jika tidak mau maka mensiasati secara adminstratif ya pak ?
Iya karena tiap pasangan itu beda, tergantung kantor catatan sipilnya.
Apakah pernah ada pasangan PBA yang dinikahkan disini kemudian
berkonflik dan bercerai?
Ada yang terpantau sih ada 3.
Setelah perkawinan berjalan berapa lama pak?
75
Ada yang baru 2 tahun. Ada juga yang beberapa tahun. Jadi problemnya itu
ternyata ini pasangannya selingkuh, kdrt.
Jadi di luar permasalahan agama ya pak?
Ada satu sih. Tapi pemicunya bukan agama sebetulnya. Lalu karena ada masalah
mereka pisah rumah nah terus yang laki-laki sebelumnya biasa-biasa saja. Namun
setelah itu dia mulai ngaji, dan ikut ustadz- ustadz yang ikut 212 itu. Nah
kemudian dia bercerita kan tentang rumah tangganya kemudian ustadz nya itu
merekomendasikan 2 alternatif. Minta istrimu masuk Islam atau ceraikan saja.
Lalu karena istrinya tidak mau masuk Islam, akhirnya di gugat cerai. Tapi
kelanjutannya saya belum dapat kabar lagi.
Lalu ada apakah ada pak pasangan yang saling masuk agama pasangannya ?
misalnya muslim menjadi non muslim dan sebaliknya ?
Ada juga. Tapi kebanyakan non muslim ke Islam. Meskipun ada juga muslim ke
Kristen dan Katolik.
Berarti PBA bisa dijadikan jalan dakwah ya pak untuk mengajak orang
masuk Islam?
Jika ada yang mau memanfaatkan untuk itu bisa aja sebetulnya.
Pandangan umum dilarangnya perempuan muslim untuk menikah dengan
laki-laki muslim itu kan karena khawatir ia akan ikut agama suaminya,
menurut pengalaman klien Bapak ada tidak pak yang justru sebaliknya,
perempuan muslim tersebut justru tetap bisa bertahan menjadi muslim dan
bahkan mengajak suaminya masuk Islam?
Ya bisa atau tidak itu kan tergantung upaya mereka ya. Kita kan tidak concern di
situ. Kita bahkan tidak pernah mengarahkan agar pasangannya nanti harus Islam.
Kita lebih mengarahkan mereka gini, jika masih ada keinginan untuk mengajak
pasangan masuk ke agamanya, lebih baik dituntaskan dulu saja. Selesaikan
sebelum menikah, sebab jika sudah menikah masih dibebani dengan itu, itu akan
menjadi masalah. Dan memang benar. Ada pasangan yang dalam hati kecilnya
76
masih menginginkan demikian, sepanjang perkawinan doanya selalu begitu malah
akan jadi masalah. Oleh karena itu saya harus mengclearkan dengan mereka dulu
bahwa itu sudah selsai baru menikah. Mesti setara bagaiamana mereka beragama
mesti setara. Jadi tidak ada merasa paling benar dan lebih benar. Tidak ada yang
saling mempengaruhi.
Kalau untuk pengurusan berkas biasanya butuh waktu berapa lama pak?
Biasanya umum saja. Dokumen didaftarkan 2 minggu sebelum hari H sebelum
perkawinannya itu, kemudian baru menunggu dokumen sidang pencatatan.
Biasanya bisa 5 sampai 10 hari, 2 minggu paling lama. Setelah itu tinggal
menunggu terbitnya akta nikah.
Bagaimana pencatatan sipil yang Bapak tangani di luar Jabodetabek?
Untuk catatan sipil saya tidak semua saya tangani langsung kan ada mitra.
Conothnya di jogja saya ada pendeta di catatan sipilnya.
Biaya admintrasi butuh berapa pak?
Kalau semuanya dari akad nikah, pemberkatan kemydian pengurusan catatan sipil
itu antara 9-11 jutaan.
Apakah sama di luar kota atau sama antara JABODETABEK?
Sebetulnya sama yang membedakan, mereka meski menyiapkan transportasi dan
akomodasi.
Kalau WNA itu banyak juga pak yang kesini ?
WNA banyak juga, saya sedang menangani dia WN Prancis dan perempuannnya
muslim tinggal di Bekasi .
Ada perbedaan tidak pak mengurus PBA WNA dengan WNI?
Paling dipersyaratan aja, kalo WNA harus ada surat izin dari Embassynya sama
dokumen mesti ditranslate ke dalam bahasa Indonesia melalui penerjemah
tersumpah.
77
Apakah ada tanggapan dari masyarakat yang negatif? Tokoh agama yang
protes atau tidak suka?
Sejauh ini belum ada.
Lalu bagaimana untuk agama lain?
Hindu ada Buddha ada, kemarin di Desember ada 3 yang Islam-Buddha 2, Kristen
Buddha 1.
Kalau selalin penghulu dan pendeta pemuka agama lain dari mana pak
biasaanya ?
Dari teman-teman jaringan. Ada bulan oktober, Islam sama BAHAI di BSD
nikahnya.
Yang paling banyak Islam-Kristen. Islam-Katolik, Islam-Hindu, Islam-Buddha,
Islam-Konghuncu dan Kristen-Konghucu.
Berarti semua pemuka agama bapak punya ya pak?
Iya semua ada.
Bapak bagaimana tanggapan bapak jika suatu saat Undang-undang
perkawinan melarang dengan tegas perawinan beda agama ?
Tidak mungkin bisa, karena Indonesia telah meratifikasi kovenan umum tentang
HAM dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 10 ayat 1 dan 2 yang
berbicara tentang hak berkeluarga. Karena itu nggak mungkin Indonesia memiliki
Undang-undang yang bertentangan dengan itu kecuali Indonesia mau keluar dulu
dari PBB. Kan setiap orang minimal punya 60 hak sipil warga negara diantaranya
memilih pasangan, memilih cara menikah dan memiliki keturunan. Dan itu hak
yang melekat dalam diri setiap orang secara hukum internasional. Oleh karena
yaitu dari dulu selalu dibuat abu-abu kan di Undang-Undang Perkawinan.
Bukankah ada pengecualian pak untuk umat Islam di KHI yang tidak
memperbolehkan PBA?
78
Sebenanya sudah ada versi baru juga di KHI yang dibuat oleh bu Musdah Mulia
dan teman-teman, yang versi barukan membolehkan meskipun itu tidak jadi
disahkan oleh negara, namun wacana itu sudah dijalankan oleh sebagian
masyarakat kita.
Dilarang pasti tidak bisa. Bahkan MUI DKI pernah memperbolehkan tapi hanya
untuk laki-laki muslim. Karena rentang tahun berapa itu banyak pasangan beda
agama karena tidak difasilitasi oleh KUA menyebabkan yang muslim pindah ke
non Islam. Itulah yang kemudian MUI DKI membuat fatwa yang berbeda dengan
MUI Pusat untuk mengakomodir itu.
Bagaimana pandangan Bapak jika perempuan muslim menikah dengan laki-
laki non muslim?
Menurut saya tidak ada masalah juga karena sceara praktik, juga dilakukan oleh
keluarga Nabi Muhammad, dua putri Nai dari keluarga siti Khadijah itu Ruqayah
dan Zainab menikah dengan laki-laki Non Muslim. Jadi sebenarnya dari
peradaban Islam bukan sesuatu yang baru. Tapi kan dalam praktik di Indonesia
kita terlalu parktis ya hitung-hitungan dan sebagainya.
Tapi menurut saya memfasilitasi itu lebih mashlahah diperbolehkan dari pada
dilarang sebab jika dilarang maka membuat mereka antipati, akhirnya mereka rela
meninggalkan agamanya. Untunglah ada lembaga seperti ini yang membantu
menjembatani sehingga mereka tidak perlu pindah agama.
Terkait dengan pendidikan anak PBA bagaimana bapak meyikapinya dan
menjelaskan konsekuensinya kepada calon pasangan PBA?
Saya merekomendasikan untuk memperkenalkan 2 tradisi agama ke anak-anak
mereka tujuannya supaya anak ini dari kecil sudah mengenal perbedaan, itu jauh
lebih baik ketimbang hanya salah satu aja. Atau ada juga yang mempunyai
kesepakatan kalau perempuan ikut agamnya ibunya, kalau laki-laki ikut agama
ayahnya. Kalau mereka mau seperti itu ya silahkan saja. Tapi memang di
lapangan mayoritas mengajarkan dua agama sekaligus kepada anak-anaknya
79
sampai nanti anak ini bisa memilih untuk melanjutkan yang mana. Itu dianggap
paling fair bagi anak juga bagi pasangan yang menikahinya.
Selain itu apa lagi yang bapak bisaanya warning kepada calon pasangan
PBA?
Yang pertama harus sudah selesai dengan keinginan pasangan mengikuti
agamanya. Yang kedua, jangan pernah berharap semua orang akan memahami
pilihan kita. Itu tujuannya secara psikologis mereka sudah siap menghadapi
tantangan dan tentangan. Tantangannya sama layaknya perkawinan pada
umumnya. Tentangannya seumur hidup. Pasti akan selalu ada orang yang
menentang baik dari lingkungan keluarga dan ligkungan masyarakat. Jadi mesti
legowo. Kalau tidak pasti akan stress sendiri sepanjang hidup.
Apakah Bapak berharap Indonesia memperbolehkan PBA?
Sebenarnya tidak perlu memperbolehkan, hanya memfasilitasi saja. Karena
sebenarnya perkawinan adalah wewenang lembaga agama kan?
Jadi sebetulnya negara itu seperti cuci tangan, ngambil posisi aman. Nah Undnag-
Undang Perkawinan kan sebetulnya negara mengambil posisi aman. Hanya kan
problemnya di ASN yang bias ideologi agama. Di Undang-Undang Perkawinan
kan negara hanya mencatatkan, kembali lagi kepada adakah lembaga agama yang
mau mengesahkan. Kan sekarang banyak yang mau baik di lingkungan Islam,
Kristen, Katolik dan agama yang lain itu sudah tidak ada masalah. Dan setelah itu
apa? Kan tugas negara tinggal mencatatnya dan tidak ada yang menyalahkan
ketika negara melakukan itu kan pengesahan perkawinan itu bukan pada negara
tapi lembaga agama.
Bapak sendiri kan orang NU pak, apakah ada tanggapan dari Organisasi
terkait dengan yang Bapak lakukan?
Kalo di NU kan saling menghargai aja meskupun ada yang menyatakan tidak
boleh.
80
Tapi kalau kita petakan para ulama, cendekiawan muslim yang membolehkan itu
kan rata-rata dari lingkungan NU. Dari Muhammadiyah kita masih sulit. Misalnya
ada Cak Nur, Gusdur, Pak Johan yang pertama kali memberikan tafsir humanis
pada PBA. Kemudian dipraktikkan oleh Prof Zainudin kamal, Prof. Kautsar
Azhari Noer, Mas Nanang Tahqiq selain itu ada juga Helmi Hidayat, lalu ada
yang tidak mau jadi penghulu tapi memperkuat dari persepktif Islam, contohnya
Dr. Abdul Moqsith Ghazali.
Menurut Bapak apakah PBA adalah satu kebutuhan mendesak ditengah
pluralitas atau sebenarnya merupakan pilihan dan masih memiliki
alternatif lain untuk menikah sesama agama?
Sebenarnya bukan karena kebutuhan, orang itu menikah hanya karena saling
mencintai aja. Nah namanya cinta, rasa kan tidak punya agama jadi sebetulnya ini
sesuatu yang sunnatullah. Perbedaan, rasa cinta kita sama seseorang itu kan tidak
bisa diintervensi, tidak bisa diarah-arahkan tiba-tiba kita suka sama orang senang,
kemudian lama-lama jatuh cinta itukan tidak bisa direkayasa. Oleh karena itu
beberapa pasangan yang sudah berupaya mati-matian, karena tidak ada agama
yang bilang boleh mereka berusaha meninggalkan kemudian cari yang baru,
akhirnya balik lagi, balik lagi, gitu. Bahkan sampai ada yang masing masing
sudah nikah, puluhan tahun ketemu lagi dan sudah pisah dengan pasangannya
masing-masing, sudah punya anak. Saya sudah 2 kali ketemu kasus seperti itu.
Artinya rasa cinta itu tidak bisa direkayasa, tidak bisa diintervensi. Karena itu
cinta adalah anugerah terbesar dari Tuhan. Benar itu. Apalagi kalau dari perspektif
sufistik. Tuhan itu menciptakan agama dulu atau cinta dulu sih? cinta dulu kan
kalau kata sufi.
Dalam kehidupan yang plural, yang selama ini menjadi halangan baik PBA
atau waris beda agama itu apakah lebih baik dibebaskan saja atau
bagaimana pak menurut Bapak?
Kalau saya prinsipnya gini, siapapun yang mengingkari kebhinekaan maka itu
mengingkari kehendak Tuhan. Karena di Al-Qur’an itu kan Tuhan sengaja
81
menciptakan kita berbeda beda, di al-Hujurat: 13 begitukan. Berarti kalau ada
orang mengingkari itu berarti dia mengingkari Tuhan. Oleh karena itu kebijakan,
policy, aturan manusia yang dibuat dalam rangka menegasikan fakta pluralitas itu
maka itu bertentangan dengan sunnatullah.
Misalnya tentang waris beda agama. Itukan karena kita masih diselimuti oleh
pemahaman agama secara syariat mining, padahal semua agama diciptakan oleh
Tuhan. Atau tiba tiba ada yang mengatakan ini agama yang paling benar,
memangnya Tuhan dulu saat mnciptakan agama Nasrani, Yahudi. Yahudi
dibawakan oleh Nabi Musa, Nasrani dibawakan oleh Nabi Isa, lalu setelah itu
Tuhan bikin lagi Agama Islam yang dibawakan oleh Muhammad. Lalu agama
sebelumnya berlaku tidak ? Kan tidak pernah bilang tidak berlaku, tetap berlaku.
Kalau mereka masih setia dengan agama sebelumnya.
Karena itu Cak Nur dan Gus Dur sering menyatakan bahwa Islam, Katolik, Hindu
Buddha hanya sekedar merek aja. Tetapi esensinya tetap sama. Syariatnya itu
sudah pasti beda-beda tapi tujuan akhirnya sama. Ridha Tuhan. Semua umat
beragama kan tujuannya itu, kita berasal dari Dia dan nanti akan kembali ke Dia.
Jadi semasa hidup sejatinya adalah upaya agar kita bisa kembali dengan keadaan
yang baik dan damai.
Jadi secara kesimpulan jika menikah beda agama kemudian
diadminstrasikan di catatan sipil itu sudah pasti tidak ada status Islam, dan
hanya mengikuti agama pasangan nonmuslim. Benar ya pak?
Iya.
Jadi prosesi Islam itu hanya untuk mengesahkan secara agama.
Iya.
Menurut pandangan Bapak ini masih dalam bentuk penyelundupan hukum
atau tidak?
82
Tidak juga. tergantung perspektif. Jika kita bergantung pada Undang-Undang
Perkawinan, Undang-Undang Kependudukan, Undang-Undang HAM, Putusan
MA. Sudah sangat konstitusional.
83
HASIL WAWANCARA PELAKU PERKAWINAN BEDA AGAMA DI
YAYASAN HARMONI MITRA MADANIA
Nama : DM
Usia : 33 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : S1
Riwayat Pendidikan Keagamaan : Sekolah Dasar Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Keterangan : Menikah dengan suaminya IFW 35
Tahun beragama Katolik
Interview via Direct Message Instagram, 16 Januari 2021 Pukul 20.00 WIB
Sebelum masuk kepada pertanyaan inti, aku butuh data diri anda dan suami
dulu ya.
Apa agama anda dan suami saat ini?
Saya Islam , Suami saya Katolik.
Apa pekerjaan anda dan suami saat ini?
Karyawan Swasta
Kalo untuk pendidikan terakhirnya apa ya?
S1
Apakah anda dan suami pernah menempuh pendidikan keagamaan ?
Kalo saya sendiri, dulu sekolah di SD Islam. Kalau suami, sekolah katolik
Selain mendapatkan pengetahuan keagamaan di sekolah, bagaimana anda
dan suami mencari pengetahuan agama? Apakah anda dan suami rutin ikut
pengajian agama yang ada di masyarakat baik secara langsung maupun
daring?
Sejauh yang kami alami, pengetahuan agama bisa kami dapat dari mana aja
Oh iya untuk anda dan suami apakah tergolong orang yang aktif dalam
kegiatan masyarakat?
Nggak ada kegiatan masyarakat. Kalopun ada, kami yang ga ada waktu krn kami
bekerja semua. Sebelum pandemi, biasanya umat katolik sering mengadakan
84
kegiatan lingkungan, cuma karena kegiatannya seringnya di weekdays, kami ga
pernah join.
Mengapa anda dan suami memutuskan untuk menikah beda agama?
Karena kami lahir & dibesarkan secara Islam bagi saya & katolik bagi suami &
sampai saat ini masih nyaman dengan kondisi masing-masing.
Berarti perbedaan agama tidak menganggu hubungan anda sama sekali ya?
Nggak, krn pada prinsipnya kami merasa masih pada sumber yang sama.
Sebelum anda ke yayasan, bagaimana pengetahuan anda tentang
perkawinan beda agama?
Sebelum ktmu Pak Nurcholish, belum punya pengetahuan soal nikah beda agama
dlm perspektif Islam. Tapi waktu kecil sempet pernah denger kalo nikah beda
agama yg diperkenankan dalam Islam adalah jika lelakinya Islam &
perempuannya ahlul kitab. Cuma sebatas itu aja. Akhirnya memutuskan untuk
bertemu beliau supaya dapat penjelasan lebih detail
Bagaimana anda menemukan yayasan Pak Nurcholish?
Rekomendasi nama Pak Nurcholish dikasih oleh Saudara sepupu suami yang
kebetulan juga NBA tapi ga menikah melalui beliau, kemudian sempet dipinjami
bukunya ttg nikah beda agama. Di dalam bukunya ada alamat e-mail beliau kalo
ga salah, lalu Saya kontak beliau ke e-mail tersebut.
Kemudian boleh diceritakan selanjutnya seperti apa prosesnya sampai anda
menikah melalui yayasan?
Setelah kontak beliau, kami janjian bertemu, ingin dijelaskan bagaimana hukum
nikah beda agama menurut Islam. Karena itu yang akan kami bawa untuk
menjelaskan ke org tua, khususnya ortu Saya. Setelah menjelaskan ke ortu,
ternyata ada hal-hal yang memang di luar kapasitas kami, sehingga akhirnya kami
memutuskan untuk meminta Pak Nurcholish yang menjelaskan sendiri ke ortu
Saya.
apakah orang tua anda langsung setuju setelah dijabarkan oleh beliau?
Kalo dari ortu si alhamdulillah sudah sepemahaman. Cuma memang ada salah
satu anda Saya yang sedikit punya perbedaan pendapat.
Apakah saat ini beliau masih dengan pendapatnya? Ataukah sudah mulai
memahami?
Soal perbedaan pendapat itu kembali ke pribadi masing2 ya.. & ga bisa
dipungkiri, kita sbg manusia punya prinsip masing. Pada waktu itu, saya & suami
tujuannya adalah mendapatkan restu dari ortu.
85
Setelah mediasi berhasil. Berapa lama jangka waktunya menuju perkawinan
Dimana dan bagaimana perkawinan dilaksanakan?
Kurang lebih sekitar setahun. Perkawinannya dilaksanakan di Jogja. Diawali akad
nikah di hotel terlebih dahulu, setelah itu lanjut pemberkatan di gereja.
Kalau pengurusan catatan sipil anda urus sendiri ya?
Diurus oleh pihak gereja. Kami hanya menyiapkan berkas2nya saja.
Berarti anda tidak mengurus surat baptis dulu ya ?
Nggak saya nggak membuat surat baptis. Beberapa gereja memang nggak mau
ngurusin capil. Jadi untuk pencatatan diurus oleh pasutri langsung. Tapi untuk
gereja tempat kami pemberkatan, urusan pencatatan sipil sudah diurus oleh pihak
gereja. Surat pengantar perkawinan Saya juga sempat ditolak oleh pihak
kelurahan domisili saya karena calon suami beda agama. Hingga akhirnya dibantu
sama pihak paroki gereja, jadinya ga pake surat pengantar.
Selama kehidupan rumah tangga anda, apakah anda pernah mengalami
masalah yang berkaitan dengan perbedaan agama?
Kalo kehidupan rumah tangga sendiri nggak pernah ada masalah yg berkaitan dg
perbedaan agama.
Bagaimana konsep pendidikan anak yang anda dan suami pilih sebagai
konsekuensi perkawinan beda agama?
Kami memilih konsep pendidikan yang lebih universal & berbasis humanity.
Berarti anda akan mengajarkan dua ajaran agama sekaligus ya ?
Bukan agamanya yang kami ajarkan, tapi nilai2 positif yg ada dalam agama kami.
Berarti untuk ritual peribadatan tidak ya ?
Terkait ritual ini, kami sebagai orangtua cenderung lebih ingin memberikan
contoh saja kepada si anak daripada harus mengajarkan anak dengan segala ritual
ibadat kami yang berbeda. Namun, apabila nanti si anak meminta
penjelasan/minta diajarkan ritual ibadat yang dilakukan oleh ortunya, baru kami
akan mengajarkan. Karena kami ingin si anak mengenal Tuhan berdasarkan
perjalanan hidupnya sendiri, bukan karena ortunya.
Kalau anda sendiri apakah termasuk kategori orang yang rutin melakukan
ritual ibadah atau biasa saja?
Menurutku ini terlalu personal hehe.
Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa perkawinan bukan hanya
hubungan antara sesama manusia, namun juga antara manusia dengan
86
Tuhan itu sendiri. Sehingga pemilihan pasangan bukan hanya untuk teman
hidup di dunia, namun juga di kehidupan selanjutnya. dan di dalam Al-
Qur'an terdapat ayat bahwa sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah
Islam. Artinya agama lain tidak diterima. Bagaimana anda menanggapi hal
tersebut?
Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan di alam dunia ini. Selain
hubungan horizontal (sesama manusia), kita juga memiliki hubungan vertikal
(dengan Tuhan). Nah, hubungan ini menurut kami sifatnya bahkan lebih deep dan
private dari sekedar agama itu sendiri. Di situlah esensi dari spiritual. Sebelum
menikah kami telah melalui sebuah proses panjang yang membedakan dimensi
spiritual dan agama. Di sini kami sadar, bahwa banyak pasangan lain belum bisa
memisahkan kedua hal tersebut yang berujung pada kebenaran masing-masing.
Soal sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam, saya tidak terlalu ambil
pusing. Krn menurut Saya, Quran itu ilmu tafsir. Butuh kesadaran yang berbeda
untuk bisa memahami ayat sesuai konteks, dan bukan hanya di level kulit (syariat)
saja.
Bagaimana respon masyarakat terkait dengan perkawinan anda?
Hmmm... Sejujurnya Saya ga tau ya. Krn ga pernah ambil pusing gimana respon
masyarakat sekitar, selama ga ada yg memberikan dampak buruk hehe
87
HASIL WAWANCARA PELAKU PERKAWINAN BEDA AGAMA DI
YAYASAN HARMONI MITRA MADANIA
Nama : DKHK
Usia : 29 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : S1
Riwayat Pendidikan Keagamaan : Tidak Pernah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Keterangan : Menikah dengan suaminya ML 26
Tahun beragama Katolik
Wawancara bersama suaminya ML 29 Tahun beragama Katolik
Interwied via Telefon Whatsapp, 17 Januari 2021 Pukul 11.00 WIB.
Apa agama anda dan pasangan?
Saya Islam, pasangan saya Katolik.
Berapa Usia anda dan pasangan saat ini?
Saya 29, pasangan saya 26. Eh iya kan 26 yakan? Hehe terbalik, beda 3 tahun.
Saya 29 dia 26.
Apa pekerjaan anda dan pasangan saat ini?
Saya karyawan swasta sama suami saya juga karyawan.
Apa pendidikan terakhirnya apa ka kalo boleh tau?
Saya S1 Sastra Jepang, suami saya S1 ini apa kamu? Teknik Informatika.
Apakah anda pernah dan suami pernah menempuh pendidikan agama di
sekolah?
Iyah, pendidikan agama yang kaya gimana?
Maksudnya sekolah Islam atau sekolah Katolik seperti itu yang lebih spesifik
seperti Madrasah Ibtidaiyah , Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah
seperti itu.
Ga pernah sekolah umum, Cuma kayanya sekolah swasta pernah deh. SMA, tapi
kan SMA Katolik eh Kristen kayanya
88
ada sih tapi gaada yang Aturan dalam sekolah gaada yang seperti itu . (suaminya
menambahi)
Kalo saya sih gaada, saya sekolahnya sekolah apa umum.
Berarti suami anda ada sekolah Katolik ya ka?
Bukan Katolik si, malah Kristen dia sekolahnya dia sekolah Kristen .
Apakah anda itu termasuk orang yang aktif dimasyarakat?
Oh, biasa aja sih. Saya malah jarang juga. Bukan tipe yang seneng. Jadi lebih suka
dirumah aja. Hehehe
Apakah anda termasuk orang yang suka mengikuti kajian keIslaman
dilingkungan masyarakat atau secara daring?
Kalo saya yang dirumah si engga. Soalnya kan saya ngekos kerjanya dulu. Jadi
saya lebih ke kerjaan sih jarang ikut kaya gitu-gitu .
Berapa lama anda menalin hubungan sebelum menikah?
Dari 2017 , 3 tahunan.
Mengapa anda mau menikah dengan orang yang berbeda agama dengan
anda?
Ya soalnya ketemunya sama dia hehehe. Ketemunya sama dia kan gabisa milih-
milih juga. Maksudnya ya cocoknya sama dia ya terus sama aja lah kita pokoknya
yang sama apa ya, kalo orang maunya maunya kan ya kadang yang ketemunya
kenyataannya ga gitu.
jadi, ya karena sudah merasa sama-sama cocok jadi yasudah mantap
menikah, gitu ya?
Iyah, gitu sih. Kebetulan aja bedanya banyak gitu kan. Justru karena beda itu sih
jadi , karena nggak sama kalo sama kan mungkin sama aja sama diri kita sendiri
gaada bedanya ga seru, hehehe.
Berarti anda cukup ini toleransi yah dengan perbedaan yang sangat
signifikan tersebut?
Emm, iyah. Saya si engga pernah milih-milih si. Maksudnya kalo orang kan ah
maunya seagama, kan itu maunya kalo ketemunya nggak sama yang begitu kan
toh itu bukan tolak ukur orang itu bakalan baik sama kita juga belum tentu itu kan
cuma label, belum tentu yang sama itu akan lebih baik . yahh, ketemunya dengan
yang beda dan dia baik sama aja kan. kalo kita toh yang penting mengejarnya
yang baik.
89
Bagaimana pandangan tentang pasangan hidup? Apakah menurut anda kita
itu bisa memilih atau memang sebenernya dipilihkan langsung dari Tuhan
dan kita tidak punya kapabilitas untuk memilih?
Ah itu dia. Itu konsepnya dulu, konsepnya Tuhan yang bagaimana nih kalo
aturan-aturan itu kan kadang diterjemahkan dan diinterpretasikan sama manusia
yang kadang yang mengikat aturan inilah itulah itu banyaknya manusianya. Kalo
gitu, terus tau darimana kalo itu pilihan Tuhan. Soalnya yang ngomong juga
manusia hehehe. Kalo saya si yasudah ya itu tadi ya terserah aja kalo emang kalo
katanya dipilihkan Tuhan dia kan kalo misalnya itu kan harusnya nggak ketemu
dong, emang ketemunya darimana kalo tiba-tiba ketemu terus cocok, kalo
misalnya emang bukan ditakdirkan ya nggak mungkin ketemu kan.
Jadi, memilih atau dipilihkan soalnya itu sama aja kalo alasannya hukumnya
nggak bolehlah inilah itukan katanya manusia disini. Pendapat-pendapat lain pun
banyak namanya interpretasi, orang kadang maunya berbeda-beda yakan? Kaya
masalah poligami di kita boleh di tempat lain nggak boleh. Terus ada yang boleh
tapi nikahin janda-janda tua tapi kebanyakannya poligami orang-orang muda itu
kan sebenernya juga interpretasi orang-orang aja. Percayanya ya percaya kalo itu
baik kenapa nggak? Daripada kita cuman apa ngejar, ngejar mau baik tapi jahat
sama orang lain ngebeda-bedain orang lain ih kamu bukan agamaku, aku
gamaulah sama kamu. Itu kan tidak baik malah justru kita kalo berlaku seperti itu.
Bagaimana pengetahuan anda tentang hukum perkawinan beda agamma
menurut hukum Islam?
Kan ceritanya juga kan banyak nih cerita-cerita eee yang Nabi juga nikah bukan
sama orang Islam yang apa perempuan-perempuan Nasrani bahkan itu bukan
untuk sekalinya bahkan anak-anaknya Siti Khadijah dan Nabi Muhammad juga
dinikahin sama orang bukan Islam juga bisa. Itu kan berarti ada disitu memang
terjadi. Kalo misalkan nggak boleh, kenapa itu ada gitu. Tergantung yang
menyampaikannya yang mau digarisbawahi itu apa? dilarang gara-gara apa? yang
kafirlah yang musyriklah. Istilah kafir dan musyrik itu apa dulu? Orang Islam juga
bisa kafir orang Islam juga bisa musyrik kenapa harus orang yang berbeda agama
itu pasti kafir dan musyrik? Itu aja dari pemahaman kita itu aja saya udah nggak
setuju gitu.
Jadi, kalo boleh mungkin karena pandangan saya berbeda gitu dari orang
kebanyakan.
Apakah anda mendapatkan pengetahuan seperti itu setelah berkonslutasi ke
Yayasan atau memang sebelumnya sudah tahu ?
Kalo pemahaman soal agama ngomong bahas masalah Tuhan si saya udah dari
dulu sih sebelum ketemu Pak Nur Cholish juga saya bukan eee saya adalah orang
yang memegang teguh apa yaa eee justru saya malah agak-agak nggak cocok
90
sama pengajaran agama zaman sekarang tapi yang dibahas buku-buku sekolah
zaman sekarang beda sih sama yang zaman dulu gitu. Jadi, eee gimana yah? Kalo
ketemu Pak Nur Cholish itu udah beda lagi kalo itu kan saya mendalami tentang
bedanya kita gitu kan, tapi sebelumnya dari sebelum-sebelumnya juga saya bukan
tipe yang orang terlalu merasa agama Islam udah yang paling bener yang lain
salah, kalo Islam tuh udah yang paling sempurna yang lain terus nggak bener itu
nggak sih.
Saya malah justru karena dulu saya tinggal lama tuh di Bekasi, di Bekasi tuh saya
sekolah umum saya diwajibin pake kerudung padahal di sekolah umum bukan
sekolah Islami. Itu aja saya merasa terus tetangga saya ada yang Kristen itu aja
sama lingkungan sekitar tuh mereka ibadah bikin rumah ibadah dilemparin batu,
mereka ibadah di rumah dikomplain katanya berisik. Kayak kita nggak berisik aja
hehehehe. Saya tuh agak gimana ya kok kayak gini? Agama apaan si kayak gini,
malah saya jadi benci sejujurnya kok kayak gini. Tapi Islam yang saya tau itu
bukan seperti itu. Cuman kebanyakan manusianya itu yang bikin wajah Islam jadi
seperti itu, tapi itu saya pindah ke Jogja disini tuh beda, disini toleransinya tinggi.
Mereka lebih ngehargain sesama. Jadi, kalo pemahaman saya soal agama seperti
itu mungkin memang dari dulu. Bukan terus saya ketemu pak Nur karena saya
mau mendengarkan karna saya apa eee nikah beda agama, engga. Memang dari
awal saya memang eee apa ya, tidak setuju sih dengan pemahaman kebanyakan
orang.
Baagaimana prosesnya anda menemukan yayasan?
Kalo tau itu aku pertama sih ini yah ngeliat di apa pertama tuh Pak Nur itu dari
Facebook kalo nggak salah. Jadi pernah ngeshare ngeliat foto orang nikah beda
agama, ya kan selama ini kan orang kebanyakan nggak boleh, dilarang itu semua
tidak bisa bla bla bla. Bahkan pasangan saya juga dia tuh gatau kalo dari agama
dia juga apa bisa menikah secara beda agama karena pemahaman itu juga semua
sama, semua agama juga sebenernya sama menganjurkan untuk menikah sesama
aja gausah jauh-jauh agama, suku misal orang Jawa sama orang Jawa kan kayak
gitu kebanyakan.
Kenapa sih seperti itu? Karena, kalo dengan sama itu akan lebih mudah dan
mengecilkan kemungkinan akan adanya perselisihan gitu, kalo sama kan
kemungkinan yang dibahas bukan yang beda-bedanya gitu sama-sama yang lain.
Padahal kan itu bukan tolak ukur kita bakalan apa tidak akan ada masalah,
sedangkan kalo beda itu bedanya banyak. Udah beda suku, beda agama pula, beda
hal yang sangat eee apa prinsip sekali kan ngomongin soal agama itu kan sensitif.
Jadi, mereka itu semua agama pasti mengajarkan udahlah sama orang sesama
agamanya aja biar nggak ribet biar lebih tidak bermasalah. Cuman ya, hehehehe
makannya begitu saya pernah liat Pak Nur Cholish itu apa kok ada ya? Gimana ya
? kenapa ya? Apa si landasannya? Saya juga belajar dulu, baca, saya beli
bukunya saya baca, terus dapet nomornya Pak Nur Cholish saya tanya-tanya juga.
91
Jadi biar yang yang apa emang ada kan dulu juga saya ga kepikiran kalo memang
ada caranya secara hukum bisa secara agamanya juga bisa gitu, jujur aja saya
gatau kalo nggak dari Pak Nur sih. Jadi emang belajar sih saya belajar dulu,
ngeliat-liat dulu, tanya-tanya sama Pak Nur .
Berarti konsultasinya secara online ya ?
Hmm, secara online. Saya baru ketemu Pak Nur itu sebelum nikah yah. 1 bulan
sebelum ya kayanya yah, satu bulan sebelum itu ketemu Pak Nur juga waktu pas
pak Nur lagi ke Jogja . Abis itu udah, udah mau apa ngumpulin berkas-berkas
buat nikah paling engga ya apa ikut komunitas-komunitas di keluarga Bhinneka
juga, jadi banyak sharing-sharingnya sama yang udah berpengalaman. gitu
udahlah hehehe.
Bagaimana tanggapan orang tua waktu anda mau menikah beda agama?
Awalnya juga nggak boleh, awalnya tetep suruh salah satu harus ikut satu
agamanya kaya gitulah biasalah, Orang tua kan juga kadang mungkin mereka
paham maksudnya. Maksudnya kenapa kita mau milih jalan yang seperti ini, tapi
mereka juga mikirin kan gimana sih masyarakat, kata orang nanti gimana.
Ribetnya itu adalah omongan orang, awalnya juga susah cuma kan saya juga kasih
penjelasan, ngapain kalo misalnya awalnya udahlah ganti aja cuman di KTP
doang buat ngurus ke KUA ntar kelar Islam balik lagi jadi agama yang awal juga
nggak papa silahkan. Itu apa? Kalo kaya gitu kan sama aja mempermainkan
agama tuh justru yang seperti itu cuma demi melegalkan secara negara biar boleh
secara KUA ganti KTP ntar ganti lagi.
Apaan kaya gitu tuh justru yang kaya gitu yang agamanya yang dipertaruhkan,
kalo kita bisa sama-sama masing-masing kepercayaan masing-masing dan bisa,
kenapa harus ngambil cara bohongan dan berpura-pura? Itu sih yang saya jadiin
alasan ke orang tua kenapa kita lebih milih beda aja daripada harus sama tapi
pura-pura, gonta-ganti gonta-ganti cuman demi kenyamanan masyarakat.
Berapa lama anda mampu mengambil hati orang tualah untuk bisa memberi
restu?
Kita tuh juga awalnya nggak ada rencana buat nikah yah. Hehehe tiba-tiba, tiba-
tiba aneh juga itu. Awalnya juga dari orang tua saya sih yang nyuruh cepet-cepet
karena saya udah saya sudah umur bla bla bla gitu kan awalnya juga kita gaada
pemikiran kesana, cuman begitu saya tau belajar soal apa? Pak Nur dan tadi
caranya tuh jadi saya sebenernya ditantangin.
Ditantangin sama itu saya kalo apa kalo kalian bisa dengan cara kalian, monggo
silahkan. Tapi kalo nanti kalo kamu waktu yang ditentukan kalian gabisa kalian
harus ikut caranya mamah. Kaya gitu ditantangin seperti itu, jadinya mau nggak
mau maju kita dan ternyata berhasil juga dan bisa. Sampe nikah dan kita udah
92
punya akte nikah juga, nggak masalah gitu. Akhirnya maju beneran hehehehe.
Terus yoo engga disangka juga lancar gitu pas ngurus-ngurus segala sesuatunya
itu.
Awalnya yaa, susah juga.
Apakah anda menggunakan jasa mediasi orangtua di Yayasan?
Biasanya sih kalo yang emang orang tuanya keras banget, yang saya sih dari
ceritanya temen-temen yang dikeluarga Bhinneka si kalo yang emang parah
banget itu Pak Nurnya yang ngomong langsung menjelaskan secara detail itu ada.
Cuman kalo saya sih nggak sih, orang tua saya cuma ketemu pas hari kita
dinikahkan akad yang sama Pak Nur itu ketemunya disitu doang kok soalnya saya
udah jelasin secara detail, saya juga bapak saya si juga nggak nentang, Cuma
paling pemikirannya ya itu tadi.
Gimana sih? nanti orang-orang tuh bakalan ngomong apa gitu? Dan lain-lain.
Kalo saya sih nggak peduli omongan orang, cuma kan orang tua saya yang
kasihan juga gitu. Yang pasti, jadi jadi gimana yah? Bukan nggak bukan ditutup-
tutupi, tapi memang hanya beberapa keluarga yang memang perlu tau aja sih yang
diinfokan sama ibu saya sama bapak saya sih di rumah nggak tahu semua sih
nggak masalah.
Berarti orang tua anda termasuk orang yang fleksibel ya dalam memahami
ajaran agama ?
Iya sih, kalo orang tua saya sih nggak yang maksudnya mereka paham yang saya
sampaikan tuh paham. Saya juga orangnya keras sih, maksudnya kalo misalnya
nggak boleh nih nggak usah yaudah, kalo nggak malah yaudah saya juga nggak
ada berharap untuk menikah hehehe. Oh awalnya juga saya nggak pengen nikah
kan mba, jadi mungkin bukannya apa yah, tapi kalo seandainya nggak dikasih
nggak boleh nih kamu nggak boleh kalo nggak sama yang sama agama yaudah,
nggak usah nikah hehehe. Parah banget, yang ada pusing orang tua saya hehehe
Karena, saya itu gimana yah? Orang tua saya kan juga pisah kan. Jadi saya bukan
orang yang memimpikan menikah itu adalah pasti sama dengan bahagia itu tidak.
Jadi, buat melangkah ke jenjang perkawinan sih juga sebenernya apa ya? Kalo
orang lain kan wohh udah kerja, udah sekolah udah disekolahkan udah lulus udah
kerja udahannya udah harus nikah udah punya anak. Itu tuh bukan tujuan
kehidupan bahagia saya, karena saya tau. Saya kan dari keluarga yang pisah. Jadi,
saya tahu orang nikah tuh nggak mesti bahagia juga gitu.
Jadi itu bukan impian saya sekali. Seandainya nggak menikah pun saya bisa
mencari tujuan kebahagiaan hidup saya yang lain gitu cuman mungkin karena itu
juga orang tua saya juga ya daripada nih anak heheh kaya begini gitu kan, yaudah
udah ada temennya udah ini toh buat kebaikan juga toh caranya juga ada.
93
Kalo masalah dosa apa nggaknya mah dosa kan entar yang nanggung juga saya
sendiri yah dilaknat di neraka yaudah saya yang nanggung kan gitu. Hidup udah
dewasa udah sadar diri juga, orang tua saya udah ngingatin, baikpun mereka
sudah ngingatin kalo saya seandainya sayanya yang kaya gini yaudah, mungkin
mereka sedih. Karena saya keras ibu saya juga keras cuman kalo bapak saya sih
lebih lebih apa ya? Lebih nerima sih.
Selanjutnya kan proses menikah ya berarti. Proses menikah itu berarti dua
kali prosesi yah? Secara Islam dan secara Katolik?
Iya, dua kali.
Apakah semua diurus Yayasan dari awal akad sampai pencatatannya ?
Kalo sama Pak Nur Cholish cuman akadnya aja. Kalo yang apa perkawinan yang
Katolik itu saya sama pasangan saya yang ngurus sendiri sih karena dari kalo di
Jogja kan waktu itu juga sempet tanya juga sama Pak Nur pas ditanya agamanya
apa sama apa? Islam sama Katolik. Oh kalo Katolik kalo di Jogja semua gereja
Katolik itu bisa memfasilitasi perkawinan beda agama. Karena mereka sudah
mengatur hukumnya sendiri, jadi memang ada perkawinan beda gereja antara
Kristen sama Katolik dan perkawinan beda agama Katolik dengan nonkatolik.
Mau itu Islam mau Buddha mau Hindu itu ada. Mereka membolehkan itu, gitu.
Yaudah, kita coba jalanin sendiri sih.
Berarti pencatatan sipilnya diuus sendiri juga ya?
Ngurus sendiri sama tanya-tanya sendiri juga. Dan itu pasangan saya juga baru tau
kalo di Katolik bisa .
Apakah setelah menikah adakah problem yang anda hadapi terkait dengan
perbedaan agama?
Kalo saya sih nggak ada sih. Cuma paling ya kalo hmmm apa ya? belum mungkin
karena kan kita juga masih baru nikah juga terus masih berdua juga belum ada
anak jadi, masih kita sih biasa-biasa aja yah. Biasa-biasa aja, toh keluarga deket
tau cuman kalo mungkin yang nggak tahu itu yang ya mereka nggak perlu tahu ya
kalo mereka ga nanya ya saya ga jawab kan gitu kalo nikahnya sah nggak sih?
Kok beda sih? Kalo yang ngomong itu paling ya saya jawab gitu. Cuman kalo
mereka nggak nanya ya biarin aja hehehe. Dengan pemahaman dan presepsinya
masing-masing. toh kalo masalah dosa dan lain-lain ya ditanggung masing-
masing.
Kapan anda menikah ?
Baru kok, baru kemaren saya tuh akad tanggal 19 Desember 2020.
Terus, Katoliknya yah Katoliknya di tanggal 29 pencacatan perkawinan tanggal
30.
94
Bagaimana konsep pendidikan agama untuk anak anda kedepannya?
Bebas dia hehehe. Kalo memang berarti kalo itu kan harus di KK itu kan harus
kira-kira mau dikasih agama apa yah? Buddha? heheheehehe yang beda heheh kan
udah ada Islam ada Katolik nanti dia dikasih yang beda. Kalo saya sih tipenya
bebas dia mau beragama apa, cuman kan memang apa? Hmmm nah itu dia
maksud saya, kita tuh waktu lahir aja nggak bisa milih lahir tuh langsung nah
orang tua Islam agamanya Islam, orang tuanya Katolik agamanya Katolik. Jadi
tidak ada mencari Tuhan kita sendiri yang memang panggilan jiwa kita tuh nggak
ada. Semua dicetak, jadi PR kita juga justru kan. Nah ini mau dijadiin apa nih?
Terserah, bebas nanti dia tinggal sesuai dia sendiri hehehe.
Sesuka dia, suka-sukanya dia nanti dikasih Buddha dianya mau Buddha kan beda.
Kalo di Jogja kan bebas bisa lebih mudah , bebas semua tidak dicap-capin agama.
walaupun kita kasih dia kebebasan untuk memilih tapi kan saat dia masih
kecil dia pasti akan bertanya tentang agama dan tata caranya. Bagaimana
anda menjelaskannya?
Kalo ngajarin kan akan kita ajarin porsi kita masing-masing. Kalo saya ngajarin
Islam dia ngajarin Katolik ya dia biar isinya lebih banyak nih dibanding saya dulu.
Saya dulu cuman belajar Islam nggak tahu apaapa soal agama yang lain tahunya
cuman oh ada Katolik ada 5 agama yang diakuin di Indonesia terus pacar saya apa
pasangan saya juga cuman yang dia tau Kristen Katolik cuman yang pernah dia
pelajari dia nggak tau dari sisi Islamnya dengan kita punya anak ya ajarin aja
semua dia belajar Islam dia belajar Katolik , entar kan dia bingung nih dia cari kan
dia akan bisa lebih punya kesempatan untuk itu baru kenal dua, belum kenal
agama yang lain .
Diperkenalkan semuanya biar dia tahu, dia belajar semuanya biar dia bisa mikir
nih mana yang bagi dia menurut dia dan pencarian dia. Itulah pencarian Tuhan
buat dia sendiri. Tapi kalo saya, ya saya ajarin yang saya bisa dong yang saya
kuasai. Saya biar diajarin, kalo nanti masalah orang lain ih anaknya diajarin apa
sih nih kok ini kok gini? Biarin ajaaa gausah peduli apa kata orang. Emang saya
minta makan orang hehehehhe. Saya ajarin anak saya biar kuat dan punya
pendirian sendiri.
Bagaimana kehidupan beragama pasca menikah?
Emmm, kalo ibadah sih masing-masing sih yah. Maksudnya ya saling ngingetin
aja maksudnya kita kita tuh sama kok hehehe kita tuh sama. Cuman jalannya aja
yang beda, jalan beragamanya beda. Saya ke kanan dia ke kiri. Tapi yang kita tuju
tuh sebenernya sama. Caranya doang yang beda. Kalo Ibadah ya masing-masing.
95
Nggak perlu saya ikut, kan nggak juga. Tapi kalo dukung ya dukung. Cuman ya
masing-masing kalo itu kan cara nya aja cara kita beribadah walaupun yang dituju
tuh sama.
Berarti suami sering mengingatkan anda Shalat, puasa, gitu ya?
Kalo ngingetin sih hehe ya ngingetin biasa aja sih, maksudnya nggak yang kamu
harus ini ya. Kita kan bukan anak kecil yang harus didikte masa kita manusia juga
hmm apa yah? Itu kan hal-hal apa ya? Ya kecuali kalo sama anak, kalo anak kan
belum punya kebiasaan belum punya jati diri jadi harus dikasih tahu ini yah kamu
harus gini. Ya kan kita udah dewasa, nggak perlu berharap diingetin kamu jangan
lupa makan hehehe kan nggak mungkin kan kita nggak makan kalo kita laper kan
gitu. Yaa biasa aja sih biasa.
Kalo dari keluarga suami anda gimana ? Waktu itu sudah merestui atau ada
perdebatan yang panjang juga?
Kalo dari keluarga saya sendiri sih sebenernya kan karena kebetulan orang tua
saya kan sudah meninggal.
Jadinya istilahnya untuk restu sendiri ya saya ga perlu restu dari siapa-siapa sih
hehe. Cuma memang keluarga besar ya kan Cuma dari keluarga besar memang
ini sih memang apa namanya ada sedikit strik untuk soal yang berbeda. Jadinya
ya dari pihak keluarga sendiri saya tidak terlalu memberi tahu detail sih untuk
pasangan saya sebenarnya dari agama apa Cuma saya kasih tau kalo iyah
menikahnya di gereja seperti itu sih.
Oh jadi belum secara jelas yah mas dikasih tahu ke keluarganya berbeda
agama?
Iyah. Belum secara jelas.
Tapi kan nanti cepat atau lambat pasti ketauan mas. Gimana tuh? Hehe
Nah, cepat atau lambat akan h. Cuma kan kalo memang sudah terjadi dan
apalagi perkawinan secara Katolik kan tidak terceraikan. Jadinya mereka untuk
untuk apa namanya? Untuk berusaha memisahkan pun tidak akan bisa begitu sih.
Ya pasti murka si pasti, cuma ya sudah toh kalo misalkan aku jelasin dari awal
juga mereka juga pasti akan marah. Cuma kan bedanya kan eeee waktunya aja
sih. Maksudnya kalo misalkan apa? Saya beritahu waktu itu saya mau menikah
dengan yang berbeda agama, mereka juga marahnya akan sama dengan ketika
saya memberitahu nanti-nantinya gitu loh.
Baik. Saya boleh tanya nggak mas? Kenapa mas sangat mencintai istri dan
kenapa istri anda itu tidak tergantikan dengan perempuan yang lain yang
seagama gitu?
96
Itu kalo sebenernya sih kalo yang hehehehe kalo sama yang seagama sih saya
belum pernah dapet sih mba. Hahahhaa pertama itu. Terus, kalo kedua si ngerasa
udah nyaman aja si dari apa? Memang sifat kita memang beda-beda. Maksudnya
beda banget he’eh beda banget. Kaya Utara ke Selatan gitu lah heheh
iya makannya aneh, kok bisa hehehe
hehehehe ya saya menemukan apa ya eeee sesuatu dari sebuah kebenaran itu itu
sih yang yang akhirnya kaya oh ini pasti mantep nih gitu sih. Karena bedanya itu
sih masalahnya bukan karena samanya. Iya, malahan kita samanya apa ya?
Palingan sama-sama males bersosialisasi
Anak rumahan ya mas?heheh
Iya, kita mah banyak bedanya sih hehehe
banyak bedanya juga banyak samanya.
Mungkin beda kalo aku pribadi sih mungkin karena ketika kalo sama itu kaya ya
ngebosenin sih lebih tepatnya kalo yang beda itu kan kaya eee apa yah? bukan
berantem si ya. Eeee menimbulkan ini si apa? Sudut pandang yang berbeda gitu
sih. Kalo sama itu kan, yaudah sama sama aja kaya eee kaya gitu-gitu aja ujung-
ujungnya gitu loh.
aku bisa jadi diri sendiri didepannya, dia bisa jadi diri sendiri didepanku. Gitu
sih. Engga engga ada rasa malu, he’eh ga harus jadi orang lain, gaada yang
harus perlu dipamerin. yaudah aku aku begini, dia nerima aku nerima. Yaudah
gitu sih.
Kalo di agama mas itu yang bisa masuk surga harus Katolik apa agama lain
bisa mas?
Eeemm, kalo diajaranku sendiri sih ya cuman yang Katolik doang asli. Kayanya
semua ajaran agama begitu deh
ha
Hehehehe, iyah. Nah itu mas, kadang kan orang suka bertanya gitu yah
berpandangan bahwa kenapa sih nikah beda agama itu nggak boleh? Karena
disetiap agama itu yang bisa masuk surga hanya orang yang beragama
tersebut. Nah, otomatis kalo kita nikah beda agama, pasangan kita kan
nggak bisa nih masuk surga dalam tanda kutip dalam konsep agama seperti
itu. Akhirnya nanti di kehidupan selanjutnya kita nggak bisa sama-sama nih.
Nah itu kan yang kadang orang-orang bilang kenapa nikah beda agama
nggak boleh. Kalo mas sendiri gimana mas menanggapi itu?
Kalo dari aku sendiri sih sebenernya ya konsep surga dan neraka sendiri yaa itu
hehehe ya konsep surga dan neraka sendiri menurutku sih apakah memang orang
97
yang di surga itu akan apa? Dari agama saya ? kemudian apakah orang yang di
luar agama saya akan langsung otomatis masuk neraka meskipun sebenernya dia
itu baik dan istilahnya banyak amalnya gitu kan? menurutku itu sih hak perogatif
hak prerogatif dari sang pencipta itu sendiri. Ya maksudku sebodoh apa sih
Tuhan sampe ngeliat wah dia bukan Katolik, oke nerakaa auto neraka gitu kan
Hehehehe.
Kan itu sih nggak tapi Tuhan tidak sestrict dan sebodoh itulah menurutku. Jadi ya
balik lagi si konsep surga dan neraka di agamaku sendiri kan memang berkata
seperti itu tapi ya apakah apakah Tuhan seperti itu gitu loh hehehe.
Kalo mas sendiri nih masih ada nggak sih mas keinginan istri anda untuk
masuk ke agama mas dan sebaliknya? Ada ga sih dalam hati kecil?
Oh nggak ada .
Niat hati kecilku sudah tidak ada mengatakan itu h
hhaa.
Yaudah, itu mah agama agama dia sendiri. Dia mau tiba-tiba jadi agama
Kejawen kek ya asal ya itu ya dia mau apapun terserah,
Dia mau aliran sesat juga gapapa gitu kan. Cuma asal jangan nyusahin itu aja
dah
Apa harapan mas untuk konsep perkawinan beda agama di Indonesia itu
sendiri?
Oh, kalo dari aku sendiri sih ya harapannya ya dibebaskan aja. Karena, ngapain
sih ngekang apa? Keinginan orang gitu loh. Cuma karena beda agama doang
ya harapannya sih bisalah bisa terbuka lah untuk semua kala semua agama gitu
loh. Bisa dilegalkan lah. Istilahnya apakah itu sesuatu yang haram? Apakah itu
sesuatu yang melanggar norma gitu kan? nggak sebenernya.
Cuma kan karena dari agama masing-masing dan juga setiap orang yang punya
pandangan yang berbeda dari apa? Dari dirinya yang kemudian juga mungkin
dipengaruhi dari apa? Dari orang dari pemuka-pemuka luar yang mungkin
mungkin sedikit ada polemik yang fanatik gitu yang kemudian akhirnya
mendoktrin orang tersebut dan akhirnya berkata ini dilarang gitu sih.
Apakah anda memiliki banyak teman atau kerabat yang menikah beda
agama?
Kalo nikah, nikah si belum malahan. Pacaran beda agama banyak. Kita yang
duluan mempersilahkan the next caranya yakan dah ada tata caranya
98
Soalnya memang siap atau tidak? kita kan gabisa ngatur mau sama siapa
cocoknya sama siapa. Orang juga pasti berdoanya pengen yang sama. Kenapa
sama? biar tidak bermasalah, biar tidak banyak pertentangan, biar lebih mudah
jalannya, di kelurahan jaman dulu sulit kan gitu. Cuma, ketemunya juga sama
yang beda gitu. Ya itu kan kasian dong. orang yang tidak setuju sama perkawinan
beda agama sih itu kalian menukarkan Tuhan cuma demi apa? Bareng-bareng?
Kata siapa kita menukar? Kalo menukar kita pindah agama. Karena kita tidak
menukar makannya kita cari caranya biar bisa sama-sama tanpa harus
menukarkan agama kita.
Justru salah yang bilang menukarkan Tuhan itu salah kalo Tuhan bilang itu nggak
boleh. Baca dulu bukunya, kurang banyak baca buku hehehe. Cuman kan
namanya doktrin kan susah. Orang kalo sudah pemahamannya sudah ini benar ini
salah terus dia gamau buka ruang untuk pemahaman yang lain udah gak usah apa
orang yang tidak sepaham dengan kita untuk didengar. Cuman ya itu tadi,
ngelarang-ngelarang yang gabisa. Tapi gatau sih apa? Di agama Katolik bisa,
agama lain kayanya agama lain juga ada yah. Protestan juga lebih susah malah
dibanding Katolik. Kasian gitu orang-orang yang seperti ini yang pengen sama-
sama, yang pengen membangun rumah tangga. Batal cuma karena agamanya
beda. Jadi akhirnya gajadi gitu. Padahal senengnya sama dia nyamannya sama dia
terus kita terpaksa menikah dengan orang lain akhirnya pas menikah tidak bahagia
kan bisa. Bisa juga malah jadi malah jadi penyebab lain hancurnya perkawinan
gitu loh hehehe.
Jadi ya, ya diberikan kesempatan. Kenapa sih kalo beda nggak boleh? Beda suku
aja sekarang. Dulu kan juga sama dulu beda suku nggak boleh. Supaya
mempertahankan sukunya itu biar tidak punah. Sama kaya orang nikah pada
sama-sama suku.
Aku suku sama ras sama juga kan pusing kebanyakan aturan. Ehhh biarin aja lah.
Selama itu baik, kecuali tidak baik. Orang nikah kan mau tujuannya biar baik.
Ada anggapan bahwa apa yang baik bagi kita belum tentu baik menurut
Tuhan, dalam konteks perkawinan beda agama, bagaimana tanggapan anda
mengenai hal tersebut?
Iya iya. Itu tergantung siapa yang memahami kan memahami ayat itu. Yang baik
bagimu belum tentu baik bagiku. Ya itu banyak, kita kan harusnya bisa merasakan
seandainya pertanda dimana waktu misalnya kaya kita punya pacar, terus kita
putus. Bagi kita baik kok kenapa sih aku sama dia cocok tapi kenapa putus?
Itu tandanya dari Tuhan. Kalo baik bagi kita belum tentu baik bagi Tuhan.
Makannya dikasih putus itu takdir putus. engga gajadi ini loh dia ini loh dia begini
ni loh dia, dia nggak suka. Tapi kalo kita ternyata dapat jalannya ada jalannya
dipermudah itu kan sebenernya sebuah pertanda. Kalo misalnya saya susah engga
akan ada jalannya menurut saya. Orang tua saya pasti akan menentang terus arah
99
kita ke kelurahan misalnya atau kita mau ngurus ke dukcapil dipersulit. Nah ini
nih sebuah tandanya nih kalo Tuhan tuh nggak suka. Tergantung pemahaman kita
tuh seperti apa? Kalo, saya juga menyalahkan nggak maksudnya kalo emang
jodoh ya ayo jalani ya saya juga bukan tipe orang yang terlalu apa hayoo harus ini
ini.
Kalo emang Tuhan belum bilang belum ada jalannya ya kita jadi terus aja pacaran
aja, jalan aja, tanpa tujuan entah apa yang penting gua sukses dah masing-masing.
Tapi ternyata, dikasih jalan, diketemuin sama pak Nur, terus ternyata diurus di
gereja juga saya juga tanya-tanya maksudnya saya ga harus jadi Katolik kan buat
harus nikah di gereja? nggak, saya tetep dengan agama saya. Terus waktu ikut
kursus pra nikah Katolik juga saya pikir apakah ini akan ada ceramah Katolik,
engga juga ko yang dibahas ternyata umum sekali. Apa bener-bener ilmu buat kita
mau nikah tuh manajemen keuangan, soal eh apa sih waktu itu yang soal nikah,
terus psikologi apa tentang alat reproduksi, itu kan nggak dipelajari disekolah
seperti itu, ohh ternyata baik yah gitu, ternyata kalo saya nggak nikah secara
Katolik mungkin di KUA nggak ada selama saya tahu tuh temen saya nggak ada
pada nikah dikasih dikasih ilmu belajar dulu, nggak. Justru menurut saya, tadinya
juga saya ah saya jadi Katolik ah.
Nggak, saya tetep percaya Tuhan saya, saya tetep dengan kepercayaan saya. Tapi
saya tetep menghargai dan menghormati agama lain kaya gitu. Kalo menurut
orang lain salah, ya itu terserah. Toh saya bukan mau menyenangkan orang kok.
Kalo Tuhan menurut Tuhan nanti saya salah, yaudah saya tinggal dilaknat
didalam neraka.
Kaya gitu sih. Yang penting saya saya mah bukan mau baiknya diri doang tapi
nggak mau apa? Ya kalo memang saya dipersulit, ya itu kan tanda dari Tuhan
kalo Dia nggak ngasih. Tapi kalo loh saya ngurus tanpa kita ada link cuma nyoba
nih nyoba, nyari tau. Loh kok gini ya? Kok dapet jalannya yah? Kok bisa yah? Itu
menurut saya jadi oohhh mungkin ini jalan yang dikasih sama Tuhan gitu. Gitu
sih.
Berarti menurut anda ketika Tuhan itu mengizinkan artinya Tuhan telah
meridhai apa yang menjadi pilihan anda gitu ya ?
Iya, karena saya nggak mungkin maksudnya saya tuh nggak tahu apa-apa yah
bukan orang yang agamanya super bagus sekali gitu. Saya cara seperti itu saya
tidak tahu, saya juga nggak tahu soal agamanya dia caranya seperti apa terus juga
ke dukcapil ngurus-ngurus kaya gitu. Saya ga pernah ngurus-ngurus kaya gitu dari
zaman dahulu kala hehehe paling males anti banget ngurusin data. Tapi kok
dipermudah ya? Kok dipermudah yah? Baru dateng sekali, langsung jadi. Gitu.
yaudah, ya kok dipermudah gitu? Jadi kaya apa? Kita mau jalan ke arah yang
baik, itu dibantu lho yang kita tadinya 0 kosong gatau apa-apa ini mau ngurus
kemana saya harus kemana? Saya sama apa? Pasangan saya juga bingung ya kok
100
dari sini kesini kesini? Kok dipermudah jalannya. Tau-tau udah dapet tanggalnya
aja, tau-tau hehehe. Kita tuh ngurus belum lama sih. H-Oktober kayanya apa
Agustus ya? Mepet pokoknya tuh cuma bener-bener mepet dan itu jadi dikasih
target sama ibu saya. Bisa nggak kalian akhir tahun ini ? loh bisa, tau-tau udah
dapet tanggalnya semua udah dapet, kebetulan pak Nur juga lagi workshop kan
hehehe. Itu udah kok bisa yah seperti ini? Kalo seandainya nggak diridhoi, kan
mungkin tanda-tanda itu akan muncul gitu.
Jadi bukan baik menurut saya tuh, kadang kita tuh nggak tahu yang baik menurut
kita juga berarti kan kita perasa kan? baiknya tuh cuma bayang-bayang kebaikan
palsu apa memang baik-baik untuk kita jadi lebih baik. Nah itu kan diri kita jadi
lebih baik. Yang tadinya apa? Kurang-kurang apa yah? Tadinya kurang pedulilah
sama orang lain, jadi agak lebih peduli sama orang lain gitu kan. Kita jadi diri
yang lebih baik. Nah gitu sih kalo kita makin misalnya nih menurut saya, saya
baik nih secara agama agamis, teoris-teoritis, saya baik. Tapi, kita sama orang
yang beda kita kafir, kan jahat dong sama orang lain. Tapi menurut dia, dia udah
baik karena dia sudah menyatakan mereka kafir secara agama secara teori itu
sudah benar. Tapi jangan gitu, tidak baik kan gitu. Tergantung pemahaman
masing-masing.
101
HASIL WAWANCARA PELAKU NIKAH SEAGAMA DI YAYASAN
HARMONI MITRA MADANIA
Nama : AW 28
Usia : 28 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : S1
Riwayat Pendidikan Keagamaan : Tidak Pernah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Keterangan : Menikah dengan suaminya OJK
(WNA) 30 Tahun beragama Islam
Menikah secara Islam di Yayasan Harmoni Mitra Madania
Interview via Telefon Whatsapp, 17 Januari 2021 Pukul 09.00 WIB.
Apa agama anda dan pasangan?
Saya Islam, Suami Islam tapi non practicing.
Kenapa anda menikah di Yayasan Harmoni?
Jadi sebenarnya awalnya itu kita interfaith jadi pasangan saya itu sebenarnya
keluarganya itu Buddha tapi dia nggak praktekin ya. Jadi keluarganya juga ga
praktekin. Lebih kepada budaya saja. Saya juga backgroundnya dari kecil
memang orang tua juga tidak religious, mungkin dengan bertambahnya usia saja
mereka jadi lebih religious. Sementara sayanya belum kearah sana. Ketika saya
ketemu pasangan sebenarna kita teman kerja. Dan mulai dekat dan sudah
menjajaki selama 6 tahun sebelum kita nkah. Dan setelah 6 tahun itu pasangan
baru ikut kelas kelas muallaf. Setelah 6 bulan, sebenarnya saya nggak ada
pressure untuk dia pindah agama. Tapi menurut saya akan lebih baik kalo
misalnya ada kecocokan dari segi budaya dn kepercayan. Kalo seandainya dia
mengerti dan memahami latar belakang budaya dan kepercayaan saya dan
keluarga kayanya lebih mudah. Kalo saya pada intinya tidak mengharuskan dia
ikut agama saya, yang penting dia mau mengerti dan menghargai agama saya. Jadi
dari situ awalnya.
Jadi anda suami anda berarti sudah masuk Islam sebelumnya dan menikah
secara Islam?
Iya sudah sama-sama Islam dan menikah pakai akad.
102
Lalu kenapa tidak menikah di KUA?
Jadi karena pasangan saya kebetulan bukan warga negara Indonesia dan di
negaranya untuk pindah (agama) agak sulit secara administrasnya dan secara
keturunan pun, anak-anak itu harus ikut agama ayah jadi secara keturunan pun
anak-anak itu tidak boleh pindah agama. Kalau seandainya suatu saat nanti
setelah belajar agama mereka merasa bahwa Islam bukan untuk mereka dan
mereka ingin pindah agama maka hal itu tidak dimungkinkan. Karena
pertimbangan-pertimbangan tersebut, dan kita inginnya anak-anak itu harus
dibebaskan. Mereka harus diajarkan iya tapi mereka tidak boleh dikekang. Maka
aas lmitasi-imitasi di negara pasangan tersebut kami memutuskan pasangannya
saya tidak usah mengubah agamanya secara admiistrasi dan karena hal tersebutlah
kita pergi ke pak Nurcholish.
Jadi memang karena alasan admistratif saja makanya anda menikah di
Yayasan ?
Iya
Apakah keluarga sudah menerima saat itu? Atau ada proses mediasi terlebih
dahulu di Yayasan?
Jadi waktu itu keluarga juga tidak semuanya langsung mengerti. Jadi setelah ke
Pak Nurcholish dan saya dengar juga tentang dalil-dalilnya jadi lebih mudah
menjelaskannya juga kepada keluarga.
Mediasi sebetulnya nggak ada karena dari awal kita punya hubungan kita sudah
pendekatan untuk memikirkan bagaimana menjelaskan kepada keluarga. Lagi pula
buyut aku, ibunya nenek nikah beda agama juga. Yang Islam itu perempuan dan
mbah buyut laki-laki itu Kristen.
Berarti keluarga memang sudah merestui ya? anda hanya menggunakan
jasa konsultasi dan fasilitasi perkawinan di Yayasan?
Iya betul.
Bagaimana pandangan anda tentang perkawinan beda agama?
Di Indonesia itu agamanya unik karena bukan negara agama dan bukan negara
sekuler. Tapi kenapa menteri agamanya hanya mengurusi perkawinan agama
Islam saja namun kurang memperhatikan perkawinan yang terjadi antar agama
yang lainnya.
Jika pada saat itu suami anda tidak masuk Islam apa yang akan anda
lakukan?
103
Lanjut terus ya, masih dengan Yayasan juga masih dengan pak Cholish namun
pengurusannya saja yang berbeda setau saya yang open hanya di Salatiga dan di
Bali, yang lain-lain agak susah.
Apa yang anda maknai tentang pasangan hidup ? apakah kita punya
wewenang untuk memilih atau hanya meneima takdir dari Tuhan?
Menurut saya dua duanya ya. Kalo orang yang kita ketemu disitu Tuhan lebih
berperan. Tapi ketika misalnya kita ketemu 10 orang dan kita memilih jatuh hati
kesatu orang itu lebih kitanya. Jadi dipilih atau memilih ada andil Tuhan juga
disitu kalo menurut saya.
Jadi sebenarnya kita masih punya kapasitas untuk memilih akan menikah
dengan yang seagama atau yang berbeda agama ya?
Betul.
Bagaimana pandangan anda tentang pandangan bahwa pasangan hidup
bukan hanya teman di dunia namun juga di kehidupan selanjutnya
sedangkan agama yang diterima disisi Tuhan itu hanyalah Islam, maka
secara otomatis orang yang tidak beragama Islam tidak bisa menjadi
pasangan hidupnya di akhirat kelak ?
Saya nggak tahu saya akan masuk surga atau nggak, saya juga nggak tahu
pasangan saya akan masuk surga atau nggak. Jadi daripada saya mikirin hal-hal
yang menjadi hak preogratif Tuhan. Lebih baik saya fokus kepada dunia saat ini
yang saya bias kontrol. Dan saya sih berharapnya jika saya berbuat baik dan
pasangan saya berbuat baik semoga nanti di sana ada jalannya. Dan
interpretasinya itu kan Islam adalah agama yang paling sempurna, tapi apkah
hanya Islam yang menjadi satu satunya di mata Tuhan itu mungkin masih tanda
tanya buat saya. Karena kita juga di rukun iman juga ada harus percaya kepada
kitab-kitab yang lain. Kitab-kitab yang lain ini yang katanya mengalami
perubahan-perubahan seiring berjalannya waktu yang sudah tidak murni lagi,
hanya Islam yag paling murni seperti itu kan yah. Ada kepercayaan kaya gitu juga
itu didiluar kontrol saya sih menurut saya pribadi. Jadi intinya jalani saja dulu
sebisa saya yang ada di sini masalaha nanti terserah yang ngatur.
Apakah ada kesulitan dalam kehidupan keluarga pasangan anda yang
berbeda agama?
Ada, saya kebetulan tinggal bersama mereka. Hal- hal kecil jadi misalnya seperti
memelihara anjing, sesuai dengan ajaran yang saya pelajari waku masih kecil itu
menyentuh aja nggak boleh. Tapi ternyata menurut ustadz yang menjadi guru
suami saya oh ternya itu bukan pandangan satu-satunya. Sama seperti perkawinan
beda agama yang kalau kita telusuri terdapat banyak pandangan yang bisa kita
jadikan alternatif dan kita aplikasikan sesuai dengan keadaan kita.
104
Sebetulnya dengan adanya tantangan-tantangan itu saya jadi lebih belajar tentang
ajaran agama. Karena Islam ternyata bukan hanya satu tapi banyak kelonggaran-
kelonggaran yang Tuhan kita berikan yang tentunya didasarkan atas ilmu juga
dalam memilih pendapat tersebut.
Apakah suami anda masuk Islam dengan penuh kerelaan atau bagaimana
ceritanya ia mau masuk Islam?
Lewat belajar aja sih terus juga mengetahui bahwa saya menghargai sekali.
Mungkin dia melakukannya separuhnya untuk saya separuhnya untuk dia saya
nggak tau sih. Isi hati orang saya nggak bisa lihat tapi dari saya sih selama dia
melafalkan syahadat itu berarti dia in it.
Apakah anda sempat mengajak atau menawarkan agar pasangan anda
masuk Islam?
Aku nggak pernah minta, aku hanya minta dia belajar aja. Kalau dia setelah
belajar dia tergerak hatinya mau masuk Islam ya bagus. Kalau ternyata sesudah
belajar dia nggak mau. Atas dalil dalil yang disampaikan Pak Cholish ya saya
waktu itu niatnya akan tetap lanjut dengan segala resikonya aku sudah bulat ambil
gitu.
Apakah anda termasuk mudah atau sulit cocok untuk dengan orang ?
Aku sebetulnya termasuk orang yang mudah cocok dengan orang. Aku punya
banyak teman. Tapi untuk orang-orang yang bener bener be honourable with dan
untuk ngomongi hal-hal yang serius dan terbuka itu sedikit dan suami saya salah
satunya pada saat itu.
Mengapa pasangan anda tidak bisa tergantikan dengan orang lain?
Dia benar-benar tulus dan jujur. Jadi dua itu aja yang bikin aku kayanya anything
In life kalau dijalani dengan orang yang tulus dan jujur itu udah a problem half
solved. Karena kita nggak tau yah hidup itu akan gimana yah misalnya kia
merencanakan A maka kita akan melaksanakan B, tapi kita nggak tau apa yang
akan terjadi bisa B, bisa C, D dan seterusnya. Jadi untuk merencanakan respon itu
impossible tapi yang bisa direncanakan adalah in case a happens, b happens, c
happens, who do you have beside your self? Your soulmate. Dan saya yakin
dengan kemampuan saya dan pasangan untuk mengarungi samudera kehidupan,
karena memang dari awal memang sudah tulus komitmennya jadi ya begitu.
Sisanya sama seperti pasangan lain yah komitmen kompromi dan saling
menyayangi.
Tingkat Pendidikan anda dan suami?
Saya S1 dia S2.
105
Apakah anda pernah menempuh pendidikan Islam di sekolah-sekolah
keagamaan?
Nggak pernah, justru saya pernah masuk sekolah Kristen waku SD kelas 1-kelas
3. Kelas 4 sampai kelas 6, SMP, SMA belajar agamanya di sekolah negeri. Jadi
karena sempat masuk sekolah Kristen saya jadi memahami bahwa agama itu
penting tapi moralitas dan kebaikan itu sama pentingnya.
Mengapa anda dimasukan sekolah Kristen oleh orang tua?
Karena sekolahnya bagus terkenal dan dekat dari rumah.
Jadi anda belajar banyak tentang toleransi ya disana ?
Iya, Kebetulan orang tua saya punya usaha sendiri, teman-teman usahanya,
customer supplier banyak orang chineese juga jadi dari awal tuh orang tua
menajarkan bahwa orang itu pada dasarnya hanya dua yaitu baik dan tidak baik.
Selain belajar agama di sekolah negeri, belajar dimana?
Ada guru ngaji yang setiap hari ke rumah dan ada guru ngaji juga di masjid.
Kalau suami apakah pernah menempuh Pendidikan agama?
Nggak. Dia hanya sekolah di internation school aja di negaranya di Malaysia,
Apakah anda saat ini termasuk orang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat?
Sekarang nggak di Malaysia, tapi saya bikin kegiatan masyarakat di tempat mama
saya di purwokerto saya bikin kursus bahasa inggris setiap minggu untuk anak-
anak yang tidak mampu dengan mendtangkan guru khusus tapi karena covid takut
anak-anak tertular jadi dihentikan dulu, selain itu jika ada kesempatan-kesempatan
untu berbagi di acara social kita biasanya ikut serta. Kalau di Malaysia kita jarang
sih karena kami sibuk jadi acara acara social ini dipegang oleh ibu saya.
Berarti anda cukup aktif ya dimasyarakat ?
Iya lumayan karena dulu saya dibandingkan sekarang dulu kurang beruntunglah
begitu waktu tumbuh besar jadi sekarang I think it’s time to give back.
Apa pekerjaan anda dan suami saat ini?
Suami bekerja di perusahaan keluarganya, saya kerja di perusahaan keuangan di
Malaysia.
106
Perkawinan secara Kristen di Yayasan Harmoni Mitra Madania, Minggu 24 Januari 2021 antara
SN (Islam) dan IJM (Kristen)
Perkawinan secara Islam di Yayasan Harmoni Mitra Madania, Minggu 24 Januari 2021 antara SN
(Islam) dan IJM (Kristen)
107
108
109
110
Top Related