BEHAVIOR OF PIG BREEDERS IN HANDLING THE RUBBISH
AT TUA VILLAGE MARGA SUB-DISTRICT TABANAN DISTRICT BALI PROVINCE
BY
N.W. Tatik Inggriati, I.W. Alit Artha Wiguna1),I.N. Suparta, and Gd. Suarta
Animal Husbandry Faculty Udayana University Denpasar – Bali 1) Senior Extension Institute for Agriculture Assesment Technology (IAAT) of Bali Province
E-mail [email protected], HP. 085237013422
ABSTRACT
Pig breeding at Tua village can the environment problem, because difficulty in wasting the rubbish. The purpose of the research included : 1) to know pig breeders behavior ( knowledge, attitude, and application handling the rubbish), and 2) to know the knowledge and attitude related with application handling the rubbish. The research design was a survey using a questionnaire for data collection tool. Research was conducted at Tua village there were 30 pig breeders as respondents by purposive sampling method. Data were analyzed descriptively and the Spearman Gradual Coefficient. Results of the research: 1) Score percentage of the breeder knowledge is high category (70,45%), score percentage of the breeder attitude is negative category (46,70%), and score percentage of the breeder application is low category (50,55%); and 2) Knowledge of the breeder has an unreal relationship (p>0,10) and attitude of the breeder has a real relationship (p<0,10) to application handling the rubbish. Suggestion to government, to improve their extension about handling the pig rubbish; and to pig breeders to implement more effective.
Key words: pig breeders, behavior, rubbish
PERILAKU PETERNAK BABI DALAM MENANGANI LIMBAH
DI DESA TUA KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN BALI
Oleh
N.W. Tatik Inggriati, I.W. Alit Artha Wiguna1), I.N. Suparta, dan Gd. Suarta
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar-Bali
1) Penyuluh Senior pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)-Bali
E-mail [email protected], HP. 085237013422
ABSTRAK
Usaha ternak babi di Desa Tua menimbulkan masalah lingkungan, karena kesulitan dalam membuang limbah kotoran babi. Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui perilaku peternak (tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan peternak dalam menangani limbah ternak babi) ; dan 2) Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tingkat penerapan penanganan limbah ternak babi. Rancangan penelitian adalah survai, menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Lokasi penelitian di Desa Tua, dengan mengambil responden secara purposive sebanyak 30 orang peternak babi. Analisis data dilakukan secara deskkriptif dan Coeffisien Corelasi Jenjang Sepearman. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Tingkat pengetahuan dalam katagori tinggi (skor 70,45%), tingkat sikap dalam kategori negative (skor 46,70%), dan tingkat penerapan penanganan limbah dalam katagori rendah (skor 50,55%); 2) Faktor pegetahuan berhubungan tidak nyata (p>0,10), sedangkan sikap berhubungan nyata (p<0,10) dengan tingkat penerapan peternak dalam menangani limbah ternak babi. Saran untuk pemerintah agar memperbaiki penyuluhan tentang cara menangani limbah babi, dan untuk peternak agar meningkatkan penerapan dalam menangani limbah babi.
Kata kunci: peternak babi, perilaku, limbah babi
PENAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya pendapatan, dari tahun
ke tahun di Indonesia, mengakibatkan meningkatnya permintaan akan bahan pangan hewani. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan dari Direktorat Budidaya Ternak (2012) bahwa, permintaan
akan bahan pangan asal hewan, baik untuk konsumsi masyarakat maupun bahan baku industri,
termasuk industri pariwisata di Bali akan terus meningkat. Permintaan yang meningkat menuntut
adanya peningkatan produksi ternak. Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan
yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber daging. Peternak di pedesaan,
khususnya di Desa Tua, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, banyak menjalankan usaha
ternak babi, dari usaha sambilan dengan jumlah babi dibawah 100 ekor, sampai dengan usaha
komersial dengan jumlah babi yang dipelihara lebih dari 100 ekor, namun belum melakukan
penangan limbah dengan baik.
Peternak babi di desa Tua sampai saat ini belum menangani limbahnya dengan baik,
sehingga menimbulkan masalah seperti bau busuk dan pemandangan yang tidak baik karena
limbah babi yang dibuang sembarangan. Hal tersebut sangat menggagu masyarakat sekitar
peternakan. Peternak sebagian besar membuang limbah ke sungai, sehingga terjadi pencemaran
pada air sungai. Air sungai yang biasanya dipergunakan untuk mandi oleh masyarakat, saat ini
sudah tidak bisa dipergunakan untuk mandi lagi. Kondisi tersebut terjadi, disebabkan oleh kurang
perdulinya peternak tentang cara penanganan limbah babi secara benar. Keprdulian peternak
tentang cara penanganan limbah dapat ditingkatkan, melalui penyuluhan yang tepat dari
pemerintah. Penyuluhan yang tepat bagi peternak babi di desa Tua, adalah penyuluhan yang
memberi nilai tambah pada peternak, seperti cara pembuatan pupuk kompos dari kotoran babi,
yang dapat dijual untuk menambah penghasilan peternak. Melalui penyuluhan, akan dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan peternak, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan keperdulian dan penerapan dalam menangani limbah ternak babi.
Desa Tua yang berlokasi dekat dengan daerah wisata Jati Luwih, merupakan jalur wisata
dari Denpasar menuju Jati Luwih. Kondisi tersebut memungkinkan dikembangkannya industri
pariwisata di desa tersebut. Saat ini masyarakat desa Tua sudah mulai membuat usaha yang
mengarah ke usaha yng dapat mendukung berkembangnya industri pariwisata. Masyarakat
menginginkan desa Tua juga menjadi tujuan wisata, sehingga masyarakat setempat sudah mulai
membuat warung makan yang berbasiskan makanan lokal. Desa yang menjadi tujuan wisata yang
diidamkan oleh masyarakat, akan dapat terwujud dengan baik apabila tidak terganggu oleh kondisi
alam yang kurang baik, seperti adanya bau busuk dan limbah babi yang berserakan.
Menurut Dinas Peternakan Provinsi Bali (2000) bahwa, untuk mengatasi masalah
lingkungan yang ditimbulkan oleh peternakan babi, diperlukan suatu teknologi baru (inovasi)
mengenai usaha ternak babi ramah lingkungan. Penyampaian inovasi tersebut dapat dilakukan oleh
dinas terkait, melalui proses penyuluhan. Metoda penyuluhan yang tepat akan dapat meningkatkan
perilaku peternak babi dalam menangani limbah. Sebelum melakukan penyuluhan, sangat
dibutuhkan data tentang perilaku peternak babi yang ada sebelum penyuluhan dilaksanakan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu diadakan penelitian tentang “Perilaku Peternak Babi
dalam Menangani Limbah di Desa Tua kecamatan Marga kabupaten Tabanan Bali”
Rumusan masalah
Rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain:
1) Bagaimana perilaku (tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan) peternak dalam menangani
limbah babi di desa Tua?
2) Bagaimana hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tingkat penerapan peternak dalam
menangani limbah ternak babi?
Hipotesis
Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain:
1) Tingkat perilaku peternak (tingkat pengetahuan dalam katagori rendah, tingkat sikap dalam
katagori negatif, dan tingkat penerapan dalam katagori sangat rendah) dalam menangani
limbah ternak babi.
2) Pengetahuan dan sikap berhubungan dengan penerapan peternak dalam menangani limbah
babi.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah untuk:
1) Mengetahui perilaku peternak (tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan peternak dalam
menangani limbah ternak babi).
2) Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan tingkat penerapan
penanganan limbah ternak babi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk pemerintah dapat sebagai acuan dalam menjalankan penyuluhan dengan metoda yang
tepat untuk peternak babi di desa Tua, terutama dalam hal penanganan limbah babi secara benar.
2) Untuk peternak babi dapat memberi motivasi supaya mau melakukan penanganan limbah babi
dengan baik, sehingga dapat menjaga kebersihan lingkungan dan terhindar dari gangguan bau
busuk.
3) Untuk masyarakat luas diharapkan ikut berperan dalam menangani limbah ternak babi, dengan
lebih sering mengingatkan peternak babi di Desa Tua khususnya, tentang kerugian dan bahaya
untuk kesehatan manisia, yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan sebagai akibat dari
limbah babi yang tidak mendapat penanganan secara benar
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan Babi
Babi merupakan ternak omnivora (pemakan segala) sehingga berkompetisi dengan
manusia terhadap makanan. Babi juga merupakan ternak yang sangat baik dalam memanfaatkan
hasil sampingan dari produk pertanian dan limbah dapur, namun ternak babi tidak mampu
mencerna serat kasar seperti halnya ternak ruminansia. Hal tersebut dapat menyebabkan babi tidak
dapat berproduksi dengan baik, jika ransum hanya terdiri dari hijauan saja (Williamson dan Payne,
1993). Tujuan pemeliharaan ternak babi pada umumnya untuk memproduksi daging, kulit, dan
pupuk kompos. Keutungan yang dapat diperoleh dari peternakan babi cukup besar, karena babi
memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, sehingga perputaran modal menjadi lebih cepat.
Keberhasilan usaha ternak babi ditunjang oleh panca usaha peternakan babi meliputi: pemilihan
bibit, pemberian pakan, tatalaksana, reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, serta
pemasaran (Darmawan, 1992).
Sistem peternakan babi di Bali secara umum, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu system
peternakan komersial dan system peternakan sebagai usaha sambilan. Peternakan komersial
memiliki ciri antara lain: jumlah ternak yang dipelihara lebih dari 100 ekor, tata laksana
pemeliharaan dilakukan secara intensif, dan keuntungan menjadi tujuan utama dari usaha. Usaha
ternak babi sebagai sambilan adalah usaha ternak yang memiliki ciri: jumlah ternak yang
dipelihara kurang dari 100 ekor, dengan tatalaksana yng sederhana, pakan yang diberikan seadanya
( hanya diberikan sisa dapur), sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual sesuai keperluan.
Ternak babi di Bali digunakan sebagai sumber daging dan juga dipergunakan untuk upacara
(Mastika, 1991).
Limbah Peternakan Babi dan Pengolahannya
Limbah pternakan babi merupakan sisa buangan dari kegiatan usaha ternak babi yang dapat
berupa limbah padat dan cair seperti, feses, urine, dan sisa makanan. Volume limbah yang
dihasilkan tergantung dari jumlah babi yang dipelihara. Limbah ternak babi perlu ditanpung di
tempat penampungan sementara, misalnya dibuatkan semacam kolam dengan sistem manajemen
limbah yang praktis. Hal ini dapat dilakukan sebelum limbah digunakan untuk membuat pupuk
kompos. Menurut Rahayu (2009) bahwa, tempat penampungan harus memenuhi syarat sebagai
berikut: 1) Volume penampungan harus cukup untuk limbah yang dihasilkan oleh peternak supaya
limbah tidak tercecer atau berserakan; 2) Tempat penampungan harus cukup untuk menampung
limbah dalam jangka waktu tertentu, sehingga tidak sampai kandungan hara pada limbah
berkurang; 3) Struktur penampungan harus menjamin bahwa limbah tidak mencemari air di
sekitarnya; 4) Limbah yang ditampung harus mudah diangkat untuk diproses lebih lanjut.
Usaha peternakan babi bermanfaat sebagai penyedia bahan pangan hewani, sebagai sumber
protein yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang bisa mengkonsumsinya. Direktorat
Budidaya Ternak (2012) menyatakan bahwa, usaha ternak babi yang dilakukan secara intensif dan
dalam skala besar, dapat menimbulkan masalah lingkungan. Limbah ternak babi jika tidak
ditangani dengan baik, akan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, menggagu pemandangan,
dan bisa menjadi sumber penyakit. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan melakukan perencanaan yang lebih matang, sebelum memulai usaha peternakan
babi secara intensif.
Direktorat Budidaya Ternak (2012) lebih lanjut menjelaskan bahwa, perencanaan lokasi
usaha peternakan babi terutama usaha sekala besar, perlu dipersiapkan untuk jangka waktu 20-25
tahun, karena modal yag diinvestasikan sangat tinggi. Faktor fisik, ekonomis, dan sosial budaya
yang ada pada masyarakat setempat harus menjadi bahan pertimbangan sebelum memulai usaha
peternakan babi terutama yang berskala besar. Hal tersebut perlu dilakukan agar sesuai dengan
makna yang terkandung dalam peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Undang-
Undang RI No.4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup, terutama pasal 16 yaitu setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan, wajib dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), yang
pelaksanaannya diatur oleh peraturan pemerintah.
Limbah ternak babi dapat diolah untuk dijadilan pupuk kompos, yang bermanfat dalam
menjaga kesuburan lahan pertanian secara alami. Proses pembuatan kompos dari limbah babi
memerlukan lokasi yang tepat, sehingga tidak mencemari air tanah di sekitarnya. Kondisi dan
ambang air tanah dapat diketahui dengan melakukan pengujian dengan cara menggali satu atau
dua lubang, sehingga mempermudah memilih lokasi penampungan limbah babi tersebut
(Direktorat Budidaya Ternak, 2012).
Menurut Soemirat (2000), dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran lingkungan,
diperlukan perhatian khusus terhadap beberapa hal seperti berikut: 1) Mencegah timbulnya erosi
dengan melakukan penghijauan di areal pemukiman; 2) Pengelolaan limbah ternak agar
ditingkatkan, guna menghindari timbulnya polusi dan gangguan lain yang berasal dari tempat
penampungan kotoran dan usaha ternak babi, seperti bau busuk, suara bising, serangga, tikus, serta
pencemaran air sungai; 3) Setiap usaha budidaya ternak babi, agar membuat tempat pengelolaan
limbah baik yang dalam bentuk padat, cair ataupun gas, yang kapasitasnya sesuai dengan limbah
yang dihasilkan dari usaha ternak tersebut; 4) Setiap usaha bididaya ternak babi agar membuat
tempat penampungan kotoran dan air kencing dengan sistem bak penampungan bertingkat; 5)
Disarankan agar disekitar lahan ditanami pohon kamboja, jarak atau kenanga untuk menyerap bau
yang tudak sedap.
Perilaku Peternak
Kast dan Rosenzweig (1995) menyatakan bahwa perilaku adalah cara bertindak yang
menunjukkan tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan
anatomis, fisiologis, dan psikologis. Gabungan atribut biologis, psikologis, dan pola perilaku
aktual menghasilkan kepribadian (character). Keperibadian merupakan kombinasi yang kompleks
dari sifat dan mental, nilai-nilai, sikap, kepercayaan, selera, ambisi, minat, kebiasaan, dan ciri-ciri
yang membentuk diri seseorang yang unik (unique self).
Kast dan Rosenzweig (1995) didukung Sudrajat (2008) menyatakan bahwa, perilaku
seseorang dapat berubah karena berbagai faktor. Seseorang cenderung mengulangi perilaku yang
menguntungkan, dan mengindari perilaku yang merugikan. Proses terbentuknya pola perilaku
seseorang terjadi karena adanya faktor penyebab dan faktor penggerak.
Selanjutnya Simamora (2004) telah merangkum teori perilaku berdasarkan Teori
Sosiologis dan Teori Antropologis. Teori Sosiologis menyatakan bahwa, perilaku seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan sosial, seperti keluarga dan kelompok-kelompok sosial di sekitarnya.
Teori Antropologis juga memandang perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya,
namun pada konteks yang lebih luas seperti kebudayaan, sub-kultur, dan kelas sosial.
Rakhmat (1995) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh situasi yang
dihadapi, sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Perilaku manusia merupakan
hasil interaksi yang menarik antara keunikan individual dan keumuman situasional. Sebelumnya
Samsudin (1987) menyatakan bahwa perubahan perilaku petani dipengaruhi oleh status sosial,
status ekonomi, psikologis, tingkat pendidikan, pola usahatani, luas pemilikan lahan, letak dan
topografi desa. Selanjutnya Pasandaran dan Hermanto (1995) menyatakan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh aksesibelitas penggunaan informasi, ketersediaan sarana produksi, sosial budaya,
dan kelembagaan.
Sistem Penyuluhan dalam Pembangunan Pertanian
Menurut Mardikanto (1993) penyuluhan pertanian adalah proses perubahan perilaku
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) di kalangan petani, agar mereka tahu, mau dan mampu
melaksanakan perubahan-perubahan dalam usahataninya. Tujuan penyuluhan adalah tercapainya
peningkatan produksi, pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahtraan keluarga yang ingin
dicapai melalui pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian merupakan salah satu ujung
tombak pemerintah di lapangan yang dapat meningkatkan produksi pertanian secara umum dan
peternakan khususnya.
Penyuluhan pertanian berperan dalam upaya peningkatan produksi,
penghasilan/pendapatan, dan akhirnya kesejahtraan sepanjang masa. Dalam pelaksanaannya
penyuluhan pertanian diupayakan dapat mengikuti perkembangan lingkungan dan kebutuhan
petani, dengan memperhatikan dan melaksanakan unsur-unsur falsafah penyuluhan. Masalah
pokok yang dihadapi selama ini adalah rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga penyuluh.
Mulyono (2011) menyampaikan bahwa, berdasarkan filosofi dasar dan definisi penyuluhan
pertanian, maka tujuan penyuluhan pertanian yang ingin dicapai bagi pelaku utama dan pelaku
usaha adalah bertani lebih baik (better farming); berusahatani lebih menguntungkan (better
business); hidup lebih sejahtera (better living); masyarakat lebih baik (better community);
kelestarian lingkungan lebih terjaga (better environment). Selanjutnya Djari (2001) menyatakan
bahwa peranan dari penyuluh pertanian adalah sebagai fasilitator, motivator dan sebagai
pendukung gerak usaha petani-peternak. Peran penyuluh sebagai fasilitator dan motivator
merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani-peternak tentang pentingnya
berusaha tani dengan memperhatikan pelestarian sumber daya alam.
Pentingnya penyuluhan dalam pembangunan pertanian termasuk peternakan, juga
diungkapkan oleh Leeuwis (2006) bahwa, penyuluh bukan hanya sebagai penyebar informasi,
tetapi juga memiliki tujuan untuk membangun, membujuk atau mendorong terjadinya pendisainan
inovasi baru. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa, inovasi yang efektif khususnya dibidang
pertanian dan pengelolaan sumber daya, memasukkan unsur sosial, teknis, dan proses alam yang
seimbang.
Inggriati (2014) dari hasil penelitiannya mendapatkan bahwa, sistem penyuluhan yang
efektif untuk meningkatkan perilaku peternak sapi bali perbibitan dalam menerapkan teknis dan
manajemen produksi, adalah penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh yang professional, dengan
materi penyuluhan yang inovatif. Hal tersebut juga dapat terjadi pada peternak babi, khususnya
dalam hal penanganan limbah, karena diperlukan juga penyuluh yang professional, dan dengan
materi penyuluhan yang inovatf. Materi penyuluhan yang inovatif adalah materi yang dapat
memberi nilai tambah secara ekonomi, social, dan budaya di masyarakat.
METODA PENELITIAN
Rancangan penelitian adalah, explanatory research disign yang merupakan rancangan
penelitian survei yang bertujuan menjelaskan pengaruh dan hubungan antara peubah melalui
pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989). Lokasi penelitian di Desa Tua, Kecamatan Marga,
Kabupaten Tabanan Bali. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu dari bulan Mei sampai Juni
2015. Responden diambil secara purvosipe yaitu peternak babi yang berlokasi di Desa Tua, dan
pada saat penelitian berlangsung sedang memelihara babi. Jumlah responden sebanyak 30 orang
yang ditentukan secara quota sampling.
Data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer didapat dari hasil
wawancara secara langsung dengan responden, dengan menggunakan kuisioner terstruktur sesuai
dengan tujuan penelitian. Untuk melengkapi data primer yang tidak terkaper, juga dilakukan
observasi langsung di lokasi peternakan. Data sekunder diambil dari monografi desa Tua, sebagai
gambaran mengenai keberadaan desa Tua.
Untuk dapat dianalisis secara statistik, maka data kualitatif diubah menjadi data kuantitatip
yang disajikan dalam bentuk persen yang didasarkan atas skor maksimum ideal dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan: X = Perolehan Skor
SMI = Skor Maksimum Ideal
Untuk mengetahui tingkat perilaku responden (pengetahuan, sikap, dan penerapan), maka
dibuatkan suatu katagori dengan menggunakan rumus interval kelas sebagai berikut:
Interval Kelas =
Skor Nilai Tertinggi - Skor Nilai Terendah
Jumlah Kelas
= 100% - 20%
5
= 16%
Berdasarkan rumus interval kelas tersebut, maka setiap faktor yang berhubungan dengan
penerapan peternak dalam menangani limbah ternak babi, dapat disusun dalam lima katagori
(Tabel 1). Peubah penelitian terdiri dari: pengetahuan, sikap, dan penerapan.
Tabel 1
Katagori Peubah Penelitian
No Peubah penelitian
Persentase pencapaian skor (%) dan Kriteria katagori
20-36 >36-52 >52-68 >68-84 >84-100
1 Pengetahuan Sangat rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
2 Sikap Sangat negatif
Negatif Ragu-ragu
Positf Sangat positif
3 Penerapan Sangat rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Untuk menjawab hipotesis no 1, data dianalisis secara deskriptif, dan untuk menjawab
hipotesis no 2, data dianalisis dengan menggunakan analisa Coeffisien Corelasi Jenjang Spearman
(Siegel, 1997), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
rs = Koefisien korelasi
d = Selisih jenjang pasangan unsur yang diobservasi
N = Banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak yang diamati dalam penelitian ini antara lain: umur, pendidikan
formal, pendidikan non-formal, pemilikan ternak babi, penguasaan lahan, pengalaman beternak
babi, dan keikutsertaan dalam kelompok peternak. Berikut disajikan data beserta pembahasannya
untuk masing-masing unsur tersebut.
Umur. Umur peternak berkisar antara 35 – 56 tahun dengan rataan 42 tahun. Hal tersebut
menunjkkan bahwa, peternak babi di desa Tua masih tergolong produktif. Sesuai dengan Undang-
Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, yang menetapkan penduduk usia produktif adalah
antara umur 15 – 64 tahun. Perilaku peternak babi yang berumur produktif, berpotensi untuk
ditingkatkan melalui proses penyuluhan. Sejalan dengan Mardikanto (1993) yang menyatakan
bahwa penyuluhan adalah pendidikan non formal untuk mengubah perilaku petani dan
keluarganya. Perubahan perilaku petani berkaitan dengan umur, cara berpikir maupun kemampuan
fisik. Sejalan dengan Soejono (Levis,1987); Lestari, dkk (2009); dan Sari, dkk (2009) yang
menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh terhadap cara berpikir dan kemampuan fisik dari
peternak untuk mengelola usaha ternaknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa, peternak babi
memiliki potensi untuk dibina dan didampingi dalam upanya meningkatkan kemampuannya dalam
menangani limbah babi.
Pendidikan Formal. Pendidikan formal yang pernah diikuti oleh peternak mulai dari
pendidikan Sekolah Menengh Pertama (SMP) sebanyak tiga orang (10,00%), Sekolah Menengah
Atas (SMA) sebanyak 26 orang (86,66%), dan satu orang (3,34%) berpendidikan Sarjana (S1).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa, peternak babi di Desa Tua memiliki pendidikan
yang cukup untuk bisa mengadopsi inovasi yang berkaitan dengan penanganan limbah babi.
Pendidikan formal dan kondisi fisik dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kecepatan dalam mengadopsi suatu inovasi.
Pendidikan Non-Formal. Sebanyak 28 orang (93,33%) peternak belum pernah mendapat
pendidikan non-formal yang berkaitan dengan peternakan babi. Dua orang (6,67%) peternak
mengatakan pernah mendapat penyuluhan tentang pakan babi dari Dinas Peternakan Kabupaten
Tabanan. Pendidikan non-formal yang berkaitan dengan penanganan limbah babi belum pernah
didapat oleh seluruh (100,00%) peternak. Kondisi tersebut menyebabkan peternak tidak
memahami pentingnya penanganan limbah ternak babi. Berdasarkan hasil wawancara lebih
mendalam, alasan yang diberikan oleh 14 orang (46,66%) peternak adalah tidak pernah ada
penyuluhan tentang cara penanganan limbah babi; 15 orang (50;00%) peternak memberi alasan
karena sibuk sehingga tidak tahu tentang penyuluhan; dan sisanya sebanyak satu orang (3,34%)
peternak tidak memberi alasan. Tidak diperolehnya penyuluhan tentang penanganan limbah babi
oleh peternak, dapat menimbulkan rendahnya perilaku peternak dalam menangani limbah babi,
karena pada dasarnya perubahan perilaku peternak akan terjadi jika ada penyuluhan (Mardikanto,
1993 dan Molyono,2011).
Pemilikan Ternak Babi. Ternak babi yang dipelihara oleh peternak berkisar antara
sembilan sampai 144 ekor dengan rataan 27,04 ekor. Pemilikan ternak babi dibawah 100 ekor
masih tergolong dalam usaha sampingan (Mastika, 1991). Hal tersebut mengakibatkan peternak
belum mau berusaha secara maximal untuk menangani limbah babinya dengan benar. Peternak
bahkan tidak perduli dan menganggap sepele tentang masalah bau dan pemandangan yang kotor,
karena banyaknya limbah babi. Kondisi tersebut harus diubah dengan memberi penyuluhan
tentang pentingnya penanganan limbah babi secara tepat pada peternak.
Penguasaan Lahan. Luas lahan yang dikuasai oleh peternak berkisar antar dua sampai
0,55ha dengan rataan 0,11ha. Hal tersebut menunjukkan peternak babi di desa Tua termasuk
petani berlahan sempit. Kondisi tersebut juga menyebabkan peternak tidak dapat menangani
limbah babi secara makximal, karena terbentur oleh masalah keterbatasan lahan yang tersedia
untuk pengolahan limbah babi.
Pengalaman Beternak Babi. Peternak memiliki pengalaman beternak babi antara 2-4
tahun sebanyak satu orang (3,33%), >4 – 6 tahun sebanyak 10 orang (33,34%), >6 – 8 tahun
sebanyak 18 orang (60,00%), dan >6 – 8 ahun sebanyak satu orang (3,33%). Berdasarkan data
tesebut dapat dikatakan sbagian besar (60,00%) peternak memiliki pengalaman anrata 6-8 tahun,
jadi sudah cukup banyak pengalaman, namun belum menangani limbah babi secara benar. Hal
tersebut membutuhkan penanganan dari pemerintah, melalui penyuluhan denga metoda yang tepat
dan memberi inovasi yang memberi nilai tambah secara ekonomi.
Keikutsertaan dalam Kelompok Peternak. Peternak yang ikut menjadi anggota
kelompok hanya satu orang (3,33%), sedangkan sisanya sebanyak 29 orang (96,67%) tidak ikut
menjadi anggota kelompok. Peternak yang tidak ikut dalam kelompok memberikan berbagai
alasan seperti: karena tidak menguntungkan sebanyak tiga orang (10,00%), dengan alasan sibuk
sebanyak 10 orang (33,33%), dengan alasan berkelompok terlalu ribet karena banyak aturan
sebanyak delapan orang (26,66%), karena beternak hanya sebagai usaha sambilan sebanyak lima
orang (16,66%), karena tidak ada kelompok sebanyak satu orang (3,33%), dan tidak menjawab
sebanyak dua orang (6,66%). Kondisi tersebut dapat menyulitkan dalam memberikan penyuluhan
pada peternak babi, karena penyuluhan dengan metode kelompok sangat efektif untuk mengubah
perilaku peternak (Inggriati, 2014).
Perilaku Peternak Babi
Perilaku peternak yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari: pengetahuan, sikap, dan
penerapan peternak dalam menangni limbah babi.
Pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan pencapaian skor pengetahuan peternak
berkisar antara 69,23% sampai 83,11%, dengan rataan 70,45% (dalam katagori tinggi) dari skor
maximum ideal 35. Peningkatan pengetahuan akan terjadi apabila proses penyuluhan tentang cara
menangani limbah dilakukan secara kontinyu, disertai dengan kemampuan penyuluh yang
memadai dalam menyampaikan inovasi (penyuluh yang professional). Menurut Asngari (2001)
bahwa, apabila penyuluhan tidak dilakukan secara kontinyu, maka akan terjadi kesenjangan antara
perkembangan kebutuhan manusia dengan kemajuan teknologi. Pengetahuan yang tergolong
tinggi pada peternak, ternyata tidak diikuti oleh sikap yang positif dan penerapan yang tinggi. Hal
tersebut berarti pengetahuan yang tinggi tanpa diikuti oleh sikap yang positif, tidak akan dapat
meningkatkan penerapan suatu inovasi oleh peternak babi di desa Tua.
Sikap. Hasil penelitian menunjukkan pencapaian prosentase skor berkisar antara 37,35%
sampai 50,22%, dengan rataan skor 46,70% (kategori negatif) dari skor maximum ideal 35. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Siagian (1988) yang menyatakan bahwa, sikap adalah suatu
bentuk pernyataan evaluatif oleh seseorang terhadap suatu obyek. Didukung oleh Donnelly (1996)
yang menyatakan bahwa, sikap adalah determinan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi,
kepribadian dan motivasi. Peternak di desa Tua perlu ditingkatkan sikapnya menjadi lebih positif
terhadap penanganan limbah babi. Hal tersebut akan biaa dicapai apabila pemerintah memberikan
perhatian, dengan mendampingi dan memberikan inovasi teknologi pengolahan limbah yang tepat,
dan mudah dilakukan, serta memberi nilai lebih secara ekonomi. Inovasi yang dapat diberikan
adalah teknologi pembuatan pupuk kompos secara sederhana, dengan tidak membutuhkan lahan
yang luas untuk melakukannya, karena peternak di desa Tua termasuk peternak berlahan sempit.
Penerapan. Hasil penelitian menunjukkan pencapaian prosentase skor berkisar antara
36,55% sampai 49,65%, dengan rataan skor 50,55% (katagori rendah) dari skor maximum ideal
35. Kondisi tersebut juga berarti bahwa, untuk meningkatkan penerapan, dibutuhkan peningkatan
pengetahuan dan sikap yang memadai mengenai teknis penanganan limbah babi. Pentingnya
pengetahuan karena dapat merupakan faktor penentu bagi peternak dalam mengambil keputusan
untuk melakukan teknis penanganan limbah babi secara benar. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Rogers dan Shoemaker (1971), yang menyatakan bahwa, pengetahuan merupakan basis
dalam mengambil keputusan untuk menerima atau tidak suatu inovasi. Rendahnya penerapan
teknis penangnan limbah oleh peternak di desa Tua, disebabkan oleh peternak yang sibuk dengan
pekerjaan lain yang lebih cepat mendatangkan hasil, seperti menjadi buruh bangunan, ataupun
menjadi pedagang hasil pertanian, seperti sayuran. Berdasarkan kondisi tersebut, untuk dapat
meningkatkan penerapan teknis penanganan limbah, diperlukan inovasi teknologi yang memberi
keungan lebih besar dari pekerjaan yang telah dilakukan oleh peternak.
Hubungan antara Sikap dan Pengetahuan dengan Tingkat Penerapan. Faktor
pegetahuan berhubungan tidak nyata (p>0,10), sedangkan sikap berhubungan nyata (p<0,10)
dengan tingkat penerapan peternak dalam menangani limbah ternak babi (Tabel 2).
Tabel 2
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Tingkat Penerapan
No Variabel rs thitung
1 Pengetahuan 0,17 1,25tn
2 Sikap 0,22 1,34n
Keterangan: n: nyata (p<0,10), tn: tidak nyata (p>0,10). t (p 0,10) db 28 = 1,319
Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya penyuluhan tentang penanganan limbah babi,
dengan menggunakan metoda yang tepat, agar sikap peternak dapat ditingkatkan. Sikap yang
semakin positip akan dapat meningkatkan penerapan teknis penanganan limbah babi di desa Tua.
Sikap peternak merupakan pernyataan epaluatif peternak terhadap penanganan limbah babi, sesuai
dengan Siagian (1988) yang menyatakan bahwa, sikap adalah suatu bentuk pernyataan evaluatif
oleh seseorang terhadap suatu obyek. Sikap dapat berubah menjadi lebih positif, jika peternak
menilai bahwa penanganan limbah babi akan mendatangkan hasil yang lebih tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian ini, pemerintah hendaknya berupaya untuk mendapatkan tenologi pengolahan
limbah yang dapat dilakukan secara mudah oleh peternak dan memberikan hasil yang lebih tinggi.
Pada saat ini peternak hanya membiarkan limbah babinya di lokasi dekat kandang, dan kalau sudah
menumpuk barulah dipindahkan sedikit demi sedikit ke kebun untuk difungsikan sebagai pupuk
organik atau pupuk kandang. Peternak yang lokasi kandangnya dekat sungai, bahkan membiarkan
limbahnya baik feses, urine, sisa pakan, dan bahkan babi yang sudah mati dibuang begitu saja ke
sungai.
Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan terjadi secara terus menerus, karena kotoran babi
yang tidak diolah sebelum dipergunakan sebagai pupuk dapat menghasilkan panas yang berlebihan
setelah berada di kebun, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian pada tanaman.
Limbah babi yang dibuang ke sungai telah menimbulkan masalah bau busuk yang menyengat dan
menggagu masyarakat yang bermukim di sekitar kandang. Memperhatikan kondisi peternak
berdasarkan pemilikan lahan yang sempit, maka tekonologi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi penyuluhan tentang cara pembuatan pupuk kompos dari limbah peternakan babi.
Teknologi pengomposan dapat dilakukan secara sederhana pada masing-masing peternak, dan
hasilnya dapat dijual ataupun digunakan untuk kebutuhan sendiri.
Pengetahuan yang tinggi, namun sikap yang negatif, dan penerapan yang rendah,
menunjukkan kurangnya penyuluhan dan pendampingan yang berkaitan dengan penanganan
limbah ternak babi di desa Tua. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan system
penyuluhan di Kabupaten Tabanan, khususnya di desa Tua, belum berjalan dengan baik, padahal
desa Tua memiliki potensi untuk menjadi desa tujuan wisata. Hal tersebut akan sulit tercapai
apabila lingkungan masih tercemar oleh bau busuk dari limbah babi. Banyak warung makan yang
berada di dekat kandang babi, telah merasa terganggu oleh bau busuk tersebut, sehingga
masyarakat yang berada di dekat kandang babi milik peternak, sangat mengharapkan berbagai
pihak yang terkait seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tabanan, aparat
Desa Tua, untuk memberi perhatian dan penanganan terhadap limbah ternak babi di Desa Tua.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Perilaku peternak yang meliputi: tingkat pengetahuan termasuk dalam katagori tinggi,
sikap dalam katagori negatif, dan penerapan dalam katagori rendah, dalam menangani
limbah babi di Desa Tua.
2) Tingkat pengetahuan berhubungan tidak nyata, sedangkan tingkat sikap berhubungan
nyata dengan tingkat penerapan peternak dalam menangani limbah babi di desa Tua.
sehigga system penyuluhan khususnya yang berkaitan dengan penanganan limbah
peternakan babi harus diperbaiki.
Saran
Berdasarkan simpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini, dapat disarankan beberapa hal
kepada pihak yang terkait dengan peternakan babi seperti berikut:
1) Kepada pemerintah pusat maupun daerah, agar memperbaiki sistem penyuluhan yang ada
saat ini. Sistem penyuluhan yang efektif dapat dilakukan oleh penyuluh yang professional,
dan dengan materi penyuluhan yang dapat memberi nilai tambah secara ekonomi, sosial
dan budaya bagi peternak babi. Materi penyuluhan yang dibutuhkan saat ini adalah
teknologi tepat guna dalam menangani limbah babi di desa Tua, seperti; pembuatan pupuk
kompos dari limbah ternak babi.
2) Kepada peternak babi di desa Tua, agar mau belajar tentang cara penanganan limbah babi,
supaya tidak terjadi pencemaran lingkungan. Tempat belajar yang baik bagi peternak,
adalah dengan ikut sebagai anggota kelompok peternak, sehingga mendapat penyuluhan
secara rutin dari pemerintah. Melalui proses penyuluhan dapat diharapkan terjadi
peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peternak dalam menangani limbah babi.
3) Kepada masyarakat luas, agar ikut aktif untuk mengingatkan petrnak babi supaya
menangani limbah babi secara benar, karena dapat mencemari lingkungan yang pada
akhirnya akan mengganggu kesehatan manusia. Kesehatan manusia perlu mendapat
perhatian, karena sebagai penentu kualitas hidup generasi penerus bangsa.
4) Kepada para peneliti, hendaknya melakukan penelitian lebih lanjut, agar ditemukan cara
yang tepat dalam penerapan tenologi penanganan limbah babi di desa Tua khususnya, di
derah lain yang memiliki permasalahan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Asngari, P.S. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/ Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis . Orasi Ilmiah. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Darmawan,A.A.W. 1992. Beternak Babi. Denpasar: Dinas Peternakan Privinsi Bali
Dinas Peternakan Provinsi Bali. Laporan Tahunan. Denpasar: Dinas Peternakan Provinsi Bali
Direktorat Bududaya Ternak. 2012. Pedoman Penataan Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan. Jakarta: Dirjen Peternakan.
Donnelly, G.I.,1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Aksara.
Inggriati, T. N.W. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali (disertasi). Denpasar: Program Doktor, PS Ilmu Peternakan, Program Pascasarjana, UNUD.
Kast, F.E., dan Rosenzweig, J.E. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jilid 1, Ed. Ke-4, Cet. Ke-4.(A Hasyani Ali, Penerjemah).Jakarta: Bumi Aksara.Terjemahan dari:Organization and Manajement.
Leeuwis, C. 2006. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan, Berpikir kembali tentang Penyuluhan Pertanian. (Bernadetta Esti Sumarah, Penterjemah). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.Terjemahan dari: Comunication for Rural Innovation, Rethingking Agricultural Sari, A.R., Trisakti, H., dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Katagori Adopter Dalam Inovasi Feed Additive herbal Untuk Ayam pedaging. Yogyakarta: Buletin Peternakan, Vol. 33. Hal 196-203.
Lestari, W., Syafril, H, dan Nahri,L. 2009. Tingkat Adopsi Inovasi Peternak Dalam peternak Ayam Broiler di Kecamatan Banyu Bang, Kabupaten Batang Hari. Jambi: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.
Leilani, A dan Amri. J. 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten Provinsi Jawa Barat. (Journal penyuluhan)Bogor: Institut Pertanian Bogor
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Mastika I.M. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Manfaatnya untuk Makanan Ternak. Denpasar: Fakultas Peternakan UNUD.
Mulyono. M. 2011. Membangun Penyuluhan Pertanian Profesional Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani. Perhimpunan Penyuluhan Pertanian Indonesia. Cetakan I. Jakarta: CV Poin Plus Asia.
Pasandaran, E. Hermanto, 1995. “Pengelolaan Sistem Irigasi Hemat Air dalam Rangka Mempertahankan Swasembada Beras”. Makalah dalam Lokakarya Nasional Hemat Air, Bandung 27 - 29 Juni 1995.
Rahayu, S.D.P. (2009). Pemanfaatan Kotoran Ternak Babi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Sosio Kultural-nya. Jakarta: Inotek 150-160.
Rakhmat, J. 1995. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remadja Karya.
Rogers and Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Inovation. A Cross Cultural Research. London: The Free Press.
Samsudin, U. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Cet. Ke-3. Bandung: Binacipta.
Sari, A.R., Trisakti, H., dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Katagori Adopter Dalam Inovasi Feed Additive herbal Untuk Ayam pedaging. Yogyakarta: Buletin Peternakan, Vol. 33. Hal 196-203.
Siegel,S. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. (Zanzawi Sayuti dan Landung Simatupang, Penterjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Non Parametric Statistics For The Behavioral Sciences.
Simamora, B. 2004.Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT SUN.
Singarimbun, M. 1989. Metode dan Proses Penelitian. Di dalam: masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Editor. Metode Penelitian Survai: Ed. Rev. Cet. Ke-1. Jakarta: LP3ES.
Sudrajat, A. 2008.Teori-Teori Motivasi.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/06/teori-teori-motivasi/ (diunduh 8 Oktober 2012
Soemirat, J. (2000). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press