Pergeseran ParadigmaMenyoroti Gerakan Keagamaan
2 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
PEMIMPIN UMUM:Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar, MA
REDAKTUR AHLI:Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA
Prof. Dr. H. Komarudin Hidayat, MA
PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNG JAWAB
Drs. H. Syamsuddin
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
H. Fanani Suprianto, SH., MM
SEKRETARIS REDAKSI
M. Rosyid Fauzi, S.Si.
DEWAN REDAKSI
Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas’udDrs. Amin Haedari
Prof. Dr. H. Maidir HarunDrs. H. Mohammad Shohib, MA
Drs. H. Asmu’i, SH, MMChamdi Pamudji, SH., MM
REDAKTUR EKSEKUTIF
M. Nasir, S.Th.I.
REDAKTUR PELAKSANA
Moh. Rosyid Fauzi, S.Si M. Nasir, S.Th.I
M. Adlin Sila, M.AAbbas Jauhari, M.Ag
ADMINISTRASI
Drs. Dedy CuripnoSutidjah
Desriyanti Nasution, S.IPIDrs. H. Sahlani
ALAMAT REDAKSI
Gedung Bayt Alquran Museum IstiqlalKomplek Taman Mini Indonesia Indah
Telp. (021) 87791444-87794982
WEBSITE:www.balitbangdiklat.depag.go.id
EMAIL:[email protected]
Pergeseran ParadigmaMenyoroti Gerakan
Keagamaan
Fenomena munculnya berbagai
aliran keagamaan di Indonesia beberapa
tahun terakhir menunjukan kecende-
rungan positif dalam kebebasan
beragama. Namun sayangnya kebeba-
san menampilkan ekspresi keberaga-
maan tersebut kerapkali melampaui dari
apa yang semestinya. Hal tersebut dapat
kita lihat dengan munculnya gerakan
keagamaan yang mengusung berbagai
macam ajaran, ritual keagamaan yang
aneh bahkan cenderung mengancam
serta menodai kesucian aqidah, ibadah,
ritual, dan pendirian mayoritas ummat
yang sudah mapan. Sejak tahun 1989,
setidaknya telah ada beberapa aliran
keagamaan diberikan label haram oleh
MUI (Majelis Ulama Indonesia), diantara
aliran yang dianggap menyesatkan itu
antara lain: Islam Jama’ah, Ahmadiyah,
Ingkar Sunnah, Qur’an Suci, Sholat
Dua Bahasa, Lia Eden dan al-Qiyadah
al-Islamiyah.
Fenomena ini ditenggarai oleh
sebagian pihak sebagai akibat dari
kegagalan dakwah. Para da’i dianggap
tidak mampu mentransformasikan nilai-
nilai ajaran Islam secara kaffah
PENGANTAR
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 3
(komprehensif) kepada ummat, dakwah
selama ini sering bersifat eksklusif,
menghakimi dan memprovokasi.
Aktifitas dakwah hanya menampilkan
Islam dari aspek langit atau ‘ubudiyah
(habluminallah) bukan aspek bumi
dimana kehidupan sosial (habluminannas)
bergulir, sehingga wajar berbagai
permasalahan sosial yang dialami
ummat tidak tersentuh. Fakta ini
menyebabkan ummat mencari solusi
lain atas permasalahan sosial yang
mereka alami dengan cara “selingkuh”
yaitu menganut sekte atau aliran baru
dalam sebuah agama yang menawarkan
solusi instan, namun cenderung
“menyesatkan”.
Para da’i, tokoh masyarakat,
maupun para pemegang kebijakan ke
depan harus mampu merubah para-
digma yang selama ini salah dan telah
mengkristal di kalangan ummat. Mereka
diharapkan tidak berperan sebagai juru
dakwah, juru vonis, juru putus, yang
hanya menyampaikan pesan bil lisan di
atas mimbar saja, tapi lebih dari itu,
merek dituntut menjadi –meminjam
istilah Clifford Geertz– cultural broker
(makelar budaya), bahkan menjadi
intermediary forces (kekuatan perantara)
bagi permasalahan sosial ummat dalam
istilah Hiroko Horikoshi.
Dalam kajian Jurnal Dialog Edisi ini
mencoba mengulas tentang Pergeseran
Paradigma Menyoroti Gerakan Keagamaan
yang kerapkali menghadirkan tema-
tema aktual di tengah-tengah
masyarakat. Kajian Jurnal Dialog edisi
ini diawali dengan tulisan Prof. Dr. H.M.
Atho Mudzhar tentang Instrumen
Internasional dan Peraturan Perundangan
Indonesia tentang Kebebasan dan
Perlindungan Beragama. Dilanjutkan
dengan tulisan Prof. Dr. Abdurrahman
Mas’ud yang mengupas tentang
Menyikapi Keberadaan Aliran Sempalan.
Sukris Sarmadi, Dosen STAIN
Banjarmasin menghadirkan tulisan
tentang Transformasi NU dalam
Masyarakat Banjar Kini Perspektif Pergeseran
Gerakan Keagamaan di Kalimantan Selatan.
Sedangkan M. Ulinnuha Khusnan, MA
melalui tulisannya mencoba memotret
Paradigma Keberagamaan Kaum Santri.
Nurhasanah dosen UIN Jakarta
menghadirkan tulisan tentang Politik
Kebijakan Islamisasi Mahathir. Kajian
jurnal dialog edisi ini kian lengkap
dengan hadirnya tulisan Anwar
Mujahidin, MA, tentang Science And
Religion (Paradigma Al-Qur‘an untuk Ilmu-
Ilmu Sosial Menurut Pemikiran
Kuntowijoyo).
Di samping memuat artikel ilmiah,
Jurnal Dialog edisi ini juga memuat
laporan hasil penelitian oleh Ridwan
Bustaman, tentang Analisis Wacana Kritis
: Tayangan Kekerasan dalam Sinetron
Bernuansa Keagamaan. Dan juga hasil
penelitian saudara Basuki tentang
Pesantren, Tasawuf dan Hedonisme Kultural
(Studi Kasus Aktualisasi Nilai-nilai Tasawuf
dalam Hidup dan Kehidupan di Pondok
Pesantren Modern Gontor). Serta hasil
penelitian saudari Maryam tentang
Interaksi Sosial Pelaku Konversi Agama Etnik
Cina.
Kajian ini diakhiri dengan telaah
4 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
buku yang mengulas buku karya Prof.
Abdurrahman, 2009 yang berjudul
Menebar Rahmat bagi Sekalian Alam.
Semoga kajian yang dihadirkan Jurnal
Dialog edisi ini memberikan manfaat
yang berarti bagi para pembaca,
khususnya dalam kajian Pergeseran
Paradigma Menyoroti Gerakan Kea-
gamaan. Selamat Membaca!
Redaksi
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 5
TOPIK
M. ATHO MUDZHAR
Instrumen Internasional dan Peraturan Perundangan Indonesia tentangKebebasan dan Perlindungan Beragama ––6
ABDURRAHMAN MAS’UD
Menyikapi Keberadaan Aliran Sempalan ––16
SUKRIS SARMADI
Transformasi NU dalam Masyarakat Banjar Kini Perspektif PergeseranGerakan Keagamaan di Kalimantan Selatan –– 25
M. ULINNUHA KHUSNAN
Memotret Paradigma Keberagamaan Kaum Santri ––41
NURHASANAH
Politik Kebijakan Islamisasi Mahathir ––65
ANWAR MUJAHIDIN
Science And Religion (Paradigma Al-Qur‘An untuk Ilmu-Ilmu SosialMenurut Pemikiran Kuntowijoyo) ––78
PENELITIAN
RIDWAN BUSTAMAM
Analisis Wacana Kritis : Tayangan Kekerasan dalam Sinetron BernuansaKeagamaan ––97
BASUKI
Pesantren, Tasawuf dan Hedonisme Kultural (Studi Kasus Aktualisasi Nilai-nilai Tasawuf dalam Hidup dan Kehidupan di Pondok Pesantren ModernGontor) ––112
MARYAM
Interaksi Sosial Pelaku Konversi Agama Etnik Cina ––135
BOOK REVIEW
DEWI NMenebar Rahmat bagi Sekalian Alam ––149
DAFTAR ISI
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 25
TOPIK
A. PENDAHULUAN
Agama Islam merupakan agamamayoritas bagi masyarakat KalimantanSelatan dengan didominasi suku Banjarberjumlah 2.271.586 Jiwa dari totalpenduduk Kal-Sel tahun 2000 : 2.975.440jiwa (Badan Pusat Statistik - SensusPenduduk Tahun 2000). Sisanya adalahpenduduk pendatang yaitu suku Jawa,Bugis, Madura, Dayak, Mandar,Bakumpai dan lainnya. Kedekatanmasyarakat Banjar dengan agama Islamtelah lama terjadi di mulai denganberdirinya Kesultanan Banjar meliputiDAS Barito bagian hilir, DAS Bahan(Negara), DAS Martapura dan DASTabanio. Islam masuk di Kal-Sel terjadipada suku Banjar di mulai dengan
Transformasi NUdalam Masyarakat Banjar Kini Perspektif
Pergeseran Gerakan Keagamaandi Kalimantan Selatan
O L E H : A . S U K R I S S A R M A D I *)
ABSTRACT
This article describes the expantion of NU organization in Banjar community. Particularly,the article explain the history of the foundation of NU as supported by the clan of religiousfigures in the empire of Banjar that is Big Sheikh Muhammad Arsyad al Banjari. NUbecome more accepted in the society of Banjar. NU has adopted many elements of localcultures. Moslems in Banjar recognize Islam as a habit of NU culture. The condition ofeconomics and social changes in modern society of Banjar have forced cultural value of NUin the city of Banjarmasin. Pasantren has become the strong bases until now for religiousmovement of NU.
masuk Islamnya Raja Banjar PangeranSamudera bergelar Sultan Suriansyah(24 September 1526/6 Zulhijjah 932 H).Selanjutnya keturunan kerajaan /kesultanan Banjar dan masyarakatBanjar hingga sekarang beragama Islam.Agama Islam telah lama menjadi cirimasyarakat Banjar dan Islam menjadiagama mayoritas di mana 98 %pendudukanya beragama Islam (AlfaniDaud, 1997, h. 5).
Masyarkat Banjar kini1 sepertihalnya pada umumnya disemua daerah
*) Dosen Fakultas Syariah IAIN AntasariBanjarmasin
1 Berada di Provinsi Kalimantan Selatan dengannama kota Banjarmasin. Sukubangsa Banjar adalahsuku bangsa yang menempati sebagian besar wilayahProvinsi Kalimantan Selatan, sebagian KalimantanTimur dan sebagian Kalimantan Tengah terutamakawasan dataran dan bagian hilir dari Daerah AliranSungai (DAS) di wilayah tersebut. Suku bangsaBanjar berasal dari daerah Banjar yaitu wilayah intidari Kesultanan Banjar meliputi DAS Barito bagianhilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura dan DAS
26 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
di Indonesia telah mengalami suatupergeseran kehidupan sosial. Sebagianadat yang berlaku mulai hilang seiringdengan kemajuan zaman. Banyaknyapendatang dan perkawinan campuranantar daerah lain yang berada diBanjarmasin merupakan salah satusebab terjadinya perubahan sosial dannilai-nilai adat dalam masyarakat.Meskipun, studi terhadap masyarakatadat Banjar masih merupakan studiyang penting untuk dikaji lebih jauh.Terkhusus pula tentang hubungannyadengan pengaruh Islam di daerah ini.
Banyaknya pondok pasantren diKal-Sel merupakan bukti kuatnya akardan pengaruh Islam di daerah ini.Tercatat ada 241 buah ponpes, 90 persenbersifat sudah modern (B.Post, kamis,8/12), dan hampir kesemuanya adalahberlatar belakang NU.2 Pimpinanpondok pasantren di Kal-Sel punyasebutan KH (Kiyai Haji) seperti halnyapinpinan pondok pasantren di Jawa.Gerakan Ikatan Perkumpulan PondokPesantren Nahdatul Ulama adalah salahsatu bukti kuat hubungan antarpasantren di Kal-Sel dan perwujudanpengakuan keteguhan gerakan NU.
Kajian atas pergeseran gerakan danperspektif masyarakat Banjar terhadapkiyai NU yang kini mulai tampakdirasakan di Kal-Sel sangat pentingdikaji. Tentu saja akan terlihat prilakukeagamaan baru dalam bentukankultural baru pula. Meskipun secarasubstansif ketaatan pada seorang tokohagama (kiyai=tuan guru) tidak berubahnamun perspektifnya mulai berubahseiring dengan kondisi dan perubahansosial yang terjadi dewasa ini. Untuk itutulisan ini berupaya mengamatiperubahan atau pergeserakan polagerakan keagamaan dalam kontekskeumatan yang terjadi di kal-sel sebagaigerakan keagamaan yang tergeraksendiri karena datangnya nilai-nilaisosial baru.
B. KIYAI NU DAN KEUMATAN :GERAKAN KEAGAMAAN SENTRIS
MENUJU OBJEKTIVITAS
NU merupakan wadah keyakinankeberagamaan umumnya masyarakatBanjar. Meskipun sebagian kecil yanglain beraliran kemuhamadiyahan.Namun bisa dikatakan, mayoritasmuslim di sini mengabadikan dirimereka dalam pengakuan dan fanatismetinggi sebagai warga NU. Mereka lebihsering menyebut diri sebagai pengikutkaum Tuha. Istilah terakhir inisebenarnya tidak ada hubungannyadengan gerakan padri di Sumatera.Namun di tahun 70-an sampai 80-ansituasi pernah memanas terutama didaerah Hulu Sungai Utara di manaterjadi pengelompokan fanatismekelompok yang cukup tajam antarakaum Tuha (tua) dan kaum Muda. Danseterusnya berpengaruh keseluruhmasyarakat Kal-Sel. Tidak diketahui,siapakah yang mula-mula menyebutistilah ini. Sebutan kaum Tuha adalah
Tabanio. Kesultanan Banjar sebelumnya meliputiwilayah provinsi Kalimantan Selatan dan KalimantanTengah, kemudian terpecah di sebelah barat menjadikerajaan Kotawaringin yang dipimpin PangeranDipati Anta Kasuma dan di sebelah timur menjadikerajaan Tanah Bumbu yang dipimpin PangeranDipati Tuha yang berkembang menjadi beberapadaerah : Sabamban, Pegatan, Koensan, Poelau Laoet,Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan,Manoenggoel, dan Tjingal. Wilayah KalimantanTengah dan Kalimantan Timur merupakan tanah rantauprimer, selanjutnya dengan budaya madam, orangBanjar merantau hingga ke luar pulau. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar.
2 Ada beberapa buah pasantren ditemukanberaliran Muhammadiyah seperti al Furqon, danIbtidaiyah Diniyyah dan aliran mandiri (bukan NUdan Muhammadiyah).seperti pasantren ustadz Lutfidi Sei Mesa.
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 27
berbasis NU sedangkan kaum mudatidak lain adalah Muhamadiyah. Danhampir saja, situasi memanas tersebutterjadi kekerasan antar kelompok(meskipun beberapa data ditemukan ataslaporan dari orang-orang tua bahwawaktu itu sempat terjadi kekerasanantara mereka).
Namun, fanatisme terhadap NUbagi warga Nahdiyin suku Banjarkesemuanya didasarkan kepada ketaatanpada kiyai atau tuan guru (biasabercirikan memakai sorban bolangputih). Sang kiyai ini biasanya adalahpimpinan Ponpes masing-masingdaerah (banua) yang selalumengindetitaskan diri sebagai orangNU. Paling tidak yang sangat berkesanterjadi antara tahun 70-an hingga 80-an. Hingga kini kultur demikian masihtampak di mana fanatisme sebagaiwarga Nahdiyin tetap terpelihara.Meskipun telah mulai terjadi pergeseranperspektif tentang kiyai (tuan guru).Kiyai dianggap segalanya dalamkehidupan beragama, menentukanhukum-hukum dan amaliyahkehidupan warga. Dari soal kelahirananak, pendidikan, rumah tangga,ekonomi keluarga dan usaha-bisnis,zakat, infaq, sadaqah hingga kematian,Kiyai sangat berperan dalammasyarakat di Kal-Sel. Kiyai atau tuanguru (Banjar) menjadi ego sentris dalamkehidupan beragama.
Kiyai NU sangat akrab dengandengan ranah tradisi lokal. Pengislamantradisi (budaya) lokal menjadi tradisikultural NU merupakan fenomenasentris dari para kiyai NU di daerah ini.Terlebih dikarenakan masyarakat Banjarmerupakan masyarakat yang memilikisejarah kental atas budaya keraton-kerajaan Banjar yang banyak memilikiaspek budaya tempatan yang lekat
dengan kehidupan masyarakat. Dalamkonteks budaya ada istilah budayakeraton;kerajaan dan budaya populer.Dua kebudayaan ini seringdikategorikan dengan kebudayaantradisional (Kuntowijoyo;1993:230).Maka pada aspek ini kiyai dalam tradisikultural masyarakat Banjar dijadikanbukan hanya sebagai pemuka agamatetapi juga sebagai pemimpinkemanyarakatan. Bahkan melebihi dariseorang pemuka adat. Keadaan ini lebihdikenal betapa pengaruh tradisi NUpada upacara sosial budaya populer.misalnya Tradisi adat batapung tawartetap dilestarikan tetapi diiringi dengandoa-doa dipimpin oleh pemuka agama.Tradisi ini merupakan tradisi dalamrangka penyelamatan terhadap suatukeadaan yang dihajatkan misalnyamembuka rumah baru, kendaraan,peresmian, ketika acara akikah anak danperkawinan. Budaya lokal tentangbamandi-mandi (calon pengantin)dengan berbagai penyertaan doa-doakeagamaan. Selamatan hamil 7 bulan,menginjak telur. Selamatan hendak naikhaji. Selamatan keliling kampungdengan mengarak kitab Shahih Bukharisambil berdoa agar terhindar musibah(biasanya dari kebakaran).
Dalam konsep lain, tradisi NU jugamasuk dari ritual-ritual pada budayasehingga mengubahnya menjadisimbolik keIslaman tradisional misalnyaacara haul kematian, pembacaan doaarwah setelah tiga hari kematian,kemudian 7 hari kematian, 25 harikematian dan 100 hari kematian hinggahaul (tahunan) merupakan tradisi lokalyang diislamkan dengan tradisi doa-doa.
Demikian pula pola-pola mistik lokaldiislamkan. Budaya ilmu-ilmu mistiktelah dirombak dengan penyertaan doa
28 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
seperti zimat kayu diganti dengan ayatulQur‘an, budaya mandi kekebalandengan kembang, kue lakatan denganmantra-mantra diganti dengan doa danayat al Qur‘an. Tradisi lokalmenggunakan minyak-minyak hasillampah digunung diganti dengan rajahtubuh (tulisan arab). Bahkan ada tipkeagamaan untuk membuang semuayang dianggap ilmu hitam (biasanyamampu dihilangkan oleh kiyai). Jadikiyai dalam konteks ini selalu diyakinioleh masyarakat bukan hanya ahliagama tetapi juga ahli ilmu-ilmu gaib.NU yang mentradisi ditangan parakiyai sungguh sangat berhasilmengislamkan semua hal dalam tradisilokal masyarakat Banjar. Semua halyang berawal dengan mantra sudahberganti dengan kalimat sepertiBismillah, berkat Laa ilaaha illallahataupun syahadatain. Bahkan darisekitar bacaan itu berkembang menjadisumber-sumber keilmuan gaib dan anehdi masyarakat misalnya kalimahberampun diambil dari kalimat LaaIlaaha Illallah.
Tradisi NU di sini juga masuk dalamdunia seni. Perayaan maulid, untukselamatan rumah maupun acara lainnyabiasanya dibawakan syair-syair maulidal Habsyi. Di era 90-an maulid al Habsyimenjadi trend anak santri danmasyarakat kebanyakan. Padahalsebelum syair ini, seperti ad Diba‘i lebihdulu dikenal namun tidak sempatmenjadi kegemaran anak-anak santri dipasantren maupun di masyarakat. Syairal Habsyi disertai dengan terbangan(alat tabur dari kulit sapi) menjadi acaradominan terjadi dalam tradisi NU.Tradisi ini jelas di bawa tokohkeagamaan NU dari luar. Namunpengawinan dengan seni lokal jugakerab terjadi seperti seni Hadrah. Seni
ini merupakan kombinasi seni tari danseni perang serta seni arak raja.Uniknya meskipun menggunakangendang besar namun lagu yangdikumandangkan adalah syair-syairyang ada dalam Diba maupun al Habsyimaupun salawat ciptaan pemuka agamadulu.
Dengan tradisi kultural NU makapendapat-pendapat keagamaan yangbersifat baru dan terlihat berbeda atauberlawanan dengan tradisi dan fatwakiyai akan ditepis dengan mudah. Isugender, persamaan hak kaumperempuan dan lelaki, HAM, tidakberpengaruh dalam keumatanmasyarakat Banjar yang lebih tertarikdengan nasehat kiyai sebagai tuan guru.Hingga sekarang kiyai menjadi panutanyang dominan dan keadaan inimerupakan tradisi NU di Kal-Sel,meskipun ada perbedaan dengan eratahun 70-an-hingga 80-an. Sebut sajabila seorang pejabat ingin disukai olehmasyarakat maka cukup ia mendekatiseorang kiyai yang banyak umatnyamaka iapun akan dicintai. keadaantersebut membawa kiyai mulaimengarahkan pada haluan politiknya.Kebetulan NU pusat sendiri mengibar-kan haluan politiknya. Masa-masa iniwarga Nahdiyin di Kal-Sel tetapmemiliki semangat mengikuti kehendakkiyai. Termasuk dalam haluan politik.Sebut saja jika seorang kiyai menunjuksuatu partai (tahun 80-an hingga 90-an)di mana kebanyakan kiyai NU Kal-Selmulai mengarahkan haluan politiknyapada P3 yang berlambang ka‘bah makahampir semua warga nahdiyin Kal-Selmemilih P3. ini membuktikan bahwakiyai dan kehidupan pasantren padawaktu itu benar-benar sangat ber-pengaruh dalam kehidupan masyarakatBanjar.
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 29
Kini, kondisi tersebut tidak lagiterjadi, atau sejak tahun 90-an. Mulaiterjadi tarik menarik cara pandangyang berbeda. sebut saja ada seorangkiyai ikut pada suatu partai yang bukanP3 maka umat pengajiannya drastisberkurang hingga 75% seperti yangpernah terjadi di kota Banjarmasin danMartapura hingga menjadi trend disemua benua daerah Kal-Sel. Para kiyaisendiri ternyata mulai menyadarikeadaan tersebut. Pengaruh globalisasidan siaran TV sudah mulai masukkesegenap penjuru Kal-Sel. Terlebihketika masuknya TV swasta di Kal-Sel.Masyarakat mulai bersinggungansecara global pada dunia luar. Isu-isudemokrasi, keterbukaan, kebebasanberpendapat yang digiring televisimemiliki dampak besar di daerah ini.Perubahan drastis terjadi bahkanmenjadi baikot masa terhadap seorangkiyai yang mengikuti politik praktis.Sang tuan guru; kiyai dianggap harustidak memiliki kepentingan politikterhadap partai manapun. Dengan katalain, corak dominan pergeseranperspektif masyarakat keagamaanmulai tampak terlihat jelas ditandaidengan tidak inginnya kebanyakanwarga melihat kiyai mereka terjun kepolitik praktis. Mereka sekarang inijuga mulai membicarakan tingkah lakuseorang kiyai (tuan guru) jika berbuatsesuatu yang tabu (misalnya soalpoligami kiyai) maupun atas pendapatkiyai tentang suatu hukum,perkembangan politik maupunkepengurusan Mesjid-Mesjid besar yangberhubungan dengan PemerintahDaerah. Semua ini dulu di tahun 70-anhingga 80-an merupakan soal yangtabu diungkapkan antar warga.Keadaan ini disadari oleh banyak kiayi;tuan guru NU. Tahun 90-an seorang
tuan guru besar (kiyai)3 dengan muridberjumlah puluhan ribu orang dalampengajiannya mengatakan bahwa ia takmengikuti partai politik apapun. Kiyaiseperti ini menjadi panutan besar bagiwarga NU masyarakat Banjar, sebablebih dianggap santun dan sesuaidengan kehendak umat.
Dengan demikian, meskipun tuanguru; kiyai NU masih dominan ditaatisebagaimana pada tahun 70-an hingga80-an dalam segala hal urusankeagamaan bahkan di luar dari pada itu,maka sejak tahun 90-an hinggasekarang pola ketaatan mulai berubah.Terjadi pergeseran kepercayaanmenenpatkan tokoh agama; kiyaisebagai ulama. Dalam hal politik, wargaNU sekarang menganggap bukanbidang kiyai. Tugas seorang kiyai adalahsemata keagamaan, pembimbing umat.Kenyataan ini hingga sekarang masihtampak terlihat. Misalnya sejak tahun1999 hingga 2009 sekarang, suara PKBdi daerah ini tidak besar (walaupun PKBsempat meraih No.2 setelah Jatim) tetapijauh dari seharusnya terlebih di daerahini ada banyak tokoh agama; kiyai NUikut di dalamnya, tidaklah diikuti olehwarga nahdiyin di Kal-Sel. Merekamemilih sendiri haluan politik praktismereka. Jadi NU murni dipahamimasyarakat Banjar sebagai organisasisosial keagamaan bukan politis. Artinyaupaya untuk menciptakan NU secara dejure memainkan sebagai organisasi
3 Almarhum al alamah KH. Zaini Ghanie, seringpula disebut dengan Tuan Guru Besar, syekhsakumpul hingga sekarang makam beliau terusdiziarahi dari berbagai daerah. Beliau termasukketurunan ketujuh dari Syekh M. Arsyad al Banjari(pengarang kitab Sabilal Muhtadin), seperguruandengan tokoh syekh Palimbani Sumatera ketikabelajar di Mekkah. Sewaktu beliau hidup dikunjungioleh beberapa president RI dan para mentri.
30 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
sosial keagamaan, dan secara de factoNU bermain politik praktis lewat PKB,sebagai partai yang mendapat fasilitasdan dilahirkan oleh NU tidak adaptifdalam masyarakat Banjar meskipunditerima oleh sebagian kecil wargamasyarakat Nahdiyin di daerah ini.
Isu gender tidak begitu berpengaruhhingga sekarang di daerah ini. Dominasipola fanatisme pada tokoh agama sangatkuat. Tokoh agama setempat jikaditanya tentang masalah ini terlihattidak setuju. Demikian pula soalpenentangan pada poligami. Inimembuktikan bahwa di daerah inimasih menunjukkan pola kulturalterjadi dominan di masyarakat,meskipun kaum perempuannya keba-nyakan menolak di poligami namunsecara diam-diam diakui sebagai ajaranagama. Hal ini tidak lepas dari pendapatyang berkembang di kalangan paratokoh agama; kiyai. Beberapa kasusseorang kiyai yang berpoligami sempatmenjadi pembicaraan secara sembunyi-sembunyi namun tak sempat menjadi isunegatif terhadap keadaan sang kiyai.Ketaatan pada sang kiyai lebih fundamenketimbang masalah poligami.
C. MUNCULNYA SANTRI MODERN ;PERGUMULAN PEMIKIRAN TOKOH
KEAGAMAAN
Masuk dan berdirinya IAINAntasari di Kal-Sel pada tahun 70-ansebenarnya cukup dominanberpengaruh pada para lulusan diPerguruan Tinggi agama Islam ini.Tidak hanya warga umum yangmemasukkan anak mereka kePerguruan agama Islam, tetapi jugaanak-anak kiyai NU sendiri. Setelahmereka menamatkan kesantrian merekadi pondok pasantren, biasanya paralulusannya digiring untuk masuk IAIN.
Maklum pula, pengajarnya sendiri di eratahun 70-an adalah kebanyakan kaumTuha (tua) yang memiliki basis masa dimasyarakat dan sebagian lainnyamerupakan alumni Cairo dan IAIN ditanah Jawa. Alhasil IAIN di tahun-tahun berikutnya menjadi sentral kajiankeagamaan modern di Kal-Sel.. Maka diatas tahun 80-an sudah mulai banyakkelulusan IAIN. Bisa dikatakan lulusanini ketika menjadi tokoh agamasebenarnya lebih layak disebut sebagaikiyai atau ulama modern. Sebutanulama sebenarnya sangat luas dankomplek. Namun pada dasarnya merekaadalah pendidik. Mulai menjalankanperanannya sebagai pendidik, seorangulama bisa berkembang menjadipemimpin masyarakat, tokoh politikatau ilmuwan (Dawam Rahardjo;1993).Sebutan kiyai, tuan guru adalahmenunjuk pada kemampuan pendidikankeagamaan bagi umat dan dalamkonteks inilah maksud kita dalamtulisan ini.
Sebagian mereka ada yang menjaditokoh tempatan, terutama yang telahlama nyantri di pasantren lalumeneruskannya ke IAIN. Haluanberpikir mereka kembali pada polatradionalistik NU, sebagian sepertiorang tua mereka yang juga kiyai.Sebagian lulusan IAIN yang lainmenjadi PNS dan bekerja di Depagsetempat. Sebagian lagi menjadi tokohagama setempat. Bagian yang menarikdari mereka adalah ketika merekamenyuarakan pemikiran keagamaanberbeda pendapat dengan tradisi kiyai.Disadari atau tidak mulai terjadipergumulan pemikiran baru terhadapagama. Meskipun kelompok ini jumlah-nya sangatlah sedikit namun merekadidukung oleh sedikit lulusan Cairo,terkadang sebagian orang Muham-
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 31
madiyah. Pergumulan pemikirantersebut keadaannya hingga kini terusberlanjut. Tokoh agama yang lulusanIAIN biasanya tidak menggunakan cirikhas sorban bolang putih. Mereka lebihsuka memaki peci nasional sedangsorban hanya digantungkan di leher.Berbeda dengan tradisi lama sebagaitokoh agama adalah memakai sorban-bolang di kepala ketika mereka terjunke Masyarakat (ceramah agama,khutbah maupun acara keagamaanlainnya). Di samping itu ada gelarseperti Drs, S.Ag, sebagai ciri khasmereka. Keberpihakan agar wargamasyarakat; suku Banjar untuk tidaktaklid pada seseorang atau terhadapmadzhab hukum agama adalah elandasar dari gerakan pemikiran ini.Meskipun mereka tidak mengelompokdalam satu wadah gerakan namun polapemikiran mereka ada kemiripan yangsama antar mereka dalam mempenga-ruhi masyarakat setempat. Hanyakeberadaan mereka lebih banyak di kotabesar Banjarmasin. Sangat minim didaerah banua lima. Di bawah ini dapatdigenalisir pemikiran mereka yangmencirikan dan pola pembaruan dalammasyarakat Nahdiyin Kal-Sel, sbb:1. Tidak harus bertaklid pada satu
madzhab tertentu;2. Menutamakan bahan ceramah al
Qur‘an dan Hadis ketimbang kitab-kitab kuning;
3. Menanggapi atas isu keagamaanyang terjadi di masyarakat;
4. Memberikan syarat yang ketat padaPoligami;
5. Cendrung menolak tasawuf falsafi;6. Meniadakan Tawasul pada wali-wali
dalam berdoa.7. Meninggalkan tradisi pembacaan
manakib syekh Abdul Kadir Jailanidan syekh Seman.
8. Kurang akomadatif dengan kulturlokal / adat yang selama ini dipeliharaoleh kaum Tua;
9. Meninggalkan syair-syair spritualyang ada dalam masyarakat;
10. Menolak segala bentuk pemahamankeagamaan liberalisme dan sekuler.
11. Pengembangan ketaatan beragamayang lebih baik sebagai penyeim-bang dengan urusan duniawi yangtidak boleh ditinggalkan.Pola pemikiran di atas jauh berbeda
dengan konteks kelompok muda NUataupun kaum muda NU Profresif yangakhir-akhir ini mengemuka dalamtulisan Lauda Ida (NU Muda; KaumProgresif Dan Sekularisme Baru) Sebabciri mereka justru menolak pahamkeagamaan yang liberal maupunpengarahan pada paham sekuler.Meskipun gerakan pemikiran keagamaantersebut tidak mengelompok pada suatutempat dan jadual tertentu, ataupundipimpin oleh seseorng namun merekasepakat menolak segala liberalismekeagamaan, misalnya terhadap pemikiranliberalisme (Hartono Ahmad Jaiz, 2005:109-110 dalam Atho’ Mudzhar):1. Al-Quran adalah teks dan harus
dikaji dengan hermeneutika2. Kitab-kitab tafsir klasik itu tidak
diperlukan lagi3. Poligami harus dilarang4. Mahar dalam perkawinan boleh
dibayar oleh suami atau isteri.5. Masa iddah juga harus dikenakan
kepada laki-laki, baik cerai hidupataupun cerai mati
6. Pernikahan untuk jangka waktutertentu boleh hukumnya
7. Perkawinan dengan orang yangberbeda agama dibolehkan kepadalaki-laki atau perempuan muslim
8. Bagian warisan untuk anak laki-lakidan anak perempuan sama 1:1
32 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
9. Anak di luar nikah yang diketahuisecara pasti ayah biologisnya tetapmendapatkan hak warisan dariayahnya.Tokoh-tokoh keagamaan alumni
IAIN tersebut sebenarnya lebih bercorakpada intelektual keagamaan dankebanyakan mereka bersifat indefen-dent, tidak mengkulturkan fanatismepada Nahdatul Ulama ataupun berpihakpada tradisi kultural NU sekalipunterkadang orang tua mereka justrutokoh NU. Pola penerimaan masyarakatKal-Sel terhadap mereka dikarenakanbeberapa sebab, sbb :1. Agresif untuk dipanggil mengisi
acara keagamaan seperti ceramahpada hari-hari besar Islam, acaranon resmi perusahan-instansi;selamatan berisi ceramah agama,aqiqah, selamatan haji.
2. Komunikatif, dianggap lebihmengerti dengan perasaan masya-rakat dan sering dapat menghiburdengan bahasa yang kocak.
3. Akomodatif, tanpa ada birokrasibahkan bisa hanya melewati telpondalam hal memanggil untuk mengisiacara keagamaan.
4. Berani menyinggung kesalahanpejabat; pemerintah maupunpengusaha.
5. Mudah didekati oleh setiap orangdan cepat akrab.
6. Mudah dinalar dan dipahami olehsemua kalangan dari masyarakatawam maupun yang terdidik.
7. Adanya perubahan sosial globalyang mempengaruh cara berpikirkebanyakan orang termasukmasyarakat kal-sel ke arahrasionalisme.Keberadaan mereka sering pula
mengusik tokoh keagamaan senior diKal-Sel sehingga di antara mereka ada
yang menyinggung dalam ceramahnyauntuk tidak mendengarkan ataupunmengikuti orang-orang yang memilikigelar kesarjanaan (Drs, S.Ag). isunegatif terhadap kelompok ini tidakdirespon balik terhadapnya mengaki-batkan hubungan yang kurangharmonis antar mereka tanpa adacounter. Bahkan IAIN sendiri dikritikyang sekarang lebih banyak menelurkanorang-orang yang tidak dapat merapatdengan tradisionalisme NU.
Meskipun demikian masyarakat Kal-Sel menyikapinya dengan beragampendapat namun dalam banyakkesempatan mereka tetap diterima. Halini juga didukung oleh faktorbanyaknya pertemuan keagamaan yangharus di isi oleh nara sumber/tokohkeagamaan, sementara tokoh keaga-maan senior atau kaum Tua jumlahnyasedikit dan padat waktu, birokratif dansering dikeluhkan ongkos biaya yangmahal. Santri modern ataupun istilahkiyai modern atau ustadz modern,selalu tidak menyentuhkan diri merekapada politik praktis ataupun atas suatukepentingan politik yang berkembangdi daerah mereka. Barangkali rasakebertakutan terhadap dan mungkinakan dijauhi oleh umat adalah alasanutama kelompok ini. Sebab di Kal-Selkasus seperti demikian telah beberapakali terjadi dan sempat menjadi isu yangmengemuka untuk sekian waktu.Peristiwa itu menjadi pelajaran bagipelaku dakwah di wilayah ini.
D.KAUM MUDA ISLAM ;KEBERPIHAKAN PADA ISLAM NON
KULTURAL
Selama masa pesat berkembangnyaNU di Kal-Sel, sebelum dan sesudahtahun 70-an hingga 90-an, bisadikatakan keIslaman seseorang di
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 33
daerah ini didasarkan pada aspekkultural kaum nahdiyin yang berperanmemberikan nilai positip dalam dakwahIslamiyah. Dengan kata lain, hampirsulit membedakan antara istilah Islamdan NU. Seperti halnya masyarakatkultural Madura dan Jatim. Maksudnya,Islam dan NU tidak dapat dipisahkandari pikiran orang yang beragama(Islam). Hampir di seluruh banua lima,tokoh sentral keagamaan selalu orangNU. Tokoh NU sangat disegani (hinggasekarang sebagian hal ini masih tampakpada tokoh NU). Tokoh NU pastilahulama dan kebanyakan mereka adalahpimpinan pondok pasantren atau hidupdalam dunia pasantren dan masyarakatluas. Mereka besar diakar rumput sepertihalnya NU dalam masyarakat sukuBanjar. Di sini terlihat betapa besar danberpengaruhnya NU dalam masyarakatsebagai organisasi yang bergerakdengan semangat harakatul diniyah(gerakan keagamaan), harakatul adabi-yah (gerakan moral) maupun sebagaiorganisasi besar; harakatul ijtimaiyyah(gerakan keorganisasian), denganpaham ahlus sunnah wal jamaah.
Untuk menjadi orang besar dandisegani serta diikuti oleh masyarakatmuslim maka orang tersebut haruslahberaliran NU. Saat itu sulit orang yangberhaluan di luar NU untuk dapatmenjadi kiyai di masyarakat. Hinggasekarangnya kenyataan tersebut masihdirasakan. Dengan kata lain saat itu,setiap ulama pastilah NU dan untukmencari Islam yang kuat pastilah NU.Realitas ini bukan berarti menapikangerakan Muhammadiyah yang jugaberkembang di Kal-Sel serta urbanisasimasyarakat luar di Kal-Sel. Namunbahasan ini menunjuk pada strategi rilpada dimensi waktu dan keadaantertentu. NU hampir dikata seperti
agama atau identik dengan Islam.Perlawanan terhadapnya akanmemungkinkan terjadi kekerasan antarkelompok. Sebagai ilustrasi, di tahun 90-an seorang ustadz yang sedikit berbedadengan pendapat masyarakat; ketika dijalan menemui kecelakaan. Kendaraanbeliau bertabrakan dengan kendaraanlain yang juga ditumpangi olehseseorang. Kaca mata beliau pecah.Tetapi orang tersebut tidak merasakasihan dengan beliau. Alasannyakarena beliau bukan berhaluan NU.
Selama zaman kerajaan BanjarIslam, tokoh Panutan masyarakat Kal-Sel adalah Syekh besar MuhammadArsyad al Banjari (pengarang kitabSabilal Muhtadin). Selama ratusantahun keturunan beliau menjadi agentsentral kekuatan dakwah di masyarakatBanjar. Hingga sekarang, keturunan-nya menjadi tokoh keagamaan yangdihormati. Dan kebetulan, tokohkeagamaan keturunan beliau adalahorang-orang NU. Meskipun tidak harusmenjadi pengurus NU di daerah namunmereka menjadi tokoh sentral NU.Pendapat mereka menjadi nasehatjajaran pengurus NU di semua daerah.Martapura adalah daerah hidupketurunan syekh besar hingga sekarang.Kota ini disebut sebagai kota serambiMekkah karena bertaburnya ulama.Daerah ini sangat berpengaruh. Hidupdari masa ke masa ulama besar Kal-Seldi sini. Pasantren Darus Salam adalahsalah satu aset kader keulamaan ditempat ini. Di antara mereka tokoh yangberpengaruh adalah KH. Badaruddin(w.1992) dan KH. Zaini Mugni (w.2005),guru dan murid ini secara luar biasamemiliki murid berjumlah puluhan ribubanyaknya.
Pengaruh globalisasi modernterhadap dunia ketiga khususnya
34 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
Indonesia dan tak terhindarkan pulamasyarakat muslim kal-sel telahmengubah sosial kultur masyarakat.Kehidupan modern mulai menggoyangdan mengikis ciri-ciri hidup“paguyuban“. Cara hidup dan kerjamasyarakat dalam mengejar ekonomitelah berbeda dan semakin terusberubah. Tuntutan hidup mulaidirasakan ke seluruh daerah. Saat itumenurut Dawam Rahardjo adalahhambarnya nilai-nilai transendental.Seperti halnya masyarakat di semuadaerah di Indonesia, masyarakat kal-seljuga merasakan pengaruh modernisasi.Misalnya upaya penyesuaian diri danadaptasi terhadap proses modernisas.Sebagian melakukan apologi terhadapajaran Islam dan menolak modernisasiyang bernilai westernisasi. Sebagianmenolak secara formal namun merekamenerima nilai-nilai itu seperti praktekkapitalisme atau konsumerisme.(Dawam; 1993:382). Setiap anak mulaidituntut untuk sekolah setinggimungkin dengan tujuan untukmendapatkan pekerjaan. Hampir dalamsemua hal, haluan pikiran orangtertumpu pada aspek ekonomi.Globalisasi juga menggelindingkansekularisme penciptaan dengananaknya yang bernama liberalisme dankapitalisme. Liberalisme adalah ajaranyang sesat yang harus ditentang.Liberalisme mengakibatkan individu-alisme dan individualisme mengakibat-kan kapitalisme. Maka dalam kapitalismeini, prinsip kemerdekaan dinodaisedemikian rupa (Nurkholis Madjid;1994:188).
Tradisi kultural NU di daerah inimeskipun cukup kuat untuk mereduksiperubahan sosial-ekonomi masyarakat,kerapkali pula gagal melawan arus derasmodernisasi yang memberi dampak pada
sifat individualisme ekonomi, sosial danpolitik. Sebagai contoh adalahbanyaknya sekolah-sekolah umumnegeri yang di buka oleh pemerintah diwilayah kal-sel sampai ke pelosokpedesaan-kampung-kampung justrudiminati oleh masyarakat suku Banjar.Padahal pasantren di wilayah ini begitubanyak yaitu mencapai lebih dari 241buah (B.Post, kamis,8/12). Anak negeriini mulai menyekolahkan anak merekadi lembaga-lembaga negeri dengantujuan pencapaian pekerjaan yanglayak seiring dengan realitas pekerjaanmodern memerlukan ijazah formil.Meskipun data langsung di lapanganjumlah murid di pasantren tidakberkurang namun penambahan jumlahpasantren mulai berkurang dibandingera 70-an hingga 80-an. Cara pandangdan perubahan atas ekonomimasyarakat telah membawa perubahansosial kultural baru.
Tradisi kultural NU dalammasyarakat Banjar seperti kemampuandan kepandaian anak membaca kitabkuning sekarang mulai dirasakanlangka. Bahkan kemampuan bisamembaca al Qur‘an yang duludipastikan ciri khas masyarakat Banjarmulai sulit dipertahankan. Tahun 70-an,seorang pria yang ingin melamarseorang perempuan harus menamatkandulu al Qur‘an (khatam al Qur‘an).Demikian pula bagi kaumperempuannya sebelum merekamelangsungkan pernikahan. Keadaanini mulai ditinggalkan dikarenakankemampuan tersebut tidak merekadapatkan di bangku sekolah negeripemerintah. Tradisi khatam al Qur‘anpada masyarakat suku Banjar padaumur 7 sampai dengan 10 tahun jugasulit ditemukan yang dulu setiapkampung melakukan acara masal
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 35
khataman al Qur‘an. Meskiipun tradisimembaca wirid selesai salat Magrib dansubuh secara bersama-sama di mesjidmasih terdengar dan terpelihara namunyang mengisi acara tersebut padaumumnya adalah orang-orang tua,bukan anak muda. Terkecuali daerahtertentu seperti Martapura.
Keadaan demikian dirasakan olehpemuka dan tokoh keagamaan Kal-Sel,baik dalam kalangan senior NUmaupun para Da‘i dari berbagaikalangan; lulusan IAIN maupunorganisasi Islam yang ada di Kal-Sel.Tahun 2000 merupakan tahun kritikbagi Kaum muda Islam dan merekaselalu menjadi objek sorotan. Tahun-tahun ini kegairahan anak muda Islammulai terlihat pada kegiatan keagamaan.Di Kampus-kampus mulai tumbuhpengajian. Demikian pula kesadaranpara guru sekolah negeri untukmemasukkan pelajaran agama sebagaipelajaran lokal mulai dilakukan. Anak-anak muda Islam mulai gemar membacaal Qur‘an. Pada bulan ramadhan,aktivitas anak SD hingga SMAmemadati mesjid dalam kegiatan tadarusdan ceramah keagamaan yang diisi olehustadz-ustadz muda, terutama lulusanIAIN (terutama diperkotaan-Banjarmasin). Demikian pula diPerguruan Tinggi Umum. Jilbab mulaitidak asing lagi bagi anak muslimah.Bahkan di Perguruan Tinggi sepertikedokteran, keperawatan dankebidanan, jilbab sempat menjadi trend.Islam dipelajari dari berbagai kalangananak muda Islam. Ini tidak lepas daridukungan orang tua di kal-sel yangsekarang merasakan adanya perubahankultural yang makin menjauh dari nilaikeagamaan.
Islam dipelajari oleh kaum mudaIslam; anak-anak terpelajar adalah Islam
universal. Pembelajaran yang sifatnyaterserak-serak oleh para da‘i muda(ustadz-kiyai modern) lebih cendrungpada percepatan pemahaman danprioritas. Berbeda dengan anak yangnyantri di pasantren. Mereka belajarIslam dari yang paling dasar hinggaIslam dalam ranah lokal dan tradisi NU.Bagi kalangan santri, keahlian bahasaarab; kitab kuning merupakan dasarutama dalam mempelajari Islam. Kajianagama diarahkan pada sifatnya yangtartil, bertahap dan mendalam. Studifiqh diajarkan bukan hanya padamatannya (isi) tetapi juga padasyarahnya (penjelasan-tafsili). Ilmutauhid melebar hingga ilmu kalam. Halini terbukti dengan kitab-kitab tauhiddi pasantren umumnya mengandungfilsafat yang lebih cendrung pada ilmukalam. Sehingga pembahasan dirasakansangat mendalam. Bukan hanyamengetahui dalil naqli tetapi juga dalilrasio (aqli). Kajian keagamaan (Islam)dalam dunia santri harus menguakperbagai makna eksoteris maupunesoteris. Bahkan, studi terhadap syair-syair arab ataupun kajian sastra selaludipolakan dalam pasantren. Bahkantradisi NU dan ranah lokal dihidupkandalam dunia santri. Harapan semuakiyai di pasantren adalah mencetak kaderkiyai NU dan menjadi pemuka dantokoh keagamaan di masyarakat.
Berbeda dengan dunia santri, anakmuda Islam yang sekarang belajar Islamdari pola pemahaman cepat dan prioritasmengakibatkan kaum muda Islammemahami Islam secara eksoteris dantidak mengetahui Islam kultural dalamhal ini adalah ranah lokal dan tradisikultural NU. Mereka juga asing denganbahasa arab terlebih sastra arab. Fiqhhanya mereka ketahui dalam skalatertentu, tidak mendalam. Demikian
36 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
pula ilmu tauhid. Meskipun semangatmereka sangat dominan bahkan dapatmenjelaskan keislaman. Jadi kondisi inimemungkinkan bahwa Islam dikenaldan terus menjadi tradisi padamasyarakat Banjar dengan kenyataansemangat anak-anak muda Islam untukbelajar Islam sangat tinggi dan antusias.Meskipun bagian yang esoteris dantradisi kultural NU akan ditinggalkansekurangnya dalam ranah lokalamaliyah masyarakat Banjar. Jadi Islamakan terlihat dalam corak baru padatahun-tahun sekarang dan tahunberikutnya. Sekarang ini sudah terlihatkegiatan anak SD untuk belajarmembaca al Qur‘an. Metode yangdigunakan tidak lagi metode tradisionaltetapi metode modern (metode iqro)disemua pelosok daerah kal-sel. Tiaptahun ada ribuan anak yang tamat alQur‘an. Sebuah fenomena baru yangsangat menarik dan akan ditingkatkanlagi. Setidaknya sudah terlihat kadermuslim yang menggambarkan begitucerahnya Islam di bumi kal-sel untukmasa-masa akan datang. Meskipun padakonteks lain, kegairahan Islam bagianak-anak umur SMP dan SMA lebihbanyak terlihat pada bulan Ramadhannamun setidaknya anak-anak tersebutsudah mengenal Islam yang mungkinmereka tidak akan temukan di rumahmereka. Tetapi, mereka hanya mengenalIslam dalam lapisan percepatan danprioritas.
Berangkat dari kenyataan demikian,kondisi ekonomi dan perubahan sosialdalam ring kehidupan modern telahmemaksa nilai kultural NU mulaiterkikis terutama pada kota besarBanjarmasin. Penyelamatan terhadap-nya dilakukan oleh semua lapisan tokohkeagamaan di Kal-Sel dengan metodepercepatan dan prioritas. Maka dalam
konteks demikian, tanpa disadari terjadisuatu pergerakan pemahaman keaga-maan bagi kaum muda Islam di Kal-Selpada pola Islam Non Kultural. Degankata lain terkader oleh keadaan barudalam realitas kehidupan beragama padapola Islam Non Kultural. Keadaan inibukan berarti negatif. Namun bagi pihakkaum Nahdiyin adalah merugikandalam aspek kedekatan pada tradisi NUnamun menggembirakan bagi kelompokyang ingin melihat Islam dalampemahaman yang murni tanpa serapanranah lokal ataupun dalam kontekssemata tradisi NU. Hanya santri diPasanten yang akan kuat memegangdominasi tradisi NU dan masyarakatpedesaan.
E. PENUTUP
Berangkat dari uraian terdahulu,maka tradisi kultur NU yang terlekatpada masyarakat Banjar pada mulanyaterjadi pada masyarakat pasantren.Kiyai-kiyai NU memulai dakwahmereka melewati dibukanya pondok-pondok pasantren di sekitar kehidupanmasyarakat. Pengaruh pasantren sangatluar biasa dalam pengembangankeagamaan. Baik dari segi keilmuan,pemikiran, sosial dan budaya. Berbedadengan di tempat lain seperti di jawa adaistilah budaya Islam santri dan abangan(lih. Kuntowijoyo:237), maka dalammasyarakat Banjar tidak dikenal istilahdemikian. Dalam kenyataannya sejakIslam masuk dalam kerajaan IslamBanjar (kesultanan Banjar), tradisi Islammulai diberlakukan. Titah raja yangmuslim menjadi kekuatan dasyat bagirakyat untuk ditaati. Perlawananterhadap Belanda dalam gerakan rakyattidak lepas dari ruh Islam di tempat ini.Keadaan ini berlanjut seterusnya dimana ketika kerajaan Banjar tidak ada
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 37
lagi dan diganti oleh masa kekuasaanBelanda, maka tampuk kekuatan Islamdiemban oleh para kiyai; tuan guru diberbagai tempat hingga Belanda tidaklagi ada di wilayah Kalimantan Selatan.
Jalur laut yang dekat dengan Jawaselalu dimanfaatkan oleh masyarakatBanjar dalam komunikasi. SetidaknyaIslam mulai ada pada kerajaan Banjarkarena adanya hubungan dengankerajaan Demak. Ketika itu PangeranSamudera (Raja I) di Kerajaan Banjar.Setelah mendapat dukunganKesultanan Demak untuk lepas dariKerajaan Negara Daha (1526-1550)dipimpin khatib Dayan. Kemenangankerajaan Islam mengharuskan rajaBanjar masuk Islam. Mulailah pengaruhIslam masuk di wilayah ini denganwarna Islam Demak. Selanjutnyahubungan dekat itu terus terjalin.Banyaknya anak kiyai dan wargamasyarakat menyokalahkan anakmereka ke Jatim membawa budayatersendiri di belakang hari di wilayahini (pada masa Kerajaan Banjar telahdimulai mengirim pelajar ke Mekkahnamun jumlah mereka sangat sedikit).Ketika organisasi Islam Nahdatul Ulamaberdiri, organisasi ini disambut baikoleh pemuka agama di wilayah ini. Disamping pemuka agama; kiyai-kiyai disini adalah orang Banjar yang dulunyamenuntut ilmu di tanah jawa,khususnya Jawa Timur, maka tempatJatim juga merupakan tempat yangpaling dekat dengan KalimantanSelatan. Sementara Jawa Timurmerupakan basis NU militan. Makawajar daerah Kal-Sel menjadi basiskedua setelah Jatim. Sementara tradisilama (masa kerajaan Banjar)menyekolahkan anak ke Mekkah tidakdapat diteruskan karena biaya yangmahal.
NU dengan sendirinya berkembangdalam masyarakat Banjar di dukungoleh para tokoh keagamaan. Terlebih iadidukung oleh keturunan orang yangpaling berpengaruh tokoh keagamaandi kerajaan Banjar yaitu Syekh BesarMuhammad Arsyad al Banjari. MakaNU menjadi hidup dan adaptif dalammasyarakat Banjar. Bahkan NU menjadiinstrument mentransformasikan Islamdalam budaya masyarakat lokal.Pengaruh NU dan Islam yang hampirsulit dipisahkan dalam kenyataanbudaya – kultur masyarakat Banjar.
Mulai berdirinya sekolah-sekolahnegeri di wilayah ini, terutama sejaktahun 80-an ke atas, mulai terjadipersangingan ketat dengan pasantren.Perubahan sosial-ekonomi mengharus-kan banyak orang tua menyekolahkananak mereka ke sekolah-sekolah negeri.Akibatnya beberapa tradisi kultur NUmulai tergoyang dan terkikis dalammasyarakat. Upaya penyeimbangdengan dakwah di luar pasantrenmengakibatkan transformasi ilmubersifat percepatan dan prioritas. Hal inidi dukung pula oleh da‘i-da‘i lulusanIAIN (sebagiannya) lebih berpihak padaIslam non kultural maka tradisi kulturalNU mulai dirasakan terkikis terutamadi kota besar Banjarmasin, meskipununtuk tahun-tahun akan datang,tradisi kultural tersebut tidak mungkinhabis selama pasantren masih ada ditempat ini. Demikian juga, yang palingkontras terlihat pada bagian politik.Kiyai di sini tak dapat lagi mendoktrinhaluan politiknya untuk menunjuksuatu partai menjadi harus diikuti.Fenomena ini dibuktikan dengankalahnya PKB dan PKNU suaranya diKal-Sel. Berbeda pada tahun-tahun 70-an, di mana sifat ketaatan pada kiyaibersifat total. Dibuktikan dengan
38 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
kemenangan P3 yang biasanyalangsung dipimpin oleh para pemukaagama. Mungkin pula ada benarnyaanggapan bahwa pergeseran tersebutkarena pergeseran yang terjadi padainstitusi NU sendiri dari politikkebangsaan menjadi politik kekuasaan.
Kondisi sekarang bisa dikatakansebagai kondisi tarik menarik antaraIslam kultur NU dengan Islam yangkurang berpihak pada kultur NUmaupun budaya Lokal. GerakanMuhammadiyah sangat mungkinmenjadi lebih leluasa untukmenanamkan pemahamannya padamasyarakat. Terlebih, anak muda Islamdi sini cukup antusias terhadap da‘i-da‘imuda lulusan IAIN (baik yang berpihakpada kultur NU maupun non tradisiNU). Maka akan sangat terlihat dantampak pada masa-masa akan datangperubahan tersebut. Masuknya HizbuzTahrir di kampus-kampus untukmengajarkan Islam juga merupakanfenomena baru. Meskipun pengaruhnyamasih sangat kecil. Berbeda denganyang pertama, totalitas ketaatan padakiyai berkurang seiring denganberkurangnya antusiasnya masyarakatpada NU itu sendiri karena dasyatnyaperubahan sosial ekonomi. Di bawah iniada beberapa point yang penting sebagaisimpulan terjadinya pergeseranperspektif masyarakat Banjar terhadapkiyai NU maupun kenyataan rill NUsekarang sebagai gerakan keagamaan,sbb :1. Kiyai ditaati selama tidak pada
masalah politik (berbeda dengan eratahun 70-an hingga 80-an ke atas).
2. Isu-isu gender tidak diterima olehmasyarakat Banjar karena tidakmendapat dukungan dari para kiyaiNU.
3. Beberapa tradisi kultur NU tidak lagi
diamalkan oleh umum masyarakatterutama masyarakat perkotaan(Banjarmasin) karena pengaruhsosial ekonomi maupun adanyadakwah lain yang kurang berpihakpada tradisi kultur NU dan tradisiranah lokal. Di sini terjadi tarikmenarik pemahaman baru misalnyatentang menentukan hari untukusaha, hari perkawinan, bamandi-mandi untuk perkawinan,menentukan hitungan pada namaanak, soal baik buruk pekerjaan.
4. Masyarakat Banjar masih mengikutikepada nasehat dan fatwa kiyai NUterhadap persoalan umumkeagamaan seperti masalah-masalahkeilmuan yang bersifat mistik,hukum Islam, soal perbankan; riba,bisnis, perkawinan, kelahiran anak,kewarisan, menentukan arah kiblatsalat, pembangunan mesjid, dll.
5. Kiyai NU adalah kiyai yang memilikikemampuan ilmu lahir dan batin,baik ilmu agama, tasawuf maupunilmu gaib.
6. Masyarakat Banjar masih mengakuibahwa untuk memperdalam ilmuagama secara tuntas hanya dapatdilakukan dengan kiyai NUmelewati pasantren. Hal inidibuktikan dengan masih banyak-nya antusias masyarakat untukmenyekolahkan anak mereka kepasantren meskipun diukurpersentasi dari jumlah pendudukdirasakan berkurang jauh daridekati tahun 70-an.
7. Gerakan NU sebagai organisasiyang bergerak dengan semangatharakatul diniyah (gerakankeagamaan), harakatul adabiyah(gerakan moral) maupun sebagaiorganisasi besar; harakatulijtimaiyyah (gerakan keorgani-
Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009 39
sasian), dengan paham ahlussunnah wal jamaah cukup dominanhanya pada daerah pedesaan-banualima. Padahal sebelum tahun 90-ancukup dominan di perkotaan;Banjarmasin.
8. Pengurus organisasi NU bukan lagiharus kiyai pasantren tetapi bolehorang biasa. Karenanya nasehat danfatwa kiyai NU di pasantren akandiikuti sedangkan jika daripengurus organisasi NU tidak harusdiikuti sebab mereka belumdianggap sebagai kiyai NU.
9. Nara sumber ceramah agama yangdilakukan oleh masyarakat Banjartidak lagi harus orang pasantrenatau kiyai NU. Siapapun bolehasalkan ia mampu memberipengetahuan keagamaan. Ini jelas
bahwa perkembangan gerakankeagamaan sekarang dan lazimnyadi berbagai tempat di Indonesia, NUdalam gerakan keagamaannyasekarang di kal-sel tidak lagi mampumendominasi dakwahnya terhadapmasyarakat perkotaan (Banjar-masin). Meskipun untuk wilayahpedesaan masih cukup dominan.Kaum muda Islam mulai tertarikdengan usatadz-ustadz muda diluar pasantrent tanpa memper-hatikan apakah mereka adalahorang NU ataukah campuran(mungkin lulusan IAIN ?) atauberaliran tidak berpihak pada tradisikultul NU. Karena mereka masihdianggap dapat menjelaskan bagieksoteris keagamaan danpengetahuan prioritas Islam.[]
40 Dialog No. 68, Tahun XXXII, Nopember 2009
Abdul Haris, dkk, Pergeseran PerilakuPolitik Kultural Nahdlatul Ulama(NU) di Era Multi Partai Pasca OrdeBaru, Studi Kasus NU Jember, JawaTimur, STAIN Jember Jawa Timur
Alfani Daud, Islam dan MasyarakatBanjar, Rajawali Pers. Jakarta,1997, h. 5
Amin Rais, Ed, Islam di Indonesia,Rajawali Pers, Jakarta, 1986
Atho’ Mudzhar, Gerakan Islam Liberal diIndonesia, artikel BalitbangDepag.RI, Rabu, 12 Maret 2008
Kuntowijoyo, Paradigma Islam,Interpretasi untuk Aksi, Mizan,Jakarta, 1993
Laode Ida, NU Muda; Kaum Progresif danSekularisme Baru, Erlangga,Jakarta, 2004
M. Dawan Rahardjo, IntelektualIntelegensia dan Prilaku PolitikBangsa, Mizan, Jakarta, 1993
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin danPeradaban, Paramadina, Jakarta,1992
Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenandan Keindonesiaan, Mizan, Jakarta,Cet.VI. 1994
Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan danKeindonesiaan, Mizan, Jakarta, 1993
D A F TA R P U S TA K A
Top Related