BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sistem komunikasi semakin berkembang dengan banyaknya orang yang
menghendaki terjaminnya kontinuitas hubungan telekomunikasi, tidak terbatas saat
pemakai dalam keadaan diam ditempat juga ketika mereka dalam keadaan bergerak.
Untuk itu lahirnya komunikasi bergerak dimana pengguna komunikasi tidak lagi
terbatas oleh ruang gerak merupakan solusi yang baik untuk menjamin kontinuitas
hubungan komunikasi yang saat ini sangat penting.
Setiap jaringan komunikasi bergerak selular membutuhkan perencanaan sel
dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pencakupan sel yang ditunjukan
oleh jumlah base station, dimana diusahakan seminimal mungkin tetapi dapat
memenuhi kapasitas trafik yang dibutuhkan.
Perencanaan Penentuan Letak BTS ini mencakup dua aspek yaitu ditinjau dari segi
coverage dan dari segi trafik. Perencanaan penanganan beban trafik meliputi prediksi
jumlah pelanggan pada setiap sel, dimana dengan pertimbangan beban trafik yang
diperlukan oleh pelanggan dan beban trafik yang dapat ditangani dalam sel, dapat
diperoleh jumlah sel yang diperlukan untuk mengatasi beban trafik yang diperlukan
oleh pelanggan.
Dalam Tugas Akhir ini perencanaan jumlah dan lokasi BTS yang dapat mencakup
seluruh wilayah pelayanan dengan bantuan alat Bantu (tool) dalam proses
1
perhitungan dan penentuan lokasi BTS. Dari hasil perencanaan ini maka dapat
ditentukan jumlah BTS diwilayah tersebut baik dilihat dari segi coverage maupun
trafik.
1.2. POKOK PERMASALAHAN
Salah satu perencanaan yang penting dalam system komunikasi bergerak selular
adalah perencanaan penentuan lokasi BTS. Perencanaan ini bertujuan untuk
mencakup wilayah yang akan dilayani dengan jumlah seminimal mungkin tetapi
masih menunjukkan unjuk kerja yang baik ditinjau dari segi teknis yaitu masalah
kapasitas trafik yang disediakan dan kualitas sinyal.
1.3. BATASAN MASALAH
Agar dihasilkan suatu perencanaan yang berjalan secara efektif maka penulis
membatasi masalah sebagai berikut :
1. Perencanaan BTS menggunakan standar GSM
2. Asumsi pelanggan dalam perencanaan ini
3. Menetapkan lokasi perencanaan
4. Mempelajari kontur wilayah pada peta
5. Perhitungan Link Budget
6. Penetuan Letak BTS
2
1.4. METODE PENDEKATAN MASALAH
Metode yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah studi literatur
dalam hal ini studi dilakukan dengan mempelajari buku – buku referensi yang
berkaitan dengan perencanaan sel dan standarisasi yang ditentukan untuk perencanaan
sel. Melakukan analisa dan penelitian dengan menggunakan kerangka pemecahan
masalah sebagai berikut :
1. Merumuskan permasalahan
2. Melakukan Analisa pada peta wilayah
3. Mengumpulkan data
4. Mengolah dan menganalisa data
5. Merencanakan sel sesuai dengan data dan kondisi area pelayanan.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Tugas Akhir ini dibagi sistematis dengan penjabaran pada Bab I Pendahuluan,
berisi tentang latar belakang permasalahan, metode pendekatan, penangan masalah dan
sistimatika penulisan. Selanjutnya pada Dasar Teori, penulis menjelaskan teori dasar
tentang komunikasi bergerak selular (GSM) yaitu konsep selular, trafik pada system
selular dan manajeman frekuensi pada Bab II. Pada Bab III akan membahas langkah –
langkah pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian.Untuk perencanaan dan
analisa hasil perencanaan akan dibahas pada Bab IV. Pengambil beberapa kesimpulan
yang akan disampaikan pada Bab V.
3
BAB II
TEORI DASAR
2.1. GSM Secara Umum.
2.1.1. Sejarah Teknologi GSM.
Dalam konfrensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun 1979
ditetapkan bahwa frekuensi 860 Mhz – 960 Mhz dialokasikan untuk komunikasi selular
dikemudian hari. Dengan penetapan ini berartti band frekuensi selebar 2 x 25 Mhz khusus
disiapkan untuk selular digital.
Tahun 1982 dengan dipelopori oleh Jerman dan Perancis maka CEPT
(Conference Europeance d’Administration de Post et Telecommunication) menetapkan
GSM sebagai standar digital selular untuk Eropa. Tahun 1985 Jerman, Perancis, Itali dan
Inggris bersatu untuk mengembangkan standarisasi GSM.Sistem ini kemudian ditetapkan
memiliki pita frekuensi antara 890 – 915 Mhz untuk uplink dan 935 – 960 Mhz untuk
downlink dengan setiap pita frekuensi dibagi atas beberapa channel yang lebarnya 200
Khz. GSM menggunakan teknologi multiplexing TDMA (Time Division Multiple
Access).
GSM telah diadaptasi di Amerika Utara dengan menggunakan frekuensi 1900
Mhz kemudian system ini diberi nama PCS 1900 (Personal Communication System).
Pemisahan frekuensinya sebesar 80 Mhz dan pembagian frekuensinya adalah 1850 –
1910 Mhz untuk Uplink dan 1930 -1990 Mhz untuk downlink. GSM juga diadaptasi di
Eropa dengan nama PCN (Personal Communication Network) dengan menggunakan
frekuensi 1800 Mhz. Frekuensi modifikasinya antara 1710 – 1785 Mhz untuk uplink dan
4
1805 – 1880 untuk downlink, dengan pemisah frekuensi sebesar 95 Mhz antara uplink
dan downlink.
2.1.2. Arsitektur Jaringan GSM.
Gambar 2.1. Arsitektur Jaringan GSM
2.1.2.1. Mobile Station (MS)
MS terdiri dari dua bagian yaitu Mobile Equipment (ME) dan Subscriber Identity
Module (SIM).
A. Mobile Equipment (ME).
ME adalah perangkat keras yang digunakan oleh pengguna untuk akses ke
jaringan. Ada tiga tipe ME yaitu :
Vihicle Mounted
Portable Mobile Unit
Hand portable Unit
B. Subscriber Identity Unit (SIM).
5
SIM card berisi informasi tentang pelanggan. SIM berbentuk smart – card yang
didalamnya terdapat mikroposesor. Dilihat dari bentuk fisiknya terdapat dua macam SIM
card yaitu ukuran ISO dan plug – in. SIM card tipe ISO memenuhi standar ISO 7816
yang mempunyai ukuran sebesar kartu kredit (85.6 mm x 54 mm) sedangkan plug – in
mempunyai ukuran 15 mm x 25 mm.
2.1.2.2. Base Station Subsystem (BSS).
BSS adalah interface antara MS dengan (Mobile Station) dan MSC (Mobile
Switching Centre) pada system selular GSM. Teknik radio digital digunakan untuk
hubungan (air – interface) antara BSS dan MS. BSS menyediakan interface sinyal digital
pada land network (A-interface) antara BSS dan MSC terdiri dari BSC, BTS dan XCDR
(speech trancoder).
A. Base Station Controller (BSC)
Fungsi dari BSC adalah untuk mengontrol BTS, memproses bentuk panggilan,
operation and maintenance dan menyediakan interface antara BSS dan MSC (A-
interface). Sedangkan funsi utamanya adalah mengatur kanal radio dan mentransfer
sinyal informasi dari dank e Mobile Station (MS).
B. Base Transceiver Station (BTS).
Setiap BTS menyediakan kanal radio (RF- carriers) untuk suatu area cakupan.
Kanal RF digunakan untuk hubungan antara MS dan BSS (Air-interface). BTS
mengandung transceiver radio yang menangani sebuah cell dan hubungan dengan Mobile
Station (MS).
6
Gambar 2.2. Base Tranceiver Station
C. Speech Transcoder (XCDR)
XCDR diperlukan untuk penyesuaian A-law PCM data pada land network dari
sistem GSM. XCDR adalah alat pemroses sinyal digital yang terdiri dari speech encoding
dan decoding. XCDR merupakan interface antara 64 kbps A-law PCM channel pada land
network dan 13 kbps vocoder channel yang dipakai pada air-interface.
2.1.2.3. Network Subsystem.
NSS terdiri dari Mobile Switching Center (MSC), Home Location Register
(HLR), Visitor Location Register (VLR), Equipment Identity Register (EIR) dan
Authentication Center (AuC).
A. Mobile Switching Center (MSC)
MSC merupakn inti dari jaringan GSM. Fungsinya untuk menghubungkan
pelanggan mobile ke PSTN atau ke pelanggan mobile lainnya. Untuk menangani
permintaan panggilan, MSC dapat mengakses informasi dari ketiga database HLR, VLR
7
dan AuC. Setelah menggunakan ketiga database tersebut MSC mengupdate ketiga
database sesuai informasi terakhir dari status panggilan dari posisi pelanggan.
B. Home Location Register (HLR)
HLR menyimpan semua data yang berhubungan dengan pesawat pelanggan. Data
statis menerangkan kapabilitas akses pelanggan, jenis pelayanan dan pelayanan
tambahan. HLR juga mempunyai data dinamis tentang pesawat pelanggan yang roaming.
MSC menggunakan data dinamik untuk segera meroutekan panggilan yang datang ke
pesawat pelanggan yang dipanggil.
C. Visitor Location Register (VLR)
VLR menyimpan informasi tentang pesawat pelanggan yang memasuki area
pelayanannya. VLR dapat dianggap sebagai database pelanggan yang dinamik yang
secara intesif bertukar data dengan HLR. Hubungan kedua database tersebut
memungkinkan MSC untuk menset-up panggilan yang masuk maupun keluar dalam area
pelayanan MSC tersebut. Data disimpan dalam VLR mengikuti pelanggan jika memasuki
area lain.
D. Equipment Identity Register (EIR)
EIR merupakan database yang menyimpan International Mobile Equipment
Identity (IMEI) pesawat pelanggan. Database tersebut dikategorikan dalam tiga hal yaitu
8
white list (pesawat tersebut sah atau legal), Grey list (pesawat sedang dalam
pengamatan), black list (pesawat tersebut tidak sah atau illegal).
E. Authentication Centre (AuC)
AuC adalah pengukuran keamanan dan memproteksi informasi pesawat
pelanggan terhadap gangguan melalui media udara. Karena rentannya keamanan dari
media udara, spesifikasi GSM memasukan pengukuran untuk otoritas pelanggan dan
kunci rahasia yang disimpan dalam AuC. Database dalam AuC juga diproteksi terhadap
mekanisme akses yang tidak berhak.
2.1.2.4. Operation and Maintenance System (O&M)
O&M adalah pusat dari pengoperasian jaringan dan mengontrol lebih dari satu
OMC.
A. Network Management System (NMC)
NMC menangani informasi konfigurasi dan network-wide data pada PLMN. Hasil
laporan statistik pada jaringan dan pengaturan tugas juga ada disini. NMC juga
menangani control trafik dan rekonfigurasi jaringan.
B. Operation and Maintenance Centre (OMC).
OMC menyediakan fungsi sebagai berikut : Kontrol alarm, control trafik,
overload control, pelaporan kesalahan, kumpulan statistik dan analisa, sistem inventory
dan kontrol dan adninistrasi jaringan.
9
2.2. Konsep Selular
2.2.1. Bentuk Geometris Sel
Bentuk sel heksagonal merupakan bentuk yang cocok untuk perancanaan dan
desain system selular karena mendekati bentuk lingkaran bentuk yang iseal area
coverage, tanpa gap dan overlap dengan sel heksagonal yang lain. Dalam perencanaan
BTS yang perlu diperhatikan adalah merencanakan sel, syarat yang harus dipenuhi adalah
frequency reuse atau cluster harus simetris artinya tiap sel harus mempunyai jarak yang
sama dengan sel co-channelnya.
Gambar.2.3 Bentuk – bentuk sel dan daerah konturnya
Suatu kaidah untuk memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
K = i2 + j2 + ij (2.1)
Dimana i,j adalah interger positif (0,1,2, …..). Pengguna kaidah K menggunakan aturan
sebagai berikut “ lintasi i sel dari sel referensi sepanjang rantai heksagonal (garis harus
menghubungkan tiap BTS), kemudian putar 60o berlawanan arah jarum jam dan lintasi
sebanyak j sel sepanjang arah tersebut”.
10
Gambar 2.4. Penggunaan Kaidah K
2.2.2. Pengulang Frekuensi
Jaringan GSM tersusun atas struktur sel tertentu dimana layanan terbatas. Tiap-
taip sel di catu oleh satu frekwensi pembawa atau lebih. Dengan keterbatasan jumlah
frekuensi yang tersedia maka penggunaan frekuensi reuse sangat diperlukan. Untuk
meningkatkan kapasitas dan cakupan suatu wilayah layanan, mengefisienkan penggunaan
spektrum digunakan pola pengulangan frekuensi (frequency reuse). Dalam hal ini dibatasi
oleh jarak minimum untuk menghindari interferensi kanal yang sama (Co-Channel
Interference)
Pola pengulangan dengan jumlah sel yang besar memiliki jarak pengulangan
yang lebih besar dan tingkat interfernsinya lebih rendah, tetapi jumlah kanal yang
tersedia dalam sel sedikit. Sedangkan pada pola pengulangan dengan jumlah sel yang
lebih sedikit, jarak untuk pengulangan sel lebih kecil dan tingkat interferensi lebih
tinggi tetapi jumlah kanal dalam setiap sel lebih banyak.
11
Gambar 2.5. Sketsa Frekuensi Reuse
2.3. Gangguan-gangguan Pada Komunikasi Selular.
2.3.1. Interferensi
Ketika terjadi pengulangan freku ensi, terdapat resiko interferensi dari BTS lain
yang menggunakan frekwensi yang sama (Co-channel Interference). Namun demikian
dengan jarak yang cukup besar antara sel dengan frekuensi yang sama terhadap radius
dari sel memungkinkan interfernsi sel dapat dikendalikan atau dengan perencanaan
pengulangan frekuensi dan sektorisasi sel dengan menggunakan antena berarah
(Directional Antenna).
12
Kemudian interfernsi kanal bersebelahan (Adjacent Channel Interfernce) terjadi
akibat penggunaan kanal yang bersebelahan dalam satu sel atau penggunaan kanal pada
sel yang bersebelahan dengan frekuensi yang berdekatan.
Interferensi lainnya yaitu interfernsi intersimbol (Intersymbol Interference)
terjadi akibat yang ditimbulkan oleh efekmultipath sehingga menimbulkan delay spread
khususnya daerah perkotaan (Urban).
2.3.2. Fading
Fading adalah salah satu gangguan yang terjadi pada sistem komunikasi selular.
Dari segi kualitas, keberadaaan fading dapat dirasakan sebagai timbul tengelamnya
suara yang terdengar oleh penerima. Fading yang disebabkan oleh efek yang
dirimbulkan oleh perubahan konfigurasi alam antara BTS dan MS sehingga
menimbulkan redaman lintasan. Terdapat dua jenis fading yang terjadi, yaitu :
A. Fading lambat (long-term Fading)
Fading yang disebabkan oleh lintasan yang menyebabkan sinyal menempuh
lebih dari satu lintasn dari BTS ke MS akibat pantulan oleh bangunan, pohon,
kendaraan serta lainnya yang mengakibatkan efek multipath seperti pada gambar
dibawah ini :
13
Gambar 2.6. Multipath Fading
B. Fading Cepat (Short-term/Rayleigh Fading)
Fading yang disebabkan oleh efek yang ditimbulkan oleh perubahan konfigurasi
alam antara BTS dan MS sehingga menimbulkan fluktuasi rendaman akibat efek
bayangan dari penghalang alam (Shadowing)
2.4. HCS ( Hierarchical Cell Structures)
Struktur HCS berkemampuan menyediakan possibility dan flexibility untuk
memprioritaskan sel mana yang tidak kuat tapi mampu menyediakan kuat sinyal yang
cukup. HCS juga berperan untuk menekan co-channel interference dan adjacent channel
interference. Sel-sel tersebut dibagi dalam layer-layer. Layer yang paling rendah adalah
prioritas yang paling tinggi. Pembagian layer dan band berdasarkan beberapa faktor
berikut : traffic distribution strategy diantara cell yang berbeda,, maximum traffic
capacity untuk cell, pengaruh dari interferensi pada cell. Lebih dari 8 layer (dan 8 band)
yang mungkin ditentukan dalam HCS. Satu atau beberapa layer dapat ditentukan dalam
14
band HCS yang sama. Pada umumnya sel pada beda band seharusnya tidak terinterferensi
satu sama lain. Oleh karena itu layer sel yang paling rendah diprioritaskan pada area
yang luas, dan hanya dicover oleh sel pada band lain. Melalui HCS network capacity
dapat ditingkatkan, dengan menyesuaikan coverage area yang efektif pada sel. Dengan
menggabungkan sel yang sempit dan luas, coverage yang bagus dan kapasitas yang tinggi
keduanya dapat dicapai. Alasan dibangunnya microcell dan indoorcell dan diprioritaskan
adalah sebagai berikut :
Penempatan site lebih mudah jika base station kecil dan posisi antenanya rendah.
Interferensi dapat dihindarkan, oleh karenanya sel yang kecil mampu
menyediakan kualitas yang lebih baik walaupun serving selnya bukan sel yang
terbaik.
Mengurangi blankspot (Fill radio coverage holes)
15
BAB III
PERENCANAAN SELULAR
3.1. Konsep Dasar Perencanaan Selular
Perencanaan selular pada sistem komunikasi bergerak GSM merupakan proses
dalam menentukan jumlah dan lokasi BTS yang diperlukan untuk meliputi seluruh
daerah pelayanan yang direncanakan dengan jumlah BTS seminimal mungkin tetapi
mampu menyediakan kapasitas trafik yang diperlukan oleh pelanggan.
Perencanaan sel ini berdasarkan pada perkembangan pelanggan yang semakin
besar yang menyebabkan trafik yang dibutuhkan juga semakin besar. Hal ini harus
diantisipasi agar kapasitas trafik yang dibutuhkan pelanggan tetap dapat dipenuhi oleh
sistem. Oleh karena itu perencanaan sel merupakan suatu proses yang tidak pernah
berhenti karena harus selalu mengikuti perkembangan untuk menjaga kepuasan
pelanggan.
3.2. Perencanaan Dan Analisa Jaringan GSM
Dalam melakukan perencanaan jaringan telekomunikasi, dengan menggunakan
kabel ataupun tidak menggunakan kabel (wireless), ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan yaitu faktor biaya dan faktor teknis.
3.3. Dasar Perencanaan
Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sel secara teknis adalah :
1. Kapasitas trafik yang dibutuhkan oleh pelanggan. Kapasitas trafik yang
dibutuhkan tergantung pada jenis daerah dan jumlah trafik per user
16
2. Kebutuhan sel untuk mencakup seluruh daerah pelayanan yang direncanakan.
Jumlah sel yang dibutuhkan bergantung pada luas daerah pelayanan dan ukuran
sel.
Secara umum perencanaan sel dapat digambarkan dalam Flow chart prosses yang
dapat dilihat seperti pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Flow Chart Proses Perencanaan Sel
17
3.4. Perencanaan Dalam Segi Trafik
Perencanaan dalam segi trafik ini dilakukan untuk memperoleh kapasitas trafik
total dalam area yang direncanakan. Untuk mendapatkan kapasitas trafik tersebut
sebelumnya harus diprediksi jumlah pelanggan. Selain itu juga dicari trafik per sel
yang dapat disediakan berdasarkan spesifikasi teknis dari sistem GSM yang
digunakan adalah bandwidth dan frekuensi operasi.
3.4.1. Trafik Pada Sistem Selular
3.4.1.1. Prediksi Pelanggan
Prediksi jumlah pelanggan untuk masa depan merupakan faktor yang sangat
penting dalam perencanaan suatu jaringan. Prediksi tersebut dikerjakan atas semua
informasi, analisa, serta pertimbangan tentang segala sesuatu yang menyangkut dan
mempunyai pengaruh dalam merencanakan suatu jaringan.
Suatu Prediksi yang akurat merupakan bahan yang penting untuk menentukan
kebijaksanaan dan menyusun strategi dalam pelaksanaan perencanaan selanjutnya.
3.4.1.2. Intensitas Trafik
Intensitas Trafik pada suatu sel didefinisikan sebagai jumlah panggilan rata yang
menduduki kanal selama periode waktu tertentu. Pada teori trafik klasik periode
pengamatan ini pada umumnya satu jam. Jumlah panggila dinyatakan dengan rata-rata
kedatangan dalam periode pengamatan (satu jam), sedangkan lamanya waktu
pendudukan atau holding time dinyatakan dalam waktu pendudukan perpanggilan.
Intensitas trafik E dapat dihitung dengan persamaan berikut :
E = λ tn (3.1)
18
Dengan :
E = Intensitas trafik (Erlang)
λ = Rata –rata kedatangan (call/jam)
tn = Rata-rata waktu pendudukan (jam/call)
3.4.1.3. Tingkat Pelayanan (GOS)
Grade Of Service (GOS) adalah tingkat pelayanan yang ditawarkan oleh sistem. Secara
sederhana GOS 2% berarti dalam 100 panggilan terdapat 2 panggilan yang tidak
mendapatkan saluran atau diblok oleh sistem. Secara teori untuk distribusi erlang GOS
merupakan Probabilitas bloking (B) yang dirumuskan sebagai berikut :
(3.2)
dimana :
B = Probabilitas bloking
A = Trafik Yang ditaawarkan (Erlang)
N = Jumlah Kanal Yang tersedia
19
3.4.1.4. Call Holding Time (Waktu Genggam Suatu Panggilan)
Call Holding Time adalah lamanya waktu pendudukan dari suatu panggilan.
Distribusi dari call holding time dapat berupa distribusi eksponensial dan distribusi
uniform. Dalam sistem selualr, distribusi uniform dari call holding time sebesar 140 detik
direkomendasikan oleh sebagian besar perusahaan termasuk Bell Telephone Company,
140 detik diperoleh dari perbaikan layanan telephon mobile station (IMTS : Improve
Mobile Telephone Station).
3.4.1.5. Trafik Per Pelanggan.
Trafik per pelanggan merupakan trafik tiap pelanggan yang diukur pada satu jam
sibuk. Dalam perencanaan sistem selular, trafik per pelanggan ini diasumsikan
berdasarkan penelitian atau pengukuran sentral diarea pelayanannya yang besarnya
berbeda untuk lingkungan bisnis dan lingkungan umum/publik. Untuk lingkungan publik,
besarnya trafik per pelanggan umumnya diasumsikan sebesar 25 mE.
3.4.1.6. Trafik Total
Trafik total merupakan jumlah trafik keseluruhan dari pelanggan dalam suatu
daerah tertentu yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
A = p.A (3.3)
dimana :
p = prediksi pelanggan
A = trafik per pelanggan
20
3.4.1.7. Trafik Sel
Jumlah trafik tiap sel tergantung pada alokasi bandwidth operator sistem selular
dan sistem selular yang digunakan. Sebelum mencari trafik tiap sel, sebelumnya dihitung
jumlah kanal trafik untuk tiap sel dengan rumus sebagai berikut :
(3.4)
dimana :
Bw = Bandwidth operator
U = User simultan per 1 kanal RF (Radio Frequency)
K = Jumlah sel per cluster
Kemudian dari jumlah kanal trafik tersebut dapat dicari offered Trafic dan
Carried Trafic dengan menggunakan tabel Erlang B.
3.4.1.8. Penentuan Jumlah Sel
Jumlah sel ditentukan dengan mengasumsikan bahwa distribusi geografis hanya
dibedakan menjadi daerah urban dan daerah suburban. Dimana masing – masing
daerah dianggap memiliki distribusi trafik seragam didalam daerahnya. Jumlah sel,
masing – masing untuk daerah urban dan suburban, dihitung menggunakan
persamaan berikut ini :
(3.5)
N BTS_suburban = (3.6)
21
Aurban = Luas daerah urban
Asel_urban = Luas area sebuah sel didaerah urban
NBTS_urban = Jumlah sel di daerah urban
Asuburban = Luas daerah suburban
Asel_suburban = Luas area sebuah sel didaerah suburban
NBTS_suburban = Jumlah sel didaerah suburban
3.4.1.9. Cakupan Sel
Cakupan radio aktual sebuah sel dinamakan sebagai footprint dan ditentukan dari
pengukuran medan atau model propagasi. Meskipun pada kenyataan footprint
berbentuk tidak teratur, sebuah bentuk geometris yang teratur dibutuhkan untuk
desain system radio. Bentuk lingkaran tidak mungkin diambil sebagai model cakupan
sel, karena bisa saja terdapat kekosongan cakupan atau bahkan terdapat overlap antara
cakupan sel . Maka ketika mempertimbangkan bentuk geometris untuk memodelkan
cakupan sel yang mencakup seluruh daerah tanpa harus terjadi overlap dan dengan
area yang sama, terdapat tiga pilihan yaitu bujur sangkar, segitiga, dan segi enam.
Sebuah sel harus dirancang agar masih dapat melayani MS dengan sinyal terlemah
didalam cakupannya, yang biasanya terletak di tepi sel. Untuk jarak tertentu antara
pusat dengan tepi terjauh, maka bentuk segi enam memiliki daerah terluas dari dua
bentuk lainnya. Bentuk segienam juga mendekati bentuk lingkaran. Sehingga dipilih
bentuk segienam sebagai model cakupan sel. Luas daerah segienam dihitung dengan
persamaan berikut ini :
22
Asel = (3.7)
dimana A adalah luas area sel dan d adalah jarak terjauh dari pusat ke tepi segienam.
3.5. Gangguan – Gangguan Pada Komunikasi Selular
3.5.1. Fading
Fading adalah salah satu gangguan yang terjadi pada sistem komunikasi selular.
Dari segi kualitas, keberadaaan fading dapat dirasakan sebagai timbul tengelamnya suara
yang terdengar oleh penerima. Fading yang disebabkan oleh efek yang dirimbulkan oleh
perubahan konfigurasi alam antara BTS dan MS sehingga menimbulkan redaman
lintasan. Fading terjadi disebabkan oleh dua factor utama yaitu :
1. Multipath Fading
Perjalanan sinyal dari pemancar ke penerima melalui lebih dari satu lintasan yang
disebabkan pantulan gelombang oleh benda – benda seperti gedung, rumah,
pohon dan benda – benda disekitarnya.
2. Fluktuasi Path Loss
Variasi rata-rata sinyal local yang diterima selama mobile unit berubah posisi.
Fluktuasi tersebut disebabkan variasi kontur daerah sepanjang lintasan propagasi
antara base station dan mobile unit.
23
Sinyal fading merupakan gabungan dua komponen yaitu ro(t) dan m(t), dimana
ro(t) merupakan fading cepat/rayleigh fading dan m(t) adalah fading lambat/lognormal
fading. Sinyal fading r(t) dirumuskan sebagai berikut :
r(t) = ro(t) . m(t) (3.8)
r(t)dB = ro(t)dB + m(t)dB (3.9)
3.5.2. Fading Cepat (Short-term/Rayleigh Fading)
Fading cepat terutama disebabkan multipath dari sinyal yang ditransmisikan
karena penghamburan local disekitar mobile unit.
3.5.3. Fading Lambat
Fading lambat terutama disebabkan variasi kontur daerah dan stuktur
lingkungan buatan manusia disepanjang lintasan propagasi antara base station dan
mobile unit. Fading lambat ini terdistribusi mengikuti distribusi lognormal yang
mempunyai persamaan fungsi rapat peluang sebagai berikut :
P (m) = (3.10)
dimana :
m = mean local/fading lambat
= rata – rata dari mean lokal
σ = standard deviasi dari mean lokal (dB)
Probalitas kerapatan mean lokal m lebih besar dari level treshold Rm
dirumuskan sebagai berikut :
24
P(m>R) = (3.11)
3.6. Model Propagasi
Teknik pemodelan propagasi digunakan dengan tujuan untuk menentukan
atenuasi gelombang radio selama menjalar dari antenna transmitter ke antenna receiver.
Model empiris yang dikembangkan oleh beberapa orang ahli lebih sering digunakan
untuk menentukan cakupan suatu sel. Beberapa dari model propagasi yang terkenal
adalah Hata model, COST – 231 Walfisch/Ikegami Model, COST – 231 Hata Model,
Wideband PCS Microcell Model.
Lurban (dB) = 46,3 + 33,9 log fc – 13,82 log hBS – a(hMS) (3.12)
+ (44,9 – 6,55 loghBS) Log d
Lsuburban (dB) = Lurban – 2[log (fc/28)]2 – 5,4 (3.13)
Lopen Area (dB) = Lurban – 4.78. [log(f)]2 – 18.33 log (f) + 40.94 (3.14)
Menggunakan rumus Okumura Hata :
Lurban (dB) = 69.55 + 26.16 log fc – 13,82 log hBS – a(hMS) (3.15)
+ (44,9 – 6,55 loghBS) Log d
Lsuburban (dB) = Lurban – 2[log (fc/28)]2 – 5,4 (3.16)
25
Lopen Area (dB) = Lurban – 4.78. [log(f)]2 – 18.33 log (f) + 40.94 (3.17)
dimana fc merupakan frekuensi carrier dalam MHz, hBS merupakan tinggi efektif
antenna base station dalam meter, hMS merupakan tinggi efektif antenna mobile
station dalam meter, d merupakan jarak antara base station dan mobile station dalam
kilometer, dan a(hMS) merupakan factor koreksi untuk tinggi efektif antenna MS
yang merupakan fungsi dari ukuran cakupan area. Persamaan untuk menghitung
a(hMS) untuk kota berukuran kecil hingga sedang adalah sebagai berikut :
Untuk kota kecil atau menengah :
A(Hm) = (1,1 log f – 0,7)Hm – (1,56 log f – 0,8) (3.18)
Untuk kota besar :
a(Hm) = 8,29 (log1,54 . Hm)2 – 1,1 untuk f ≤ 200MHz (3.19)
a(Hm) = 3,2 (log 11,75 . Hm)2 – 4,97 untuk f ≥ 400 MHz (3.20)
3.6.1. Perencanaan Daya
Daya pancar BTS dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Pt(BTS) = Sensitivitas MS+MF + Lu – GBTS – GMS + Feeder Loss+ Body Loss (3.21)
dimana :
PtBTS = Daya Pancar BTS (dBm)
MF = Margin Fading
Lu = Redaman Propagasi (dB)
26
GBTS = Gain Antena BTS (dBi)
GMS = Gain Antena MS (dBi)
Sedangkan daya pancar MS dapat dituliskan sesuai dengan persamaan berikut ini :
Pt(MS) = Sensitivitas BTS + MF + Lu – Gt – Gr + Feeder Loss (3.22)
dimana :
Pt(MS) = Daya Pancar MS (dBm)
3.7. Management Frekuensi
Yang dimaksud dengan manajemen frekuensi adalah pembagian jumlah total
kanal yang disediakan menjadi himpunan kanal yang dapat diberikan pada masing –
masing sel. Manajemen frekuensi ini meliputi penentuan pemakaian spektrum
frekuensi, penomoran kanal, pengelompokan kanal menjadi himpunan kanal untuk
setiap sel dan pendefinisian kanal.
3.7.1. Penentuan Spektrum Frekuensi
Spektrum frekuensi yang digunakan pada sistem GSM adalah pada daerah 900
MHz, yaitu :
890 – 915 MHz MS – BS, Up – link
935 – 960 MHz BS – MS, Down – link
Band frekuensi diatas disebut primary band GSM.
Terlihat bahwa untuk masing – masing arah transmisi disediakan spektrum
frekuensi sebesar 25 MHz, dengan spasi antara frekuensi pancar dengan dan terima
sebesar 45 MHz. Setiap kanal radio mempunyai lebar 200 KHz, sehingga dalam 25
MHz akan disediakan sebanyak 124 kanal radio.
27
3.7.2. Penomoran Kanal
Kanal radio pada GSM diberi nomor dimulai dari frekuensi terendah sampai tinggi,
dimana setiap nomor terdiri dari satu pasang frekuensi (dupleks).
3.7.3. Pengelompokan Kanal
Pengelompokan kanal tergantung pada pola sel yang digunakan dan juga
berkaitan dengan kinerja C/I yang diperlukan sistem. Bila kita menggunakan K = 4
dan sektorisasi 120o maka jumlah sel adalah 12 buah (pola sel 4/12)
3.8. Perencanaan Dalam Segi Pencakupan
Perencanaan dalam segi pencakupan merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya
yaitu dalam segi trafik. Input yang dipakai adalah kapasitas trafik total dan trafik per sel.
Dalam perencanaan ini dilakukan perhitungan jumlah dan radius sel yang diperlukan
untuk dapat melayani kebutuhan trafik pelanggan yang dapat mencakup seluruh area
yang direncanakan.
3.8.1 Jarak Reuse
Jarak minimum penggunaan Frekuensi yang sama tergantung faktor – faktor
seperti jumlah co-channel dari sel yang ditinjau, tipe kontur daerah geografis, tinggi
antenna dan daya yang ditransmisikan tiap sel. Jarak reuse frekuensi D didapat dari
persamaan sebagai berikut :
D = (3.23)
dengan :
D = Jarak reuse
28
K = Frequency reuse patern/cluster
R = Radius Sel
Dari persamaan 2.2 didapat rasio reuse (q) yaitu perbandingan jarak antar sel dan
radius sel yang memenuhi persamaan :
q = (3.24)
Jika semua base station mentransmisikan daya yang sama maka dengan
peningkatan K akan memperbesar jarak D sehingga menurunkan kemungkinan
interferensi co-channel. Tetapi karena jumlah kanal yang dialokasikan tetap maka bila K
besar, jumlah kanal tiap sel menjadi sedikit sehingga meningkatkan ketidakefesiensian
spektrum.
3.8.2. Penentuan Jumlah sel per Cluster
Penentuan jumlah sel per cluster berdasarkan rasio reuse (q), konfigurasi sel dan
persyaratan rasio C/I (Carrier to Interface). Rasio C/I adalah perbandingan daya carrier
terhadap daya interferensi yang diterimah pada mobile station . Pada media radio mobil
bidang datar susunan sel seragam, C/I dinyatakan sebagai berikut :
C/I = (3.25)
Pada konfigurasi omnidirectional kondisi normal, jarak antar sel dan co-channelnya sama
sehingga harga C/I adalah :
C/I = (3.26)
29
3.8.3. Pembelahan Sel
Bila kapasitas trafik pada suatu sel mengalami peningkatan dan jumlah kanal
frekuensi sel tersebut sudah tidak mencukupi lagi, maka sel dapat dipecah menjadi
beberapa sel dengan radius sel yang lebih kecil, dengan menggunakan daya pancar yang
lebih rendah. Biasanya radius sel yang baru sama dengan setengah dari radius sel yang
lama.
3.9. Pengolahan Data Geografis
Perencanaan pengalokasian BTS sangat terkait dengan kondisi geografis tempat
yang akan direncanakan. Pada Perencanaan ini akan dipilih daerah Cilegon, data
geografis yang dibutuhkan untuk perencanaan meliputi distribusi penduduk di daerah
urban dan suburban serta morfologi daerah Cilegon.
Morfologi wilayah berdasarkan referensi dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu :
Dense urban, urban, suburban dan rural. Penentuan wilayah menurut referensi, lebih
berdasarkan asumsi saja. Kriteria yang sering digunakan adalah :
Dense urban, daerah ini biasanya merupakan distrik bisnis pada area metropolitan.
Bangunan – bangunan di area ini memiliki 20 lantai atau lebih, terdiri dari gedung
pencakar langit dan apartemen berlantai banyak.
Urban daerah ini biasanya bangunan yang memiliki 5 hingga 20 lantai.
Suburban, daerah ini biasanya terdiri dari campuran perumahan dan daerah bisnis
dengan bangunannya memiliki satu hingga lima lantai, tetapi utamanya rata – rata
bangunan dengan satu atau dua lantai.
30
Rural, biasanya terdiri dari area terbuka dengan bangunan yang tidak melebihi
dua lantai dan letaknya berjauhan.
3.10. Link Budgeting
Link budget merupakan salah satu elemen penting dalam design system radio.
Link budget memasukkan semua masalah yang berkaitan dengan propagasi antara base
station (BS) dan mobile station (MS). Link budget harus memperhitungkan semua gain
dan loss serta margin untuk berbagai macam path impairment yang dialami oleh sinyal
radio dari transmitter ke receiver.
Link budget memiliki dua jalur up link dan down link. Jalur uplink merupakan jalur dari
unit pengguna (MS) ke base station. Sedangkan jalur downlink merupakan jalur dari base
station ke unit pengguna. Path loss didapat dengan menambahkan dan mengurangkan
komponen – komponen link budget. Path loss maksimum yang digunakan adalah path
loss terkecil diantara jalur uplink atau jalur downlink. Jarak maksimum antara base
station dengan mobile station diturunkan dari path loss maksimum tersebut, dengan
menggunakan model propagasi yang sesuai untuk daerah tersebut dan frekuensi yang
digunakan.
Komponen – komponen link budget adalah sebagai berikut :
1. Daya kirim (Transmit power), pada jalur uplink yang diperhitungkan adalah daya
kirim MS (MS Tx Power) dan jalur downlink yang diperhitungkan adalah daya
kirim BS (BS Tx Power)
2. Gain Antena (Antenna gain), ini merupakan ukuran dari kemampuan antenna
untuk menaikan daya sinyal.
31
3. Receiver sensitivity, Daya sinyal terrendah yang masih dapat diterima oleh
receiver dan masih dapat dimodulasi dengan baik pada tingkat kualitas yang
masih dapat diterima. Pada jalur uplink yang diperhitungkan adalah BS Receiver
Sensitivity dan pada jalur downlink yang diperhitungkan adalah MS Receiver
Sensitivity.
4. LNA Gain, pengguna LNA untuk diversitas pada arah uplink, agar path loss pada
arah uplink dan arah downlink memiliki nilai yang seimbang atau mendekati
sama. Bila path loss pada arah downlink jauh lebih besar daripada arah uplink
maka handover tidak akan terjaadi saat MS melewati batas suatu sel.
5. Feeder Loss, Loss yang berasal dari kabel yang menghubungkan antara base
station dengan antenna.
6. Combainer loss, Loss yang berasal dari peralatan yang dapat mengkombinasikan
beberapa frekuensi kedalam satu antenna.
7. Building penetration loss, Loss yang memperhitungkan penetrasi sinyal dari luar
kedalam gedung, bila MS berada didalam gedung dan BTS berada diluar gedung.
8. Fade margin, Margin yang dibutuhkan untuk mengatasi multipath fading yang
disebabkan oleh lingkungan disekitar MS.
Harga atau besarnya masing – masing komponen link budget diatas berasal dari
berbagai macam sumber, terutama beasal dari ETSI (European Telecommunication
Standard Institute) untuk spesifikasi daya MS dan BS yang menggunakan frekuensi
1800 MHz (DCS 1800). Selain itu berasal dari spesifikasi teknis produk – produk
yang digunakan.
32
Persamaan untuk menghitung path loss pada jalur uplink maupun downlink secara
umum adalah sebagai berikut :
Lpu = PTX,MS – PRX ,BS - ∑Gu - ∑Lu - ∑Mu
Lpd = PTX,BS – PRX ,MS - ∑Gd - ∑Ld - ∑Md
Keterangan :
Lpu = Path loss pada Uplink
Lpd = Path Loss pada downlink
PTX,MS = Daya transmit MS
PRX ,BS = BS Receiver Sensitivity
∑Gu = Total Gain pada Uplink
∑Lu = Total Loss Pada Uplink
∑Mu = Total Loss Pada Uplink
PTX,BS= Daya transmit BS
PRX ,MS = MS Receiver Sensitivity
∑Gd = Total Gain pada Downplink
∑Ld = Total Loss Pada Downlink
∑Md = Total Loss Pada Downlink
33
BAB IV.
ANALISA PERENCANAAN PENENTUAN LOKASI BTS DI AREA
CILEGON
Perencanaan penentuan lokasi BTS yang dibahas pada Bab ini adalah Perencanaan
penentuan lokasi BTS di area Cilegon (PT Indosat). Data dan Spesifikasi teknis
berdasarkan data dari PT Indosat. Perencanaan penentuan lokasi BTS berdasarkan
dua segi yaitu dari segi coverage dan trafik. Metoda propagasi yang digunakan dalam
perhitungan link budget adalah metoda Okumura Hata. Hasil dari Perencanaan ini
ditampilakan secara visualisasi menggunakan perangkat lunak tool planning.
4.1. Pengolahan Data Geografis
Daerah Cilegon berdasarkan referensi area yang digunakan untuk perhitungan
adalah area dengan koordinat 106-02-00 BT 06-00-00 LS sampai 106-05-00 BT
sampai 06-03-30 LS. Luas area cilegon sekitar 88 Km2 dengan asumsi jumlah
subscriber adalah sekitar 20 ribu orang.
4.2. Link Budget
Perhitungan link budget dimulai dari menentukan nilai – nilai yang harus
dimasukkan dalam komponen yang menyusun link budget. Band frekuensi yang
digunakan adalah band DCS 1800. Band frekuensi ini beroperasi pada frekuensi
(Satelindo) 1717.5 – 1722.5 MHz untuk arah uplink, dan 1812.5 – 1817.5 MHz untuk
arah downlink.
34
Komponen – Komponen link budget yang diperhtungkan dalam perencanaan adalah
sebagai berikut :
1. Daya kirim (Transmit power)
MS Tx Power kelas 4 = 33 dB
BS Tx Power kelas 4 = 39 dB
2. Gain Antena (antenna gain)
Gain Antena MS = 0 dBi
Gain Antena BS = 15,6 dBi (directional)
3. Sensitivitas penerimaan (Receiver sensitivity)
MS Rx Sensitivity minimum = - 106 dBm
BS Rx Sensitivity minimum = - 110 dBm
4. Feeder Loss
Kabel yang digunakan adalah kabel 7/8 “ lossnya ± 0.3 dB per 10 meter
Maka bila tinggi antenna 40 m feeder loss = 0,3 x 4 = 1,2 dB
5. Fade margin
Fade Margin = - 12 dB (daerah urban)
Fade Margin = - 10 dB (daerah suburban)
6. BS Cable losses = - 3 dB
7. Duplexer loss = -1 dB
8. Diversity Gain = 3 dB
35
Tabel 4.1 Perhitungan link budget area urban
Uplink DownlinkParameter Satuan Nilai Parameter Satuan Nilai
MS Transmit Power
dB 33 BS Transmit Power dB 39
MS Cable Loss dB 0 BS Cable losses dB -3
MS Gain Antena dBi 0 BS Antena Gain dBi 15.6
Body Loss dB -2 Feeder Loss dB -12
Max. Allowable path loss
dB -144.4Max. Allowable path loss
dB-
142.4
Feeder Loss dB -1.2Log normal Fading Margin
dB -12
Log Normal Fading Margin
dB -10 Body Loss dB -2
BS Antena Gain dBi 15.6 MS Antena Gain dBi 0
BS Cable Losses dB -3 MS Cable loss dBi 0
Duplexer Loss dB -1 MS Rx Sensitivity dBm -106
Diversity Gain dB 3
BS Rx Sensitivity dBm -110
36
Tabel 4.2. Perhitungan link budget area suburban
Uplink Downlink
Parameter Satuan Nilai Parameter Satuan NilaiMS Transmit Power
dB 33 BS Transmit Power dB 39
MS Cable Loss dB 0 BS Cable Loss dB -3
MS Gain Antena dBi 0 BS Gain Antena dB 15.6
Body Loss dB -2Max. Allowable path Loss
dB-
144.4
Max. Allowable path loss
dB -144.4Log Normal Fading Margin
dB -10
Feeder Loss dB -1.2 Body Loss dB -2
Log Normal Fading Margin
dB -10 Feeder Loss dB -1.2
BS Antena Gain dBi 15.6 MS Antena Gain dBi 0
BS Cable Losses dB -3 MS Cable Loss dBi 0
Duplexer Loss dB -1 MS Rx Sensitivity dBm -106
Diversity Gain dB 3
BS Rx Sensitivity dBm -110
37
Tabel 4.3. Perhitungan link budget area rural (open area)
Uplink Downlink
Parameter Satuan Nilai Parameter Satuan Nilai
MS Transmit Power
dB 33BS Transmit Power
dB 39
MS Cable Loss dB 0 BS Cable Loss dB -3
MS Gain Antena dBi 0BS Gain Antena
dB 15.6
Body Loss dB -2Max. Allowable path Loss
dB -148.4
Max. Allowable path loss
dB -148.4Log Normal Fading Margin
dB -6
Feeder Loss dB -1.2 Body Loss dB -2Log Normal Fading Margin
dB -6 Feeder Loss dB -1.2
BS Antena Gain dBi 15.6MS Antena Gain
dBi 0
BS Cable Losses dB -3 MS Cable Loss dBi 0
Duplexer Loss dB -1MS Rx Sensitivity
dBm -106
Diversity Gain dB 3BS Rx Sensitivity dBm -110
4.3. Perencanaan Letak BTS Dari Segi Coverage.
Perencanaan penentuan letak BTS dari segi coverage di area cilegon ini menggunakan
model propagasi Okumura Hata yang menggunakan band frekuensi GSM 900 karena
GSM 900 dilihat dari segi coverage lebih luas. Parameter – parameter yang digunakan
untuk perancangan adalah sebagai berikut :
fc = 1722.5 Mhz, menggunakan frekuensi uplink
hMS = 1.5 meter
38
hBS = 30 – 70 meter
Dengan menggunakan asumsi bahwa area Cilegon adalah kota berukuran sedang
untuk menghitung a(hMS) menggunakan persamaan (3.18). Morfologi wilayah
cilegon dibagi tiga kategori yaitu area urban, suburban dan rural. Luas area urban di
wilayah Cilegon sekitar 70 Km2, luas area suburban sekitar 42 Km2 dan luas area
rural sekitar 24 Km2. Jarak maksimum antara MS dan BTS pada area urban dihitung
menggunakan persamaan (3.15), area suburban menggunakan persamaan (3.16) dan
untuk area rural menggunakan persamaan (3.17). Hasil dari perhitungan jarak
maksimum antara MS dan BTS untuk masing – masing area dapat dilihat pada tabel
4.4.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Luas Cakupan Sel
GSM 900
ClutterTinggi Antena
Path Loss Maximum
Log – normal Fading Margin
d (Jarak maksimum MS
ke BTS) Km
A (Cakupan Sel) Km2
Urban
30 meter
142.4 dB 12 dB
1.76 Km 8 Km2
40 meter 2 Km 10.4 Km2
55 meter 2.33 Km 14.1 Km2
70 meter 2.62 Km 17.84 Km2
Suburban
30 meter
144.4 dB 10 dB
4.33 Km 48.71 Km2
40 meter 5Km 64.95 Km2
55 meter 6 Km 93.53 Km2
70 meter 6.8 Km 120 Km2
Open Area (Rural)
30 meter
148.4 dB 6 dB
20.66 Km 1108.95 Km2
40 meter 24.91 Km 1612.3 Km2
55 meter 30.99 Km 2496.04 Km2
70 meter 36.84 Km 3525.9 Km2
39
Dengan diketahui jarak maksimum antara MS dan BTS dapat dihitung Jumla BTS
pada setiap area dengan menggunakan persamaan (3.7). Hasil perhitungan dapat
dilihat pada table 4.5
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Jumlah sel
GSM 900
ClutterTinggi Antena
Luas Area
A (Cakupan Sel) Km2
N(Jumlah Sel)
Urban
30 meter
70 Km2
8 Km2 9 sel
40 meter 10.4 Km2 7 sel
55 meter 14.1 Km2 5 sel
70 meter 17.84 Km2 4 sel
Suburban
30 meter
42 Km2
48.71 Km2 1 sel
40 meter 64.95 Km2 1 sel
55 meter 93.53 Km2 0.45
70 meter 120 Km2 0.35
Open Area (Rural)
30 meter
24 Km2
1108.95 Km2 0.02
40 meter1612.3 Km2 0.014
55 meter2496.04
Km2 0.0096
70 meter3525.9 Km2 0.0068
4.4. Perencanaan Letak BTS berdasarkan Distribusi Trafik
Proses perhitungan distribusi trafik melibatkan jumlah kanal, GOS, dan carried
offered traffic yang hanya dapat dilihat pada table Elang B. Proses awal adalah
perhitungan kapasitas trafik total dimana proses perkalian antara asumsi subscriber
sekitar 20 ribu orang dengan trafik per subscriber 12 mE yaitu 240 Erlang. Pembagian
40
beban trafik untuk masing – masing area dengan asumsi subscriber 20 ribu orang
dapat dilihat pada table 4.6.
Tabel. 4.6. Pembagian beban trafik pada setiap area.
DaerahPembagian
Beban TrafikJumlah
SubcriberDistribusi
TrafikKonfigurasi
TRX
Urban (70 Km2) 80% 16000 192 Erlang
4/4/4 4/3/3 3/3/3 3/3/3
Suburban (42 Km2) 15% 3000 36 Erlang 3/3/3
Rural (24 Km2) 5% 1000 12 Erlang 2/2/2
Penentuan konfigurasi TRX dihitung dari distribusi trafik dengan GOS 2%
menggunakan table Erlang B.
4.5. Proses Penentuan Letak BTS pada Wilayah Cilegon
Proses ini adalah menentukan letak BTS pada wilayah yang telah ditentukan dengan
menggunakan 3 sektor yang idealnya berbentuk heksagonal masing – masing
mempunyai jarak ideal 120o. Dengan menentukan koordinat letak BTS yang
dirancang pada peta yang tersedia, mengatur ketinggian antenna dengan menentukan
type antenna yang digunakan dan manggunakan konfigurasi TRX yang telah
dirancang berdasarkan tabel 4.6 pada setiap sector dengan memperhatikan
produktivitas area.Hasil perencanaan dapat dilihat pada tabel 4.7.
41
Tabel 4.7. Hasil Perencanaan Letak BTS
DaerahKoordinat Antena
Type AntenaKonfigurasi
TRXLongitude Latitude Orientasi KetinggianUrban
A1
106o.03'.10" 6o.01'.10"
Site A1A Pemukiman (Sukamanah)
100o 40 meter Directional 65 deg
4/4/4Site A1B Komplek Krakatausteel
220o 40 meter Directional 90 deg
Site A1C Jalan Raya 270o 40 meter Directional 65 deg
A2
106o.01'.25" 6o.00'.40"
Site A2A Kawasan Industri Krakatau steel
0o 30 meter Directional 90 deg
4/3/3Site A2B Pemukiman (Desa Citangkil)
120o 40 meter Directional 90 deg
Site A2C Pemukiman (Desa Kebonsari)
240o 30 meter Directional 65 deg
A3
106o.04'.47" 6o.02'.03"
Site A3A Jalan Raya 110o 40 meter Directional 65 deg
3/3/3Site A3B Pemukiman (Desa Harjatan)
210o 40 meter Directional 90 deg
Site A3C Pemukiman (Desa Kedaleman)
270o 40 meter Directional 90 deg
Suburban
B
106o.02'.02" 6o.02'.45"
Site B1 Pemukiman (Desa Karangasem)
80o 40 meter Directional 90 deg
2/2/2Site B2 Pemukiman (Desa Bagendung)
200o 40 meter Directional 90 deg
Site B3 Pemukiman (Desa Lebak Denok)
330o 40 meter Directional 90 deg
Open Area (Rural)
C
106o.05'.15" 6o.01'.08"
Site C1 Jalan Tol 120o 40 meter Directional 65 deg
2/2/2Site C2 Pemukiman (Serdang Barat)
200o 40 meter Directional 90 deg
Site C3 Jalan Tol 320o 40 meter Directional 65 deg
42
4.6. Proses plotting BTS pada Tool Plan
Proses Plotting BTS menggunakan tool plan pada wilayah yang direncanakan adalah
proses terakhir dalam perencanaan BTS. Dengan input data koordinat dari letak BTS,
orientasi antenna, ketinggian antenna dan type antena melalui tool plan dapat dilihat
area yang tercover oleh jumlah BTS yang diletakkan pada wilayah tersebut. Dalam
tool plan dapat melihan kontur dari area yang di cover dan sampai jarak berapa area
masih bisa tercover oleh satu BTS. Penentuan jumlah BTS actual berdasarkan
banyaknya sel yang ditampilkan dalam peta wilayah
Gambar 4.1. Hasil Visualisasi Tool Plan
43
Top Related